You are on page 1of 8

Bioteknologi 2 (2): 35-42, Nopember 2005, ISSN: 0216-6887, DOI: 10.

13057/biotek/c020201

Pembentukan Pronukleus Jantan dan Betina


pada Mencit (Mus musculus) setelah Terjadinya
Fertilisasi
Formation of male and female pronucleus in mouse
(Mus musculus) based on time after fertilization

DINI ROSA SITIAYU1, SUTARNO1,♥, SYAHRUDDIN SAID2

1 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126.


2 Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong-Bogor 16911.

Diterima: 1 Oktober 2005. Disetujui: 11 Nopember 2005.

ABSTRACT

Pronuclei are nuclei from male or female before syngami. The information
about time of fertilization in vivo in animals was limited, especially in
formation of pronuclei. This study have purpose to know the timing of
sperm and egg nuclei changes at the time in vivo fertilization until formed
male and female pronuclei. The female mouse DDY age 6-8 weeks were
super ovulated through injection 5 IU PMSG and hCG (48 h after PMSG)
per mouse intraperitoneally. The female mouse was mated with male from
same species in proportion male: female = 1:1. The eggs were collected on 4,
6, 8, and 10 h after fertilization with 0 h is 12 h after hCG injection with
shallow cut of fertilization bladder of female mouse tuba Fallopian. The
shallow cut was treated in PBS media supplemented by 3% BSA and 0.1%
hyaluronidase; the eggs were washed in same media without
hyaluronidase. The eggs were fixed with glutaraldehyde 2.5% in PBS, the
eggs were drawn in neutral formalin 10%, dehydration with ethanol 95%
and stained with lacmoid 0.25% in acetic acid 45%, the eggs were washed
with using acetoglycerol and then observation about development of sperm
and egg nuclei morphology. Development of mouse egg nuclei achieve to
female pronuclei phase 185 (95%+6) was occur on 8 h after in vivo
fertilization, development of mouse sperm nuclei achieve to male pronuclei
phase 185 (96%+4) was occur on 8 h after in vivo fertilization. In the present
♥ Alamat korespondensi: study, we found some of eggs like unfertile eggs, polysperm, and
Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126 parthenogenesis at the fertilization in vivo.
Tel. & Fax.: +62-271-663375.
e-mail: biology@mipa.uns.ac.id
Keywords: sperm nuclei, egg nuclei, pronucleus, in vivo, mouse.

PENDAHULUAN transfer gen atau embrio, maupun kloning sel


somatik sekarang ini banyak melibatkan
Bioteknologi reproduksi saat ini telah pronukleus yang merupakan proses paling awal
mengalami perkembangan yang pesat dan pada fertilisasi setelah terjadinya kontak antara
penelitian-penelitian yang telah dilakukan spermatozoa dengan sel telur.
semuanya membawa suatu manfaat untuk Informasi tentang waktu dari tahap fertilisasi
mengatasi masalah-masalah yang ditemui dalam pada manusia maupun hewan masih terbatas
proses reproduksi. Teknik-teknik reproduksi karena waktu bergabungnya gamet tidak
seperti ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection), diketahui saat pre-ovulasi sampai oosit terakhir
IVF/IVM (In Vitro Fertilization/Maturation), yang diinseminasi. Hal ini yang menjadi tujuan
36 Bioteknologi 2 (2): 35-42, November 2005

penelitian dari Nagy et al (1994) yang diikuti oleh Cara kerja


Birler et al (2001) untuk menginvestigasi kejadian Superovulasi. Hewan percobaan yang
atau peristiwa-peristiwa awal dari fertilisasi dan digunakan adalah mencit betina strain DDY
untuk menentukan waktu yang paling awal berumur 6-8 minggu. Mencit betina tersebut
untuk pembentukan pronukleus pada kambing. disuperovulasi dengan suntikkan 5 IU PMSG per
Secara umum kebanyakan penelitian yang sudah ekor dan 5 IU hCG per ekor secara intraperitoneal.
dilakukan hanya memaparkan pembentukan Setiap perlakuan waktu digunakan sampel dua
pronukleus jantan setelah proses-proses tertentu ekor mencit betina per-ulangan (+ 32 ekor mencit
seperti ICSI, IVF, inseminasi, atau mikroinjeksi betina). Waktu penyuntikan PMSG adalah pada
tetapi tentang kapan waktu yang pasti secara pertengahan siklus terang, yaitu pada jam 12.00,
tepat pembentukan pronukleus jantan dan sedangkan penyuntikan hCG dilakukan 48 jam
pronukleus betina setelah spermatozoa kontak setelah PMSG (Hogan et al., 1986).
dengan sel telur melalui proses alamiah masih Fertilisasi. Mencit betina setelah disuntik
menjadi pertanyaan. Berdasarkan penelitian- dengan 5 IU PMSG dan 5 IU hCG per ekor secara
penelitian yang telah ada dan informasi- intraperitoneal, masing-masing dikawinkan
informasi waktu tentang pembentukan dengan mencit jantan di dalam kandang terpisah
pronukleus jantan yang telah dipaparkan, maka dengan perbandingan jantan: betina = 1:1. Sel
penelitian tentang pembentukan pronukleus telur dipanen pada jam yang telah ditentukan (4,
jantan dan pronukleus betina secara alami 6, 8, dan 10 jam) pasca fertilisasi, dengan 0 jam
berdasarkan waktu setelah terjadinya fertilisasi adalah 12 jam pasca hCG (saat ovulasi) dengan
perlu dilakukan guna mengetahui waktu pasti menoreh kantung fertilisasi tuba Fallopi mencit
terbentuknya kedua pronukleus tersebut. betina yang dimatikan secara dislokasi servikalis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penorehan dilakukan di dalam media PBS
waktu perubahan inti sperma dan inti sel telur (Gibco, BRL, USA) yang disuplementasi 3% BSA
pada saat fertilisasi secara alamiah sampai (Bovine Serum Albumin), dan 0,1% Hyaluronidase
menjadi pronukleus jantan dan betina serta (Sigma, USA) untuk melepaskan sel-sel kumulus.
kejadian pada sel telur setelah fertilisasi. Sel telur yang telah bersih dari kumulus, dicuci
dalam media yang sama tanpa hyaluronidase.
Fiksasi dan pewarnaan. Sel telur yang telah
BAHAN DAN METODE difertilisasi, dilakukan fiksasi. Sel telur
diletakkan diatas kaca obyek, lalu ditutup
Bahan dengan kaca penutup yang memiliki bantalan
Hewan percobaan. Hewan yang digunakan terbuat dari parafin dan vaselin (1:9) di keempat
pada penelitian ini adalah mencit betina strain sudutnya. Sampel difiksasi dengan glutaraldehyde
DDY berumur 6-8 minggu. 2,5% dalam PBS pH 7,4, selanjutnya dicelup ke
Media koleksi. Media yang digunakan untuk dalam formalin netral 10% selama 4 jam pada
mengoleksi sel telur adalah PBS (Phosphate suhu ruangan. Sampel didehidrasi dengan etanol
Buffered Saline) 5 ml, 3% BSA (Bovine Serum 95% dan diwarnai dengan lacmoid 0,25% dalam
Albumin), dan 0,1% hyaluronidase. asam asetat 45%, kemudian dicuci dengan
Bahan fiksasi. Bahan kimia untuk memfiksasi mengalirkan Acetoglycerol pada sampel.
adalah glutaraldehyde 2,5% dalam PBS (Phosphate Pengamatan. Sitologi sel telur hasil fertilisasi
Buffered Salline) dan formaldehyde 10%. diamati menggunakan mikroskop fase kontras
Bahan dehidrasi. Bahan kimia yang diguna- pembesaran 400X. Perkembangan morfologi inti
kan untuk dehidrasi sel telur adalah etanol 95%. sel telur yang diamati meliputi metafase II,
Bahan pewarnaan dan pencuci. Bahan kimia proses pelepasan badan kutub II (anafase II,
yang digunakan untuk perwarnaan adalah telofase II), pre pronukleus betina, pronukleus
lacmoid 0,25% dalam asam asetat 45% dan bahan betina, karyogami dan mitosis. Perkembangan
kimia yang digunakan untuk mencuci sel telur inti spermatozoa yang diamati meliputi
adalah acetoglycerol. kondensasi, dekondensasi kepala spermatozoa,
Hormon. Hormon untuk superovulasi adalah pre pronukleus jantan, pronukleus jantan,
PMSG (pregnant mare’s serum gonadotropin) dan karyogami dan mitosis.
hCG (human chorionic gonadotropin).
Bahan kimia lainnya. alkohol 70%, paraffin, Analisis data
dan vaselin. Data hasil pengamatan perkembangan
morfologi inti sel telur dan sel sperma disajikan
SITI-AYU dkk. Pembentukan pronukleus pada Mus musculus 37

secara deskriptif dengan menggunakan rataan protamin (Calvin dan Bedford, 1971). Pada saat
persentasi + standard deviasi (% + SD). setelah fertilisasi proses balik terjadi, ikatan
disulfid direduksi oleh GSH sehingga protamin
inti spermatozoa berubah berikatan -S-H- (thiol)
HASIL DAN PEMBAHASAN dan terjadilah proses dekondensasi. Apabila
kandungan GSH dalam sel telur tidak cukup
Status inti spermatozoa untuk mereduksi ikatan disulfid tersebut, maka
Hasil penelitian tentang status inti sperma- status inti spermatozoa masih tetap dalam tahap
tozoa disajikan pada Tabel 1. kondensasi dan tidak terjadi pembuahan
Kondensasi (Funahashi et al., 1995).
Status kondensasi spermatozoa terjadi ketika
penggabungan dengan plasma membran sel Dekondensasi
telur, tutup atau seludang nuklear spermatozoa Dekondensasi sebenarnya adalah perbesaran
terpisah dan mengeluarkan kromatin (Hafez, volume (expansion in volume) dari inti sperma
1993). Perbedaan struktur inti spermatozoa yang benang kromatinnya mulai memisah
adalah terletak pada perubahan kepala sperma- (Poccia, 1989). Perbesaran atau pembengkakan
tozoa. Kepala spermatozoa bersatus kondensasi kepala spermatozoa merupakan pembengkakan
jika baru memasuki sel telur (Rugh, 1971). dari inti spermatozoa yang diasumsikan sebagai
Dari hasil penelitian ini didapatkan status inti proses kelengkapan reduksi dari ikatan disulfid
spermatozoa berstatus kondensasi apabila kepala dan pembentukan inti spermatozoa sebagai
spermatozoa masih dalam bentuk kait, seperti sebuah ikatan dari rantai-rantai nukleoprotein
bentuk spermatozoa pada mencit dan belum (Austin dan Short, 1982). Setelah spermatozoa
menggembung atau membesar (Gambar 1). memfertilisasi sel telur dan masuk ke dalam
Status ini didapatkan pada saat kepala sitoplasmanya, intinya harus berdekondensasi
spermatozoa baru saja memasuki sel telur, tetapi sehingga kromosomnya bisa berpasangan
ada keadaan dimana kepala spermatozoa sudah dengan kromosom dari pronukleus betina
masuk ke dalam sel telur tetapi statusnya tidak nantinya. Prasyarat dari dekondensasi adalah
berubah menjadi dekondensasi. Hal ini terkait ikatan disulfid harus direduksi.
dengan kandungan GSH (Glutathionine Dalam ooplasma, ikatan disulfid ini direduksi
Stymulating Hormon) yang terdapat dalam sel secara cepat. Agen pereduksi tersebut adalah
telur. Pada proses spermiogenesis saat glutathione. Saat reduksi ikatan disulfid terjadi,
transformasi spermatid menjadi spermatozoa, inti spermatozoa berdekondensasi dan material
spermatozoa teroksidasi secara fisik dan kimiawi intinya dapat berinteraksi dengan inti material
inti spermatozoa menjadi stabil dengan betina (Senger, 1999). Peningkatan glutathione
terbentuknya ikatan disulfid (-S-S-) pada inti dipercaya menjadi prasyarat untuk dekondensasi

Tabel 1. Status inti spermatozoa.

Jumlah sel Status inti spermatozoa (%+ SD)


Waktu (jam)
telur Kondensasi Dekondensasi Pre pronukleus Pronukleus
4 110 8+3 86 + 4 0 0
6 101 1+2 6+6 86 + 5 0
8 185 1+2 0 0 96 + 4
10 112 0 0 0 3+4

Tabel 2. Status inti sel telur.

Waktu Jumlah sel Status inti sel telur (%+SD)


(jam) telur Metafase II Anafase II Telofase II Pre pronukleus Pronukleus
4 110 14 + 4 0 86 + 4 0 0
6 101 7+5 0 6+6 86 + 5 0
8 185 3+3 0 0 2+4 95 + 6
10 112 0 0 0 0 3+4
38 Bioteknologi 2 (2): 35-42, November 2005

Gambar 1. Tahap kondensasi kepala Gambar 2. Tahap dekondensasi Gambar 3. Tahap pre pronukleus
spermatozoa dan metafase II sel kepala spermatozoa dan telofase II sel jantan dan pre pronukleus
telur. Keterangan: M II = metafase II, telur. Keterangan: T II = telofase II, betina. Keterangan: PPNB = pre
Con = kondensasi PB = polar bodi. Dec = dekondensasi, PB = polar bodi. pronukleus betina, PPNJ = pre
pronukleus jantan, PB = polar
bodi.

Gambar 4. Pronukleus jantan dan Gambar 5. Pronukleus jantan dan Gambar 6. Metafase II sel telur
betina. Keterangan: PNB = pro- betina. Keterangan: PPB = pre (Unfertil). Keterangan: M II =
nukleus betina, PNJ = pronukleus pronukleus betina, PJ = pronukleus Metafase II.
jantan, PB = polar bodi. jantan, PB = polar bodi.

Gambar 7. Syngami. Gambar 8. Satu sel. Keterangan: PB = Gambar 9. Dua sel.


polar bodi, IS = inti sel.
SITI-AYU dkk. Pembentukan pronukleus pada Mus musculus 39

pronukleus jantan. Gelembung-gelembung kecil


tersebut adalah penampakan dari sejumlah
nukleoli jantan yang besar atau membengkak
dan pada akhirnya bergabung membentuk
pronukleus jantan (Rothschild, 1956). Dari hasil
penelitian ini, proporsi spermatozoa berubah ke
tahap pre pronukleus jantan yang diperoleh
enam jam setelah fertilisasi secara in vivo seperti
yang tergambarkan pada hasil penelitian
(Gambar 3). Pre pronukleus adalah suatu
struktur sebelum struktur pronukleus. Struktur
ini digambarkan sebagai kumpulan bulatan-
Gambar 10. Polispermi. Keterangan: S = Spermatozoa bulatan kecil.

Pronukleus jantan
inti sperma, dan konsekuensinya untuk Pembentukan pronukleus jantan adalah
menginduksi pembentukan pronukleus jantan dimulai dari berakhirnya kromatin (Karp dan
pada mencit. Waktu dekondensasi inti sperma Berril, 1981), yang berubah menjadi benang-
dan pembentukan pronukleus tergantung dari benang kromosom kemudian terbentuk
ikatan S-S dalam inti sperma (Perreault et al., gelembung-gelembung kecil mengelilinginya
1987) yang akan direduksi menjadi protamin (Yatim, 1982), intinya membengkak membentuk
berikatan –S-H-. Protamin memfasilitasi pronukleus jantan (Langman dan Sadler, 1988).
dekondensasi dari kromatin inti spermatozoa Dari hasil penelitian, pronukleus jantan terlihat
yang dibutuhkan sebagai syarat dari inti sel sebagai suatu struktur bulatan kecil di tengah sel
spermatozoa yang matang (Carlson, 1988). telur, ciri lain yang menandakan adalah
Selain persyaratan reduksi ikatan disulfid dan didekatnya pasti ada bekas ekor spermatozoa
kandungan GSH dalam sel telur, permeabilitas yang disebut perforatorium (Gambar 4).
membran sperma dengan perangkat fisik juga Pronukleus jantan akan selalu ditemukan dekat
mempunyai peran dalam memfasilitasi bagian tengah dari sel, menunggu kelengkapan
dekondensasi dan pembentukan pronukleus. proses pematangan sebelum bergabung dengan
Dekondensasi dari inti sperma dan pembentukan pronukleus betina (Rugh, 1971). Pronukleus
pronukleus jantan dipengaruhi oleh stabilitas jantan biasanya lebih besar daripada pronukleus
struktural dari inti sperma (Rho et al., 1998). betina (Johnson dan Everitt, 1988). Pada
Dari hasil penelitian, kepala spermatozoa penelitian ini kelihatannya pronukleus jantan
yang berdekondensasi mempunyai ciri-ciri terbentuk lebih dahulu daripada pronukleus
kepala membengkak (ukuran atau volume betina karena struktur inti spermatozoa sudah
kepala spermatozoa membesar), tampak mulai membentuk suatu bulatan penuh seperti
mengeluarkan cahaya atau berpendar, kepala struktur pronukleus. Struktur inti sel telur masih
spermatozoa tidak menyerupai bentuk kait berada pada fase pre pronukleus betina yang
(Gambar 2). Pada tahap dekondensasi ini juga digambarkan seperti kumpulan bulatan-bulatn
menunjukkan membran disekeliling kecil (Gambar 6), hal ini didukung dengan
spermatozoa yang menghilang secara cepat, penelitian yang dilakukan oleh Perreault et al
mengikuti berakhirnya kromatin (Karp dan (1987). Tahap pronukleus jantan mulai terbentuk
Berril, 1981) yang berubah menjadi benang- setelah delapan jam setelah fertilisasi secara in
benang kromosom (Yatim, 1982). Harjanti vivo.
Sebagian besar status inti spermatozoa pada Pergerakan pronukleus jantan dipengaruhi
empat jam setelah fertilisasi in vivo berada dalam oleh fungsi aster spermatozoa yang berguna
tahap dekondensasi. untuk penggabungan genom jantan dan betina
(Nakamura et al., 2001). Selain itu, sentriol dan
Pre pronukleus jantan mikrotubul yang muncul dari spermatozoa,
Kromatin yang berubah menjadi kromosom bertanggung jawab untuk membawa pronukleus
kemudian terbentuk gelembung-gelembung kecil jantan dan betina bersama-sama. Bila hal ini
mengelilinginya (Yatim, 1982). Gelembung- tidak terjadi secara normal, perkembangan tidak
gelembung tersebutlah yang disebut pre dapat berlangsung (Scott et al., 2000).
40 Bioteknologi 2 (2): 35-42, November 2005

Niwa dan Sawai (2001) melaporkan dalam yaitu tergambarkan sebagai suatu struktur
penelitiannya bahwa pembentukan pronukleus kumpulan bulatan-bulatan kecil, yang
jantan dipengaruhi oleh tingkat hormonal membedakannya adalah pada tahap telofase II
eksogen, sekresi folikuler dan kekuatan ionik inti spermatozoa bersatus dekondensasi.
intraseluler dari sel telur. Pembentukan
pronukleus secara positif juga berhubungan Pre pronukleus betina
dengan konsentrasi GSH oosit pada akhir Pada saat telofase II, nukleoli mulai tampak
pemasakan. Pengetahuan tentang waktu (Alberts et al., 1994). Nukleoli-nukleoli tersebut
pembentukan pronukleus ini bermanfaat pada berkembang dan membengkak yang akhirnya
berbagai penelitian manipulasi embrio. bergabung membentuk pronukleus betina
Diketahuinya waktu pembentukan pronukleus (Rothschild, 1956). Hasil lainnya juga
ini akan memberikan kemudahan dalam menunjukkan bahwa ada satu fase yang status
pengamatan sel telur saat awal terjadinya inti sel telurnya masih dalam fase pre pronukleus
fertilisasi. betina dan status inti spermatozoa sudah mulai
membentuk struktur pronukleus jantan. Hal ini
Status inti sel telur menunjukkan bahwa kelihatannya pronukleus
Hasil penelitian tentang status inti sel telur jantan pembentukannya lebih dahulu terjadi
disajikan pada Tabel 2. daripada pronukleus betina seperti yang
dilaporkan Perrealut et al (1987) (Gambar 5).
Metafase II
Metafase II pada kebanyakan spesies adalah Pronukleus betina
suatu tahap perkembangan yang tertahan dan Pronukleus betina ditemukan di titik
umumnya terjadi pada saat ovulasi terjadi pembentukannya dekat badan polar kedua ke
(Austin dan Short, 1982). Antara dua sampai tiga arah pronukleus jantan sampai keduanya
jam setelah fertilisasi pada sel telur mencit, bertemu (Payne et al., 1997). Pronukleus betina
metafase pada proses meiosis diaktivasi kembali ditemukan dalam beberapa penelitian berukuran
dan badan polar kedua dikeluarkan (Johnson lebih kecil daripada pronukleus jantan seperti
dan Everitt, 1988). Hal itu menyebabkan yang dilaporkan Schatten (1994), Dieguez et al
penggabungan spermatozoa dan sel telur serta (1995), dan Payne et al (1997). Struktur
menstimulus benang-benang metafase pada oosit pronukleus betina terlihat sebagai suatu struktur
sekunder untuk melengkapi pembelahannya bulatan kecil dekat dengan badan polar dan
(Austin dan Everitt, 1982) dan segera tidak ada bekas ekor spermatozoa di dekatnya
menyelesaikan pemasakan dari metafase II ke (Gambar 4). Pronukleus betina telah dapat
anafase II (Rugh, 1971). dimanfaatkan dalam teknologi transfer
Struktur kromosom terlihat sebagai suatu pronukleus yang berhubungan dengan penyakit-
struktur kumpulan bulatan-bulatan kecil. penyakit yang disebabkan kelainan atau cacat
Metafase II disini ada dua macam yaitu pertama, mitokodria (Hidayat, 2005).
fase pada saat inti spermatozoa berstatus
kondensasi, kandungan GSH dalam oosit tidak Perkembangan sel telur setelah tahap pronukleus
cukup mereduksi ikatan disulfid pada inti Tahap perkembangan sel telur ini meliputi
spermatozoa maka status sel telur tetap pada fase tahap syngami sampai awal terbentuknya dua sel
metafase II (Gambar 1). Kedua, fase pada saat sel yang selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 3.
telur tidak dibuahi, hanya terdapat struktur
kumpulan bulatan-bulatan kecil yang sejajar, Tabel 3. Syngami – dua sel.
tidak terdapat badan polar kedua dan kepala
spermatozoa (Gambar 6). Tahap metafase II Waktu Jumlah Syngami 1 Sel 2 Sel
mulai terjadi pada empat jam setelah fertilisasi (jam) sel telur (%+SD) (%+SD) (%+SD)
secara in vivo. 4 110 0 0 0
6 101 0 0 1+2
Telofase II 8 185 0 0 0
Pada tahap telofase II, kromatin yang 10 112 4+2 91 + 4 2+4
terkondensasi melebar sekali lagi dan nukleoli
mulai tampak (Alberts et al., 1994). Secara
morfologi pada fase ini struktur telofase II adalah Langkah terakhir dalam fertilisasi adalah
sama dengan struktur metafase II (Gambar 2) bergabungnya pronukleus jantan dan betina.
SITI-AYU dkk. Pembentukan pronukleus pada Mus musculus 41

Pengabungan ini disebut syngami (Senger, 1999).


Seperti yang terlihat pada Gambar 7, syngami Polispermi pada fertlisasi in vivo dapat terjadi
dimulai dari bersatunya membran pronukleus karena lingkungan saluran reproduksi betina
betina dan pronukleus jantan sampai melebur dapat meningkatkan kemampuan sperma tetapi
menjadi inti sel. Struktur satu sel dapat terlihat tidak meningkatkan kemampuan sel telur untuk
pada Gambar 8. Pada gambar tersebut inti sel terfertilisasi dan aktivasi pertahanan terhadap
sudah terlihat jelas. Inti sel tersebut adalah polispermi. Dalam hal ini mekanisme pertahanan
penggabungan antara inti betina dan inti jantan sel telur oleh granula kortikal dan pengerasan
yang tidak lain adalah pronukleus betina dan zona pelusida berjalan lebih lambat
pronukleus jantan. Pada tahap satu sel inilah dibandingkan dengan kecepatan penetrasi
disebut zigot, setelah tahap zigot embrio sperma. Hal ini menyebabkan satu sel telur
memasuki tahap pembelahan mitosis (Hafez, dapat dibuahi lebih dari satu sel spesma (Sukra et
1993). Pada Gambar 9, diperlihatkan suatu al., 1989). Kortikal granula mempunyai peran
gambaran mengenai dua sel yang mulai terjadi penting dalam respon sel telur terhadap
pembelahan. Proses pembelahan disini adalah penetrasi sperma, yakni mencegah masuknya
proses terbaginya sitoplasma. Membran lebih dari satu spermatozoa ke dalam sel telur
disekeliling bagian tengah sel terkerut ke bagian (Austin dan Short, 1982).
dalam sel membentuk titik pembelahan (Alberts Apabila banyak spermatozoa yang masuk, sel
et al., 1994). Hasil penelitian menunjukkan awal telur yang menghendaki satu spermatozoa
pembelahan dua sel, karena hasil (monospermi) seperti pada mamalia pada
pembelahannya belum kompak menjadi dua sel. umumnya, tetap hanya satu spermatozoa yang
Setelah zigot mencapai tingkat dua sel, zigot ini intinya bergabung dengan inti telur (Sagi, 1990).
menjalani serangkaian pembelahan mitosis Hanya satu pronukleus jantan yang berperan
(Langman dan Sadler, 1988). dalam pembelahan inti (Karp dan Berril, 1981).
Polispermi akan menurunkan tingkat fertilisasi
Kejadian sel telur pada fertilisasi in vivo karena kandungan GSH dalam sel telur menurun
Kejadian-kejadian ini meliputi polispermi, sel ketika sperma masuk ke dalam sel telur
telur tidak terbuahi (unfertil), dan peristiwa (Funahashi et al., 1995).
partenogenesis yang bisa dilihat pada Tabel 4. Sel telur yang tidak dibuahi dapat diaktivasi
Kejadian polispermi yaitu masuknya dan berkembang menjadi individu seperti siklus
spermatozoa ke dalam sel telur lebih dari satu hidup normal. Proses ini dikenal sebagai
ternyata bisa terjadi pada fertilisasi in vivo. partenogenesis (Carlson, 1988). Aktivasi tidak
Menurut Yatim (1982), polispermi disebabkan harus distimulus oleh spermatozoa (Austin dan
oleh patologis dan fisiologis. Patologis karena Short, 1982). Sel telur mamalia bisa diaktivasi
konsentrasi spermatozoa terlalu tinggi dan oleh bermacam-macam perlakuan, termasuk
struktur kisi-kisi pada zona pelusida sel telur kejutan elektronik, panas, dan dingin. Hasil dari
kekuatannya rendah untuk menghalang perkembangannya biasanya adalah abnormal
spermatozoa masuk ke dalam sel telur. Fisiologis dan tertahan pada tahap awal perkembangan,
terjadi karena polispermi memang normal terjadi biasanya sebelum tahap gastrula (Karp dan
pada spesies tertentu seperti Mollusca, Reptil, Berril, 1981).
Aves, dan Monotremata. Pada hasil yang didapat Aktivasi sel telur pada prinsipnya berkisar
(Gambar 10), polispermi yang terjadi adalah pada faktor perubahan physico kimia dan
polispermi yang bersifat patologis. perubahan physic dalam lingkungan telur dan
karena luka di bagian korteks telur menimbulkan
substansi asam yang menyebabkan kenaikan
Tabel 4. Polispermi, unfertil, partenogenesis. viskositas ooplasma sehingga aktivasi terjadi
(Sagi, 1990), seperti yang ditemukan pada
Jumlah penelitian ini. Diduga atau dicurigai adanya
Waktu Polisperm Unfertil Parthenogenesis
sel
(jam) (% + SD) (% + SD) (%+SD) peristiwa partenogenesis karena terjadi pada
telur
4 110 8+6 6+5 -
enam jam pasca fertilisasi dimana inti sel telur
6 101 12 + 11 6+4 1+2
lainnya bersatus pre pronukleus. Untuk
menentukan partenogenesis atau tidak, tetapi
8 185 6+6 2+2 -
harus ada uji kromosom, dalam penelitian ini hal
10 112 3+3 0 -
tersebut tidak dikerjakan.
42 Bioteknologi 2 (2): 35-42, November 2005

Unfertil adalah keadaan dimana sel telur tidak Hogan, B., F. Constantini, and E. Lacy. 1986. Manipulating The
Mouse Embryo-A Laboratory Manual. New York: Cold
terpenetrasi oleh sperma (Gambar 6). Status inti
Spring Harbor Laboratory.
sel telur masih dalam tahap metafase II, suatu Johnson, M. and B. Everitt. 1988. Essential Reproduction. 3rd
tahap perkembangan yang tertahan sebelum edition. Oxford: Blackwell Scientific Publication..
distimulus oleh spermatozoa (Austin dan Short, Karp, G. and N.J. Berril. 1981. Development. 2nd edition. New
York: McGraw Hill, Inc.
1982). Ciri lain adalah tidak adanya badan kutub
Langman and T.W. Sadler. 1988. Embryologi Kedokteran.
atau badan polar kedua dan bekas ekor Jakarta: EGC.
spermatozoa. Badan kutub kedua dikeluarkan ke Nagy, Z.P., J. Liu, H. Joris, P. Devroey, and A.V. Steirteghen.
dalam ruang perivitelin segera setelah masuknya 1994. Time course of oocyte activation, pronucleus
formation and cleavage in human oocytes fertilized by
spermatozoa (Langman dan Sadler, 1988).
intra cytoplasmic sperm injection. Human Reproduction 9:
1743-1748.
Nakamura, S., Y. Terada, T. Horiuchi, C. Emuta, T.
KESIMPULAN Murakami, N. Yaegashi, and K. Okamura. 2001. Human
sperm aster formation and pronuclear decondensation in
Bovine eggs following Intracytoplasmic Sperm Injection
Perubahan inti spermatozoa sampai menjadi using a piezo-driven pipette: A novel assay for human
pronukleus jantan terjadi pada delapan jam sperm centrosomal function. Biology of Reproduction 65:
setelah fertilisasi secara alami pada mencit, 1359-1363.
pronukleus betina terbentuk setelah aktivasi sel Niwa, K. and K. Sawai. 2001. Requirements of cysteine during
in vitro maturation of pig oocytes for male pronuclear
telur oleh spermatozoa pada delapan jam setelah formation. Journal of Reproduction and Development 47: 47-54.
fertilisasi secara alami pada mencit, kejadian- Payne, D., S.P. Flaherty, and M.F. Barry, 1997. Pre eliminary
kejadian pada fertilisasi in vivo meliputi sel telur observation on polar body extrusion and pronuclear
tidak dibuahi (unfertil), polispermi, dan peristiwa formation in human oocytes using time-lapse video
cinematography. Human Reproduction 12: 532-541.
partenogenesis. Perreault, S.D., S.J. Naish, and Zirkin. 1987. The timing of
hamster sperm nuclear decondensation and male
pronucleus is related to sperm nuclear disulfide bond
DAFTAR PUSTAKA content. Biology of Reproduction 36: 239-244.
Poccia. D. 1989. The Molecular Biology of Fertilization:
Reactivation and Remodelling of the Sperm Nucleus Following
Alberts, B., D. Bray, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, and J.D.
Fertilization. New York: Academic Press.
Watson. 1994. Molecular Biology of The Cell. 3rd edition.
Rho, G.J., S. Kawarsky, W.H. Johnson, K. Kochhar, and K.J.
New York: Garland Pulishing, Inc.
Betteridge. 1998. Sperm and oocytes treatments to
Austin, C.R. and R.V. Short. 1982. Reproduction in Mammals:
improve the formation of male and pronuclei and
Book 1. Germ Cells and Fertilization. 2nd edition. Sidney:
subsequent development following intarcyoplasmic
Cambridge University.
sperm injection into Bovine oocytes. Biology of
Birlel, S., S. Pabuccuoglu, S. Alkan, and H.I.K. Atalla. 2001.
Reproduction 59: 918-924.
Pronuclear development of in vitro fertilized sheep
Rothschild, L. 1956. Fertilization. London: Methuen & Co. Ltd.
oocytes. Reproduction 27: 8.
Rugh, R. 1971. A Guide to Vertebrate Development. 6th edition.
Calvin, H.I. and J.M. Bedford. 1971. Formation of disulfide
New York: Burgess Publishing Company.
bonds in the nucleus and accessory structures of
Sagi, M. 1990. Embryologi dan Perbandingan pada Vertebrata.
mammalian spermatozoa during maturation in the
Yogyakarta: Fajar Offset.
epididymis. Journal of Reproduction Fertility 13: 45-75.
Schatten, G. 1994. The centrosome and its mode of
Carlson, B.M. 1988. Patten’s Foundations of Embryology. 5th
inheritance: the reduction of the centrosome during
edition. New York: McGraw Hill Book Company.
gametogenesis and its restoration during fertilization.
Dieguez, L., C. Soler, and F. Perez-Sanchez. 1995.
Developmental Biology 165: 299-335.
Morphometric characterization on normal and abnormal
Scott, L., R. Alvero, M. Leondires, and B. Miller, 2000. The
human zygotes. Human Reproduction 10: 2339-2342.
morphology of human pronuclear embryos is positively
Funahashi, H., Z. Machaty, R.S. Prather, and B.N. Day. 1995b.
related to blastocyt development and implantation.
γ Glutamyltranspeptidase (GGT) of spermatozoa may
Human Reproduction 15: 2394-2403.
reduce oocyte glutathione (GSH) content at sperm
Senger, P.L. 1999. Pathway to Pregnancy and Parturition.
penetration. Biology of Reproduction 52 (Suppl 1): 140.
Moscow: Current Conceptions, Inc.
Hafez, E. 1993. Reproduction in Farm Animals: 6th edition.
Sukra, Y., L. Rahardja, dan I. Djuwita, 1989. Embriologi I.
Philadelphia: Lea and Febiger.
Bogor: PAU Ilmu Hayat IPB.
Hidayat, D. 2005. Satu Anak Dua Ibu Satu Ayah. Koran Tempo
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embryologi. Bandung: Penerbit
Tarsito.

You might also like