You are on page 1of 11

Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan

PERBAIKAN PADI LOKAL SUMATERA BARAT MELALUI PEMULIAAN


MUTASI

Irfan Suliansyah, MS
Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang
Email : irfansuliansyah@yahoo.com

ABSTRACT

Indonesian rice productivity has now reached to the point of no yield increase (leveling off).
Improving rice planting index 400 (IP Rice 400) is a promising alternative to increase national rice
production. As a result, super early maturing seed with less than 100 days of age is a necessity.
However, the landraces have low productivity and long-lived. Basically, plant breeding is an attempt
to create or enlarge the genetic diversity. Mutation technique is one of methods to increase genetic
diversity. By using a mutagen, plant breeders can create new diversity in an effort to obtain new
varieties suitable for breeding purposes. The main objectives of this research is to improve the
properties of rice landrace of West Sumatera through mutation breeding. The resulting mutant is
expected to be early maturing.This research is planned to be implemented over three years. In the first
year, several genotypes of rice landraces of west Sumatra (Sijunjung, Anak Daro, or Kuriak Kusuik)
will be subjected to radiation. The irradiated seeds will be screened up to the second generation of
mutants (M2). Prior to radiation, the analysis of genetic diversity was performed to obtain preliminary
data that will be used as comparison to ones after being irradiated. The second year, further screening
will be continued to get the fourth generation of mutants (M4). In this second year the analysis of
genetic diversity was also conducted to obtain comparative data after radiation mutation has been
conducted. The third year will be the multiplication of seeds and testing of genetic stability at variuos
multi location.Results from the first year experiment indicated that: 1) Gamma ray irradiation of 200
Gy and 300 Gy were effective dose. Rice plants can not grow after being irradiated with gamma rays
600 Gy or more, 2) the observation of mutations at the seedling phase showed chlorophyll mutations,
including Albina mutants, chlorina mutant, virescen mutant, and marginata mutant, 3) the phenotypic
observations in the vegetative phase in paddy field shows chlorophyll mutants, including chlorina
mutant, mutants Tigrina, marginata mutants, and viridis mutants. We also found semi-dwarf mutants,
and 4) genotype Sijunjung showed harvesting period of 89 – 118 days after seeding (DAS) whereas
ones from the control group had harvesting period of 234 DAS. This indicated that rice genotype
Sijunjung can be harvesterd 16 – 45 days earlier. On the other hand, harvesting period for mutant
genotype Kuriak Kusuik was 103 – 118 DAS that is 37 – 52 days earlier than that of control group
(155 DAS).
Keywords: landraces, radiation, mutation, early maturing

PENDAHULUAN
Produktivitas padi nasional saat ini sudah sampai pada taraf kejenuhan peningkatan produksi
(levelling off). Pengembangan indeks pertanaman padi 400 (IP Padi 400) merupakan pilihan
menjanjikan guna meningkatkan produksi padi nasional tanpa memerlukan tambahan irigasi luar
biasa. IP Padi 400 artinya petani dapat panen padi empat kali setahun di lokasi yang sama.
Konsekuensi pengembangan IP Padi 400 adalah produksi benih super genjah dengan umur kurang dari
100 hari.
Swasti, Syarif, dan Suliansyah (2007) telah melakukan eksplorasi padi jenis lokal asal
Sumatera Barat. Dari hasil eksplorasi di 11 Kabupaten dan 7 kota di Propinsi Sumatera Barat tersebut
diperoleh sebanyak 190 genotipe padi lokal (landraces). Setelah dianalisis kekerabatannya berbasis
DNA, maka diperoleh sekitar 50 genotipe landraces (Swasti, Syarif, dan Suliansyah, 2008). Genotipe
padi lokal merupakan aset genetik yang sangat berharga apabila dikelola dengan baik (Siwi dan
Kartowinoto, 1989; Oldfield, 1989; Balitbang Deptan, 2002). Padi lokal pada umumnya memiliki
1
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
rasa dan aroma yang disukai oleh masyarakat. Namun pada umumnya padi lokal berumur panjang dan
berproduksi rendah (Hayward, Boseman and Ramagesa, 1993). Padahal untuk mencapai IP padi 400
para pemulia dituntut untuk menghasilkan varietas super genjah, sehingga dapat memecah kejenuhan
peningkatan produksi (levelling off) dalam peningkatan produksi beras nasional (P2BN), bahkan
Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan lahan yang sama sampai 25 bahkan 50 tahun
mendatang.
Para pemulia tanaman (breeder) Indonesia berhasil mengubah padi berumur 180 hari (6
bulan) dengan produksi 2-3 ton/ha menjadi berumur 105 hari dengan produktivitas 6-8 ton/ha seperti
padi lokal Aek Sibundong varietas lokal Sumatera Utara. Logikanya, melalui persilangan
konvensional, marka molekuler, atau mutasi (iradiasi), maka para pemulia dapat memperpendek umur
padi 105 hari menjadi kurang dari 80 hari dengan produktivitas yang sama.
Pada dasarnya pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha untuk menciptakan atau
memperbesar keragaman genetik. Dengan keragaman genetik yang besar dan luas pemulia tanaman
dapat melakukan seleksi dan memilih karakter tujuan sesuai dengan keinginannya. Untuk
memperbesar keragaman tersebut ada beberapa metode yang digunakan, salah satunya adalah melalui
teknik mutasi yang biasa dikenal orang dengan nama pemuliaan mutasi (Djojosoebagio, 1988). Mutasi
adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur atau segala macam tipe
perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan dari satu
generasi pada generasi berikutnya (Poespodarsono, 1988). Ada dua macam tipe mutasi yaitu mutasi
alam atau spontan dan mutasi buatan. Dengan menggunakan mutagen atau bahan penyebab mutasi
pemulia tanaman dapat menciptakan keragaman baru dalam usaha mendapatkan varietas unggul sesuai
dengan tujuan pemuliaan.
Dengan menggunakan teknik mutasi tujuan suatu program pemuliaan dapat lebih cepat
tercapai dibanding dengan teknik konvensional. Dengan menggunakan teknik mutasi salah satu sifat
dari suatu varietas dapat diperbaiki tanpa merubah sifat yang lain. Mutasi juga dapat menimbulkan
sifat baru yang tidak dimiliki oleh tanaman induknya. Apabila suatu sifat yang akan diperbaiki
dikendalikan oleh gen yang linkage dengan gen lain atau terikat erat dengan gen lain masalah tersebut
hanya dapat dipecahkan dengan teknik mutasi. Teknik mutasi bersifat komplementer dengan teknik
yang lain sehingga teknik tersebut dapat digunakan bersamaan dengan teknik lain seperti hibridisasi
dan bioteknologi.
Penggunaan teknik mutasi pada pemuliaan tanaman di Indonesia dilakukan secara intensif
pada tahun 1972, yaitu setelah BATAN memperoleh proyek penelitian mutasi dari IAEA. Setelah
tahun 1975 pemuliaan mutasi padi diarahkan pada perbaikan ketahanan terhadap hama wereng coklat
dan penyakit hawar daun, produksi tinggi dan umur genjah. Upaya pemuliaan padi tersebut terus
mengalami perkembangan, dan saat ini BATAN telah banyak merilis varietas padi baru, namun dari
kesemuanya kualitas rasa nasi varietas baru tersebut bersifat pulen. Oleh karena itu untuk memenuhi
tipikal selera masyarakat Sumatera Barat dibutuhkan suatu teknik pemuliaan padi lokal dan melalui
teknik mutasi radiasi diharapkan tujuan yang diinginkan dapat dicapai.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah melakukan perbaikan sifat padi jenis lokal
(landrace) Sumatera Barat melalui pemuliaan mutasi. Karakter yang akan diperbaiki terutama adalah
umur tanaman, sehingga mutan yang dihasilkan diharapkan dapat berumur genjah. Disamping itu,
diharapkan juga diperoleh mutan lain yang memiliki karakter yang baik untuk dipergunakan dalam
program pemuliaan tanaman padi lokal Sumatera Barat.
Tujuan penelitian Tahun I pertama adalah sebagai berikut:
a. Mencari dosis efektif yang menghasilkan variasi mutan yang tinggi yang sangat berharga dalam
seleksi untuk mencari mutan yang berumur genjah pada masing-masing kultivar.
b. Memperoleh informasi yang akurat tentang pengaruh iradiasi yang terbaik dalam mendukung
tujuan pemuliaan selanjutnya.
c. Mendapatkan benih M2, yang nantinya merupakan tahap penting dalam program breeding untuk
menseleksi karakter target seperti yang diharapkan dalam tujuan breeding (mutan genjah).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama tiga tahun. Penelitian dilaksanakan di
beberapa tempat sesuai dengan kegiatan penelitian yang dilakukan, yaitu:
a. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan

(PATIR – BATAN), Jakarta Selatan, untuk kegiatan meiradiasi benih padi.


b. Green House Universitas Andalas, Padang, tempat untuk screening orientasi dosis iradiasi.
c. Lahan sawah petani di Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Lima Puluh Kota, untuk
penanaman benih M1 dan penanaman serta seleksi tanaman populasi M2 hingga M4
Kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan pada setiap tahunnya terdiri atas:
1. Tahun pertama: iradiasi benih beberapa kultivar padi lokal (landraces) asal Sumatera Barat, yaitu
kultivar Sijunjung, kultivar Anak Daro, dan kultivar Kuriak Kusut, screening orientasi dosis di
perkecambahan dan lapangan, menanam populasi M1; menanam populasi M2; seleksi mutan dari
populasi M2, serta uji keragaman genetik.
2. Tahun kedua: pemurnian mutan dan studi genetik pada populasi M3; melanjutkan pemurnian
mutan pada generasi M4.
3. Tahun ketiga: Uji daya hasil pendahuluan mutan (M5) dan uji daya hasil lanjutan (M6); dilanjutkan
dengan perbanyakan benih dan pengujian kestabilan genetik melalui pengujian multilokasi.
Skema dan prosedur pemuliaan dengam teknik mutasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Tahun I

Tahun II
Tahun III
Gambar 1. Bagan proses pembuatan galur mutan harapan dengan teknik radiasi (Ismachin, 1988;
Mugiono, Dwimahyani, dan Haryanto. 2006)

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih beberapa kultivar padi lokal hasil eksplorasi
plasmanutfah padi asal Sumatera Barat, pupuk NPK, pestisida,dan bahan-bahan saprodi lain yang
dibutuhkan dalam budidaya padi. Alat yang digunakan adalah irradiator 60Co Gammacell 220 untuk
iradiasi sinar gamma. Untuk pelaksanaan seleksi di lapangan adalah alat pengolahan tanah
(cangkul/hand traktor), weedsredder, dan alat lain yang dibutuhkan di lapangan. Untuk analisis
laboratorium alat yang digunakan seperti freezer, timbangan, dan oven.
Metodologi Penelitian Tahun I
a. Iradiasi Benih
Iradiasi benih padi dilakukan di PATIR BATAN, Pasar Jumat Jakarta Selatan. Benih dari
setiap varietas dimasukkan dalam kantung kertas masing-masing seberat 150 gram. untuk diiradiasi
dengan sinar gamma pada dosis 0 kGy (sebagai kontrol); 0,1 kGy; 0,2 kGy; 0,3 kGy; sampai dosis 1,0
kGy. Kadar air benih ketika diiradiasi ± 14% (Ismachin, 1988).
b. Screening Orientasi Dosis
Tujuan screening ini adalah untuk melihat dan mengamati pengaruh iradiasi pada berbagai
dosis terhadap pertumbuhan benih. Dari tahap ini diharapkan dapat diperoleh infor-masi yang jelas
dosis yang efektif yang menghasilkan variasi mutan yang tinggi yang sangat berharga dalam seleksi
3
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
untuk mencari mutan yang berumur genjah pada masing-masing kulti-var. Screening orientasi dosis
iradiasi dilakukan di fasilitas green house Universitas Andalas.
Pada tahap ini dilakukan pendederan benih dari masing-masing dosis irradisi sebanyak 200
benih untuk diamati pertumbuhan benihnya. Pendederan dilakukan di dalam baki (seedbed) selama 3
minggu. Peubah yang diamati dalam tahap ini adalah tinggi bibit, % benih yang mati, % benih yang
hidup, dan panjang akar.
c. Screening orientasi dosis iradiasi di lapangan
Screening orientasi dosis radiasi di lapangan merupakan kegiatan lanjutan dari screening
yang dilakukan sebelumnya di green house. Pada kegiatan ini, keseluruhan benih kecambah dari
masing-masing dosis ditanamkan di lahan sawah. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh
informasi yang akurat tentang pengaruh iradiasi yang terbaik dalam mendukung tujuan pemuliaan
selanjutnya.
Penanaman M1 masing-masing dosis iradiasi dilakukan dengan pola Legowo 3:1, dengan
jumlah tanaman pertitik tanamnya adalah 1 (sebatang). Pengamatan yang dilakukan pada kegiatan
screening orientasi dosis di lapangan ini adalah persentase rumpun yang membentuk malai, persentase
rumpun yang membentuk malai hampa, serta persentase rumpun yang membentuk malai produktif
(bernas). Data diolah dengan menggunakan standart deviasi untuk melihat keragaman dari masing-
masing pengaruh dosis iradiasi.
Dari screening orientasi dosis di lapangan ini diharapkan kelak dapat memberikan jawaban
mengenai dosis radiasi efektif yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menghasilkan variabilitas
efektif dalam mendukung upaya pemuliaan selanjutnya dalam mencari sifat tanaman yang berumur
lebih genjah.
d. Penanaman M1 Dosis Iradiasi Efektif di Lapangan
Tujuan penanaman generasi M1 ini adalah untuk mendapatkan benih M2, dimana pada
generasi M2 nantinya merupakan tahap penting dalam program breeding untuk menseleksi karakter
target seperti yang diharapkan dalam tujuan pemuliaan. Tahap ini merupakan tahap kelanjutan dari
tahap sebelumnya (orientasi dosis efektif). Setelah diperoleh kesimpulan dosis yang paling efektif
untuk menghasilkan keragaman yang tinggi, maka benih M1 dari dosis tersebut di tanam di lapangan
untuk mendapatkan benih yang akan dijadikan sebagai tanaman M2.
Pada tahap ini, benih M1 dari masing masing varietas dari dosis iradiasi efektif (yang
diperoleh dari hasil screening dosis radiasi efektif sebelumnya dari masing-masing kultivar
disemaikan, kemudian ditanam di sawah petani dengan sistem legowo 5:1 dengan jumlah populasi
sebanyak 1000 tanaman untuk setiap dosis iradiasi, dengan jumlah tanaman pertitik tanamnya adalah 1
(sebatang).
Pada tahap ini tidak dilakukan pengamatan parameter (peubah). Pada tahap ini keseluruhan
malai dari masing-masing rumpun populasi dipanen untuk nantinya dijadikan sebagai bahan M2.
e. Penanaman M2
Penanaman generasi M1 (pada Tahap M2) merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya.
Pada tahap ini benih hasil generasi M1 dijadikan sebagai galur dan ditanam di lapangan. Kegiatan
pada tahap penanaman generasi M1 ini terbagi atas dua kegiatan, yaitu persemaian dan penanaman.
Persemaian
Penanaman generasi M1 ini diawali dengan proses persemaian benih dari masing-masing
galur yang diperoleh dari masing-masing kultivar dan benih pembanding (kontrol) dari masing-masing
kultivarnya. Dalam proses persemaian ini, benih dari masing-masing galur disemaikan sebanyak 200
benih, dan masing-masing galur dipisahng-masing galur dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk
masing-masing galur diberi tanda galur (patok label) sebagai penanda serta untuk membedakan antara
galur yang satu dengan yang lainnya. Pada tahap ini diupayakan jarak antara galur tidak terlalu dekat
untuk menghindari tercampurnya antara galur yang satu dengan yang lain.
Proses persemaian benih galur-galur generasi M1 ini dilakukan selama 21 hari. Selama
proses persemaian dilakukan pengamatan mutasi klorofil dari daun bibit (kecambah benih) yang
disemaikan. Pengamatan mutasi klorofil daun tersebut dilakukan sejak benih berkecambah sampai
umur bibit 21 hari dipersemaian.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan

Pengamatan mutasi klorofil ini dilakukan dengan menggunakan metode Gustafsson (1938)
yaitu dengan mengamati warna daun bibit sejak perkecambahan sampai menjelang tanaman dipindah
ke sawah. Spektrum mutasi klorofil yang biasa ditemukan dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari data
pengamatan mutasi klorofil dapat diketahui frekuensi mutasi dan frekuensi mutan dengan rumus
sebagai berikut:

Penanaman
Penanaman bibit dilakukan setelah selesai proses persemaian. Pada tahap ini masing-masing
bibit galur malai M1 yang disemaikan ditanam sebanyak 100 bibit untuk masing-masing galurnya dan
ditanam 1 bibit per lubang tanam. Setiap penanaman 10 galurnya ditanam 2 baris tanaman aslinya
(tanaman kontrol). Untuk masing-masing galurnya, bibit ditanam dengan jarak 25 cm x 25 cm dan
jarak antar galurnya 50 cm. Untuk masing-masing galur yang ditanam diberi patok label untuk
mempermudah penandaan galur di lapangan. Denah Penelitian pada tahap kedua ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma, hama dan penyakit, pengontrolan air,
serta pemupukan. Hama utama yang mengganggu di awal pertanaman adalah keong mas. Oleh karena
itu setiap selesai penanaman segera dilakukan penyemprotan Moluscasida untuk mengendalikan
populasi keong mas. Pemupukan yang dilakukan dibagi dalam 3 tahap, yaitu pada saat umur tanaman
1 minggu setelah tanam, 4 minggu setelah tanam, dan 8 minggu setelah tanam. Pupuk yang digunakan
adalah Urea, SP 36, KCl, dan NPK Phonska. Total pupuk yang dibutuhkan per hektarmnya adalah
Urea 100 Kg, SP 36 100 Kg, KCl 100 Kg, dan NPK Phonska 100 Kg. Pengendalian gulma dilakukan
setelah tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan
herbisida serta penyiangan. Pengontrolan air dilakukan untuk menghindari terjadinya penggenangan
yang berlebih (flooding) ataupun kondisi kekeringan. Untuk itu dilakukan pengontrolan secara
kontinyu irigasi dan saluran draenase agar kondisi air dapat mendukung proses pertumbuhan tanaman
dengan baik.

Galur Tanaman M2

Kontrol 2 3 10 Kontrol
1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 dst.
1…. ……….. ….
2….. …………. ….
3….. …………. ….
Mutan No.2-3/2

10…. ………….. ….
Keterangan :
Dari gambar di atas terlihat bahwa setiap malai M1 ditanam 50 tanaman dan setelah galur tanaman M2 ditanam 3 galur tanaman induk
(kontrol). Karena mutan biasanya sudah mulai muncul pada tahap ini, maka pada tahap ini juga dilakukan seleksi terhadap mutan target.
Contohnya terdapat mutan umur genjah pada galur tanaman 2, baris ke 3 tanaman ke 2 (diberi kode mutan contoh SJ:2-3/2). (SJ:2-3/2
merupakan singkatan dari mutan kultivar Sijunjung-Galur ke 2-Baris ke 3-Tanaman ke 2).
5
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
Gambar 2. Denah penelititian Tahap II

Pada tahap M2 ini seleksi mutan target mulai dilakukan. Mutan target yang dikhususkan
adalah mutan-mutan yang memiliki umur yang lebih genjah. Selain dilakukan pengamatan terhadap
mutan target juga dilakukan pengamatan terhadap mutan-mutan lain (tanaman yang abnormal) yang
muncul dalam populasi galur, seperti mutan klorofil, mutan rendah ataupun mutan kerdil. Pengamatan
terhadap mutan yang berumur genjah dilakukan dengan mengamati saat keluarnya malai bunga sejak
ditanam di lapangan. Pengamatan umur berbunga dilakukan sejak umur tanaman ditanam di
persemaian sampai tanaman memunculkan bunga (malai) pertama. Seleksi umur genjah dilakukan
sejak munculnya malai pertama pada tanaman M2 sampai tanaman kontrol berbunga 50%. Untuk
mempermudah pekerjaan seleksi di lapangan, umur berbunga dikelompokkan dalam beberapa
kelompok dengan interval 10 hari. setiap tanaman pada satu kelompok ditandai dengan ikatan yang
berwarna sama pada pangkal malai pertama muncul saat seleksi. Untuk membedakan kelompok satu
dengan yang lainnya diberi tanda warna ikatan yang berbeda. Selain dilakukan pengamatan terhadap
fase generatif (umur berbunga) juga dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan vegetatif (sifat-sifat
agronomi), seperti tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan panjang malai.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Screening Orientasi Dosis
Screening di Green House
Tujuan screening ini adalah untuk melihat dan mengamati pengaruh iradiasi pada berbagai
dosis terhadap pola pertumbuhan/perkecambahan benih. Dari tahap ini diharapkan dapat diperoleh
informasi yang jelas dosis yang efektif yang menghasilkan variasi mutan yang tinggi yang sangat
berharga dalam seleksi untuk mencari mutan yang berumur genjah pada masing-masing kultivar. Pada
screening orientasi dosis ini, keseluruhan benih yang diiradiasi serta benih kontrol disemaikan dalam
seedbed selama 3 MSS (Minggu Setelah Semai) (Gambar 3). Data pengamatan terhadap peubah
pertumbuhan bibit, yang terdiri atas persentase bibit hidup, tinggi bibit, dan panjang akar kultivar padi
lokal Sumatera Barat di pesemaian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase bibit hidup, tinggi bibit, dan panjang akar padi lokal Sumatera Barat setelah
benih diiradiasi dengan berbagai dosis sinar gamma (Gray)

Dosis (Gy)
Kultivar
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Persentase Bibit Hidup (%)
Sijunjung 100 100 100 99 92 53 0 0 0 0 0
Kuriak Kusuik 100 100 100 100 90 51 0 0 0 0 0
Anak Daro 100 100 100 87 74 43 0 0 0 0 0
Tinggi Bibit (cm)
Sijunjung 22.36 22.27 19.86 18.42 13.83 10.52 0 0 0 0 0
Kuriak Kusuik 22.54 22.47 21.00 17.96 13.87 10.57 0 0 0 0 0
Anak Daro 22.13 21.88 19.72 17.03 13.69 9.44 0 0 0 0 0
Panjang Akar (cm)
Sijunjung 10.32 10.25 8.36 7.83 4.28 3.15 0 0 0 0 0
Kuriak Kusuik 10.54 10.50 8.32 7.87 4.33 3.19 0 0 0 0 0
Anak Daro 10.36 10.21 8.34 7.89 4.23 3.21 0 0 0 0 0
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak ada satu kultivar padi lokal Sumatera Barat yang
mampu hidup setelah diiradiasi dengan dosis 600 gray atau lebih. Dari Gambar 3 terlihat bahwa
semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang dipaparkan kepada benih padi, maka semakin merana
hidup bibitnya.

0 100 200 300 400 500 0 100 200 300 400 500 0 100 200 300 400 500
Kuriak Kusuik
0 MSS 1 MSS 3 MSS
Gambar 3. Penampilan bibit padi kultivar Kuriak Kusuik umur 0 MSS, 1 MSS, dan 3 MSS
(Minggu Setelah Semai) setelah diiradiasi dengan sinar gamma (0 Gy, 100 Gy, 200
Gy, 300 Gy, 400 Gy, dan 500 Gy
Screening di Lapangan
Screening orientasi dosis iradiasi di lapangan merupakan kegiatan lanjutan dari screening
yang dilakukan sebelumnya di green house. Pada kegiatan ini, seluruh bibit dari masing-masing dosis
di tanamkan di lahan sawah. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh informasi yang akurat
tentang pengaruh iradiasi yang terbaik dalam mendukung tujuan pemuliaan selanjutnya. Dari
screening orientasi dosis di lapangan diharapkan dapat memberikan jawaban mengenai dosis iradiasi
efektif yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menghasilkan variabilitas efektif dalam mendukung
upaya pemuliaan selanjutnya dalam mencari sifat tanaman yang berumur lebih genjah.
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan,
maka akan semakin tinggi persentase malai hampa pada ketiga kultivar padi lokal Sumatera Barat
tersebut (Tabel 2). Padi yang persentase/jumlah malai bernasnya tinggi dapat ditemukan pada ketiga
kultivar pada dosis hingga 300 gray. Padi yang diiradiasi dengan dosis 400 gray atau lebih persentase
kehampaannya juga semakin tinggi.
Tabel 2. Persentase kehampaan padi lokal Sumatera Barat setelah benih diiradiasi dengan berbagai
dosis sinar gamma (Gray)
Dosis Iradiasi (Gray)
Kultivar
0 100 200 300 400 500
Sijunjung 15.13 15.77 20.83 31.11 61.49 75.83
Kuriak Kusuik 13.48 13.63 20.38 30.05 62.37 77.07
Anak Daro 11.08 11.88 20.97 28.20 63.82 78.16
Dari kedua percobaan screening dapat ditarik kesimpulan bahwa dosis iradiasi efektif untuk
mengiradiasi benih padi adalah 200 Gy dan 300 Gy. Sehingga untuk penelitian selanjutnya, yang
digunakan sebagai bahan perbanyakan adalah padi yang telah diiradiasi sinar Gamma dengan dosis
200 Gy atau 300 Gy.
Penanaman Mutan 1 (M1) Dosis Iradiasi Efektif di Lapangan
Tujuan penanaman generasi M1 ini adalah untuk mendapatkan M2, sehingga pada generasi
M2 nantinya merupakan tahap penting dalam program pemuliaan untuk memperoleh karakter target
seperti yang diharapkan dalam tujuan pemuliaan. Pada tahap ini, benih kontrol dan M1 dosis iradiasi
efektif (200 Gy dan 300 Gy) dari masing-masing kultivar disemaikan, kemudian ditanam di sawah
dengan sistem legowo 5:1 dengan jumlah populasi sebanyak 550 tanaman untuk setiap dosis iradiasi,
dengan jumlah tanaman pertitik tanamnya adalah 1 (sebatang). Diharapkan pada akhir penanaman M1
ini dipanen keseluruhan malai per rumpun untuk dijadikan generasi M2. Pada penanaman generasi
M2 ini kelak dilakukan pengamatan mutasi klorofil serta seleksi umur genjah berdasarkan segregasi
sifat mutan.
7
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
Penanaman Mutan 2 (M2)
Pada tahap ini benih hasil generasi M1 dijadikan sebagai galur dan ditanam di lapangan.
Kegiatan pada tahap penanaman generasi M1 ini terbagi atas 2 kegiatan, yaitu persemaian dan
penanaman.

Persemaian
Penanaman generasi M2 ini diawali dengan proses persemaian benih dari masing-masing
galur yang diperoleh dari masing-masing kultivar dan benih pembanding (kontrol) dari masing-masing
kultivarnya. Penanaman benih galur generasi M1 dan benih tanaman pembanding (kontrol) ini
dilaksanakan di sawah di desa Padang Bintungan, Kec. Koto Baru, Kab. Dharmasraya. Dalam proses
persemaian ini, benih dari masing-masing galur disemaikan sebanyak 200 benih, dan masing-masing
galur dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk masing-masing galur diberi tanda galur (patok
label) sebagai penanda untuk membedakan antara galur yang satu dengan yang lainnya.
Proses persemaian benih galur-galur generasi M1 ini dilakukan selama 21 hari. Selama
proses persemaian dilakukan pengamatan mutasi klorofil dari daun bibit (kecambah benih) yang
disemaikan. Pengamatan mutasi klorofil daun tersebut dilakukan sejak benih berkecambah sampai 21
hari dipersemaian. Pengamatan mutasi klorofil ini dilakukan dengan menggunakan metode
Gustafsson (1938) yaitu dengan mengamati warna daun bibit sejak perkecambahan sampai menjelang
tanaman dipindah ke sawah. Dari data pengamatan mutasi klorofil dapat diketahui frekuensi mutasi
dan frekuensi mutan (Tabel 3). Beberapa contoh mutan dari pengamatan mutasi klorofil yang
dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.

Mutan Albina Mutan Chlorina Mutan Virescen Mutan Marginata

Gambar 4. Beberapa contoh mutan dari hasil pengamatan mutasi klorofil

Tabel 3. Frekuensi mutasi dan frekuensi mutan padi Kultivar Sijunjung, Kuriak Kusuik, dan Anak
Daro setelah diiradiasi dengan sinar gamma
Tipe Mutasi Klorofil
Jumlah Jumlah Frek. Frek.
Kultivar
Mutan Mutasi Mutan Mutasi
Alb Albo Chl Vir Tig Mar Stri Spot

Sijunjung 993 78 567 136 6 193 3 0 1976 313 1.65 0.26

Kuriak Kusuik 320 9 123 32 0 36 0 0 520 91 1.13 0.20

Anak Daro 873 157 173 114 3 85 0 0 1405 251 0.80 0.14

Keterangan:
Alb: Albina, Albo: Alboviridis, Chl: Chlorina, Vir: Viridis/virescen, Tih: Tigrina, Mar: Marginata, Stri: Striata, Spot: Spotting leaf

Penanaman
Penanaman bibit dilakukan setelah selesai proses persemaian. Pada tahap ini masing-masing
bibit galur malai M1 yang disemaikan ditanam sebanyak 100 bibit untuk masing-masing galurnya dan
ditanam 1 bibit per lubang tanam. Setiap penanaman 10 galurnya ditanam 2 baris tanaman aslinya
(tanaman kontrol). Untuk masing-masing galurnya, bibit ditanam dengan jarak 25 x 25 cm dan jarak
antar galurnya 50 cm.
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan

Pemeliharaan Tanaman di Lapangan


Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma, hama dan penyakit, pengontrolan air,
serta pemupukan. Hama utama yang mengganggu di awal pertanaman adalah keong mas. Oleh karena
itu setiap selesai penanaman segera dilakukan penyemprotan Moluscasida untuk mengendalikan
populasi keong mas.
Pemupukan yang dilakukan dibagi dalam 3 tahap, yaitu pada saat umur tanaman 1 minggu
setelah tanam, 4 minggu setelah tanam, dan 8 minggu setelah tanam. Pupuk yang digunakan adalah
Urea, SP 36, KCl, dan NPK Phonska. Total pupuk yang dibutuhkan per hektarmnya adalah Urea 100
Kg, SP 36 100 Kg, KCl 100 Kg, dan NPK Phonska 100 Kg. Pengendalian gulma dilakukan setelah
tanaman berumur 3-4 minggu setelah tanam. pengendalian dilakukan dengan menggunakan herbisida
serta penyiangan. Pengontrolan air dilakukan untuk menghindari terjadinya penggenangan yang
berlebih (flooding) ataupun kondisi kekeringan. Untuk itu dilakukan pengontrolan secara kontinyu
irigasi dan saluran draenasi agar kondisi air dapat mendukung proses pertumbuhan tanaman dengan
baik.
Pengamatan Mutan Padi Lokal
Pada tahap M2 ini seleksi mutan target mulai dilakukan. Mutan target yang dikhususkan
adalah mutan-mutan yang memiliki umur yang lebih genjah. Selain dilakukan pengamatan terhadap
mutan target juga dilakukan pengamatan terhadap mutan-mutan lain (tanaman yang abnormal) yang
muncul dalam populasi galur, seperti mutan klorofil, mutan rendah, dan mutan kerdil. Pengamatan
terhadap mutan yang berumur genjah dilakukan dengan mengamati saat keluarnya malai bunga sejak
ditanam di lapangan. Pengamatan umur berbunga dilakukan sejak umur tanaman ditanam di
persemaian sampai tanaman memunculkan bunga (malai) pertama. Seleksi umur genjah dilakukan
sejak munculnya malai pertama pada tanaman M2 sampai tanaman kontrol berbunga 50%. Untuk
mempermudah pekerjaan seleksi di lapangan, umur berbunga dikelompokkan dalam beberapa
kelompok dengan interval 10 hari. setiap tanaman pada satu kelompok ditandai dengan ikatan yang
berwarna sama pada pangkal malai pertama muncul saat seleksi. Untuk membedakan kelompok satu
dengan yang lainnya diberi tanda warna ikatan yang berbeda.
Mutan Genjah
Dari seleksi terhadap umur genjah yang dilakukan diperoleh beberapa galur yang memiliki
mutan berumur genjah. Berikut ini adalah contoh mutan-mutan genjah yang ditemukan pada genotipe
padi lokal Kuriak Kusuik (Gambar 5).

Mutan Genjah Kultivar Kuriak Kusuik Tan. Kontrol Kultivar Kuriak Kusuik

Gambar 5. Mutan-mutan berumur genjah yang pada ketiga padi lokal Sumatera Barat

Berdasarkan pengamatan umur panen diperoleh informasi awal sebagai berikut. Kisaran
waktu panen mutan Kultivar Sijunjung adalah 89 – 118 HSS. Hasil pengamatan terhadap umur panen
tanaman kontrol Kultivar Sijunjung adalah 134 HSS. Sehingga ada percepatan waktu panen selama
16 - 45 hari. Sedangkan kisaran waktu panen mutan Kultivar Kuriak Kusuik adalah 103 – 118 HSS.
Hasil pengamatan terhadap umur panen tanaman kontrol Kultivar Kuriak Kusut adalah 155 HSS.
Dengan demikian ada percepatan waktu panen selama 37 - 52 hari. Pengamatan terhadap Kultivar
9
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011
Anak Daro tidak dapat dilakukan, karena seluruh galur mutan Kultivar Anak Daro terserang hama dan
penyakit yang mengakibatkan tanaman puso.

Mutan Klorofil

Mutan klorofil adalah mutan-mutan yang memiliki warna daun yang berbeda dengan warna
daun tanaman normalnya. Berikut ini adalah beberapa mutan klorofil yang ditemukan pada percobaan
ini (Gambar 6).

Mutan Chlorina Mutan Tigrina Mutan Marginata Mutan


Viridis

Gambar 6. Mutan-mutan klorofil yang ditemukan di lapangan

Mutan Rendah (Semi Dwarf) dan Mutan Kerdil (Dwarf)


Mutan lain yang ditemukan selain mutan berumur genjah dan mutan klorofil, ditemukan
juga mutan-mutan yang berukuran rendah (semi dwarf) dan mutan kerdil (dwarf). Berikut ini adalah
beberapa mutan rendah dan mutan kerdil yang ditemukan pada percobaan ini (Gambar 7).

Mutan Rendah Normal Mutan Kerdil Normal

Gambar 7. Mutan-mutan rendah dan mutan kerdil yang ditemukan di lapangan pada ketiga padi
lokal Sumatera Barat

KESIMPULAN
Dari hasil percobaan Tahun I dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dosis efektif iradiasi sinar Gamma adalah 200 Gy dan 300 Gy. Tanaman padi tidak mampu
tumbuh lagi setelah diiradiasi dengan sinar Gamma 600 Gy atau dengan dosis yang lebih lebih.
2. Hasil pengamatan mutasi pada fase bibit ditemukan adanya mutasi klorofil, antara lain mutan
albina, mutan chlorina, mutan virescen, dan mutan marginata.
3. Kisaran waktu panen mutan Kultivar Sijunjung adalah 89 – 118 HSS (tanaman kontrol 134 HSS),
sehingga percepatan waktu panen kultivar Sijunjung adalah 16 - 45 hari. Sedangkan kisaran
Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan

waktu panen mutan Kultivar Kuriak Kusuik adalah 103 – 118 HSS (tanaman kontrol 155 HSS),
sehingga percepatan waktu panen kultivar Kuriak Kusuik adalah 37 - 52 hari.
4. Hasil pengamatan fenotipik pada fase vegetatif di lapangan (sawah) menunjukkan adanya mutan
klorofil, antara lain mutan chlorina, mutan tigrina, mutan marginata, dan mutan viridis.
Ditemukan juga mutan rendah (semi dwarf) dan mutan kerdil (dwarf).

DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Deptan. 2002. Pedoman pembentukan komisi daerah dan pengelolaan plasma nutfah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan.
Djojosoebagio, S. 1988. Dasar-dasar Radioisotop dan Radiasi dalam Biologi. PAU-IPB. Bogor.
Hayward. M. D, N. O. Boseman and Ramagesa. 1993. Plant Breeding Prospect. Chapman And Hall.
55 pp.
Ismachin, M. 1988. Pemuliaan Tanaman dengan Mutasi Buatan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
BATAN. Jakarta. Tidak Dipublikasikan.
Mugiono, I. Dwimahyani, dan Haryanto. 2006. Pemanfaatan Teknik Nuklir pada Tanaman Padi. Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Oldfield, M.L. 1989. The Value of Conserving Resources. Sinauer, Sunderland.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. IPB dan
Lembaga Sumber Daya Informasi IPB.Bogor. Hal 1-34.
Siwi, B.H., dan S. Kartowinoto. 1989. Plasmanutfah padi. Dalam Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Swasti, E., A.A. Syarif, dan I. Suliansyah. 2007. Eksplorasi, identifikasi dan pemantapan koleksi
plasmanutfah padi asal Sumatera Barat. Penelitian Ristek Tahun I. Lembaga Penelitian
Universitas Andalas Padang.
Swasti, E., A.A. Syarif, dan I. Suliansyah. 2008. Eksplorasi, identifikasi dan pemantapan koleksi
plasmanutfah padi asal Sumatera Barat. Penelitian Ristek Tahun II. Lembaga Penelitian
Universitas Andalas Padang.

11
Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo
20 Oktober 2011

You might also like