You are on page 1of 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/313236268

Dinamika Konflik dan Integrasi Antara Etnis Dayak dan Etnis Madura (Studi
Kasus di Yogyakarta Malang dan Sampit)

Article · January 2012


DOI: 10.18196/aiijis.2012.0006.60-79

CITATIONS READS

0 4,780

3 authors, including:

Khoiruddin Bashori
Ahmad Dahlan University
9 PUBLICATIONS   21 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Khoiruddin Bashori on 27 April 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dinamika Konflik dan Integrasi
Antara Etnis Dayak dan Etnis
Madura (Studi Kasus di
Yogyakarta Malang dan Sampit)
Khoiruddin Bashori, Abd. Madjid, Mahli
Zainuddin Tago
Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email:maztago@yahoo.com.

ABSTRACT crucial role in determining the quality of conflict and integration in


Indonesia is one of the most pluralistic term of the relation between both Dayak and Madura ethnic.
societies in the world consisting of various Kata kunci: Konflik, Integrasi, Etnis, Madura, Dayak.
social groups, ethnics, tribes, languages
and religious diversities. However, the ABSTRAK
social, political, and cultural diversities Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat plural
among people have frequently been terbesar di dunia yang terdiri dari group sosial, etnik, suku, bahasa
resulting conflicts or tensions. Using dan keragaman agama. Bagaimanapun juga, keragaman sosial, politik
conflict and integration approach, dan budaya di antara masyarakat seringkali menjadi pemicu konflik.
therefore, this article observes the Dengan menggunakan pendekatan konflik dan integrasi, maka dari
dynamics relation between ethnic groups, itu, artikel ini meninjau hubungan dinamika antara group etnik, yakni
Madura and Dayak ethnic in particular, in Madura dan Dayak di daerah pluralisme tertentu dalam ranah
certain plural regions in term of ethnic keragaman etnik, yakni Yogyakarta, Malang dan Sampit. Setelah
diversities; those are Yogyakarta, Malang mendiskripsikan teori dengan luas, penulis mengemukakan
and Sampit. After describing an extensive hipotesis dan kemudian manganalisanya secara kuantitatif. Hipotesis
theoretical description, the writers tersebut terdiri dari perbedaan kualitas integrasi antara group etnik
proposed hypothesis and then analyze Dayak dan Madura, perbedaan kualitas integrasi antara Muslim dan
them quantitatively. Such hypothesis Kristen,, perbedaan kualitas integrasi antara kelompok mayoritas dan
consist of the different integration quality kelompok minoritas, korelasi positif antara orang yang
between both Dayak and Madura ethnic berpendidikan tinggi dan kualitas integritas; dan korelasi negatif
groups; the different integration quality antara status sosial dan ekonomi dan kualitas integritas dan lain
between Muslim and Christians; the sebagainya. Sebagai kesimpulan, data empiris menunjukkan bahwa
different integration quality between variabel agama memegang peranan penting dalam menentukan
majority and minority groups; the positive kualitas konflik mengenai hubungan antara etnik Dayak dan Madura.
correlation between educational level of Kata kunci: Konflik, Integrasi, Etnis, Madura, Dayak.
people and the integration quality; and
the negative correlation between social-
economic status and the integration PENDAHULUAN
quality, etc. In short, the empirical data Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
perform that religious variables have a majemuk, baik dalam skala nasional maupun daerah.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 61
Kemajemukan itu sifatnya multidimensional pada tingkat politik nasional Indonesia,
antara lain ditimbulkan oleh perbedaan suku, namun dapat pula ditemukan adanya hasrat
tingkat sosial, pengelompokan organisasi serupa kepada stabilitas dan ketidaksenangan
politik, dan agama. Dalam istilah resmi dan terhadap perubahan radikal.3 Dalam konteks
untuk kepentingan administrasi praktis, ini dapat difahami pernyataan Geertz bahwa
Pemerintah Indonesia membagi suku bangsa kesadaran akan kesatuan kebudayaan antara
Indonesia menjadi tiga golongan yaitu: (1) lain dalam bentuk nasionalisme cenderung
suku bangsa yang memiliki daerah asal dalam melindungi masyarakat dari perpecahan.4
wilayah Indonesia, (2) golongan keturunan Tetapi dewasa ini hanya ada sedikit
asing yang tidak memiliki wilayah asal dalam masyarakat multikultural yang tidak memiliki
wilayah Indonesia karena daerah asal mereka sejarah permusuhan antar etnik yang
yang terdapat di luar negeri (Cina, Arab atau membentuk mereka.5 Bangsa Indonesia,
India) atau karena keturunan campuran misalnya, pada paruh kedua dekade terakhir
(Indo Eropa) dan (3) masyarakat terasing yaitu abad ke-20, menghadapi berbagai konflik:
kelompok masyarakat yang dianggap sebagai baik yang bernuansa kesukuan, kedaerahan,
penduduk yang masih hidup dalam tahap keagamaan, maupun antar kelompok
kebudayaan sederhana dan biasanya masih lainnya. Kasus Timor-timor (1995), Situbondo
tinggal di daerah dalam lingkungan yang (1996), Tasikmalaya (1997) dan beberapa
terisolasi. Dari sisi agama, walaupun negara kasus yang terkait dengan SARA di Surabaya,
Indonesia mempunyai sekitar 90% penduduk Ambon, Ujung Pandang, Pekalongan,
yang beragama Islam, Indonesia bukanlah Pasuruan dan didaerah lain telah
negara Islam. Lima agama dunia yang menimbulkan kerugian yang sangat besar
memuja satu Tuhan secara resmi diakui, baik materi (masjid, gereja dan tempat
walaupun masih banyak reliogi lainnya peribadatan lain) maupun hubungan sosial
(terutama dalam masyarakat terasing, yang antar umat beragama.6
diterima dan disebut kepercayaan Konflik-konflik yang memakan banyak
tradisional.1 korban harta maupun jiwa itu ada yang bisa
Dalam interaksi antar berbagai kelompok ditemukan solusinya dan ada yang sampai
masyarakat, kemajemukan bisa melahirkan sekarang masih berlangsung. Konflik antar
integrasi sebagaimana dia juga bisa komunitas Islam dan Kristen di Situbondo,
melahirkan konflik. Pada tahun 1995 Karel misalnya, bisa diselesaikan. Kerusuhan
C. Steenbrink dengan optimis menulis bahwa Situbondo yang berlangsung pada 10
Indonesia selama masa 45 tahun terakhir Oktober 1996 ini berakibat tewasnya 5 jiwa
memberikan gambaran kerukunan agama dan rusaknya 34 bangunan yang di antaranya
yang hampir-hampir bebas dari berbagai berupa terbakarnya 20 gereja. Setelah
konflik. Itu merupakan prestasi yang sangat melakukan penelitian mendalam tentang
hebat- merupakan perkembangan yang konflik Situbondo ini, Retnowati menulis
dianggap luar biasa di tempat lain.2 Pada sebagai berikut. Pertama, kerusuhan itu
umumnya berbagai hubungan tampak kuat merupakan konflik sosial keagamaan yaitu
dan stabil di tingkat lokal. Ketegangan yang konfliki horizontal meyangkut hubungan
sangat banyak selama 45 tahun silam muncul antar agama. Penyebabnya adalah akumulasi

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 62
segala keresahan dan ketidakpuasan yang salah satu dari konflik di atas, yang telah
dialami masyarakat, jadi bukan merupakan berlangsung sejak 19 Januari 1999 dan
sesuatu yang bersifat spontan.7 mengakibatkan tewasnya ribuan jiwa serta
Masalah pokok sebagai penyebab konflik ratusan ribu penduduk mengungsi (TEMPO,
bukan pada perbedaan aspek doktrin ajaran 23 Januari 2000). Walau telah diberlakukan
tetapi pada masalah non teologis, terutama keadaan darurat sipil, sampai saat ini konflik
pada kecemburuan keagamaan yaitu karena antar umat beragama di Ambon pada
adanya gaya hidup beragama kelompok khususnya maupun kepulauan Maluku pada
Kristen yang demonstratif. Kedua, telah umumnya belum juga berakhir. Kerusuhan di
terjadi kesenjangan komunikasi sosial antar Ambon dan sekitarnya adalah tragedi
agama karena tumbuhnya gaya hidup kemanusiaan sekaligus tragedi bangsa yang
eksklusif dari kelompok sosial tertentu. memilukan. Sebelumnya tidak terbayangkan
Ketegangan yang lama terpendam meledak bisa terjadi bentrokan massal antara dua
dalam bentuk amukan massa yang didukung kelompok pemeluk agama berbeda di Indo-
oleh faktor non agama. Ketiga, kesenjangan nesia sampai berdarah-darah.9
ekonomi bukan merupakan faktor utama Setelah konflik antar etnis Madura
konflik, penguasaan sumberdaya ekonomi dengan Dayak dan Melayu mereda di Sambas
yang tidak simetris antara pelaku ekonomi Kalimantan Barat dan sekitarnya, pada 12
hanya merupakan faktor pendukung saja. Februari 2001 kembali meledak konflik yang
Keempat, pola pembinaan lembaga gereja dan sama dengan skala yang lebih hebat di
pesantren cenderung eksklusif, berorientasi Sampit, Kalimantan Tengah. Kerusuhan itu
ke dalam yaitu berisi tentang pendidikan telah mengakibatkan 469 orang tewas dan
agama sendiri, kurang berorientasi ke luar. puluhan ribu warga mengungsi (ADIL, 19
Dalam hal ini pemeluk agama kurang men- Maret 2001, hal. 17). Dengan demikian,
dapatkan pengetahuan dan pemahaman kerusuhan Sampit antara etnis Dayak dan
tentang agama lain. Sikap beragama yang Madura ini lebih parah dari kerusuhan
demikian ini sangat rentan konflik karena Sambas yang ‘hanya’ menewaskan 50 orang
mudah terjadi kesalahpahaman, streotype itu (REPUBLIKA, 23 Februari, 2001).
negatif, prasangka dan curiga terhadap Penelitian tentang interaksi antar
agama lain. Kelima, Resolusi konflik berhasil komunitas, baik berbentuk konflik maupun
dilakukan melalui konsiliasi dan mediasi. integrasi, telah banyak dilakukan. M. Atho
Dialog dilakukan antara lembaga gereja, NU Mudzhar, misalnya, setelah meneliti interaksi
dan pesantren dan menghasilkan kesepa- antar Kelompok Islam dengan Kelompok
katan bersama menyangkut sumber-sumber Towani Tolotang dan Tolotang Benteng
konflik dan solusinya. Keenam, konflik (kelompok aliran kepercayaan di Amparita,
menghasilkan nilai dan tatanan baru, Sulawesi Selatan) menemukan bahwa aspek-
menyadarkan pemeluk agama untuk aspek yang mendorong integrasi sosial di
menjalani kerjasama, perlunya keterbukaan Amparita adalah: adanya kepercayaan yang
dan saling pengertian.8 sama tentang Gunung Lowa, adanya
Kebalikan dari kerusuhan Situbondo pemilikan bersama atas kekayaan kebudayaan
adalah konflik Ambon. Konflik Ambon, lama, adanya pendidikan dan kegiatan-

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 63
kegiatan kepemudaan yang melibatkan Saran, yang dibuat oleh Presidium Lembaga
semua kelompok, adanya ritus dan jaringan Musyawarah Masyarakat Dayak dan Daerah
sewa menyewa yang melibatkan semua kalimantan Tengah (LMMDD-KT). Dalam
kelompok dalam aktivitas pertanian, adanya point ke tiga laporan itu disebutkan fakta-
interaksi dalam Golkar dan lembaga fakta menunjukkan bahwa adanya suatu
pemerintahan desa, adanya pemukiman yang rencana penguasaan/kolonisasi secara paksa/
membaur dan sumber air minum yang sama, kekerasan, sehingga status konflik tidak
dan adanya faktor kekerabatan.10 hanya antar etnik, tetapi juga bersifat aksi
Secara teoritis, masyarakat bisa terintegrasi “penguasaan suatu wilayah “ secara
bila: pertama, individu yang menjadi anggota berencana. Konflik itu juga dilihat dalam
masyarakat mengalami rasa memiliki sebagai kerangka usaha pihak tertentu untuk
suatu kelompok sosial atau kolektivitas mengobok-obok dan meningkatkan
berdasarkan antara lain atas norma-norma, desintegrasi Negara Kesatuan Republik
nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan yang Indonesia (LMMDD-KT, 2001).
disepakati bersama. Kedua, aktivitas maupun Senada dengan itu, M. Saily Mochtar
fungsi dari istitusi atau subsistem di dalam melihat konflik yang terjadi di Kalteng itu
suatu masyarakat lebih saling melengkapi bukan sebagai konflik agama, bukan konflik
daripada saling berlawanan satu dengan karena kecemburuan ekonomi, bukan pula
lainnya. Ketiga, adanya lembaga tertentu yang konflik antara Dayak dan Madura. Konflik
menganjurkan untuk saling mengisi/meng- ini adalah konfliik antara masyarakat Kalteng
imbangi dan mengkoordinir aktivitas dari dengan sekelompok masyarakat etnis Madura
berbagai susbsistem dari masyarakat itu yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
sendiri.11 adat istiadat dan norma perilaku masyarakat
Dalam hal konflik antar etnis Dayak umum yang hidup berdampingan dan tidak
dengan etnis Madura di Kalimantan Tengah profersionalnya penegakan hukum. Watak
yang menelan ratusan korban jiwa, memaksa yang temperamental dan kebiasaan mem-
ratusan ribu warga mengungsi dan hancurnya bawa senjata tajam mungkinnjuga menjadi
banyak harta benda itu, terdapat berbegai salah satu penyebabnya (Kalteng Pos, 22
perspektif yang mencoba menjelaskannya. Maret 2001).
Bagi orang Madura, sebagaimana tercermin Dari berbagai perspektif lainnya yang bisa
dalam sinyalemen Basra (Badan Silaturrahmi dilacak oleh peneliti belum terlihat adanya
Ulama Madura), konflik antar etnis di penelitian yang mencoba melihat konflik
Sampit mengarah pada sentimen agama. antar etnis itu dari perspektif variabel-
Tetapi bagi orang Dayak, pada khususnya dan variabel yang kuantitatif empiris. Padahal
warga Kalteng non-Madura pada umumnya, penelitian itu menjadi penting untuk meng-
konflik itu murni konflik antar etnis hindari subyektivitas yang dipengaruhi oleh
(Kalteng Pos, 26 Februari 2001). stereotipe dari berbagai pihak yang terlibat.
Pendapat kalangan Dayak yang lebih
komprehensif terlihat dalam laporan tentang KONFLIK, INTEGRASI DAN ETNISITAS
Konflik Etnik Sampit, Kronologi, Konflik dan integrasi
Kesepakatan Aspirasi Masyarakat, Analisis, Dengan membaca berbagai literatur

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 64
sosiologi terlihat bahwa tidak ada satu masyarakat. Kedua, dalam hubungan itu
kesepakatan definitif tentang pengertian hadir suatu kesadaran kolektif yang antara
integrasi. Jadi terdapat beberapa pengertian lain berbentuk rasa memiliki kelompok,
tentang integrasi. Sebagai perbandingan, saling menjaga keseimbangan dan
berikut ini diambil empat defenisi yang kebersamaan.
diperoleh dari beberapa sumber Dengan mengacu pada definisi David Jary
Dalam Collins Dictionary of Sociology, dan Julia Jary tersebut dapat disimpulkan
misalnya, konsep integrasi dipakai dalam tiga bahwa masyarakat bisa terintegrasi bila:
makna: pertama, integrasi berarti suatu pertama, individu yang menjadi anggota
tingkat dimana seorang individu merasa masyarakat mengalami rasa memiliki sebagai
memiliki suatu kelompok sosial atau suatu kelompok sosial atau kolektivitas
kolektivitas dengan menerima norma, nilai, berdasarkan antara lain atas norma-norma,
kepercayaan kelompok sosial itu. Kedua, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan yang
integrasi berarti suatu tingkat dimana disepakati bersama. Kedua, aktivitas maupun
aktivitas atau fungsi tertentu dari lembaga fungsi dari institusi atau subsistem di dalam
atau subsistem yang berbeda dalam suatu suatu masyarakat lebih saling melengkapi
masyarakat berada dalam keadaan saling daripada saling berlawanan satu dengan
melengkapi, tidak saling kontradiktif. Ketiga, lainnya. Ketiga, adanya lembaga tertentu yang
integrasi adalah hadirnya suatu lembaga menganjurkan untuk saling mengisi/
khusus yang mendorong dan mengkoordinir mengimbangi dan mengkoordinir aktivitas
kegiatan-kegiatan masing-masing subsistem dari berbagai susbsistem dari masyarakat itu
masyarakat.12 sendiri.
Charles H. Banton, dalam kaitannya Dari uraian di atas dapat disimpulkan
dengan hubungan antar ras, mendefinsikan bahwa prasyarat bagi adanya suatu integrasi
integrasi sebagai suatu pola hubungan yang sosial itu adalah adanya: kesadaran kolektif,
mengakui adanya perbedaan ras dalam suatu aktivitas yang saling melengkapi, lembaga
masyarakat tetapi tidak memberikan makna tertentu yang berfungsi koordinatif, cross
penting pada perbedaan ras tersebut.13 cutting affiliations, dan saling ketergantungan
Sunyoto Usman melihat integrasi sosial ekonomi.
sebagai suatu proses ketika kelompok- Durkheim membagi integrasi sosial atas
kelompok sosial tertentu dalam masyarakat dua hal: pertama, integrasi normatif, yang
saling menjaga keseimbangan untuk ada dalam perspektif budaya dan
mewujudkan kedekatan-kedekatan hubungan menekankan solidaritas mekanik yang
sosial, ekonomi dan politik.14 terbentuk melalui nilai-nilai dan kepercayaan.
Walau terdapat beberapa titik tekan dari Kedua, integrasi fungsional yang
berbagai pengertian yang dibuat oleh para menekankan pada solidaritas organik, suatu
ahli tersebut, nampak bahwa dalam suatu solidaritas yang terbentuk melalui relasi saling
konsep integrasi sosial setidak-tidaknya tergantung antara bagian atau usnur dalam
tercakup hal-hal sebagai berikut. Pertama, masyarakat.15
bahwa integrasi merupakan suatu tingkatan Integrasi melalui tahapan-tahapan:16
dalam hubungan antar kelompok dalam akomodasi, kerjasama, koordinasi dan

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 65
asimilasi. Mengutip Ogburn dan Nimkoff, adalah: 1) tidak memasalahkan adanya
Astrid mendefenisikan akomodasi sebaga perbedaan-perbedaan, 2) munculnya usaha-
pribadi atau kelompok bekerja bersama usaha adaptasi, 3) hadirnya kompromi dan
dengan mengesampingkan perbedaan- toleransi, 4) adanya kerja bersama, 5) adanya
perbedaan atau permusuhan-permusuhan. reaksi yang sama terhadap suatu kejadian, 6)
Jadi walaupun ada perbedaan dan munculnya pembagian kerja, 7)
permusuhan, itu dilupakan dalam rangka berkembangnya solidaritas, 8) adanya
kerja bersama. Ini terjadi karena adanya kerjasama yang telah berlangsung lama, 9)
kepentingan yang sama, adanya tujuan adanya harapan-harapan dan kesediaan
obyektif yang sama. Fase ini juga ditandai untuk bekerjsama, 10) mengakhiri kebiasaan-
dengan tercapainya kompromi dan toleransi. kebiasaan lama atau adanya pengalaman-
Fase berikutnya adalah fase kerjasama. Ini pengalaman bersama yang baru.
terjadi bila pekerjaan kelompok (kerja
bersama) berlangsung cukup lama. Pada fase Antara ras dan kelompok etnis
ini juga mulai muncul solidaritas ketika reaksi Ras maupun etnik merupakan kenyataan
terhadap suatu kejadian adalah sama bahkan sosial yang penting karena orang menilai
terjadi pembagian kerja. Bila kebiasaan penting akan keberadaan kelompok yang
bekerjasama lambat laun mencapai situasi dianggap sebagai rasnya. Tetapi ras adalah
dimana orang/kelompok mengharapkan dan konsep yang membingungkan karena tidak
mempunyai kesediaan untuk bekerjasama, ada kesepakatan umum mengenai istilah
maka ini berarti tercapai fase koordinasi. tersebut.18 Oleh karena itu dapat difahami
Fase terakhir dari integrasi adalah ketika Weber melihat etnisitas sebagai suatu
asimilasi yaitu proses dimana individu/ identitas, kesadaran, afiliasi dan komitmen
kelompok yang tidak sama menjadi sama dan pada suatu aksi yang sangat beragam, sesuai
itu terlihat dari kepentingan dan pandangan- dengan pengalaman historis dari kategori
pandangan mereka. Tiap pihak telah etnis yang spesifik dan batas-batas politik
menyesuaikan diri sehingga tercapai situasi dimana hal itu terjadi.19 Dalam kaitan ini
adanya pengalaman dan tradisi bersama.17 Koentjaraningrat mengusulkan istilah
Dari uraian di atas dapat diambil kelompok etnik diganti dengan istilah
kesimpulan bahwa setidaknya ada 10 elemen golongan etnik atau suku bangsa.
yang harus ada dalam situasi sosial yang Para ahli sosiologi lalu menggunakan
disebut integrasi. Ke sepuluh elemen itu bisa istilah kelompok etnik untuk menyebutkan
dilihat sebagai tahap-tahap atau dilihat setiap bentuk kelompok -baik kelompok ras
sebagai unsur-unsur yang saling melengkapi. maupun yang bukan kelompok ras yang
Dalam hal ini peneliti tidak melihat secara sosial dianggap telah berada dan
kesepuluh hal itu sebagai sebuah proses tetapi mengembangkan sub-kulturnya sendiri.
lebih sebagai unsur atau indikasi suatu Walaupun perbedaan kelompok dikaitkan
integrasi karena masing-masing indikator itu dengan nenek moyang tertentu, namun ciri-
kadang saling tumpang tindih dan yang satu ciri pengenalnya dapat berupa bahasa, agama,
tidak harus menjadi prasyarat bagi hadirnya wilayah kediaman, kebangsaan, bentuk fisik,
elemen yang lain. Ke sepuluh indikator itu atau gabungan dari beberapa ciri tersebut.20

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 66
Identitas etnis memiliki aspek obyektif dan dengan pembagian hukum adat.22 Pada
subyekyif. Aspek obyektif adalah bahasa, sebagian negara yang mejemuk etnisitas
agama, ras, kedaerahan dan budaya. Aspek menunjukkan gejala separatisme yang
subyektif adalah bahwa kelima hal itu berakar pada perasaan primordial suku
ditafsirkan secara subyektif oleh masing- bangsa sehingga kurang menyumbang pada
masing pihak. Bahasa: tidak semua pemakai nasionalisme kebangsaan. Hal ini nampak
bahasa yang sama merasa satu etnis (misal: dalam kurang efektifnya interaksi antar suku
antara Bosnia muslim, Krotia dan Serbia; bangsa. Interaksi antar suku bangsa menjadi
antara suku Hutu dan Tutsi). Agama: tidak sulit karena perbedaan budaya dijadikan
semua mereka yang satu agama merasa satu indikasi untuk membedakan efektivitas
etnis (misal: antara muslim India, Pakistan interaksi di dalam suku bangsa (in group)
dan Banglades; antara muslim Kurdi dengan dengan kelompok luar (out group) yang
muslim Iraq, Iran, Suriah dan Turki). ditandai dengan menguatnya solidaritas in
Kedaerahan: tanpa berasal dari satu group dan melemahnya solidaritas out group.23
kawasanpun orang bisa merasa satu etnis Kesetiaan pada etnis juga tumbuh di daerah/
(misal: Yahudi sebelum Israel-1948; orang- kota lain di luar daerah asal. Ini disebut
orang Gipsi di Eropa Tengah dan Timur). urbanism ethnic. Di daerah perantauan, orang
Ras: warna kulit sering merupakan konstruk yang berasal dari daerah atau etnis yang sama
sosial, tidak biologis (kulit berwarna di Afrika memperlihatkan kecenderungan masih
Selatan sama dengan kulit hitam di Amerika mempunyai kesetiaan kepada etnis atau
Serikat). Budaya: walau sama berbahasa daerah asalnya.24
Inggris, budaya kelas atas dan budaya kelas Menurut Donald l. Noel stratifikasi etnik
bawah sangat berbeda di Inggris, khususnya muncul bila terpenuhi tiga persyaratan:
dalam hal cara makan, musik, sport, etnosentrimse, persaingan dan perbedaan
percakapan, pakaian. kekuasaan. Etnosentrisme menurut Sumner
Perbedaan etnis tidak selalu berarti adalah suatu sudut pandang yang
konflik terbuka. Banyak etnis di suatu tempat menempatkan kelompok sendiri di atas
yang tidak merasa terancam secara sosial segala-galanya dan menilai kelompok lain
politik, mereka bisa bekerja sama sesuai dengan memakai kelompok sendiri sebagai
aturan. Tetapi di tempat lain perbedaan etnis acuan. Stratifikasi etnik tidak terjadi bila
bisa berarti susah di atur, mengarah hanya salah satu atau dua prasyarat yang
kekerasan, menciptakan instabilitas yang luas terpenuhi. Etnosentrisme saja, misalnya,
dan bahkan menghancurkan kehidupan. tidak menyebabkan stratifikasi etnik bila
Dalam hal konflik etnis, meski banyak yang antara kedua kelompok yang berinteraksi
muncul secara spontan, banyak juga yang terjalin kerjasama dan saling ketergantungan.
butuh rekayasa politik, penggerak, jaringan Etnosentrisme dan persaingan tanpa disertai
organisasi, diskursus (perangkat prinsip- perbedaan kekuasaan, menurut Noel, hanya
prinsip dan ide-ide) untuk mengaktifkannya.21 akan melahirkan persaingan berkepanjangan
Di Indonesia etnisitas biasanya tanpa penyelesaian. Kontak antara kelompok
dihubungkan dengan suku bangsa yang kulit hitam dengan kelompok kulit putih
tersebar di seluruh nusantara dan berkaitan berkembang menjadi hubungan perbudakan

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 67
dimungkinkan karena adanya etnosentrisme membedakan dua pola utama dominasi yaitu
di pihak kelompok kulit putih, adanya dominasi kelompok pendatang atas
persaingan di bidang ekonomi, dan adanya kelompok pribumi (migrant superordination)
kekuasaan lebih besar di pihak kelompok dan pola dominasi kelompok pribumi atas
kulit putih.25 kelompok pendatang (indigenous
superordination). Pengendalian politik dan
Hubungan antar kelompok ekonomi oleh migran menghasilkan
Kelompok (group) adalah kumpulan orang perubahan besar pada institusi politik dan
yang menyepakati suatu masalah dan ekonomi serta demografi penduduk setempat
bergerak bersama dalam menyikapi masalah dan suatu waktu cenderung memancing
tersebut, memiliki harapan bersama dan reaksi keras dari mereka. Dominasi pribumi
memiliki suatu rasa senasib sepenanggungan. di bidang ekonomi dan politik kurang
Ada banyak macam kelompok: persahabatan memancing konflik di pihak migran yang
informal, kelompok-kelompok etnis, didominasi.
masyarakat, kelompok antar masyarakat. Perspektif lain yang dominan dalam
Hubungan antar kelompok adalah bentuk- hubungan antar kelompok berasal dari
bentuk hubungan yang dikembangkan di pemikiran-pemikiran Marxian yang dikenal
antara dua kelompok.26 dengan teori konflik. Dalam pandangan ini
Berdasar sejarah hubungan antar hubungan-hubungan yang saling bersaing
kelompok para ilmuan sosial telah beserta konsekwensinya muncul dari sistem
mengidentifikasi berbagai kemungkinan pola stratifikasi sosial dalam masyarakat.
hubungan. Banton menulis bahwa kontak Masyarakat dilihat sebagai sesuatu yang secara
antara dua kelompok ras dapat diikuti proses konstan selalu berubah. Masyarakat
akulturasi, dominasi, paternalisme, integrasi membedakan anggota-anggotanya,
dan pluralisme. Pola hubungan seperti itu memberikan kekuasaan, martabat, uang,
juga bisa berlaku dalam hubungan antar lebih besar pada satu kelompok dibanding
kelompok lain di luar kelompok ras. kelompok lain. Akibatnya muncul
Akulturasi terjadi manakala kebudayaan ketidakadilan sosial yang menjadi bagian
kedua kelompok ras yang bertemu mulai esensial dari suatu sistem stratifikasi. Lebih
berbaur dan berpadu. Sering terjadi antara lanjut, kelompok-kelompok yang berbeda
kebudayaan dua masyarakat yang posisinya dalam masyarakat (seperti kelas-kelas,
relatif sama, walau juga bisa terjadi antar kelompok etnis-ras) bersaing untuk
kebudayaan yang posisinya tidak sama. Dalam menguasai sumberdaya tersedia yang terbatas.
sejumlah kasus akulturasi terjadi pula proses Bentuk hubungan antar kelompok yang
dekulturasi seperti terjadi pada kasus lain adalah akomodasi. Akomodasi yang
hilangnya kebudayaan asli dan hancurnya dimaksudkan berkaitan dengan keputusan
kehidupan keluarga orang-orang Afrika yang dua atau lebih kelompok untuk
secara paksa diculik untuk dijadikan budak di mengesampingkan perbedaan-perbedaan
Amerika Utara, dan dibunuhnya unsur yang signifikan yang ada di antara mereka
pimpinan orang Aztec di Mexico. dalam rangka kepentingan bersama. Hal ini
Sementara itu Stanley Lieberson mengarah kepada pluralisme budaya dimana

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 68
berbagai bentuk budaya yang berbeda hidup antar etnis tegang. Sementara di kota
berdampingan secara damai dalam Bandung kebudayaan yang dominan ialah
masyarakat yang sama. Amerika Serikat, kebuidayaan Sunda selaku kelompok
misalnya adalah masyarakat yang plural mayoritas sehingga di sana para pendatang
dimana berbagai agama, etnis dan kelompok harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan
ras yang berbeda diizinkan hidup secara tersebut dan hubungan antar etnis yang ada
berdampingan.27 bersifat lebih terbuka dan santai.28
Salah satu bentuk hubungan yang banyak
disoroti dalam kajian terhadap hubungan HIPOTESIS PENELITIAN
antar kelompok ialah hubungan mayoritas- 1. Terdapat perbedaan kualitas integrasi
minoritas. Dalam konteks ini yang coba antara etnis yang berbeda. Kualitas
dijelaskan adalah konsep mayoritas karena integrasi etnis Madura lebih besar
bila di suatu tempat terdapat kelompok dibanding dengan kualitas integrasi etnis
mayoritas maka tentu secara otomatis Dayak.
kelompok lain disebut minoritas. Terdapat 2. Terdapat perbedaan kualitas integrasi
beberapa pendapat tentang pengertian antara pemeluk agama Islam dengan
mayoritas. Kinloch mendefenisikan mayoritas pemeluk agama Kristen. Kualitas integrasi
sebagai any power group that defines itself as pemeluk agama Islam lebih besar dari
normal and superior and others as abnormal and kualitas integrasi pemeluk agama Kristen.
inferior on the basis of certain perceived character- 3. Terdapat perbedaan kualitas integrasi
istics, and exploits or discriminates against them antara kelompok mayoritas, seimbang dan
in consequence. Dari defenisi ini dijumpai minoritas.
beberapa unsur sebagai berikut: mayoritas 4. Ada hubungan positif antara tingkat
merupakan kelompok kekuasaan, kelompok pendidikan dengan kualitas integrasi.
tersebut menganggap diri mereka normal Semakin tinggi tingkat pendidikan
dan superior sedangkan kelompok lain semakin tinggi pula kualitas integrasi.
(minoritas) tidak normal dan rendah karena 5. Terdapat hubungan negatif antara status
mempunyai beberapa ciri tertentu, atas dasar sosial ekonomi dengan kualitas integrasi.
anggapan tersebut kelompok lain mengalami Semakin tinggi status sosial ekonomi maka
eksploitasi dan diskriminasi. semakin rendah pula kualitas integrasi.
Edward M. Bruner melihat mayoritas
dalam kaitannya dengan kebudayaan. Dalam METODE PENELITIAN
penelitiannya di Medan dan Bandung Bruner Penelitian ini dilakukan untuk
melihat bahwa ada tidaknya suatu memperoleh data empiris tentang dinamika
kebudayaan mayoritas dominan menentukan konflik dan integrasi dalam interaksi antara
bentuk hubungan antar kelompok di suatu komunitas etnis Madura dan etnis Dayak
wilayah. Medan merupaka suatu kota yang guna menguji hipotesis-hipotesis penelitian.
terdiri dari sejumlah minoritas tanpa adanya Variabel penelitian
suatu kebudayaan dominan sehingga antar Sebagai penelitian survai, penelitian ini
kelompok-kelompok etnis yang ada tidak sekedar deskriptif tetapi lebih jauh juga
berkembang persaingan ketat dan hubungan berusaha melakukan eksplanasi. Karena

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 69
TABEL 2
KISI-KISI KUALITAS INTEGRASI DAN NOMOR ITEM

tujuannya eksplanatif maka survai ini berdasarkan etnik, yaitu 30 orang untuk
disamping menggambarkan karakter tertentu etnik Dayak dan 30 orang untuk etnik
dari populasi juga melakukan uji hubungan Madura.
antar variabel.29 Oleh karena itu terlebih
dahulu ditetapkan variabel penelitian sebagai Metode pengumpulan data dan alat ukur
berikut. yang dipergunakan
1. Variabel bebas: kelompok etnik, Data dikumpulkan dengan menggunakan
kepemelukan agama, kelompok teknik yang bervariasi, sesuai dengan jenis
mayoritas/seimbang/minoritas, tingkat data.
pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. 1. Angket dipakai untuk mengumpulkan
2. Variabel tergantung: kualitas integrasi data tentang etnisitas, agama, tingkat
pendidikan, dan status sosial ekonomi.
Subyek penelitian 2. Penelusuran data sekunder dipergunakan
Unit analisis dari penelitian ini adalah dalam rangka mengidentifikasi data
Sampit, Malang dan Yogyakarta. Karena tentang distribusi kependudukan lokasi
keterbatasan waktu dan luasnya lokasi penelitian
penelitian maka terlebih dahulu dilakukan 3. Skala dimanfaatkan untuk
sampling. Dari ketiga lokasi itu ditetapkan mengumpulkan data tentang kualitas
sampel sejumlah 180 orang, dengan masing- konflik dan integrasi yang telah terjalin
masing lokasi sejumlah 60 orang. Dari 60 antar dua komunitas tersebut.
responden untuk masing-masing lokasi itu Pada tahap pertama data dikumpulkan
lalu dibagi lagi ke dalam dua kelompok melalui angket dan skala. Pada skala ini,

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 70
pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan tentang aspek wawasan, tiga (3) item tentang
dalam sebuah daftar diberi lajur-lajur jawaban aspek sikap dan (3) item tentang aspek
yang tingkat-tingkat kebenarannya perilaku. Sehingga pada tahap ini
ditetapkan oleh skala (alternatif) yang keseluruhan pernyataan berjumlah 90 item.
menyertai pertanyaan itu.30 Ketiga, kesembilan puluh butir itu
Sebagaimana disebutkan di atas, skala sebagian merupakan item yang favourable
digunakan untuk mengetahui kualitas (bila dijawab setuju maka nilanya maksimal
konflik dan integrasi. Skala yang dipakai dan bila dijawab tidak setuju maka nilanya
adalah skala Likert yang penyusunannya minimal)) dan sebagian merupakan item
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.31 unfavourable (bila dijawab setuju maka
Pertama, pembuatan blue print yaitu cetak nilainya minimal dan bila dijawab tidak
biru yang diabstraksikan dari konstruk setuju maka nilainya maksimal). Item-item
teoritis yang dipilih. Mengacu pada defenisi favourable adalah item no. 10, 11, 12, 13, 14,
Ogburn dan Nimkoff32 bahwa integrasi 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 28, 29, 30, 34,
melalui beberapa tahap yaitu akomodasi, 35, 36, 37, 38, 39, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49,
kerjasama, koordinasi dan asimilasi. Masing- 53, 56, 57, 58, 61, 62, 64, 65, 70, 72, 74, 75,
masing fase itu juga memiliki beberapa 76, 79, 81, 82, 84, 86, 88, 89, 90. Dan selain
indikasi. dan dengan menggabungkan nomor-nomor itu berarti item unfavourable.
indikasi-indikasi itu maka dapatlah penulis Dengan urutan kerja seperti itu maka
ambil sepuluh indikasi dari suatu pola diperoleh sembilan puluh item skala kualitas
hubungan sosial yang disebut integrasi itu. integrasi. Kesembilan puluh item itulah yang
Kesepuluh indikasi integrasi itu yang diminta diisikan oleh responden dengan cara
kemudian menjadi kisi-kisi dalam memilih salah satu dari tiga alternatif
penyusunan skala integrasi adalah: (1) tidak jawaban yaitu: S=Setuju, R=Ragu-ragu,
memasalahkan adanya perbedaan-perbedaan, TS=Tidak Setuju.
(2) munculnya usaha-usaha adaptasi, (3)
hadirnya kompromi dan toleransi, (4) adanya Metode analisis data
kerja bersama, (5) adanya reaksi yang sama Untuk menguji hipotesis, teknik analisis
terhadap suatu kejadian, (6) munculnya data yang digunakan adalah analisis statistik
pembagian kerja, (7) berkembangnya dengan teknik analisis
solidaritas, (8) adanya kerjasama yang telah 1) Uji-t untuk hipotesis 1 dan 2
berllangsung lama, (9) adanya harapan- 2) Analisis Variansi 1-Jalur untuk hipotesis 3.
harapan dan kesediaan untuk bekerjasama, 3) Korelasi Product Moment untuk menguji
dan (10) mengakhiri kebiasaan-kebiasaan hepotesis 4 dan 5.
lama atau adanya pengalaman-pengalaman Semua tes ini dibantu program komputer
bersama yang baru. SPS Sutrisno Hadi dan Seno Pamardiyanto.
Kedua, berdasarkan cetak biru tersebut
dikembangkan pernyataan-pernyataan (items) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
yang relevan untuk setiap indikasi itu. Setiap Deskripsi Data
indikasi penulis rumuskan sembilan (9) item Sebagaimana dikemukakan sebelumnya
yang masing-masing terdiri dari tiga (3) item bahwa subyek penelitian ini sebanyak 180

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 71
orang yang terdiri dari masing-masing 30 memiliki solidaritas dan harapan serta
orang untuk etnik Dayak dan 30 orang etnik kesediaan untuk bekerjasama serta memiliki
Madura untuk tiga lokasi yang berbeda. Dari pengalaman bersama yang baru dengan
180 angket itu hanya 150 angket yang komunitas yang tidak berbeda dengan
kembali dengan rincian sebagai berikut; dari mereka.
Sampit kembali 60 angket, dari Yogyakarta
60 angket, dan dari Malang hanya kembali c. Kualitas integrasi Etnis Dayak dan Etnis
30 angket. Dan dari 150 angket itu ada 14 Madura
angket yang tidak terisi secara lengkap, Data yang diperoleh memperlihatkan
dengan demikian hanya 136 angket yang bahwa dalam hubungan antar suku, etnis
akan dijadikan sebagai bahan analisis pada Madura memiliki kualitas integrasi rendah
bab IV ini. paling kecil (10,8%) dibandingkan etnis
a. Norma penilaian kualitas integrasi Dayak (18 %) dan etnis Madura memiliki
Norma penilaian diperlukan untuk kualitas integrasi tinggi paling besar (27,7%)
mengelompokkan proporsi subyek yang dibandingkan dengan etnis Dayak (8,5%).
memiliki kualitas integrasi rendah, sedang Keadaan ini berarti bahwa 27,7% etnis
dan tinggi. Norma penilaian yang digunakan Madura di wilayah penelitian betul-betul
adalah norma kelompok. Karena data tidak lagi memasalahkan perbedaan-
mengikuti distribusi normal maka subyek perbedaan yang ada antara mereka dengan
akan masuk kategori rendah jika skor etnis Dayak. Mereka selalu berusaha
kualitas integrasi yang dimiliki <x-1SD. Jika beradaptasi, berkompromi dan memiliki
skor subyek berada di antara x-1SD dan toleransi terhadap orang Dayak. Ini juga
x+1SD maka digolongkan dalam kategori berarti mereka memiliki banyak pengalaman
sedang. Apabila skor subjek >x+1SD, maka bekerjasama, memiliki solidaritas dan
digolongkan dalam kategori tinggi.33 harapan serta kesediaan untuk bekerjasama
serta memiliki pengalaman bersama yang
b. Kualitas integrasi subjek penelitian baru dengan komunitas orang Dayak.
Dari data yang terekam menunjukkan
bahwa secara umum kualitas integrasi etnis d. Kualitas integrasi dan kepemelukan agama
Dayak dan etnis Madura di lokasi penelitian Data yang diperoleh menunjukkan bahwa
adalah sedang (64%). Sedangkan kualitas di antara dua komunitas agama yang diteliti
integrasi tinggi (17,6%) tidak berbeda jauh ternyata pemeluk Kristen memiliki
dengan kualitas integrasi rendah (18,4%). prosentase kualitas integrasi rendah paling
Kenyataan ini berarti bahwa ada 64 % dari tinggi (33,3%) bila dibandingkan dengan
subyek penelitian ini yang tidak lagi pemeluk Islam (15,7%). Keadaan ini berarti
memasalahkan perbedaan-perbedaan yang bahwa 33,3% umat Kristen di lokasi
ada antara mereka. Mereka berusaha penelitian masih agak memasalahkan
beradaptasi, berkompromi dan memiliki perbedaan-perbedaan yang ada antara
toleransi terhadap orang yang tidak mereka dengan orang Islam, kurang
seagamaawa. Ini juga berarti mereka berusaha beradaptasi, kurang berkompromi
memiliki banyak pengalaman bekerjasama, dan kurang memiliki toleransi terhaddap

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 72
pemeluk Islam. 33,3% pemeluk Kristen terjadi pada situasi mayoritas (26,9%).
kurang ada kerjasama, kurang solider dan Sedangkan prosentase kualitas integrasi tinggi
kurang memeiliki harapan dan kesediaan terjadi pada situasi minoritas. Keadaan ini
untuk bekerjasama serta kurang memiliki berarti bahwa 26,9% kelompok etnis dalam
pengalaman bersama yang baru dengan situasi mereka sebagai mayoritas masih agak
pemeluk Islam. memasalahkan perbedaan-perbedaan yang
Sebaliknya komunitas Islam memiliki ada antara mereka dengan kelompok etnis
kualitas integrasi tinggi lebih besar (23%) bila lain, kurang berusaha beradaptasi, kurang
dibandingkan dengan komunitas Kristen berkompromi dan kurang memiliki toleransi
(4,8%). Keadaan ini berarti bahwa 23% terhadap kelompok etnis lain itu. Sejumlah
pemeluk Islam di lokasi penelitian betul-betul 26,9% dari kelompok etnis sebagai mayoritas
tidak lagi memasalahkan perbedaan- kurang ada kerjasama, kurang solider dan
perbedaan yang ada antara mereka dengan kurang memiliki harapan dan kesediaan
orang Kristen, selalu berusaha beradaptasi, untuk bekerjasama serta kurang memiliki
berkompromi dan memiliki toleransi pengalaman bersama yang baru dengan
terhadap pemeluk Kristen. Ini juga berarti kelompok etnik lain.
23% pemeluk Islam memiliki banyak Sementara itu prosentase kualitas integrasi
pengalaman bekerjasama, solidaritas dan tinggi terjadi pada situasi suatu kelompok
harapan serta kesediaan untuk bekerjasama etnik berposisi sebagai minoritas di suatu
serta memiliki pengalaman bersama yang kelompok (28,9%). Data ini membuktikan
baru dengan pemeluk Kristen. bahwa pada situasi sebagai minoritas,
Namun demikian, sebagian besar pemeluk kelompok etnik tertentu betul-betul tidak lagi
agama (Islam 64,3% dan Kristen 61,9%) memasalahkan perbedaan-perbedaan yang
memiliki kualitas integrasi sedang. Ini artinya ada antara mereka dengan kelompok etnik di
adalah bahwa sebagian besar pemeluk agama luar kelompok etnik mereka, selalu berusaha
di wilayah penelitian tidak memasalahkan beradaptasi, berkompromi dan memiliki
perbedaan-perbedaan yang ada antara toleransi terhadap mereka. Ini juga berarti
mereka yang berbeda agama, berusaha 28,9% kelompok etnik itu memiliki banyak
beradaptasi, berkompromi dan memiliki pengalaman bekerjasama, solidaritas dan
toleransi terhadap pemeluk agama lain. Ini harapan serta kesediaan untuk bekerjasama
juga berarti bahwa sebagian besar pemeluk serta memiliki pengalaman bersama yang
agama ada kerjasama, solider dan memiliki baru dengan kelompok etnik di luar mereka.
harapan dan kesediaan untuk bekerjasama Karena prosentase terbesar ada pada
serta memiliki pengalaman bersama yang kategori kualitas integrasi sedang (63,5 %
baru dengan komunitas agama di luar agama untuk situasi mayoritas, 67,4 % untuk situasi
mereka. seimbang dan 60,5 % untuk situasi minoritas)
maka ini berarti bahwa antar kelompok etnik
e. Kualitas integrasi dan mayoritas-seimbang- Dayak dan etnik Madura pada umumnya
minoritas tidak lagi memasalahkan perbedaan-
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perbedaan yang ada antara mereka. Mereka
prosentase kualitas integrasi rendah terbesar berusaha beradaptasi, berkompromi dan

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 73
memiliki toleransi terhadap orang yang tidak mereka dengan kelompok etnik di luar
seagamaawa. Ini juga berarti mereka kelompok etnik mereka, selalu berusaha
memiliki banyak pengalaman bekerjasama, beradaptasi, berkompromi dan memiliki
memiliki solidaritas dan harapan serta toleransi terhadap mereka. Ini juga berarti
kesediaan untuk bekerjasama serta memiliki lebih banyak anggota kelompok etnik
pengalaman bersama yang baru dengan madura dibanding anggota kelompok etnik
komunitas umat yang tidak seagama dengan Dayak yang memiliki banyak pengalaman
mereka. bekerjasama, solidaritas dan harapan serta
kesediaan untuk bekerjasama serta memiliki
f. Kualitas integrasi Etnis Dayak-Madura dan pengalaman bersama yang baru dengan
mayoritas-seimbang- minoritas kelompok etnik di luar mereka.
Data yang terrekam dari angket penelitian Kedua, pada situasi sebagai minoritas, etnis
ini menunjukkan beberapa fakta sebagai Madura juga memperlihatkan prosentase
berikut. Pertama, pada situasi sebagai kualitas integrasi rendah paling kecil (4,2 %)
mayoritas, etnis Dayak memiliki kualitas di banding etnis Dayak (21,4 %). Pada situasi
integrasi rendah (29,0 %) lebih tinggi di yang sama etnik Dayak juga memiliki kualitas
banding yang dimiliki etnis Madura (23, 8 %). integrasi tinggi paling kecil (7,1 %) dibanding
Pada situasi yang sama etnik Dayak juga yang dimiliki etnik Madura (41,7 %).
memiliki kualitas integrasi tinggi paling kecil Kenyataan ini berarti bahwa pada situasi
(6,5 %) dibanding yang dimiliki etnik Madura sebagai minoritas, kelompok etnik Madura
(14,3 %). memiliki prosentase kualitas integrasi rendah
Kenyataan ini berarti bahwa lebih banyak lebih kecil dan memiliki prosentase kualitas
kelompok etnik Dayak (29,0%) dibanding integrasi tinggi paling besar dibanding
kelompok etnik Madura (23,8 %), dalam kelompok etnik dayak. Dengan kata lain
situasi mereka sebagai mayoritas, yang masih dapat dikatakan bahwa dalam situasi sebagai
memasalahkan perbedaan-perbedaan yang minoritas, jumlah anggota kelompok etnik
ada antara mereka dengan kelompok etnis Madura (41,7 %) lebih besar dibanding
lain, kurang berusaha beradaptasi, kurang anggota kelompok etnik Dayak (7,1 %) yang
berkompromi dan kurang memiliki toleransi betul-betul tidak lagi memasalahkan
terhadap kelompok etnis lain itu. Mereka perbedaan-perbedaan yang ada antara
juga sebagai mayoritas kurang ada kerjasama, mereka dengan kelompok etnik di luar
kurang solider dan kurang memiliki harapan kelompok etnik mereka, selalu berusaha
dan kesediaan untuk bekerjasama serta beradaptasi, berkompromi dan memiliki
kurang memiliki pengalaman bersama yang toleransi terhadap mereka. Ini juga berarti
baru dengan kelompok etnik lain. lebih banyak anggota kelompok etnik
Atau dengan kata lain, dalam situasi Madura dibanding anggota kelompok etnik
sebagai mayoritas, lebih banyak anggota Dayak yang memiliki banyak pengalaman
kelompok etnik Madura (14,3 %) dibanding bekerjasama, solidaritas dan harapan serta
anggota kelompok etnik Dayak (6,5 %) yang kesediaan untuk bekerjasama serta memiliki
betul-betul tidak lagi memasalahkan pengalaman bersama yang baru dengan
perbedaan-perbedaan yang ada antara kelompok etnik di luar mereka.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 74
g. Kualitas integrasi dan tingkat pendidikan berarti bahwa secara umum subyek penelitian
Data yang terrekam dari angket penelitian tidak lagi memasalahkan perbedaan-
ini menunjukkan bahwa prosentase kualitas perbedaan yang ada antara mereka. Mereka
integrasi rendah terbesar terjadi pada tingkat berusaha beradaptasi, berkompromi dan
pendidikan tinggi (24%), Keadaan ini berarti memiliki toleransi terhadap orang yang tidak
bahwa 24% subyek penelitian yang berada seagamaawa. Ini juga berarti mereka
pda tingkat pendidikan tinggi masih agak memiliki banyak pengalaman bekerjasama,
memasalahkan perbedaan-perbedaan yang memiliki solidaritas dan harapan serta
ada antara mereka dengan kelompok etnis kesediaan untuk bekerjasama serta memiliki
lain, kurang berusaha beradaptasi, kurang pengalaman bersama yang baru dengan
berkompromi dan kurang memiliki toleransi komunitas di luar etnis mereka.
terhadap kelompok etnis lain itu. Sejumlah
24% dari subyek penelitian yang adalah h. Kualitas integrasi dan status sosial ekonomi
mereka yang berpendidikan tinggi juga Data yang terrekam dari angket penelitian
kurang ada kerjasama, kurang solider dan ini menunjukkan bahwa prosentase kualitas
kurang memiliki harapan dan kesediaan integrasi rendah terbesar terjadi pada tingkat
untuk bekerjasama serta kurang memiliki ekonomi kuat (23,8%). Keadaan ini berarti
pengalaman bersama yang baru dengan bahwa 23,8% subyek penelitian yang berada
kelompok etnik lain. pada tingkat ekonomi kuat masih agak
Sedangkan prosentase kualitas integrasi memasalahkan perbedaan-perbedaan yang
tinggi terbesar terjadi pada situasi tingkat ada antara mereka dengan kelompok etnis
pendidikan menengah (27,8%). Data ini lain, kurang berusaha beradaptasi, kurang
membuktikan bahwa subyek penelitian yang berkompromi dan kurang memiliki toleransi
tingkat pendidikannya menangahlah yang terhadap kelompok etnis lain itu. Sejumlah
betul-betul tidak lagi memasalahkan 23,8% dari subyek penelitian yang adalah
perbedaan-perbedaan yang ada antara mereka yang berstatus ekonomi kuat juga
mereka dengan kelompok etnik di luar kurang ada kerjasama, kurang solider dan
kelompok etnik mereka, selalu berusaha kurang memiliki harapan dan kesediaan
beradaptasi, berkompromi dan memiliki untuk bekerjasama serta kurang memiliki
toleransi terhadap mereka. Ini juga berarti pengalaman bersama yang baru dengan
27,8% dari subyek penelitian itu memiliki kelompok etnik lain.
banyak pengalaman bekerjasama, solidaritas Sedangkan prosentase kualitas integrasi
dan harapan serta kesediaan untuk tinggi terbesar terjadi pada situasi tingkat
bekerjasama serta memiliki pengalaman ekonomi menengah (19,8%). Data ini
bersama yang baru dengan kelompok etnik di membuktikan bahwa subyek penelitian yang
luar mereka. tingkat ekonominya menangahlah yang
Karena prosentase terbesar ada pada betul-betul tidak lagi memasalahkan
kategori kualitas integrasi sedang (80 % perbedaan-perbedaan yang ada antara
untuk yang berpendidikan dasar, 61,1 % mereka dengan kelompok etnik di luar
untuk yang berpendidikan menengah dan 60 kelompok etnik mereka, selalu berusaha
% untuk yang berpendidikan tinggi) maka ini beradaptasi, berkompromi dan memiliki

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 75
toleransi terhadap mereka. Ini juga berarti Etnis Madura memiliki kualitas integrasi
19,8% dari subyek penelitian itu memiliki lebih tinggi (rerata=229,877) daripada
banyak pengalaman bekerjasama, solidaritas etnis Dayak (rerata=216,155). Dan dari uji
dan harapan serta kesediaan untuk hipotesa juga terlihat bahwa perbedaan itu
bekerjasama serta memiliki pengalaman berada pada taraf signifikansi sangat
bersama yang baru dengan kelompok etnik di signifikan (p=0,000). Dengan demikian
luar mereka. hipotesis pertama penelitian ini terbukti.
Karena prosentase terbesar ada pada 2) Hipotesis kedua penelitian ini berbunyi
kategori kualitas integrasi sedang (72,4% terdapat perbedaan kualitas integrasi
untuk yang berekonomi lemah, 61,6 % untuk antara pemeluk agama Islam dengan
yang berekonomi menengah dan 61,9% pemeluk agama Kristen. Kualitas Integrasi
untuk yang berada pada tingkat ekonomi pemeluk agama Islam lebih besar dari
kuat) maka ini berarti bahwa secara umum kualitas integrasi pemeluk agama Kristen.
subyek penelitian tidak lagi memasalahkan Untuk menguji hipotesis tersebut
perbedaan-perbedaan yang ada antara digunakan metode statistik t-tes dibantu
mereka. Mereka berusaha beradaptasi, program SPS Sutrisno Hadi dan Seno
berkompromi dan memiliki toleransi Pamardiyanto (1995), yang rangkuman
terhadap orang yang tidak seagamaawa. Ini hasilnya bisa dibaca pada tabel-tabel
juga berarti mereka memiliki banyak terlampir.
pengalaman bekerjasama, memiliki Data yang terrekam dari angket
solidaritas dan harapan serta kesediaan untuk penelitian ini menunjukkan bahwa
bekerjasama serta memiliki pengalaman terdapat perbedaan kualitas integrasi)
bersama yang baru dengan komunitas di luar antara pemeluk agama Islam dengan
etnis mereka. pemeluk agama Kristen. Pemeluk agama
Islam memeiliki kualitas integrasi lebih
Hasil pengujian hipotesis tinggi (rerata=224,586) dibanding dengan
1) Hipotesis pertama penelitian ini berbunyi pemeluk agama Kristen (rerata=211,850).
terdapat perbedaan kualitas integrasi Dan dari uji hipotesa juga terlihat bahwa
antara etnis yang berbeda. Kualitas perbedaan itu berada pada taraf
integrasi etnis Madura lebih besar signifikansi sangat signifikan (p=0,006).
dibanding dengan kaulitas integrasi etnis Dengan demikian hipotesis kedua
Dayak. Untuk menguji hipotesis tersebut penelitian ini terbukti.
digunakan metode statistik t-tes dibantu 3) Hipotesis ketiga penelitian ini berbunyi
program SPS Sutrisno Hadi dan Seno terdapat perbedaan kualitas integrasi
Pamardiyanto (1995), yang rangkuman antara kelompok mayoritas, seimbang dan
hasilnya bisa dibaca pada tabel-tabel minoritas.
terlampir. Untuk menguji hipotesis tersebut
Data yang terrekam dari angket digunakan metode statistik Anava A
penelitian ini menunjukkan bahwa dibantu program SPS Sutrisno Hadi dan
terdapat perbedaan kualitas integrasi Seno Pamardiyanto (1995), yang
antara etnis Dayak dan etnis Madura. rangkuman hasilnya bisa dibaca pada

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 76
tabel-tabel terlampir. penelitian ini tidak terbukti.
Data yang terrekam dari angket 5) Hipotesis kelima penelitian ini berbunyi
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara status
terdapat perbedaan kualitas integrasi yang sosial ekonomi dengan kualitas integrasi.
cukup signifikan (F= 4,465 dan p=0,013) Semakin tinggi status sosial ekonomi
antara kelompok mayoritas, seimbang dan semakin rendah kualitas integrasi.
minoritas. Masing-masing kelompok Untuk menguji hipotesis ini digunakan
memiliki mean berbeda: kelompok metode statistik Korelasi Produk Momen
mayoritas (216, 8269), seimbang ( 224, dengan dibantu program SPS Sutrisno
0625) dan minoritas (228,3158. Hadi dan Seno Pamardiyanto (1995) yang
Tetapi bila masing-masing kelompok hasilnya bisa dibaca pada tabel-tabel dalam
dibandingkan satu sama lain maka lampiran penelitian ini.
diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Dari hasil analisa data nampak bahwa
Pertama, kelompok mayoritas memiliki tidak terdapat hubungan negatif yang
perbedaan mean (-11,4889)) bila signifikan antara status sosial ekonomi
dibandingkan dengan kelompok dengan kualitas integrasi (r=0,012 dan p =-
minoritas. Perbedaan itu signifikan (p= 0,888). Dengan demikian hipotesa kelima
0,010). Kedua, bila kelompok seimbang penelitian ini juga tidak terbukti.
dibandingkan dengan kelompok mayoritas
maka perbedaan mean (7,2383) tidak KESIMPULAN
signifikan (p=0,131). Demikian juga halnya Karena penelitian ini bersifat kuantitatif,
bila kelompok seimbang dibandingkan maka pembahasan-pembahasan yang akan
dengan kelompok minoritas maka dilaklukan berangkat dari data-data
perbedaan mean (-4,2506) juga tidak kuantitatif sebagaimana terlihat pada
signifikan (p=0,548). deskripsi data dan uji hipotesis tersebut di
4) Hipotesis keempat penelitian ini berbunyi atas. Selanjutnya pembahasan akan
ada hubungan positif antara tingkat dilakukan pada dua tahap: pertama,
pendidikan dengan kualitas integrasi. pembahasan terhadap hipotesis penelitian
Semakin tinggi tingkat pendidikan yang tidak terbukti yang meliputi hipotesis ke
semakin tinggi pula kualitas intgerasi. empat (tidak ada hubungan yang signifikan
Untuk menguji hipotesis ini digunakan antara tingkat pendidikan dengan kualitas
metode statistik Korelasi Produk Momen integrasi) dan hipotesis kelima (tidak ada
dengan dibantu program SPS Sutrisno hubungan yang signifikan antara status sosial
Hadi dan Seno Pamardiyanto yang ekonomi dengan kualitas integrasi). Kedua,
hasilnya bisa dibaca pada tabel-tabel dalam eksplorasi terhadap data dan hipotesis
lampiran penelitian ini. penelitian yang mendapatkan verifikasi
Dari hasil analisa data terbukti bahwa empiris di lapangan.
tidak terdapat hubungan positif antara 1. Hubungan tingkat pendidikan dengan
tingkat pendidikan dengan dengan kualitas integrasi
kualitas integrasi (r= -0,148 dan p =-0,086). Dugaan bahwa semakin tinggi tingkat
Dengan demikian hipotesa keempat pendidikan seseorang akan diikuti oleh

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 77
semakin tingginya kualitas integrasi yang meski banyak yang muncul secara spontan,
bersangkutan ternyata tidak mendapatkan banyak juga yang butuh rekayasa politik,
verifikasi empiris di lapangan. Berdasarkan penggerak, jaringan organisasi, diskursus
deskripsi data nampak bahwa semakin tinggi untuk mengaktifkannya. Dan itu semua
tingkat pendidikan ternyata justru semakin memang pada umumnya hanya bisa
besar proporsi subyek yang memiliki kualitas dilakukan oleh mereka yang berstatus sosial
integrasi rendah (pendidikan dasar 12%, tidak rendah.
pendidikan menengah 11,1% dan pendidikan
tinggi 24%). 3. Kualitas integrasi dilihat dari etnisitas,
Observasi di lapangan memberikan mayoritas-seimbang-minoritas, dan agama.
informasi bahwa umumnya pelaku konflik Kenyataan yang menarik untuk disimak
berpendidikan rendah. Kenyataan ini dalam deskripsi data adalah bahwa kualitas
bertolak belakang dengan data kuantitatif integrasi etnis Madura lebih baik dibanding
yang diperoleh. Memperhatikan tingginya etnis Dayak. Secara umum, pada kategori
proporsi subyek yang memiliki kualitas kualitas integrasi rendah proporsi etnis
integrasi rendah adalah mereka yang Madura lebih tinggi (25,4%) dibanding etnis
berpendidikan tinggi, maka peneliti menduga Dayak (10,8%). Sebagaimana juga pada
bahwa kelompok kecil dengan kualitas kategori kualitas integrasi tinggi. proporsi
integrasi rendah inilah yang sangat potensial etnis Madura (27,7%) lebih besar dibanding
memprovokasi kelompok lain yang lebih etnis Dayak 8,5%).
besar yang berpendidikan rendah meskipun Bila variabel mayoritas-seimbang-minoritas
sebenarnya mereka ini memiliki kualitas dimasukkan dalam kualitas integrasi antar
integrasi memadai. etnis itu, maka terlihat bahwa etnis Madura
juga memiliki kualitas integrasi lebih tinggi
2. Hubungan status sosial ekonomi dengan daripada etnis Dayak. Pada kategori
kualitas integrasi mayoritas, misalnya, etnis Madura memiliki
Meskipun dalam pengujian hipotesis tidak proporsi kualitas integrasi tinggi (14,3%) lebih
nampak hubungan yang signifikan, tetapi besar dari proporsi etnis Dayak (6,5). Bahkan
deskripsi data menunjukkan bahwa semakin pada kategori minoritas, proporsi etnis
tinggi status sosial ekonomi subyek semakin madura yang memiliki kualitas integrasi
banyak proporsi mereka yang memiliki tinggi (41,7%) jauh lebih besar dari proporsi
kualitas integrasi rendah (ekonomi lemah yang dimiliki etnis Dayak (7,1%).
13,8%, ekenomi menengah 18,6% dan Dengan demikian berbagai sinyalemen
ekonomi kuat 23,8%). Kenyataan ini sejalan yang mengatakan bahwa salah satu faktor
dengan teori yang mengatakan bahwa utama penyebab konflik adalah karena
konflik sosial berupa perebutan kekuasaan arogansi etnis tertentu, dalam hal ini etnis
terjadi pada faksi-faksi yang berbeda di Madura, atau dengan kata lain pendapat yang
kalangan kelas tinggi. Hal ini antara lain mengatakan bahwa etnis Madura memiliki
karena mereka lebih mobil dibanding kualitas integrasi yang rendah, tidak
dengan kelas sosial rendah. menemukan verifikasi empiris dalam
Dalam konflik etnis, menurut Bangura, penelitian ini.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


J U R N A L ILMU-ILMU KEISLAMAN

Afkaruna 78
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa 12
. David Jary & Julia, Collins Dictionary of Sociology…, hlm.
315.
etnis Madura memiliki rerata kualitas 13
. Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta:
integrasi lebih tinggi dibanding etnis Dayak? Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Jawaban terhadap pertanyaan ini nampak Indonesia, 1993) hlm. 141.
14
.Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,
jelas dengan melihat data yang (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm. 181.
terdeskripsikan dalam variabel kepemelukan 15
.David L. Shills (ed.), International Encyclopedia of Social
agama. Pada kategori kualitas integrasi Sciences, (New York: The MacMillan Company and The
Free Press, 1972) hlm. 382.
rendah, pemeluk agama Islam terbukti 16
Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan
memiliki proporsi lebih kecil (15,7%) Sosial, (Bandung: Binacipta, 1979).
17
.Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi…, hlm. 123-126;
dibanding pemeluk Kristen (33,3%).
Kaare Svalastoga, Diferensiasi Sosial, (Jakarta: Bina
Sebagaimana juga halnya pada kategori Aksara, 1989) hlm. 98-99.
kualitas integrasi tinggi, proporsi pemeluk 18
.Paul B. Horton & Hunt, Chester L., Sosiologi, (Jakarta:
Airlangga, 1992) hlm. 60.
Islam (20%), jauh lebih besar dibanding 19
. Parameswara Krishnan, Critical Sociology: Essays in
proporsi pemeluk Kristen (4,8%). Honour of Arthur K. Davis, (Delhi: B.R. Publishing
Dengan demikian data empiris penelitian Corporation, 1995) hlm. 34.
20
. Paul B. Horton & Hunt, Chester L., Sosiologi…, hlm. 60-61.
ini membuktikan bahwa variabel agama 21
. Yusuf Bangura, The Search for Identity: Ethnicity, Religion
memegang peranan penting dalam and Political Violence, Makalah ke-6 World Summit for
menentukan tingkat integrasi dan konflik Social Development, Kopenhagen, 1995.
22
. Masri Singarimbun, “Hak Ulayat Masyarakat Daerah.”
dari hubungan antar etnis Dayak dengan Makalah disampaikan pada Seminar Kebudayaan
etnis Madura. Dayak, Pontianak, 1992. hlm. 56.
23
. Thomas Hylland Eriksen, Ethnicity and Naturalism.
Anthropological Perspective, (Colorado: Pluto Press
CATATAN AKHIR London Boulder, 1993) hlm.12.
1
. Koentjaraningrat, Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi 24
. Hendro Suroyo Sudagung, “Pembinaan bangsa dan
Nasional, (Jakarta: UI-Press, 1993) hlm. 12-9. Karakter Bangsa Melalui Hubungan Antar Suku Bangsa”
2
. Karel Steenbrink, Kawan Dalam Pertikaian: Kaum Kolonial dalam Proyeksi, Universitas Tanjung Pura, 1987, hlm.
Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), (Bandung: 79; Ichlasul Amal & Armaidy, Armawi (ed.), Sumbangan
Mizan, 1995) hlm. 217 Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional,
3
. Karel Steenbrink, Kawan Dalam Pertikaian…, hlm. 211. (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1996) hlm.
4
. Roland Robertson, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi 140.
Sosiologis, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995) hlm. 220. 25
. Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi…, hlm. 139.
5
. Anthony Giddens, Human Societies A Reader, (Cambridge: 26
. Edgar F. Borgotta, Encyclopedia of Sociology..., hlm. 962.
Polity Press, 1992) hlm. 162. 27
Andito (ed.), Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam
6
. Anshari Thayib, dkk. (ed.), Hak Asasi Manusia dan Dialog “Bebas” Konflik, (Bandung: Pustaka Hidayah,
Pluralisme Agama, (Surabaya: Pusat Kajian Strategi dan 1998) hlm. 359.
Kebijakan (PKSK), 1997), hlm. 207-208. 28
. Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi…, hlm. 135-136.
7
. Retnowati, Agama, Konflik dan Integrasi Sosial 29
. Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial,
(Rekonsiliasi Islam dan Kristen Pasca Kerusuhan (Jakarta: Rajawali Pers, 1999) hlm. 23.
Situbondo), tesis tidak diterbitkan pada Program Studi 30
.Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar,
Sosiologi, Program Pasca Sarjana UGM, 2000. Metoda, Teknik, (Bandung: Tarsito, 1989) hlm. 185.
8
.Retnowati, Agama, Konflik dan Integrasi Sosial …, hlm. 31
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial…, hlm
102-104 143
9
.S. Sinansari Ecip, Menyulut Ambon: Kronologi Merambatnya 32
. Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi…, hlm. 124
Berbagai Kerusuhan Lintas Wilayah di Indonesia, 33
.Sutrisno Hadi & Pamardiyanto, Seno, Seri Program
(Bandung: Mizan 1999) hlm.5 Statistik, (Yogyakarta: Universitas Gadjahmada, 1997).
10
. M. Atho’ Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998) hlm. 203-226.
11
. David Jary & Julia, Collins Dictionary of Sociology, DAFTAR PUSTAKA
(Glasgow: Harper Collins, 1991) hlm. 315. Ali, A. Mukti, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia,

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79


Vol. 8 No. 1 Januari - Juni 2012 79
Bandung: Mizan, 1992. Robertson, Roland, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi
Amal, Ichlasul & Armaidy, Armawi (ed.), Sumbangan Ilmu Sosiologis, Jakarta: Rajawali Pers, 1995.
Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Shills, David L. (ed.), International Encyclopedia of Social
Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1996. Sciences, New York: The MacMillan Company and The
Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Free Press, 1972.
Rajawali Pers, 1990. Singarimbun, Masri, “Hak Ulayat Masyarakat Daerah.”
Andito (ed.), Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Makalah disampaikan pada Seminar Kebudayaan
Dialog “Bebas” Konflik, Bandung: Pustaka Hidayah, Dayak, Pontianak, 1992.
1998. ————————————— & Effendi, Sofian, Metode
Bangura, Yusuf, The Search for Identity: Ethnicity, Religion Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1982.
and Political Violence, makalah ke-6 World Summit for Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta:
Social Development, Kopenhagen, 1995. Rajawali Pers, 2000.
Borgotta, Edgar F., Encyclopedia of Sociology. Steenbrink, Karel, Kawan Dalam Pertikaian: Kaum Kolonial
Ecip, S. Sinansari, Menyulut Ambon: Kronologi Merambatnya Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), Bandung:
Berbagai Kerusuhan Lintas Wilayah di Indonesia, Mizan, 1995.
Bandung: Mizan, 1999. Sudagung, Hendro Suroyo, “Pembinaan bangsa dan
Eriksen, Thomas Hylland, Ethnicity and Naturalism. Karakter Bangsa Melalui Hubungan Antar Suku Bangsa”
Anthropological Perspective, Colorado: Pluto Press dalam Proyeksi, Universitas Tanjung Pura, 1987.
London Boulder, 1993. Sumarjan, Selo, Steriotif Etnik, Asimilasi dan Integrasi Sosial,
Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: Jakarta: Pustaka Grafika Kita, 1988.
Rajawali Pers, 1999. Sunarto, Kamanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga
Giddens, Anthony, Human Societies A Reader, Cambridge: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Polity Press, 1992. 1993.
Hadi, Sutrisno & Pamardiyanto, Seno, Seri Program Statistik, Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar,
Yogyakarta: Universitas Gadjahmadda, 1997. Metoda, Teknik, Bandung: Tarsito, 1989.
Horton, Paul B & Hunt, Chester L., Sosiologi, Jakarta: Susanto, Astrid S., Pengantar Sosiologi dan Perubahan
Airlangga, 1992. Sosial, Bandung: Binacipta, 1979.
Jary, David &Julia, Collins Dictionary of Sociology, Galsgow: Svalastoga, Kaare, Diferensiasi Sosial, Jakarta: Bina Aksara,
HarperCollins, 1991. 1989.
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Tanja, Victor I., Pluralisme Agama dan Problema Sosial:
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990. Diskursus Teologi tentang Isu-isu Kontemporer, Jakarta:
Koentjaraningrat, Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Pustaka Cidesindo, 1998.
Nasional, Jakarta: UI-Press, 1993. Thayib, Anshari, dkk. (ed.), Hak Asasi Manusia dan Pluralisme
Krishnan, Parameswara, Critical Sociology: Essays in Honour Agama, Surabaya: Pusat Kajian Strategi dan Kebijakan
of Arthur K. Davis, Delhi: B.R. Publishing Corporation, (PKSK), 1997.
1995. Wirosardjono, Soetjipto, Agama dan Pluralitas bangsa,
Mitchell, G. Duncan, A Dictionary of Sociology, London & Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Henley: Routledge& Keegan Paul, 1968. Masyarakat (P3M), 1994.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1998. Majalah dan Koran:
Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam, Yogyakarta:
ADIL, 19 Maret 2001, 29 Maret 2001.
Pustaka Pelajar, 1998.
REPUBLIKA, 23 Februari 2001.
Mujiana, Potensi Konflik Antar Umat Beragama Dalam
TEMPO, 23 Januari 2000.
Masyarakat Majemuk, tesis tidak diterbitkan pada
Program Studi Ketahanan Nasional, Program Pasca
Sarjana UGM, 1999.
Nottingham, Elizabeth K., Agama dan Masyarakat: Suatu
Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers,
1993.
O’Dea, Thomas F., Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal,
Jakarta: Rajawali Pers, 1987.
Retnowati, Agama, Konflik dan Integrasi Sosial (Rekonsiliasi
Islam dan Kristen Pasca Kerusuhan Situbondo), tesis
tidak diterbitkan pada Program Studi Sosiologi,
Program Pasca Sarjana UGM, 2000.

DOI 10.18196/AIIJIS.2012. 0006. 60-79

View publication stats

You might also like