You are on page 1of 12

Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri ISSN : 2503-488X

Vol. 8, No. 3, 460-471 September 2020

Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.)


pada Perlakuan Jenis Pelarut dan Suhu Ekstraksi serta Korelasi antar Variabel
The Characteristics of Natural Dye Extract of Globe Amaranth (Gomphrena globosa L.) on
The Treatment of Solvent Types and Extraction Temperature and Correlation Between
Variables

Zainul Fikri, Ni Made Wartini*, Luh Putu Wrasiati


PS Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Bukit
Jimbaran, Badung, Kode pos : 80361; Telp/Fax : (0361) 701801

Diterima 19Agustus 2020 / Disetujui 27 Agustus 2020

ABSTRACT

Globe amaranth is one of the flowers contain betacyanin that potentially used as natural dye by
extracting. This research aimed to find out the characteristics of natural dye extract of globe amaranth
on the treatment of solvent types and extraction temperature as well as to determine the correlation
between a total of betacyanin with the yield and color intensity of the natural dye extract of globe
amaranth. This experiment was designed using two factors. The first factor was solvent types consisting
of aquades, ethanol 48 percent, and ethanol 96 percent. The second factor was the extraction
temperature consisting of 25, 35, and 45ºC. The data analysis used a bivariate correlation test. The
results showed the characteristics of the natural dye extract of globe amaranth on the treatment of the
type of solvent and extraction temperature were as follows: yield of 8.65 – 16.13 percent, betacyanin
total 30.01 – 185.51 mg / 100g, brightness level (L*) 12.08 – 17.09, redness level (a*) 8.19 – 10.93, and
yellowish level (b*) 4.77 – 7.87. A total of betacyanin was positively correlated with yield and the
redness level (a*) with correlation coefficient value (r) 0.504 (strong) and 0.986 (very strong) and
determination coefficient value (R2) 0.2541 and 0.9719, while a total of betacyanin was negatively
correlated with the brightness level (L*) and the yellowish level (b*) with the correlation coefficient
value (r) -0.932 (very strong) and -0.907 (very strong) and determination coefficient value (R2) 0.8679
and 0.8226.
Keywords: Gomphrena globosa L., betacyanin, extraction, correlation.

ABSTRAK

Bunga kenop merupakan salah satu bunga yang mempunyai kandungan betasianin yang berpotensi
digunakan sebagai pewarna alami dengan cara diekstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik ekstrak pewarna alami bunga kenop pada perlakuan jenis pelarut dan suhu ekstraksi serta
menentukan korelasi antara total betasianin dengan rendemen dan intensitas warna ekstrak pewarna
alami bunga kenop. Percobaan ini dirancamg menggunakan dua faktor. Faktor pertama yaitu jenis
pelarut yang terdiri atas akuades, etanol 48 persen, dan etanol 96 persen. Faktor kedua yaitu suhu
ekstraksi yang terdiri atas 25, 35, dan 45ºC. Analisis data menggunakan uji korelasi bivariat. Hasil
penelitian menunjukkan karakteristik ekstrak pewarna alami bunga kenop pada perlakuan jenis pelarut
dan suhu ekstraksi adalah sebagai berikut : rendemen 8,65 – 16,13 persen, total betasinain 30,01 –

*Korespondensi Penulis:
Email: md_wartini@unud.ac.id

460
Fikri, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri

185,51 mg/100g, tingkat kecerahan (L*) 12,08 – 17,09, tingkat kemerahan (a*) 8,19 – 10,93, dan tingkat
kekuningan (b*) 4,77 – 7,87. Total betasianin berkorelasi positif dengan rendemen dan tingkat
kemerahan (a*) dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,504 (kuat) dan 0,986 (sangat kuat) sertanilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,2541 dan 0,9719, sedangkan total betasianin berkorelasi negatif
dengan tingkat kecerahan (L*) dan tingkat kekuningan (b*) dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -
0,932 (sangat kuat) dan -0,907 (sangat kuat) serta nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,8679 dan
0,8226.
Kata kunci: Gomphrena globosa L., betasianin, ekstraksi, korelasi.

PENDAHULUAN melaporkan bunga yang berasal dari keluarga


Amaranthaceae banyak mengandung pigmen
Zat pewarna merupakan salah satu alami betasianin, dimana pada bunga kenop
komponen penting baik bagi industri pangan dalam keadaan segar mengandung 130
maupun non pangan untuk menghasilkan mg/100g betasianin.
produk yang lebih menarik. Pada industri Zat pewarna dari bunga kenop dapat
pangan zat pewarna dapat digunakan sebagai diperoleh dengan menggunakan metode
bahan tambahan makanan yang dapat ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses
memperbaiki atau memberi warna pada penarikan kandungan kimia yang dapat larut
makanan (Permenkes RI, 1988). Berdasarkan dari suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah
sumbernya pewarna makanan dari bahan yang tidak dapat larut (Depkes RI,
diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu 2006). Beberapa faktor yang mempengaruhi
pewarna alami dan pewarna sintetik. proses ekstraksi diantaranya yaitu jenis
Penggunaan zat pewarna alami lebih aman pelarut, suhu, konsentrasi pelarut, ukuran
dikonsumsi dikarenakan berasal dari bahan partikel, pH, dan lama ekstraksi (Chew et al.,
alami. Pada dasarnya mengkonsumsi 2011). Faktor jenis pelarut dan suhu ekstraksi
pewarna makanan sintetik dalam jangka dapat mempengaruhi karakteristik ekstrak
waktu yang lama akan berdampak negatif pewarna alami yang dihasilkan. Pemilihan
bagi kesehatan seperti timbulnya penyakit jenis pelarut didasarkan pada nilai konstanta
kanker mulut, kanker kulit, dan kerusakan dielektrum pelarut harus proporsional dengan
otak (Winarno dan Sulistyowati, 1994). polaritas senyawa yang akan diekstrak,
Bunga kenop merupakan bunga yang sedangkan pemilihan suhu ekstraksi
berasal dari Amerika tropis yang kini sudah didasarkan pada suhu maksimum kestabilan
banyak dibudidayakan di Indonesia. Bunga senyawa yaitu kelarutan bahan dan
dengan nama latin Gomphrena globosa L. ini difusifitas akan meningkat seiring kenaikan
merupakan jenis tanaman dari keluarga suhu.
Amaranthaceae yang dapat ditemukan Berdasarkan penelitian yang dilakukan
sepanjang tahun. Pada umumnya bunga oleh Rengku et al. (2017) penggunaan pelarut
kenop berwarna merah tua keunguan, merah akuades pada ekstraksi betasianin buah
muda, atau putih (Dalimartha, 2000). Bunga kaktus merupakan perlakuan terbaik dengan
ini sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai kadungan total betasianin sebesar 15,42
pewarna alami, hal ini dikarenakan mg/100 g. Khuluq et al. (2007) melaporkan
kandungan alami pigmen betasianin yang pada ekstraksi betasianin daun darah,
terkandung di dalamnya. Betasianin penggunaan jenis pelarut akuades dan etanol
merupakan pigmen dengan warna merah dengan rasio 5:5 (v/v) merupakan perlakuan
keunguan dengan nilai serapan maksimum terbaik, hasil yang didapatkan yaitu
pada panjang gelombang 534 – 555 nm rendemen 81,05% dan total betasianin
(Coultate, 1996). Cai et al. (2001) sebesar 45,81 mg/100 g. Hasil ini sesuai

461
Vol. 8, No. 3, September 2020 Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Bunga …

dengan pernyataan Naderi et al. (2012) bunga kenop.


bahwa penggunaan campuran pelarut
akuades-etanol (50:50) dapat secara selektif METODE PENELITIAN
mengekstraksi pigmen betasianin sekaligus
mengendapkan pektin. Tempat dan Waktu
Selain itu perlakuan suhu ekstraksi juga Penelitian ini dilakukan di
terbukti berpengaruh terhadap karakteristik Laboratorium Rekayasa Proses dan
ekstrak pewarna yang dihasilkan. Pengendalian Mutu, Laboratorium Analisis
Berdasarkan Pangan, Laboratorium Teknik Pasca Panen,
penelitian yang dilakukan oleh Roriz et Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
al. (2017), pada ekstraksi betasianin bunga Udayana. Waktu pelaksanaan penelitian pada
kenop penggunaan suhu 25ºC merupakan Januari hingga Maret 2020.
perlakuan terbaik dengan proses ekstraksi
selama 165 menit, jenis pelarut akuades, dan Bahan dan Alat
rasio bahan dengan pelarut 5 g/L. Hasil yang Bahan yang digunakan dalam
didapatkan yaitu rendemen sebesar 51,9 ± 1,4 penelitian ini yaitu bunga kenop yang
% dan total betasianin 45,1 ± 1,3 mg/g. diperoleh dari Jalan Sedap Malam, Desa
Pengaruh suhu ini sejalan dengan pernyataan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota
Yulianti et al. (2008), bahwa betasianin Denpasar, Provinsi Bali. Kriteria bunga
mudah terdegradasi pada suhu di atas 40ºC. kenop yaitu berwarna ungu terang seragam,
Sehingga pada proses ekstraksi betasianin berbentuk bulat, dan tinggi bagian bunga 20-
lebih baik dilakukan pada suhu dibawah atau 25 mm. Bahan kimia yang digunakan yaitu
pada suhu 40ºC. akuades (Bratachem), etanol teknis 96%
Disamping itu analisis korelasi perlu (Bratachem), dan buffer sitrat-pospat pH 5
dilakukan untuk mengetahui keeratan serta (pa) (E. Merck). Peralatan yang digunakan
pola hubungan antar variabel. Kristamtini et dalam penelitian ini antara lain oven (Blue
al. (2017) melaporkan bahwa antosianin total M), rotatory evaporator (Buchi R-300 tipe V),
berkorelasi negatif dengan kecerahan (L*) spektofotometer (Biochrome SN 133467),
dan kemerahan (a*) dengan nilai koefisien timbangan analitik (Shimadzu), vortex
korelasi (r) yaitu sebesar -0,568 dan -0,561, (Barnstead Thermolyne Maxi Mix II),
sedangkan antosianin total berkorelasi positif blender (Philips), timbangan analitik
dengan kekuningan (b*) dengan nilai (Shimadzu), ayakan 80 mesh (Retsch), color
koefisien korelasi (r) sebesar 0,844. reader (Accuprobe HH-06), kompor (Rinnai),
Ekstraksi betasianin dari bunga kenop termometer, dan alat-alat gelas.
belum banyak dilakukan, oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian mengenai Rancangan Percobaan
karakteristik ekstrak pewarna alami bunga Percobaan ini dirancang menggunakan
kenop (Gomphrena globosa L.) pada dua faktor. Faktor pertama adalah jenis
perlakuan jenis pelarut dan suhu ekstraksi pelarut (P) yang terdiri atas tiga taraf, yaitu
serta korelasi antar variabel. Tujuan P1 (Akuades), P2 (Etanol 48 persen), dan P3
penelitian ini yaitu untuk mengetahui (Etanol 96 persen). Faktor kedua yaitu suhu
karakteristik ekstrak pewarna alami bunga ekstraksi (S) yang terdiri atas tiga taraf, yaitu
kenop pada perlakuan jenis pelarut dan suhu S1 (25±2ºC), S2 (35±2ºC), dan S3 (45±2ºC).
ekstraksi serta menentukan korelasi antara Dari 2 faktor diperoleh 9 kombinasi
total betasianin dengan rendemen dan perlakuan dan dianalisis sebanyak dua kali
intensitas warna ekstrak pewarna alami (duplo). Data obyektif yang diperoleh

462
Fikri, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri

dianalisis menggunakan program Microsoft dan kemudian dianalisis


Excel 2010 dan uji korelasi bivariat
menggunakan program SPSS 25. Data Variabel yang Diamati
disajikan dalam bentuk grafik. Variabel yang diamati dalam penelitian
ini yaitu rendemen (AOAC, 1999), kadar
Pelaksanaa Penelitian total betasianin (Eder, 1996), dan intensitas
Preparasi Sampel warna yaitu kecerahan, kemerahan, dan
Bunga kenop dihilangkan kelopaknya kekuningan. (L*, a*, dan b* dalam Weaver,
dan dicuci menggunakan air hingga bersih. 1996).
Selanjutnya dilakukan blansir pada suhu
95±2ºC selama 1 menit dan didinginkan Rendemen Ekstrak (AOAC, 1999)
dengan air mengalir (Pangesti, 2018). Bunga Rendemen dihitung menurut AOAC
kenop kemudian dikeringkan menggunakan (1999). Rendemen merupakan hasil bagi dari
suhu 40±5ºC hingga mudah dihancurkan berat ekstrak yang dihasilkan dibagi dengan
(kadar air 8,44%). Selanjutnya dihaluskan berat bahan baku dikali 100%. Dirumuskan
menggunakan blender dan diayak sebagai berikut :
menggunakan ayakan ukuran 80 mesh. Berat ekstrak kental (g)
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (%) = × 100%
Berat bubuk (g)
Ekstraksi Bunga Kenop
Proses ekstraksi bunga kenop Kadar Total Betasianin (Eder, 1996)
dilakukan dengan metode maserasi. Penentuan kadar total betasianin
Sebanyak 20 gram bubuk bunga kenop dengan metode Eder (1996). Sebanyak 0,01
ditimbang dan ditambah pelarut sesuai gram ekstrak kental dilarutkan dalam pelarut
perlakuan yaitu akuades, etanol 48 persen, buffer sitrat-fosfat pH 5 sebanyak 5 ml.
dan etanol 96 persen sebanyak 220 ml (1:11) Selanjutnya dihomogenkan menggunakan
(b/v) (Yudharini et al., 2016). Selanjutnya vortex (Barnstead Thermolyne Maxi Mix II)
dilakukan proses maserasi pada suhu sesuai dan diukur nilai absorbansinya menggunakan
perlakuan yaitu 25ºC, 35ºC, dan 45ºC selama spektofotometer (Biochrome SN 133467)
24 jam. Selama maserasi, dilakukan dengan panjang gelombang 537 nm dan 600
pengadukan secara manual selama 5 menit nm. Nilai absorbansi dihitung dengan A=
setiap 6 jam. Larutan kemudian disaring 1,095 (λ537 – λ600). Selanjutnya dilakukan
menggunakan kertas saring kasar dan penentuan kadar total betasianin
menghasilkan filtrat I dan residu yang berupa menggunakan persamaan sebagai berikut :
ampas. Residu dibilas dengan pelarut sesuai 𝑚𝑔 A × MW × FP × 1000
perlakuan sebanyak 20 ml dan kemudian 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑡𝑎𝑠𝑖𝑎𝑛𝑖𝑛 ( )=
𝐿 ε ×L
disaring dengan kertas saring kasar dan
menghasilkan filtrat II. Filtrat I dan II yang Keterangan :
diperoleh digabung, kemudian disaring A = Absorbansi
dengan kertas saring Whatman No.1. Filtrat MW = Berat molekul betanin 550 g/mol
yang diperoleh kemudian dievaporasi FP = Faktor pengenceran
menggunakan rotary evaporator vacum pada ɛ = Koefisien ekstensi molar 60.000
suhu 50ºC dengan tekanan 100 mbar. L/mol cm
Evaporasi dihentikan pada saat semua pelarut L = Tebal kuvet (1 cm)
sudah menguap yang ditandai dengan tidak
adanya tetesan pelarut. Ekstrak kental 𝑚𝑔 X × V × 1000 × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑡𝑎𝑠𝑖𝑎𝑛𝑖𝑛 ( )=
tersebut dimasukkan ke dalam botol sampel 100𝑔 W

463
Vol. 8, No. 3, September 2020 Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Bunga …

sebesar 16,13 persen, sedangkan rendemen


Keterangan : ekstrak bunga kenop terendah dihasilkan
X = Konsentrasi persamaan awal pada perlakuan jenis pelarut etanol 96 persen
(mg/L) dan suhu 45ºC yaitu sebesar 8,59 persen.
V = Volume (L) Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan
W = Berat sampel (mg) rendemen ekstrak yang dihasilkan seiring
dengan peningkatan polaritas pelarut yang
Intensitas Warna (Sistem L,a,b dalam digunakan. Nilai polaritas pelarut berbading
Weaver, 1996) lurus dengan nilai konstanta dielektrik
Pengukuran intensitas warna dari pelarut, yaitu akuades merupakan pelarut
ekstrak bunga kenop dilakukan dengan dengan polaritas terbesar dengan nilai
menggunakan color reader, sampel ekstrak konstanta dielektrik sebesar 80,37, kemudian
bunga kenop ditempatkan pada cawan petri etanol 48 persen sebesar 52,34, dan etanol 96
kemudian color reader dihidupkan dan pada persen sebesar 24,30. Semakin tinggi
tombol pembacaan diatur pada L*, a*, b*. polaritas pelarut maka rendemen yang
Tombol L untuk kecerahan (lightness), a dihasilkan semakin tinggi. Hal ini disebabkan
untuk kemerahan dan b untuk kekuningan. ikut terekstraknya senyawa polar lain selain
Intensitas warna diukur dengan menekan betasianin seperti gula selama proses
tombol target. ekstraksi. Hasil ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Lestari et al. (2017)
HASIL DAN PEMBAHASAN tentang ekstraksi senyawa rasa awal pada
daun sindu yang menghasilkan rendemen
Rendemen optimum berturut-turut pada pelarut akuades,
Hasil analisis menunjukkan perlakuan etanol 48 persen, dan etanol 96 persen.
jenis pelarut dan suhu ekstraksi menghasilkan Perlakuan suhu ekstraksi pada semua
rendemen ekstrak pewarna alami bunga jenis pelarut menunjukkan adanya
kenop berkisar antara 8,59 – 16,13 persen. peningkatan persentase rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak pewarna alami bunga dari suhu 25ºC ke 35ºC, namun mengalami
kenop dapat dilihat pada Gambar 1. penurunan pada suhu 45ºC. Damanik et al.
(2014) menyatakan bahwa peningkatan suhu
pada proses maserasi akan mempercepat
perpindahan masa dari solut ke solven,
sehingga nilai koefisien transfer masa dari
suatu komponen akan semakin meningkat.
Pada suhu 35 ºC diperkirakan proses
ekstraksi telah mencapai suhu optimum,
sehingga pada perlakuan suhu 45ºC
menyebabkan penurunan persentase
Gambar 1. Rendemen ekstrak pewarna rendemen ekstrak, hal ini diduga pada suhu
alami bunga kenop pada tersebut senyawa aktif pada bahan telah
perlakuan jenis pelarut dan suhu mengalami kerusakan sehingga proses
ekstraksi. ekstraksi tidak optimal. Penggunaan suhu
yang terlalu tinggi pada proses ekstraksi
Gambar 1 menunjukkan bahwa
dapat mengakibatkan rendahnya rendemen
rendemen ekstrak bunga kenop tertinggi
yang dihasilkan (Margaretta et al., 2011).
dihasilkan pada perlakuan jenis pelarut
akuades dan suhu ekstraksi 35ºC yaitu

464
Fikri, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri

Total Betasianin pelarut akuades-etanol (50:50) dapat secara


Hasil analisis menunjukkan perlakuan selektif mengekstrak pigmen betasianin lebih
jenis pelarut dan suhu ekstraksi menghasilkan tinggi dibandingkan penggunaan etanol.
total betasianin ekstrak pewarna alami bunga Perlakuan suhu ekstraksi menunjukkan
kenop berkisar antara 30,01 – 185,51 menunjukkan bahwa total betasianin
mg/100g. Total betasianin ekstrak pewarna mengalami penurunan seiring peningkatan
alami bunga kenop dapat dilihat pada Gambar suhu ekstraksi yang digunakan pada semua
2. jenis pelarut. Hal ini dikarenakan penggunaan
suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan
kerusakan pada komponen betasianin pada
proses ekstraksi sehingga mengalami
penurunan secara bertahap. Peningkatan suhu
yang digunakan dapat menyebabkan
terdegradasinya betasianin menjadi
dekarboksilat betanin yang menyebabkan
turunya konsentrasi betasianin (Stinzing et
al., 2004). Suhu ekstraksi 45ºC menghasilkan
Gambar 2. Total betasianin ekstrak pewarna konsentrasi total betasianin terendah, hal ini
alami bunga kenop pada diduga terjadi karena senyawa betasianin
perlakuan jenis pelarut dan suhu telah mengalami kerusakan sehingga
ekstraksi. betasianin yang terekstrak mengalami
Gambar 2 menunjukkan total penurunan. Yulianti et al. (2008) menyatakan
betasianin ekstrak bunga kenop tertinggi bahwa pigmen betasianin stabil pada suhu di
dihasilkan pada perlakuan jenis pelarut etanol bawah 40ºC, penggunaan suhu diatas 40ºC
48 persen dan suhu 25ºC yaitu sebesar mengakibatkan terjadinya perubahan warna
185,51±0,67 mg/100g sedangkan total secara cepat dari merah menjadi oranye
betasianin terendah dihasilkan pada kemudian kuning. Hal ini terjadi karena
perlakuan jenis pelarut etanol 96 persen dan terjadinya dekomposisi betasianin akibat
suhu 45ºC yaitu sebesar 30,01±0,53 reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis
mg/100g. Penggunaan jenis pelarut etanol 48 menyebabkan terjadinya dekomposisi
persen menghasilkan total betasianin betasianin menjadi asam betalamat dan siklo-
tertinggi, sedangkan jenis pelarut etanol 96 DOPA 5-O-glikosida (Herbach et al., 2006).
persen menghasilkan total betasianin
terendah. Hasil ini menunjukkan bahwa Tingkat Kecerahan (L*)
penggunaan jenis pelarut dengan polaritas Hasil analisis menunjukkan perlakuan
yang mendekati tingkat polaritas betasianin jenis pelarut dan suhu ekstraksi menghasilkan
akan mengoptimalkan proses ekstraksi dan tingkat kecerahan (L*) ekstrak pewarna alami
memperbesar konsentrasi total betasianin bunga kenop berkisar antara 12,08 – 17,09.
yang dihasilkan. Proses penarikan bahan Nilai kecerahan (L*) menyatakan tingkat
terjadi karena mengalirnya pelarut ke dalam gelap sampai terang dengan kisaran 0 – 100.
sel sehingga terjadi pembengkakan Tingkat kecerahan (L*) ekstrak pewarna
protoplasma, dan bahan yang terkandung alami bunga kenop dapat dilihat pada Gambar
dalam sel akan terlarut sesuai dengan tingkat 3.
kelarutanya (Voight, 1994). Hasil penelitian
ini juga didukung oleh pernyataan Naderi et
al. (2012) bahwa penggunaan kombinasi

465
Vol. 8, No. 3, September 2020 Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Bunga …

menunjukkan terjadinya kerusakan pada


betasianin (Herbach et al., 2006).

Tingkat Kemerahan (a*)


Hasil analisis menunjukkan perlakuan
jenis pelarut dan suhu ekstraksi menghasilkan
tingkat kemerahan (a*) ekstrak pewarna
alami bunga kenop berkisar antara 8,19 –
10,93. Nilai kemerahan (a*) menyatakan
Gambar 3. Tingkat kecerahan (L*) tingkat warna hijau sampai merah dengan
ekstrak pewarna alami bunga kisaran -100 sampai +100. Tingkat
kenop pada perlakuan jenis kemerahan (a*) ekstrak pewarna alami bunga
pelarut dan suhu ekstraksi. kenop dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3 menunjukkan tingkat
kecerahan (L*) ekstrak bunga kenop terendah
pada perlakuan jenis pelarut etanol 48 persen
dan suhu 25ºC yaitu sebesar 12,08±0,10
sedangkan tingkat kecerahan (L*) tertinggi
pada perlakuan jenis pelarut etanol 96 persen
dan suhu 45ºC yaitu sebesar 17,09±0,21.
Tingkat kecerahan (L*) ekstrak bunga kenop
mengalami penurunan berturut-turut pada
perlakuan jenis pelarut etanol 96 persen,
akuades, dan etanol 48 persen. Hasil Gambar 4. Tingkat kemerahan (a*) ekstrak
inimenunjukkan bahwa konsentrasi pewarna alami bunga kenop pada
betasianin yang tinggi dalam ekstrak akan perlakuan jenis pelarut dan suhu
menyebabkan ekstrak berwarna semakin ekstraksi.
gelap dan nilai L* berkurang. Khuluq et al. Gambar 4 menunjukkan tingkat
(2007) menyatakan bahwa konsentrasi kemerahan (a*) ekstrak bunga kenop
betasianin yang rendah menyebabkan tertinggi pada perlakuan jenis pelarut etanol
intensitas warna merah rendah sehingga 48 persen dan suhu 25ºC yaitu sebesar
warna ekstrak tidak terlalu gelap. 10,93±0,13 sedangkan tingkat kemerahan
Perlakuan suhu ekstraksi menunjukkan (a*) terendah pada perlakuan jenis pelarut
menunjukkan bahwa nilai L* mengalami etanol 96 persen dan suhu 45ºC yaitu sebesar
kenaikan seiring peningkatan suhu ekstraksi 8,19±0,23. Tingkat kemerahan (a*) tertinggi
yang digunakan pada semua jenis pelarut. Hal dihasilkan pada jenis pelarut etanol 48 persen
ini dikarenakan kandungan total betasianin dan mengalami penurunan pada jenis pelarut
pada ekstrak mengalami penurunan seiring akuades dan etanol 96 persen. Hasil ini
kenaikan suhu ekstraksi, sehingga warna berhubungan dengan kadar total betasianin
ekstrak akan semakin terang. Khuluq et al. yang dihasilkan pada proses ekstraksi,
(2007) menyatakan bahwa proses pemanasan semakin tinggi total betasianin maka nilai a*
akan mengakibatkan terjadinya kerusakan semakin meningkat. Penggunaan pelarut
pigmen betasianin akibat dekomposisi air:etanol (5:5) menghasilkan kadar
struktur pigmen betasianin sehingga terjadi betasianin yang tinggi sehingga intensitas
pemucatan dan warna semakin terang. warna merah bertambah dan mengakibatkan
Peningkatan nilai kecerahan juga kenampakan ekstrak yang semakin gelap

466
Fikri, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri

(Khuluq et al., 2007). terendah diperoleh pada perlakuan jenis


Perlakuan suhu ekstraksi menunjukkan pelarut etanol 48 persen dan suhu 25ºC yaitu
menunjukkan bahwa nilai a* mengalami sebesar 4,77±0,14 sedangkan tingkat
penurunan seiring peningkatan suhu ekstraksi kekuningan (b*) tertinggi pada perlakuan
yang digunakan pada semua jenis pelarut. jenis pelarut etanol 96 persen dan suhu 45ºC
Peningkatan suhu ekstraksi mengakibatkan yaitu sebesar 7,87±0,08. Tingkat kekuningan
terjadinya kerusakan pada pigmen betasianin (b*) ekstrak bunga kenop mengalami
yang mengakibatkan penurunan konsentrasi penurunan berturut-turut pada perlakuan
betasianin sehingga nilai a* pada ekstrak ikut jenis pelarut etanol 96 persen, akuades, dan
berkurang. Azeredo (2009) dalam Yusmitha etanol 48 persen. Hasil ini menunjukkan
et al. (2017) menyatakan panas atau asam bahwa kadar total betasianin yang tinggi akan
menyebabkan terdegradasinya betasianin berbanding lurus dengan penurunan nilai b*
yang dapat menyebabkan terjadinya ekstrak bunga kenop. Peningkatan nilai b*
isomerisasi, dekarboksilasi atau pembelahan menunjukkan penurunan konsentrasi
yang berakibat terjadinya pengurangan warna betasianin yang memberikan pengaruh warna
merah ungu secara bertahap. Kenaikan dan merah yang lebih besar dibandingkan warna
penurunan intensitas warna merah kuning pada ekstrak (Khuluq et al., 2007).
dipengaruhi oleh kadar betasianin yang Perlakuan suhu ekstraksi menunjukkan
terkandung dalam bahan (Herbach et al. menunjukkan bahwa nilai b* mengalami
2006). kenaikan seiring peningkatan suhu ekstraksi
yang digunakan pada semua jenis pelarut. Hal
Tingkat Kekuningan (b*) ini menandakan terjadinya degradasi pada
Hasil analisis menunjukkan perlakuan betasianin sehingga terjadinya penurunan
jenis pelarut dan suhu ekstraksi menghasilkan pigmen warna merah pada ekstrak.
tingkat kekuningan (b*) ekstrak pewarna Zakharova dan Petrova. (2000) dalam Zyrd
alami bunga kenop berkisar antara 4,77 – dan Christinet. (2003) menyatakan bahwa
7,87. Nilai kekuningan (b*) menyatakan degradasi pigmen betasianin bersifat
tingkat warna biru sampai kuning dengan reversibel dan diikuti oleh sintesis pigmen
kisaran -100 sampai +100. Tingkat kuning betaxantin dalam grup amina dengan
kekuningan (b*) ekstrak pewarna alami peningkatan tingkat kekuningan (b*) disertai
bunga kenop dapat dilihat pada Gambar 5. penurunan tingkat kemerahan (a*).

Korelasi Total Betasianin (X) dengan


Rendemen (Y)
Hasil analisis korelasi total betasianin
dengan rendemen pada perlakuan jenis
pelarut dan suhu ekstraksi ekstrak pewarna
alami bunga kenop dapat dilihat pada Gambar
6.

Gambar 5. Tingkat kekuningan (b*) ekstrak


pewarna alami bunga kenop pada
perlakuan jenis pelarut dan suhu
ekstraksi.
Gambar 5 menunjukkan tingkat
kekuningan (b*) ekstrak bunga kenop

467
Vol. 8, No. 3, September 2020 Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Bunga …

0,0247x + 17,263, y = 0,0157x + 7,7606, dan


Gambar 6. Grafik korelasi total betasianin y = -0,0143x + 8,0803 dan nilai koefisien
Dengan rendemen ekstrak korelasi (r) berturut-turut yaitu -0,932, 0,986,
pewarna alami bunga kenop pada dan -0,907.
perlakuan jenis pelarut dan suhu
ekstraksi.
Gambar 6 menunjukkan korelasi total
betasianin dan rendemen dengan persamaan
regresi linier y=0,0219x + 9,9784 serta nilai
koefisien korelasi sebesar 0,504. Hal ini
menujukkan adanya hubungan positif atau
searah antara variabel total betasianin dengan
rendemen. Artinya kenaikan total betasianin Gambar 7. Grafik korelasi total betasianin
akan diikuti oleh kenaikan rendemen ekstrak. dengan kecerahan ekstrak
Nilai koefisien korelasi sebesar 0,504 pewarna alami bunga kenop pada
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang perlakuan jenis pelarut dan suhu
kuat antara nilai total betasianin dan ekstraksi.
rendemen yang dihasilkan. Nilai koefisien
korelasi >0,5 – 0,75 menunjukkan
interpretasi hubungan yang kuat antara dua
variabel (Sarwono dan Budiono, 2012).
Sedangkan nilai probabilitas berdasarkan uji
korelasi menunjukkan hasil yaitu sig
0,166>0,05 yang menandakan Ho diterima.
Hal ini berarti korelasi antara total betasianin
dengan rendemen tidak memiliki hubungan Gambar 8. Grafik korelasi total betasianin
yang signifikan. Nilai koefisien determinasi dengan kemerahan ekstrak
(R2) yaitu sebesar 0,2541, hasil ini pewarna alami bunga kenop pada
menunjukkan bahwa 25,41 persen keragaman perlakuan jenis pelarut dan suhu
yang muncul pada variabel rendemen dapat ekstraksi.
dijelaskan oleh variabel total betasianin.
Sedangkan sisanya 74,59 persen dipengaruhi
oleh variabel lainya.

Korelasi Total Betasianin (X) dengan


Intensitas Warna (L*, a*, b*) (Y)
Hasil analisis korelasi total betasianin
dengan intensitas warna yaitu kecerahan,
kemerahan, dan kekuningan pada perlakuan
Gambar 9. Grafik korelasi total betasianin
jenis pelarut dan suhu ekstraksi ekstrak
dengan kekuningan ekstrak
pewarna alami bunga kenop dapat dilihat
pewarna alami bunga kenop pada
pada Gambar 7, 8, 9.
perlakuan jenis pelarut dan suhu
Gambar 7, 8, 9 menunjukkan korelasi
ekstraksi.
total betasianin dengan tingkat kecerahan,
Hasil uji korelasi ini menunjukkan
tingkat kemerahan, dan tingkat kekuningan
adanya hubungan yang positif antara total
dengan persamaan regresi linier yaitu y = -

468
Fikri, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri

betasianin dengan tingkat kemerahan (a*), variabel lainya. Nilai koefisien determinasi
artinya semakin tinggi total betasianin yang (R2) pada tingkat kekuningan (b*) yaitu
dihasilkan maka nilai a* juga semakin besar. sebesar 0,8226, yang berarti 82,26 persen
Semakin tinggi konsentrasi betasianin dalam keragaman yang muncul pada variabel
ekstrak memberikan kontribusi warna merah tingkat kekuningan (b*) dapat dijelaskan oleh
yang lebih tinggi (Khuluq et al., 2007). variabel total betasianin, sedangkan 17,74
Sedangkan pada tingkat kecerahan (L*) dan persen dipengaruhi oleh variabel lainya.
kekuningan (b*) menunjukkan hubungan Nilai koefisien determinasi (R2)
yang negatif atau berlawanan arah. Hal ini tertinggi pada penelitian ini terdapat pada
berarti semakin tinggi total betasianin maka nilai tingkat kemerahan (a*) yaitu sebesar
nilai L* dan nilai b* pada ekstrak akan 0,9719, hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin berkurang. Hasil ini sesuai dengan total betasianin memiliki peranan yang
penelitian Kristamtini et al. (2018) bahwa paling dominan terhadap tingkat kemerahan
variabel tingkat kecerahan (L*) dan tingkat (a*) yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh
kekuningan (b*) berkorelasi negatif dengan penelitian Kristamtini et al. (2017) yang
antosianin total. Nilai koefisien korelasi (r) menyatakan bahwa nilai koefisien
menunjukkan adanya hubungan yang sangat determinasi (R2) dapat menjelaskan
kuat antara total betasianin dengan tingkat keragaman yang muncul pada kandungan
kecerahan, kemerahan, dan kekuningan. Nilai antosianin total oleh variabel warna (L*, a*,
koefisien korelasi >0,75 – 0,99 menunjukkan b*).
interpretasi hubungan yang sangat kuat
(Sarwono dan Budiono, 2012). Berdasarkan KESIMPULAN DAN SARAN
uji korelasi antara total betasianin dengan
tingkat kecerahan (L*) dan tingkat Kesimpulan
kemerahan (a*) menunjukkan nilai Berdasarkan penelitian yang telah
probabilitas 0,000 sedangkan dengan tingkat dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa
kekuningan (b*) menunjukkan nilai hal sebagai berikut:
probabilitas 0,001. Nilai probabilitas <0,01 1. Karakteristik ekstrak pewarna alami
menandakan Ho ditolak, yang artinya bunga kenop pada perlakuan jenis pelarut
terdapat hubungan korelasi yang signifikan dan suhu ekstraksi adalah sebagai berikut
antara total betasianin dengan intensitas : rendemen 8,65 – 16,13 persen, total
warna dengan tingkat kepercayaan 99 persen. betasinain 30,01 – 185,51 mg/100g,
Nilai koefisien determinasi (R2) antara tingkat kecerahan (L*) 12,08 – 17,09,
total betasianin dengan tingkat kecerahan tingkat kemerahan (a*) 8,19 – 10,93, dan
(L*) yaitu sebesar 0,8679. Hasil ini tingkat kekuningan (b*) 4,77 – 7,87.
menunjukkan 86,79 persen keragaman yang 2. Total betasianin berkorelasi positif
muncul pada variabel tingkat kecerahan (L*) dengan rendemen dan tingkat kemerahan
dapat dijelaskan oleh variabel total (a*) dengan nilai koefisien korelasi (r)
betasianin, sedangkan 13,21 persen sebesar 0,504 (kuat) dan 0,986 (sangat
dipengaruhi oleh variabel lainya. Sedangkan kuat) serta nilai koefisien determinasi
pada tingkat kemerahan (a*) nilai koefisien (R2) sebesar 0,2541 dan 0,9719,
determinasi (R2) yaitu sebesar 0,9719, sedangkan total betasianin berkorelasi
artinya 97,19 persen keragaman yang muncul negatif dengan tingkat kecerahan (L*)
pada variabel tingkat kemerahan (a*) dapat dan tingkat kekuningan (b*) dengan nilai
dijelaskan oleh variabel total betasianin, koefisien korelasi (r) sebesar 0,932
sedangkan 2,81 persen dipengaruhi oleh (sangat kuat) dan 0,907 (sangat kuat)

469
Vol. 8, No. 3, September 2020 Karakteristik Ekstrak Pewarna Alami Bunga …

serta nilai koefisien determinasi (R2) Bahan Tambahan Makanan.


sebesar 0,8679 dan 0,8226. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Saran Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan
disarankan menggunakan jenis pelarut etanol Obat Indonesia. Depkes RI, Jakarta
48 persen serta suhu ekstraksi 25ºC untuk Eder, R. 1996. Handbook of Food Analysis,
menghasilkan ekstrak pewarna alami bunga Volume I. Marcel Dekker Inc, New
kenop. Perlu dilakukan pengulangan minimal York.
sebanyak dua kali pada penelitian serta Khuluq, A. D., S. B. Widjanarko, dan E. S.
perlakuan lanjutan seperti enkapsulasi Murtini. 2007. Ekstraksi dan stabilitas
sehingga dapat diaplikasikan pada bahan betasianin daun darah (Alternanthera
pangan. dentata) (kajian perbandingan pelarut
air:etanol dan suhu ekstraksi). Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Teknologi Partanian. 8(3): 172-181.
Kirsten, M., Herbach, F. C. Stinzing, and R.
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis Carle. 2006. Betalain stability and
(15th Ed.). K. Helrich (Ed.), Virginia. degradation structural and chromatic
Cai, Y., M. Sun, and H. Corke. 2001. aspec. Journal of Food Science. 71(4):
Identification and distribution of simple 41-50.
and acylated betacyanins in the Kristamtini., Taryono, P. Basunanda, dan
Amaranthaceae. Journal of Agricultural R.H. Murti. 2017. Korelasi kandungan
and Food Chemistry. 49: 1971-1978. antosianin total dengan peubah warna
Chew, K. K., S.Y. Ng, Y.Y. Thoo, M.Z. (L*, a*, b*) dan penanda mikrosatelit
Khoo, W.A.I. Mustapha, and C.W. Ho. pada beras hitam. Penelitian Pertanian
2011. Effect of ethanol concentration, Tanaman Pangan. 1(2): 115-123.
extraction time and extraction Lestari, N., S. Priyono, dan D. Raharjo. 2017.
temperature on the recovery of phenolic Ekstraksi senyawa rasa awal pada daun
compounds and antioxidant capacity of sindu (Scorodocarpus borneensis)
Centella asiatica extracts. International dengan pelarut etanol dan aquades.
Food Research Journal. 18: 571–578. Jurnal Sains Mahasiswa Pertanian.
Coultate, T. P. 1996. Food the Chemistry of 6(7): 1-9.
Its Components, 3 rd edition. The Margaretta, S., S.D. Handayani, N.
Royal Society and Chemistry Indraswati, dan H. Hindarso. 2011.
Company, Cambridge. Ekstraksi senyawa phenolic Pandanus
Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat amaryllifolius Roxb. sebagai
Indonesia Jilid II. Trubus Agriwidya, antioksidan alami. Widya Teknik.
Jakarta. 10(1): 21-30.
Damanik, D. D. P., N. Surbakti, dan R. Naderi, N., H. M. Ghazali, A. S. M. Hussin,
Hasibuan. 2014. Ekstraksi katekin dari M. Amid, and M. Y. A. Manap. 2012.
daun gambir (Uncaria gambir Roxb.) Characterization and quantification of
dengan metode maserasi. Jurnal Teknik dragon fruit (Hylocereus polyrhizus)
Kimia USU. 3(2): 20-14. betacyanin pigment extracted by two
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. procedure. Pertanika Journal of
1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI Tropical Agricultural Science. 35: 33-
No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang 40.

470
Fikri, dkk. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri

Pangesti, D. R. H. 2018. Identifikasi Pigmen Weaver, C. 1996. The Food Chemistry


dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Laboratory. CRC Press, Boca Raton,
Buah Naga. Skripsi (S1). Tidak New York, London, Tokyo.
Dipublikasi. Fakultas Teknologi Winarno, F. G. dan R. T. Sulistyowati. 1994.
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Bogor. Kontaminan. Gramedia, Jakarta.
Rengku, P. M., A. Ridhay, dan Yudharini, G. A. K. F., A. A. P. A. S.
Prismawiryanti. 2017. Ekstraksi dan uji Wiranata, dan N. M. Wartini. 2016.
stabilitas betasianin dalam ekstrak buah Pengaruh perbandingan bahan dengan
kaktus (Opuntia elatior Mill). Kovalen pelarut dan lama ekstraksi terhadap
Jurnal Riset Kimia. 3(2): 142-149. rendemen dan karakteristik ekstrak
Roriz, C.B., L. Barros, M.A. Prieto, P. pewarna dari buah pandan (Pandanus
Morales, and I. C. F. R. Ferreira. 2017. tectorius). Jurnal Rekayasa dan
Floral parts of Gomphrena globosa L.. Manajemen Agroindustri. 4(3): 36-46.
As a novel alternative source of Yulianti, H., R. Hastuti, dan D. S. Widodo.
betacyanins: optimization of the 2008. Ekstraksi dan uji kestabilan
extraction using response surface pigmen betasianin dalam kulit buah
methodology. Food Chemistry. 229: naga (Hylocereus polyrhizus) serta
223-234. aplikasinya sebagai pewarna tekstil.
Sarwono, J., dan H. Budiono. 2012. Statistik Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 11(3):
Terapan : Aplikasi untuk Riset Skripsi, 84-89.
Tesis, dan Disertasi Menggunakan Yusmita, L., A. Kasim, dan H. Nurdin. 2017.
SPSS, AMOS, dan Excel. Elex Media Pengaruh suhu ekstraksi dan
Komputindo, Jakarta. konsentrasi asam sitrat terhadap
Stinzing, F. C., and R. Carle. 2004. pigmen betasianin daun kremah merah
Functional properties of anthocyanins (Alternanthera dentata) dan aplikasinya
and betalains in plants, food, and in pada pangan. Pro Food Jurnal Ilmu dan
human nutrition. Trends in Food Teknologi Pangan. 3(1): 178-185.
Science & Technology. 15(1): 19-38. Zyrd, P. J. and C. Laurant. 2003. Betalain
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Pigments.Universite de Lausanne,
Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani, Switzerland.
N. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.

471

You might also like