Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Aluminum recycling has a number of key environmental and economic benefits. With these energy
and cost savings in mind, many producers now have targets of increasing their usage of secondary
materials. However, the accumulation of impurities in these recycled material streams may provide
a significant compositional barrier to these goals. A growing number of studies and literature
suggest that accumulation of unwanted elements is a growing problem; for the case of aluminum,
the list of problematic impurities is quite large, including but not limited to Si, Mg, Ni, Zn, Pb, Cr,
Fe, Cu, V, and Mn. The removal of unwanted elements in the scrap stream is dictated by the energy
considerations of the melt process. Compared to many metals, it is challenging to remove tramp
elements from aluminium. Therefore, with no simple thermodynamic solution, producers must
identify strategies throughout the production process to mitigate this elemental accumulation.
There are a variety ofsolutions to deal with accumulation of undesired elements; each presents a
trade-off between cost and efficacy (tramp removal). Dilution with primary is the most common
solution used in industry today; this has a negative impact on recycling as the required dilution
results in a compositionally determined cap to recycling rates. This article provides an overview
of the aluminum content in aluminium cans and how to purify them, as well as the benefits of
recycling the aluminum.
Keywords: Aluminum alloy, Recycling, Aluminum cans, 𝛾 Aluminum
Pendahuluan
Lingkungan hidup adalah semua benda yang hidup (biotik) dan yang tidak hidup (abiotik) serta
kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Antara manusia dan lingkungan terdapat
hubungan timbal balik, manusia mempengaruhi lingkungannya begitu juga sebaliknya. Jika
lingkungan tercemar maka manusia akan merasakan dampaknya. Persoalan lingkungan yang ada
hampir selalu ditimbulkan oleh ulah manusia dan kegiatan produksi yang dilakukannya. Kedua
aktivitas ini merupakan sumber pencemaran lingkungan karena menggunakan dan menghasilkan
zat atau bahan yang berbahaya yang tidak dapat di daur ulang.
Kegiatan produksi selain menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi juga menghasilkan
limbah, berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah-limbah tersebut akan menyebabkan
pencemaran lingkungan meliputi pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran tanah.
Pencemaran tanah dapat terjadi akibat penggunaan pupuk secara berlebihan, penggunaan pestisida
dan pembuangan limbah yang tidak dapat terurai. Saat ini banyak dijumpai limbah yang tidak
dapat diurai seperti plastik, karet, kaleng, dan botol, karena manusia cenderung menginginkan
kemudahan dan keindahan dalam hidupnya. Botol minuman dibuat dari kaleng dan plastik agar
ringan dan tidak pecah bila terjatuh. Menjinjing makanan lebih menarik dan bersih dengan kantong
plastik daripada dibungkus dengan daun pisang atau daun jati. Penggantian bahan-bahan tersebut
dari segi ekonomi lebih menguntungkan tetapi jika dilihat dari dampak lingkungan hal tersebut
merugikan karena akan menambah jumlah limbah yang tidak dapat diurai. Akibatnya
pencemaran lingkungan semakin bertambah.
Limbah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia karena setiap aktifitas manusia
cenderung menghasilkan limbah atau buangan. Jumlah/volume sampah sebanding dengan tingkat
konsumsi manusia terhadap barang/material yang digunakan sehari-hari. Salah satu limbah yang
banyak ditemukan di lingkungan adalah limbah kaleng. Jika disebutkan satu per satu banyak sekali
limbah kaleng yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Proses daur ulang akan
menghemat energi dan eksploitasi sumber daya alam sekaligus mengurangi timbunan sampah di
TPA.
Selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan timbunan sampah di TPA, proses daur ulang
juga dapat menambah nilai ekonomis dari limbah kaleng terutama recovery dari logam-logam
seperti aluminium, seng, timah, atau besi. Dugaan kuat bahwa beberapa kaleng bekas mengandung
aluminium dengan kadar yang bervariasi, mengingat aluminium mempunyai sifat tahan korosi,
ringan dan mudah di dapat sehingga memungkinkan untuk dijadikan bahan baku kaleng.
Kandungan aluminium dalam kaleng bekas juga memberi peluang untuk diolah menjadi bahan
yang lebih bermanfaat, seperti pembuatan tawas dari aluminum maupun menjadi bongkahan
aluminium baru yang diolah dengan cangkang telur. Mengingat banyaknya minuman ringan yang
diproduksi dan menggunakan kemasan kaleng serta dampak yang ditimbulkan terhadap
lingkungan, maka terlebih dahulu diperlukan penelitian terhadap kandungan aluminium dari
beberapa jenis kaleng minuman ringan. Selanjutnya kaleng bekas yang mengandung aluminium
akan diolah lebih lanjut.
Metode
Review ini dibuat di Program Pascasarjana Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang dalam rangka melengkapi tugas ujian akhir
semester mata kuliah Kimia Kimia Analitik. Penulisan review ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data-data beberapa jurnal sebagai acuan dan sumber informasi.
Tujuan Penulisan
Penulisan review ini bertujuan untuk menjelaskan kandungan aluminium pada kaleng
bekas, proses pengolahan aluminium dari kaleng bekas serta menjelaskan manfaat dari aluminium
yang berasal dari kaleng bekas.
Hasil dan Pembahasan
A. Kandungan Aluminium Dalam Kaleng Bekas
Aluminium merupakan logam yang memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih ringan dari
pada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dapat menahan
masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang . Tetapi
penggunaan Aluminium murni sebagai bahan kemasan juga mempunyai kelemahan yaitu
kekuatan (rigiditasnya) kurang baik dibanding dengan aluminium paduan, sukar disolder
sehingga susunannya tidak rapat dan dapat menimbulkan lubang pada kemasan, harganya
lebih mahal dan mudah mengalami perkaratan sehingga harus diberi lapisan tambahan.
Kaleng minuman ataupun kaleng makanan biasanya merupakan campuran dari beberapa
logam termasuk logam aluminium. Oleh karena itu, kaleng-kaleng bekas tersebut bisa
dimanfaatkan kembali (daur ulang) sehingga didapatkan logam aluminium yang bersih dari
campuran logam-logam lain sebagai pengotor. Kandungan aluminium dalam kaleng bekas
dapat diketahui dengan cara menganalisisnya menggunakan Atomic Absorbtion
Spectrophotometer atau Spektrofotometri Serapan atom (AAS). Spektrofotometri Serapan
atom adalah suatu metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang
berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi alat-alat gelas (erlenmeyer, gelas ukur,
gelas beker), corong buchner, batang pengaduk, neraca analitik, gunting, amplas,
turbidimeter varian DMS 80 UV visible spektrofotometer dan spektrofometer serapan atom
AA-6200.
Cara Kerja
Pembuatan larutan standar aluminium 1000 ppm
Ditimbang 3,9444 g AlCl3 kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan
diencerkan dengan aquades sampai tanda batas lalu dikocok dan diperoleh larutan 1000
ppm. Pembuatan larutan standar aluminium 25, 50, 100 dan 150 ppm Dipipet sebanyak 2,5
;5; 10 dan 15 mL larutan standar aluminium 1000 ppm kemudian dimasukkan ke dalam 4
buah labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas, lalu dikocok.
Kurva Kalibrasi
Hasil pengukuran absorbansi larutan standar pada panjang gelombang 309,3 nm disajikan
pada Tabel 1.
Kurva kalibrasi yang diperoleh berdasarkan data di atas berupa garis lurus (Gambar 2)
dengan persamaan regresi : y = 0,0006x + 0,0022 dan koefisien korelasi (r) 0,9915. Ini
menunjukkan bahwa ada korelasi yang linier antara konsentrasi dengan absorbansi.
Persamaan regresi tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi aluminium dalam
masing-masing sampel A, B, C, D, E dan F.
Kurva Kalibrasi Standar Aluminium
Absorbansi rata-rata
Metode AAS dipilih karena pengerjaannya relatif sederhana tetapi mampu menganalisis
kandungan logam dalam jumlah yang kecil (kurang dari 1 ppm). Berdasarkan berbagai
sumber, kandungan aluminium dalam kaleng bekas (kaleng minuman seperti coca-cola,
sprite, dll) berkisar antara 1,41% dan 16,04%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agunsoye, J.O, et al., kandungan aluminium
yang terdapat dalam kaleng aluminium dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Pemisahan magnetik adalah cara untuk memisahkan komponen mineral berdasarkan sifat
kemagnetan mineral-mineral yang akan dipisahkan. Biasanya, pada pemisahan ini
terdapat alat seperti ban yang berjalan dengan bahan yang ingin dipisahkan melewati alat
lain yang dilengkapi dengan magnet NdFeB. Saat bahan atau mineral ini mendekati
magnet, bagian feromagnetik (terutama baja dan beberapa besi) tertarik ke magnet dan
ditarik ke tempat yang terpisah, sementara bagian non-ferrous jatuh ke tempat lainnya.
Teknologi ini digunakan secara luas di industri kaleng aluminium bekas. Keterbatasan
utamanya adalah pemisahan lebih lanjut mungkin masih mengandung banyak bagian yang
terkontaminasi yang tidak bersifat magnetis seperti plastik, kaca, karet, baja tahan karat,
tembaga, seng, magnesium, dll.
b. Penyaringan (Filtration)
Filtrasi adalah cara menghilangkan partikel-partikel dan inklusi yang tidak diinginkan;
Dua jenis yang paling umum adalah cake filtration dan deep bed filtration. Dalam cake
filtration, logam cair dilewatkan melalui filter atau saringan kecil; partikel dan inklusi
akan berhenti dan mulai menumpuk, membentuk cake. Karena cake ini semakin besar,
kemampuan penyaringannya meningkat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
bahwa filtrasi cake berhasil menghilangkan inklusi yang lebih besar dari 0,03 cm. Jenis
filtrasi yang lebih sering digunakan dalam operasi peleburan aluminium adalah deep bed
filtration. Saringan yang jauh lebih besar dengan jalur porositas yang lebih kompleks
digunakan dalam filtrasi ini sehingga meningkatkan lelehan jalur partikel dan inklusi yang
dilalui. Partikel ini kemudian terperangkap dalam saringan melalui gesekan, kurungan,
kekuatan elektrostatik, dan ikatan kimia.
c. Destilasi (Destilation)
Selanjutnya, batangan aluminium dihomogenisasi pada suhu 500 ° C selama 2 jam. Jenis
tungku listrik (Sola Basic SB Lindberg) digunakan selama pekerjaan ini untuk
menghomogenkan dan memberi solusi pada batangan paduan aluminium dan sampelnya.
Pada penambahan KOH 20% reaksi berjalan cepat dan bersifat eksoterm karena
menghasilkan kalor. Reaksi yang terjadi adalah :
2Al + 2KOH + 6H2O → 2K[Al(OH)4] + 3H2
Dalam reaksi ini terbentuk gas H2 yang ditandai dengan munculnya gelembunggelembung
gas. Gelembung-gelembung gas hilang setelah semua aluminium bereaksi. Untuk
menghindari terbentuknya Al(OH)3 maka KOH 20% ditambahkan berlebih. Pada tahap
ini, dilakukan pemanasan untuk mempercepat reaksi. Filtrat yang diperoleh ditambah
H2SO4 6 M kemudian disaring untuk menghilangkan pengotor-pengotornya. Reaksi yang
terjadi
adalah :
2K[Al(OH)4]+ H2SO4→2Al(OH)3 + K2SO4 + 2H2O
Penambahan larutan H2SO4 dilakukan agar seluruh senyawa K[Al(OH)4] dapat bereaksi
sempurna. Al(OH)3 yang terbentuk langsung bereaksi dengan H2SO4 dengan persamaan
reaksi sebagai berikut:
2Al(OH)3 + 3H2SO4 → Al2(SO4)3 + 6H2O
Kristal alum (tawas) yang diperoleh dicuci dengan larutan etanol 50% yang bertujuan
untuk menyerap kelebihan air dan mempercepat pengeringan. Kemudian, tawas pun akan
didapatkan.
Gambar 7. menunjukkan hasil SEM dari campuran kaleng alumnium dan cangkang telur
masing-masing adalah (a) 2% berat dan (b) 12% berat. Terlihat dari hasil mikrograf
bahwa partikel telur tersebar secara merata dalam matriks alumnium dan Gambar 7b
menunjukkan bahwa jumlah butir cangkang telur yang terdistribusi lebih banyak
dibandingkan Gambar 7a. Hal ini disebabkan karena tingginya % berat (12%) partikel
cangkan telur dan efektifnya pengadukan lelehan campuran sebelum dimasukkan ke
dalam cetakan.
Tensile Properties
Gambar 8a-f menunjukkan hasil uji tarik yang dilakukan baik pada sampel kaleng
aluminium maupun campuran aluminium/cangkang telur. Gambar 4a adalah gambaran
hasil elastisitas pada sumbu y dan % berat penambahan partikel telur pada sumbu x.
Berdasarkan gambar menunjukkan adanya peningkatan modulus elastisitas karena %
berat penambahan partikel kulit telur juga meningkat dari 2 menjadi 10% sedangkan dari
10 sampai 12% berat penambahan partikel cangkang telur, kenaikannya minimal. Hal ini
menjelaskan bahwa penurunan efisiensi penguatan partikel kulit telur karena kenaikan
berat mencapai titik jenuh dalam matriks aluminium (Gambar 4e-f). Pada Gambar 4b,
tegangan luluh juga meningkat sehingga terbentuk garis seperti linier karena % berat
penambahan partikel cangkang telur juga meningkat.
Gambar 8. Tensile Property Graphs: (a) Modulus of elasticity; (b) Yield Stress; (c) Increase in
Yield Stress; (d) Tensile Strain at Break; (e) Tensile Strength at Break with % Weight of
Eggshell Particles Addition (f) % Contribution to Yield Stress with 2 % Eggshell Particle
Stepwise Addition.
Secara umum, kenaikan modulus elastisitas dan tegangan luluh dengan kenaikan % berat
disebabkan oleh peningkatan densitas partikel cangkang telur di dalam matriks
aluminium (Gambar 3a-b). Seiring % berat partikel telur meningkat, terjadi pelepasan
dislokasi yang menghasilkan penguatan campuran atau komposit aluminium/cangkang
telur. Juga, pelepasan CO2 pada pemanasan 670°C dari kalsit menghasilkan pembentukan
kalsium oksida yang stabil. Kalsium oksida terdistribusi secara merata di dalam matriks
dan menimpa gerakan dislokasi. Hal ini juga berkontribusi terhadap peningkatan
kekuatan campuran atau komposit aluminium/cangkang telur. Gambar 4c-d menunjukkan
variasi regangan dan kekuatan regangan dengan % berat penambahan cangkang telur.
Gambar 4c menunjukkan penurunan regangan tarik sementara Gambar 4d menunjukkan
peningkatan kekuatan tarik karena % berat penambahan partikel cangkang telur
meningkat. Tren penurunan pada regangan tarik mungkin disebabkan oleh kerapuhan
kalsit yang merupakan komponen utama kulit telur dan kemudian karbon, boron dan
fosfor hadir dalam cangkang telur dalam jumlah yang lumayan banyak.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Adans, et al., (2016: 977-982) bahwa 𝛾
alumina dapat dibuat dari kaleng aluminium bekas. Serbuk aluminium yang digunakan
untuk produksi alumina diperoleh melalui kaleng aluminium bekas yang digiling pada
penggilingan berenergi tinggi menggunakan alat pabrik. Lelehannya kemudian dibentuk
dan dikeluarkan dari menggunakan pelarut pernis dan kemudian kalengnya dipotong
menjadi 5 mm persegi. Materinya diproses di pabrik attritor horisontal, dirancang dan
dirakit oleh Coelho. Penggilingan dilakukan pada 1000 rpm selama 1 jam.
Untuk membandingkan sifat tekstural γ-alumina yang dihasilkan dari serbuk aluminium
dengan alumina yang dibuat dengan metode konvensional, material tersebut juga
diperoleh dengan penambahan secara simultan larutan aluminium nitrat 250 mL (1,0 mol
L-1) dan 200 mL ammonium hidroksida terkonsentrasi (30-32%) ke dalam gelas berisi air
(100 mL) di bawah pengadukan konstan pada pH 9-10. Setelah penambahan reaktan,
sistem dijaga selama 24 jam. Kemudian, bahan putih disentrifugasi dan dicuci dengan
amonium hidroksida, dan gel yang diperoleh dikeringkan (110oC, 24 jam), dilumasi
dengan batu akik, diayak (100-200 mesh) dan dikalsinasi pada 800oC selama 4 jam.
Hasilnya mirip dengan sampel yang disiapkan dengan metode yang diusulkan. Sampel ini
diidentifikasi sebagai CA. Padatan yang dikalsinasi berwarna putih.
Gambar 9 menunjukkan pengaitan TGA dan DTG (turunan) dari sampel LS1000-1 dan
LA1000-1, yang tidak dikalsinasi (NC), dibuat dari serbuk aluminium. Kurva
menunjukkan tiga daerah kehilangan massa. Tinju, antara 22 e 117oC, dengan nilai
kehilangan massa sekitar 14%, berhubungan dengan penguapan air yang teradsorbsi
secara fisik pada padatan19,20. Untuk LS1000-1, kehilangan massa yang dapat diamati
dengan lebih baik oleh puncak DTG pada kisaran 180-340oC berasal dari pelepasan air
chemisorbed, yang berlangsung sekitar 250oC. Dalam hal ini, dekomposisi termal NaCl
(produk sampingan aluminium klorida dengan natrium hidroksida tidak terjadi, sehingga
kehilangan massa kecil. Di sisi lain, puncak endotermik yang baik untuk LA1000-1 DTG
disebabkan oleh dekomposisi amonium klorida yang merupakan hasil sampingan dari
reaksi aluminium klorida dengan amonium hidroksida. Selama penguraian, amonia dan
gas hidroklorida dilepaskan, ini menghasilkan massa yang lebih besar. Wilayah ketiga
sesuai dengan puncak endotermik antara 330 dan 570oC, dan dapat dikaitkan dengan
hilangnya air hidrasi hidroksi aluminium, menghasilkan alumina dengan dihidroksilasi.
Nilai kehilangan massa yang diamati pada percobaan TGA (30-40%) sesuai dengan
perbedaan antara nilai massa yang ditentukan sebelum dan sesudah kalsinasi sampel.
Gambar 9. TGA dan DTG profies: LS1000-1 dan LA1 000-1, noncalcined (NC).
Spektrum EDS padat yang dibuat dari bubuk aluminium (Gambar 10) menunjukkan
adanya logam seperti besi, mangan, magnesium dan kalium dalam padatan, yang
memastikan bahwa warna merah muda gel yang diperoleh benar-benar karena adanya
kontaminan ini, berasal dari kaleng. Faktanya, Liu dkk. menentukan komposisi kimia
kaleng minuman kuantitatif dan menghasilkan kehadiran 97,1 wt% Al, 1,08% berat Mg,
0,86% berat, 0,59 wt% Fe dan 0,33 wt% logam lainnya. Dalam pekerjaan ini, jumlah
kontaminan yang terdeteksi kurang 1,0 wt%. Pada tingkat rendah, logam-logam ini dapat
membawa efek bermanfaat pada katalis berbasis alumina, seperti perbaikan sifat
struktural dan tekstur dan kinerja katalitik. Mg kehadiran, misalnya, yang memiliki
karakter dasar, mengurangi keasaman alumina, mengubah aktivitas katalis dan
selektivitas dalam reaksi katalis asam. Dengan cara ini mencegah pembentukan dan
pengendapan kokas, meningkatkan stabilitas katalis selama reformasi uap metana21 atau
reformasi uap etanol. Nurunnabi dan rekan kerjanya menunjukkan bahwa penambahan
Mn ke katalis Ru / γ-Al2O3 meningkatkan ketahanan mereka terhadap penonaktifan
selama reaksi FischerTropsch. Hal ini juga mengamati efek sinergis antara Fe dan Co bila
sejumlah kecil Fe ditambahkan ke katalis Co / Al2O3, yang meningkatkan kinerja katalis
dalam reformasi uap etanol.
Analisis spektrum EDS sampel LS1000-1, dicatat bahwa tidak hanya logam-logam di
atas, tetapi juga sodium dan klorin juga hadir. Unsur-unsur ini tidak dilepaskan selama
tahap kalsinasi, tersisa sebagai natrium klorida (NaCl) dalam padatan. Untuk
menghilangkan garam, bahan tersebut dicuci dengan air, vakum disaring, dikeringkan
pada suhu 110oC dan dikalsinasi pada 800oC, dan sampel LS1000-1-WF diperoleh.
Spektrum EDS direkam kembali (Gambar 10), menunjukkan bahwa proses pencucian
efektif untuk menghilangkan NaCl. Mengenai LA1000-1, klorida tidak ditemukan,
karena dieliminasi selama dekomposisi amonium klorida dalam tahap kalsinasi, sesuai
dengan hasil TGA/DTG. Mungkin juga untuk mengamati, dari gambar SEM, morfologi
padatannya serupa, dengan ukuran partikel heterogen. Namun, sampel LS1000-1
menunjukkan permukaan yang halus, sementara fisures dapat dicatat pada permukaan
LA1000-1 satu, mungkin akibat ruang kosong yang dihasilkan oleh gas yang dilepaskan
saat kalsinasi.
Gambar 10. EDS spectra and SEM images of the calcined samples at 800 oC, obtained
from aluminum powders
Kesimpulan
Berdasarkan dari berbagai sumber bacaan, bahwa limbah-limbah rumah tangga yang biasanya
dibuang dan berserakan memenuhi lingkungan dan merusak lingkungan dapat diolah kembali
menjadi barang atau benda yang bermanfaat bahkan dapat menghasilkan uang. Salah satu contoh
limbah tersebut adalah kaleng minuman ataupun kaleng makanan bekas yang biasanya
mengandung banyak logam aluminium. Kandungan logam aluminium ini merupakan bahan yang
seharusnya tidak dibuang sia-sia begitu saja. Kaleng bekas dapat diolah menjadi tawas, menjadi
batangan logam alumnium yang baru yang dapat diolah dengan cangkang telur ayam yang juga
merupaka limbah rumah tangga, serta dapat diolah menjadi 𝛾 alumina. Hasil daur ulang tersebut
dapat menjadi salah satu sumber atau solusi mengurangi banyaknya limbah serta menjadi sumber
penghasilan jika dikerjakan dengan baik.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kimia
Analitik yaitu Bapak Dr. Indang Dewata, M.Si., yang telah memberi kesempatan kepada saya
untuk menyelesaikan pembuatan review tentang “Daur Ulang Aluminium dari Kaleng Bekas dan
Beberapa Manfaatnya” ini. Semoga review ini bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi para
pembaca umumnya. Review ini tidak lepas dari banyak kesalahan dan kekurangan sehingga
diharapkan masukan yang membangun dari berbagai pihak.
Referensi
[1] Adans, Ysla Franca, et al. 2016. ‘A Simple Way to Produce 𝛾 Alumina from Aluminum
Cans by Precipitation Reactions’. Journal Materials Research. 19(5): 977-982
[3] Agunsoye, J.O, et al. 2014. ‘The Effects of Cocos Nucifera (Coconut Shell) on the
Mechanical and Tribological Properties of Recycled Waste Aluminium Cans Composites’.
Journal Tribology in Industry. 36(2): 155-162.
[4] Agunsoye, J.O, et al. 2015. ‘Recycled Aluminium Cans/Eggshell Composites Evaluation of
Mechanical and Wear Resistance’. Journal Tribology in Industry. 37(1): 107-116.
[5] Abdulsada, Shaymaa. 2013. ‘Preparation of Aluminum Alloy from Recycling Cans Wastes’.
International Journal of Current Engineering and Technology. 3(4): 1384-1350.