You are on page 1of 5

Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 3 (3) : 37-41 Desember 2019 Tiara, et.

al
e-ISSN:2598-3067

KORELASI GENETIK DAN FENOTIP BOBOT SAPIH DAN BOBOT SATU TAHUN KAMBING
SABURAI JANTAN DI KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS

The Genetic and Phenotypic Correlation Weaning Weight and Yearling Weight Saburai Male Goats
in Sumberejo Subdistrict Tanggamus District

Dita Tiara, Akhmad Dakhlan, M. Dima Iqbal, dan Sulastri

Departement of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung


Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung 35145
e-mail : tiaradita67@gmail.com

ABSTRACT

This research aimed to determine the value of the genetic and phenotypic correlation between
weaning weight and yearling weight of male Saburai goat in Sumberejo District, Tanggamus Regency. Ninety
male Saburai goats aged one year were used in this study. This research was conducted from May 11th -- July
28th, 2019. The research used primary and secondary data with direct observation in the field and also
recording of the livestock from Sumberejo District. The method used was survey method with purposive
sampling. Genetic and phenotipic correlation were estimated using halfsib data. Parameters observed were
weaning weight and yearling weight. The results showed that the average of weaning weight of male Saburai
goats in Sumberejo subdistrict was 17.2 ± 2.7 kg, and the average of yearling weight was 40.8 ± 6.1 kg.
Genetic correlation between weaning weight and yearling weight was 0.22 which is categorized as medium
positive value, while phenotype correlations between the two traits was low positive of 0.13, and
environmental correlations was high positive of 0.33. These results indicated that environmental factors have a
big impact on the performance of goats.

Keywords: Goat Saburai, Weaning weights, Yearling weight, Genetic correlation, Phenotypic correlation

PENDAHULUAN Saburai yang merupakan bangsa baru yang saat ini


baru berkembang di kabupaten Tanggamus. Salah
Kambing merupakan ternak ruminansia satu rumpun kambing yang saat ini sedang
kecil yang cukup potensial untuk dikembangkan dikembangkan di provinsi Lampung adalah
sebagai penghasil daging dan susu. Kelebihan kambing Saburai. Kambing Saburai merupakan
ternak kambing terletak pada kemampuan adaptasi kambing tipe pedaging hasil persilangan secara
yang tinggi dengan berbagai kondisi lingkungan, grading up antara kambing Boer jantan dengan
potensi reproduksi yang tinggi, serta jumlah anak kambing PE betina yang ditetapkan sebagai
per kelahiran yang lebih dari satu ekor. Ternak sumber daya genetik provinsi Lampung
kambing berpotensi mendukung tercukupinya berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
kebutuhan protein hewani yang terus meningkat Republik Indonesia Nomor 359/Kpts/PK040/
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di 6/2015.
Indonesia. Wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi
Populasi kambing di Indonesia pada 2018 pengembangan kambing Saburai berkewajiban
mencapai 18.720.706 ekor, 53,76% terdapat di meningkatkan populasi dan produktivitas kambing
pulau Jawa dan sisanya tersebar di luar pulau Jawa Saburai yang dikelolanya. Peningkatan populasi
antara lain di provinsi Lampung. Provinsi dan produktivitas kambing dapat ditempuh melalui
Lampung merupakan provinsi dengan populasi seleksi. Hingga Maret 2018, populasi kambing
kambing tertinggi dibandingkan dengan wilayah Saburai di kabupaten Tanggamus telah mencapai
lain di luar pulau Jawa. Populasinya mencapai 3000 ekor dengan jumlah keluarga peternak
1.297.872 ekor (Badan Pusat Statistik, 2018). sebanyak 300 peternak yang tergabung dalam 14
Provinsi Lampung tidak hanya unggul kelompok peternak.
dalam populasi kambing tetapi juga memiliki tiga Kinerja pertumbuhan kambing Saburai
bangsa kambing lokal yang tersebar di semua lebih tinggi daripada kambing PE. Rata-rata bobot
kabupaten yaitu kambing Peranakan Etawah (PE), lahir (3,02±0,66 kg), bobot sapih (19,67±1,54 kg),
Rambon, dan Kacang. Selain itu, terdapat kambing bobot umur satu tahun (42,27±2,12 kg) kambing

37
Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 3 (3) : 37-41 Desember 2019 Tiara, et.al
e-ISSN:2598-3067

Saburai masing-masing lebih tinggi daripada


kambing PE (bobot lahir 2,79±0,66 kg, bobot sapih Bahan dan Alat
18,28±0,053 kg, bobot umur satu tahun
39,89±7,26 kg). Kambing tersebut mampu Bahan penelitian terdiri dari data primer
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan di dan sekunder dari 90 ekor kambing Saburai jantan.
wilayah kabupaten Tanggamus karena masih Data primer meliputi kegiatan penimbangan
mengandung genetik kambing PE yang merupakan kambing Saburai dan melakukan wawancara
kambing lokal di kabupaten tersebut. dengan peternak. Data sekunder berupa recording
Seleksi merupakan tindakan untuk kambing Saburai. Sedangkan alat yang digunakan
memilih calon ternak jantan atau betina yang akan meliputi alat tulis, kamera digital, pita rondo, dan
dikembangbiakkan dalam suatu wilayah. Kambing timbangan merk Oxone® kapasitas 120 kg dengan
jantan maupun betina terpilih diharapkan ketelitian 0,1 kg.
mewariskan keunggulan genetik kinerjanya
masing-masing separuh pada keturunannya. Metode
Kambing jantan mampu mewariskan kinerjanya
pada lebih banyak keturunan karena dapat Penelitian ini menggunakan metode
mengawini banyak kambing betina dalam kurun survei. Sampel penelitian ditentukan secara
waktu tertentu sedangkan kambing betina hanya purposive sampling dengan mengamati kambing
mampu mewariskan pada satu sampai 3 ekor anak Saburai jantan yang berumur 1 tahun di lokasi
per kelahiran. penelitian. Penelitian ini menggunakan data primer
Performa produksi kambing dipengaruhi dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara
oleh faktor genetik dan lingkungan. menimbang bobot badan kambing dan melakukan
Kambing Saburai jantan yang dikembangkan di wawancara dengan peternak. Data sekunder
kecamatan Sumberejo dapat menunjukkan diperoleh dari hasil pengukuran dan penimbangan
performa produksi yang sama atau berbeda karena yang dilakukan peternak terhadap kambing yang
kesamaan atau perbedaan faktor genetik dan diamati dan direkam dalam kartu recording.
fenotip yang memengaruhinya. Potensi
peningkatan genetik sangat tergantung pada variasi
genetik sifat dan hubungannya dengan sifat-sifat HASIL DAN PEMBAHASAN
lain.
Korelasi genetik memberikan informasi Bobot Sapih dan Bobot Satu Tahun
bahwa gen yang mempengaruhi satu sifat juga
mempengaruhi sifat lainnya, efektivitas seleksi dan Hasil perhitungan data rata-rata bobot
kemajuan genetik dapat dievaluasi ketika seleksi sapih dan bobot satu tahun pada kambing Saburai
dilakukan untuk lebih dari satu sifat. Korelasi jantan dari beberapa pejantan yang ada dapat
genetik juga membantu dalam menggambarkan dilihat pada Tabel 1.
hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab
pada bervariasinya genetik dari kedua sifat Tabel 1. Rata-rata bobot sapih dan bobot satu
tersebut. Untuk mengevaluasi respon seleksi pada tahun kambing Saburai jantan
sifat yang berkorelasi maka estimasi korelasi Bobot sapih Bobot satu
genetik antara kedua sifat menjadi penting. No. Pejantan (kg) tahun (kg)
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan 1 I 18,4±3,0 46,3±8,9
penelitian mengenai korelasi genetik dan fenotip
bobot sapih dan bobot satu tahun kambing Saburai 2 II 17,8±3,4 37,4±4,1
jantan di kecamatan Sumberejo, kabupaten 3 III 17,0±2,8 43,8±8,7
Tanggamus. 4 IV 17,7±2,2 35,8±2,3
5 V 16,1±1,8 45,5±7,2
MATERI DAN METODE 6 VI 18,3±3,5 42,2±7,9
7 VII 17,3±3,4 41,0±7,2
Waktu dan tempat
8 VIII 15,8±2,9 37,9±5,3
Penelitian ini dilaksanakan di peternakan kambing 9 IX 16,9±1,7 37,1±3,6
Saburai milik kelompok ternak Pelita Karya III Rata-Rata 17,2±2,7 40,8±6,1
dan Akur Nusa Jaya di desa Dadapan, dan Mitra
Usaha di Tegal Binangun, kecamatan Sumberejo, Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata
kabupaten Tanggamus, provinsi Lampung pada bobot sapih dan bobot satu tahun antar pejantan
Mei sampai Juli 2019. memiliki hasil yang bervariasi. Hal ini diduga

38
Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 3 (3) : 37-41 Desember 2019 Tiara, et.al
e-ISSN:2598-3067

karena perbedaan faktor lingkungan yang berbeda- saling melengkapi dan menjamin ketersedian gizi
beda. Bobot sapih dan bobot satu tahun yang yang lebih baik.
didapatkan dari penelitian ini yaitu 17,2±2,7 kg Peternak lebih banyak yang menggunakan
dan 40,8±6,1 kg. Hasil ini lebih rendah dari hijauan jenis ramban. Menurut pendapat Perry
pernyataan Disnakkeswan Provinsi Lampung (1984), tanaman jenis ramban merupakan tanaman
(2015) yang menyatakan bahwa bobot sapih tersebut memiliki kandungan protein, kalsium, dan
kambing Saburai jantan sebesar 19,67±6,88 kg dan fosfor lebih tinggi daripada jenis tanaman lain.
bobot umur satu tahun sebesar 42,27±17,33 kg. Meskipun demikian tanaman tersebut
Perbedaan hasil ini diduga karena perbedaan lignifikasinya tinggi sehingga menurunkan kualitas
potensi genetik dan pengaruh dari faktor hijauan, hal ini yang menyebabkan pertumbuhan
lingkungan khususnya pakan. Menurut pendapat ternak menjadi lebih lambat.
Edey (1983), faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan pascasapih yaitu nutrisi, jenis Korelasi genetik, fenotip, dan lingkungan
kelamin, genetik, umur, bobot sapih, dan
lingkungan. Performa produksi kambing dipengaruhi
Kambing dari pejantan IV memiliki mutu oleh faktor genetik dan lingkungan.
genetik bobot badan lebih baik dari VIII, namun Kambing Saburai jantan yang dikembangkan di
kurang dapat beradaptasi dengan kondisi Kecamatan Sumberejo dapat menunjukkan
lingkungan daerah pemeliharaan, sehingga performa produksi yang sama atau berbeda karena
pertumbuhannya setelah sapih menjadi terhambat. kesamaan atau perbedaan faktor genetik, fenotip,
Pejantan I memberikan keturunan dengan bobot dan lingkungan yang memengaruhinya. Korelasi
sapih dan bobot satu tahun yang paling tinggi. merupakan suatu ukuran keeratan hubungan antara
Pejantan VIII memberikan keturunan dengan antara kedua sifat. Hasil penelitian korelasi
bobot sapih yang paling rendah tetapi setelah umur genetik, fenotip, dan lingkungan antara bobot
satu tahun memiliki bobot badan lebih tinggi dari sapih dan bobot satu tahun kambing Saburai jantan
keturunan pejantan IV dan pejantan IX, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
disebabkan oleh adanya interaksi genotip
lingkungan. Tabel 2. Korelasi genetik, fenotip, dan lingkungan
Menurut Warwick et al. (1995), bangsa bobot sapih dan satu tahun
yang berbeda atau individu dalam satu bangsa No. Parameter Nilai
yang hidup dan terpisah dalam jangka waktu yang
lama akan memiliki susunan genotip yang berbeda 1 Korelasi genetik 0,22
sehingga apabila ternak hidup dalam lingkungan 2 Korelasi fenotip 0,13
yang sama akan melakukan penyesuaian terhadap 3 Korelasi lingkungan 0,33
lingkungan yang baru yang ditunjukkan dengan
adanya interaksi genotip lingkungan. Menurut
Korelasi genetik adalah korelasi dari
Dakhlan dan Sulastri (2002), bobot sapih
pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan dari
merupakan indikator kemampuan induk dalam
kedua sifat itu. Korelasi genetik antara bobot sapih
menghasilkan susu dan kemampuan anak kambing
dan bobot satu tahun kambing Saburai jantan
untuk mendapatkan susu dan berkembang. Selain
menunjukkan nilai positif sebesar 0,22. Nilai
itu, cempe dengan bobot sapih yang tinggi pada
estimasi korelasi genetik bobot sapih dan bobot
umumnya menunjukkan pertumbuhan pascasapih
satu tahun yang diperoleh dalam penelitian ini
yang pesat.
lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Oktora et
Pakan yang diberikan oleh para peternak
al.(2007) yaitu 0,58. Hal ini disebabkan karena
untuk ternak kambing di wilayah tersebut ialah
perbedaan populasi yang diestimasi parameter
daun singkong, daun gamal, kulit kakao, dan
genetiknya. Estimasi korelasi genetik hanya dapat
ramban yang diberikan bergantian. Para peternak
diterapkan pada populasi dan waktu tertentu.
di wilayah ini melakukan perlakuan yang sama
Menurut Lasley (1978), korelasi yang
yaitu memberi pakan hijauan tanpa konsentrat.
memiliki nilai positif sangat berguna dalam
Sementara air minum diberikan sesuai kebutuhan
program perbaikan genetik melalui seleksi, dengan
kambing. Menurut Setiawan dan Arsa (2003),
peningkatan produksi satu sifat melalui seleksi
kambing akan memperoleh semua gizi yang
akan meningkatkan sifat lain yang berkorelasi.
dibutuhkan dari hijauan bila pakan berupa
Korelasi genetik ini termasuk dalam kategori
campuran daun–daunan dan rumputan dicampur
positif sedang yaitu 0,22, dikatakan sedang karena
dengan perbandingan 1:1, dengan komposisi
menurut Hardjosubroto (1994), koefisien korelasi
demikian zat gizi yang terdapat pada masing-
0,1–0,3 dikategorikan bernilai korelasi positif
masing jenis hijauan yang diberikan tersebut akan
sedang. Nilai dengan kategori sedang berarti

39
Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 3 (3) : 37-41 Desember 2019 Tiara, et.al
e-ISSN:2598-3067

mempunyai hubungan yang apabila dilakukan ternak untuk menampilkan potensinya semaksimal
seleksi pada bobot sapih berpengaruh sebesar 22% mungkin. Faktor utama yang memengaruhi
pada bobot satu tahun. produktivitas ternak dicerminkan oleh
Korelasi fenotip merupakan korelasi total penampilannya (performance), sedangkan
dari semua sifat yang dimiliki ternak. Menurut penampilan ternak merupakan manifestasi
Warwick et al. (1995), nilai korelasi fenotip pengaruh genetik dan lingkungan ternak secara
bermanfaat untuk memperkirakan besarnya bersama-sama.
perubahan-perubahan produktivitas pada generasi Penampilan ternak pada setiap waktu
yang sama apabila digunakan sebagai kriteria adalah perpaduan dari sifat genetik dengan
seleksi berdasarkan catatan produktivitas sekarang. lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat
Korelasi fenotip yang dihasilkan dalam penelitian genetik baik tidak akan mengekspresikan potensi
ini yaitu 0,13 yang artinya memiliki nilai positif genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan yang
rendah. Nilai korelasi fenotip dengan kategori menunjang. Bahkan telah diketahui bahwa dalam
rendah berarti di antara dua sifat yaitu bobot sapih membentuk penampilan, lingkungan memiliki
dan bobot satu tahun mempunyai hubungan yang persentase lebih tinggi dibandingkan dengan
lemah, artinya apabila dilakukan seleksi pada genetik. Sehingga lingkungan yang nyaman akan
bobot sapih hanya berpengaruh sebesar 13% pada meningkatkan pertumbuhan ternak.
bobot satu tahun . Menurut Hardjosubroto (1994),
korelasi fenotipik antar performa pertumbuhan
yang lebih rendah daripada korelasi genetik KESIMPULAN DAN SARAN
disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang
memengaruhi fenotip ternak. Kesimpulan
Performa ternak dapat terekspresi lebih
tinggi dari potensinya bila faktor lingkungan Berdasarkan hasil penelitian dan
mendukung ternak untuk menampilkan potensinya pembahasan makadapat disimpulkan sebagai
semaksimal mungkin. Hal tersebut berbeda dengan berikut :
potensi genetik yang tidak terlihat namun bersifat 1. rata-rata bobot sapih dan bobot satu tahun
baka dan tidak akan mengalami perubahan kambing Saburai jantan yaitu 17,2±2,7 kg dan
sepanjang tidak terjadi mutasi pada gen yang 40,8±6,1 kg;
mengendalikannya. Menurut Warwick et al. 2. nilai korelasi genetik, fenotip, dan lingkungan
(1990), korelasi lingkungan termasuk pengaruh antara bobot sapih dan bobot satu tahun
lingkungan dan pengaruh genetik yang bukan kambing Saburai jantan secara berturut-turut
aditif, dalam populasi yang tidak kawin acak atau yaitu 0,22 yang bernilai positif sedang; 0,13
telah lama tidak kawin acak dan keseimbangan yang bernilai positif rendah; dan 0,33 yang
genetik belum tercapai, gen berangkai dapat bernilai positif sedang.
mengakibatkan korelasi genetik yang nyata.
Korelasi lingkungan yang dihasilkan dari Saran
penelitian ini lebih tinggi daripada korelasi genetik Berdasarkan hasil penelitian ini
dan fenotip yaitu sebesar 0,33 yang dikategorikan disarankan untuk wilayah kecamatan Sumberejo,
berkorelasi positif sedang. Korelasi lingkungan perlu dilakukan seleksi secara terus menerus
yang bernilai positif sedang menunjukkan bahwa terhadap bobot sapih karena dapat meningkatkan
faktor lingkungan berpengaruh sebesar 33% bobot satu tahun juga, sehingga dapat dijadikan
terhadap performa pertumbuhan kambing. Hal ini pejantan yang berkualitas di kecamatan
menunjukkan bahwa perbaikan lingkungan pada Sumberejo.
saat sapih juga akan meningkatkan bobot badan
umur satu tahun dan periode berikutnya.
Terdapatnya korelasi genetik, fenotip, serta DAFTAR PUSTAKA
lingkungan antara bobot sapih dan bobot satu
tahun karena sifat-sifat tersebut memiliki Badan Pusat Statistik. 2018. Populasi Kambing
hubungan timbal balik. Korelasi berarti hubungan Menurut Provinsi (ekor).
timbal balik atau asosiasi, yaitu saling https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/vi
bergantungnya dua variabel, namun tidak berarti ew/id/1022. Diakses Pada 14 Februari 2019
adanya hubungan sebab akibat antara dua variabel Edey, T.N. 1983. The Genetic Pool of Sheep and
tersebut. Goats. In: Tropical Sheep and Goat
Faktor lingkungan sangat berpengaruh Production (Edited by Edey. T.N.).
dalam kehidupan ternak karena faktor lingkungan Australia University International,
dapat terekspresi lebih tinggi dari potensi Development Program, Canberra. pp.3—5
genetiknya bila faktor lingkungan mendukung

40
Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol 3 (3) : 37-41 Desember 2019 Tiara, et.al
e-ISSN:2598-3067

Dakhlan, A. dan Sulastri. 2002. Ilmu Pemuliaan parameters for direct and maternal effects
Ternak. Buku Ajar. Jurusan Produksi of growth traits in Iranian Adani goats of
Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Biological Research 4: 20 – 26
Lampung. Bandar Lampung Setiawan,T dan T,Arsa. 2003. Beternak Kambing
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Perah Peranakan Etawa Edisi 1. Penebar
Kabupaten Tanggamus. 2015. Populasi Swadaya. Jakarta
Ternak Kecil Menurut Kecamatan di Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto. 2002.
Kabupaten Tanggamus. Lampung. Estimasi parameter genetik sifat-sifat
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan pertumbuhan kambing peranakan etawah di
Ternak di Lapangan. PT Grasindo. Jakarta unit pelaksana teknis ternak Singosari,
Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestok Malang, Jawa Timur. Agrosains 15 : 431--
Improvement. Prentice Hall of India 442.
Private. New Delhi Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
Perry, T.W. 1984. Animal Life Cycle. Feeding and Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak.
Nutrition Academic Press. New York. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Oktora, R., A. Dakhlan, dan Sulastri. 2007. Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
Estimasi parameter genetik sifat-sifat Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
pertumbuhan kambing Boerawa di desa Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Campang kecamatan Gisting kabupaten
Tanggamus. Kumpulan Abstrak Jurusan
Produksi Ternak Universitas Lampung.
Lampung
Sadegh, Y. M. Rasoul, V. T. Naser, E. J. K.
Mehdi, A. 2013. Estimation of genetic

41

You might also like