You are on page 1of 9

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI MADURA INDUK DENGAN PERKAWINAN

INSEMINASI BUATAN
DI KABUPATEN PAMEKASAN

Denny Aprie Wisono1), Nuryadi2) dan Suyadi2)


1. Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
2. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Email : suyadi@ub.ac.id

ABSTRACT

The objective of this research was to know the reproductive performance of Madura
cattle which mated by artificial insemination cattle as measured by age of first mating, age of
first partus, Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Interval ( CI ), and
Days Open (DO). The purpose of this study was to know reproductive performance of Madura
cattle and as a source of information to be used as input and evaluation for breeders and the
Animal Husbandry Department in order to improve the reproductive performance of Madura
cattle in three sub districts in Pamekasan Regency (Tlanakan, Pegantenan and Pasean). The
material used of this research was 120 Madura cattles that divided 40 cattles of each sub
district. The method used was survey by using purposive sampling. The result showed that
average value of age of first mating were 23.79 + 2.53 months; 23.06 + 2.86 months; and 23.48
+ 2.31 months respectively. Average value of first partus were 34.63 + 2.46 months; 33.44 +
2.95 months and 33.74 + 2.65 months respectively. Average value of S/C of Madura cattle
were 1.43 + 0.68; 1.28 + 0.45 and 1.1 + 0.30 respectively. Average values of DO were 122.18
+ 24.96 days; 117.30 + 24.72 days and 115.10 + 21.81 days respectively. Average value of CI
was 434.05 + 35.62 days; 384.97 + 27.45 days and 374.32+ 17.85 days, respectively. Average
value of CR, were 65 + 0.68%; 75 + 0.45% and 90 + 0.30%, respectively. The conclusion of
this research was reproduction performance of Madura cattle in Pasean sub district was better
than Madura cattle in Tlanakan and Pegantenan subdistrict for reproductive traits of S/C,
DO,CI and CR.

Keyword: Service per Conception, Conception Rate, Calving Interval, Madura Cattle and
Artificial Insemination.

ABSTRAK

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui performan reproduksi sapi Madura yang
diinseminasi dan diukur berdasarkan Umur Pertama kawin, Umur Pertama Beranak, Service
per Conception (S/C), Days Open (DO), Calving Interval (CI) dan Conception Rate (CR).
Hasil penelitian diharapkan sebagai sumber informasi yang digunakan sebagai masukan dan
evaluasi untuk peternak dan Dinas Peternakan dalam upaya meningkatkan performa reproduksi
Sapi Madura induk di tiga kecamatan di Kabupaten Pamekasan (Tlanakan, Pegantenan dan
Pasean). Materi yang digunakan adalah 120 Sapi Madura induk yang terbagi menjadi 40 sapi di
setiap Kecamatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan metode
pengambilan sampel purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan umur

1
pertama kawin sapi Madura induk di tiga kecamatan Tlanakan, Pegantenan dan Pasean secara
berurutan adalah 23,79 + 2,53 bulan; 23,06 + 2,86 bulan; dan 23,48 + 2,31 bulan. Rataan umur
pertama beranak adalah 34,63 + 2,46 bulan; 33,44 + 2,95 bulan dan 33,74 + 2,65 bulan. Rataan
nilai S/C adalah 1,43 + 0,68 kali; 1,28 + 0,45 kali dan 1,1 + 0,30 kali. Rataan nilai DO secara
berurutan yakni 122,18 + 24,96 hari; 117,30 + 24,72 hari and 115,10+ 21,81 hari. Rataan nilai
CI secara berurutan 434,05 + 35,62 hari; 384,97 + 27,45 hari and 374,32+ 17,85 hari dan rataan
nilai CR secara berurutan: 65 + 0,68%; 75 + 0,45% dan 90 + 0,30%. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini adalah performan reproduksi sapi Madura induk di Kecamatan Pasean lebih
tinggi daripada kecamatan Tlanakan dan Pegantenan dari aspek S/C, DO,CI dan CR.

Kata kunci : Service per Conception, Conception Rate, Calving Interval, Sapi Madura dan IB.

PENDAHULUAN Madura pada tahun 1950, namun hasil yang


diharapkan sampai saat ini masih belum
Salah satu bangsa sapi lokal yang maksimal, sehingga perlu dilakukan
diternakkan oleh peternakan rakyat di penelitian agar dapat mengetahui dan
Indonesia khususnya di wilayah Jawa Timur memecahkan masalah tersebut. Penelitian
adalah Sapi Madura. Keunggulan genetik yang dapat dilakukan adalah tentang evaluasi
sapi Madura diantaranya kemampuan keberhasilan IB melalui performan
adaptasi yang tinggi terhadap iklim tropis, reproduksi Sapi Madura induk.
tahan terhadap penyakit campak, daya Ihsan (2010) menyatakan bahwa S/C,
adaptasi terhadap pakan yang berkualitas DO, CI, dan CR merupakan ukuran umum
rendah serta kebutuhan pakan yang lebih yang digunakan untuk mengetahui
sedikit dari pada sapi impor (Nurgiatiningih, performan reproduksi reproduksi atau
2011). efisiensi reproduksi seekor ternak.
Permasalahan umum yang dihadapi oleh Anggraeni (2011) menambahkan parameter
peternak sapi di Madura adalah rendahnya untuk mengevaluasi tampilan reprosuksi
kinerja biologis ternak yang ditandai dengan ternak yang paling utama adalah CI.
tingginya angka kematian anak, lambatnya Kabupaten Pamekasan merupakan salah
pertumbuhan anak mencapai umur jual dan satu Kabupaten di Pulau Madura yang
jarak kelahiran yang panjang. Waktu merupakan salah satu kawasan
kelahiran yang kurang tepat sering terjadi pengembangan sapi potong dan memiliki
pada saat ketersediaan pakan terbatas populasi Sapi Madura yang tinggi (Hartatik
sehingga berdampak pada rendahnya berat dkk. 2009). Kabupaten Pamekasan telah
lahir dan produksi susu yang yang dikenal sebagai Kabupaten penghasil bibit
menghambat pertumbuhan anak (Rifai dan Sapi Madura khususnya untuk tujuan hiburan
Kutsiyah, 2012). seperti sapi sonok (sapi hias) dan sapi
Salah satu teknologi reproduksi yang karapan. Jumlah populasi sapi potong
digunakan untuk peningkatan produksi sapi 142.445 ekor. Kecamatan Tlanakan,
potong di Madura adalah Inseminasi Buatan Pegantenan dan Pasean merupakan tiga
(IB). IB merupakan program yang telah kecamatan di wilayah Kabupaten Pamekasan
dikenal oleh peternak sebagai teknologi dengan populasi Sapi Madura tertinggi yaitu
reproduksi ternak yang efektif (Susilawati, secara berurutan 11.802 , 15.039 dan 18.992
2011). Meskipun IB telah dilaksanakan di ekor (BPS, 2013).

2
MATERI DAN METODE pelengkap seperti data kelahiran berupa jenis
Pelaksanaan penelitian ini telah kelamin pedet yang dilahirkan. Anggraeni
dilaksanakan pada tanggal 26 Juni-26 Juli (2011) menambahkan bahwa CI adalah
2014 di tiga kecamatan di Kabupaten parameter yang paling utama untuk
Pamekasan Jawa Timur yaitu Kecamatan parameter untuk mengevaluasi tampilan
Tlanakan, Kecamatan Pegantenan dan reproduksi ternak. Salah satu faktor yang
Kecamatan Pasean yang terpilih berdasarkan sudah lazim digunakan adalah CR. Semakin
letak lokasi dan populasi sapi Madura induk baik angka dari CR tersebut maka tujuan dari
terbanyak. bioteknologi inseminasi akan tercapainya
Materi yang digunakan dalam penelitian efisiensi reproduksi akan semakin baik yang
ini adalah 120 Sapi Madura induk yang di IB dapat mempengaruhi perkembangan populasi
yang terbagi menjadi 40 Sapi Madura induk ternak sapi pada suatu wilayah.
di setiap Kecamatan terpilih.
Metode penelitian yang digunakan Umur Pertama Kawin dan Beranak
adalah survei dengan metode purposive Hasil penelitian terhadap umur pertama
sampling dengan ketentuan Sapi Madura kawin dan umur pertama beranak sapi
induk yang terdaftar sebagai akseptor IB. Madura induk di tiga Kecamatan terpilih di
Data diperoleh melalui wawancara dengan Kabupaten Pamekasan adalah sebagai
peternak yang meliputi identitas dan berikut:
pengetahuan peternak dalam sistem
pemeliharaan induk dan data recording Tabel 1: Umur pertama kawin dan umur
inseminator dari Dinas Peternakan pertama beranak
Kabupaten Pamekasan. Umur Umur
Variabel yang diteliti adalah umur Pertama Pertama
Kecamatan
pertama kawin, umur pertama beranak Kawin Beranak
Service per Conception (S/C) atau jumlah (bulan) + SD (bulan) + SD
inseminasi untuk satu kebuntingan , Days Tlanakan 23,79 + 2,53 34,63 + 2,46
Open (DO) atau lama kosong , Calving Pegantenan 23,06 + 2,86 33,44 + 2,95
interval (CI) atau jarak beranak dan Pasean 23,48 + 2,31 33,74 + 2,65
Conception Rate (CR). Rata-rata 23,44 + 2,57 33,93 + 2,68
Data hasil penelitian ditabulasi dan
dianalisi dengan menggunakan analisa ragam Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
uji t berganda atau Independent t-test dan Chi rata-rata umur pertama kawin sapi Madura
Square test dengan bantuan software SPSS induk di tempat penelitian adalah 23,44 +
16. 2,57 bulan atau 1,95 tahun. Angka tersebut
lebih rendah dari penelitian Kutsiyah (2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN yang menyatakan bahwa umur pertama kali
dikawinkan pada sapi jantan adalah 2,6 ±
Performan Reproduksi 0,1 tahun dan betina 2,1 ± 0,0 tahun.
Keberhasilan IB di suatu wilayah Hartatik dkk. (2009) juga melaporkan umur
dipengaruhi oleh beberapa parameter yang pertama kawin sapi Madura di Kabupaten
berkaitan satu sama lain. Parameter tersebut Pamekasan dan Sumenep yaitu19,85 bulan.
diantaranya yaitu umur pertama kawin, umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertama beranak, S/C, DO, CI dan CR. rata-rata umur pertama kawin di tiga
Atabany (2011) menyatakan bahwa kecamatan tersebut tidak berbeda nyata
parameter yang dapat dijadikan tolak ukur secara statistik dengan peluang kesalahan
guna mengevaluasi efisiensi reproduksi sapi sebesar 5%. Nilai tersebut menunjukkan
perah betina yaitu S/C, DO dan parameter
3
bahwa peternak di tiga kecamatan tersebut Kabupaten Pamekasan adalah sebagai
mengawinkan ternaknya kurang dari umur berikut:
dua tahun. Hardjopranjoto (1995)
menyatakan bahwa waktu kawin pertama Tabel 2. Nilai S/C Sapi Madura induk
pada sapi dara yang baik pemeliharaannya Nilai S/C
No Kecamatan
dapat dilakukan pada birahi pertama yang (kali) + SD
muncul pada umur 14 sampai 16 bulan, 1 Tlanakan 1,43 + 0,68 a
sedangkan bagi sapi dara yang kurang baik 2 Pegantenan 1,28 + 0,45 a
pemeliharaannya, kawin pertama dapat 3 Pasean 1,1 + 0,30 b
dilakukan pada umur 2 sampai 3 tahun. Rata-rata 1,27 + 0,48
Rata-rata umur pertama beranak sapi Keterangan : Notasi superskrip yang berbeda
Madura induk di tiga kecamatan tersebut pada kolom yang berbeda
juga tidak berbeda nyata. Rata-rata umur menunjukkan perbedaan nyata
pertama beranak sapi Madura induk di (α < 0,05)
tempat penelitian adalah 33,93 + 2,68 bulan
atau 2,8 tahun. Angka tersebut lebih tinggi Data pada Tabel 2 menunjukkan angka
daripada penelitian Hartatik dkk. (2009) rata-rata S/C di tiga Kecamatan tersebut
yang melaporkan umur pertama beranak sapi 1,27+ 0,48 kali, dengan nilai S/C terendah di
Madura di Kabupaten Pamekasan dan Kecamatan Pasean dan tertinggi di
Sumenep yaitu 29,96 bulan. Kecamatan Tlanakan. Angka tersebut
Umur pertama beranak yang terlalu tua memiliki arti bahwa untuk menghasilkan
disinyalir akibat faktor kualitas pakan yang sekali kebuntingan, diperlukan rata-rata IB
kurang bagus, penundaan umur kawin sebanyak 1,27 kali dari jumlah total ternak
pertama dan angka S/C. Hartatik dkk. (2009) yang di IB. Hasil penelitian menunjukkan
juga menyatakan bahwa kualitas pakan yang bahwa angka S/C di tiga kecamatan tersebut
kurang bagus dan jumlah yang kurang dapat tergolong angka yang sangat baik karena
mengganggu proses reproduksi pada ternak. lebih rendah dari angka S/C pada penelitian
Sehingga selain penundaan umur kawin Jainudeen dan Hafez (2000) yang
pertama, hal ini juga berakibat pada umur menyatakan nilai S/C yang normal berkisar
pertama beranak yang dipengaruhi oleh antara 1,6 sampai 2,0 dimana semakin rendah
ketepatan deteksi estrus dan keberhasilan IB nilai S/C, maka makin tinggi kesuburan
yang ditunjukkan oleh S/C. Nilai S/C yang ternak betina tersebut. Semakin besar nilai
tinggi akan berakibat pada panjangnya S/C semakin rendah tingkat kesuburannya.
interval kelahiran dibandingkan dengan Notasi pada Tabel 2 menunjukkan
kondisi yang normal. bahwa S/C di Kecamatan Tlanakan dengan
Kecamatan Pegantenan tidak berbeda nyata
Service per Conception secara statistik dengan peluang kesalahan
Service per conception diartikan sebagai sebesar 5%, sedangkan Kecamatan Tlanakan
jumlah pelayanan inseminasi yang dengan Kecamatan Pasean dan Kecamatan
dilakukan untuk menghasilkan kebuntingan Pegantenan dengan Kecamatan Pasean
(Iswoyo dan Widyaningrum, 2008). Nilai berbeda nyata. Perbedaan nilai S/C di tiga
S/C ditentukan oleh beberapa faktor kecamatan tersebut disinyalir karena
diantaranya keterampilan inseminator dalam berbedanya kemampuan peternak dalam
pelaksanaan IB, kemampuan peternak dalam mendeteksi birahi di setiap kecamatan dan
mendeteksi birahi dan kualitas semen yang melaporkan kejadian birahi pertama pasca
digunakan. partus pada inseminator. Sebagian besar
Hasil penelitian terhadap nilai S/C sapi peternak melaporkan kejadian birahi kepada
Madura induk di tiga kecamatan terpilih di inseminator keesokan hari pasca birahi yang
4
terdeteksi malam hari. Selain itu, jumlah Nilai DO terendah pada penelitian ini
petugas inseminator yang tidak sama di yaitu Kecamatan Pasean dengan nilai DO
masing-masing kecamatan berpotensi 115,10+ 21,81 hari, serta nilai DO tertinggi
menyebabkan perbedaan waktu pelaksanaan di Kecamatan Tlanakan dengan nilai DO
IB sehingga memungkinkan terjadinya 122,18 + 24,96 hari. Perbedaan nilai DO di
keterlambatan perkawinan yang tiga kecamatan tersebut diindikasikan
menyebabkan sel telur yang telah terpengaruh oleh faktor pakan. Peternak di
diovulasikan telah mati. Kecamatan Pasean memberikan pakan lebih
Kemampuan Peternak dalam mendeteksi bervariasi yaituhijauan berupa rumput lapang
birahi merupakan salah satu faktor penting dan rumput gajah dan daun-daunan seperti
dalam keberhasilan IB. Berdasarkan angka daun pisang, daun nangka dan daun lamtoro,
S/C yang didapatkan pada penelitian ini, sedangkan peternak di Kecamatan Tlanakan
dapat disimpulkan bahwa peternak di tiga yang merupakan dataran rendah dan
kecamatan tersebut sudah dapat mendeteksi memiliki suhu lebih tinggi cenderung hanya
birahi pada induk dengan baik dan memberikan rumput lapang, jerami padi dan
melaporkannya kepada petugas IB sedini daun singkong yang dilayukan.
mungkin, sehingga waktu pelaksanaan IB Wijanarko (2010) menyatakan bahwa
tepat pada saat birahi terjadi. Ihsan (2012) pakan sangat mempengaruhi kualitas
menyatakan bahwa angka konsepsi terbaik reproduksi ternak. Pemberian pakan yang
didapatkan pada saat pertengahan birahi kurang akan menghambat perkembangan
sebesar 82%; akhir birahi 75% ; serta 6 jam organ reproduksi dan mengganggu sekresi
sesudah birahi sebesar 62,5%. hormon. Sebaliknya, pakan yang berlebih
akan menyebabkan kelebihan berat badan
Days Open / Lama Kosong atau obesitas yang akan mengganggu
Lama kosong adalah jumlah periode perkembangan tubuh sapi dara dan gangguan
dari melahirkan sampai ternak bunting evolusi pada sapi dewasa. Rasyid dan
kembali. Nilai DO merupakan salah satu Khrisna (2009) yang menyatakan bahwa
indeks yang menggambarkan efisiensi kurangnya gizi pada pakan dan defisiensi
deteksi estrus dan fertilitas ternak. mineral merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan kegagalan reproduksi selain
Tabel 3. Nilai DO sapi Madura induk teknik inseminasi dan kondisi fisiologis
Nilai DO (hari) + ternak itu sendiri. Endrawati dkk. (2010) juga
No Kecamatan
SD menyatakan bahwa kekurangan protein kasar
1 Tlanakan 122,18 + 24,96 pada pakan sapi betina akan menyebabkan
2 Pegantenan 117,30 + 24,72 potensi terjadinya silent heat (birahi tenang)
3 Pasean 115,10+ 21,81 semakin tinggi, sehingga birahi sulit
Rata-rata 118,19 + 23,83 terdeteksi dan terlambatnya dilakukan
perkawinan.
Nilai rata-rata DO pada penelitian adalah
118,19 + 23,83 hari. Perbedaan nilai DO Calving Interval / Jarak Beranak
antar kecamatan tidak ada perbedaan nyata Calving Interval merupakan selang
secara statistik dengan peluang kesalahan beranak sapi betina antara satu dengan yang
sebesar 5%. Berdasarkan nilai rata-rata berikutnya. Nilai CI mempengaruhi
tersebut menunjukkan bahwa nilai DO pada produktivitas ternak. Semakin tinggi nilai CI
lokasi penelitian tergolong kurang efisien, maka produktivitasnya semakin rendah. CI
karena mempunyai rataan DO lebih dari 115 ditentukan oleh lama kebuntingan dan lama
hari. Ihsan (2010) menyatakan bahwa DO waktu kosong (Nuryadi dan Wahjuningsih,
yang baik adalah 85 – 115 hari. 2011).
5
Hasil penelitian terhadap nilai CI sapi Garcia (2013) juga menyatakan bahwa CI
Madura induk di tiga kecamatan terpilih di ditentukan oleh DO dan dipengaruhi oleh
Kabupaten Pamekasan adalah sebagai siklus estrus, deteksi estrus, perkawinan dan
berikut: angka konsepsi.
Nilai CI pada penelitian yang belum
Tabel 4. Nilai CI sapi Madura induk ideal dapat juga terpengaruh oleh waktu
Nilai CI (hari) + penyapihan yang lama sehingga lama kosong
No Kecamatan
SD menjadi panjang serta aspek nutrisi pakan
1 Tlanakan 434,05 + 35,62a yang diberikan. Berdasarkan keterangan
2 Pegantenan 384,97 + 27,45b inseminator, peternak di tempat penelitian
3 Pasean 374,32+ 17,85c sebagian besar menyapih pedetnya antara 4-5
Rata-rata 397,48 + 26,97 bulan pasca melahirkan. Soeharsono dkk.
Keterangan : notasi superskrip yang berbeda (2010) menyatakan bahwa nutrisi pakan
pada kolom yang sama merupakan salah satu faktor penting yang
menunjukkan perbedaan nyata mempengaruhi kondisi induk disamping
(α < 0,05) ketepatan waktu penyapihan pedet. Pedet
yang terlalu lama disusukan pada induknya
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan pakan yang kurang memenuhi
angka rata-rata CI di tiga Kecamatan tersebut kebutuhan nutrisi, dapat menyebabkan
397,48+ 26,97 hari atau 13 bulan. Angka partum estrus (birahi pasca melahirkan)
tersebut lebih rendah penelitian Hartatik dkk. menjadi terlambat dan CI menjadi panjang.
(2009) yang melaporkan nilai CI sapi Pemberian pakan dengan nutrisi yang
Madura di Kabupaten Pamekasan dan mencukupi disamping proses penyapihan
Sumenep sebesar 431,7 hari. Iswoyo dan pedet (pedet mulai disapih antara umur 2 atau
Widyaningrum (2008) menyatakan bahwa 3 bulan) adalah salah satu langkah untuk
idealnya jarak waktu beranak pada sapi memperbaiki kondisi tubuh induk agar
adalah 12 bulan, yaitu 9 bulan masa bunting mampu menghasilkan keturunan kembali
dan 3 bulan masa menyusui, namun pada dengan jarak kelahiran yang pendek.
kenyataannya jarak waktu beranak dan Guntoro (2002) juga menyatakan bahwa
waktu kawin lagi (post partum mating) untuk memperpendek jarak beranak
umumnya cukup panjang. Berdasarkan sebaiknya tidak menunggu penyapihan
literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa CI pedet, sekitar 2 bulan (60 hari) atau
Sapi Madura di lokasi penelitian tergolong setelah berlangsung siklus birahi tiga kali
belum ideal, karena jarak waktu beranak sejak melahirkan induk sapi dapat
yang cukup panjang lebih dari 12 bulan. dikawinkan.
Panjangnya angka CI di lokasi penelitian
disebabkan oleh pengaturan DO yang 4.2.5 Conception rate / angka konsepsi
tergolong belum ideal yaitumencapai 118,19 Angka konsepsi atau CI adalah jumlah
+ 23,83 hari. Soeharsono dkk. (2010) akseptor yang mengalami kebuntingan pada
menyatakan bahwa CI yang panjang, lebih IB ke 1 dibagi jumlah akseptor kali 100%
banyak disebabkan karena sapi mempunyai (Susilawati, 2011). Angka kebuntingan dapat
APP dan DO yang cukup panjang dan didiagnosa dengan cara palpasi rektal dalam
secara umum terdapat kecenderungan S/C kurun waktu 40-60 hari setelah dilakukan IB.
yang tinggi akan menyebabkan CI panjang. Nilai CR rata-rata pada perkawinan alam
Pada umumnya Sapi Madura induk baru sebesar 70%, sedangkan pada inseminasi
dikawinkan lagi jika pedetnya sudah disapih buatan sebesar 65%, bergantung pada
dimana para peternak melakukan penyapihan kemampuan inseminator (Hadi dan Ilham,
pada umur 4 bulan keatas. Hageford dan 2002).
6
Berikut angka CR berdasarkan memberikan jamu-jamuan seperti gula
perhitungan di tiga kecamatan terpilih : merah, lengkuas dan temulawak sebagai
pakan tambahan disamping hijauan dan
Tabel 5. Nilai CR sapi Madura induk daun-daunan. Kutsiyah dkk. (2002)
No Kecamatan Nilai CR (%) + SD menyatakan bahwa peternak sapi Madura
1 Tlanakan 65+0,68a rata-rata memberikan obat-obatan/jamu 2 - 4
2 Pegantenan 75+0,45 a minggu sekali, sesuai dengan kebiasaannya.
3 Pasean 90+0,30b Salah satu jamu yang diberikan adalah
Rata-rata 76,77+0,48 gayemi (Ruminal stimulant yang
Keterangan : notasi superskrip yang berbeda mengandung vitamin A, vitamin D3, Sodium
pada kolom yang sama subcarbonat dan Curcumae rhizoma,
menunjukkan perbedaan nyata fungsinya untuk menambah nafsu makan dan
(α < 0,05) membantu pencernaan), vitamin B-komplek
dan jamu tradisional yang berisi jenis-jenis
Data pada Tabel 5 menunjukkan nilai tanaman seperti temulawak, lengkuas, gula
rata-rata CR pada tiga kecamatan terpilih merah, kelapa, belerang dan tanaman lain
sebesar 76,77%. Angka tersebut lebih tinggi yang diramu sendiri atau beli jadi.
daripada penelitian Prasetya (2014) Selain pakan, suhu lingkungan juga
melaporkan bahwa nilai CR dari Sapi mempengaruhi perbedaan nilai CR pada sapi
Madura di Kecamatan Geger Kabupaten Madura induk di tiga kecamatan tersebut.
Bangkalan Madura sebesar 71%. Angka Hoque et al., (2003) menyatakan bahwa
tersebut menunjukkan bahwa CR pada keberhasilan IB dipengaruhi oleh faktor iklim
penelitian bisa dikategorikan baik. Fanani yaitu suhu maksimum dan minimum saat
dkk. (2013) menyatakan bahwa nilai CR pelaksanaan dan setelah IB , curah hujan, dan
yang baik adalah 60-70%, sedangkan yang radiasi matahari. Perbedaan tingkat
dapat dimaklumi untuk kondisi di Indonesia kesuburan mungkin disebabkan oleh
yang didasarkan pada pertimbangan kondisi pengaruh lingkungan tropis (suhu udara)
alam, manajemen dan distribusi ternak yang yang menyebabkan fertilitas sapi menurun.
menyebar sudah dianggap baik apabila CR Sprot et al., (2001) menyatakan bahwa
mencapai 45-50%. Afiati dkk. (2013) kemampuan ternak sapi beradaptasi terhadap
menyatakan bahwa tingkat kesuburan 80 % lingkungan yang marjinal,berpengaruh
merupakan pengaruh kombinasi antara terhadap kemampuan reproduksinya hal ini
kesuburan pejantan, kesuburan betina dan ditunjukkan dari kemampuan reproduksi
teknik inseminasi yang akan menghasilkan yang beragam pada kondisi lingkungan
akan menghasilkan angka konsepsi sebesar yang berbeda. Tingginya suhu lingkungan
64–74 %. akan menyebabkan cekaman panas (Heat
Notasi pada Tabel 5 menunjukkan shock) dan akan lebih diperparah
bahwa CR di Kecamatan Tlanakan dengan dampaknya bila kelembaban udara tinggi
CR Kecamatan Pasean berbeda nyata secara sehingga menyebabkan penurunan tingkat
statistik dengan peluang kesalahan sebesar kebuntingan pada sapi betina. Kathly
5%. Perbedaan tersebut disinyalir (2004) juga menyatakan CR dipengaruhi
dipengaruhi oleh nutrisi pakan. Nuryadi dan beberapa faktor yang berperan dalam variasi
Wahyuningsih (2011) menyatakan bahwa CR yaitu 96 % merupakan gabungan antara
nutrisi pakan yang diberikan sebelum dan manajemen dan lingkungan. Nutrisi pakan,
sesudah beranak juga mempengaruhi nilai gangguan metabolis, kesehatan organ
CR, karena kekurangan nutrisi sebelum reproduksi, pelaksanaan IB dan iklim bisa
melahirkan akan menyebabkan tertundanya menghasilkan perbedaan signifikan pada CR.
siklus estrus. Masyarakat setempat
7
KESIMPULAN DAN SARAN Sapi Perah Friesian Holstein Di
Baturraden, Indonesia. Media
Kesimpulan Peternakan Fakultas Peternakan,
Sapi Madura induk di tiga kecamatan di Institut Pertanian Bogor. 34 (2): 77 -
Kabupaten Pamekasan menunjukkan 82.
performan reproduksi yang efisien dalam BPS, 2013. Profil Kabupaten Pamekasan.
hal umur pertama kawin, umur pertama Badan Pusat Statistik. Pamekasan.
beranak, S/C dan CR, namun tergolong Endrawati, E., E. Baliarti, dan S.P.S Budhi.
belum efisien bila diukur dalam aspek DO 2010. Performans Induk Sapi
dan CI. Silangan Simmental-Peranakan
Terdapat perbedaan performan reproduksi Ongole dan Induk Sapi Peranakan
sapi Madura induk di tiga kecamatan di Ongole dengan Pakan Hijauan dan
Kabupaten Pamekasan. Performan Konsentrat. Buletin Peternakan Vol.
reproduksi sapi Madura induk di 34(2): 86-93.
Kecamatan Pasean menunjukkan S/C, CI Fanani S., Subagyo dan Lutojo. 2013.
dan CR yang lebih baik dibandingkan Kinerja Reproduksi Sapi Perah
dengan sapi Madura induk di Kecamatan Peranakan Frisien Holstein (PFH) di
Tlanakan dan Pegantenan. Kecamata Pudak, Kabupaen
Saran Ponorogo. Tropical Animal
Sapi Madura induk di Kecamatan Husbandry. 2 (1): 21-27.
Tlanakan masih belum efisien, sehingga Guntoro. S. 2002. Membudidayakan Sapi
perlu peningkatan penyuluhan kepada Bali. Penerbit Kaisius. Yogyakarta.
peternak tentang IB dan penambahan Hadi, U dan Ilham, N. 2002. Problem dan
jumlah petugas IB di Kecamatan tersebut. Prospek Pengembangan Usaha
Guna mendukung program pembibitan Pembibitan Sapi Potong di Indonesia.
Sapi Madura di Kabupaten Pamekasan Pusat Penelitian dan Pengembangan
diperlukan peningkatan intensitas deteksi Sosial Ekonomi Peternakan. Bogor.
birahi oleh peternak di tiga kecamatan Hardjopranjoto. 1995. IlmuKemajiran Pada
tersebut, minimal dua kali sehari untuk Ternak. Airlangga University Press.
memperpendek jarak kelahiran. Surabaya. Pp.116-119.
Hartatik, T., D.A. Mahardika, T.S.M. Widi,
DAFTAR PUSTAKA dan E. Baliarti. 2009. Karakteristik
dan Kinerja Induk Sapi Silangan
Afiati, F., Herdis dan S. Said. 2013. Limousin-Madura dan Madura di
Pembibitan Ternak dengan Kabupaten Sumenep dan Pamekasan.
Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya. Fakultas Peternaka Universitas
Jakarta. Gadjah Mada. Yogyakarta.
Anggraeni, A. 2011. Indeks Reproduksi Hoque, M.A., H.M. Salim, G.K. Debnath,
Sebagai Faktor Penentu Efisiensi M.A. Rahman and A.K.M. Saifuddin.
Reproduksi Sapi Perah: Fokus Kajian 2003. A Study to evaluate the
pada Sapi Perah Bos Taurus. Artificial Insemination (AI) Success
Semiloka Nasional Prospek Industri Rate in Cattle Production Based on
Sapi Perah Menuju Perdagangan Three Years Record among Different
Bebas 2020. Sub-centers of Chittagong and Cox’s
Atabany, A., B.P Purwanto, dan T. Bazar District of Bangladesh.
Tahormat. 2011. Hubungan Masa Pakistan Journal of Biological
Kosong Dengan Produktivitas Pada Sciences 6(2): 105-111.

8
Ihsan, M.N. 2010. Indek Fertilitas Sapi PO Fakultas Peternakan Universitas
dan Persilangannya dengan Limousin. Brawijaya. Malang.
Jurnal Ternak Tropika. 11 (2): 82-87. Rasyid, A dan N.H Khrisna. 2009.
Ihsan, M.N. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak Produktivitas Sapi Potong Dara Hasil
Dasar. UB Press. Malang. Persilangan F1 (PO X Limousin dan
Iswoyo dan P. Widyaningrum. 2008. PO X Simmental) di Peternakan
Performans Reproduksi Sapi Rakyat. Loka Penelitian Sapi Potong.
Peranakan Simmental (Psm). Jurnal Grati Pasuruan.
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Rifai, Ahmad dan F. Kutsiyah. 2012. Service
Agustus, Vol. XI. No. 3. per Conception Sapi Madura yang
Jainudeen, M. R. and Hafez, E. S. E. 2000. dikawinkan dengan Sapi Limousin di
Cattle And Buffalo dalam Kecamatan Proppo Kabupaten
Reproduction In Farm Animals. 7th Pamekasan. Fakultas Pertanian
Edition. Edited by Hafez E. S. E. Universitas Madura. Pamekasan.
Lippincott Williams & Wilkins. Soeharsono, Saptati dan Dwiyanto. 2010.
Maryland. USA. Kinerja Reproduksi Sapi Potong
Kathy, L. 2004. AI bulls ranked by Lokal dan Sapi Persilangan Hasil
conception rates, Michigan Dairy Inseminasi Buatan di Daerah
Review. pp. 1-3, Istimewa Yogyakarta. Seminar
http://www.mdr.msu.edu. Diakses Nasional Teknologi Peternakan dan
pada 15 Januari 2015. Veteriner. Yogyakarta.
Kutsiyah, F. 2002. Analisis Performans Susilawati, T. 2011. Tingkat Keberhasilan
Reproduksi pada Crossbred (Sapi Inseminasi Buatan dengan kualitas
Madura X Sapi Limousin) dan dan Deposisi Semen yang Berbeda
Purebred (Sapi Madura) dan pada Sapi Peranakan Ongole. Jurnal
Performans Produksi Hasil Ternak Tropika. 12 (2): 15-24.
Keturunannya. Tesis. Pascasarjana Sprot L.R., G.E. Selk and D.A. Adams.
Universitas Brawijaya. Malang. 2001. Review. Factors Affecting
Kutsiyah, F. 2012. Analisa Pembibitan Sapi Decisions on when to Calve Beef
Potong di Pulau Madura. Program Females. Prof. Anim Scientist. 17:
Studi Produksi Ternak Fakultas 238 – 246.
Pertanian, Universitas Madura. Wijanarko, A.W., 2010. Kajian Beberapa
Madura Faktor yang Mempengaruhi
Nurgiartiningsih, V. M. A. 2011. Peta Penampilan Reproduksi Sapi
Potensi Genetik Sapi Madura Murni Brahman Cross di Kabupaten Ngawi.
di Empat Kabupaten di Madura. Disertasi. Program Pasca Sarjana
Jurnal Ternak Tropika Vol. 12 (2) : Fakultas Peternakan. Universitas
23-32. Brawijaya. Malang.
Nuryadi dan S. Wahjuningsih. 2011.
Penampilan Reproduksi Sapi
Peranakan Ongole dan Peranakan
Limousin di Kabupaten Malang. J.
Ternak Tropika. 12 (1): 76-81.
Prasetya, A.D. 2014. Perbandingan Tingkat
Keberhasilan Inseminasi Buatan pada
Sapi Madura dan Sapi Madrasin
(Madura-Limousin) di Kecamatan
Geger Kabupaten Bangkalan.
9

You might also like