You are on page 1of 12

Hukum Thawaf Wada’ bagi Wanita Haid

Pada saat Ingin Meninggalkan Mekkah dalam


Prespektif Imam Empat Madzhab
Studi Hadist Ahkam yang berhubungan dengan Fiqh

Diah Widhi Annissa


Universitas Darusslam Gontor (UNIDA) Mantingan, Ngawi
email : diah.nisa01@gmail.com

Abstrac

This article discusses the fiqh of worship focused on the Hajj and Umrah, namely
the law of performing Thawaf wada' for a menstruating woman when leaving
Mecca in the side of the thought of the four imams. Tawaaf wada’ is the end of all
the series of pilgrimage. If someone has performed thawaf wada he should pray to
Allah to be given the opportunity to return to Baitullah, after that he comes out of
the Grand Mosque and does not perform a series of Hajj and Umrah pilgrimage
like Thawaf, Sai, Wukuf and others, even the prayers at the Haram are already can
not be done, if someone does it then he must repeat the tawaf wada 'which he had
done. In the hadith of the Prophet Muhammad, narrated by Muslims, namely:

ِ ‫آخر عه ِد ِه بِالْبي‬
ِ ِ
‫ت‬ َْ َ ‫اَ َيْنفَر َّن أ‬
ْ َ ُ ‫َح ٌد َحىَّت يَ ُكو َن‬

Meaning: Let not one of you go home but the end it does is tawaf in Baitullah
(HR.Muslim, IV / 93)

In the hadith it is very clear that tawaf wada' must be done for anyone who will
leave the city of Mecca or Baitullah, but for women who are menstruating but he
has not done so the woman gets dispensation and get the choice (endeavor) to
continue doing tawaf wada' on condition terms and conditions. This article will
explore the thoughts of the four mazhab imams about the law of tawaf wada on
menstruating women.

Key words: Thawaf Wada’, Menstruation Women, Thought of the Imam of the
Four Schools

Abstrak

Artikel ini membahas tentang fiqh ibadah yang difokuskan dalam ibadah
haji dan umroh yaitu hukum melaksanakan thawaf wada’ bagi seorang wanita
haid pada saat meninggalkan Mekkah dalam sisi pemikiran imam empat madzhab.
Thawaf wada’ adalah akhir dari semua rangkaian ibadah haji. Jika seseorang
telah melakukan thawaf wada hendaknya dia berdoa kepada Allah agar diberi
kesempatan untuk kembali ke Baitullah, setelah itu keluar dari Masjidil haram dan
tidak melakukan rangkaian ibadah haji dan umroh seperti Thawaf, Sai,Wukuf dan
lain lain, bahkan shalat di masjidil haram pun sudah tidak dapat dilakukan, jika
seseorang melakukan hal tersebut maka dia wajib mengulangi thawaf wada’ yang
telah dilaksanakannya. Dalam hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim yaitu :

ِ ‫آخر عه ِد ِه بِالْبي‬
ِ ِ
‫ت‬ َْ َ ‫اَ َيْنفَر َّن أ‬
ْ َ ُ ‫َح ٌد َحىَّت يَ ُكو َن‬

Artinya: Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan akhir yang


dilakukannya adalah thawaf di Baitullah (HR.Muslim,IV/93)

Dalam hadist tersebut sangat jelas bahwa thawaf wada’ harus dilakukan
bagi siapapun yang akan meninggalkan kota Mekkah atau Baitullah, namun pada
wanita yang sedang haid tetapi dia belum melaksankannya maka wanita tersebut
mendapatkan dispensasi dan mendapatkan pilihan (ikhtiyar) untuk tetap
melakukan thawaf wada’ dengan syarat-syarat yang berlaku. Artikel ini akan
mengupas tentang pemikiran imam empat madzhab tentang hukum thawaf wada’
pada wanita haid.

Kata kunci : Thawaf Wada’, Wanita Haid, Pemikiran Imam Empat Madzhab
PENDAHULUAN

Allah berfirman dalam kitabNya yang artinya :

“Sesungguhnya rumah (ibadah) yang dibangun untuk manusi, ialah (Baitullah)


yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh
alam. Disana terdapat tanda-tanda yang jelas,(diantaranya) maqam Ibrahim.
Barang siapa yang memasukinnya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara)
keajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah,
yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana. Barang
siapa yang mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah Allah mahakaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam. (Al-Imran 3: 96-87)

Haji adalah pergi ke Mekkah dengan sengaja untuk melaksanakan ibadah


thawaf, sa’i, wukuf di arafah dan amalan-amalan haji lainnya untuk mendapatkan
ridha Allah dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba. Haji
merupakan salah satu rukun islam dan salah satu ibadah yang tidak dapat
dipisahkan dengan agama, jika seseorang telah mengingkarinya maka dia telah
ingkar juga kepa Allah dan RasulNya.

Menurut pendapat mayoritas ulama, ibadah haji mulai diwajibkan pada


tahu keenam hijriyah, berdasarkan firman Allah dalam surah Al-baqarah ayat 196
yang berbunyi “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan Umrah karena Allah”.
Rukun haji ada 7 dan salah satunya adalah thawaf.

Thawaf secara bahasa berarti berputar mengelilingi sesuatu, seperti kita


ketahui bahwa thawaf mengeliling Ka’bah. Secara istilah berarti berputar
mengelilingi baitul harom atau Ka’bah. Dalam haji terdapat 3 thawaf yang di
syariatkan, yaitu Thawaf qudum,Thawaf Ifadhah (atau thawaf ziarah atau thawaf
rukun) dan thawaf wada’ yang merupakan thawaf perpisahan dengan ka’bah.
Selain tiga thawaf ini adalah thawaf sunnah.
Ayat ini turun–sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim di dalam kitab
shahihnya–sebagai respon atas fenomena kaum Yahudi yang memperlakukan
wanitanya yang sedang haid dengan tidak manusiawi. Mereka akan mengusirnya,
tidak mau tinggal seatap dan enggan makan bersama-sama seoalah-olah wanita
ketika haid adalah manusia yang menjijikan. Allah menurunkan ayat ini yang
menjelaskan bahwa haid memang darah kotor sehingga dilarang bagi suami untuk
melakukan hubungan badan dengannya selama ia haid sampai datang masa suci.
Nabi SAW juga menegaskan kembali di dalam sabdanya, “Lakukan apa saja
kecuali jimak,” yaitu boleh bagi suami untuk tetap tinggal seatap dengan istrinya,
makan bersama dan melakukan aktivitas bersama-sama dengan istrinya seperti
biasa ketika suci kecuali berhubungan badan.

WANITA HAID DALAM PRESPEKTIF ISLAM

Haid secara etimologi berarti mengalir. Sedangkan haid secara terminologi


adalah darah yang keluar dari farji atau kemaluan seorang wanita setelah umur 9
tahun, dengan tidak dikarenakan sakit tetapi memang takdir untuk wanita, dan
tidak setelah melahirkan anak.1

Dasar haid di dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut :

‫وه َّن َحىَّت‬ ِ ‫ِّس اءَ يِف الْ َم ِح‬


ُ ُ‫يض َواَل َت ْقَرب‬ ِ ْ َ‫يض قُ ل ُه و أَ ًذى ف‬
َ ‫اعتَزلُوا الن‬
ِ
َ ْ ِ ‫ك َع ِن الْ َمح‬
َ َ‫َويَ ْس أَلُون‬

ُّ ِ‫ني َوحُي‬
‫ب‬ ُّ ِ‫ث أ ََم َر ُك ُم اللَّهُ إِ َّن اللَّهَ حُي‬
َ ِ‫ب الت ََّّواب‬ ُ ‫وه َّن ِم ْن َحْي‬
ُ ُ‫يَطْ ُه ْر َن فَ ِإ َذا تَطَ َّه ْر َن فَ أْت‬

َ ‫الْ ُمتَطَ ِّه ِر‬


‫ين‬

Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu


adalah kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan

1
https://islam.nu.or.id/post/read/83196/pengertian-dalil-dan-hikmah-haid 27-08-2019 /10:19
Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri.” (Q.S Al-Baqarah:222)2

Ayat ini turun sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim di dalam kitab
shahihnya sebagai jawaban atas perlakuan kaum yahudi pada wanita yang sedang
haid dengan cara yang tidak manusiawi. Mereka akan mengusirnya, tidak mau
tinggal seatap dan enggan makan bersama-sama seoalah-olah wanita ketika haid
adalah manusia yang menjijikan dan tidak patut didekati . Allah menurunkan ayat
ini yang menjelaskan bahwa haid memang darah kotor sehingga dilarang bagi
suami untuk melakukan hubungan badan dengannya selama ia haid sampai datang
masa suci. Rasulullah bersabda di dalam hadistnya yang artinya “lakukan apa saja
kecuali jimak”

Sedangkan dasar haid dari hadits Nabi SAW adalah sebagaimana


tergambar dalam hadits Nabi SAW riwayat Aisyah RA di dalam Shahih Al-
Bukhari berikut ini:

‫ت َعْب َد الرَّمْح َ ِن بْ َن‬ ِ َ َ‫ ح َّدثَنَا س ْفيا ُن ق‬: ‫ال‬ ِ ِ ِ


ُ ‫ مَس ْع‬: ‫ال‬ َُ َ َ َ‫ ق‬، ‫َح َّدثَنَا َعل ُّي بْ ُن َعْبد اهلل‬
ُ ‫ت َعائِ َشةَ َت ُق‬
‫ول َخَر ْجنَا الَ َنَرى إِالَّ احْلَ َّج َفلَ َّما‬ ِ ُ ‫اسم ي ُق‬
ُ ‫ مَس ْع‬: ‫ول‬
ِ ِ ِ
ُ ‫ مَس ْع‬: ‫الْ َقاس ِم قَ َال‬
َ َ ‫ت الْ َق‬
َ َ‫ ق‬، ‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم َوأَنَا أَبْ ِكي‬
‫ َما‬: ‫ال‬ ِ ‫ول‬ ُ ‫ت فَ َد َخ َل َعلَ َّي َر ُس‬
ُ‫ض‬ْ ‫ف ِح‬
َ ‫ُكنَّا بِ َس ِر‬
ِ ‫ضي ما ي ْق‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ضي‬ َ ‫ال إِ َّن َه َذا أ َْمٌر َكتَبَهُ اللَّهُ َعلَى َبنَات‬
َ َ ْ‫آد َم فَاق‬ ُ ‫لَك أَنُف ْست ُق ْل‬
َ َ‫ت َن َع ْم ق‬
ِ ‫ول‬ ِ
‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم َع ْن‬ ُ ‫ض َّحى َر ُس‬ ْ َ‫اج َغْيَر أَ ْن الَ تَطُويِف بِالَْبْيت قَال‬
َ ‫ت َو‬ ُّ َ‫احْل‬

‫نِ َسائِِه بِالَْب َق ِر‬

Hadits di atas menyebutkan bahwa Aisyah RA saat berhaji dengan


Rasulullah SAW dan ketika sampai di Kota Sarf ia menangis karena haid
sehingga ia tidak dapat melanjutkan ibadah hajinya. Rasulullah SAW mencoba
menenangkannya dengan mengatakan, “Sungguh ini adalah perkara yang telah

2
Ibnu rusdy,bidayatul mujatahid,Bairut, Dar Al ilmu, 2011 bab haji dan umroh hal 3
ditetapkan Allah untuk anak-anak prempuan keturunan Adam, maka selesaikanlah
rangkaian ibadah haji yang harus diselesaikan selain Thawaf.” Aisyah berkata,
“Dan (setelah itu) Rasulullah SAW menyembelih sapi untuk para istrinya.

THAWAF WADA’ BAGI WANITA HAID

Thawaf Wada’ dilakukan pada akhir masa ibadah haji, karena Wada’
berarti perpisahan. Wajib bagi para jamaah haji atau umroh untuk melaksanakan
thawaf wada’ sebagai salam perpisahan kepada Baitullah. Usai mengerjakan
thawaf wada’, setiap jemaah haji diizinkan untuk meninggalkan Baitullah dengan
cara yang wajar tanpa harus berjalan mundur atau sambil menunduk. Siapa yang
tidak menjalani Tawaf Wada’ maka ia wajib membayar dam atau denda sebesar
satu ekor kambing, baik disengaja maupun bila terlupa. Kambing tersebut
disembelih dimana saja dan dibagikan kepada kaum faqir yang membutuhkan.
Tawaf wada’ ini hanya diwajibkan bagi jemaah haji yang tinggal di luar kota
Mekkah.

Hukum wajibnya thawaf wada’tertera pada hadist Rasulullah SAW yaitu :

‫صلَى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَ َم اَل‬ َ ‫ص ِر ُف ْو َن ِم ْن ُك ِّل َو ْج ٍه ؛ َف َق‬


َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ ‫َّاس َيْن‬
ُ ‫َكا َن الن‬
ِ ‫آخر عه ِد ِه بِالْبي‬
ِ ِ
)‫ت(رواه مسلم‬ َْ َ ‫َيْنفَر َّن أ‬
ْ َ ُ ‫َح ٌد َحىَّت يَ ُكو َن‬

Artinya: Semula orang-orang pergi keberbagai arah, kemudian Rasulullah


bersabda: Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan akhir yang
dilakukannya adalah thawaf di Baitullah (HR.Muslim,IV/93)

Hadist diatas dapat disimpulkan bahwa thawaf wada’ adalah wajib bagi
siapapun yang ingin meniggalkan Baitullah. Namun bagaimana dengan hukum
thawaf wada’ bagi wanita yang datang masa haidnya ketika ingin meninggalkan
mekkah, banyak dari jamaah wanita meminum obat penunda haid untuk dapat
tetap melaksanakan apa apa saja ibadah yang dilakukan di tahah suci mekkah.
Syarat wajib thawaf adalah suci dari hadas besar dan junub, dalam konteks ini kita
dapat menyimpulakan bahwasannya wanita dalam keadaan haid ketika ingin
meninggalkan kota mekkah atau baitullah diberi keringanan untuk meninggalkan
thawaf wada’.

Diriwayatkan oleh Aisyah R.A bahwasannya Shafiyah R.A mengalami


haid pada saat rombongan haji ingin melakukan thawaf wada’, Nabi Muhammad
Saw, langsung menyuruhnya pulang kembali ke Madinah tanpa mengerjakan
thawaf wada’.3 Pada hadist berikut menjelaskan bahwasannya thawaf wada’ tidak
wajib bagi wanita haid,dan tidak membayar dam ataupun denda karena telah
meninggalkannya, dia adalah sebuah keringanan yang diperuntukan untuk wanita
hadist tersebut berbunyi:

ِ ِ‫ِّف َع ْن احلَائ‬ ِ ِِ ِ ِ
‫ض‬ َ ‫َّاس أَ ْن يَ ُك ْون آ خَر َع ْهده ْم بِاالبِْيت إِاّل َ اَنُّه ُخف‬
ُ ‫أُمَر الن‬
Artinya: Orang-orang diperintahkan agar amalan yang terakhir kali mereka
kerjakan adalah thawaf di Ka’bah. Hanya ada keringan bagi wanita yang sedang
haid. 4

Dikutip dari situs Republika.co.id bahwasannya konsultan ibadah haji KH.


Muhammad Muchtar Ilyas berkata thawaf wada’ hukumnya wajib bagi mereka
yang melaksanakan ibadah haji atau umrah. Namun, bagi perempuan yang sedang
haid pada saat perpulangan jemaah tersebut maka tawaf wada hukumnya tidak
wajib hukumnya.

Seorang wanita yang sedang mengalami masa haid pada saat perpulang
jamaah tiba dan seharusnya dia melaksankan thawaf wada’ sebagai gantinya dia
boleh melambaikan tangan saja dari luar Masjidil Haram dan berdoa agar
diberikan kesempatan untuk dapat kembali melaksanakan ibadah haji ataupun
umrah. Bagi wanita yang sedang haid, dan darah haid tersebut tinggal sedikit
maka dia diperbolehkan untuk thawaf wada’ dengan syarat mandi dan dia dapat
memastikan bahwa darah haidnya tidak menetes keluar.
3
Prof.DR. Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam wa Adhilatuhu,Jakarta,Gema insani,2011, Jilid 3, hal 496
4
Muttafaq ‘alaih
Pada pendapat yang beliau berikan sejalan dengan riwayat Imam Nawawi
yaitu :

‫ ليس على احلائض وال على النفساء طواف‬: ‫قال اإلمام النووى رضي اهلل عنه‬

‫وداع وال دم عليها لرتكه الهنا ليست خماطبة به للحديث السابق لكن يستحب هلا ان‬

‫تقف على باب املسجد احلرام وتدعو‬

Al-Iman al-Nawawi berkata: “Bagi wanita yang sedang haid atau nifas,
mereka tidak diwajibkan melakukan thawaf wada’ dan juga tidak terkena dam
karena tidak diperintahkan sesuai hadits sebelumnya, hanya saja disunnahkan
untuk berdiri di depan pintu masjid al-Haram sambil berdoa”5

Tetapi ada beberapa perbedaan fatwa atau pemikiran dari imam 4 madzhab
dalam konteks ini, tentu saja dalam mengeluarkan pendapatnya, seorang imam
tidak akan sembarangan mengambil dalil sebagai landasan pendapatnya.

5
Al-Majmu’ , VIII/255
PEMIKIRAN EMPAT IMAM MADZHAB TENTANG INI

Jumhur berpendapat bahwa suci dari najis ataupun hadas adalah syarat
wajib terlaksananya thawaf, seperti yang tertera di hadist yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas berbunyi

‫اح فِْي ِه الْ َكالَ َم‬ َّ ‫صالَةٌ إِالَّ أ‬


َ َ‫َن اهللَ أَب‬
ِ
َ ‫اف بِالَْبْيت‬
ُ ‫الطََّو‬

“Thawaf di Baitullah adalah shalat. Hanya saja, Allah memperbolehkan berbicara


dalam thawaf”

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwasannya suci adalah bukan syarat


melaksanakan thawaf, sehingga boleh dan sah bagi orang-orang yang berhadas
kecil untuk melakukan thawaf. Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa hadist yang
ditulis oelh Ibnu Abbas tidak shahih dari Rasulullah, melainkan mauquf sampai
ibnu abbas saja atau perkataan dari ibnu abbas sendiri.6 Namun dalam empat
madzhab yang dianut umat islam pada era sekarang terdapat perbedaan dalam
menyikapinya.

Indonesia yang mayoritas menggunakan madzhab syafi’i yang sudah


terang dan jelas bahwa segala sesuatu yang berbentuk ibadah wajib melaksanakan
thaharah atau bersuci, namun tidak bagi para penganut madzhab Hanafi.
Madzhab Hanafi menerangkan bahwasannya bersuci bukanlah syarat sah thawaf,
Hanafi berpendapat, jika bersuci saja bukan menjadi syarat sahnya thawaf, maka
dapat ditarik kesimpulan dari pendapat madzhab ini orang berhadas seperti nifas
dan haid dapat melaksanakan thawaf wada’

Pada madzhab Syafi’i suci adalah syarat wajib melaksanakan thawaf,


meninjau dari setiap ibadah-ibadah juga diwajibkannya bersuci sebelum
melaksanakannya, maka pada madzhab ini wanita yang haid mendapatkan
dispensasi untuk tidak melaksanakannya dan tidak juga diwajibkan membayar
dam atau denda karenanya. Pada madzhab Maliki bersuci menjadi fardhu yang
mana berthawaf harus dalam keadaan suci, namun ketika dalam pelaksanannya
6
https://asysyariah.com/thaharah-merupakan-syarat-sahnya-thawaf/ 29-08-2019, 10:30
jika buang angin, itu tidak menjadi masalah dan dapat tetap melaksanakan
thawafnya. Pada madzhab ini wanita haid juga mendapatkan dispensasi untuk
meninggalkan thawaf wada’

Madzhab Hambali juga berpendapat bahwa suci menjadi syarat sahnya


thawaf, pada madzhab ini wanita haid tidak diperkenankan untuk melaksanakan
thawaf wada’ dan tidak membayarkan dam karenanya, namun cukup bagi wanita
haid untuk melambaikan tangannya dari luar masjidil haram dan berdoa untuk
dapat diberi kesempatan kembali dapat melaksanakan ibadah umroh dan haji lagi.

KESIMPULAN
Thawaf wada’ wajib bagi seluruh jamaah umroh ataupun haji jika ingin
meninggalkan Baitullah, sebagai tanda penghormatan sebelum kembali ke daerah
masing-masing, dan berdoa supaya dapat diberikan kesempatan untuk kembali
menunaikan ibadah haji dan umroh sebagaimana yang telah dilaksanakan. Bagi
wanita haid Thawaf wada’ tidak wajib baginya menurut jumhur yang saya
simpulkan dari dalil-dalil yang mereka keluarkan, bahwasannya syarat wajib
thawaf adalah suci dari hadas dan dapat disimpulkan seorang wanita yang datang
masa haidnya pada waktu perpulangan jamaah tiba, maka dia mendapatkan
dispensasi untuk tidak mengerjakan thawaf wada’, namun cukup melambaikan
tangan di depan pintu masuk masjidil haram seraya berdoa agar diberi
kesempaatan untuk kembali ke Baitullah dan menjalankan ibadah didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Az-zuhaili,Wahbah, Prof.DR., Fiqh Islam wa Adhilatuhu,Jakarta,Gema
insani,2011, Jilid 3.

Rusdy,Ibnu,Bidayatul Mujtahid,bairut,dar al ilmi, 2011, jilid 2 bab haji


dan umroh

Bulughul Maram

Al-Majmu’ Jilid 3

https://asysyariah.com/thaharah-merupakan-syarat-sahnya-thawaf/

https://islam.nu.or.id/post/read/83196/pengertian-dalil-dan-hikmah-haid

Republika.com, thawaf wada’ bagi wanita haid

You might also like