Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS HUKUM
SEMARANG
2020
Mata Kuliah : Metode Penelitian Hukum
Dosen : Dr. Ira Alia Maerani, SH., MH
Disusun oleh :
ii
ABSTRACT
LEGAL SANCTIONS TO NOTARY VIOLATING OBLIGATIONS AND
PROHIBITION UNDER THE LAW ON NOTARY FUNCT ION
iii
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Seperti yang diketahui, pada era globalisasi saat ini, lembaga Notariat
hukum serta memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi para pihak,
Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu organ negara yang
keperdataan.1
Secara teoritis, akta otentik adalah surat atau akta yang sejak semula
dogmatis berdasarkan Pasal 1868 KUHPerd, akta otentik adalah akta yang
dibuatnya.2
luar persidangan, yaitu sebagai alat bukti otentik yang sempurna dan
mengikat, dalam arti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta
tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai
benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat
membuktikan sebaliknya.
adanya suatu pengawasan dan pembinaan oleh pihak lain secara terus
menerus agar tugas dan kewenangan Notaris selalu sesuai dengan kaidah
2
Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, hal.153.
3
yang telah ditentukan bukan saja jalur hukum, tetapi juga atas dasar moral
3
Preventif: bersifat mencegah (supaya jangan terjadi apa-apa). Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Republik
Indonesia, dalam http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada hari jumat tanggal 17 juni 2020.
4
Kuratif: dapat menolong menyembuhkan, mempunyai daya untuk mengobati. Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Republik Indonesia, dalam http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada hari jumat
tanggal 17 juni 2020.
4
Departemen Kehakiman.
2004, Lembar Negara Nomor 117, Tambahan Berita Negara Nomor 4432
dan HAM.
Menteri yang saat ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
ibukota propinsi;
Negara.5
unsur yaitu pihak ahli dari unsur akademisi, unsur pemerintah, dan dari
6
Habib Adjie, 2005, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris,
Renvoi, No. 28, Th. III, hal. 130.
6
Notaris.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan sanksi hukum terhadap Notaris yang melanggar kewaji ban dan
larangan UUJN?
C. Tujuan
hukum terhadap Notaris yang melanggar kewaji ban dan larangan UUJN.
penjatuhan sanksi hukum (sesuai hukum acara) terhadap Notaris yan g melanggar kewaji ban
D. Landasan Teoritis
Asas-asas hukum, konsep hukum dan teoriteori hukum dalam landasan teoritis ini yang
6. Teori Pembuktian
7. Teori Legislasi
E. Metode Penelitian
8
Sumber bahan hukum dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan yang terdiri dari
BAB II
9
PEMBAHASAN
Menurut G.H.S. Lumban Tobing wewenang notaris adalah membuat akta otentik
menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yan berwenang untuk membuat
akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini. Sedangkan kewenangan lainnya tersebut dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2)
UUJN yang meliputi;
a. Mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersankutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan foto kopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. Membuat akta yang bekaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan terhadap UUJN menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-
undang lainnya. Definisi notaris dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2
Tahun 2014 sedikit mengalami perluasan makna terutama terkait dengan kewenanan
notaris yang tidak hanya berdasarkan UUJN akan tetapi juga meliputi kewenangan
berdasarkan undang-undang lainnya. Misalnya Undang-Undang No. 4 tahun 1996
tentang Hak Tanggungan, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas serta perundang-undang lainnya
Terkait dengan pengertian akta otentik dapat dilihat dari ketentuan Pasal
1868 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yg di
dalam bentuk yg ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa ditempat dimana akta itu dibuat. Suatu akta
adalah otentik bukan karena penetapan undang-undang, akan tetapi dibuat oleh atau
11
dihadapan seorang pejabat umum. Artinya jika suatu akta notaris dibuat dalam
bentuk yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUJN jo Pasal 1868
KUHPerdata tidak bisa dikatakan sebagai akta otentik. Implikasi hukumnya tidak
hanya terhadap akta yang dibuat oleh notaris akan tetapi juga terhadap jabatan
notaris. Terhadap akta yang dibuat oleh notaris bisa menyebabkan akta tersebut
terdegradasi menjadi akta di bawah tangan. Sedang terhadap jabatan notaris dapat
dimintakan pertanggungjawaban tidak hanya secara administrasi akan tetapii juga
pidana dan perdata.
Istilah Notaris dapat dijumpai dalam berbagai norma atau pendapat ahli.
Notaris disebut sebagai pejabat umum. Pejabat Umum merupakan terjemahan dari
istilah openbare amtbtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris
(PJN) dan Pasal 1868 KUHPdt. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa
notaris berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki para pihak atau menurut
aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta autentik. Pembuatan akta tersebut
harus berdasarkan aturan hukum yang berkaitan dengan prosedur pembuatan akta
notaris, sehingga Jabatan Notaris sebagai Pejabat Umum tidak perlu lagi diberi
sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris. Jabatan notaris disebutkan
dalam Pasal 1 UU Jabatan Notaris (selanjutnya UUJN) yang menyatakan bahwa:
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh
suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan
memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta
itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat atau orang lain. Kata notaris berasal dari kata "nota literaria" yaitu tanda
tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan
12
ungkapan kalimat yang disampaikan nara sumber. Tanda atau karakter yang
dimaksud adalah tanda yang dipakai dalam penulisan cepat (stenografie).5 Pada
awalnya jabatan notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat umum (private notary)
yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat akan
alat bukti autentik yang memberikan kepastian hubungan hukum keperdataan. Jadi,
sepanjang alat bukti autentik tetap diperlukan oleh sistem hukum negara maka
jabatan notaris akan tetap diperlukan eksistensinya di tengah masyarakat.
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01-
HT.03.01 Tahun 2006, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan
Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris, dalam Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud
dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris (UUJN). Notaris adalah pejabat umum maksudnya adalah seseorang yang
diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh negara untuk melayani publik dalam
hal tertentu. Hal ini menunjukkan peran negara yang menentukan posisi atau
eksistensi notaris. Tanpa campur tangan negara, tidak akan pernah ada norma
yuridis yang memberikan otoritas pada notaris. Notaris merupakan pejabat publik
yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, guna
memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum
dalam masyarakat. Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi
publik negara, yang khususnya di bidang hukum perdata. Bahwa untuk membuat
13
pelaksanaan jabatan Notaris (lihat pasal 67 UUJN juncto pasal 1 ayat 1 Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
Tahun 2004).
Dalam melaksanakan tugas kewajibannya Badan tersebut secara fungsional
dibagi menjadi 3 bagian secara hirarki sesuai dengan pembagian suatu wilayah
administratif ( Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat ) yaitu : Majelis Pengawas
Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. (Pasal 68 UU JN
). Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Majelis Pengawas Daerah bisa
mengawasi beberapa daerah kabupaten/kota dalam satu propinsi.
Terkait dengan kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) diatur dalam Pasal 27
ayat (2) huruf a dan Pasal 70 UU No. 30 tahun 2004. Pasal 27 ayat (2) huruf a
mengatur tentang wewenang MPD memberikan persetujuan cuti kepada notaris yang
jangka waktu cuti tidak lebih dari 6 (enam) bulan. Permohonan cuti notaris harus
disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum cuti dilaksanakan, kecuali
ada alasan lain yang sah.7 MPD bisa menolak permohanan cuti notaris jika syarat-
8
Lihat Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2004 menyebutkan bahwa surat keterangan cuti
paling sedikit memuat:
a. Nama notaris
b. Tanggal mulai dan berakhirnya cuti
c. Nama notaris pengganti disertai dokumen yang mendukung Notaris Pengganti tersebut sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan
16
hal;
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode
etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris
b. Melakukan pemeriksaan terhadap protocol notaris secara berkala 1 (satu) tahun
atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c. Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. Menetapkan Notaris Pengganti;
e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima
Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
f. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol
Notaris yang diangkat sebagai Pejabat Negara
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode
Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang;
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
Mencermati wewenang MPD tersebut dapat disimpulkan bahwa
Kewenangan pengawasan oleh MPD bukan kewenangan yang bersifat mandiri.
MPD sebagai perpanjangan tangan dari Menteri Hukum dan HAM. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan MPD terhadap Notaris berupa rekomendasi kepada
MPW, dan MPW akan meneruskan kepada MPP. Pelaksanaan penjatuhan sanksi
bagi notaris tetap ada pada Menteri Hukum dan HAM sebagai pejabat yang
mengangkat dan memberhentikan notaris jika terbukti melakukan pelanggaran-
pelanggaran administrasi dalam UUJN.
17
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
kesimpulan bahwa:
a. Sanksi perdata diatur dalam Pasal 16 ayat (9 dan 12), Pasal 41, Pasal 44 ayat (5),
Pasal 48 ayat (3), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5) dan Pasal 51 ayat (4) yaitu akta
autentik terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan
bunga kepada Notaris, namun tidak mengatur tentang mekanisme pembatalan akte
pengadilan.
b. Sanksi adminstratif diatur dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 16 ayat (11 dan 13) , Pasal
17 ayat (2), Pasal 19 ayat (4), Pasal 32 ayat (4), Pasal 37 ayat (2), Pasal 54 ayat (2)
dan Pasal 65A UUJN yaitu berupa Peringatan tertulis, Pemberhentian sementara,
c. Sanksi pidana tidak diatur dalam UUJN, namun terhadap Notaris dapat dikenakan
sanksi pidana berdasarkan ketentuan yang ada dalam KUHP sepanjang tindakan
Notaris telah memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan kode
2. Mekanisme penjatuhan sanksi hukum (sesuai hukum acara) terhadap Notaris yang
autentik menjadi berkekuatan sebagai akta dibawah tangan harus dengan pembuktian
melalui proses gugatan perdata di pengadilan umum yang diajukan oleh para pihak
yang namanya tersebut dalam akta dan menderita kerugian sebagai akibat dari akta
tersebut. Pihak penggugat wajib membuktikan aspek lahiriah, formal dan materiil
yang di langgar oleh Notaris. Jika terbukti maka Notaris dapat dibebani penggantian
biaya, ganti rugi dan bunga. Hal ini dimaksudkan penilaian akta autentik yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan tidak dari satu pihak
saja, tetapi harus dilakukan oleh atau melalui dan dibuktikan di pengadilan.
langsung oleh instansi yang diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tersebut
yaitu Majelis Pengawas, dimana proses penjatuhan sanksi dilakukan secara gradual
oleh Notaris.
19
tindak pidana, maka Notaris wajib dihukum dan KUHP secara umum dapat
diterapkan terhadap Notaris tersebut sesuai dengan asas lex specialis derogate legi
generali yang ditafsirkan secara a contrario yaitu sepanjang tidak diatur pengaturan
mengenai sanksi pidana dalam UUJN secara khusus maka akan berlaku ketentuan
sanksi pidana adalah para pihak yang dirugikan dapat mengajukan laporan/pengaduan
kepada polisi terkait pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris, bila terbukti
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang amar putusannya
B. Saran
ketentuan dalam Pasal 60 Peraturan Jabatan Notaris yang termuat dalam Reglement
op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860:3) khususnya mengenai mekanisme
pembatalan akta autentik menjadi akta dibawah tangan diberlakukan kembali dalam
UUJN. Hal ini dikarenakan ketentuan tersebut masih relevan dan bahkan diperlukan
demi kepastian hukum bagi Notaris dan para pihak dalam akta.
b. Perlunya perumusan tentang sanksi pidana dalam UUJN, agar ke depan profesi
notaris lebih baik dan lebih disiplin serta terciptanya kepastian hukum terhadap
masyarakat dan Notaris itu sendiri, dimana penjatuhan sanksi pidana merupakan
upaya terakhir yang pamungkas untuk memberikan efek jera.
DAFTAR PUSTAKA
i. Buku
N.G. Yudara, 2006, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran
Di Seputar Kedudukan Dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut
Sistem Hukum Indonesia), Makalah disampaikan dalam rangka Kongres INI
di Jakarta: Majalah Renvoi Nomor 10.34.III.
Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:
Liberty.
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 68.
ii. INTERNET
Preventif: bersifat mencegah (supaya jangan terjadi apa-apa). Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan Republik Indonesia, dalam
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada hari jumat
tanggal 17 juni 2020.
Kuratif: dapat menolong menyembuhkan, mempunyai daya untuk mengobati.
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Republik Indonesia, dalam
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada hari jumat
tanggal 17 juni 2020.