You are on page 1of 8

MAJALAH SAINSTEKES 6 (2): 098-105 (2019)

Gambaran Klinis Stomatitis Aftosa Rekuren pada Pasien dengan Infeksi


Human Immunodeficiency Virus (Laporan Kasus)

Clinical Features Recurrent Aphthous Stomatitis in Patient with Human


Immunodeficiency Virus Infection (Case Report)

Nurfianti1, Siti Aliyah Pradono2


1
Oral Medicine Residency Program, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta
2
Department of Oral Medicine, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta
E-mail: nurfiantieva@gmail.com

KEYWORDS reccurent aphthous stomatitis, HIV, clinical features, tuberculous oral ulcer

ABSTRACT Recurrent oral ulceration usually induced pain and influence patient’s
quality of life. Reccurent Aphthous Stomatitis (RAS) is a common disorder
with recurring ulcers, affecting the oral mucosa, painful and no other signs
of systemic disease. Human Immunodeficiency Virus (HIV) is considered as
a predisposing factor for RAS. Lesion of RAS associated with HIV, usually
more severe, longer lasting to healing and non specific clinical features.
This case report describe clinical features of recurrent oral ulceration in
HIV patient. A 23 year old female came with complaint oral ulceration in
soft palate and tongue since 2 months ago. Patient was diagnosis HIV since
seven years ago. Several examinations were done to explore possibility of
opportunist infection in HIV patient. Intra oral examination showed regular
ulcer, with yellowish base, surrounding erythematous halo. The locations of
ulcer were in labial mucosa, dorsum and ventral of the tongue, and soft
palate. Ulceration in keratinized mucosa and non keratinized mucosa, gives
un-specific features mimicking Tuberculous oral ulcer but in this case there
was no indurations on all ulcer. Based on anamnesis and clinical
examination, the diagnosis of this case is RAS with differential diagnosis of
Tuberculous oral ulcer. The therapy given was gold standard of RAS, the
outcome was successful without TB therapy. RAS on HIV Patient can give
unspecific clinical features, mimicking oral manifestation of opportunist
infection commonly occurred in HIV patient.

PENDAHULUAN Rekuren (SAR) merupakan suatu


gangguan umum yang ditandai ulserasi
Ulserasi berulang pada rongga oral berulang yang terbatas pada mukosa
mulut seringkali menyakitkan dan dapat mulut tanpa tanda-tanda lain dari
mempengaruhi kualitas hidup seseorang penyakit sistemik. Ulserasi ini umumnya
(Davoodi et al., 2014). Stomatitis Aftosa terdapat pada mukosa tidak berkeratin.
099 NURFIANTI, SITI ALIYAH PRADONO

Defisiensi hematologi, gangguan mendapatkan penataksanaan yang


kekebalan tubuh, dan penyakit jaringan optimal sehingga dapat meningkatkan
ikat dapat menyebabkan ulserasi yang kualitas hidup pasien dengan infeksi HIV
secara klinis mirip dengan SAR, yang (Coogan, 2005) .
dapat diatasi apabila kondisi sistemiknya Pada laporan kasus ini akan
dilakukan penatalaksanaan yang dibahas suatu kasus, seorang dengan
komprehensif (Woo et al., 2015; Preeti et riwayat ulserasi oral berulang yang
al, 2011). terjadi setelah terdiagnosis HIV.
Stomatitis Aftosa Rekuren
merupakan penyakit kronik yang
mempengaruhi 20% dari populasi dunia METODOLOGI DAN ISI
(Woo et al., 2015; Hudson, 2014). Usia
onset SAR dari masa kanak-kanak atau Laporan Kasus
remaja, antara usia 10-19 tahun dan Seorang wanita, berusia 23 tahun
biasanya diderita sampai dewasa bahkan datang ke Poli Penyakit Mulut RSCM
dapat seumur hidup, ditandai dengan dengan keluhan sariawan di lidah dan
ulserasi oral beulang yang menyakitkan langit-langit sejak dua bulan lalu.
lebih banyak kemungkinan terpapar pada Sariawan telah diterapi oleh beberapa
perempuan dan individu dengan tingkat dokter gigi, tetapi tidak ada
sosial ekonomi yang lebih tinggi penyembuhan dan masih terasa sakit.
(Belenguer-Guallar et al., 2014; Akkoca Satu minggu lalu, pasien dirawat di
et al., 2014; Brocklehurst et al., 2012). rumah sakit selama 7 hari, karena
Gejala prodromal biasanya ditandai kesulitan menelan, makan, dan minum.
dengan rasa terbakar ataupun sakit pada Selama dirawat, sariawannya diobati
24-48 jam, kemudian terjadi ulserasi dengan Nistatin suspensi oral, Fluconazol
(Scully et al., 2013). dan Kotrimoksazol, tetapi pasien tidak
Faktor predisposisi dari SAR, merasa ada perbaikan. Pasien memiliki
adalah stres, faktor genetik, defisiensi riwayat medis infeksi HIV sejak tujuh
hematologi (kekurangan zat besi, asam tahun yang lalu, telah diterapi dengan
folat atau vitamin B12), kelainan Anti Retroviral Therapy, Duviral dan
imunologi, faktor-faktor lokal, seperti Efavirenz. Hasil pemeriksaan enam bulan
trauma, alergi makanan dan pasta gigi yang lalu, jumlah sel CD4 sebanyak 3 sel
yang mengandung Sodium lauryl sulfate /uL, viral load belum pernah dilakukan
(Woo et al., 2015; Hudson, 2014; pemeriksaan. Riwayat sariawan berulang
Caputo, 2012) Infeksi HIV dianggap sejak didiagnosis infeksi HIV. Sariawan
sebagai faktor predisposisi untuk SAR berpindah-pindah lokasi, tidak ada
terkait defisiensi imun. Lesi SAR terkait demam sebelum muncul sariawan,
HIV cenderung lebih parah dan lebih penyembuhan sariawan biasanya dalam
lama penyembuhannya serta rasa nyeri satu bulan. Pada pemeriksaan ekstra oral,
yang megganggu fungsi berbicara, bibir kering, tidak terdapat pembesaran
mengunyah, dan menelan, yang pada pada kelenjar getah bening servikal.
akhirnya dapat terjadi kekurangan gizi, Pemeriksaan Intra Oral, terdapat ulser
dan penurunan berat badan, kesulitan reguler dasar putih tepi halo eritema,
dalam menelan obat-obatan, sehingga tidak terdapat indurasi pada mukosa
mengganggu kualitas hidup (Caputo, labial bawah (ukuran 7 x 5 mm), dorsum
2012). Diagnosis dini diperlukan untuk lidah (ukuran 10 x 3 mm), ventral lidah
GAMBARAN KLINIS STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI 100
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (LAPORAN KASUS)

(ukuran 5 x 2 mm). Pada palatum mole, Berdasarkan anamnesis dan gambaran


terdapat ulser, dasar putih kekuningan, klinis, didiagnosis SAR dengan diagnosis
tepi halo eritema, tidak terdapat indurasi banding Ulser Oral Tuberkulosis.
ukuran 20 x 15 mm. (Gambar 1). Penatalaksaanaan ulser dengan obat
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan kumur yang mengandung
klinis, diagnosis kasus ini adalah polivinilpirolidon (PVP), asam
Stomatitis Aphthous Rekuren (SAR) glycyrrhetinic, ekstrak lidah buaya, dan
Terapi yang diberikan kumur buang sodium hyaluronate, empat kali per hari,
Doxycyclin 100mg, 3 kali sehari dan serta suportif berupa vitamin yang
vitamin yang meliputi vitamin B- mengandung vitamin B-kompleks,
kompleks, vitamin C dan zinc, satu kali vitamin C dan seng, dan nutrisi makanan.
sehari. Pasien dirujuk ke Kelompok Setelah lebih dari satu bulan dari
Kerja AIDS (Pokdisus AIDS FKUI / kunjungan pertama, pasien mengatakan
RSCM) untuk kelanjutan terapi infeksi ulserasi di palatum molle telah sembuh.
HIV, investigasi viral load, dan Biopsi belum dapat dilakukan karena
pemeriksaan darah perifer lengkap. kondisi pasien tidak memungkinkan
Kunjungan berikutnya (2 minggu dilakukan tindakan invasif. Pemeriksaan
dari kunjungan pertama ), pasien Venereal Desease Research Laboratory
dikonsul dari Kelompok Kerja AIDS (VDRL) dan Treponema Pallidum
(Pokdisus AIDS FKUI / RSCM) untuk Hemaglutination Assay (TPHA), Anti
dilakukan biopsi ulserasi oral, yang Herpes Simplex Virus (HSV) I dan II,
diduga Ulser Oral Tuberkulosis. Hasil Anti Hepatitis C Virus (HCV), Hepatitis
pemeriksaan darah lengkap menunjukkan B Surface Antigen (HbsAg), pemeriksaan
rendahnya kadar hemoglobin, hematokrit, radiologi dilakukan untuk mengetahui
eritrosit dan jumlah leukosit, dan kemungkinan infeksi oportunis yang
peningkatan jumlah trombosit dan laju dapat terjadi pada pasien HIV. Hasil
endap darah. Skrining HIV reaktif, pemeriksaan VDRL dan TPHA non
dengan jumlah CD4 10 sel/mm3. reaktif, Anti HSV I dan II Ig M non
Berdasarkan anamnesis, pasien rasa sakit reaktif, Anti HCV non reaktif, dan
pada sariawan berkurang, dan sudah HBsAg reaktif. Pemeriksaan radiologi,
dapat makan makanan padat. tidak ditemukan tanda-tanda abnormal
Pemeriksaan intra oral terlihat pada jantung dan paru-paru. Viral load
penyembuhan pada ulser di mukosa 3,190 kopi / mL. Pemeriksaan intra oral,
labial dan dorsum lidah. Ulserasi pada tidak ditemukan ulkus pada palatum
palatum molle tidak terlihat berkurangya molle (Gambar 3). Penegakkan diagnosis
ukuran lesi hanya sudah berkurang rasa pada kasus ini adalah SAR dengan faktor
nyeri pada ulser (Gambar 2). predisposisi infeksi HIV.
101 NURFIANTI, SITI ALIYAH PRADONO

a b c
a

d
Gambar 1. Ulser reguler dasar putih tepi halo eritema pada mukosa labial bawah (a), dorsum lidah (b), dan
ventral lidah (c). Pada palatum mole, terdapat ulser, dasar putih kekuningan, tepi halo eritema (d)

a b c

d
Gambar 2. Perbaikan ulser reguler pada mukosa labial bawah (a), dan dorsum lidah (b). Tidak terdapat ulser pada
ventral lidah (c). Pada palatum mole, masih terdapat ulser, dasar putih kekuningan, tepi halo eritema (d)

a
Gambar 3.Palatum mole tanpa adanya ulserasi(a)
GAMBARAN KLINIS STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI 102
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (LAPORAN KASUS)

Ulserasi pada pasien dengan terbanyak dilaporkan pada palatum


infeksi HIV cenderung lebih parah dan molle, tonsil, dan lidah. Meskipun ada
lebih lama penyembuhannya serta rasa banyak pasien dengan riwayat SAR dari
sakit yang mengganggu fungsi berbicara, sejak kecil, yang menjadi lebih parah
mengunyah, dan menelan, yang pada setelah infeksi HIV. Pasien yang
akhirnya dapat terjadi kekurangan gizi, sebelumnya tidak memiliki riwayat SAR,
dan penurunan berat badan, kesulitan kemudian setelah terkena infeksi HIV
dalam menelan obat-obatan (Caputo, baru muncul SAR, dikarenakan
2012). Pada pasien non-HIV/AIDS kurangnya jumlah limfosit dianggap
ulserasi oral berulang dapat menyembuh sebagai etiologi dari hipotesis terjadinya
tanpa pengobatan. Pada infeksi lesi. Berdasarkan penelitian SAR pada
HIV/AIDS, ulserasi biasanya disertai HIV berhubungan dengan menurunnya
infeksi sekunder dan mengandung CD4 dan meningkatnya viral load
jaringan nekrotik, dengan tepi ulserasi (Miziara, 2005). Ulserasi yang parah
tidak teratur dikelilingi halo eritema dan berupa mayor aftosa biasanya terjadi
rasa nyeri yang parah, serta pada pasien dengan CD4 < 100 sel/mm3
membutuhkan waktu lama untuk proses (Chapple, 2000) Pada penyakit infeksi
penyembuhan (Brocklehurst et al., 2012). HIV terjadi perubahan sistem kekebalan
Penegakkan diagnosis SAR tubuh yang ditandai perubahan rasio CD4
berdasarkan anamnesis pasien tentang dan CD8, dengan penurunan jumlah
riwayat ulserasi dan gambaran klinis. CD4. Peningkatan molekul adhesi dan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan sitokin (ICAM-I dan Elam) dan produksi
untuk menyingkirkan diagnosis banding TNFα dalam limfosit di peredaran darah
dari SAR (Akkoca et al., 2014; Caputo, perifer, juga berperan dalam patogenesis
2012). Klasifikasi dari SAR berdasarkan SAR (Woo et al., 2015; Phail, 1992).
gambaran klinis terdiri dari aftosa minor, Ulser oral Tuberkulosis (TB)
aftosa mayor dan aftosa herpetiform dijadikan diagnosis banding, dikarenakan
(Tabel 3) (Woo et al., 2015; Hudson, adanya ulserasi pada dorsum lidah yang
2014; Caputo, 2012). merupakan mukosa tidak berkeratin dan
Manifestasi oral SAR pada ulser pada palatum dengan respon yang
seseorang dengan infeksi HIV memiliki lama terhadap terapi. Lokasi kedua ulser
prevalensi sekitar 2-3% juga merupakan lokasi yang sering
(Gnanasundaram, 2010). Gambaran ditemukannya ulser oral TB. Gambaran
klinis dari SAR pada pasien dengan klinis ulser di dorsum lidah dan palatum
infeksi HIV biasanya berupa aftosa menyerupai ulser oral TB sekunder,
mayor yang parah, dengan lokasi yang hanya pada ulser tersebut tidak terdapat

Tabel 1. Kareteristik Gambaran Klinis SAR

Karateristik Gamnbaran klinis


Aftosa Minor Aftosa Mayor Aftosa Herpetiform
Ukuran (mm) 5-10 >10 <5
Durasi (hari) 4-14 20-30 15
Jaringan parut Tidak Ada Tidak
Presentasi dari semua aftosa 75-85 10-15 1-10
103 NURFIANTI, SITI ALIYAH PRADONO

indurasi. Ulser oral TB adalah relatif menghambat produksi prostaglandin,


jarang, memiliki prevalensi kurang dari serta menekan aktivitas leukosit (Woo et
satu persen dari populasi dengan al., 2015; Gorsky, 2007; Vijayabala,
tuberkulosis. Lesi tuberkulosis oral 2013). Kolagenase interstitial (MMP-1
mungkin primer atau sekunder, tetapi dan MMP-8) adalah enzim-enzim
lesi primer jarang terjadi biasanya pada mendegradasi kolagen tipe mukosa mulut
pasien usia muda dengan ulser tunggal yang berperan dalam kerusakan jaringan
yang menyakitkan, terdapat indurasi di SAR. Gorsky dkk., melakukan uji coba
disertai dengan pembesaran kelenjar kumur buang doksisiklin dapat
getah bening. Lesi sekunder, umumnya mengurangi rasa sakit, mengurangi
terjadi dengan ulser tunggal, indurasi, keparahan dan durasi ulser. Denman dan
tepi lesi tidak teratur, nyeri, ulser ditutupi Schiff juga melaporkan kumur buang
oleh eksudat inflamasi pada biasa terjadi tetrasiklin hidroklorida, dapat
pada pasien kelompok usia pertengahan mengurangi rasa sakit dan frekuensi SAR
dan usia tua (Jain et al., 2014; Dixit et (Vijayabala, 2013).
al., 2008). Pengurangan rasa nyeri pada
Penegakkan diagnosis definitif pasien SAR juga dapat diatasi dengan
ulser oral TB melalui biopsi eksisi aplikasi asam hialuronat. Efek lainnya
jaringan dan pemeriksaan kultur bakteri. berupa mempercepat penyembuhan
Pada gambaran histopatologi pada jaringan dengan meningkatkan epitelisasi
terlihat adanya caseating granuloma melalui proliferasi sel keratinosit basal,
yang terdiri dari sel epitel dan giant cells meningkatkan angiogenesis, dan
(Langhans giant cells). Berdasarkan mengontrol hidrasi jaringan selama
beberapa penelitian hanya sebagian kecil proses inflamasi. Pemberian aloe vera
(7,8%) positif terhadap pewarnaan basil digunakan untuk penyembuhan luka,
tahan asam, bila hasil negatif tidak anti-infeksi anti-inflamasi, dapat
menutup kemungkinan TB. Pemeriksaan mengurangi rasa nyeri dari lesi SAR, dan
klinis, radiologi, histopatologi juga bersifat antioksidan. Asam
memainkan bagian penting dalam glycyrrhetinic juga digunakan dalam
diagnosis TB (Jain et al., 2014). Pada penataksanaan kasus ini, sebagai anti-
pasien ini tidak dapat dilakukan inflamasi yang membantu dalam
pemeriksaan histopatologi karena kondisi penyembuhan ulser. Polyvinylpyrolidone
sistemik yang tidak memungkinkan dalam terapi sebagai muco-aderen dan
untuk dilakukan tindakan invasif. Pada membentuk lapisan film, yang dapat
pemeriksaan radiologi tidak ditemukan meningkatkan hidrasi jaringan. Keempat
tanda-tanda abnormal pada jantung dan bahan diatas bekerja bersamaan sehingga
paru-paru. dapat mengurangi rasa sakit dan
Penatalaksanaan SAR pada pasien kesulitan dalam menelan makanan padat
HIV bertujuan untuk mengurangi rasa dan cairan, dan aman untuk digunakan
sakit, menurunkan durasi ulserasi, dan pada bayi dan anak-anak (Babaee et al.,
mencegah infeksi sekunder (Caputo, 2012; Cimaz, 2002; Kapoor et al., 2011).
2012). Pada kasus ini pasien diberikan Pengobatan SAR masih menjadi
kumur buang Doksisiklin dengan tujuan tantangan besar terutama pada pasien
efek antibakteri, mengurangi kerusakan imunokompromais, yang memerlukan
kolagen oleh aktivitas kolagenase (anti penatalaksanaan secara komprehensif.
kolagenase), menghambat gelatinase, dan Pada kasus ini terlihat adanya respon
GAMBARAN KLINIS STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI 104
HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (LAPORAN KASUS)

yang lambat dari terapi yang dtelah DAFTAR PUSTAKA


diberikan terutama pada ulser mayor
yang terdapat di palatum molle. Akkoca, A.N., Özdemir, Z.T., Yanık, S.,
Memerlukan waktu lebih dari satu bulan Arıca, S.G., Yalçin, H., Özler,
untuk penyembuhan ulser. Penanganan G.S. 2014. The frequency and
kasus ini juga bekerjasama dengan etiology of recurrent apthous
berbagai disiplin ilmu, karena perbaikan stomatitis in helicobacter pylori
sistemik pasien menentukan keberhasilan positıve patients. Am J Intern
perawatan ulserasi oral. Med.;2(4):72–8.
Pada kasus ini diagnosis definitif Babaee, N., Zabihi, E., Mohseni. S.,
SAR, usia pasien pertama kali muncul Moghadamnia, A. 2012.
SAR masih dalam usia onset SAR yaitu Evaluation of the therapeutic
16 tahun, dengan faktor predisposisi dari effects of Aloe vera gel on minor
kasus ini yaitu jumlah CD 4 yang rendah recurrent aphthous stomatitis. Dent
10 sel/mm3 dan adanya anemia. Res J.;9(4):381–5.
Gambaran klinis ulserasi menunjukkan Belenguer-Guallar, I., Jiménez-Soriano,
karateristik SAR tipe mayor dengan Y., Claramunt-Lozano, A. 2014.
ulserasi regular, dikelilingi halo Treatment of recurrent aphthous
eritematosa, dasar lesi putih kekuningan, stomatitis. A literature review. J
dan tidak adanya indurasi. Keunikan dari Clin Exp Dent. 6(2):e168–74.
kasus ini adalah gambaran ulserasi pada Brocklehurs,t P., Tickle, M., Glenny,
dorsum lidah, hal ini berbeda dengan A.,M., Lewis, M., Pemberton,
gambaran SAR pada umumnya yaitu M.N., Taylor, J., 2012. Systemic
pada mukosa tidak berkeratin. Ulser pada interventions for recurrent
kasus ini juga memperlihatkan adanya aphthous stomatitis (mouth
penyembuhan dengan terapi sesuai ulcers). Cochrane database Syst
dengan terapi SAR, tanpa terapi Rev. 9(9):1–7.
Tuberkulosis. Caputo, B.V., Noro, Filho, G.A., Dos
Santos, C.C., Okida, Y., Giovani,
E.M. 2012. Laser Therapy of
PENUTUP Recurrent Aphthous Ulcer in
Patient with HIV Infection. Case
SAR pada pasien HIV dapat Rep Med.:1–3.
memberikan gambaran klinis yang tidak Chapple, I.L., Hamburger, J. 2000. The
spesifik, menyerupai manifestasi oral significance of oral health in HIV
infeksi oportunistik yang biasanya terjadi disease. Sex Transm Infect.
pada infeksi HIV. 76(4):236–43.
Cimaz, I.R. 2002. Safety and Efficacy of
Ucapan Terima Kasih Aloclair TM Gel in the treatment of
Oral Aphthous Lesions in
Kami mengucapkan terima kasih Children : Preliminary Findings
kepada drg. Endah Ayu Sp.PM selaku from an Open Pilot Study. Aloclair
supervisor Poli Penyakit Mulut RSCM Gel Trial.;(March):1–6.
dan teman-teman PPDGS IPM angkatan
2012, 2013 dan 2014 atas dukungan
semangatnya.
105 NURFIANTI, SITI ALIYAH PRADONO

Coogan, M.M., Greenspan, J., Kapoor, P., Sachdeva, S., Sachdeva, S.


Challacombe, S.J. 2005. Oral 2011. Topical Hyaluronic Acid in
lesions in infection with human The Management of Oral Ulcers.
immunodeficiency virus. World Indian J Dermatol. 56(3):300–2.
Heal Organ Bull World Heal Miziara, I.D., Araujo Filho, B.C,, Weber,
Organ. 83(9):700–6. R. 2005. AIDS and Recurrent
Davoodi, P., Hamian, M., Nourbaksh, R., Aphthous Stomatitis. Braz J
Ahmadi Motamayel, F. 2010. Oral Otorhinolaryngol.71(4):517–20.
Manifestations Related To CD4 Phail, M. S.J G. 1997. Oral ulceration in
Lymphocyte Count in HIV- HIV infection: investigation and
Positive Patients. J Dent Res Dent pathogenesis. UCSF Dept
Clin Dent Prospects. 4(4):115–9. Stomatol. 3(1):190–3.
Dixit, R., Sharma, S., Nuwal, P. 2008. Preeti, L., Magesh, K., Rajkumar, K.,
Tuberculosis of Oral Cavity. Karthik, R. 2011. Recurrent
Indian J Tuberc. 55:51–3. aphthous stomatitis. J Oral
Gnanasundaram, N. Key to Diagnose Maxillofac Pathol. 15(3):252–6.
HIV / AIDS Clinically through its Scully, C., Gorsky, M., Lozada-Nur, F.
Oral Manifestations. J Indian Acad 2003. The diagnosis and
Oral Med Radiol.2010;22:119–25. management of recurrent aphthous
Gorsky, M.B.E.J, 2007. Topical stomatitis: a consensus approach. J
minocycline and tetracycline Am Dent Assoc. 134(2):200–7.
rinses in treatment of recurrent Vijayabala, G.S., Kalappanavar, A.,
aphthous stomatitis: a randomized Annigeri, R., Sudarshan, R.,
cross-over study. Dermatology Shettar, S. 2013. Single application
online. 13(2). of topical doxycycline hyclate in
Hudson. J. 2014. Recurrent Aphthous the management of recurrent
Stomatitis : Diagnosis and aphthous stomatitis. Oral Surg Oral
Management in Primary Care Med Oral Pathol Oral Radiol.
Recurrent Aphthous Stomatitis : 2013;16(4):440–6.
Diagnosis and Management in. J Woo, S.B., Greenberg, M.S. 2015.
Patient-Centered Res Rev. Burket’s Oral Medicine. 12th ed.
1(4):197–200. Glick M, editor. Connecticut:
Jain. P, Jain. I. 2014. Oral Manifestations People’s Medical Publishing
of Tuberculosis : Step towards House—USA.173-182.
Early Diagnosis. Journa Clin
Diagnostic Res. 8(12):18–21.

You might also like