Professional Documents
Culture Documents
Position of The Court of Honorary of The Council in The Parliement System in Indonesia
Position of The Court of Honorary of The Council in The Parliement System in Indonesia
Abstract
Abstrak
mengawasi dan menjaga harkat dan pendapat para ahli yang ada kaitannya
martabat dari lembaga parlemen semakin dengan permasalahan yang dikaji dan
dibutuhkan, karena harkat dan martabat beranjak dari Perundang-undangan dan
parlemen sesungguhnya tergantung pada doktrin-doktrin dalam ilmu hukum sehingga
tingkah laku anggota parlemen tersebut. Jika melahirkan konsep, dan asas hukum yang
kelakuan anggota parlemen baik dan mulia relevan dengan isu hukum yang dihadapi
maka dengan sendirinya parlemen menjadi dan dijadikan sebagai sandaran penulis
lebih baik dan dihargai oleh rakyat, oleh untuk membangun argumentasi hukum
karena itu perlu lembaga tetap yang harus dalam memecahkan permasalahan yang
mengawasi dan menjaga keluhuran perilaku diangkat.
anggota parlemen.2
Perlunya kelembagaan etik parlemen PEMBAHASAN
yang independen dan profesional guna Kedudukan Mahkamah Kehormatan
menjaga wibawa parlemen yang Dewan (MKD) dalam Menegakkan Kode
ditunjukkan oleh anggota parlemen, Etik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
terutama dalam kondisi kekuasaan parlemen Berdasarkan Undang-Undang No. 17
modern yang begitu luas tentunya semakin Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD,
besar peluang untuk terjadinya dan DPRD
penyalahgunaan kewenangan (abuse of
power). Dalam sejarah parlemen di Indonesia
keberadaan lembaga penegak etik mulai
Berdasarkan apa yang telah diperkenalkan ketika awal reformasi yakni
dikemukakan di atas, maka masalah yang saat berlakunya Undang-Undang No. 4
akan dikaji yaitu : 1). Bagaimanakah Tahun 1999 tentang Susunan dan
kedudukan Mahkamah Kehormatan Dewan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
dalam sistem parlemen di Indonesia ? 2). Undang-undang ini tidak menyebutkan
Bagaimanakah tugas dan wewenang secara eksplisit keberadaan lembaga penegak
Mahkamah Kehormatan Dewan etik, ketentuan Pasal 37 ayat (2) huruf c
berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun menyebutkan pembentukan alat
2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD kelengkapan DPR didasarkan pada
? dan 3). Bagaimana konsekuensi yuridis keutuhan DPR, termasuk di dalamnya alat
kedudukan Dewan Kehormatan Dewan kelengkapan lembaga penegak etika dewan.
terhadap Penegakan Kode Etik Lembaga Keberadaan alat kelengkapan untuk
Dewan Perwakilan Rakyat. menegakkan etika secara implisit disebutkan
dalam Pasal 42 ayat (3) yang mengatur
Penelitian ini merupakan penelitian mekanisme penerapan sanksi kepada
normatif dengan menggunakan pendekatan anggota DPR yang melakukan pelanggaran
perundang-undangan (statute approach) terhadap larangan-larangan bagi anggota
yaitu pendekatan yang menelaah semua DPR. Dalam konsep Undang-undang ini
undang-undang dan regulasi yang lembaga penegak etik merupakan lembaga
bersangkut paut dengan isu hukum yang khusus yang dibentuk khusus dengan
diteliti dan pendekatan konseptual maksud memberi pertimbangan dan
(conseptual approach), yaitu pendekatan penilaian terhadap usulan penerapan sanksi
yang dilakukan dengan mengkaji teori, kepada anggota DPR yang diajukan oleh
fraksi. Undang-undang ini mendelegasikan
2
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH
kewenangan pengaturan mekanisme
UII Press, Yogyakarta, 2004, Hlm. 221
penerapan sanksi dalam peraturan DPR dilanjutkan oleh anggota DPR tahun
tentang Tata Tertib3. angkatan 2009-2014, sehingga Undang-
Undang No. 22 Tahun 2003 tentang
Seiring dengan agenda reformasi yang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD,
terus meluas, maka dianggap perlu dibentuk dan DPRD diganti dengan Undang-Undang
sebuah lembaga perwakilan yang mampu No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
mencerminkan nilai-nilai demokrasi serta DPD, dan DPRD. Perubahan yang paling
dapat menyerap dan memperjuangkan mendasar dari undang-undang ini adalah
aspirasi rakyat termasuk kepentingan perubahan nomenklatur dari undang-
daerah sesuai dengan tuntutan undang susunan dan kedudukan menjadi
perkembangan kehidupan berbangsa dan undang-undang yang secara khusus
bernegara. Oleh karena itu, keberadaan mengatur tentang kelembagaan MPR, DPR,
Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang DPD, dan DPRD. Pengaturan yang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan demikian menyebabkan undang-undang ini
DPRD selanjutnya perlu diganti karena mengatur tentang lembaga parlemen
sudah dianggap tidak sesuai dengan menjadi sangat komprehensif termasuk di
kebutuhan hukum lembaga parlemen dalamnya pengaturan tentang lembaga
Indonesia. Maka lahirlah Undang-Undang pengawasan dan lembaga penegak etika
No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan parlemen. Kelembagaan pengawas dan
kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. penegakan etika kemudian diakui secara
Dalam ketentuan Undang-undang ini, eksplisit sebagai alat kelengkapan dewan
kelembagaan etik diatur dalam Pasal 98, yang bersifat tetap yaitu Badan Kehormatan
yang di mana lembaga penegakan etik ini yang termuat dalam Pasal 123 Undang-
dibentuk sebagai alat kelengkapan yang Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR,
bersifat tetap yang pengaturan lebih DPR, DPD, dan DPRD, sebagai berikut6 :
lanjutnya didelegasikan ke dalam Peraturan
DPR tentang Tata tertib4. “Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan
merupakan alat kelengkapan DPR yang
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun bersifat tetap”.
2003 tentang susunan dan kedudukan MPR,
DPR, DPD, dan DPRD, alat kelengkapan Kemudian mengenai porsi
lembaga penegak etik diberi nama Badan keanggotaan dari Badan Kehormatan ini
Kehormatan (BK). Namun Undang-undang dijelaskan dalam Pasal 124 ayat (1) dan ayat
ini tidak mengatur secara jelas mengenai (2) Undang-Undang No. 27 Tahun 2009
fungsi, tugas, dan kewenangan dari Badan tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD,
Kehormatan ini. Undang-undang ini sebagai berikut7 :
mengamanatkan ketentuan tentang proses
penegakan kode etik dan penyusunan kode Ayat (1) : DPR menetapkan susunan dan
etik pada tata tertib yang dibentuk dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan
diundangkan kemudian.5 memperhatikan perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi Ayat (2) : Selain tugas sebagaimana
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan
permulaan tahun sidang. melakukan evaluasi dan penyempurnaan
Ayat (2) : Anggota Badan Kehormatan peraturan DPR tentang kode etik DPR.
berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan
dalam rapat paripurna pada permulaan masa Ayat (3) : Badan Kehormatan berwenang
keanggotaan DPR dan pada permulaan memanggil pihak terkait dan melakukan
tahun sidang. kerja sama dengan lembaga lain.
keanggotaan Badan Kehormatan pada DPD DPR baik secara kelembagaan maupun
tidak diatur tentang keanggotaan dan secara individual keanggotaan DPR.
pengisian jabatan keanggotaannya9. Tugas adalah sesuatu yang wajib
dikerjakan atau yang ditentukan untuk
Tugas dan wewenang Badan dilakukan, di mana pekerjaan tersebut
Kehormatan pada lembaga DPD adalah menjadi tanggung jawab dari lembaga atau
berwenang melakukan penyelidikan dan orang-perorangan yang sudah dibebankan
verifikasi atas pengaduan terhadap anggota dengan pekerjaan tersebut12. Sedangkan
DPD, melakukan evaluasi dan wewenang menurut G. R Terry adalah
penyempurnaan peraturan DPD tentang kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat
Tata Tertib dan Kode Etik DPD. Memanggil untuk menyuruh pihak lain supaya
pihak terkait dan melakukan kerja sama bertindak dan taat kepada pihak yang
dengan lembaga lain10. memiliki wewenang tersebut13 , Wewenang
Kelembagaan penegak etik di lembaga (Authority) menurut Robert Bierstedt
DPRD menurut Undang-Undang No. 27 adalah institutionalized power (kekuasaan
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan yang dilembagakan), (Robert
DPRD juga merupakan alat kelengkapan Bierstedt,1950: 732. Lihat Budiardjo,
DPRD, namun undang-undang ini tidak 1994: 88).Selanjutnya Soerjono Soekanto,
mengatur secara khusus terkait tugas, membedakan antara kekuasaan dengan
wewenang, dan pengisian keanggotaan wewenang secara tegas. Kekuasaan
Badan Kehormatan di lembaga DPRD dikatakan merupakan sesuatu kemampuan
tersebut11. Namun, dalam masa angkatan atau kekuatan seseorang untuk
DPR tahun 2014-2019 kelembagaan etik mempengaruhi pihak lain, sedangkan
DPR mengalami perubahan signifikan wewenang adalah kekuasaan yang
melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 mendapat pengakuan dan dukungan dari
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. masyarakat (Soekanto, 1975: 161)14, atau
dengan kata lain wewenang merupakan
Tugas dan Wewenang Mahkamah landasan bagi suatu lembaga atau orang
Kehormatan Dewan (MKD) untuk melaksanakan tugas dan tanggung
berdasarkan Undang-Undang No. 17 jawabnya, sehingga dengan adanya
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, kewenangan yang diberikan maka tugas
dan DPRD yang dikerjakan pun dapat dilakukan
dengan baik, yang dalam hal ini MKD dalam
Salah satu implikasi yang sangat besar menjalankan tugas dapat memberi perintah
dari dibentuknya lembaga MKD yang kepada semua pihak yang akan bersangkut
bertujuan untuk menegakkan kode etik
anggota DPR adalah di mana lembaga ini
harus dilengkapi dengan berbagai macam 12
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
tugas, fungsi dan wewenang, di mana tugas, 13
Definisi Wewenang Menurut Para Ahli, dalam
fungsi dan wewenang tersebut diharapkan http// : www.rinodpk.blogspot.co.id, diunduh pada
dapat senantiasa dijalankan oleh lembaga ini tanggal 17 Oktober 2016.
secara tepat, efisien, akuntebel, dan fair 14
Rusnan. Eksistensi Majelis Permusyawaratan
dalam rangka menjaga harkat dan martabat Rakyat Republik Indonesia Pasca Perubahan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945. Jatiswara, [S.l.], v. 31, n. 1, p. 83-98, oct.
9
Sri karyati, Op. Cit, Hlm. 63 2017. Available at:
10
Ibid. <http://jatiswara.unram.ac.id/index.php/js/article/v
11
Ibid. Hlm, 64 iew/35>. Date accessed: 18 dec. 2017
paut dengan perkara yang diperiksa dalam DPR sebagai lembaga perwakilan
persidangan. rakyat.
Tugas dan fungsi dari lembaga MKD Ayat (2) : MKD bertugas:
secara umum dijelaskan dalam Pasal 119 a. melakukan pemantauan dalam
ayat (2) Undang-Undang No. 17 Tahun rangka fungsi pencegahan
2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, terhadap perilaku Anggota agar
yaitu sebagai berikut 15: tidak melakukan pelanggaran
“Mahkamah Kehormatan Dewan atas kewajiban Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud dalam
bertujuan menjaga serta menegakkan undang-undang yang mengatur
kehormatan dan keluhuran martabat mengenai Majelis
DPR sebagai lembaga perwakilan Permusyawaratan Rakyat,
rakyat”. Dewan Perwakilan Rakyat,
Secara filosofis pembentukan MKD Dewan Perwakilan Daerah, dan
bertujuan untuk menjaga serta menegakkan Dewan Perwakilan Rakyat
kehormatan dan keluhuran martabat DPR Daerah serta peraturan DPR
sebagai lembaga perwakilan rakyat yang yang mengatur mengenai Tata
merupakan cerminan dari kedaulatan Tertib dan Kode Etik;
seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan b. melakukan penyelidikan dan
makna yang terkandung dalam Pasal 1 ayat verifikasi atas pengaduan
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik terhadap Anggota karena:
Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 yang 1. tidak melaksanakan
menyatakan bahwa “kedaulatan berada di kewajiban sebagaimana
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut dimaksud dalam undang-
Undang-Undang Dasar”. undang yang mengatur
Dalam rangka menjalankan mengenai Majelis
fungsinya sebagai lembaga penegak etik Permusyawaratan Rakyat,
DPR sebagaimana yang sudah dijelaskan di Dewan Perwakilan Rakyat,
atas,MKD kemudian diberikan tugas secara Dewan Perwakilan Daerah,
lebih rinci dalam Pasal 2 Peraturan DPR No. dan Dewan Perwakilan
2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Rakyat Daerah;
Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan 2. tidak dapat melaksanakan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, tugas secara berkelanjutan
sebagai berikut16 : atau berhalangan tetap
Ayat (1) : MKD dibentuk oleh DPR sebagai Anggota selama 3
yang merupakan alat kelengkapan (tiga) bulan berturut-turut
DPR yang bersifat tetap dan tanpa keterangan yang sah;
bertujuan menjaga serta menegakkan 3. tidak lagi memenuhi syarat
kehormatan dan keluhuran martabat sebagai Anggota sebagaimana
ketentuan mengenai syarat
calon Anggota yang diatur
15
Indonesia, Undang-Undang tentang MPR, DPR, dalam undang–undang
DPD, dan DPRD, Undang-Undang No. 17 Tahun mengenai pemilihan umum
2014, Pasal 119 ayat (2)
16
Indonesia, Peraturan DPR tentang Tata Anggota Dewan Perwakilan
Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan Rakyat, Dewan Perwakilan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Peraturan Daerah, dan Dewan
DPR No. 2 Tahun 2015, pasal 2.
DPR, DPD, dan DPRD menjelaskan bahwa Rakyat Republik Indonesia, merangkum
MKD hanya diberikan tugas dan wewenang berbagai batasan-batasan dalam bertindak
untuk melakukan evaluasi dan yang harus diperhatikan oleh seluruh
penyempurnaan terhadap peraturan DPR anggota DPR, khususnya yang berkaitan
tentang Kode Etik yang telah di produk oleh dengan :
DPR. 1) Kepentingan umum;
Kode etik atau aturan materil yang 2) Integritas;
digunakan oleh MKD adalah Peraturan DPR 3) Hubungan dengan mitra kerja;
No. 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik 4) Akuntabilitas;
Dewan Perwakilan Rakyat Republik 5) Keterbukaan dan konflik kepentingan;
Indonesia. Di dalam konsiderans 6) Rahasia;
menimbang peraturan tersebut 7) Kedisiplinan;
menyebutkan bahwa peraturan tersebut 8) Hubungan dengan konstituen atau
dibentuk dengan mempertimbangkan masyarakat;
konsepsi dan materi muatan yang terdapat 9) Perjalanan dinas;
dalam Pasal 122 Undang-Undang No. 17 10) Independensi;
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan 11) Pekerjaan lain di luar tugas kedewanan;
DPRD. Kewenangan penegakan Kode Etik 12) Hubungan dengan wartawan;
DPR memang diberikan secara penuh 13) Hubungan dengan tamu di lingkungan
kepada lembaga MKD seperti yang DPR;
dicantumkan dalam Pasal 19ayat, (1), (2), 14) Hubungan dengan antar-anggota dengan
(3), (4), dan (5) Peraturan DPR No. 1 alat kelengkapan DPR;
Tahun 2015 tentang Kode Etik Dewan 15) Etika persidangan; dan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang 16) Hubungan dengan tenaga ahli, staf
menjelaskan sebagai berikut19 : administrasi anggota, dan sekretariat
1) Penegakan Kode Etik dilakukan oleh jenderal.
MKD. Dari segi pembentukan Kode Etik
2) Penegakan Kode Etik dilakukan melalui DPR, yang mana peraturan ini menjadi
upaya pencegahan dan penindakan. hukum materil yang dipergunakan oleh
3) Upaya pencegahan dilakukan dengan MKD, secara sepintas dapat dilihat bahwa
sosialisasi, pelatihan, mengirimkan surat lembaga ini masih sangat bergantung secara
edaran dan memberikan rekomendasi, struktural kepada lembaga induknya yaitu
atau cara lain yang ditetapkan oleh lembaga DPR karena untuk membentuk
MKD. kode etik diserahkan kepada DPR dan
4) Upaya penindakan dilakukan oleh MKD dituangkan dalam bentuk Peraturan DPR,
berdasarkan peraturan DPR yang seperti yang dijelaskan dalam Pasal 235
mengatur mengenai tata beracara MKD. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014
5) Anggota MKD wajib mengutamakan tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD bahwa
fungsi, tugas, dan wewenang MKD. “DPR menyusun kode etik yang berisi norma
yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota
Peraturan DPR No. 1 Tahun 2015
selama menjalankan tugasnya untuk menjaga
tentang Kode Etik Dewan Perwakilan martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas
DPR”. Hal ini tentu merupakan akibat dari
19
Indonesia, Peraturan DPR tentang Kode Etik
keberadaan MKDyang masih berada di
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, bawah struktural lembaga DPR RI.
Peraturan DPR No. 1 Tahun 2015, pasal 19.
3) Hukum Acara yang digunakan oleh Selain itu, di dalam Peraturan DPR
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara
Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan
Proses penegakan etik yang lahir di Rakyat Republik Indonesia juga telah
akhir abad ke-20 berkembang ide tentang mengatur secara rinci hal-hal yang penting
pembentukan institusi penegak kode etik dalam proses beracara MKD, yaitu sebagai
dan standar perilaku untuk maksud untuk berikut : 1).Fungsi, tugas, dan wewenang
mengefektifkan proses penegakan sistem MKD; 2). Materi perkara; 3).Perkara
etik itu (ethics enforcement). Bersamaan pengaduan; 4). Perkara tanpa pengaduan;
dengan berkembangnya gagasan 5). Proses penyelidikan; 6). Rapat dan
pembentukan kelembagaan penegak kode sidang; 7). Pembentukan panel sidang; 8).
etik dan kode perilaku itu, dan dengan Hal keuangan; 9). Putusan; 10).
melihat pengertian-pengertian yang ada Pelaksanaan putusan; dan 11). Pemberian
dalam sistem norma hukum, perlu diatur persetujuan terhadap pemanggilan dan
pula hal-hal yang berkenaan dengan permintaan keterangan kepada anggota.
prosedur-prosedur beracara dalam proses Pembentukan peraturan DPR yang
penegakan etika tersebut. Seperti yang dijadikan sebagai hukum acara oleh MKD
dijelaskan oleh Jimly Asshidiqie, bahwa20 : ini tentu membawa pengaruh yang cukup
“Inilah yang saya namakan sebagai besar bagi kelembagaan dari MKD, karena
etika formil yang sepadan dengan apabila dalam hal pembuatan segala
pengertian hukum formil dalam sistem peraturan yang berkaitan dengan lembaga
norma hukum, yaitu pengaturan yang MKD ini diserahkan sepenuhnya kepada
terkait dengan prosedur-prosedur lembaga DPR, tentu keberadaan dari
beracara di lingkungan lembaga penegak lembaga ini semakin diragukan sifat
kode etik dan kode perilaku”. independensi dan imparsialitasnya dalam
hal menangani perkara-perkara
Dengan demikian di bidang etika,
pelaanggaran etik oleh anggota DPR.
diperkenalkan juga pengertian tentang etik
formil atau pedoman beracara penegakan Konsekuensi Yuridis dari Kedudukan
kode etik dan standar perilaku, seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)
halnya di bidang hukum, kita mengenal terhadap Penegakan Kode Etik di
hukum acara dan hukum formil. Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat
Pedoman beracara atau hukum acara (DPR)
(formil) yang digunakan oleh MKD dalam Membangun sebuah lembaga peradilan
beracara adalah Peraturan DPR No. 2 ataupun lembaga penegakan etik, secara
Tahun 2015 tentang Tata Beracara teoritik konsep ini pasti akan berhadapan
Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan dengan kerangka berfikir bahwa bagaimana
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. cara untuk menciptakan lembaga tersebut
Peraturan ini berisi panduan lengkap menjadi lembaga yang terjamin
tentang tata beracara dari MKD, mulai dari kenetralannya, memiliki integritas yang
tahap awal tata cara pembentukan MKD, tinggi dalam melaksanakan tugasnya sesuai
tata cara pengenaan sanksi, tata cara dengan asas independen dan imparsialitas.
pembentukan panel, sampai pada tata cara Dalam beberapa lembaga Negara pada
sidang MKD. sistem pemerintahan Indonesia, membentuk
suatu lembaga penegakan etik adalah suatu
keharusan adanya, karena langkah ini
20
Jimly Asshidiqqie, Op. Cit,Hlm. 114 memang menjadi tuntutan Negara
23
Ibid.Hlm, 115
21 24
Janedri M. Gaffar, Op. Cit, Hlm. 114 Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, PT.
22
Ibid. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2014, hlm. 33
stabilisasi tindakan yang berasal dari luar DPR, tentu hal ini akan mengganggu
diri perilaku. Etika politik ini memiliki tiga kenetralan dari lembaga ini dalam
dimensi, pertama adalah tujuan politik, menjalankan tugasnya.
kedua menyangkut masalah pilihan sarana, Oleh sebab itu, di dalam dunia politik
dan ketiga berhadapan dengan aksi politik25. sering didengar istilah “politik kancil pilek”
Konsepsi tersebut menunjukkan yang biasa diartikan sebagai politik diam
bahwa perilaku dan etika di lembaga politik meski melihat kemungkaran karena ingin
membawa dampak yang sangat signifikan selamat dari kekejaman penguasa. Politik
baik bagi insitusi itu sendiri dan bagi kancil pilek di Indonesia terjadi bukan
kehidupan sosial dalam masyarakat. Oleh hanya karena seseorang dalam posisi lemah
karena itu, suatu pelanggaran yang dan takut kepada penguasa yang busuk
dilakukan dalam suatu struktural hanya (harimau) melainkan juga banyak di
akan diselesaikan oleh lembaga yang antaranya yang menjadi kancil pilek karena
dibentuk secara struktural dan kemandirian mereka sendiri menjadi bagian dari
dari suatu institusi tersebut harus kebusukan itu atau dalam lingkungan yang
seyogyanya mendapat jaminan normatif dari busuk itu. Oleh sebab itu, mereka menjadi
pembentuk undang-undang26. Konsep ini takut berbicara yang sebenarnya dan
sejalan dengan kerangka berfikir yang sudah menjadi kancil pilek jika berhadapan dengan
dibahas sebelumnya bahwa salah satu faktor berbagai kasus yang menimpa lingkungan
keberhasilan dalam rangka penegakan kode atau institusinya27. di mana lembaga-
etik dan kode perilaku adalah dibentuknya lembaga seperti ini yang seharusnya tetap
suatu institusi penegakan etik secara berani dan memiliki integritas yang tinggi
kelembagaan dan bersifat independen. dalam melaksanakan tugasnya, namun
Kaitannya dengan MKD, dalam hal menjadi lemah hanya dikarenakan mereka
penegakan etika (rule of ethics) ini tentu berada dalam lingkup kekuasaan (struktural
tidak bisa lepas dari semangat penegakan kelembagaan) yang kapan saja akan
hukum (rule of law) yang memang sudah menerkam mereka baik secara individu
lama dikenal dalam sistem ketatanegaraan di maupun kelembagaannya.
Indoensia. Pembentukan lembaga MKD ini Dalam kaitannya dengan MKD, di
pada dasarnya memiliki tujuan untuk mana secara kelembagaan lembaga ini masih
bagaimana lembaga ini mampu menjaga berada dalam struktural DPR yaitu sebagai
serta menegakkan kode etik dan kode alat kelengkapan DPR seperti yang
perilaku di dalam lembaga DPR dengan dijelaskan dalam Pasal 119 Undang-Undang
harapan apabila etika dan moral dari No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
lembaga DPR dapat ditegakkan tentu akan DPD, dan DPRD, yang mana konsep
berbanding lurus dengan keberhasilan dalam tersebut akan membawa implikasi yuridis
rangka penegakan hukum (rule of law) di terhadap penentuan segala hal-hal yang
lembaga tersebut, untuk itu seharusnya penting berkaitan dengan MKD bahkan
penegakan etika (rule of ethics)harus berdampak kepada model porsi keanggotaan
didahulukan dari pada sekedar formalitas- yang ada dalam MKD itu terdiri yang
formalitas hukumnya. Namun, seiring seluruhnya berasal dari keanggotaan DPR.
dengan keberadaan secara kelembagaan dari Keadaan inilah yang akan rentan membuat
MKD ini masih bersifat alat kelengkapan lembaga tersebut menjadi tertekan dan
tentunya kurang bebas dalam melaksanakan
25
Ibid. tugas-tugasnya, sehingga yang ada lembaga
26
Laica Marzuki, Berjalan-jalan di Ranah Hukum,
27
Konstitusi Press, Jakarta, 2009, hlm. 12 Ibid.Hlm. 89
MKD ini layaknya seperti kancil yang ada siapa yang dapat diyakinkan bahwa proses
dalam cerita fiktif di atas, yang dalam penegakan kode etik itu sungguh-sungguh
keadaan tertentu para anggota MKD sulit tepercaya. Jika prosesnya tidak dapat
berkata jujur karena yang mereka adili dipercaya, bagaimana mungkin hasilnya
adalah rekan satu fraksi di DPR, dan dalam akan dapat dipercaya oleh masyarakat yang
sisi lain mereka akan berkata tegas dikala terus berkembang makin terbuka karena
mereka memproses kasus dari pihak lawan sistem demokrasi yang dianut29.
politik. Sehingga lembaga MKD ini akan Karena itu juga, selama ini semua
menjadi lembaga untuk saling melindungi kasus dugaan pelanggaran kode etik di
dan bisa menjadi lembaga untuk saling berbagai organisasi profesi, di berbagai
menjatuhkan satu sama lain. lembaga-lembaga kenegaraan, dan instansi
Salah satu implikasi yang sangat pemerintahan, dan organisasi
penting juga dapat timbul dari akibat kemasyarakatan, cenderung bersifat
keberadaan MKD, yang secara lembaga melindungi, tidak sungguh-sungguh
masih berada dalam struktural DPR, adalah menegakkan kode etika. Yang berlaku
membentuk lembaga ini menjadi lembaga adalah kultur ewuh-pekewuh. Dalam praktik
yang menegakkan kode etik yang bersifat penegakan kode etik di DPR misalnya,
fungsional tertutup. Akibatnya, proses Sampai sekarang jumlah anggota DPR yang
penegakan kode etik itu tidak dapat diberhentikan karena melanggar kode etik
dipertanggungjawabkan secara independen baru beberapa orang. Kasus-kasus dugaan
dan terbuka kepada publik yang di zaman pelanggaran kode etik yang lain yang
sekarang menuntut keterbukaan, menimpa banyak anggota DPR, kandas
transparansi, dan akuntabilitas publik yang karena mekanisme di lingkungan internal
lebih luas di semua bidang kehidupan Badan Kehormatan atau MKD di DPR
sebagai prasyarat untuk terwujudnya sendiri. Untuk kali yang pertama, dan juga
prinsip good governance28. merupakan satu-satunya anggota DPR yang
Tanpa transparansi dan akuntabilitas pernah dipecat dalam sejarah dari
publik, jaminan kendali mutu terhadap keanggotaan DPR hanyalah H. Azidin dari
proses penegakan etika yang bersifat Fraksi Partai Demokrat periode 2004-2009.
independen, jujur, dan adil tidak mungkin Sesudah itu tidak pernah lagi ada sanksi
terpenuhi. Jika proses pemeriksaan dan yang dijatuhkan kepada anggota DPR yang
peradilan dilakukan secara tertutup, derajat dilaporkan melakukan dugaan pelanggaran
objektivitas, integritas, dan independensinya kode etik DPR30.
tentu saja tidak dapat Selain itu juga Badan Kehormatan
dipertanggungjawabkan. Selama proses Dewan, Dalam melaksanakan
penegakan kode etik tidak terbuka, tidak kewenangannya Badan Kehormatan bisa
dapat diharapkan adanya akuntabilitas saja dipengaruhi oleh pihak luar, mengingat
publik yang memberikan jaminan Badan Kehormatan yang merupakan
objektivitas, imparsialitas, profesionalitas, perwakilan fraksi dan orang yang dipercayai
integritas, dan kredibilitas. Pada gilirannya, fraksi serta bisa kapan saja ditarik oleh
fraksinya. Mengingat hal itu, adanya
28
kepentingan masing-masing anggota Badan
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan Sistem Norma Kehormatan berdasarkan kepentingan
Menuju Terbentuknya Sistem Peradilan Etika, dalam
http://www.jimlyschool.com/read/analisis/239/Perk fraksinya yang juga ikut berperan dalam
embangan-Sistem-Norma-Menuju-Terbentuknya-
29
Sistem-Peradilan-Etika/ , diunduh pada tanggal 21 Ibid.hlm. 44
30
Oktober 2016, hlm. 43 Ibid.
B. Jurnal
Karyati, Sri, 2015, Rekonstruksi
Kelembagaan Penegakan Etika
Parlemen, Jurnal Etika dan Pemilu,
volume 1 No. 1 - juni