You are on page 1of 14

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI SUATU PERUSAHAAN YANG

TIDAK BERDASARKAN DASAR HUKUM YANG TEGAS

Fransiskus Xaverius Dias

Wahana Musik Indonesia

fransiskusxaveriusdias@gmail.com

Abstract
Termination of Employment (PHK) is the termination of employment because something that
results in the termination of rights and obligations between workers / employers and employers
is regulated in Article 1 number 25 of Law Number 13 Year 2003 concerning Manpower. In
termination of employment sometimes disputes arise. These disputes tend to occur because there
is no common understanding between workers / laborers and employers regarding the
termination of employment relations. Settlement of PHK disputes can be carried out by Bipartite,
Mediation, Conciliation, Arbitration and the Industrial Relations Court. This study aims to find
out how arrangements regarding layoffs associated with severe errors made by employees. The
research method used in this study is normative juridical. Data sources used in the form of
primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results
showed that layoffs due to gross misconduct must not be carried out unilaterally by employers
but must wait for the criminal justice process until a court decision has permanent legal force
and states that the employee has been legally and convincingly proven to have made a serious
mistake. The legal remedies that can be done by employees who are laid off are fighting through
bipartite if bipartite fails then it can go through the court. The suggestion in this study is that a
company should be in termination of employment (PHK) must comply with labor laws in force in
Indonesia so that there are no parties who feel disadvantaged.
Keyword : Termination of Employment, Company, Worker
Abstrak

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha diatur dalam
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomer 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
pemutusan hubungan kerja kadang muncul perselisihan. Perselisihan ini cenderung terjadi karena
tidak adanya kesamaan paham antara pekerja/buruh dengan pengusaha mengenai pengakhiran
hubungan kerja. Penyelesaian perselisihan PHK dapat dilakukan secara Bipartit, Mediasi,
Konsiliasi, Arbitrase, dan Pengadilan Hubungan Industrial. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pengaturan tentang PHK terkait dengan adanya kesalahan berat yang
dilakukan oleh Karyawan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Sumber data yang digunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PHK karena kesalahan berat tidak
boleh dilakukan secara sepihak oleh pengusaha tetapi harus menunggu proses peradilan pidana
sampai terbit putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan
bahwa karyawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan kesalahan berat.
Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan yang di PHK adalah
memperjuangkan melalui bipartit jika bipartit gagal maka dapat menempuh jalur
pengadilan.Saran dalam penelitian ini adalah suatu perusahaan hendaknya dalam pelaksanaan
pemutusan hubungan kerja (PHK) harus sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang
berlaku di Indonesia agar tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Kata Kunci : Pemutusan Hubungan Kerja , Perusahaan , Pekerja

A. Pendahuluan pekerjaan yang diberikan oleh seseorang


yang mempekerjakan nya.
Manusia sebagai makhluk hidup
Dalam kehidupan ini manusia memiliki
dalam kehidupannya pasti mempunyai
kebutuhan yang sangat beraneka ragam
sebuah kebutuhan yang beraneka ragam
untuk dapat memenuhi semua kebutuhan
macam nya dan bervariasi sehingga
tersebut manusia dituntut untuk bekerja.
mempunyai keinginan untuk berusaha dan
Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri
bekerja, baik bekerja yang individu
maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan
(pribadi) maupun bekerja pada orang
yang diusahakan sendiri maksudnya adalah
lain. Bekerja secara individu adalah
bekerja atas usaha modal dan tanggung
seseorang yang bekerja alas keinginan nya
jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada
sendiri dengan modal sendiri yang
orang lain maksudnya adalah bekerja
mewajibkannya untuk bertanggung jawab
dengan bergantung pada orang lain yang
atas usaha itu secara sendiri. Sedangkan
memberi perintah dan mengutusnya, karena
bekerja pada orang lain adalah manusia
ia harus tunduk dan patuh pada orang lain
yang bekerja dengan bergantung pada orang
yang memberikan pekerjaan tersebut.1
lain nya yang memberikan sebuah perintah
Makna bekerja ditinjau dari segi
sekaligus, karena itu ia harus tunduk dan
kemasyarakatan adalah melakukan
patuh pada orang lain yang memberikan
pekerjaan untuk menghasilkan barang-
pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu,
barang atau jasa guna memuaskan
seseorang yang bekerja pada orang lain itu
kebutuhan masyarakat. Selain itu juga
dinamakan pekerja/buruh. Pekerja/buruh
berhak untuk mendapatkan imbalan alas 1
Zainal Asikin dkk, Dasar-dasar Hukum
Perburuhan, (Jakarta : PT Raja Grafinfo Persada,
2004), Hlm.1.
mengandung arti sebagai hubungan antara menimbulkan permasalahan terhadap kedua
sesama umat manusia, yang juga berada belah pihak (pekerja dan pengusaha) karena
dalam kaitan untuk mempertahankan pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama
kelangsungan hidup, jika tanpa disertai telah menyadari atau mengetahui saat
usaha dengan bekerja, maka hal demikian berakhirnya hubungan kerja tersebut,
merupakan sesuatu hal yang mustahil.2 sehingga masing-masing telah berupaya
Berbagai macam persoalan dan mempersiapkan diri dalam menghadapi
permasalahan yang terjadi pada suatu kenyataan itu. Berbeda halnya dengan
pengusaha mulai dari tuntutan kenaikan pemutusan hubungan kerja yang terjadi
upah/gaji, bonus Tunjangan Hari Raya karena adanya perselisihan atau pemutusan
(THR), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hubungan kerja tanpa sebab yang jelas di
dan tuntutan uang pesangon sampai mogok mana pengusaha atau majikan tidak
kerja. Seharusnya semua itu tidak perlu melakukan pemberitahuan terlebih dahulu
terjadi jika kedua belah pihak antara sebelum dilakukan pemutusan hubungan
majikan/pengusaha dan buruh/pekerja mau kerja dan tidak disertai alasan-alasan yang
dan mampu menempatkan diri sesuai menyebabkan pengusaha atau majikan
dengan porsinya masing-masing atau dengan melakukan pemutusan hubungan kerja
kata lain mau dan mampu melaksanakan hak sehingga keadaan ini akan membawa
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang dampak terhadap kedua belah pihak, lebih
telah disepakati kedua belah pihak yang bagi pekerja atau buruh yang dipandang dari
melakukan pekerjaan tersebut. sudut ekonomis mempunyai kedudukan
Pemutusan Hubungan Kerja pada yang lemah jika dibandingkan dengan pihak
dasarnya merupakan masalah yang pengusaha atau majikan. Karena pemutusan
kompleks karena memiliki kaitan dengan hubungan kerja bagi pihak pekerja akan
tingkat pengangguran, kriminalitas dan memberi pengaruh psikologis, ekonomis,
kesempatan dalam bekerja. Dalam dan finansial sebab dengan adanya
prakteknya pemutusan hubungan kerja yang pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja
terjadi karena berakhirnya waktu yang telah akan kehilangan mata pencahariannya untuk
ditetapkan dalam perjanjian, tidak

2
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm.3.
membiayai hidupnya sendiri bahkan melupakan adanya sebuah proses
keluarganya.3 penyelesaian perselisihan dalam hubungan
Sehubungan dengan akibat yang industrial tersebut baik diluar pengadilan
ditimbulkan dengan adanya pemutusan maupun didalam ranah pengadilan terhadap
hubungan kerja itu khususnya bagi buruh suatu pemutusan hubungan pekerjaan (PHK)
dan keluarganya, Prof. Imam Soepomo bagi para pihak baik pengusaha/perusuhaan
menulis,4 dikatakan bahwa : maupun bagi pekerja/ buruh yang telah
“Pemutusan hubungan kerja bagi buruh diatur didalam ketentuan yang berlaku.
merupakan permulaan dari segala Permasalahan yang akan diangkat oleh
pengakhiran, permulaan dari berakhirnya penulis adalah Pertama, Bagaimana
mempunyai pekerjaan, permulaan dari pengaturan tentang pemutusan hubungan
berakhirnya kemampuan membiayai kerja yang mengikat terkait kesalahan berat
keperluan hidup sehari-hari baginya dan yang dilakukan oleh karyawan di
keluarganya, permulaan dari berakhirnya Perkumpulan Wahana Musik Indonesia.
kemampuan menyekolahkan anak-anak dan Kedua, Bagaimana upaya hukum yang
sebagainya.” dapat dilakukan oleh karyawan atas
Faktanya, suatu perselisihan dalam pemutusan hubungan kerja di Perkumpulan
hubungan industrial memang dapat Wahana Musik Indonesia.
menjadi sebuah masalah besar yang harus B. PHK di WAMI Karena Kesalahan
dihindari karena hal itu sendiri bisa Berat menurut Aturan di Indonesia
berujung pada adanya pemutusan hubungan
B.1 Kronologis
kerja. Apalagi, pemutusan hubungan kerja
memang masih menjadi masalah yang No Tanggal K
paling memberatkan untuk para pihak antara
1 10 Oktober 2015 Awal mulanya Bapak Adity
pengusaha/perusahaan dengan pekerjanya,
untuk tagihan pembayaran r
Namun, apabila pemutusan hubungan kerja
salah satu tempat hiburan ka
tersebut tetap harus dilakukan,
terjalin antara Bapak Adity
pengusaha/perusahaan tidak boleh
karaoke selama kurang lebih

3
2 20 Desember 2015 Pada Tanggal 20 Desembe
Zaeni Asyhadie , Hukum Kerja Hukum
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja , (Jakarta : membayar sejumlah Rp 15.
Raja Grafindo Persada, 2007) , Hlm. 5.
4
Zainal Asikin dkk, Op.Cit., hlm. 174-175.
untuk biaya royali yg ditagihkan. Pihak Karaoke Bapak
membayar
Aditya di PHK tanp
cash ke Bapak Aditya, disertai dengan kwitansi pesangon
palsu yang tersebut untuk
sudah disiapkan oleh Bapak Aditya. digelapkan beliau.
3 22 Desember 2015 Bapak Aditya mengirimkan Sertifikat Lisensi palsu atas
Bapak Aditya hanya menda
Pembayaran Royalti kepada pihak Karaoke tersebut.
Kerja dan Penggantian Hak.
4 18 Februari 2016 alasan salah
Bapak Aditya mengirimkan surat himbauan palsu kepada uang pesangon sebaga
satu restauran ternama di Jakarta untuk membayarkan royalti
atas penggunaan lagu/musik di outlet - outletnya sejumlah Rp
B.2. Pengaturan PHK Karena
60.000.000 (enam puluh juta rupiah)
Kesalahan Berat

5 21 Februari 2016 Ketentuan


Mengulangi persis kejadian diatas, Bapak Pemutusan Hubungan
Aditya mengirimkan
Kerja
Sertifikat Lisensi palsu atas dengan alasan
Pembayaran pekerja
Royalti ataupihak
kepada buruh

Restaurant tersebut. melakukan kesalahan berat diatur


melalui Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang
6 19 Maret 2016 Salah satu rekan dariNo. Team13 Licensing
Tahun yaitu2003
Bapak tentang
Iyan
mengirimkan surat himbauan kepada(selanjutnya
Ketenagakerjaan sebuah tempat hiburan
disebut
karaoke yg sebelumnya telahUU
sebagai di tagih oleh Bapak yang
Ketenagakerjaan) Aditya. Hal
berbunyi
ini dilakukan karna dalam data
sebagai WAMI,
berikut : karaoke dan restaurant
yg bersangkutan dianggap belum Pasal membayar
158 royalti
penggunaan musik. Namun (1) Pengusaha
pihak karaoke dapat
dan memutuskan
restaurant
hubungan kerja terhadap
tersebut menyampaikan bahwa pekerja/buruh
mereka sudahdenganmelakukan
alasan
pekerja/buruh telah melakukan
pembayaran royalti kepada pihak WAMI melalui Bapak Aditya
kesalahan berat sebagai
dengan menunjukkan Sertifikat Lisensi dan Bukti Bayar yang
berikut:
a. Kemudian
mereka dapatkan dari Bapak Aditya. melakukan permasalahan
penipuan,
pencurian, atau
ini dilanjutkan team WAMI kepada pihak Manajemen.
penggelapan barang
dan/atau uang milik
7 20 April 2016 Pihak Manajemen WAMI mengadakan musyawarah
perusahaan; dengan
b.
Bapak Aditya tetapi sampailah kepada memberikan
keputusanketerangan
Pihak
palsu atau yang
Manajemen WAMI untuk melakukandipalsukan
PHK terhadap sehingga
Bapak
merugikan
Aditya. Bapak Aditya dinilai telah melakukan perusahaan;
kesalahan berat
c. mabuk, meminum
pemalsuan, penipuan dan penggelapan.minuman keras yang
memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, b. ada pengakuan dari
dan zat adiktif lainnya di pekerja/buruh yang
lingkungan kerja; bersangkutan; atau
d. melakukan perbuatan c. bukti lain berupa laporan
asusila atau perjudian di kejadian yang dibuat oleh
lingkungan kerja; pihak yang berwenang di
e. menyerang, menganiaya, perusahaan yang
mengancam, atau bersangkutan dan didukung
mengintimidasi teman oleh sekurang-kurangnya 2
sekerja atau pengusaha di (dua) orang saksi.
lingkungan kerja; (3) Pekerja/buruh yang diputus
f. membujuk teman sekerja hubungan kerjanya
atau pengusaha untuk berdasarkan alasan
melakukan perbuatan yang sebagaimana dimaksud dalam
bertentangan dengan ayat (1), dapat memperoleh
peraturan perundang- uang penggantian hak
undangan; sebagaimana dimaksud dalam
g. dengan ceroboh atau Pasal 156 ayat (4).
sengaja merusak atau (4) Bagi pekerja/buruh
membiarkan dalam sebagaimana dimaksud dalam
keadaan bahaya barang ayat (1) yang tugas dan
milik perusahaan yang fungsinya tidak mewakili
menimbulkan kerugian kepentingan pengusaha secara
bagi perusahaan; langsung, selain uang
h. dengan ceroboh atau penggantian hak sesuai dengan
sengaja membiarkan ketentuan Pasal 156 ayat (4)
teman sekerja atau diberikan uang pisah yang
pengusaha dalam keadaan besarnya dan pelaksanaannya
bahaya di tempat kerja; diatur dalam perjanjian kerja,
i. membongkar atau peraturan perusahaan, atau
membocorkan rahasia perjanjian kerja bersama.
perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan Kesalahan berat itu harus didukung
kecuali untuk kepentingan
dengan bukti, yakni pekerja/buruh
negara; atau
j. melakukan perbuatan tertangkap tangan, atau ada pengakuan dari
lainnya di lingkungan
pekerja/buruh yang bersangkutan, atau bukti
perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 (lima) lain berupa laporan kejadian yang dibuat
tahun atau lebih.
oleh pihak yang berwenang di perusahaan
(2) Kesalahan berat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus yang bersangkutan dan didukung oleh
didukung dengan bukti sebagai
sekurang-kurangnya dua alat saksi.
berikut:
a. pekerja/buruh tertangkap Walaupun perusahaan boleh melakukan
tangan;
PHK, Pasal 155 jo Pasal 151 dari UU
Ketenagakerjaan melarang PHK tanpa PHK tanpa penetapan adalah batal
penetapan dari lembaga penyelesaian demi hukum. Namun, Pasal 155 ayat (3) UU
perselisihan hubungan industrial. Ketenagakerjaan
Pasal 151 memungkinkan pengecualian bahwa
(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat
sebelum ada penetapan pelaku usaha boleh
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,
dengan segala upaya harus mengusahakan menjatuhkan skorsing dengan tetap
agar jangan terjadi pemutusan hubungan
membayar upah beserta hak-hak lainnya
kerja.
(2) Dalam hal segala upaya telah yang biasa diterima pekerja/buruh tersebut.
dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja
Pasal 155 jo Pasal 151 UU Ketenagakerjaan
tidak dapat dihindari, maka maksud
pemutusan hubungan kerja wajib ini bertolak belakang dengan Pasal 158
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
karena pasal yang disebutkan terakhir
pekerja/serikat buruh atau dengan
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang ini membuka kesempatan PHK oleh
bersangkutan tidak menjadi anggota serikat
pengusaha apabila pekerja/buruh melakukan
pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan kesalahan berat. Keberadaan Pasal 158 UU
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
Ketenagakerjaan ini selanjutnya memicu
benar-benar tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha hanya dapat dilakukannya uji materiil Undang-Undang
memutuskan hubungan kerja dengan
Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang
pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian Dasar 1945.
perselisihan hubungan industrial.
Mahkamah Konstitusi Republik
Pasal 155
(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 2004
penetapan sebagaimana dimaksud dalam
telah mengeluarkan putusannya terhadap
Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
(2) Selama putusan lembaga perkara Nomor: 012/PUU-1/2003 tentang
penyelesaian perselisihan hubungan
Permohonan Pengujian Undang-Undang
industrial belum ditetapkan, baik pengusaha
maupun pekerja/buruh harus tetap No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
melaksanakan segala kewajibannya.
Dalam putusan ini Mahkamah Konstitusi
(3) Pengusaha dapat melakukan
penyimpangan terhadap ketentuan Republik Indonesia salah satunya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
membatalkan pasal 158 yang mengatur
berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam proses tentang kesalahan berat sebagai alasan yang
pemutusan hubungan kerja dengan tetap
dapat digunakan oleh pengusaha untuk
wajib membayar upah beserta hak-hak
lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. melakukan PHK karena dinilai telah
melanggar asas praduga tak bersalah. 5
“Dalam hal terjadi PHK terhadap
Berdasarkan putusan MK tersebut Menteri pekerja/buruh karena alasan melakukan
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi kesalahan berat ex Pasal 158 UU Nomor 13
mengeluarkan Surat Edaran Menakertrans Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasca
No. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Putusan MK Nomor 021/PUU-1/2003,
Januari 2005 (“SE Menakertrans”) tentang tanggal 28 Oktober 2004), maka PHK dapat
Putusan Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji dilakukan tanpa harus menunggu putusan
material Undang - Undang No.13 Tahun pidana berkekuatan hukum tetap (BHT).”
2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Pemahaman penulis yang pertama,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia SEMA ini telah membenarkan alasan PHK
.SE Menakertrans ini menegaskan karena kesalahan berat dapat diproses
bahwa jika pengusaha hendak melakukan melalui PPHI (bipartit, mediasi dan PHI)
PHK karena pekerja melakukan kesalahan tanpa perlu mendasarkan pada putusan
berat, harus ada putusan hakim pidana yang pidana yang berkekuatan hukum tetap.
berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu. Pemahaman penulis yang kedua, apabila
Sehingga, harus dibuktikan terlebih dulu pengusaha telah menempuh proses pidana
kesalahannya melalui mekanisme peradilan terhadap pekerja yang melakukan kesalahan
pidana. Jadi, tidak ada PHK karena berat, maka proses PHK melalui mekanisme
kesalahan berat tanpa putusan pengadilan PPHI tetap dapat dijalankan bersamaan
yang berkekuatan hukum tetap. dengan proses pidana tanpa harus menunggu
Akan tetapi pada tahun 2015 terbitlah putusan pidana yang berkekuatan hukum
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tetap.
Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Penulis sangat setuju dengan SEMA
Hasil Rapat Pleno Tahun 2015. Terbitnya ini disebabkan alasan PHK karena kesalahan
SEMA Nomor 3 Tahun 2015 seharusnya berat berawal dari hubungan kerja antara
telah mengakhiri perdebatan panjang atas pengusaha dengan pekerja. Sehingga untuk
berbagai pemahaman yang berbeda, karena menyelesaikan perselisihan yang timbul
butir B angka 2 huruf e menyatakan: selama hubungan kerja harus melalui
mekanisme PPHI.Dengan pemahaman ini
5
Mahkamah Konstitusi, Putusan No : alasan PHK karena kesalahan berat akan
012/PUU-1/2003 Tentang Permohonan Pengujian
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang lebih baik diselesaikan dalam koridor
Ketenagakerjaan.
hukum ketenagakerjaan. Proses pidana dan besaran jumlah pesangon yang harus
hanya perlu dilihat sebagai hak pengusaha. dibayarkan oleh WAMI.
Artinya, apabila penyelesaian melalui Tetapi pada kenyataannya, pihak
koridor hukum ketenagakerjaan telah WAMI hanya memberikan Uang
menyelesaikan perselisihan antara Penghargaan Masa Kerja (UPMK) sebesar
pengusaha dengan pekerja, maka alasan Rp 15.000.000, hal ini merupakan hasil
PHK karena kesalahan berat tidak perlu perhitungan dari 7 Tahun Masa Kerja Bapak
dibuktikan melalui peradilan pidana Aditya mendapatkan UPMK sebanyak 3x
sebagaimana dimaksud putusan MK. upah tetap, oleh sebab itu dengan Upah
Berdasarkan Pasal 27 huruf a Tetap Bapak Aditya sebesar Rp 5.000.000,
Peraturan Perkumpulan WAMI yang maka beliau berhak mendapatkan UPMK
berbunyi sebagai berikut : sebanyak Rp 15.000.000. Pihak WAMI
Pasal 27 tidak memberikan pesangon dengan alasan
Pelanggaran berat
karyawan yang melakukan kesalahan berat
Perkumpulan dapat memutuskan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh tidak berhak dapat pesangon.
dengan alasan pekerja/buruh telah
Mengenai pesangon bagi pekerja yang
melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. Melakukan penipuan, pencurian, terbukti melakukan kesalahan berat hingga
atau penggelapan barang dan/atau
saat ini masih menjadi berbagai perdebatan.
uang milik Perkumpulan.
Namun, jika melihat beberapa putusan PHI
WAMI melakukan PHK terhadap Jakarta, pekerja yang di-PHK karena
Bapak Aditya merujuk dari Pasal tersebut terbukti melakukan kesalahan berat
diatas, dengan demikian jika dilihat dari dinyatakan tetap berhak mendapatkan
Kasus yang menimpa Bapak Aditya selaku pesangon.
karyawan WAMI maka beliau tidak dapat Karena itu terkait dengan Bapak
langsung di-PHK oleh WAMI karena alasan Aditya yang di-PHK karena kesalahan berat,
seperti yang dituduhkan kepadanya, maka majelis hakim PHI dapat saja
sepanjang belum ada putusan dari PHI yang memutuskan Bapak Aditya tetap menerima
menyatakan Bapak Aditya bersalah. pesangon, uang penghargaan masa kerja,
Kalaupun sudah ada putusan PHI tersebut dan uang penggantian hak. Ini mengingat
yang menyatakan Bapak Aditya bersalah masa kerja Bapak Aditya di WAMI yang
sudah 7 tahun. Bermula dari Pasal 158 UU
No. 13 Tahun 2003 tentang perjanjian kerja bersama tidak boleh
Ketenagakerjaan. Pasal tersebut mengatur bertentangan dengan undang-undang yang
tentang PHK karyawan karena kesalahan berlaku.
berat. Disebutkan bahwa karyawan yang B.3. Upaya Hukum untuk
dikenai PHK karena kesalahan berat tersebut Karyawan/Pekerja yang di PHK
tidak mendapatkan pesangon. Tetapi itu Dengan WAMI tidak memberikan
sebelum pasal tersebut dicabut oleh pesangon dengan alasan karena kesalahan
Mahkamah Konstitusi (MK), kini pasal 158 berat kepada Bapak Aditya maka tentu hal
tersebut secara praktis tidak memiliki nilai tersebut tidak dibenarkan. Karena ini
hukum yang berlaku arena Pasal 158 menyangkut hak yang diterima oleh Bapak
memang tidak mengikat dan tidak memiliki Aditya sebagai pekerja, adapun langkah
kekuatan hukum. Akibatnya memang terjadi hukum yang dapat dilakukan Bapak Aditya
kekosongan hukum. Artinya, tidak ada yang adalah wajib menyelesaikannya secara
melarang atau memerintah perusahaan untuk musyawarah untuk mencapai mufakat
memberikan uang pesangon bagi karyawan dengan pihak WAMI sebagaimana
yang dikenai PHK karena kesalahan berat. ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-
Keputusan majelis hakim PHI inilah Undang No. 2 Tahun 2004 tentang
yang lalu menjadi pengisi kekosongan Penyelesaian Perselisihan Hubungan
hukum tersebut, tentu menimbang banyak Industrial yakni melalui perundingan lewat
pertimbangan hukum yang ada. Secara forum bipartrit. Jalur bipartit adalah suatu
ekstrim, pandangan ini menyerukan bahwa perundingan antara pekerja dengan
uang pesangon adalah hak mutlak yang pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
harus diterima buruh ketika dia dikenai hubungan industrial. Perundingan ini harus
PHK. Jika terjadi demikian, maka ketentuan dilaksanakan paling lambat 30 hari
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PPHI.
atau perjanjian kerja bersama yang memuat Apabila perundingan bipartit ini gagal atau
ketentuan PHK sebagaimana dimaksud WAMI menolak berunding, maka
dalam Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 penyelesaian kemudian ditempuh melalui
juga tidak memiliki kekuatan hukum yang jalur tripartit yaitu mencatatkan
mengikat. Hal ini karena, ketentuan dalam perselisihannya kepada instansi yang
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan hukum antara orang yang satu dengan orang
melampirkan bukti bahwa upaya-upaya yang lain. Dengan adanya hubungan hukum
penyelesaian melalui perundingan bipartit yang mendasarkan pada kepentingan
telah dilakukan (Pasal 4 ayat (1) UU PPHI). perseorangan tersebut tidak menutup
Jika perundingan di jalur tripartit ini masih kemungkinan timbul benturan kepentingan
buntu, penyelesaian perselisihan dapat yang dapat merugikan satu pihak dengan
diajukan ke Pengadilan Hubungan pihak lain, yakni antara pihak pekerja dan
Industrial. pengusaha dan sebaliknya.
PHI sebagai lembaga penyelesaian Menurut Lalu Husmi, PHK
perselisihan hubungan industrial yang ada merupakan suatu peristiwa yang tidak
pada saat ini dituntut tidak hanya harus adil diharapkan terjadinya, terutama dari
dalam mengambil keputusan namun juga kalangan buruh/pekerja karena dengan
harus sensitif dengan persoalan pekerja, PHK buruh/pekerja yang bersangkutan
sebagai pihak yang paling lemah dalam akan kehilangan mata pencaharian untuk
hubungan industrial. Dalam mengajukan menghidupi diri dan keluarganya. Karena
gugatan nantinya, Bapak Aditya dapat itu semua pihak yang terlibat dalam
menggunakan jasa advokat atau diajukan hubungan industrial baik pengusaha,
oleh Bapak Aditya sendiri, dengan pekera/buru, atau pemerintah, dengan
menyiapkan bukti-bukti yang diperlukan, segala upaya harus mengusahakan agar
misalnya berbentuk salinan perjanjian kerja jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.6
antara Bapak Aditya dengan WAMI Untuk itu dalam sistem
tersebut, dan saksi yang mengetahui bahwa ketenagakerjaan diberikan peluang
Bapak Aditya pernah bekerja di WAMI. penegakan hukum secara perdata melalui
Dalam praktik penegakan hukum upaya penyelesaian perselisihan hubungan
ketenagakerjaan terdapat tiga pihak yang industrial di luar pengadilan dan melalui
memiliki peranan penting, yaitu masyarakat pengadilan. Sesuai dengan ketentuan Pasal
pengusaha, pekerja, dan pemerintah. 136 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Sebagaimana diketahui bahwa hubungan tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan
kerja antara pekerja dan pengusaha bahwa; “Penyelesaian perselisihan
merupakan wilayah hukum perdata karena
hubungan kerja itu menyangkut hubungan 6
Asri Wijayanti, Op.cit, hlm.175
hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh karena kesalahan berat dapat dilakukan
pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja tanpa menunggu putusan peradilan
secara musyawarah untuk mufakat.” Dalam pidana yang berkekuatan hukum tetap.
hal penyelesaian secara musyawarah untuk Pada dasarnya PHK apapun alasan
mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat penyebabnya sangat merugikan untuk
(1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja, ada beberapa upaya hukum
pekerja atau serikat pekerja menyelesaikan yang dapat dilakukan oleh karyawan
perselisihan hubungan industri melalui yang terkena PHK yaitu menyelesaikan
prosedur penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah mufakat yaitu
hubungan industri yang diatur dengan bipartit dengan pihak pengusaha lalu
Undang-Undang. Prosedur penyelesaian jika melalui mufakat tidak dapat
perselisihan hubungan industri telah diatur diselesaikan maka bisa menempuh jalur
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun pengadilan hubungan industrial. Pihak
2004 tentang penyelesaian perselisihan Pekerja juga dapat meminta bantuan
hubungan industrial seorang konsultan hukum atau advokat.

2. Disarankan kepada pihak WAMI untuk


C. Penutup
dapat meninjau lebih lanjut lagi dan
1. PHK yang dilakukan oleh WAMI melakukan perbaikan pada Peraturan
sangat tidak dapat dibenarkan dan tidak Perkumpulan karena dengan
berdasarkan dasar hukum yang tegas, ketidakjelasan peraturan dapat
WAMI pun juga tidak memberikan merugikan banyak pihak terutama pihak
pesangon. PHK dilakukan secara Karyawan. Perbaikan yang diperlukan
sepihak oleh WAMI. Seharusnya adalah dengan adanya pembaharuan
WAMI dan Bapak Aditya peraturan yang mengatur lebih lanjut
menyelesaikan perselisihan melalui lagi mengenai kesalahan berat. Dengan
jalur PPHI yaitu bipartit, mediasi lalu adanya perbaikan dalam Peraturan
PHI. Seperti yang diketahui bahwa pada Perkumpulan diharapkan di masa yang
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 akan datang tidak akan terjadi lagi kasus
Tahun 2015 tentang Pemberlakuan serupa di WAMI. Diharapkan WAMI
Rumusan Hasil Rapat Pleno Tahun dapat lebih bijak dalam menghadapi
2015 telah menyatakan bahwa PHK kasus kesalahan berat yang dilakukan
oleh karyawan, setiap kasus ada baiknya Asikin, Zainal, Dasar-dasar Hukum
diselesaikan dengan musyawarah Perburuhan (Pengertian, Sifat dan
terlebih dahulu agar tercapainya win- Hakekat Hukum Perburuhan, Radja
win solution. Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja, Hukum
3. Disarankan kepada pembuat peraturan
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
perundang-undangan untuk dapat
Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
meninjau lebih lanjut lagi mengenai
2007.
peraturan tentang Ketenagakerjaan
Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian
mengenai Pasal 158 yaitu tentang
Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
kesalahan berat yang dilakukan oleh
2008
karyawan, karena pasal 158 masih
Djumialdji, F.X., Perjanjian Kerja, Edisi
sering menimbulkan kerancuan dan
kedua, Cetakan Pertama, Sinar Grafika,
menjadi tidak jelas bagi pengusaha serta
Jakarta, 1992.
karyawan, maka seharusnya diatur lebih
Eggy Sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh
konkrit lagi mengenai sanksinya
di Indonesia, Renaissan, Jakarta 2005.
sehingga akan tercipta kepastian hukum
Friedmann W., Teori dan Filsafat Hukum,
yang lebih lagi kepada pihak
(Legal Theori), Susunan I,
perusahaan maupun karyawan. Dengan
diterjemahkan oleh Mohamad Arifin,
adanya Undang-Undang yang lebih baik
Cetakan kedua, Jakarta: PT Raja
lagi, maka perlindungan kepada para
Grafindo Persada, 1993
Karyawan ataupun Perusahaan akan
G. Kartasapoetra, dkk, Hukum Perburuhan
lebih terjamin lagi.
Pancasila Bidang Pelaksanaan
Hubungan Kerja, Bandung, 1983.
Daftar Pustaka G. Manulang,Sendjun Pokok-Pokok Hukum
Buku – Buku Ketenagakerjaan di Indonesia, PT
Agusmidah, Politik Hukum dalam Hukum Rineka Cipta, Jakarta, 1988
Ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Hakim Abdul, Pengantar Hukum
Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan
Disertasi, SPS USU, Medan 2006. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003. Bandung, 2003.
Halim, A. Ridwan, Sari Hukum Perburuhan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3
Aktual, Pradnya Paramita, Jakarta, Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan
1987. Hasil Rapat Pleno Tahun 2015
Jehani, Libertus, Hukum Ketenagakerjaan,
Forum Sahabat, Jakarta, 2009.
Rawls John, A Theory of Justice, Cambridge
: The Belknap Press, 1971
Mertokusumo, Sudikno Mengenal Hukum
Sebagai Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, 1999
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian
Hukum, Jakarta, 2003
Y. W Sunindhia dan Ninik Widiyanti,
Masalah PHK dan Pemogokan, Bina
Aksara Jakarta, 1998

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
12/PUU-I/2003
Surat Edaran Menakertrans No. SE-
13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari
2005 (“SE Menakertrans”) tentang Putusan
Mahkamah Konstitusi Atas Hak Uji material
Undang - Undang No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia

You might also like