You are on page 1of 19

PERBEDAAN HUKUM PEMBUKTIAN DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ACARA PIDANA DAN PERDATA


Oleh Hendri Jayadi Pandiangan1
Email: hendrijayadi79@gmail.com
Universitas Kristen Indonesia

Abstract
Proof is the act of proving that in general it has the same purpose, namely to provide certainty about
the truth of an event. The act of proving in a trial is indeed used the notion of juridical proof, that is,
proof in the court is not possible for logical and absolute proof, therefore in examining the evidence
in the trial it is known as things that are close to the truth. But actually if it is analyzed more deeply
in certain matters it can also happen that the evidence in the trial is logical and absolute. Proof in
the practical order is a very important thing to test the truth or legal facts that actually occur. The
Defendant’s fate in the trial at the Court was very much determined by the evidence that could be
used as the basis for the judge in making a verdict against him. In such civil procedure, the fate of
the parties, both the Plaintiff and the Defendant, is very much determined by the presentation of the
evidence by the parties. The evidentiary difference in criminal procedure law and civil procedural
law is that in the criminal proof the proof of system is “negatief wettelijk stelsel”, the system of
verification according to the law negatively is a theory of a combination of a positive legal proof
system with conviction-in time. Whereas the characteristic of civil proof is “audi et alterem partem”,
the party who postulates that it must prove the argument.

Keywords: hukum pembuktian, hukum acara pidana, hukum acara perdata

Pendahuluan belum adanya pemahaman yang mumpuni tentang


Pembuktian dalam tatanan praktis adalah hal yang pembuktian dalam hukum acara di Indonesia.
sangat penting untuk menguji kebenaran atau fakta Pemahaman terhadap pembuktian harus dimiliki
hukum yang sebenar-benarnya terjadi. Nasib seorang oleh para ahli hukum dan penegak hukum yang
Terdakwa dalam persidangan di Pengadilan sangat lazimnya disebut “catur wangsa penegak hukum”
ditentukan oleh bukti-bukti yang dapat dijadikan yakni Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat. Tidak ada
dasar bagi hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap lagi pemaksaan kehendak terhadap jalannya suatu
dirinya. Dalam hukum acara perdatapun demikian perkara baik pidana maupun perdata. Jika tidak
“nasib” para pihak baik Penggugat maupun Tergugat memiliki bukti yang kuat maka penegak hukum harus
sangat ditentukan oleh penyajian bukti-bukti oleh berani menyatakan perkara dihentikan dalam
para pihak. Banyak terjadi seorang Terdakwa yang penyidikan oleh Kepolisian Republik Indonesia atau
sebenarnya tidak terbukti melakukan tindak pidana penuntutan dihentikan dalam penuntutan oleh Jaksa
yang didakwakan, mendapat vonis dan dinyatakan dalam kedudukannya sebagai Penuntut Umum.
bersalah oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan Demikian halnya dalam pemeriksaan dipersidangan
mengadili perkaranya. Hal mana kerap kali terjadi Majelis Hakim harus benar-benar memeriksa perkara
karena Terdakwa dan atau Penasehat Hukum nya tidak berdasarkan bukti-bukti yang terungkap dalam
piawai dalam memahami bagaimana menyajikan persidangan. Jika tidak terbukti maka harus berani
bukti-bukti dalam persidangan. Ketidakfahaman ini membebaskan Terdakwa(vrijspraak) ataumenyatakan
sangat berbahaya bagi nasib Terdakwa. Demikianpun Terdakwa lepas dari tuntutan hukum (onslag van
dalam persidangan perdata, kerapkali terjadi putusan rechtsvervolging) demikian pun sebaliknya. Bagi
hakim dikeluarkan dengan tidak mempertimbangkan Advokat pun hal ini sangat penting, karena nasib
bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak baik Klien ada ditangan advokat ketika bersidang di
Penggugat maupun Tergugat. Semua ini terjadi karena persidangan. Advokat harus piawai dalam menyajikan
bukti-bukti guna meyakinkan Majelis Hakim dalam
1
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia. mengeluarkan putusannya kelak.
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

Permasalahan merupakan pembuktian yang konvensionil yang


Bagaimana membedakan pembuktian dalam bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis ini
Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata? hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara
atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan
demikian pembuktian dalam arti yuridis tidak
Tujuan Penulisan menuju kepada kebenaran mutlak. Ada
Untuk mengetahui perbedaan pembuktian dan kemungkinannya bahwa pengakuan, kesaksian
persamaan dalam Hukum Acara Pidana dan Hukum atau surat-surat itu tidak benar atau palsu atau
Acara Perdata. dipalsukan. Maka dalam hal ini dimungkinkan
adanya bukti lawan. Pembuktian secara yuridis
Pengertian Pembuktian pada Umumnya tidak lain merupakan pembuktian historis.
Pembuktian yang bersifat historis ini mencoba
Apakah yang dimaksud dengan membuktikan?
menetapkan apa yang telah terjadi secara konkret,
Membuktikan mengandung beberapa pengertian:2
baik dalam pembuktian yang yuridis maupun
1. Kata membuktikan dikenal dalam arti logis. yang ilmiah, maka membuktikan pada hakekatnya
Membuktikan di sini berarti memberi kepastian berarti mempertimbangkan secara logis mengapa
yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar.
orang yang tidak memungkinkan adanya bukti Dalam pembuktian secara yuridis, sering terjadi
lawan. Berdasarkan suatu axioma, yaitu asas- bahwa pengamatannya sebagai dasar daripada
asas umum yang kenal dalam ilmu pengetahuan, pembuktian tidak bersifat langsung didasarkan
dimungkinkan adanya pembuktian yang bersifat atas penglihatan, tetapi didasarkan atas kesaksian
mutlak yang tidak memungkinkan adanya bukti oleh orang lain. Kecuali itu dipisahkan antara
lawan. Berdasarkan suatu axioma bahwa dua pihak yang mengajukan alat-alat bukti dan pihak
garis yang sejajar tidak mungkin bersilang dapat yang harus menetapkan bahwa sesuatu telah
dibuktikan bahwa dua kaki dari sebuah segitiga terbukti. Membuktikan dalam arti yuridis tidak
tidak mungkin sejajar. Terhadap pembuktian ini lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup
tidak dimungkinkan adanya bukti lawan, kecuali kepada hakim yang memeriksa perkara yang
itu pembuktian itu berlaku bagi setiap orang. bersangkutan guna memberi kepastian tentang
Disini axioma dihubungkan menurut ketentuan- kebenaran peristiwa yang diajukan.
ketentuan logika dengan pengamatan-
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka tindakan
pengamatan yang diperoleh dari pengalaman,
membuktikansecaraumummemilikitujuanyangsama
sehingga diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang
yaitu guna memberikan kepastian tentang kebenaran
memberi kepastian yang bersifat mutlak;
suatu peristiwa. Tindakan membuktikan dalam suatu
2. Kata membuktikan dikenal juga dalam arti persidangan memang digunakan pengertian
konvensionil. Disini pun membuktikan berarti pembuktian secara yuridis yaitu pembuktian di
juga memberi kepastian, hanya saja bukan persidangan tidak dimungkinkan adanya pembuktian
kepastian mutlak, melainkan kepastian yang nisbi yang logis dan mutlak, oleh karenanya dalam
atau relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan- pemeriksaan bukti-bukti dipersidangan dikenal
tingkatan: dengan istilah hal-hal yang mendekati kebenaran.
a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan Akan tetapi sebenarnya jika dianalisa lebih dalam lagi
belaka. Karena didasarkan atas perasaan dalam hal-hal tertentu dapat juga terjadi pembuktian
maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut dipersidangan itu bersifat logis dan mutlak, hal ini
conviction in time; dapat terjadi berdasarkan faktor-faktor sebagai
b. Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan berikut:
akal, maka oleh karena itu disebut conviction 1. Bukti-bukti tentang terjadinya suatu peristiwa
raisonnee. tidak dibantah kebenarannya oleh pihak lawan.
3. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti Oleh karenanya hakim sebagai pemutus perkara
yuridis. Di dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan tidak perlu untuk membuktikan kebenarannya.
adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang Kebiasaan ini dapat terlihat dalam setiap surat
berlaku bagi setiap orang serta menutup segala jawaban perkara yang diberikan oleh pihak
kemungkinan akan bukti lawan, akan tetapi tergugat dalam persidangan perdata, sebagai
tanggapan dari surat gugatan dan seakan-akan
2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, menjadi bahasa baku yakni kalimat “tergugat
Yogyakarta, 1988, hlm. 103.
menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

penggugat kecuali terhadap hal-hal yang diakui hukum positif boleh mengikat hakim atau para pihak
kebenarannya secara tegas oleh tergugat”; dalam pembuktian peristiwa didalam sidang? tentang
2. Bukti-bukti yang diperoleh dari hasil rekonstruksi. hal ini ada tiga teori 3:
Proses rekonstruksi biasanya peristiwa-peristiwa 1. Teori pembuktian bebas. Teori ini tidak
yang direka ulang berdasarkan pengakuan dari si menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang
pelaku untuk membuat terang adanya suatu mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian
peristiwa hukum. Sehingga apabila dalam suatu diserahkan kepada hakim yang memutus perkara.
persidangan itu diperoleh bukti-bukti dan bukti- 2. Teori pembuktian negatif. Menurut teori ini harus
bukti itu direkonstruksi untuk menggambarkan ada ketentuan-ketentuan yang mengikat, yang
suatu peristiwa hukum maka secara logis akan bersifat negatif yaitu ketentuan ini harus
sulit membantah kebenaran dari peristiwa membatasi pada larangan kepada hakim untuk
tersebut. melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
Dalam persidangan baik perdata maupun pidana pembuktian dengan pengecualian, misalnya dalam
hukum acara menjadi dasar dan aturan main dalam Pasal 169 HIR yang berbunyi: “Keterangan dari
proses pembuktian yang ada, maka peran hakim dalam seorang saksi saja, dengan tidak ada sesuatu alat
menilai suatu bukti harus benar-benar cermat dan teliti. bukti yang lain, tiada dapat dipercaya di dalam
Dalam persidangan hakekat pembuktian berarti memberi hukum”. Pasal 1905 Kitab Undang-Undang
kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa- Hukum Perdata yang berbunyi: “Keterangan
peristiwa tertentu. Secara tidak langsung hakim yang seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain,
harus menguraikan peristiwa, mengkwalifisirnya, dimuka pengadilan tidak boleh dipercaya”
kemudian menganalisa dasar hukumnya, sehingga 3. Teori pembuktian pasif. Menurut teori ini
tujuan pembuktian untuk membuktikan kebenaran pembuktian menghendaki adanya perintah
adanya peristiwa hukum adalah putusan hakim yang kepada hakim untuk membuktikan fakta-fakta
didasarkan atas pembuktian tersebut. Walaupun putusan hukum. Dalam teori ini hakim diwajibkan untuk
itu diharuskan obyektif, namun dalam hal pembuktian membuktikan akan tetapi tindakannya dibatasi
dibedakan antara pembuktian dalam perkara pidana yang dengan dengan syarat-syarat, misalnya Pasal 165
mensyaratkan adanya keyakinan dan pembuktian dalam HIR yang berbunyi:
perkara perdata yang tidak secara tegas mensyaratkan “Akta otentik, yaitu suatu surat yang diperbuat
adanya keyakinan. oleh atau dihadapan pegawai umum yang
berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti
Teori-Teori Sistem Pembuktian yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak
pembuktian bertujuan untuk mengetahui bagaimana dari padanya, yaitu tentang segala hal, yang
cara meletakan hasil pembuktian terhadap perkara tersebut di dalam surat itu dan juga tentang yang
yang sedang diperiksa. Hasil dan kekuatan tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan
pembuktian yang bagaimana dapat dianggap cukup sahaja; tetapi yang tersebut kemudian ituhanya
memadai membuktikan kesalahan terdakwa, apakah sekedar yang diberitahuka itu langsung berhubung
dengan terpenuhi pembuktian minimum sudah dapat dengan pokok dalam akta itu”
dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa? Dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori
apakah dengan lengkapnya pembuktian dengan alat- tentang beban pembuktian yang dapat merupakan
alat bukti, masih diperlukan faktor atau unsur pedoman bagi hakim dalam memeriksa dan memutus
keyakinan hakim? pertanyaan-pertanyaan inilah yang perkara4, yaitu:
akan dijawab oleh sistem pembuktian dalam hukum
acara pidana. Sebelum menguraikan sistem 1. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan
pembuktian dalam persidangan pengadilan, ada Hakim (conviction-in time)
baiknya ditinjau beberapa ajaran yang berhubungan Sistem pembuktian coviction-in time menentukan
dengan sistem pembuktian, gunanya sebagai per- salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata
bandingan dalam memahami sistem pembuktian ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim.
berdasarkan hukum acara yang berlaku baik secara
perdata maupun pidana. 3
Ibid, hlm. 109.
Berkaitan dalam menilai pembuktian hakim dapat 4
M. Yahya Harahap, 2001, Pembahasan Permasalahan dan Pe-
bertindak bebas atau diikat oleh undang-undang, nerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding,
Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, Sinar Grafika,
maka timbulah pertanyaan sampai berapa jauhkah Jakarta, hlm. 227.
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian 3. Pembukian Menurut Undang-Undang Secara


kesalahaan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan Positif
menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah Pembuktian menurut undang-undang secara
dalam sistem ini. Keyakinannya boleh diambil dan positif merupakan pembuktian yang bertolak belakang
disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim
diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga atau conviction-in time.
hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim Dalam pembuktian menurut undang-undang secara
dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau positif, keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian dalam
pengakuan terdakwa. Sistem pembuktian conviction- membuktikan kesalahan terdakwa, keyakinan hakim
in time memiliki kelemahaan. dalam sistem ini, tidak ikut berperan menentukan salah
Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada atau tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada
seorang terdakwa semata-mata atas dasar keyakinan prinsip pembuktian dengan alat-alat yang ditentukan
semata tanpa didukung oleh alat bukti yang cukup. undang-undang. Untuk membuktikan salah atau
Sebaliknya hakim leluasa membebaskan terdakwa tidaknya terdakwa digantungkan kepada alat-alat bukti
dari tindak pidana yang dilakukan walaupun yang sah. Asal sudah dipenuhi syarat- syarat dan
kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan alat- ketentuan pembuktian menurut undang- undang, sudah
alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak yakin cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa
atas kesalahan terdakwa. Sehingga dapat mempersoalkan keyakinan hakim. Apakah hakim
disimpulkan sistem pembuktian conviction-in time, yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan
sekalipun kesalahan terdakwa sudah cukup terbukti,
menjadi masalah. Pokoknya, apabila sudah terpenuhi
pembuktian yang cukup itu dapat dikesampingkan
cara-cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang sah
keyakinan hakim. Sebaliknya sekalipun kesalahan
menurut undang-undang. Hati nuraninya tidak tidak
terdakwa tidak terbukti berdasar alat-alat bukti yang
ikut hadir dalam menentukan salah atau tidaknya
sah, terdakwa dinyatakan bersalah, semata-mata atas
terdakwa. meskipun demikian, dari satu sisi sistem
dasar keyakinan hakim.
ini mempunyai kebaikan. Sistem ini benar-benar
Keyakinan hakim yang dominan atau yang paling menuntut hakim wajib mencari dan menemukan
menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Dalam kebenaran salah atau tidaknya terdakwa sesuai
teori conviction-in time keyakinan hakim tanpa alat dengan tata cara pembuktian dengan alat-alat yang
bukti yang sah sudah cukup membuktikan kesalahan
telah ditentukan undang-undang.
terdakwa. Dalam teori ini seolah-olah nasib terdakwa
Dari sejak pemeriksaan perkara dimulai, hakim
diserahkan sepenuhnya kepada keyakinan hakim
harus melemparkan dan mengesampingkan jauh-
semata-mata. Keyakinan hakimlah yang menentukan
wujud kebenaran sejati dalam sitem pembuktian ini. jauh faktor keyakinan, tetapi semata-mata berdiri
tegak pada nilai pembuktian yang objektif tanpa
mencampuraduk hasil pembuktian yang diperoleh
2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan dipersidangan dengan unsur subjektif keyakinannya.
Hakim Atas Alasan yang Logis (conviction- Sekali majelis hakim menemukan hasil pembuktian
raissonee)
yang objektif seuai dengan cara-cara dan alat-alat
Dalam sistem ini pun dapat dikatakan keyakinan bukti yang sah menurut undang-undang, tidak perlu
hakim tetap memegang peranan penting dalam lagi menanyakan dan menguji hasil pembuktian
menentukan salah tidaknya terdakwa. akan tetapi, tersebut dengan keyakinan hati nuraninya.
dalam sistem pembutian ini, faktor keyakinan hakim
Sistem pembutian menurut undang-undang
dibatasi. Jika dalam sistem pembuktian conviction- in
secara positif lebih sesuai dibandingkan dengan
time peran keyakinan hakim leluasa tanpa batas,
sistem menurut keyakinan. Sistem menurut undang-
maka pada sistem conviction-raissonee, keyakinan
undang secara positif, lebih dekat kepada perinsip
hakim harus didukung dengan alasan-alsan yang
jelas. Hakim menguraikan dan menjelaskan alasan- penghukuman berdasar hukum artinya penjatuhan
alasan apa yang mendasari keyakinannya harus hukuman terhadap terdakwa semata-mata tidak
dilandasi reasoning atau alasan-alasan dan reasoning diletakan dibawah kewenangan hakim, tetapi diatas
itu harus reasonable, yakni berdasar alasan yang kewenangan undang-undang yang berlandasan asas
dapat diterima. Keyakinan hakim hanya mempunyai seorang terdakwa baru dapat dihukum dan dipidana
dasar-dasar alasan yang logis dan benar-benar dapat jika apa yang didakwakan kepadanya benar-benar
diterima akal, tidak semata-mata atau dasar keyakinan terbukti berdasar cara dan alat-alat bukti yang sah
yang tertutup tanpa uraian alasan yang masuk akal. menurut undang-undang.
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

4. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara tersebut tidak didukung dengan pembuktian yang
negatif (negatief wettelijk stelsel) cukup menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang
Sistem pembuktian menurut undang-undang sah menurut undang-undang. Dalam hal seperti ini
secara negatif merupakan teori gabungan antara sitem terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah. Oleh
pembuktian menurut undang-undang secara positif karena itu, di antara kedua komponen tersebut harus
dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau saling mendukung.
conviction- in time. Pembuktian menurut undang-undang secara
Sistem pembuktian menurut undang-undang negatif menempatkan keyakinan hakim yang paling
secara negatif merupakan keseimbangan antara kedua berperan dan dominan dalam menentukan salah atau
sistem yang bertolak belakang secara ekstrem. Dari tidaknya terdakwa. Walaupun kesalahan terdakwa
keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut telah cukup terbukti menurut cara dan dengan alat
undang-undang secara negatif menggabungkan bukti yang sah pembuktian itu dapat ditiadakan atau
kedalam dirinya secara terpadu sitem pembuktian tidak dipertimbangkan oleh keyakinan hakim, apalagi
menurut keyakinan dengan sistem pembuktian pada diri hakim terdapat motivasi yang tidak terpuji
menurut undang-uandang secara positif. Dari hasil demi keuntungan pribadi dengan suatu imbalan
penggabungan kedua sistem yang saling bertolak materi dapat dengan mudah membebaskan terdakwa
belakang itu, terwujdlah suatu sistem pembuktian dari pertanggung jawaban hukum atas alasan hakim
menurut undang-undang secara negatif. Rumusannya tidak yakin akan kesalahan terdakwa. Misalnya
berbunyi, salah tidaknya seseorang ditentukan oleh cukup terbukti secara sah namun sekalipun terbukti
keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan secara sah tetapi hakim tidak yakin akan kesalahan
dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang- yang telah terbukti tersebut, oleh karena itu terdakwa
undang. harus dibebaskan dari tuntutan hukum. Disinilah
Berdasarkan rumusan di atas untuk menyatakan letak kelemahan sistem ini, akan tetapi dalam
salah atau tidaknya seorang terdakwa tidak cukup praktek, secara terselubung unsur keyakinan hakim
berdasarkan keyakinan hakim semata-mata. Atau yang paling menentukan dan dapat melemparkan
hanya semata-mata didasarkan pada ketentuan dan secara halus pembuktian yang cukup. Terutama bagi
cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang seorang hakim yang kurang hati-hati, gampang sekali
ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa baru memanfaatkan sistem pembuktian ini dengan suatu
dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang imbalan yang diberikan oleh terdakwa. Akan tetapi,
didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara kita sadar di manakah dijumpai didunia ini suatu
dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang- sisten yang sempurna tanpa cacat? Bagaimana pun
undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu baik buruknya suatu sistem, semuanya sangat
dibarengi dengan keyakinan hakim. Bertitik tolak dari tergantung kepada manusia yang berada di belakang
uraian pembuktian undang-undang secara negatif, sistem yang bersangkutan.
terdapat dua komponen, yakni (a) pembuktian harus
dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum
yang sah menurut udang-undang, dan (b) keyakinan Acara Pidana
hakim juga harus didasarkan atas cara dan dengan Penegakkan hukum acara pidana khususnya di
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Indonesia pada prinsipnya adalah mencari kebenaran
Dengan demikian sistem ini memadukan unsur materil. Untuk dapat mengungkap sebuah kebenaran
objektif dan subjektif dalam menentukan salah atau materil maka sangat diperlukan suatu tindakan
tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan pembuktian. Oleh karenanya pembuktian memiliki
diantara kedua unsur tersebut. Jika salah satu di fungsi yang sangat penting dan merupakan titik
antara dua unsur itu tidak ada, tidak cukup sentral dalam proses pemeriksaan perkara pidana.
mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa, Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara
misalnya ditinjau dari segi cara dan dengan alat-alat pidana,5 antara lain:
bukti yang sah menurut undang-undang kesalahan 1. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam
terdakwa cukup terbukti, tetapi sekali sudah cukup usaha mencari dan mempertahankan kebenaran.
terbukti, hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau
dalam hal seperti ini terdakwa tidak dapat dinyatakan penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata
besalah. Sebaliknya, hakim benar-benar yakin cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan
terdakwa sungguh–sungguh bersalah melakukan
kejahatan yang didakwakan. Akan tetapi, keyakinan 5
M. Yahya Harahap, op cit, hlm 274
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dalam mempergunakan alat bukti, tidak boleh Jika dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP
bertentangan dengan undang-undang. Terdakwa dengan Pasal 294 HIR, hampir sama bunyi dan
tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang maksud yang terkandung didalamnya.
dianggapnya diluar ketentuan yang telah Pasal 294 HIR, yang berbunyi: “Tidak akan
digariskan undang-undang. dijatuhkan hukuman kepada seseorang pun jika
Terutama bagi majelis hakim, harus benar-benar hakim tidak yakin kesalahan terdakwa dengan upaya
sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan bukti menurut undang-undang bahwa benar telah
kekuatan pembuktian yang ditemukan dalam terjadi perbuatan pidana dan bahwa tertuduhlah yang
kebutuhan yang akan dijatuhkan, kebenaran itu salah melakukan perbuatan itu”.
harus diuji dengan alat bukti, dengan cara dan Dari bunyi pasal tersebut, baik yang termuat pada
dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada pasal 183 KUHAP maupun yang dirumuskan dalam
setiap alat bukti yang ditemukan. Kalau tidak Pasal 294 HIR, sama-sama menganut sistem
demikian bisa saja orang yang jahat lepas dan pembuktian menurut undang-undang secara negatif.
orang yang tak bersalah mendapat ganjaran Perbedaan antara keduanya, hanya terletak pada
hukuman. penekanan saja. Pada Pasal 183 KUHAP, syarat
2. Sehubungan dengan pengertian di atas, majelis pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah,
hakim dalam mencari dan meletakan kebenaran lebih ditekankan dalam perumusannya. Hal ini dapat
yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus dibaca dalam kalimat: ketentuan pembuktian yang
berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan memadai untuk menjatuhkan pidana kepada
undang-undang secara limitatif, sebagaimana seseorang terdakwa sekurang-kurangnya dua alat
yang disebut dalam pasal 184 KUHAP. bukti yang sah. Dengan demikian Pasal 183 KUHAP
Berdasarkan arti pembuktian sebagamana mengatur, untuk menentukan salah satu tidaknya
diuraiakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana
pembuktian adalah suatu tindakan atau upaya untuk kepada terdakwa, harus:
membuktian kesalahan yang didakwakan kepada 1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-
terdakwa. Dengan kata lain pembuktian juga kurangnya dua alat bukti yang sah dan;
berfungsi untuk menyatakan kebenaran dari sebuah 2. Keterbuktiannya dengan sekurang-kurangnya
tuduhan atau dakwaan. Pembuktian juga merupakan dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh
ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar
dibenarkan oleh undang-undang yang boleh terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan melakukannya.
yang didakwakan. Untuk menjajaki alasan pembuat undang-undang
KUHAP memiliki sifat pembuktian yang limitatif, merumuskan Pasal 183 KUHAP, barangkali ditunjukan
artinya mengenai hal-hal yang dibuktikan hanya untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal
terbatas pada hal-hal yang diatur dalam KUHAP itu mungkin dapat menjamin tegaknya kebenaran sejati
sendiri. Begitu pula dalam cara mempergunakan dan serta tegaknya keadilan dan kepastian hukum pendapat
menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada ini dapat diambil dari makna penjelasan Pasal 183.
setiap alat bukti, hanya boleh dilakukan dalam batas- Dari penjelasan Pasal 183 pembuat undang-undang
batas yang dibenarkan oleh undang-undang. Hal telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian
tersebut dilakukan agar dalam mewujudkan kebenaran yang paling tepat dalam kehidupan penegakan hukum
yang hendak dijatuhkan, majelis hakim terhindar dari di Indonesia ialah sistem pembuktian menurut undang-
pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan. undang secara negatif, demi tegaknya keadilan,
Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam kebenaran, dan kepastian hukum. Dalam sistem
putusan merupakan hasil perolehan yang keluar dari pembuktian ini, terpadu kesatuan penggabungan antara
garis yang dibenarkan dalam sistem pembuktian, sistem conviction in time dengan sistem pembuktian
sehingga dalam putusannya tidak berdasarkan oleh menurut undang-undang secara positif (positief
perasaan dan pendapat subjektif hakim. wettelijk stelsel).
Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi: “Hakim tidak KUHAP telah mengatur beberapa pedoman
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali mengenai pembuktian6, yaitu:
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa 6
Ibid, hlm. 274.

570
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

1. Penuntut umum bertindak sebagai aparat yang umum dan persidangan untuk menambah dan
diberi wewenang untuk mengajukan segala apa menyempurnakan pengakuan itu dengan alat bukti
daya upaya membuktikan kesalahan yang yang lain. Baik alat bukti keterangan saksi,
didakwakan kepada terdakwa; keterangan ahli atau surat maupun dengan alat bukti
2. Sebaliknya terdakwa atau penasehat hukum petunjuk. Hal tersebut sesuai dengan penegasan yang
mempunyai hak untuk melumpuhkan pembuktian dirumuskan dalam ketentuan Pasal 189 ayat (4)
yang diajukan penuntut umum, sesuai dengan KUHAP, yang menyatakan: “Keterangan terdakwa
cara-cara dibenarkan undang-undang, berupa saja atau pengakuan terdakwa tidak cukup untuk
“sangkalan” atau bantahan yang beralasan dengan membuktikan bahwa ia bersalah melakukan
yang meringankan atau saksi a decharge maupun perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
dengan “alibi”; harus disertai alat bukti yang lain.”
3. Pembuktian juga bisa berarti suatu penegasan Ketentuan itu sama dengan apa yang diatur dalam
bahwa ketentuan tindak pidana yang lain hari Pasal 308 HIR yang menegaskan: “Untuk dapat
dijatuhkan kepada terdakwa. Maksudnya, surat menghukum terdakwa, selain dari pada
dakwaan penuntut umum bersifat alternatif, dan pengakuannya harus dikuatkan pula dengan alat-alat
dari hasil pernya pembuktian yang diperoleh bukti yang lain”.
dalam persidangan pengadilan, kesalahan yang Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
terbukti adalah dakwaan pengganti. Berarti apa bahwa Pasal 189 ayat (4) KUHAP mempunyai makna,
yang didakwakan pada dakwaan primair tidak pengakuan menurut KUHAP, bukan merupakan alat
sesuai dengan kenyataan pembuktian dalam hal bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
seperti ini, arti dan fungsi pembuktian merupakan sempurna. Juga memiliki kekuatan pembuktian yang
penegasan tentang dakwaan yang tidak terbukti menentukan. Oleh karena pengakuan atau keterangan
dan menghukumnya berdasar dakwaan tindak terdakwa bukan alat bukti yang memiliki kekuatan
pidana yang telah terbukti. pembuktian yang sempurna dan menentukan,
Sehubungan dengan pengertian pembuktian, ada penuntut umum dalam persidangan tetap mempunyai
beberapa hal yang menjadi pertanyaan, yaitu kapan kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa
diperlukan pembuktian dalam suatu proses dengan alat bukti yang lain.
pemeriksaan perkara pidana? Apakah selamanya KUHAP sebagai acuan hukum acara pidana di
pembuktian perlu dalam sidang pengadilan? untuk Indonesia tidak mengenal keterangan atau pengakuan
melihat lebih jelas maksud pertanyaan yang yang bulat dan murni. Ada atau tidak pengakuan
dikemukakan, ada baiknya diambil perbandingan terdakwa, pemeriksaan pembuktian kesalahan ter-
dengan pembuktian yang diatur dalam hukum acara dakwa tetap merupakan suatu kewajiban dalam sidang
perdata. Proses pemeriksaan persidangan pengadilan pengadilan. Hal mana sesuai dengan kebenaran yang
dalam perkara perdata telah menggariskan prinsip hendak dicari dan ditemukan dalam proses suatu
pembuktian diperlukan sepanjang terhadap apa yang perkara pidana, kebenaran yang harus ditemukan dan
dibantah secara tegas, apa-apa yang tidak dibantah diwujdkan dalam pemeriksaan perkara pidana adalah
oleh tergugat, dengan sendirinya dianggap telah kebenaran sejati (materiil warheid). Oleh karena itu,
terbukti kebenarannya. Dalam perkara perdata, posita pengakuan atau keterangan terdakwa saja belum
yang diakui dan dibenarkan tergugat dianggap telah dianggap sebagai perwujudan kebenaran sejati tanpa
terbukti karena itu tidak perlu dibuktikan lagi oleh dikuatkan dengan alat bukti lain. Berbeda halnya
penggugat. Prinsip pembuktian yang demikian tidak dalam pemeriksaan perkara perdata kebenaran yang
dapat diterapkan dalam pemeriksaan perkara pidana. diwujudkan secara ideal adalah kebenaran sejati,
Penerapan pembuktian perkara pidana yang diatur tetapi jika kebenaran sejati tidak ditemukan, hakim
dalam hukum acara pidana, pemeriksaan dalam dibenarkan mewujudkan kebenaran formal.
rangka pembuktian tetap diperlukan sekalipun Melengkapi uraian pembuktian perlu juga
terdakwa mengakui tindak pidana yang didakwakan dibicarakan mengenai apa yang dirumuskan dalam
kepadanya. Seandainya terdakwa mengakui kesalahan Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang berbunyi hal yang
yang didakwakan kepadanya, penuntut umum dan secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
persidangan tetap berkewajiban untuk membuktikan Rumusan pasal 184 ayat (2) KUHAP ini selalu
kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain, disebut dengan istilah notoire feiten notorious yang
selain pengakuan bersalah dari terdakwa. berarti setiap hal yang sudah umum diketahui tidak
Meski ada pengakuan bersalah dari terdakwa lagi perlu dibuktikan dalam pemeriksaan sidang
sama sekali tidak melenyapkan kewajiban penuntut pengadilan. Mengenai pengertian hal yang secara

571
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

umum diketahui ditinjau dari segi hukum yaitu dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu
penjelasan mengenai keadaan yakni hal ikhwal atau (Pasal 1 angka 26 KUHAP). Sedangkan keterangan
peristiwa yang diketahui umum bahwa hal ikhwal saksi adalah satu alat bukti dalam perkara pidana
atau peristiwa itu memang sudah demikian hal yang yang berupa keterangan saksi mengenai suatu
sebenarnya atau sudah semestinya demikian halnya. peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
Dalam pengertian lain berupa perihal kenyataan dan sendiri dan ia alami sendiri dengan meyebut alasan
pengalaman yang akan selamanya dan selalu akan dari pengetahuannya (Pasal 1 angka 27 KUHAP).
mengakibatkan kesimpulan yang demikian yaitu Isi yang diterangkan saksi adalah segala sesuatu
kesimpulan yang didasarkan pengalaman umum yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
ataupun berdasarkan pengalaman hakim sendiri sendiri. Keterangan mengenai segala sesuatu yang
bahwa stiap peristiwa dan kedaan yang seperti itu sumbernya diluar 3 (tiga) sumber di atas, tidaklah
dapat menimbulkan akibat yang pasti demikian. mempunyai nilai atau kekuatan pembuktian.
Dalam hal-hal seperti ini persidangan pengadilan Ketentuan ini menjadi suatu prinsip pembuktian
tidak perlu lagi membuktikan, karena keadaan itu dengan menggunakan alat bukti keterangan saksi.
dianggap merupakan secara umum sudah diketahui. Keterangan saksi haruslah disertai alasan dari
Dalam hukum acara perdata, notoire feiten tidak sebab apa ia mengetahui tentang sesuatu yang ia
perlu dibuktikan dan dianggap merupakan penilain terangkan. Artinya, isinya keterangannya baru
pembuktian yang tidak takluk pada pemeriksaan berhargadanmemilikinilaipembuktianapabilasetelah
tingkat kasasi. Bagaimana halnya dalam hukum acara memberikan keterangan ia kemudian menerangkan
tentang sebab-sebab dari pengetahuannya tersebut.
pidana diatur dalam KUHAP? Apakah hal yang secara
Hal ini pun merupakan prinsip umum alat bukti
umum sudah diketahui tidak memerlukan pembuktian
keterangan saksi dalam hal pembuktian.
lagi? Memang demikian halnya sebagai mana yang
Di dalam batasan pengertian saksi dan keterangan
ditegaskan dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP oleh
saksi sebagaimana telah diuraikan di atas, terdapat
karena itu, dalam penerapan notoire feiten majelis
mengenai syarat yakni apa yang diterangkan adalah
hakim dapat menarik dan mengambilnya sebagai
mengenai hal yang dilihat, didengar dan dialami saksi
suatu kenyataan yang dapat dijadikan sebagai fakta
sendiri, apabila syarat itu tidak dipenuhi maka
tanpa membuktikannya lagi, akan tetapi kenyataan
keterangan saksi tersebut tidak bernilai pembuktian,
yang diambil hakim dari notoire feiten tidak bisa
karena bukan sebagai alat bukti yang sah. Oleh karena
berdiri sendiri tanpa dikuatkan oleh alat bukti yang itu, tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti
lain. Kenyataan yang ditarik dan diambil hakim perkara pidana. Tentu saja tidak dapat digunakan
dengan notoire feiten tidaklah cukup membuktikan untuk membentuk keyakinan hakim.
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, karena Syarat keterangan saksi agar keterangannya itu
pada hakikatnya notoire feiten tidak tergolong alat menjadi sah dan berharga, sehingga dapat digunakan
bukti yang diakui oleh undang-undang sebagaimana sebagai salah satu dasar pertimbangan hakim dalam
yang disebut secara limitatif dalam Pasal 184 ayat hal membentuk keyakinannya, dapat terletak pada
(1) KUHAP. Hal yang secara umum sudah diketahui beberapa hal antara lain:
hanyalah merupakan penilaian terhadap sesuatu a. Mengenai Kualitas Pribadi Saksi — Kualitas
pengalaman dan kenyataan tertentu saja bukan pribadi yang dimaksud adalah kualitas saksi
sesuatu yang dapat membuktikan kesalahan yang dalam hubungan dengan terdakwa. Dalam hal ini
terdakwa secara menyeluruh. ada 2 (dua) kemungkinan. Kemungkinan pertama
saksi tidak ada hubungan keluarga apapun denga
Alat-Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana terdakwa. Kemungkinan kedua saksi masih ada
Indonesia hubungan keluarga dengan terdakwa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Mengenai batas-batas hubungan kekeluargaan ini,
KUHAP, secara limitatif sebagai alat bukti yang sah Pasal 168 KUHAP melarang seseorang untuk
adalah: didengar keterangannya dan dapat mengundurkan
diri sebagai saksi, jika kualitas saksi tersebut
1. Alat Bukti Keterangan Saksi berada dalam hubungan keluarga sebagai berikut:
(1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis
KUHAP telah memberikan batasan pengertian
lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga
saksi, yaitu orang yang dapat memberikan keterangan
dari terdakwa atau yang bersama-sama dengan
guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan
terdakwa; (2) Saudara dari terdakwa atau yang
peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri
saudara bapak, juga mereka yang mempunyai

572
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

hubungan karena perkawinan dan anak-anak didapat dari keterangan saksi yang satu agar menjadi
saudara terdakwa sampai derajat ketiga; dan (3) berharga haruslah didukung dengan keterangan saksi
Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai yang lain, atau didukung oleh alat bukti lain.
atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Maksudnya didukung adalah keterangan satu saksi
b. Hal Apa yang Diterangkan Saksi — Bahwa ada harus sama, yang dalam praktik disebut bersesuaian
2 (dua) syarat yang menyangkut keterangan saksi dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti
dimuka sidang pengadilan yang tidak bisa yang lain. Artinya, keterangan satu saksi saja tidaklah
dipisahkan, agar keterangan itu bernilai dan bernilai pembuktian apabila tidak didukung atau ada
berharga pembuktian yang dapat dipertimbangkan persesuaian dengan keterangan saksi yang lain atau
untuk membentuk keyakinan hakim ialah: (1) alat bukti yang lain.Dengan demikian, sudah dapat
Mengenai sumber pengetahuan saksi dari apa memenuhi syarat minimal pembuktian, yakni
yang menjadi isi yang diterangkan; dan (2) sekurang-kurang dari dua alat bukti yang sah
Mengenai substansi isinya keterangan. sebagaimana disyaratkan Pasal 183 KUHAP.
c. Alasan Apa Saksi Mengetahui tentang Apa yang
Ia Terangkan — Apa yang dimaksud dengan 2. Alat Bukti Keterangan Ahli
alasan adalah segala sesuatu yang menjadi sebab Dalam praktek alat bukti ini disebut alat bukti
mengapa seorang saksi melihat dan mendengar saksi ahli. Tentu saja pemakaian istilah saksi ahli
atau mengalami tentang peristiwa yang tidak benar. Karena perkataan saksi mengandung
diterangkan saksi. Sebab ini haruslah rational pengertian yang berbeda dengan ahli atau keterangan
artinya suatu sebab yang dapat diterima akal ahli. Bahwa isi keterangan yang disampaikan saksi
sehat. adalah segala sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat
d. Syarat Mengucap Sumpah atau Janji — Sejak dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP). Pada
masih berlakunya HIR (Pasal 265 ayat 3), keterangan saksi haruslah diberikan alasan dari sebab
kepercayaan akan kebenaran suatu keterangan pengetahuannya itu (Pasal 1 angka 27 KUHAP).
saksi dimuka persidangan diletakkan pada adanya Sedangkan seorang ahli memberikan keterangan
sumpah, yang diucapkan sebelum memberikan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan
keterangan atau sesudah memberikan keterangan. dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang
Ketentuan dalam Pasal 265 ayat (3) HIR menjadi atau dibidang keahliannya yang
seluruhnya diadopsi kedalam KUHAP. Pasal 160 hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa.
ayat (3) KUHAP mewajibkan pada saksi sebelum Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan
memberikan keterangan untuk terlebih dulu sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana
mengucapkan sumpah atau janji menurut cara pada keterangan saksi. Apa yang diterangkan saksi
agamanya, yang isinya sumpah atau janji bahwa adalah hal mengenai kenyataan atau fakta. Akan tetapi,
ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya yang diterangkan ahli adalah suatu penghargaan dari
dan tidak lain daripada yang sebenarnya. Cara kenyataan dan atau kesimpulan atas penghargaan itu
penyumpahan ini disebut dengan promissoris, berdasarkan keahlian seorang ahli.7
artinya sanggup berkata yang benar. Akan tetapi, Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan
apabila pengadilan menganggap perlu seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal
penyampaian sumpah tidak dilakukan sebelum yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
memberikan keterangan, melainkan diberikan pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 angka
setelah saksi memberikan keterangan (Pasal 160 28). Apa isi yang harus diterangkan oleh ahli, serta
ayat (4)). Cara penyumpahan yang kedua ini syarat apa yang harus dipenuhi agar keterangan ahli
disebut assetoris, dan tidak dikenal HIR. mempunyai nilai tidaklah diatur dalam KUHAP,
e. Syarat Adanya Hubungan Keterangan Saksi tetapi dapat dipikirkan bahwa berdasarkan Pasal
dengan Keterangan Saksi Lain atau Alat Bukti 1 angka 28 KUHAP, secara khusus ada 2 syarat dari
Lain — Suatu fakta yang didapat dari keterangan keterangan seorang ahli ialah: (a) Bahwa apa
seorang saksi tidaklah cukup, dalam arti tidak diterangkan haruslah mengenai segala sesuatu yang
bernilai pembuktian apabila tidak didukung oleh masuk dalam ruang lingkup keahliannya; (b) Bahwa
fakta yang sama (disebut bersesuaian) yang yang diterangkan mengenai keahliannya itu adalah
didapat dari saksi lain atau alat bukti lainnya. berhubungan erat dengan perkara pidana yang sedang
Pasal 185 ayat (2) menentukan bahwa keterangan diperiksa.
seorang saksi saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya.
8
Mengikuti ketentuan ini maka suatu fakta yang Sudikno Mertokusumo, op cit, hlm. 111.

573
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

3. Alat Bukti Surat. Hal ini dapatlah dimaklumi, karena berbagai sebab,
KUHAP sedikit sekali mengatur tentang alat antara lain ialah:
bukti surat. Hanya dua pasal, yakni Pasal 184 dan a. Seringkali keterangan terdakwa tidak bersesuaian
secara khusus Pasal 187. HIR juga demikian, secara dengan isi dari alat-alat bukti yang lain, misalnya,
khusus diatur dalam tiga pasal saja, yakni Pasal 304, keterangan saksi. Tidak menerangkan hal-hal
305, 306. Walaupun hanya 3 pasal yang isinya hampir yang memberatkan atau merugikan terdakwa
sama dengan pasal 187 KUHAP, dalam Pasal 304 sendiri adalah sesuatu sifat manusia (manusiawi).
HIR, disebutkan bahwa aturan tentang nilai kekuatan Bahwa setiap orang selalu ada kecenderungan
dari alat bukti surat-surat pada umumnya dan surat- untuk menghindari kesusahanatau kesulitan bagi
surat resmi (openbaar) dalam hukum acara perdata dirinya sendiri. Untuk itu ia terpaksa berbohong;
harus diturut dalam hukum acara pidana. Dengan
b. Pada diri terdakwa memiliki hak untuk bebas
demikian, mengenai surat-surat pada umumnya
berbicara termasuk yang isinya tidak benar.
(maksudnya di bawah tangan) dan surat-surat
resmi(akta otentik) mengenai nilai pembuktiannya Berhubung terdakwa yang memberi keterangan
dalam perkara pidana harus menurut hukum acara yang tidak benar tidak diancam sanksi pidana
perdata. Sayang ketentuan seperti Pasal 304 HIR ini, sebagaimana saksi memberikan keterangan yang
tidak ada dalam KUHAP. isinya tidak benar. Karena terdakwa tidak disumpah
Tiga jenis surat yang dibuat diatas sumpah atau sebelum memberikan keterangan, sebagaimana saksi
dikuatkan dengan sumpah tersebut adalah: sebelum memberikan keterangan. Pada sumpah
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi diletakkan kepercayaan kebenaran atas keterangan
yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang diberikan di sidang pengadilan. Pada sanksi
atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat pidana diletakkan kekuatan paksaan agar seorang
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang saksi memberikan keterangan yang benar;
didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai c. Pengabaian oleh hakim biasanya terhadap
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan terdakwa yang berisi penyangkalan
keterangannya itu; terhadap dakwaan. Pegabaian hakim dapatlah
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan diterima, mengingat menurut KUHAP
perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh penyangkalan terdakwa bukanlah menjadi bagian
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata isi alat bukti keterangan terdakwa.
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan Ketentuan keterangan terdakwa yang sah ialah
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau keterangan yang diberikan di muka sidang peng-adilan,
keterangan yang sah dan mempunyai nilai pembuktian
sesuatu keadaan;
yang dapat dipergunakan hakim bersama alat bukti
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
lainnya dalam pertimbangan hukumnya atau dalam
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai usaha hakim membentuk keyakinan untuk menari amar
sesuatu hal atau sesuatu keadaan. putusan akhir perkara yang diadilinya. Oleh karena itu,
alat bukti keterangan terdakwa di dalam BAP tidak dapat
4. Alat Bukti Petunjuk dipertimbangkan sebagai dasar untuk membentuk
Bukti petunjuk ini adalah berupa pemikiran atau keyakinan hakim. Keterangan terdakwa diluar sidang
pendapat hakim yang dibentuk dari hubungan atau pengadilan juga mengandung nilai, tetapi bukan bernilai
persesuaianalat bukti yang ada dan dipergunakan dalam rangka untuk membentuk keyakinan hakim,
dalam sidang, maka sifat subyektivitas hakim lebih melainkan bernilai sebagai bantuan (membantu) untuk
dominan. Oleh karena itu, Pasal 188 ayat (3) KUHAP menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan diluar
mengingatkan hakim agar dalam menilai kekuatan sidang itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah
alat bukti petunjuk dalam setiap keadaan tertentu sepanjang mengenai hal yang didakwakan berdasarkan
harus dilakukan dengan arif dan bijaksana, setelah Pasal 189 ayat (2) KUHAP.
hakim memeriksa dengan cermat dan seksama yang
didasarkan hati nuraninya. Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum
Acara Perdata
5. Alat Bukti Keterangan Terdakwa Dalam persidangan perdata di pengadilan negeri,
Diantara 5 (lima) alat bukti yang disebut dalam berdasarkan hukum acara perdata Indonesia ada
Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti keterangan bagian acara persidangan yaitu pembuktian. Terdapat
terdakwalah yang acap kali diabaikan oleh hakim. beberapa teori tentang beban pembuktian yang dapat

574
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

merupakan pedoman bagi hakim dalam memeriksa persoalan tentang beban pembuktian dalam
dan memutus perkara,yaitu8: sengketa yang bersifat prosesuil. Didalam praktek
1. Teori Pembuktian yang Bersifat Menguatkan Belaka teori ini sering menimbulkan ketidakadilan. Hal
(bloot affirmatief) — Siapa yang mengemukakan ini diatasi dengan memberi kelonggaran kepada
sesuatu harus membuktikannya dan bukan yang hakim intuk mengadakan pengalihan beban
mengingkari atau menyangkalnya. Dasar hukum pembuktian.
dari teori ini ialah pendapat bahwa hal-hal yang 3. Teori Hukum Obyektif—Menurut teori ini,
negatif tidak mungkin dibuktikan (negative non sun mengajukan tuntutan hak atau gugatan berarti
probanda). Peristiwa negatif tidak dapat menjadi bahwa penggugat minta kepada hakim agar
dasar dari suatu hak, sekalipun pembuktiannya hakim menerapkan ketentuan-ketentuan hukum
mungkin, hal ini tidaklah penting dan oleh karena itu obyektif terhadap peristiwa yang diajukan. Oleh
tidak dapat dibebankan kepada seseorang. Teori karena itu penggugat harus membuktikan
“bloot affirmatief” ini sekarang sudah ditinggalkan. kebenaran daripada peristiwa yang diajukannya
2. Teori Hukum Subyektif — Suatu proses perdata itu dan kemudian mencari hukum obyektifnya untuk
selalu merupakan pelaksanaan hukum subyektif atau diterapkan pada peristiwa tersebut, misalnya
bertujuan mempertahankan hukum subyektif, dan harus mengemukakan adanya suatu persetujuan,
siapa yang mengemukakan atau mengaku harus mencari dalam undang-undang dan syarat-
mempunyai sesuatu hak harus membuktikannya. syarat sahnya persetujuan berdasarkan Pasal 1320
Dalam hal ini penggugat tidak perlu membuktikan KUHPerdata dan kemudian memberi
semuanya. Untuk mengetahui peristiwa mana yang pembuktiannya, tidak perlu membuktikan adanya
harus dibuktikan dibedakan antara peristiwa cacat dalam persesuaian kehendak, sebab hal itu
– peristiwa umum dan peristiwa-peristiwa khusus. tidak disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Yang terakhir ini dibagi lebih lanjut menjadi Tentang adanya cacat ini harus dubuktikan oleh
peristiwa khusus yang bersifat menimbulkan hak pihak lawan. Hakim yang tugasnya menerapkan
(rechtserzeugende tatsachen), peristiwa khusus yang hukum obyektif pada peristiwa yang diajukan
oleh para pihak hanya dapat mengabulkan gugatan
bersifat menghalang-halangi timbulnya hak
apabila unsur-unsur yang ditetapkan oleh hukum
(rechtshindernde tatsachen) dan peristiwa khusus
obyektif ada. Jadi atas dasar isi hukum obyektif
yang bersifat membatalkan hak (rechtsvernichtende
yang diterapkan dapat ditentukan pembagian
tatsachen).
beban pembuktian. Teori ini sudah tentu tidak
Penggugat berkewajiban membuktikan adanya
akan dapat menjawab persoalan-persoalan yang
peristiwa-peristiwa khusus yang bersifat
tidak diatur oleh undang-undang. Selanjutnya
menimbulkan hak. Tergugat harus membuktikan
teori ini bersifat formalistis.
tidak adanya peristiwa-peristiwa (syarat-syarat)
4. Teori Hukum Publik — Menurut teori ini mencari
umumdanadanyaperistiwa-peristiwakhususyang
kebenaran suatu peristiwa di dalam peradilan
bersifat menghalang-halangi dan yang bersifat
merupakan kepentingan publik. Oleh karena itu
membatalkan. Sebagai contoh dapat dikemukakan
hakim harus diberikan wewenang yang lebih
misalnya, kalau penggugat mengajukan tuntutan
besar untuk mencari kebenaran. Disamping itu
pembayaran harga penjualan, maka penggugat
para pihak ada kewajiban yang sifatnya hukum
harus membuktikan adanya persesuaian
publik, untuk membuktikan dengan segala
kehendak, harga serta penyerahan, sedangkan
macam alat bukti. Kewajiban ini harus disertai
kalau tergugat menyangkal gugatan penggugat
sanksi pidana.
dengan menyatakan telah dilakukan pembayaran
5. Teori Hukum Acara — Asas auditu et alteram
maka tergugatlah yang harus membuktikannya.
partem atau juga asas kedudukan prosesuil yang
Teori ini hanya dapat memberi jawaban apabila
sama daripada para pihak di muka hakim
gugatan penggugat didasarkan atas hukum
merupakan asas pembagian beban pembuktian
subyektif. Ini tidak selalu demikian, misalnya
menurut teori ini. Hakim harus membagi beban
pada gugat cerai. Keberatan-keberatan lainnya
pembuktian berdasarkan kesamaan kedudukan
ialah teori ini terlalu banyak kesimpulan yang
para pihak. Asas kedudukan prosesuil yang sama
abstrak dan tidak memberi jawaban atas persoalan-
daripada para pihak membawa akibat bahwa
kemungkinan untuk menang bagi para pihak harus
8
Sudikno Mertokusumo, op cit, hlm. 111.

575
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

sama. Oleh karena itu hakim harus membebani surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam
para pihak dengan pembuktian secara seimbang surat itu sebagai pemberitahuan sah saja; tetapi
atau patut. Kalau penggugat menggugat tergugat yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang
mengenai perjanjian jual beli, maka sepatutnyalah diberitahukan itu langsung berhubung dengan
kalau penggugat membuktikan tentang adanya pokok dalam akta itu”. Berdasarkan definisi
jual beli itu dan bukannya tergugat yang harus yuridis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
membuktikan tentang tidak adanya perjanjian yang disebut sebagai akta otentik harus memenuhi
tersebut antara penggugat dan tergugat. Kalau unsur-unsur sebagai berikut: (1) Berbentuk surat
tergugat mengemukakan bahwa ia membeli atau tertulis yang dibuat oleh atau dihadapan
sesuatu dari penggugat, tetapi bahwa jual beli itu pegawai yang berwenang untuk membuatnya,
batal karena kompensasi, maka tergugat harus seperti notaris, camat dan lain-lain; (2) Isinya
membuktikan bahwa ia mempunyai tagihan merupakan suatu bukti yang cukup kuat bagi
kepada penggugat. Penggugat dalam hal ini tidak pihak-pihak yang membuatnya dan juga bagi para
perlu membuktikan bahwa ia tidak mempunyai ahli warisnya atau pihak lainnya; (3) Selain itu
hutang pada tergugat. Kiranya sudah isinya juga suatu pemberitahuan yang sah.
sepatutnyalah kalau yang harus dibuktikan itu (b) Akta Di Bawah Tangan — Definisi akta di
hanyalah hal-hal yang positif saja, yaitu adanya bawah tangan dapat ditemukan dalam Pasal 1874
suatu peristiwa dan bukannya tidak adanya suatu ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan: “Sebagai
peristiwa. Demikian pula siapa yang siapa yang tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta
menguasai barang tidak perlu membuktikan yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat,
bahwa ia berhak atas barang tersebut, sebaiknya register-register, surat-surat urusan rumah tangga
siapa yang hendak menuntut suatu barang dari dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan
orang lain ia harus membuktikan bahwa ia berhak seorang pegawai umum” Dari ketentuan Pasal
atas barang tersebut. Teori-teori pembuktian 1878 KUHPerdata terdapat kekhususan akta di
tersebut selalu digunakan oleh para pihak baik bawah tangan yaitu: (1) Akta harus seluruhnya
penggugat maupun tergugat, bahkan hakim ditulis dengan tangan si penandatangan sendiri,
dalam pemeriksaan fakta-fakta hukum dalam yang harus ditulis dengan tangannya si penanda
persidangan perdata di pengadilan negeri. tangan adalah suatu penyebutan yang membuat
jumlah atau besarnya barang/uang yang terhutang;
Alat-Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata (2) Akta harus ditandatangani oleh pihak-pihak
Berdasarkan ketentuan Pasal 164 HIR dan 1866 yang membuatnya; (3) Tanpa perantara seorang
KUHPerdata, secara limitatif sebagai alat bukti yang pegawai umum.
sah adalah: Alat bukti tertulis atau surat dalam bentuk akta
1. Alat Bukti Tulisan/Surat — Surat sebagai alat tersebut yang diajukan dalam persidangan
pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam akta haruslah memiliki kekuatan pembuktian. Adapun
dan surat bukan akta, kemudian akta masih dapat kekuatan pembuktian akta adalah: (1) Kekuatan
dibedakan lagi dalam akta otentik dan akta Pembuktian Lahir — suatu kekuatan pembuktian
dibawah tangan. Jadi, dalam hukum pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, bahwa suatu
dikenal tiga jenis surat yaitu: surat yang kelihatannya seperti akta, diterima/
(a) Akta Otentik Sebagaimana telah disebutkan sanggup seperti akta dan diperlakukan sebagai
di atas bahwa akta dapat dibedakan dalam akta akta, sepanjang tidak terbukti kebalikannya. Jadi
otentik dan akta dibawah tangan. Berdasarkan surat itu harus diperlakukan seperti akta, kecuali
penjelasan Pasal 165 HIR yang berbunyi: “akta ketidakotentikan akta itu dapat dibuktikan oleh
otentik adalah suatu surat yang dibuat oleh atau phak lain, misalnya dapat dibuktikan bahwa tanda
dihadapan pegawai umum yang berkuasa tangan yang didalam akta dipalsukan. Dengan
membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup demikian, pembuktiannya bersumber pada
bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta kenyataan; (2) Kekuatan Pembuktian
sekalian orang yang mendapat hak daripadanya For-mal —suatu kekuatan pembuktian yang
yaitu tentang segala hal, yang tersebut didalam didasarkan atas benar atau tidaknya pernyataan
yang ditandatangani dalam akta bahwa oleh

576
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

penanda tangan akta diterangkan apa yang itu menyebutkan dengan tegas tentang suatu
tercantum di dalam akta. Misalnya, antara A dan pembayaran yang telah diterima;
B yang melakukan jual beli, mengakui bahwa 2e. apabila surat-surat itu dengan tegas
tanda tangan yang tertera dalam akta itu benar, menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat
jadi pengakuan mengenai pernyataan terjadinya adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan di
peristiwa itu sendiri, bukan mengenai isi dari dalam sesuatu alasan hak bagi seseorang untuk
pernyataan itu. Atau dalam hal menyangkut keuntungan siapa surat itu menyebutkan suatu
pertanyaan, “benarkah bahwa ada pernyataan para perikatan.
pihak yang menandatangani”? Dengan demikian, 2. Alat Bukti Saksi
berarti pembuktiannya bersumber atas kebiasaan Alat bukti yang kedua adalah bukti saksi yaitu
dalam masyarakat, bahwa orang menandatangani orang yang memberikan kesaksiannya di dalam
suatu surat itu untuk menerangkan bahwa hal- hal persidangan pengadilan. Kesaksian adalah kepastian
yang tercantum di atas tanda tangan tersebut yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang
adalah keterangannya; (3) Kekuatan Pembuktian peristiwa yang disengketakan dengan jalan
Material — suatu kekuatan pembuktian yang pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang
didasarkan atas benar atau tidaknya isi dari yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang
pernyataan yang ditandatangani dalam akta, dipanggil di persidangan9.
bahwa peristiwa hukum yang diyatakan dalam akta Dengan demikian keterangan yang dikemukakan
itu benar-benar telah terjadi, memberi kepastian oleh saksi itu harus hal-hal tentang peristiwa atau
tentang materi akta. Misalnya A dan B mengakui kejadian yang dilihat atau dialami sendiri. Seseorang
benar bahwa jual beli itu telah terjadi. Dengan yang melihat atau mengalami sendiri kejadian itu
demikian, berarti pembuktiannya bersumber pada memang ada dengan sengaja diajak untuk
keinginan agar orang lain menganggap isi menyaksikannya, akan tetapi ada juga yang hanya
keterangannya dan untuk siapa isi keterangan itu secara kebetulan saja.
berlaku, sebagai benar dan bertujuan untuk
Saksi yang dipanggil dimuka siding pengadilan
mengadakan bukti buat dirinya sendiri. Maka dari
mempunyai kewajiban-kewajiban menurut hukum,
sudut kekuatan pembuktian material, suatu akta
yaitu antara lain:
hanya memberikan bukti terhadap si penanda
a. Kewajiban untuk menghadap atau datang
tangan. Seperti halnya suatu surat yang berlaku
memenuhi pangilan pengadilan untuk
timbal balik juga membuktikan terhadap dirinya
memberikan keterangannya dalam persidangan.
sendiri dari masing-masing si penanda tangan.
Dengan syarat setelah dipanggil dengan patut dan
(c) Surat Bukan Akta Pengaturan — Definisi
sah menurut hukum (Pasal 139, 140, 141 HIR);
mengenai surat yang bukan akta tidak ditentukan
b. Kewajiban untuk bersumpah sebelum
dan diatur secara tegas dalam HIR. Walaupun
mengemukakan keterangan. Sumpah tersebut
surat-surat yang bukan akta ini sengaja dibuat
dilakukan menurut agamanya dan bagi suatu
oleh yang bersangkutan, tapi pada asasnya tidak
agama yang melarang sumpah dapat diganti
dimaksudkan sebagai alat pembuktian di
dengan mengucapkan janji (Pasal 147, 148 HIR);
kemudian hari. Oleh karena itu surat-surat yang
demikian itu dapat dianggap sebagai petunjuk c. Kewajiban untuk memberikan keterangan yang
kearah pembuktian. Dengan demikian surat benar (Pasal 148 HIR).
bukan akta untuk dapat mempunyai kekuatan Hakim dalam penilaian alat bukti saksi
pembuktian, sepenuhnya bergantung kepada berdasarkan pasal 1908 KUHPerdata dan Pasal 172
penilaian hakim sebagaimana ditentukan dalam HIR, berdasarkanketentuantersebuthakimdiharuskan
Pasal 1881 ayat (1) KUHPerdata yang mengatur memperhatikan kesamaan antara keterangan para
sebagai berikut: “Register-register dan surat- saksi. Persesuaian antara keterangan-keterangan
surat urusan rumah tangga tidak memberikan dengan apa yang diketahui dan dengan segi lain
pembuktian untuk keuntungan si pembuatnya; tentang perkara, sebab-sebab yang mendorong para
adalah register-register dan surat-surat itu

merupakan pembuktian terhadap si pembuatnya:


9
1e. di dalam segala hal dimana surat-surat Ibid, hlm.128

577
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

saksi mengemukakan keterangannya, pada cara ayat (2) KUHPerdata selanjutnya menentukan
hidupnya, kesesuaiannya, kedudukan para saksi, dan bahwa bagi mereka, hakim bebas untuk
segala apa yang berhubungan dengan keterangan mendengar keterangannya dengan tidak di bawah
yang di kemukakan. sumpah. Dan keterangan-keterangan mereka
Pada asasnya semua orang cakap dapat bertindak hanya dianggap sebagai penjelasan belaka.
sebagai saksi. Dan apabila telah dipanggil dengan sah 4) Orang yang karena permintaanya sendiri
dan patut menurut hukum, wajiblah ia mengemukakan dibebaskan dari kewajibannya sebagai saksi,
kesaksiannya di muka pengadilan sebagaimana yang termasuk dalam golongan ini ialah: (a)
diatur dalam Pasal 1909 ayat (1) KUHPerdata dan Saudara laki-laki atau perempuan dan ipar laki-
Pasal 139 HIR. Bahkan apabila tidak mau datang laki atau perempuan dari salah satu pihak; (b)
atau datang tetapi tidak mau memberikan kesaksian, Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus
ia dapat dikenakan sanksi. Walaupun demikian, dan saudara laki-laki atau istri salah satu pihak;
terhadap asas tersebut dibuka suatu pengecualian atau (c) Orang yang karena martabat, pekerjaan atau
penyimpangan yaitu: jabatan yang sah, diwajibkan merahasiakan, akan
Golongan yang secara mutlak dianggap tidak tetapi semata-mata hanya mengenai hal-hal yang
mampu bertindak sebagai saksi yaitu: dipercayakan padanya (Pasal 146 HIR, Pasal
1) Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut 1909 ayat (2) KUHPerdata)
keturunan yang lurus dan salah satu pihak (Pasal Orang yang berkedudukan sebagai saksi memiliki
145 ayat (1) sub 1e HIR, Pasal 1910 ayat (1) kewajiban-kewajiban antara lain:
KUHPerdata). Larangan ini oleh pembentuk a. Kewajiban Untuk Menghadap
undang-undang didasarkan pada pertimbangan
Didalam proses pemeriksaan suatu perkara di
bahwa: (a) Mereka itu tidak akan cukup objektif
persidangan pengadilan negeri pada asasnya
dalam memberi keterangan; (b) Untuk menjaga
diperlukan adanya saksi. Pada pasal 121 ayat (1) HIR
agar hubungan kekeluargaan mereka tetap baik;
ditentukan bahwa sebelum perkara diperiksa di muka
(c) Untuk mencegah terjadinya pertengkaran atau
sidang pengadilan negeri, pengadilan atau hakim
timbulnya rasa dendam di antara mereka.
menyuruh memanggil para pihak dan saksi untuk
Walaupun begitu dalam perkara-perkara tertentu
menghadap pada hari sidang yang telah ditentukan,
mereka mampu untuk bertindak sebagai saksi
akan tetapi apabila dengan aturan pasal 121 ayat
seperti: (a) Dalam perkara-perkara mengenai
(1) HIR saksi tidak dapat menghadap karena tidak
kedudukan keperdataan salah satu pihak; (b)
mau atau sebab lainnya, sedangkan kesaksiannya itu
Dalam perkara-perkara mengenai pemberian
benar dibutuhkan untuk meneguhkan kebenaran
nafkah, termasuk pembiayaan, pemeliharaan,
tuntutan penggugat atau perlawanan tergugat, maka
dan pendidikan anak yang belum dewasa; (c)
hakim menyuruh memanggil saksi agar menghadap
Dalam perkara mengenai alasan-alasan yang
menyebabkan pembebasan atau pemecatan di hari persidangan yang akan datang, sebagaimana
dari kekuasaan orang tua atau perwalian; diatur dalam Pasal 139 HIR.
(d) Dalam perkara-perkara mengenai suatu b. Kewajiban Untuk Bersumpah
persetujuan perburuhan (Pasal 145 ayat (2) HIR, Jika saksi yang dipanggil telah memenuhi panggilan
1910 ayat (2) KUHPerdata). dan tidak mengundurkan diri sebagai saksi, maka
2) Suami atau istri salah satu pihak meskipun sudah sebelum mengemukakan keterangannya ia harus
bercerai (Pasal 145 ayat (1) sub 2e HIR, Pasal disumpah menurut agamanya, ketentuan ini diatur
1910 ayat (1) KUHPerdata); dalam Pasal 147 HIR dan Pasal 1911 KUHPerdata.
3) Golongan yang secara relatif dianggap tidak c. Kewajiban Memberi Keterangan
mampu bertindak sebagai saksi yaitu: (a) Anak- Sebagaimana diuraian tentang kewajiban untuk
anak yang belum mencapai umur 15 tahun (Pasal bersumpah bagi saksi, yaitu bahwa apabila ia
145ayat (1) sub 3e jo ayat (4) HIR, Pasal 1912 telah datang menghadap dan telah pula disumpah
ayat (1) KUHPerdata); (b) Orang gila atau sakit akan tetapi tidak mau memberi keterangan, maka
ingatan, sekalipun kadang-kadang ingatannya dapat ditahan dalam penjara atau permintaan dan
terang (Pasal 145 ayat (1) sub 4c HIR, Pasal 1912 biaya pihak yang meminta untuk itu.
ayat (1) KUHPerdata. Dalam hal ini pasal 1912

578
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

Saksi yang telah datang menghadap dan telah pula tertantu atau peristiwa-peristiwa tertentu. Bahkan
disumpah di muka persidangan wajib memberikan dalam pasal yang sama undang-undang
keterangannya. Apabila ada pertanyaan-pertanyaan memberikan contoh-contohnya sebagai berikut:
yang diajukan kepada saksi harus disampaikan lebih 1) Perbuatan yang oleh undang-undang
dahulu kepada hakim. Yang berkepentingan tidak dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat
boleh langsung melakukan tanya jawab kepada saksi dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk
melainkanmelaluihakimlahtanyajawabitudilakukan. menyelundupi suatu ketentuan undang-undang;
Hakim dapat menolak pertanyaan-pertanyaan yang 2) Hal-hal dimana oleh undang-undang
tidak ada hubungan dengan perkara (Pasal 150 ayat diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan
(1) HIR). Saksi yang mengemukakan keterangan di utang disimpulkan dari keadaan-keadaan tertentu;
depan sidang akan dicatat di dalam berita acara 3) Kekuatan yang oleh undang-undang
persidangan oleh panitera (Pasal 152HIR). diberikan kepada suatu putusan hakim yang
sudah memperoleh kekuatan hukum mutlak;
3. Bukti Persangkaan 4) Kekuatan yang oleh undang-undang
Mengenai bukti persangkaan di dalam HIR tidak diberikan kepada pengakuan atau kepada sumpah
dijelaskan, akan tetapi hal tersebut dapat ditemukan salah satu pihak.
dalam Pasal 1915 KUHPerdata yang berbunyi: b. Persangkaan Yang Tidak Berdasarkan Undang-
“Persangkaan-persangkaan ialah kesimpulan- undang
kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Tidak sebagaimana dalam persangkaan menurut
hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang dikenal undang-undang, hakim terikat pada ketentuan
kearah suatu peristiwa yang tidak dikenal”. undang-undang akan tetapi dalam persangkaan
Berdasarkan Pasal 164 HIR dan 1866 yang tidak berdasarkan undang-undang, hakim
KUHPerdata diatur dengan tegas bahwa persangkaan bebas menyimpulkan persangkaan berdasarkan
adalah alat pembuktian. Pada hakekatnya yang kenyataan. Hakim bebas mempergunakan atau
dimaksudkan dengan persangkaan tidak lain adalah tidak mempergunakan hal-hal yang terbukti
alat bukti yang bersifat tidak langsung.10 Walaupun dalam suatu perkara sebagai dasar untuk
telah dijelaskan dalam undang-undang bahwa melakukan persangkaan. Persangkaan menurut
persangkaan itu merupakan alat pembuktian, para ahli kenyataan diatur dalam Pasal 173 HIR dan Pasal
hukum tidak puas dengan ketentuan tersebut, maka 1922 KUHPerdata yang berbunyi: “Persangkaan-
dikemukakanlah berbagai dalih untuk persangkaan yang tidak berdasarkan undang-
mengugugurkan ketentuan tersebut. Oleh karena undang sendiri, diserahkan kepada pertimbangan
persangkaan adalah kesimpulan belaka, maka dalam dan kewaspadaan hakim, yang namun itu tidak
hal ini yang dipakai sebagai alat bukti sebetulnya boleh memperhatikan persangkaan-persangkaan
bukan persangkaan itu, melainkan alat-alat bukti lain, lain selainnya yang penting, teliti dan tertentu,
yaitu misalnya kesaksian atau surat-surat dan dan sesuai satu sama lain. Persangkaan yang
pengakuan satu pihak, yang membuktikan bahwa demikian hanyalah boleh dianggap dalam hal-hal
suatu peristiwa adalah terang ternyata.11 dimana undang-undang mengizinkan pembuktian
Jenis-jenis alat bukti persangkaan dapat dibagi dengan saksi-saksi, begitu pula apabila dimajukan
menjadi: suatu bantahan terhadap suatu perbuatan atau
a. Persangkaan Berdasarkan Undang-undang suatu akta, berdasarkan alas an adanya itikad
Yang dimaksud dengan persangkaan menurut buruk atau penipuan”
undang-undang berdasarkan Pasal 1916
KUHPerdata yaitu persangkaan yang berdasarkan 4. Bukti Pengakuan
suatu ketentuan khusus undang-undang, Bukti pengakuan baik HIR maupun KUHPerdata
dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tidak menerangkan atau mengatur secara jelas. Bukti
pengakuan dalam HIR diatur dalam Pasal 174 HIR,
10
Pasal 175 HIR dan Pasal 176 HIR sedangkan dalam
R.Wirjono Prodjodikoro, op cit, hlm. 116.
11
Ibid, hlm. 117. KUHPerdata diatur pada Pasal 1923 KUHPerdata
sampai dengan Pasal 1928 KUHPerdata. Pengakuan

579
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak sumpah pada Pasal 155 HIR sampai dengan Pasal 158
dalam satu perkara, di mana ia mengakui apa yang HIR, Pasal 177 HIR dan Pasal 1929 KUHPerdata
dikemukakan oleh pihak lawan atau sebahagian dari sampai dengan Pasal 1945 KUHPerdata. Walaupun
apa yang dikemukakan oleh pihak lawan12. undang-undang tidak menjelaskan arti sumpah, para
Apabila berpedoman pada ketentuan undang- ahli hukum memberikan pengertian mengenai bukti
undang maka mengenai pengakuan adalah jelas sumpah. Sumpah adalah hal menguatkan suatu
merupakan salah satu alat pembuktian, hal ini terbukti keterangan dengan berseru kepada Tuhan.13
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 164 HIR dan Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan
Pasal 1866 KUHPerdata. Walaupun undang-undang yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada
menganggap pengakuan itu sebagai salah satu alat waktu memberi janji atau keterangan dengan
pembuktian, akan tetapi banyak para ahli hukum yang mengingat atau sifat maha kuasa daripada Tuhan, dan
berpendapat sebaliknya. percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau
Hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.14
pembuktian mengenai bukti pengakuan antara lain: Walaupun undang-undang tidak menjelaskan arti
a. Pengakuan Yang Tidak Boleh Dipisah-Pisahkan sumpah secara detail dan jelas akan tetapi berdasarkan
undang-undang ada dua macam sumpah yaitu:
Jika terdapat pengakuan dari salah satu pihak
dalam persidangan berdasarkan Pasal 176 HIR 1) Sumpah yang diperintahkan oleh hakim diatur
dalam Pasal 1940 KUHPerdata sampai dengan
dan Pasal 1924 KUH Perdata, memerintahkan
Pasal 1943 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan
kepada hakim untuk menerima pengakuan secara
tersebut hakim dapat, karena jabatannya
keseluruhan secara bulat dan tidak berwenang
memerintahkan kepada salah satu pihak yang
menerima pengakuan itu sebagian-sebagian,
berperkara untuk menggantungkan pemutusan
sehingga merugikan pihak yang mengemukakan
perkara pada penyumpahan itu. Hakim dapat
pengakuan. Memisah-misahkan pengakuan itu
melakukan hal demikian hanya dalam dua hal
hanya diizinkan apabila orang yang berhutang, (a) Jika tuntutan maupun tangkisan tidak terbukti
dengan maksud untuk membebaskan dirinya, dengan sempurna; (b) Jika tuntutan maupun
menyebutkan peristiwa-peristiwa yang terbukti tangkisan itu tidak terbukti sama sekali. Dalam
tidak benar. prakteknya hal ini sangat jarang terjadi bahkan
b. Pengakuan di Luar Sidang Pengadilan hampir belum pernah terjadi, karena bukti sumpah
Pengakuan di luar sidang pengadilan diatur dalam menurut undang-undang ini adalah inisiatif dari
pasal 175 HIR, 1927 KUHPerdata dan 1928 KUH hakim yang memeriksa perkara, dimana hakim
Perdata. Berdasarkan ketentuan hukum tersebut harus aktif. Hal ini dinilai bertentangan dengan
pengakuan diluar persidangan tidak dapat dipakai, asas pemeriksaan perkara perdata dimana hakim
selain dalam hal-hal yang diperkuat dengan bukti bersikap pasif.
saksi-saksi. Mengenai hal ini seluruh bergantung 2) Sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan
sepenuhnya pada pertimbangan hakim untuk diatur dalam Pasal 1930 KUHPerdata sampai
menentukan kekuatan mana yang akan diberikan dengan Pasal 1939 KUH Perdata. Berdasarkan
kepada suatu pengakuan lisan yang dilakukan di ketentuan tersebut permohonan untuk sumpah
luar sidang pengadilan. berasal dari para pihak yang bersengketa, akan
tetapin tetap harus disampaikan kepada hakim
yang memeriksa. Dalam Pasal 1930 KUHPerdata
5. Bukti Sumpah
disebut dengan sumpah pemutus yang dapat
Perihal mengenai bukti sumpah HIR maupun
diajukan oleh para pihak dalam setiap tingkatan
KUHPerdata tidak memberikan definisi yang jelas
perkara.
dan lengkap. Undang-undang hanya mengatur tentang

13
12
A.Pitlo, 1978, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa Jakarta, Ibid, hlm.172.
14
hlm. 150. Sudikno Mertokusumo, op cit, hlm. 147.
580
Perbedaan Hukum Pembuktian dalam Perspektif Hukum Acara Pidana dan Perdata Hendri Jayadi Pandiangan

Kesimpulan
1. Pembuktian adalah tindakan membuktikan secara
umum memiliki tujuan yang sama yaitu guna
memberikan kepastian tentang kebenaran suatu
peristiwa. Tindakan membuktikan dalam suatu
persidangan memang digunakan pengertian
pembuktian secara yuridis yaitu pembuktian di
persidangan tidak dimungkinkan adanya
pembuktian yang logis dan mutlak, oleh karenanya
dalam pemeriksaan bukti-bukti dipersidangan
dikenal dengan istilah hal-hal yang mendekati
kebenaran. Akan tetapi sebenarnya jika dianalisa
lebih dalam lagi dalam hal-hal tertentu dapat juga
terjadi pembuktian dipersidangan itu bersifat
logis dan mutlak;
2. Perbedaan pembuktian dalam hukum acara pidana
danhukumacaraperdataadalahdalampembuktian
pidana sistem pembuktiannya negatief wettelijk
stelsel yaitu sistem pembuktian menurut undang-
undang secara negatif merupakan teori gabungan
antara sitem pembuktian menurut undang-
undang secara positif dengan sistem pembuktian
menurut keyakinan atau conviction- in time.
Sedangkan Karakteristik dalam pembuktian
perdata adalah audi et alterem partem yaitu pihak
yang mendalilkan harus membuktikan dalilnya
tersebut;

581
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dirdjosisworo,Soedjono, 1984, Filsafat Peradilan dan Perbandingan Hukum, Armico, Bandung.
Hamzah,Andi, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
—————, 2011, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Universitas Triksakti, Jakarta.
Harahap, M.Yahya, 2001, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
————————, 2001, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHP (Penyidikan dan
Penuntutan) Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
————————, 2004, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.
Iswahyudi, Sudhono, 2000, Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 1988, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Nawawi, Arief Barda, 2001, Perbandingan Hukum Pidana, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Nur Basuki Minarto, “Pembuktian Gratifikasi dan Suap dalam Tindak Pidana Korupsi”, Yuridika, Majalah
Fakultas Hukum, UNAIR. Vol 20, No. 2, Maret 2005.
Pitlo, A,1978, yang berjudul Pembuktian Dan Daluwarsa, Intermasa, Jakarta.
Prodjohamidjojo, Martiman, 2001, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi ( UU No. 31 Tahun
1999), Mandar Maju, Bandung.
Prodjodikoro, Wirjono, 1985, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur, Bandung.
Samudera, Teguh, 2004, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, PT Alumni, Bandung.
Sapardjaja, Komariah Emong, 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Hukum Pidana Indonesia,
Alumni, Bandung.
Sianturi, S.R, 1983, Tindak Pidana Di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta.
Soesilo R, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.
Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,
Mandar Maju, Bandung.

582
Jurnal Hukum tô-râ, Volume 3 No. 2, Agustus 2017

Tresna R, 1996, Het Herziene Inlandsch


Reglement Komentar HIR, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Staatsblad
1847 No. 23.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Staatsblad
1915 No. 732.
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Lembaran Negara Republik Indonesia 1981 No. 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3209

You might also like