You are on page 1of 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PERILAKU HOLIGANISME DALAM FANATISME SUPORTER


SEPAK BOLA INDONESIA

(Kajian Fenomenologi Tentang Rivalitas The Jakmania dan Viking)

Disusun Oleh:
Adrian Amurwonegoro
D0310004

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi


Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana
Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2015

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERILAKU HOLIGANISME DALAM FANATISME SEPAK BOLA INDONESIA


(KAJIAN FENOMENOLOGI TENTANG RIVALITAS THE JAKMANIA DAN VIKING)

Adrian Amurwonegoro (adrian_kelasb@yahoo.co.id)


Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

ABSTRACT

Adrian Amurwonegoro. D0310004. 2015. By thesis entittled “Behavior of


hooliganism in football fanaticism of Indonesia Football Supporters: Study
Phenomenology of Rivalry the Jakmania and Viking”. Sociology Department, Faculty of
Social and Political Sciences, Surakarta Sebelas Maret University.
This study aimed to describe the behavior of hooliganism in football fanaticsm fans in
Indonesia, especially on the rivalry phenomenon Jakmania and Viking.
This study uses the concept of social exchange George C. Homans, in using this
concept of behaviour BF Skinner than a person’s behavior based on external stimulus
themselves, these two concept emphasize the behavior of the exchange – reinforcement.
Similarly, what happens in the community interplay between individual supporters carried
through continuous interaction with symbols make symbolic interaction theory of George
Herbert Mead also be premise anyway. Furthermore, to analyze the conflict theory Ralf
Dahrendorf conflict. The method used is descriptive with the data collection process used
through observation, interviews, and documentation. In determining the informant or
sampling using purposive sampling technique with 10 informants consisted of 5 people each
informant group the Jakmania and 5 informants Viking group that includes the founder,
chairman, regional coordinator, conductor and members, sampling informants based on
individual experience about the rivalry between supporters groups Jakmania and Viking.
Analysis of the data reduction, data presentation under the base of the postulate of logical
consistency, the postulate of subjective interpretation, the postulate of adequacy and then
conclusion.
The result of the research showed that the behavior of young children hooliganism
done as an exchange of existence, reputation, domination and behavior to get an impression
of masculinity as a reward, and satisfaction in self actualized in the form of violence. It is
implicated in the case of the Jakmania and Vikings rivalry rooted from an incident Jakmania
attacked by the group, plus the Jakmania disappoinment because they promised to come
Siliwangi, Bandung. Viking in a match Persib vs Persija, arrived at the stadium did not get a
quota seat and attacked Persib Bandung supporters, then continues in the episode and the
forms of the next conflict behavior until the present. Behavioral factors that sustain the
conflict, among others, maintain self-esteem, indoctrination of the older generation, the mass
media, social networking, yells provocative and provocative symbol attributes with spiral-
conflict tactic meant contentious or attack each other.

Keywords : The Jakmania Viking, Hooliganism, Rivalry

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENDAHULUAN

Di negeri ini sepak bola menjadi bagian dari simbol perlawanan, keberanian rakyat
pribumi menentang agresi militer Belanda, dengan kata lain sepak bola juga berperan dan
menjadi media perlawanan bangsa terjajah menghadapi penjajahnya. Bicara sepak bola
Indonesia, tidak terlepas dari perjuangan Soeratin Soesrosoegondo, insinyur lulusan Belanda
ini adalah ketua perdana Persatuan Sepak raga Seluruh Indonesia atau PSSI. PSSI lahir
karena kebutuhan dan diskriminasi yang terjadi dalam persepakbolaan di Hindia Belanda
waktu itu. Sepak bola yang sudah berkembang di pulau Jawa dibawa dan dipopulerkan oleh
mereka yang bekerja di instansi pemerintahan. Mereka memainkan permainan yang tengah
populer di Eropa sebagai sarana rekreasi dan menjaga kebugaran.

Dalam masyarakat kontemporer sepak bola juga menjadi media perlawanan yang
dapat memobilisasi massa dalam jumlah besar. Dalam perspektif yang lebih luas, sepak bola
dapat pula dimaknai sebagai ajang propaganda untuk kepentingan yang lebih besar (Nugroho
Rizal S, 2013:16-18). Sepak bola tidak hanya berbicara sebelas tapi ribuan, sepak bola tidak
hanya 90 menit tapi sepanjang waktu, sepak bola tidak hanya target tetapi juga emosional.

Sejak awal Liga Indonesia bergulir sebagai kompetisi hasil peleburan antara
keprofesionalan sepak bola era-Galatama dan fanatisme kedaerahan sepak bola era-
perserikatan, kompetisi menjadi semakin kompetitif, persaingan klub-klub lokal dari berbagai
daerah semakin keras. Demikian juga ditingkat para pendukung, karena di saat yang
bersamaan identitas lokal adalah sebuah hal yang penting, suporter lahir sebagai sebuah
elemen yang penting, sebuah identitas yang di dalamnya terdapat kerumunan massa terdiri
dari berbagai individu bersatu untuk satu tujuan mendukung suatu tim kesebelasan dengan
berlandaskan rasa fanatisme dan membawa sisi primordialisme-nya, akan tetapi jika perilaku
fanatisme tidak dimanajemen dengan baik maka yang akan hadir adalah kerentanan bentrok
antar suporter. Sebagai contoh bisa kita lihat fenomena rivalitas suporter dengan sisi
fanatisme dan primordialisme yang luar biasa yakni perseteruan pendukung Persija Jakarta
dengan pendukung Persib Bandung yang bermula pada Liga Indonesia tahun 2000. Aroma
rivalitas telah berlangsung sejak tahun 2000 pada saat Persib menjamu Persija di Siliwangi,
Bandung, hingga saat kedua tim dipertemukan
commit todiuser
venue yang netral yaitu di Stadion
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Maguwoharjo Sleman pada tanggal 28 Agustus 2013 dalam lanjutan Liga Super Indonesia
2013/2014, dan catatan kerusuhan-kerusuhan lain sepanjang medio tahun 2000-2015.

Di Indonesia perilaku holiganisme suporter tidak hanya identik dengan rivalitas the
Jakmania dan Viking. Pada tahun 2006, tragedi Asu Semper (Amuk Suporter Empat
September) telah menebar kengerian yang sama pada saat fase perempat final kompetisi copa
Dji Sam Soe yang mempertemukan dua klub Jawa Timur, Persebaya Surabaya kontra Arema
Malang di stadion Gelora 10 November, Tambaksari Surabaya, yang menyebabkan rusaknya
berbagai fasilitas umum, termasuk mobil ANTV yang sedang meliput pertandingan waktu itu
serta puluhan korban luka-luka.

Ironis memang, Indonesia memiliki catatan panjang terkait aksi kerusuhan Sepak
Bola. Media cetak maupun elektronik seolah memperlihatkan negativitas dengan cara turut
memberitakan kerusuhan-kerusuhan itu sebagai komoditas utama yang wajib disimak
masyarakat. Dari situlah suporter seolah telah menebar teror, kemudian tersemat stigma
negatif dari masyarakat umum, suporter sepak bola tak ubahnya sebagai biang kerusuhan.

Maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana perilaku holiganisme dalam fanatisme
suporter sepak bola Indonesia di tengah fenomena rivalitas The Jakmania dan Viking
mengarahkan pada pentingnya mengetahui perjalanan rivalitas, pemetaan masalah dan cara
menangani konflik antar suporter supaya tidak berlarut-larut mengingat kerentanan anak
muda akan konflik dan kekerasan. Hal tersebut kemudian menjadi penelitian yang penulis
tuangkan melalui pembahasan dengan judul tulisan “Perilaku Holiganisme Dalam Fanatisme
Suporter Sepak Bola Indonesia (Kajian Fenomenologi Tentang Rivalitas The Jakmania dan
Viking)”

TINJAUAN PUSTAKA

Pate, Rotella dan Mc. Clenaghan (dalam jurnal Ridwan Syarif 2013:7) mendefinisikan
suporter adalah orang-orang yang fanatik menjadi “teman baik” apabila berpenampilan baik
dan menjadi “musuh paling jahat” apabila tidak tampil dengan baik.

Suporter adalah adalah salah satu elemen penting dalam sepak bola, suatu kelompok
yang mempunyai peran dalam tanggung jawab terhadap eksistensi dan prestasi klubnya.
commit to user
Suporter sepak bola merupakan kerumunan di mana kerumunan tersebut diartikan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sejumlah orang yang berada pada tempat yang sama, adakalanya tidak saling mengenal, dan
memiliki sifat yang peka terhadap stimulus (rangsangan) yang datang dari luar. Suporter
sepak bola meski menonton pertandingan sepak bola di tempat dan mendukung tim yang
sama belum tentu mereka saling mengenal satu sama lain namun meski demikian mereka
sangat peka terhadap stimulus yang datang dari luar seperti ketika tim mereka nyaris
mencetak gol atau ketika gol tercipta secara tidak langsung tanpa dikoordinir mereka
langsung menunjukkan ekspresi yang sama yakni berteriak dan bersorak. Bahkan ketika
terjadi kerusuhan pun meski tidak saling mengenal tapi atas nama solidaritas suporter
pendukung kesebelasan yang sama, otomatis mereka langsung membantu rekan-rekannya
ketika kerusuhan terjadi.

Dunning (dalam Junaedi Fajar, 2012:136) mendefinisikan Fanatisme sebagai bentuk


kebudayaan baru yang menyediakan pilihan simbolisasi nilai-nilai kekuasaan, maskulinitas,
konflik bahkan politik. Simbol-simbol tersebut kini tak lagi hadir dilapangan hijau namun
menjadi keseharian masyarakat kota ditengah-tengah hiruk pikuk kehidupan kota. Fanatisme
menjadi daya tarik bagi anak-anak muda untuk berduyun-duyun ke stadion, mengorbankan
semua hal dan siap untuk berdah-darah untuk membela panji-panji kesebelasan.

Artikel Merril J. Melnic di jurnal International Review for Sociology Sport yang
berjudul The Mythology of Football Holiganism : A Closer Look at British : A Closer Look
at The British Experience (dalam Junaedi Fajar 2012:10) menyebutkan bahwa holiganisme
adalah fenomena baru dalam sepak bola modern yang mulai muncul sejak tahun 1960-an.
Holiganisme direpresentasikan oleh media massa sebagai kelompok yang tidak memiliki
pikiran (mindless) dan irasional sehingga cenderung melakukan perilaku kekerasan. Melnick
juga menambahkan bahwa umumnya holiganisme dimitoskan sebagai perilaku anak muda
yang tidak memiliki pekerjaan dan kelas pekerja yang juga berusia muda.

Teori Behavioral Sociology

Dalam teori Behavioral Sociology, Skinner (dalam Ritzer 1985:86) mengemukakan


bahwa hubungan historis antara akibat tingkahlaku yang terjadi dalam lingkungan aktor
dengan tingkahlaku yang terjadi sekarang atau dengan kata lain akibat dari tingkahlaku yang
terjadi di masa lalu mempengaruhi tingkahlaku di masa sekarang. Konsep dasar dari
behaviorial Sociology adalah reinforcement atau dapat diartikan sebagai ganjaran. Perulangan
commit
tingkahlaku tak dapat dirumuskan terlepas darito efeknya
user terhadap perilaku itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Perulangan dirumuskan dalam pengertiannya terhadap aktor. Sesuatu ganjaran yang tak
membawa pengaruh terhadap aktor tidak akan diulang.

Teori exchange

George C Homans (Dalam Poloma 2003:61-65) dalam teori exchange menjelaskan


berbagai proposisi untuk menganalisis perilaku sosial :

1. Proposisi Sukses (The Success Proposition)


2. Proposisi Pendorong (The Stimulus Proposition)
3. Proposisi Nilai (The Value Proposition)
4. Proposisi Deprivasi-satiation
5. Proposisi Persetujuan-Agresi (The Aggression-Approval Proposition)

Teori Interaksionalisme Simbolik

Teori ini berusaha memahami budaya lewat perilaku manusia yang terpantul dalam
komunitas. Interaksi simbolik lebih memberi penekanan pada makna interaksi budaya sebuah
komunitas. Makna esensial akan tercermin melalui komunikasi budaya antar anggota
komunitas yang melibatkan berbagai simbol. Teori ini melihat bahwa komunitas terbentuk
dari proses komunikasi yang menggunakan simbol-simbol. Dari apa yang di kemukakan oleh
George Herbert Mead maka ada tiga konsep penting dalam interaksinalisme simbolik, yaitu
masyarakat (society) diri (self) dan pikiran (mind).

Teori Konflik

Dahrendorf (dalam Mandan 1986:221) mendefinisikan kelompok adalah sekumpulan


orang yang berhubungan atau berkomunikasi secara teratur dan mempunyai sebuah struktur
yang dapat dikenal. Adalagi kumpulan dari komunitas itu yang tidak dikenal, tetapi
anggotanya mempunyai kepentingan tertentu atau mempunyai cara-cara berperilaku bersama,
yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan mereka membentuk diri mereka sendiri menjadi
kelompok yang sesungguhnya.

Dahrendorf kemudian menjelaskan bahwa kelompok-kelompok yang bertentangan


jelas adalah juga fenomena psikologis, kelompok kepentingan dapat dilihat dari kepentingan
nyata yakni sebuah realitas yang jelas-jelas bersifat psikologis. Kepentingan nyata adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

adalah sebuah ideologi yang disusun dalam sebuah sistem ide-ide harus tersedia, sedangkan
kepentingan tersembunyi adalah orientasi nonpsikologis (Mandan 1986:228).

Konflik sosial tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat diatur, sehingga setiap konflik
tidak berlangsung dalam kekerasan, Dahrendorf melihat konflik dari segi intensitas dan
sarana yang digunakan dalam konflik itu sendiri. Intensitas diartikan sebagai keterlibatan
kontestan konflik yang didalamnya terdapat waktu, tenaga, dana dan pikiran, adapun
kekerasan dijadikan sebagai sarana yang digunakan oleh pihak yang berkonflik dalam
memperjuangkan kepentingannya (Setiadi Elly M & Usman Kolip 2011:385).

Sedangkan menurut perspektif sosiologi konflik Collins (dalam Ritzer, 2007:160-164)


mengatakan orang dipandang mempunyai sifat sosial, tetapi juga terutama mudah berkonflik
dalam hubungan sosial mereka. Konflik mungkin terjadi dalam hubungan sosial karena
penggunaan kekerasan yang selalu dapat dipakai seseorang atau banyak orang dalam
lingkungan pergaulan. Collins yakin bahwa orang berupaya untuk memaksimalkan status
subyektif mereka dan kemampuan untuk berbuat demikian tergantung pada sumber daya
mereka maupun sumber daya orang lain dengan siapa mereka berurusan. Ia melihat orang
mempunyai kepentingan sendiri-sendiri jadi benturan mungkin terjadi karena kepentingan-
kepentingan itu pada dasarnya saling bertentangan.

Berbagai macam stratergi yang digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik.


Pertama, Contending/Contentious (Suka bertengkar) yang melibatkan tindakan fisik yang
mencerminkan adanya motivasi kompetitif. Kedua, yielding (mengalah) yaitu menurunkan
aspirasi dan bersedia menerima kurang dari yang sebetulnya diinginkan, atau dapat diartikan
keinginan untuk menyerah. Ketiga, strategi fundamental adalah problem solving yaitu
mencari alternatif yang memuaskan kedua pihak, atau dengan kata lain keinginan untuk
berkolaborasi. Keempat, untuk mengatasi konflik adalah with drawing (menarik diri) yaitu
memilih meninggalkan situasi konflik, baik secara fisik maupun psikologis. Dan yang kelima
adalah inaction (diam) tidak melakukan apapun, diangkat sebagai keengganan untuk
mengangkat jangkar (Pruitt 2004:4-8).

Tiga model konflik umum (Pruitt 2004:200) pertama, model agresor-defender (model
penyerang bertahan) dimana agresor adalah pihak yang melihat adanya kesempatan untuk
mengubah hal-hal yang searah dengan kepentingannya, sedangkan defender adalah puhak
yang menolak perubahan tersebut. Kedua,commit to user
model spiral-konflik, model ini menjelaskan suatu
lingkaran setanantara aksi dan reaksi dengan saling mendorong respons contentious, bersifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

saling balas-membalas, model spiral-konflik membantu kita dalam memahami eskalasi,


proliferasi isu pada konflik dan yang terakhir ketigaadalah model perubahan struktural, di
dalam model ini terdapat tiga macam bentuk perubahan struktural dapat dibedakan, yaitu
perubahan psikologis, perubahan dalam kelompok dan kolektif lainnya, perubahan di
sekeliling pihak yang berkonflik, model perubahan struktural ini menjelaskan bahwa konflik,
beserta taktik-taktik yang digunakan untuk mengatasinya, menghasilkan residu yang berupa
perubahan-perubahan yang terjadi baik pihak-pihak yang berkonflik maupun masyarakat
dimana mereka tinggal, yang kemudian mendorong perilaku contentious yang levelnya lebih
tinggi dan mengurangi usaha untuk mencari resolusi konflik.

METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dimana
menggambarkan secara detil fenomena sosial yang ada, meringkaskan kondisi, berbagai
situasi atau berbagai realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan
berupaya menarik realitas ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau
gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Jenis penelitian deskriptif
kualitatif menganut faham fenomenologi, Seperti halnya jenis pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berbasis pada fenomenologi, adapun studi fenomenologi
bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman beserta
maknanya (Bungin 2007:68).

Menurut Husserl (dalam Agus Salim 2006:174) Sebagai sebuah filosofi,


fenomenologi adalah Salah satu tradisi intelektual utama yang telah memengaruhi riset
kualitatif. Fenomenologi memberi pengetahuan yang perlu dan esensial mengenai apa yang
ada. Sebagai sebuah pendekatan konstruktivis dengan rnetodologi kualitatif, metode
fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil sehingga peneliti sampai
pada fenomena yang murni Fenomenologi mempelajari dan melukiskan ciri-ciri intrinsik
fenomena-fenomena itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran. Peneliti harus bertolak
darì subjek (manusìa) serta kesadaranya dan berupaya untuk kembali kepada “kesadaran
murni”. Untuk mencapai bidang kesadaran murni, peneliti harus membebaskan diri dari
pengalaman serta gambaran kehidupan sehari-hari.

Metode fenomenologi tidak hanya melihat sisi perspektif para partisipan saja, type
commit to
fenomenologi juga berusaha mernahami kerangka user
(Tipifikasi) yang telah dikernbangkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masing-masing individu, dari waktu ke waktu, hingga membentuk tanggapan mereka


terhadap peristiwa dan pengalaman dalam kehidupannya.

Schutz menyusun beberapa postulat yang pertama, Postulat konsistensi logis yakni
sistem konstruksi ilmuwan sosial harus memiliki kejelasan antara hal yang ilmiah dengan
pemikiran akal sehat keseharian. Kedua, postulat penafsiran subjektif disini harus mampu
mendorong untuk melihat kembali pada tingkah laku secara manusiawi dan konsekuensi-
konsekuensi makna subjektif bagi aktor yang terlibat. Ketiga, postulat kecukupan yaitu
menggabungkan secara konsisten konstruk peneliti dengan konstruk akal sehat keseharian
dari pengalaman realitas sosial (Irving Zeitlin 1995 : 259-278).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di jaman Hindia Belanda kita melihat sepak bola sebagai alat perlawanan pejuang
pribumi kepada penjajah. Di era modern saat kita melihat sepak bola menjadi bagian dari
sebuah budaya populer di masyarakat, klub tumbuh sebagai sebuah icon suatu kota dan
memungkinkan masyarakat untuk membentuk jejaring antara kota, klub dan penonton atau
dengan kata lain sebuah usaha identifikasi warga atas identitas kota nya.

Di Indonesia abad ke-20 memasuki era otonomi daerah kemunculan dan


perkembangan identitas dianggap sebagai hal yang penting bersamaan dengan itu sepak bola
Indonesia tumbuh dan berkembang, lahirlah kelompok-kelompok suporter di Indonesia
seperti the Jakmania suporter Persija Jakarta dan Bobotoh/Viking suporter Persib Bandung,
hal ini bisa dipahami dalam teori interaksionalisme simbolik. Teori ini menyatakan bahwa
manusia bertindak berdasarkan pada makna yang mereka berikan pada orang, benda dan
peristiwa. Makna tersebut diciptakan melalui bahasa yang digunakan orang ketika
berkomunikasi dengan orang lain maupun diri sendiri. Interaksi terus menerus dengan
melibatkan makna atas suporter sepak bola di suatu wilayah yang dikenal dengan inilah yang
kemudian menjadi nama sebuah komunitas suporter diikuti dengan rasa fanatisme yang lahir
sebagai sebuah bentuk nilai baru dari suatu kebudayaan.

Identitas geografis yang kemudian menjadi sebuah batas antara kelompok satu dengan
kelompok yang lain, atau kita kenal sebagai sebuah bentuk primordialisme, bentuk
primordialisme diiringi dengan rasa fanatisme yang tinggi dalam dukungan terhadap klub
sepak bola rentan akan konflik. Di saat yang bersamaan tumbuh dan berkembang berbagai
commit to user
moda transprtasi seperti bus pariwisata antar kota, kereta api, yang menobatkan Jakarta dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bandung menjadi salah satu pelopor sepak bola di Indonesia, menciptakan kultur away days
dan melahirkan rivalitas pendukung, yang kemudian kita melihat dewasa ini di era sepak bola
modern sangat melibatkan emosional para pendukung yang menyebabkan suporter kerap
melakukan beragam bentuk kekerasan yang akrab dikenal dalam dunia sepak bola dengan
perilaku holiganisme.

Gunter A.Pliz menyebutkan bahwa holiganisme juga selalu berkaitan dengan anak
muda. Masa anak muda adalah tahap dalam kehidupan dimana manusia harus
mengkonstruksi identitas psiko-sosial. Gunter menambahkan holiganisme sebenarnya tidak
lepas dari keinginan anak muda untuk mendapatkan pengakuan sosial. Meraih pengakuan
identitas menjadi suporter adalah alternatif yang mudah, cukup memiliki fanatisme pada satu
kesebelasan dan mengenakan atribut dari kesebelasan tersebut maka anak muda akan
mendapat pengakuan sosial dari sesama anggota komunitas maupun publik sebagai holigan
yang cukup dengan menambahkan sifat agresifitas kekerasan pada identitas yang sebelumnya
telah dimiliki atas sebuah kesebelasan sepak bola.

Dalam berbagai kasus holiganisme termanifestasi dalam kekerasan yang melibatkan


suporter sepak bola bisa dilihat sebagai perilaku destruktif yang dilakukan oleh anak muda
sebagai bentuk aktualisasi diri. Pelaku holiganisme umumnya berasal dari kalangan usia
muda, demikian juga dengan mendapat pengakuan sosial sebagai holigan yang cukup dengan
menambahkan agresifitas kekerasan pada identitas yang sebelumnya telah dimiliki atas
sebuah kesebelasan sepak bola (Junaedi Fajar, 2012 : 47).

Secara garis besar ada beberapa hal yang menyebabkan kuatnya kultur holiganisme di
sepak bola Indonesia. Pertama, pengelolaan pertandingan yang masih belum profesional.
Kedua, Indonesia masih terjadi pembiaran atas sentimen negatif yang dilakukan oleh suporter
yang berada di tribun penonton terhadap kelompok suporter lain yang mereka anggap musuh,
baik melalui nyanyian, spanduk dan sebagainya. Ketiga, belum ada regulasi yang jelas
mengenai kekerasan yang dilakukan oleh suporter sepakbola di Indonesia. PSSI sebagai
federasi sepak bola belum memiliki prosedur standar operasional mengeniai kekerasan yang
dilakukan oeh suporter sepak bola, akibatnya kekerasan masih terus membayangi wajah
sepak bola indonesia (Junaedi Fajar, 2012:36-37).

Mengacu konsep proposisi sukses George Homans, bahwa suporter yang melakukan
commit
holiganisme yang dalam bentuk kekerasan to user
tersebut, suporter telah mencoba menampakkan
sisi maskulinitas mereka, ganjaran yang mereka terima adalah sebuah eksistensi, dominasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan reputasi, melahirkan rasa ditakuti dan merasa bahwa mengekspresikan emosi mereka
dalam bentuk kekerasan sebagai sebuah keberhasilan, dari proposisi stimulus dapat dilihat
bahwa pentingnya berbuat kekerasan bagi mereka untuk sebuah eksistensi, atau dengan kata
lain inilah hasil yang mereka inginkan, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi
perulangan perilaku tersebut.

Menurut Akhmad Ramdhon dosen UNS FISIP Sosiologi, Dinamika konflik kelompok
suporter di Indonesia genealogi 4 kelompok mainstrem, kompetisi skala nasional, ring
konflik terdistribusidalam ring konflik 4 kelompok mainstream. Aliansi antar kelompok
membentuk konflik kecil diluar 4 kelompok tersebut. Resikonya konflik antar kelompok
tidak di monopoli di titik simpul 4 kelompok besar, tetapi kemudian melebar terjadi di
medium jalur perbatasan antara Jakarta dan Bandung atau Malang dan Surabaya. Mereka
menjadi bagian aliansi konflik itu, karena aliansi menjadi penting untuk membangun identitas
antar kelompok, yang kemudian terdistribusi ke dalam kelompok kecil. Penting strategi taktis
untuk memastikan bahwa kita bisa meminimalisir potensi konflik.

Sejauh ini pertama situasi itu tidak banyak di antisipasi oleh banyak pihak,
menempatkan suporter selalu saja sebagai kambing hitam, suporter sumber income
pertandingan, pendapatan melalui tiket, konflik harus dijaga dalam semangat kompetisi, tapi
kalau konflik menimbulkan korban konflik harus diantisipasi. Pihak yang terkait harus care
atas persoalan konflik ini, kedepan kita harus melihat suporter bukan sebagai potensi konflik
tapi sebagai potensi positif di indonesia.

Sepakbola adalah kultur bersifat global, sama seperti musik, sama seperti identitas.
Kelompok suporter tidak lepas dari budaya globalisasi, kelompok suporter di Indonesia
tumbuh berkembang mengidentifikasi diri dengan kelompok suporter di dunia, itu
memungkinkan mereka mengidentifikasi gaya, gerak, kultur Holigan, Ultras suporter di
Eropa, itu memungkinkan mereka mengadopsi juga nilai-nilai di dalamnya, pada saat yang
bersamaan nilai tersebut tidak teredukasi dengan baik, konflik dimanajemen dalam bentuk
tindak kekerasan, ketika tidak antisipasi dengan baik, konflik akan melebar, berlarut-larut
yang kemudian di setiap pertandingan bola yang terjadi adalah kekerasan.

Dari analisis mengenai perilaku holiganisme dan kultur identitas agaknya konsep
Stimulus-Organisme-Respons dapat membuktikan bahwa perilaku merupakan respon atau
commit
reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan to user
dari luar. Oleh karena itu perilaku ini terjadi
melalui proses adanya organisme kemudian organisme tersebut merespon, overt behaviour,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

respons seseorang terhadap stimulus dalam tindakan nyata atau terbuka. Dalam masyarakat
kontemporer sepak bola bukan lagi sekedar kebesaran tim, keindahan gol, melainkan luapan
emosi kegembiraan maupun kekecewaan, yang memungkinkan hal itu terjadi secara ekstrim
yang tidak lantas akan menimbulkan perkelahian, pemukulan, perusakan, bahkan hingga
pembunuhan sebagai sebuah overt behavior. Dengan menganalogkan bahwa kesadaran
(subjektif) mengarahkan perilaku, maka nampaknya dapat dibenarkan untuk menggambarkan
kesadaran ini sebagai sebuah kepentingan (Mandan, 1986:214).

Tabel 1
Noktah perseteruan The Jakmania dan Viking periode tahun 2000-2002
Tahun Lokasi Kejadian
2000 Lebak Bulus Belum ada Gesekan berarti. Saat putaran pertama itu
pendukung Persija Jakmania masih menerima kedatangan
Viking yang merapat ke tribune timur stadion lebak bulus.
Viking pulang mereka menjanjikan the Jakmania ke
Bandung pada putaran berikutnya.
2001 Siliwangi, Bandung Rombongan The Jakmania datang ke bandung dan
tidak mendapat kuota tribune, manajemen tiket di
Bandung yang kurang baik, sehingga terjadi keributan,
the Jakmania di serang Bobotoh, disusul rasa tidak puas
Viking karena pada putaran ke dua di Siliwangi Persib
kalah dengan Persija dengan skor 0-1
2001 GBK, Jakarta Viking Jabodetabek mendapat intimidasi oleh oknum di
GBK saat menonton Timnas Indonesia, diduga oknum
tersebut adalah anggota the Jakmania yang melancarkan
dendamnya setelah diserang viking saat away di
siliwangi dengan mendekati ke sektor pendukung
Persib, polisi langsung membubarkan penonton dengan
gas air mata tidak ada korban.

2002 Jakarta Saat di kuis siapa berani Indosiar 12 Maret 2012 saling
ejek kedua kubu sejak awal. Jakarta lagi banjir, viking
nyanyiin jakarta banjir jakarta banjir.
Bung Ferry datang setelah di telepon.
Kasus ini menjadi pemantik perseteruan dua kelompok
ini. saat Persib bermain di Lebak Bulus viking datang ke
Ibu Kota tapi dipulangkan.

Sumber : Arsip Sekretariat Pusat the Jakmania dan hasil wawancara no 14

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2

Noktah perseteruan The Jakmania dan Viking periode tahun 2003-2014

2003 Jakarta & Bandung The Jakmania dilarang datang ke Bandung untuk
mendukung Persija. Begitu juga saat Persib main di
Jakarta. Viking tak diijinkan masuk Jakarta. Pada masa
ini noktah persaingan mulai merembet ke kedua tim.
Teror penonton mulai menggangu, seperti saat latihan
resmi atau bertanding, buntut acara kuis siapa berani

2005 Jakarta Pada tahun 2005 bahkan rombongan pemain Persib


terpaksa balik ke Bandung karena tak ada jaminan
keamanan sehingga dinyatakan kalah WO

2004-2011 Bandung Pada masa ini mulai di rajut upaya perdamaian. Tapi
kerap gagal. Salah satunya ketika ada pertemuan di jalan
purnawarman, Bandung. Untuk membicarakan
perdamaian tersebut bahkan, sempat beredar film
dokumenter berjudul Romeo dan Juliet yang
mengisahkan kisah asmara suporter Persib dan Persija
yang di tolak mentah-mentah di tayangkan saat
launching di Bandung, di tahun 2010 Lanjutan Liga
Super Indonesia kembali ternoda dengan tewasnya
zainal Arifin salah satu orang yang diduga warga Jakarta
yang dikkeroyok karena dikira pendukung Persib di
Gerbang Pemuda, Senayan.
2012 SUGBK Salah satu episode terburuk dalam perseteruan dua
kelompok suporter ini terjadi pendukung Persib, Rangga
cipta nugraha, tewas di keroyok di luar SUGBK usai
menyaksikan laga yang berakhir imbang 2-2. Ia diserang
hanya karena ikut merayakan gol maman abdulrahrnan

2013 Sleman Stadion Maguwoharjo, pertandingan Persija vs Persib.


Suporter pada awalnya tidak diijinkan datang untuk
menghindari kerusuhan, alhasil kedua kubu suporter
nekat datang dan terlibat kerusuhan ketika berpapasan di
jalanan dan juga pada saat di dalam stadion yang
mengakibatkan terganggu jalannya pertandingan kedua
kesebelasan, dalam lanjutan ISL 2013/2014.

2014 Tol Cikampek Di Tol cikampek, The Jakmania yang hendak ke


Bandung di hadang oleh oknum polisi, dan terlibat
bentrok, bus The Jakmania di lempari batu oleh aparat
yang diduga juga pendukung tim Persib Bandung.
Padahal beberapa pekan sebelumnya telah disepakati
rekonsiliasi oleh kedua belah pihak dan jaminan dari
aparat.
Sumber : Arsip Sekretariat Pusat the Jakmania dan hasil wawancara no 14

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(Lihat tabel 1 dan tabel 2) secara jelas memperlihatkan bagaimana sepak bola di
Indonesia masih terjebak dalam kekerasan. Korban kekerasan hingga korban nyawa bahkan
berjatuhan sebagai akibat konflik antara the Jakmania dan Viking. Dari data diatas
memperlihatkan bahwa kekerasan terjadi hampir disetiap tahunnya, nyawa melayang akibat
kekerasan yang disebabkan oleh kekerasan yang terjadi dalam rivalitas suporter sepak bola di
Indonesia.

Ada beberapa faktor dan perilaku penyebab terjadinya konflik dan kekerasan the
Jakmania dan Viking yang membuat tetap eksis hingga sekarang diantaranya:

1) Miskomunikasi arahan panglima Ayi Beutik dengan anggota dan menyebabkan anggota
keduabelah suporter saling berkonflik.
2) Indoktrinasi historis kelam bermuatan dendam dalam regenerasi kelompok.
3) Mempertahankan gengsi dan harga diri kelompok dan daerah.
4) Film romeo and juliet versi Indonesia.
5) Gesekan-gesekan yang terjadi di luar stadion.
6) Efek yel-yel provokatif dan merendahkan kelompok lain.
7) Media massa dan jejaring sosial.

Jika faktor-faktor diatas digunakan sebagai poin untuk menganalisis akar konflik yang
terjadi antara the Jakmania dengan Viking dan alasan kenapa rivalitas the Jakmania dan
Viking masih eksis hingga saat ini lebih lengkapnya dapat disimak dalam uraian ragam
konflik berikut ini.

Konflik fisik, berkaca pada proposisi restu-agresi George Homans, bahwa cara
berperilaku seseorang berdasarkan emosi, spontan tanpa perencanaan sadar seperti dalam
perilaku kelompok suporter yang terjebak dalam rasa fanatisme secara berlebihan terhadap
tim kesebelasan yang dicintai akan tetapi tidak diimbangi dengan kontrol emosi dan
kurangnya edukasi yang jelas terhadap suporter, yang kemudian tercermin dalam sebuah
pertandingan bertensi tinggi rentan akan tindakan provokatif yang dilakukan suporter
terhadap pemain lawan yang dianggap musuh, hal ini diakibatkan karena satu sama lain
saling memberi stimulus dalam bentuk emosi, caci maki, bahkan lemparan botol terhadap
pemain lawan, seperti saat kita melihat pemain Persija terkena lemparan botol oleh
pendukung Persib Bandung, hal ini akan menyulut emosi pendukung Persija untuk
melancarkan aksi balas dendam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Galtung menjelaskan sikap yang dimaksud termasuk persepsi pihak-pihak yang


bertikai dan kesalahan persepsi antara mereka dan dalam diri mereka sendiri. Sikap ini dapat
positif atau negatif tetapi dalam konflik dengan kekerasan, pihak-pihak yang bertikai
cenderung mengembangkan stereotip yang merendahkan masing-masing, dan sikap ini
seringkali dipengaruhi oleh emosi seperti ketakutan, kemarahan, kepahitan dan kebencian.
Sikap tersebut termasuk elemen emotif (perasaan) kognitif (keyakinan) dan konatif
(kehendak). Perilaku yang melibatkan fisik, seperti pemaksaan, gerak tangan, ancaman,
serangan yang merusak merupakan komponen-komponen yang digunakan sebagai indikator
kekerasan yang menunjukkan rivalitas yang terjadi antara the Jakmania dan Viking. Perilaku
kekerasan the Jakmania dan Viking jarang terjadi di dalam stadion melainkan rute-rute yang
digunakan oleh suporter kerap terjadi di titik simpul antara Jakarta dan Jawa Barat seperti
Karawang, Tangerang, Bekasi dan di tol Cikampek yang mereka sebut sebagai Jalur Gaza
nya Indonesia, wilayah yang rentan keributan antar kedua kelompok karena terletak di daerah
perbatasan dan konflik dikembangkan oleh berbagai stereotip dan persepsi-persepsi yang
berkembang dalam diri anggota masing-masing kelompok suporter.

Kedua, Konflik Simbol, Interaksi simbolik memberi penjelasan kepada kita mengenai
penekanan pada makna interaksi budaya sebuah komunitas. Makna esensial akan tercermin
melalui komunikasi budaya antar anggota komunitas yang melibatkan berbagai simbol, dapat
dalam rivalitas dilihat konflik dan kekerasan suporter masuk dalam ranah simbol, mereka
memperlihatkan sikap antipati mereka melalui coret-coretan identitas yang dianggap simbol
lawan, merendahkan identitas lawan dalam bentuk atribut kaos, alas kaki, dan lain-lain.
Seperti yang dikatakan Charon (dalam Ritzer, 2012: 629) suatu tindakan yang dilakukan
manusia menekankan bahwa kita memutuskan apa yang kita lakukan sesuai dengan
interpretasi kita mengenai dunia sekeliling kita dengan simbol-simbol, gerak-gerik maupun
bahasa.

Ketiga, Konflik Media. Pemberitaan olah raga di media massa juga tidak bisa hanya
dilihat dari sisi pertandingan olah raga yang terjadi secara fair play, namun juga berkaitan
dengan konflik yang terjadi. Konflik, sebagai salah satu nilai berita, dengan mudah akan
mampu meningkatkan minat khalayak untuk mengkonsumsi berita yang diproduksi oleh
media massa. Cara paling mudah untuk memperlihatkan konflik ini dikemas sebagai
komoditasa dalah dengan memperhatikan berita di media massa yang menyangkut tentang
kerusuhan yang disebabkan oleh suporter,commit to user
khususnya suporter sepak bola. Media massa dan
jejaring sosial, Media sosial internet, twitter, facebook menjadi agen penting dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendorong eskalasi konflik yang lebih besar antara The Jakmania dan Viking. Beragam
provokasi muncul di media sosial menunjukan tentang peran media sosial di internet dalam
mendorong konflik lebih besar. Misalnya pemberitaan dengan menggunakan tagline ‘el-
clasicco’di media massa yang tampaknya membuat perseteruan di kedua kubu semakin
tampak keras. media massa mengemas pemberitaan perluasan arena konflik bahwa konflik
tidak hanya di stadion tetapi juga melebar di luar stadion.

Keempat, Konflik Verbal. Konflik Verbal dapat dikatakan sebagai konflik yang
muncul dalam bentuk kata-kata, seperti cemoohan, ejekan yang melahirkan konflik, hal
tersebut dapat ditemukan dalam yel-yel bernada provokatif yang merendahkan kelompok
lain, kata-kata bernada sentimen kedaerahan yang menyulut emosi pun tak luput seperti
Jakarta kota Banjir, Jakarta kota Banjir atau Viking orang dusun yang sering dilontarkan
semakin memperbesar eskalasi konflik. Harusnya disinilah peran aktif pemimpin tidak hanya
menampung aspirasi, pemimpin harus menyalurkan aspirasi ke arah yang benar, pemimpin
harus mengarahkan anggota dengan melakukan sosialisasi ke arah bawah. Disamping itu
psywar yang sering dilakukan di jejaring sosial seperti menampilkan berbagai bentuk
kekerasan verbal di jejaring sosial misalnya dengan saling merendahkan dengan kata-kata
kasar bahkan masuk dalam ranah sentimen kedaerahan, harus ada penertiban orang yang
menggunakan akun sosial media, karena tidak ada edukasi karakter yang mengarahkan anak
muda dalam mengunakan jejaring sosial.

PENUTUP

Kesimpulan

Penulis menyimpulkan bahwa konflik dan kekerasan dalam sepak bola atau yang
dikenal dengan perilaku holiganisme masih menjadi bayang-bayang masyarakat Indoensia
saat ini, kasus rivalitas berlandaskan semangat fanatisme yang tinggi antara the Jakmania dan
Viking telah dimulai tahun 2000 dan masih berlangsung hingga sekarang (tahun 2015) faktor
yang menjadi latar belakang atau akar rivalitas tersebut sebagai berikut: miskomunikasi
arahan Ayi Beutik yang diterima anggota dan menyebabkan anggota keduabelah suporter
saling berkonflik, disisi lain masalah kuota stadion Siliwangi yang juga tidak memenuhi
dengan menampung suporter the Jakmania sehingga membuat pihak the Jakmania merasa
kecewa karena telah dijanjikan pihak Viking, selain itu ada indoktrinasi historis kelam
commit to usergengsi dan harga diri kelompok dan
bermuatan dendam dalam regenerasi, mempertahankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

daerah, film romeo and juliet versi Indonesia, gesekan-gesekan yang terjadi di luar stadion,
efek yel-yel provokatif saling merendahkan, media massa dan jejaring sosial.

Di era sepak bola modern dikenal sebuah istilah hooliganism yang berkembang di
Indonesia, perilaku holiganisme termanifestasi dalam berbagai bentuk kekerasan anak muda
urban khususnya suporter sepak bola sebagai sarana aktualisasi diri, sebagai sebuah spectaor
crowds suporter rawan akan konflik, hal ini tercermin dalam kasus rivalitas the Jakmania
dengan Viking disini adalah bahwa perilaku holiganisme dilakukan karena untuk
menunjukkan sebuah reinforcement yaitu dalam bentuk seperti eksistensi, dominasi dan
maskulinitas. Suporter melakukan kekerasan untuk mendapat sebuah kekuasaan, seperti
kekuasaan daerah dan kebesaran nama kelompok dapat dilihat sebagai suatu social exchange.

Implikasi teoritis

Teori yang penulis gunakan dapat mengungkap pertanyaan mengenai permasalahan


perilaku holiganisme yang teraktualisasi dalam kekerasan antar kelompok suporter di
Indonesia, bagaimana menelaah perilaku individu/kelompok massa, dan memetakan hal-hal
yang menyebabkan konflik, serta penanganannya.

Implikasi metodologis

Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi diharapkan penulis dapat menggali


pengalaman individu/kelompok dari waktu ke waktu (tipifikasi), selain itu penelitian ini dapat
memberi dampak positif bagi suporter di Indonesia, untuk mengetahui perkembangan
rivalitas the Jakmania dan Viking dari waktu ke waktu dengan pemetaan masalah serta
mencari solusi untuk memecahkan masalah konflik antar suporter di Indonesia dan menjadi
proses edukasi bersama masyarakat tentang penelitian agar sama-sama memahami hakikat
dari sebuah tujuan penelitian dilakukan.

Implikasi empiris

Penelitian ini mampu memberikan sebuah gambaran tentang fenomena perilaku


holiganisme dalam fanatisme suporter sepak bola di Indonesia, khususnya kelompok suporter
Jakarta (the Jakmania) dan Bandung (Viking). Fakta yang memprihatinkan melihat kekerasan
yang terjadi di tubuh suporter sepak bola di Indonesia, konflik antar suporter kian hari kian
kronis dengan semangat fanatisme masing-masing kelompok. Rivalitas adalah bumbu dalam
commit to user
permainan sepak bola, tapi jika rivalitas menumbuhkan konflik dan kekerasan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyebabkan timbulnya korban, di sinilah peran PSSI dan pemerintah harus dioptimalkan,
indoktrinasi rentetan historis ragam konflik dan kekerasan harus segera dihentikan melalui
pendekatan kultural serta peran local leader bersama pemerhati sepak bola/suporter dengan
turut aktif mengedukasi karakter suporter yang melibatkan suporter secara langsung, hal ini
guna memecahkan masalah dan proses edukasi bersama demi kemajuan persepakbolaan
tanah air.

Saran

Saran dari penulis melihat sejauh ini kasus suporter sepak bola kurang menjadi
perhatian dan kurangnya antisipasi dari pemerintah, stakeholder harus berbenah
memperhatikan suporter dengan melibatkan suporter dalam segala aspek yang menyangkut
persepakbolaan tahan air, contohnya dengan edukasi karakter suporter, di samping itu yang
harus diutamakan adalah pembenahan infrastruktur stadion, dan selain dengan pendekatan
struktural agaknya rekonsiliasi dilakukan dengan pendekatan kultural.

DAFTAR PUSTAKA

A, Abdillah. 2014. Madjallah Abidin-Side No. 2. Jakarta : Nilia Printing


Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Christine Daymon, Immy Holloway. 2008. Qualitative Research Methods In Public Relations
and Marketing Communications Edisi Terjemahan: Metode-Metode Riset Kualitatif dalam
Public Relations dan Marketing Communications, Oleh Cahya Wiratama. Yogyakarta: PT
Bentang Pustaka
Coleman, James S. 2008. Dasar-Dasar Teori Sosial. Nusa Media: Bandung
Hartley, John (2005). Understanding News. London, Routhledge
Hugh, Miall. 1999. Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan mencegah,
mengelola dan mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras. Raja Grafindo
Persada: Jakarta
Johnson, D. P. 1986. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Junaedi, Fajar. 2012. Bonek: Komunitas suporter Pertama dan Terbesar di Indonesia.
Yogyakarta: Buku Litera
Junaedi, Fajar. 2014. Merayakan Sepak Bola: Fans, Identitas dan Media. Yogyakarta: Buku
Litera commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mandan, Ali. 1986. Ralf Dahrendorf: Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat Industri.
Rajawali: Jakarta
Nugroho, Rizal S. 2013. Pemain Kedua Belas. Yogyakarta: LPM Ekspresi
Poloma, M. Margaret. 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali
Pruitt G Dean. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Ritzer, George. 1980. Sociology: A Multiple Paradigm Science. Boston : Allyn and Bacon.
Versi Indonesia Yang Diterjemahkan Oleh Alimandan. 1985. Sosiologi, Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganda. CV. Jakarta: Rajawali
Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana
renada Media Group
Ritzer, George. 2012. Edisi Kedelapan Teori Sosiologi, Terjemahan Dari Eight Edition
Sociological Theory. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Salim, Agus. 2006. Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana
Setiadi Elly M & Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman fakta dan gejala
permasalahan sosial teori aplikasi dan pemecahannya. Jakarta: Kencana
Suherman, A. Sherly. 2009. Made In Bandung : Kreatif, novatif dan Imajnatif. Bandung: PT
Mizan Pustaka
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
W.A Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama
Wahyudi, Hari. 2009. The Lands of Hooligans : Kisah para perusuh sepak bola. Yogyakarta:
Garasi
Zeitlin, Irving. 1995. Memahami Kembali Sosiologi : Kritik Terhadap Teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Jurnal :
Arugbi, Silwan. (2012). Aggresive Behavior Pattern, Characteristics and FanaticisPanser
Biru Group PSIS Semarang.Journal fo Physical Education and sport (Volume 1 nomor 1
Tahun 2012). Halaman. 26-35
Dunning, Eric (2000). Towards A Sociological Understanding of Football Hooliganism as A
World Phenomenon, dalam European Journal on Criminal Policy and Research Volume 8
tahun 2000
Melnick, Merril J (1986). The Mythology of Football Hooliganism: A closer Look a British :
A Closer Book at The British Experience, dalam jurnal International Review for Sociology
Sport volume 21 tahun 1986
Sasyabela Febriyani (2011) Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 7 No. II Oktober 2011 : 244 –
266 244 Konstruksi Media Terhadap The commit to userOleh Media Cetak Kompas Selama
Jakmania
Putaran I dan II Liga Super Indonesia 2009/2010 (Analisa Kajian Cultural Criminology).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sukarmin, Yustinus. (2010). Tindakan Vandalisme Suporter Sepak Bola: Penyebab dan
penanggulangannya. Diakses di Surakarta pada tanggal 02 September 2013 pukul 13.45 WIB
Syarif, Ridwan. (2013) Jurnal : Perilaku Suporter Sepak Bola. Diakses di Surakarta pada
tanggal 02 September 2013 pukul 13.21 WIB
Gunter A. Pliz (1996) Jurnal International Review for Sosiology of Sport 31/1 berjudul Social
factors Influencing Sport and Violence: On The problem of football Hooliganism in Germany

Website :
Agus Setia Permadi. 2012. http://patenggang.blogspot.com/2012/06/tentang-konflik.html
diakses di Surakarta 15 September 2014 pukul 08.27 WIB
Anonim. 2012. http://www.hooligans1932.com/2012/05/teori-psikologi-terkait-pola-
perilaku.html. Diakses di Surakarta pada tanggal 22 September 2014 pada pukul 23.00 WIB
Anonim. Sejarah Bobotoh http://kelompok8ipa.weebly.com/ diakses di Surakarta pada 03
september 2014 pukul 20.56
Artikel Jak Online berjudul The Jakmania diserang di Tol Cikampek diakses di Surakarta
pada 13 Mei 2014 pukul 17.00 WIB
Fahmi. 2009. Kaloseodimampir.blogspot.com/2009/11/proses-terjadinya-konflik-pada-
suatu.html?m=1. Diakses di Surakarta pada 12 Januari 2015 pada pukul 10:47 di Surakarta
persibhistory.com diakses di Surakarta pada 27 Juni 2014 pukul 08.47 WIB

Sumber Lainnya :
Laporan bulanan PEMPROV DKI tahun 2013
Profil dan Tipologi wilayah Burangrang, Bandung tahun 2012

commit to user

You might also like