Professional Documents
Culture Documents
Gambaran Pendampingan Pengobatan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Non Pneumonia Oleh Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Cilacap Selatan II
Gambaran Pendampingan Pengobatan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Non Pneumonia Oleh Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Cilacap Selatan II
Abstract
Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease of the upper or lower respiratory tract,
usually contagious and can causes a variety of spectrums of diseases ranging from mild
infections to severe and deadly diseases. ARI is divided into 3 classifications of cases are
pneumonia, severe pneumonia, and non pneumonia. The prevalence of ARI in Indonesia is
25%. ARI causes high mortality of baby and toddlers, which is about 1 in 4 deaths. Drug
used in patients with ARI was very influential the success of healing the rate of the disease.
This study aims to determine the pattern of drug use in non-pneumonia ARI patients in
toddlers and children, and evaluate the DRPs in outpatient installations in Cilacap Selatan II
Health Center in February 2018. This study is an observational study whose results are
presented in evaluative descriptions with restrospectively data collection based on medical
record data for toddlers and children non-pneumonia ARI patients. The results showed that
the pattern of non-pneumonia ARI use in toddlers and children in the outpatient installation
of Cilacap Selatan II Health Center was supportive therapy by 100% without antibiotics
therapy, so it could be concluded that the drug selection was given to toddlers and children
in The outpatient installation of Cilacap Selatan Health Center II is right.
Keywords : Non Pneumonia Acute Respiratory Infection, Drug Use Pattern, Cilacap Selatan
II Health Center
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 37
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
menengah. Begitu pula, ISPA merupakan related problem) yaitu pemilihan obat
salah satu penyebab utama rawat jalan dan tidak tepat yang diberikan pada pasien
rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan balita dan anak di instalasi rawat jalan
(WHO, 2007). Prevalensi kejadian ISPA Puskesmas Cilacap Selatan II.
per 1000 balita di Indonesia adalah 18,5%
(Riskesdas, 2013). ISPA menyebabkan 2. KAJIAN LITERATUR
kematian bayi dan balita cukup tinggi A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang (ISPA)
terjadi, Setiap anak diperkirakan Infeksi saluran pernapasan akut
mengalami 3-6 episode ISPA setiap meliputi saluran pernapasan atas dan
tahunnya. Antara 40% - 60% dari saluran pernapasan bawah. Infeksi saluran
kunjungan di puskesmas adalah karena pernapasan akut adalah infeksi saluran
penyakit ISPA (Depkes, 2008). pernapasan yang berlangsung sampai 14
Penggunaan obat pada pasien ISPA sangat hari. Saluran pernapasan adalah organ
mempengaruhi tingkat keberhasilan mulai dari hidung dampai gelembung
penyembuhan penyakit. paru, beserta organ-organ disekitarnya
Obat dikatakan rasional jika seperti sinusm ruang telinga tengah dan
penggunaannya tepat, efektif, aman dan selaput paru (Depkes RI, 2006).
ekonomis (IONI, 2008). Namun ada hal- Penyakit ISPA merupakan penyakit
hal yang tidak dapat disangkal dalam utama penyebab kesakitan dan kematian
pemberian obat yaitu kemungkinan bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat
terjadinya hasil pengobatan tidak seperti dengan berbagai kondisi yang
yang diharapkan selama terapi untuk melatarbelakanginya seperti malnutrisi
mencapai outcome atau disebut drug juga kondisi lingkungan baik polusi di
related problems (Soerjono et al, 2004). dalam rumah berupa asap maupun debu
Pemberian obat yang tidak tepat dengan dan sebagainya (Depkes RI, 2006).
kondisi pasien, mengakibatkan Sebagian besar dari infeksi saluran
dampak negatif baik dari segi kesehatan pernapasan hanya bersifat ringan seperti
(memperburuk kondisi pasien) serta segi batuk, pilek, demam, dan tidak
ekonomis (pemborosan) (Cipolle et al, memerlukan pengobatan dengan
1998). antibiotik, namun demikian anak akan
Ketepatan penggunaan obat menjadi menderita pneumonia bila infeksi paru ini
unsur penting pada pasien ISPA non tidak diobati dengan antibiotik dan dapat
pneumonia balita dan anak, agar dapat mengakibatkan kematian (Depkes RI,
digunakan sebagai salah satu bahan acuan 2008).
dalam peningkatan mutu pelayanan medis Pada umumnya ISPA dibagi menjadi
dalam pengobatan ISPA terutama pada dua bagian yaitu ISPA bagian atas dan
anak di Puskesmas Cilacap Selatan II, bawah, serta ISPA juga dapat
maka dari itu perlu dilakukan penelitian diklasifikasikan menjadi :
evaluasi Drug Related Problems (DRPs) 1) Bukan pneumonia yang mencangkup
pada pasien ISPA anak agar pasien kelompok penderita balita dengan
mendapatkan obat yang rasional sesuai gejala natuk pilek (common cold)
kebutuhan klinis. yang tidak diikuti oleh gejala
Tujuan dari penelitian ini adalah peningkatan frekuensi napas dan
untuk mengetahui pola penggunaan obat tidak menunjukkan adanya tarikan
ISPA dan mengevaluasi DRPs (drug dinding dada bagian bawah ke dalam.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 38
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
2) Pneumonia berat dengan gejala batuk Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit X
pilek pada balita disertai oleh Hospital Demak tahun 2013, dari 100
peningkatan nafas cepat atau kasus diperoleh hasil 25% sesuai dengan
kesukaran bernapas (Depkes RI, pedoman pengobatan dan 75% tidak
2000). sesuai dengan pedoman pengobatan
B. Penatalaksanaan ISPA berdasarkan standar acuan standar WHO
Menurut Buku Pedoman 2001 dan setelah dikaji kerasionalannya
Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan diperoleh hasil ketepatan indikasi sebesar
Akut (2011), sebagian besar dari infeksi 100%, ketepatan obat sebesar 25%,
saluran pernafasan hanya bersifat ringan ketepatan dosis sebesar 25%, dan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan ketepatan pasien sebesar 100%.
pengobatan dengan antibiotik, tetapi Pada penelitian ini kasus DRPs yang
apabila anak menderita pneumonia dan akan dievaluasi adalah pemilihan obat
infeksi paru tidak diobati dengan tidak tepat yang diberikan pada pasien
antibiotik maka kemungkinan akan balita dan anak di instalasi rawat jalan
mengakibatkan kematian Puskesmas Cilacap Selatan II.
Penyakit ISPA Non Pneumonia pada
balita hanya diperlukan pengobatan 3. METODE PENELITIAN
simptomatis untuk menghilangkan gejala A. Rancangan Penelitian
yang menganggu, misalkan Parasetamol Penelitian ini merupakan penelitian
untuk menghilangkan nyeri dan demam, observational yang hasilnya ditampilkan
serta penggunaan antibiotik hanya secara deskripsi evaluatif dengan
diberikan bila terjadi infeksi sekunder. pengumpulan data dilakukan secara
C. Drug Related Problem (DRP) retrospektif berdasarkan data rekam medik
Drug Related Problems (DRPs) dapat pasien ISPA balita dan anak yang
juga dikatakan sebagai suatu pengalaman menjalani rawat jalan di Puskesmas
atau kejadian yang tidak menyenangkan Cilacap Selatan II selama periode Februari
yang dialami oleh pasien yang melibatkan 2018.
atau diduga berkaitan dengan terapi obat B. Bahan dan Alat Penelitian
dan secara actual maupun potensial Bahan dan alat penelitian yang
mempengaruhi outcome terapi pasien digunakan adalah rekam medik pasien
(Cipolle et al, 1998). ISPA balita dan anak yang menjalani
Komponen primer dari drug related rawat jalan di Puskesmas Cilacap Selatan
problems (DRPs) yaitu pasien mengalami II selama periode Februari 2018. Data
keadaan yang tidak dikehendaki atau rekam medik yang berisi data diagnosa
kecenderungan menghadapi resiko. penyakit, obat yang diberikan, serta hasil
Keadaan yang tidak dikehendaki dapat pemeriksaan penunjang laboratorium.
berupa keluhan medis, gejala, diagnosa C. Definisi Operasional Variabel
penyakit, cacat atau sindrom dan dapat 1) Drug Related Problems adalah suatu
berakibat psikologis, fisiologis, sosial pengalaman atau kejadian yang tidak
bahkan kondisi ekonomi (Cipolle et al., menyenangkan yang dialami oleh
1998). pasien yang melibatkan atau diduga
Berdasarkan penelitian yang telah berkaitan dengan terapi obat dan
dilakukan oleh Aprilia (2015) tentang secara aktual maupun potensial
rasionalitas penggunaan antibiotik pada mempengaruhi outcome terapi pasien.
pasien ISPA non pneumonia pada anak di Drug related problems pada
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 39
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 40
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jenis Kelamin
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 41
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Umur
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 42
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Tabel 1. Distribusi Obat yang digunakan pada Terapi Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Non Pneumonia di Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Cilacap Selatan II
Obat yang diberikan pada pasien usia Guaiakolat dengan cara meningkatkan
balita dengan penyakit ISPA yang di volume dan menurunkan viskositas dahak
rawat jalan di Puskesmas Cilacap Selatan di trakhea dan bronki, kemudian
II adalah hanya obat-obat terapi suportif merangsang pengeluaran dahak menuju
saja. Semua pasien rawat jalan yang faring (Gitawati, 2014). Penggunaan obat
diambil datanya mempunyai gejala lain yang juga banyak digunakan adalah
penyakit batuk, pilek, dan demam. Pada Klorfeniramin Maleat (97,14%) diberikan
terapi ISPA non pneumonia ini tidak kepada pasien sebagai antihistamin yaitu
menggunakan antibiotik. Penggunaan untuk mengobati alergi. Pasien diberikan
antibiotik tepat indikasi jika pada pada CTM digunakan untuk mengurangi gejala
terapi ISPA non pneumonia dengan bersin-bersin yang disebabkan karena
diagnose batuk, pilek, dan demam tidak gejala pilek pada pasien (Linnisa dan
diberikan antibiotik. Menurut standar dari Wati, 2014). Penggunaan parasetamol
Kemenkes RI (2012), pasien hanya cukup (45,71%) yang digunakan untuk
diberikan pengobatan di rumah tanpa menurunkan demam pada anak sehingga
diberikan antibiotik, sedangkan terapi parasetamol diperlukan
penggunaan antibiotik tidak tepat indikasi (Departemen Kesehatan RI, 2005). Hal ini
jika pasien ISPA dengan diagnosa batuk, karena semua pasien ISPA anak di
pilek, dan demam diberi terapi antibiotik. Puskesmas Cilacap Selatan II tahun 2018
Penggunaan obat yang paling banyak periode Februari 2018 mengalami gejala
digunakan adalah gliseril guaiakolat demam dan tidak enak badan sehingga
(100%) sebagai ekspektoran dengan parasetamol perlu diberikan. Pemakaian
mekanisme kerja Gliseril
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 43
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 44
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 45
Volume 5. No. 1 – April 2019