You are on page 1of 9

www.lppm-mfh.

com ISSN-e: 2541-1128


lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Gambaran Pendampingan Pengobatan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)


Non Pneumonia oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Cilacap Selatan II

Melati Aprilliana Ramadhani1), Elisa Issusilaningtyas2)


1
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo
2
Prodi D3 Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap
melati_aprilliana@yahoo.com1, elisa12211@gmail.com2

Abstract

Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease of the upper or lower respiratory tract,
usually contagious and can causes a variety of spectrums of diseases ranging from mild
infections to severe and deadly diseases. ARI is divided into 3 classifications of cases are
pneumonia, severe pneumonia, and non pneumonia. The prevalence of ARI in Indonesia is
25%. ARI causes high mortality of baby and toddlers, which is about 1 in 4 deaths. Drug
used in patients with ARI was very influential the success of healing the rate of the disease.
This study aims to determine the pattern of drug use in non-pneumonia ARI patients in
toddlers and children, and evaluate the DRPs in outpatient installations in Cilacap Selatan II
Health Center in February 2018. This study is an observational study whose results are
presented in evaluative descriptions with restrospectively data collection based on medical
record data for toddlers and children non-pneumonia ARI patients. The results showed that
the pattern of non-pneumonia ARI use in toddlers and children in the outpatient installation
of Cilacap Selatan II Health Center was supportive therapy by 100% without antibiotics
therapy, so it could be concluded that the drug selection was given to toddlers and children
in The outpatient installation of Cilacap Selatan Health Center II is right.

Keywords : Non Pneumonia Acute Respiratory Infection, Drug Use Pattern, Cilacap Selatan
II Health Center

1. PENDAHULUAN gambaran radiologi foto thorax/dada


menunjukan infitrasi paru akut.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Sedangkan balita dengan batuk bukan
(ISPA) adalah penyakit saluran pneumonia tidak mengalami napas cepat
pernapasan atas atau bawah, biasanya dan tidak ada tarikan dinding dada bagian
menular dan dapat menimbulkan berbagai bawah ke dalam (TDDK) (Kementerian
spektrum penyakit yang berkisar dari Kesehatan RI, 2012).
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan World Health Organization (WHO)
sampai penyakit yang parah dan memperkirakan insidens ISPA di negara
mematikan. Penyakit ISPA terbagi dalam berkembang adalah sebesar 15%-20%
3 klasifikasi kasus yaitu pneumonia, pertahun pada 13 juta anak (WHO, 2007).
pneumonia berat, dan non pneumonia. Hampir empat juta orang meninggal
Pneumonia balita ditandai dengan adanya setiap tahun. Tingkat mortalitas sangat
gejala batuk dan atau kesukaran bernapas tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang
seperti napas cepat, tarikan dinding dada lanjut usia, terutama di negara dengan
bagian bawah ke dalam (TDDK), atau pendapatan per kapita rendah dan

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 37
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

menengah. Begitu pula, ISPA merupakan related problem) yaitu pemilihan obat
salah satu penyebab utama rawat jalan dan tidak tepat yang diberikan pada pasien
rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan balita dan anak di instalasi rawat jalan
(WHO, 2007). Prevalensi kejadian ISPA Puskesmas Cilacap Selatan II.
per 1000 balita di Indonesia adalah 18,5%
(Riskesdas, 2013). ISPA menyebabkan 2. KAJIAN LITERATUR
kematian bayi dan balita cukup tinggi A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang (ISPA)
terjadi, Setiap anak diperkirakan Infeksi saluran pernapasan akut
mengalami 3-6 episode ISPA setiap meliputi saluran pernapasan atas dan
tahunnya. Antara 40% - 60% dari saluran pernapasan bawah. Infeksi saluran
kunjungan di puskesmas adalah karena pernapasan akut adalah infeksi saluran
penyakit ISPA (Depkes, 2008). pernapasan yang berlangsung sampai 14
Penggunaan obat pada pasien ISPA sangat hari. Saluran pernapasan adalah organ
mempengaruhi tingkat keberhasilan mulai dari hidung dampai gelembung
penyembuhan penyakit. paru, beserta organ-organ disekitarnya
Obat dikatakan rasional jika seperti sinusm ruang telinga tengah dan
penggunaannya tepat, efektif, aman dan selaput paru (Depkes RI, 2006).
ekonomis (IONI, 2008). Namun ada hal- Penyakit ISPA merupakan penyakit
hal yang tidak dapat disangkal dalam utama penyebab kesakitan dan kematian
pemberian obat yaitu kemungkinan bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat
terjadinya hasil pengobatan tidak seperti dengan berbagai kondisi yang
yang diharapkan selama terapi untuk melatarbelakanginya seperti malnutrisi
mencapai outcome atau disebut drug juga kondisi lingkungan baik polusi di
related problems (Soerjono et al, 2004). dalam rumah berupa asap maupun debu
Pemberian obat yang tidak tepat dengan dan sebagainya (Depkes RI, 2006).
kondisi pasien, mengakibatkan Sebagian besar dari infeksi saluran
dampak negatif baik dari segi kesehatan pernapasan hanya bersifat ringan seperti
(memperburuk kondisi pasien) serta segi batuk, pilek, demam, dan tidak
ekonomis (pemborosan) (Cipolle et al, memerlukan pengobatan dengan
1998). antibiotik, namun demikian anak akan
Ketepatan penggunaan obat menjadi menderita pneumonia bila infeksi paru ini
unsur penting pada pasien ISPA non tidak diobati dengan antibiotik dan dapat
pneumonia balita dan anak, agar dapat mengakibatkan kematian (Depkes RI,
digunakan sebagai salah satu bahan acuan 2008).
dalam peningkatan mutu pelayanan medis Pada umumnya ISPA dibagi menjadi
dalam pengobatan ISPA terutama pada dua bagian yaitu ISPA bagian atas dan
anak di Puskesmas Cilacap Selatan II, bawah, serta ISPA juga dapat
maka dari itu perlu dilakukan penelitian diklasifikasikan menjadi :
evaluasi Drug Related Problems (DRPs) 1) Bukan pneumonia yang mencangkup
pada pasien ISPA anak agar pasien kelompok penderita balita dengan
mendapatkan obat yang rasional sesuai gejala natuk pilek (common cold)
kebutuhan klinis. yang tidak diikuti oleh gejala
Tujuan dari penelitian ini adalah peningkatan frekuensi napas dan
untuk mengetahui pola penggunaan obat tidak menunjukkan adanya tarikan
ISPA dan mengevaluasi DRPs (drug dinding dada bagian bawah ke dalam.

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 38
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

2) Pneumonia berat dengan gejala batuk Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit X
pilek pada balita disertai oleh Hospital Demak tahun 2013, dari 100
peningkatan nafas cepat atau kasus diperoleh hasil 25% sesuai dengan
kesukaran bernapas (Depkes RI, pedoman pengobatan dan 75% tidak
2000). sesuai dengan pedoman pengobatan
B. Penatalaksanaan ISPA berdasarkan standar acuan standar WHO
Menurut Buku Pedoman 2001 dan setelah dikaji kerasionalannya
Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan diperoleh hasil ketepatan indikasi sebesar
Akut (2011), sebagian besar dari infeksi 100%, ketepatan obat sebesar 25%,
saluran pernafasan hanya bersifat ringan ketepatan dosis sebesar 25%, dan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan ketepatan pasien sebesar 100%.
pengobatan dengan antibiotik, tetapi Pada penelitian ini kasus DRPs yang
apabila anak menderita pneumonia dan akan dievaluasi adalah pemilihan obat
infeksi paru tidak diobati dengan tidak tepat yang diberikan pada pasien
antibiotik maka kemungkinan akan balita dan anak di instalasi rawat jalan
mengakibatkan kematian Puskesmas Cilacap Selatan II.
Penyakit ISPA Non Pneumonia pada
balita hanya diperlukan pengobatan 3. METODE PENELITIAN
simptomatis untuk menghilangkan gejala A. Rancangan Penelitian
yang menganggu, misalkan Parasetamol Penelitian ini merupakan penelitian
untuk menghilangkan nyeri dan demam, observational yang hasilnya ditampilkan
serta penggunaan antibiotik hanya secara deskripsi evaluatif dengan
diberikan bila terjadi infeksi sekunder. pengumpulan data dilakukan secara
C. Drug Related Problem (DRP) retrospektif berdasarkan data rekam medik
Drug Related Problems (DRPs) dapat pasien ISPA balita dan anak yang
juga dikatakan sebagai suatu pengalaman menjalani rawat jalan di Puskesmas
atau kejadian yang tidak menyenangkan Cilacap Selatan II selama periode Februari
yang dialami oleh pasien yang melibatkan 2018.
atau diduga berkaitan dengan terapi obat B. Bahan dan Alat Penelitian
dan secara actual maupun potensial Bahan dan alat penelitian yang
mempengaruhi outcome terapi pasien digunakan adalah rekam medik pasien
(Cipolle et al, 1998). ISPA balita dan anak yang menjalani
Komponen primer dari drug related rawat jalan di Puskesmas Cilacap Selatan
problems (DRPs) yaitu pasien mengalami II selama periode Februari 2018. Data
keadaan yang tidak dikehendaki atau rekam medik yang berisi data diagnosa
kecenderungan menghadapi resiko. penyakit, obat yang diberikan, serta hasil
Keadaan yang tidak dikehendaki dapat pemeriksaan penunjang laboratorium.
berupa keluhan medis, gejala, diagnosa C. Definisi Operasional Variabel
penyakit, cacat atau sindrom dan dapat 1) Drug Related Problems adalah suatu
berakibat psikologis, fisiologis, sosial pengalaman atau kejadian yang tidak
bahkan kondisi ekonomi (Cipolle et al., menyenangkan yang dialami oleh
1998). pasien yang melibatkan atau diduga
Berdasarkan penelitian yang telah berkaitan dengan terapi obat dan
dilakukan oleh Aprilia (2015) tentang secara aktual maupun potensial
rasionalitas penggunaan antibiotik pada mempengaruhi outcome terapi pasien.
pasien ISPA non pneumonia pada anak di Drug related problems pada

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 39
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

penelitian ini yaitu pemilihan obat pemeriksaan laboratorium yang


yang tidak tepat dilihat berdasarkan mendukung diagnosa utama, data
pada penggunaan obat yang tidak penyakit penyerta dan diagnosa
diperbolehkan pada pasien ISPA non dokter.
pneumonia balita dan anak. 2) Jenis atau golongan obat yang
2) Rekam medik adalah catatan keluhan diberikan pada penderita ISPA non
dan data pengobatan pasien ISPA non pneumonia balita dan anak mencakup
pneumonia balita dan anak yang obat, frekuensi dan rute penggunaan.
menjalani rawat jalan di Puskesmas F. Analisis Data
Cilacap Selatan II selama periode 1) Berdasarkan hasil penelitian,
Februari 2018. dikelompokkan berdasarkan jenis
3) Pola penggunaan obat adalah kelamin, umur, status pasien dan
gambaran atau deskriptif mengenai diagnosa pada pasien, serta obat yang
golongan obat dan jenis obat yang digunakan.
diberikan pada penderita ISPA non 2) Mengevaluasi DRPs (drug related
pneumonia balita dan anak di problem) yang diberikan pada pasien
puskesmas selama periode tertentu. ISPA non pneumonia balita dan anak
D. Subyek Penelitian yaitu pemilihan obat yang tidak tepat
Subyek penelitian adalah pasien
ISPA non pneumonia balita dan anak yang 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
menjalani rawat jalan di Puskesmas A. Karakteristik Pasien
Cilacap Selatan II selama periode Februari 1. Distribusi Pasien berdasarkan
2018 dengan: Jenis Kelamin
1) Kriteria inklusi: pasien ISPA non Karakteristik berdasarkan jenis
pneumonia balita dan anak selama kelamin pasien dengan diagnosis Infeksi
periode penelitian. Saluran Pernafasan Akut (ISPA) non
2) Kriteria eksklusi: pasien yang catatan pneumonia di Instalasi Rawat Jalan
rekam mediknya tidak lengkap, Puskesmas Cilacap Selatan II periode
pasien ISPA non pneumonia yang Februari 2018 diketahui setelah
sudah memasuki usia dewasa. melakukan wawancara terhadap keluarga
E. Pengumpulan Data pasien adalah 18 pasien anak laki-laki
Pengumpulan data dilakukan denagn (52,94 %) dan 16 pasien anak perempuan
mencatat informasi yang penting dalam (47,06 %). Distribusi pasien berdasarkan
kartu rekam medik pasien. Data yang jenis kelamin dalam penelitian ini dapat
dicatat meliputi : dilihat pada gambar 1.
1) Umur, jenis kelamin, keluhan pasien,
gejala klinik, hasil

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 40
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


20
19
18
17
16
15
14
Laki-laki Perempuan

Jenis Kelamin

Gambar 1. Distribusi Pasien ISPA Non Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan gambar 1 menunjukkan besar ada 5 fase perkembangan dalam


bahwa pasien ISPA non penuemonia, hidup manusia yaitu fase prenatal
jumlah pasien anak laki-laki lebih banyak (sebelum lahir), fase infant (bayi), yaitu
dibandingkan jumlah pasien anak fase perkembangan mulai lahir sampai
perempuan. Hal ini terjadi karena anak umur 1-2 tahun diketahui sebanyak 22
laki-laki lebih suka bermain di tempat pasien dengan persentase sebesar 62,86%,
yang kotor, berdebu, dan banyak bermain fase childhood (anak-anak) adalah fase
di luar rumah, sehingga kontak dengan perkembangan mulai umur > 2 tahun
penderita ISPA yang lain yang sampai 10-12 tahun, fase ini
memudahkan penularan dan anak terkena diklasifikasikan lagi menjadi dua, yaitu
ISPA (Suyatmi, 2004). early childhood (anak kecil) antara > 2-6
2. Distribusi Pasien berdasarkan tahun sebanyak 13 pasien dengan
Umur persentase sebesar 37,14%, dan later
Pasien dengan diagnosa Infeksi childhood (anak besar) antara > 6-12
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) non- tahun tidak ditemukan adanya kasus.
pneumonia di Instalasi Rawat Jalan Distribusi pasien berdasarkan umur dalam
Puskesmas Cilacap Selatan II penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.
dikelompokan sesuai umur. secara garis

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 41
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Distribusi Pasien Berdasarkan Umur


25
20
15
10
5
0
0 - 2 tahun > 2 - 6 tahun

Umur

Gambar 2. Distribusi Pasien ISPA Non Pneumonia Berdasarkan Umur

Berdasarkan distribusi umur, B. Pola Peresepan ISPA Non-


kelompok umur terbesar pada pasien ISPA Pneumonia
non-pneumonia adalah kelompok umur 0 Dalam praktek yang terjadi di
bulan - 2 tahun yaitu 22 pasien dengan Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Cilacap
persentase sebesar 62,86%. Hal ini terjadi Selatan II pada pengobatan Infeksi
karena pada rentang usia tersebut biasanya Saluran Pernafasan Akut (ISPA) non-
anak sudah mulai aktif merangkak, pneumonia dijumpai peresepan dengan
berdiri, berjalan, dan bermain-main di luar tujuan masing-masing seperti anti radang
rumah, serta belajar makan dan minum untuk mengurangi peradangan, vitamin
sendiri, sehingga pada kelompok umur ini untuk meningkatkan daya tahan tubuh,
lebih rentan terkena penyakit ISPA dan antibiotika sebagai terapi kausatif. Gejala
tertular penyakit ISPA (Kemenkes RI, yang dirasakan pasien rata-rata adalah
2012). Batuk dan pilek merupakan salah batuk, panas, dan pilek. Distribusi obat
satu bentuk ISPA yang sering menyerang yang digunakan pada terapi Infeksi
balita. Pada masa ini balita cenderung Saluran Pernafasan Akut (ISPA) non-
memasukkan sesuatu ke dalam mulut yang pneumonia dapat dilihat pada tabel 1.
menyebabkan kuman masuk ke dalam
tubuh (Nisa, 2017).

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 42
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Tabel 1. Distribusi Obat yang digunakan pada Terapi Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Non Pneumonia di Instalasi Rawat Jalan Puskesmas Cilacap Selatan II

Jumlah Presentase Jumlah


No. Golongan Obat Nama Obat
Penggunaan Penggunaan (%)
Parasetamol 16 45,71
1. Analgetik-antipiretik Ibuprofen susp. 4 11,43
Sanmol Syrup 8 22,86
Dexamethason 11 31,43
2. Antiinflamasi
Prednison 1 2,86
3. Antihistamin CTM 34 97,14
4. Ekspektoran Gliseril Guaiakolat 35 100
5. Obat Saluran Cerna Antasida 4 11,43
Vitamin B 18
Komplek 51,43
Vitamin dan Vitamin C 16 45,71
6.
suplemen 6
Vitamin B6 17,14
Kalk 1 2,86
Penambah nafsu 1
7. Curcuma
makan 2,86

Obat yang diberikan pada pasien usia Guaiakolat dengan cara meningkatkan
balita dengan penyakit ISPA yang di volume dan menurunkan viskositas dahak
rawat jalan di Puskesmas Cilacap Selatan di trakhea dan bronki, kemudian
II adalah hanya obat-obat terapi suportif merangsang pengeluaran dahak menuju
saja. Semua pasien rawat jalan yang faring (Gitawati, 2014). Penggunaan obat
diambil datanya mempunyai gejala lain yang juga banyak digunakan adalah
penyakit batuk, pilek, dan demam. Pada Klorfeniramin Maleat (97,14%) diberikan
terapi ISPA non pneumonia ini tidak kepada pasien sebagai antihistamin yaitu
menggunakan antibiotik. Penggunaan untuk mengobati alergi. Pasien diberikan
antibiotik tepat indikasi jika pada pada CTM digunakan untuk mengurangi gejala
terapi ISPA non pneumonia dengan bersin-bersin yang disebabkan karena
diagnose batuk, pilek, dan demam tidak gejala pilek pada pasien (Linnisa dan
diberikan antibiotik. Menurut standar dari Wati, 2014). Penggunaan parasetamol
Kemenkes RI (2012), pasien hanya cukup (45,71%) yang digunakan untuk
diberikan pengobatan di rumah tanpa menurunkan demam pada anak sehingga
diberikan antibiotik, sedangkan terapi parasetamol diperlukan
penggunaan antibiotik tidak tepat indikasi (Departemen Kesehatan RI, 2005). Hal ini
jika pasien ISPA dengan diagnosa batuk, karena semua pasien ISPA anak di
pilek, dan demam diberi terapi antibiotik. Puskesmas Cilacap Selatan II tahun 2018
Penggunaan obat yang paling banyak periode Februari 2018 mengalami gejala
digunakan adalah gliseril guaiakolat demam dan tidak enak badan sehingga
(100%) sebagai ekspektoran dengan parasetamol perlu diberikan. Pemakaian
mekanisme kerja Gliseril

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 43
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

parasetamol yang berlebihan akan 5. KESIMPULAN


menimbulkan kerusakan hati. Kesimpulan pada penelitian ini
Bentuk sediaan yang digunakan adalah:
adalah tablet yang kemudian diracik a) Pola penggunaan obat ISPA pada
menjadi puyer dan sediaan sirup. Sediaan pasien balita dan anak di instalasi
puyer dan sirup lebih banyak diberikan rawat jalan Puskesmas Cilacap
dengan pertimbangan agar pasien lebih Selatan II adalah terapi suportif untuk
mudah dalam meminum obat. Hal ini mengobati gejala penyakit pasien
dikarenakan pasien adalah balita yang yaitu batuk, pilek, dan demam.
akan lebih mudah meminum obat jika obat b) Pemilihan obat yang diberikan pada
dalam bentuk sirup atau puyer. pasien ISPA balita dan anak di
C. Peran Perawat pada Pasien ISPA Instalasi rawat jalan Puskesmas
Non-Pneumonia Cilacap Selatan II adalah sudah tepat.
Penyakit ISPA non pneumonia
merupakan penyakit dengan tingkat 6. REFERENSI
prevalensi yang paling tinggi di Anonim, 2011, Pedoman Pengendalian
Puskesmas Cilacap Selatan II. Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
Dikarenakan prevalensi yang tinggi ini, Kementerian Kesehatan Republik
Puskesmas Cilacap Selatan II mempunyai Indonesia Direktorat Jenderal
program yang digunakan untuk Pengendalian Penyakit dan
memonitoring prevalensi ISPA non Penyehatan Lingkungan, Jakarta
pneumonia. Aprilia, R.D.A., 2015, Evaluasi
Peran tim perawat di Puskesmas Penggunaan Antibiotik ISPA Non-
Cilacap Selatan II yaitu memilah pasien Pneumonia Pada Pasien Anak di
dengan diagnosa ISPA non pneumonia Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit X
dan penyakit lainnya, untuk terus Demak Tahun 2013, Naskah
dimonitoring, yang kemudian akan Publikasi, Fakultas Farmasi
dilakukan perhitungan agar prevalensi Universitas Muhammadiyah
ISPA non pneumonia tetap terkontrol. Surakarta, Surakarta.
Apabila ada peningkatan prevalensi dari Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley, P.C.,
tahun sebelumnya, maka akan dilakukan 1998, Pharmaceutical Care Practice,
tindakan oleh Puskesmas Cilacap Selatan 75, 82-83, 90-95, 101-105, Mc Graw
II agar tidak terjadi peningkatan Hill, New York.
prevalensi kembali, yaitu dengan cara Departemen Kesehatan RI, D. B. F. K.
mengkontrol status ASI Eksklusif, dan K., 2005, Pharmaceutical Care
lingkungan tempat tinggal, seperti Untuk Penyakit Infeksi Saluran
ventilasi rumah, kelembapan ruangan, Pernapasan, Departemen Kesehatan
kepadatan hunian kamar, suhu ruangan, RI, Jakarta
adanya perokok aktif di dalam rumah, dan Departemen Kesehatan RI, 2006,
penggunaan obat nyamuk bakar. Faktor- Pharmaceutical Care untuk Injeksi
faktor tersebut dapat sangat Saluran Pernafasan, Departemen
mempengaruhi kesehatan balita dan anak, Kesehatan RI, Jakarta.
terutama masalah penyakit saluran Departemen Kesehatan RI, 2000,
pernafasan. Informasi tentang ISPA pada Anak
Balita, Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, Jakarta.

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 44
Volume 5. No. 1 – April 2019
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Departemen Kesehatan RI, 2008, Cenderung menjadi Epidemi dan


Pedoman Program Pemberantasan Pandemi di Fasilitas Pelayanan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Kesehatan, Pedoman Interim WHO,
Akut untuk Penanggulangan Indonesia.
Pnemonia pada Balita, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Gitawati, Retno., 2014, Bahan Aktif
dalam Kombinasi Obat Flu dan
Batuk-Pilek, dan Pemilihan Obat Flu
yang Rasional, Media Litbangkes,
VOL. 24, No.1., 10-18, Jakarta
IONI, 2008, Information Obat Nasional
Indonesia, Badan POM RI, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2012, Buku Kesehatan Ibu
dan Anak, Kementrian Kesahatan RI,
Jakarta
Linnisa, U. H., Wati, S. E., 2014).
Rasionalitas Peresepan Obat Batuk
Ekspektoran dan Antitusif di Apotek
Jati Medika Periode Oktober-
Desember 2012. IJMS - Indonsian
Journal on Medical
Nisa, D.N.A., 2017, Evaluasi Penggunaan
Antibiotik Pada Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Anak di Instalasi Rawat Jalan RSUD
Y Tahun 2015, Naskah Publikasi,
Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Riskesdas, 2013, Penyajian Pokok-Pokok
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013,
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI, Jakarta.
Soerjono, S., Yunita, N., Triana, L., 2004,
Manajemen Farmasi, hal 295-303,
Airlangga University Press,
Surabaya.
Suyatmi, Sunyoto., 2004, Karakteristik
Faktor Resiko ISPA pada Anak Usia
Balita di Puskesmas Pembantu
Krakitan, Klaten.
WHO, 2007, Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) yang

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 45
Volume 5. No. 1 – April 2019

You might also like