Professional Documents
Culture Documents
Dian V. Panjaitan, SE1, M.Si, Dr. Tanti Novianti, SP, M.Si 2, Sri Retno Wahyu Nugraheni,
SE3, M.Si
Email: tantinovianti@yahoo.com, fadhian@yahoo.co.id, s.retnowahyu.n@gmail.com
Abstract
Infrastructure such as sea port, communications networks, and education can influence and
accelerate economic integration, especially in the field of trade and investment. In Indonesia,
infrastructure development still must be improved in view of the condition of the
infrastructure is still low compared to Malaysia and Singapore. Infrastructure development
requires large funds both from the government and from the private sector. So that the
necessary priority of each type of infrastructure that is based on the amount of influence on
the economic development of ASEAN. For the purpose of this study was to determine the
influence of the condition of the sea port infrastructure, communications networks, and
investments in infrastructure and education to economic development and labor productivity
in the ASEAN countries. This study uses panel data from six ASEAN countries, namely
Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Vietnam and the Philippines during the period
2001-2013. The analysis showed that the country's economic growth and labor productivity is
significantly affected by the amount of private investment for infrastructure and
telecommunications sectors as well as the number of people who use the phone.
Abstrak
1
Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB
2
Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB
3
Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB
1
Latar Belakang
masyarakat. Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat tingkat pembangunan adalah
oleh akumulasi modal (investasi pada tanah, peralatan, prasarana dan sarana), sumber daya
alam, sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas, kemajuan teknologi, akses
terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan diri, serta
budaya kerja (Todaro 2010).Output agregat yang dihasilkan suatu negara bergantung dari
input dan produktivitas dari input yang digunakan. Prescott (1998) menyatakan bahwa
terdapat perbedaan teknologi yang digunakan di hampir seluruh negara di dunia. Hal inilah
yang menyebabkan perbedaan mendasar pada total faktor produktivitas pada masing-masing
negara. Selain itu, kebijakan publik yang selama ini dilakukan, cenderung mengarah pada
sektor yang lebih menghasilkan, akibatnya besarnya investasi akan berbeda untuk masing-
penting infrastruktur dalam pembangunan sosial ekonomi dan integrasi ekonomi, yaitu
sebagai faktor dasar yang mampu mendorong perubahan ekonomi di berbagai sektor baik
lokal maupun internasional. Pembangunan infrastrukur selain dapat memberikan akses lebih
besar terhadap input untuk pertumbuhan ekonomi seperti sumber daya alam, teknologi, dan
penyediaan kebutuhan, seperti jalan, air, sanitasi, rumah sakit, klinik, sekolah, dan jaringan
2
telepon.Pembangunan infrastruktur juga mampu meningkatkan konektivitas fisik baik secara
domestik maupun antar negara sehingga dapat memfasilitasi pergerakan barang dan jasa. Hal
tersebut diperkuat oleh Kessedes (1993) yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa manfaat
infrastruktur terhadap perekonomian, diantaranya adalah: (1) mengurangi biaya produksi, (2)
memperluas kesempatan kerja dan konsumsi karena terbukanya daerah-daerah yang terisolasi,
dan (3) menjaga stabilitas ekonomi makro melalui investasi pada infrastruktur yang dapat
menyerap tenaga kerja dan meningkatkan daya beli konsumen. Kurangnya ketersediaan
yaitu (1) dapat menciptakan hambatan dalam perbaikan iklim investasi di Indonesia, (2)
ASEAN sebagai salah satu kawasan yang memiliki potensi ekonomi yang sangat besar
tentang pengaruh pengeluaran publik terkait infrastruktur baik ekonomi maupun sosial
terhadap pembangunan ekonomi menghasilkan dua pendapat yaitu: Pertama, pendapat yang
mengatakan bahwa pengeluaran publik dapat meningkatkan pembangunan. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian Highum (2006), Kotakorpi dan Laamanen (2007), Guisan dan
Exposito (2010), Hessami (2010), Kim (2011), dan Kiya (2012). Kedua, pendapat yang
mengatakan bahwa pengeluaran publik belum efektif dan efisien dalam meningkatkan
dilakukan oleh Scully (2001), Bjornskov (2005), Eiji (2009), dan Kim (2011).
memiliki peran besar dalam pembangunan suatu bangsa karena kemampuannya mendorong
3
infrastrukturekonomi.Pengeluaran publik yang dialokasikan untuk ketiga sektor tersebut
pengeluaran yang secara langsung memberi kontribusi terhadap pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM). Sasaran ini dapat diwujudkan melalui pengeluaran sektor pendidikan dan
sektor kesehatan karena kedua sektor ini menyangkut kebutuhan dasar manusia. Kedua,
pertumbuhan ekonomi. Satu-satunya jalan untuk mewujudkan sasaran ini adalah dengan
sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat Kessedes (1993) yang
menyebutkan bahwa infrastruktur memberi manfaat bagi perekonomian secara mikro dan
makro.
baik infrastruktur ekonomi seperti transportasi maupun infrastruktur sosial seperti pendidikan.
peningkatan selama kurun waktu 2010-2013 seperti yang terlihat pada Gambar 1, namun
anggaran APBN untuk infrastruktur hanya sebesar 1.54 persen pada tahun 2010 dan
meningkat menjadi sebesar 2.3 persen pada tahun 2013. Hal ini tentunya masih sangat kurang
mengingat wilayah Indonesia yang cukup besar dan terbagi menjadi pulau-pulau. Walaupun
telah ditambah dengan sumber pendanaan lain yang berasal dari sumbangan APBD, BUMN
dan swasta, nilai tersebut masih tetap saja kurang dimana nilai ideal minimum anggaran untuk
4
Anggaran Pembiayaan Infrastruktur melalui APBN (IDR Triliun)
% Anggaran APBN terhadap GDP
% Investasi Pembiayaan Infrastruktur (APBN, APBD, BUMN, Swasta)
230 5
4.72
4.23 4.51
210 4.5
4.1
190 4
203.9
170
IDR Triliun
174.9 3.5
Persen
150
3
130
128.7 2.5
110
90 99.4 2.3 2
2.05
70 1.73 1.5
1.54
50 1
2010 2011 2012 2013
Tahun
Dukungan dari pihak swasta sangat dibutuhkan, sehingga terjalin kerjasama yang baik
untuk perbaikan kedepannya apabila dirasa anggaran pemerintah masih jauh dari angka yang
lahan, subsidi operasional dan modal, serta jaminan resiko usaha. Peningkatan pengeluaran
pemerintah atas infrastrukturjuga harus diikuti dengan efektifitas dan efisiensi dari
pembangunan.
ekonomi adalah kondisi pelabuhan laut. Hasil penelitian LPEM UI (2005) menunjukkan
bahwa biaya transportasi laut di Indonesia sangat tidak efisien, padahal transportasi laut ini
5
transportasi laut mencapai US$ 0.54 per kilometer. Tingginya biaya transportasi laut ini
diantaranya disebabkan karena kondisi logistik yang juga kurang mendukung, termasuk
pelabuhan lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Apabila dibandingkan dengan jarak tempuh
yang hampir sama, biaya logistik di Indonesia mencapai US$ 750, sedangkan di Malaysia
pengembangan SDM, teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang saat ini didasari
yang digunakan dalam teori human capital adalah bahwapendidikan formal merupakan faktor
dapat diaplikasikandengan syarat adanya sumber teknologi tinggi secara efisien dan
adanyasumber daya manusia yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada. Teori inipercaya
produktivitas masyarakat.
Salah satu tujuan penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan
kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja lebih-lebih bagi negara
berkembang terutama Indonesia dimana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari
pertumbuhan kesempatan kerja. Pemanfaatan sumber daya manusia yang ada pada sektor
industri, merupakan kunci keberhasilan pencapaian tujuan pada sektor industri tersebut.
Berhasil tidaknya suatu organisasi kerja dalam mencapai tujuan akan tergantung pada unsur
produktivitas total yang seimbang antara pertumbuhan investasi modal dan pertumbuhan
6
SDM (human capital/ knowledge) akan menghindarkan dari pertumbuhan ekonomi yang
semu.
dengan perekonomian secara umum (nasional) semakin tinggikualitas hidup suatu bangsa,
kualitas hidup / investasisumber daya manusia yang kualitas tinggi akan berimplikasi juga
ketersediaan dan pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh kelembagaan, sumberdaya manusia
1997/1998. Sebelum krisis 1997/1998 alokasi pembiayaan infrastruktur sudah mencapai lebih
dari 8 persen PDB, namun sejak krisis 1997/1998 terus mengalami penurunan. Walaupun saat
ini sudah mengalami peningkatan kembali, namun belum bisa mencapai angka sebelum krisis
1997/1998.
Apabila tingginya biaya logistik, biaya transportasi perdagangan, dan biaya produksi
akibat ketidakefisienan infrastruktur secara keseluruhan tidak segera diatasi, maka akan
berdampak pada defisitnya neraca perdagangan Indonesia bila dibandingkan dengan beberapa
negara di dunia. Hal ini pada akhirnya akanmenyebabkan tingginya biaya perdagangan
7
Selain itu, kesepakatan perdagangan bebas antara beberapa negara terutama antar
negara-negara ASEAN baik dalam barang maupun jasa akan memberikan efek negatif jika
masalah biaya logistik yang mahal tidak segera diatasi. Dengan disepakatinya Integrasi
ASEAN Economic Community/AEC di tahun 2015, maka pintu perdagangan untuk masuk ke
kawasan Indonesia akan dibuka bebas dan negara manapun di Asia Tenggara akan bebas
mengirimkan barang dengan tarif nol rupiah, sehingga, dengan keadaan biaya logistik yang
tinggi maka akan menyebabkan produk dari Indonesia akan kalah bersaing dengan produk
negara-negara Asia Tenggara lainnya dan produk impor akan menguasai pasar domestik.
Demikian halnya dengan sektor jasa khususnya jasa transportasi laut, tentunya persaingan
penggunaan armada angkutan akan semakin kompetitif.Demikian pula dengan jasa tenaga
kerja akan semakin mobile yang pada akhirnya akan meningkatkan persaingan yang semakin
ketat. Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk mengkaji sejauh mana infrastruktur
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan data 6 negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Philipina,
Singapura, Thailand, Vietnam dan Malaysia pada periode 2001-2013. Brunei Darussalam,
Laos, Myanmar, dan Kamboja tidak dianalisis karena keterbatasan data yang ada. Adapun
lngdpi,t = ai + bteleponi,t + cinv_infa i,t + dlsci i,t + einternet i,t + feducation i,t + gtelecom i,t + eror
dimana:
Teleponi,t : Jumlah penduduk yang berlangganan telepon termasuk pasca bayar dan
8
lsci i,t : Kualitas konektivitas terhadap pelayaran internasional
pemerintah
Analisis dilakukan dengan metode panel data sesuai dengan model penelitian dan
semua variabel dibuat dalam bentuk logaritma natural (log). Analisis dilakukan untuk
pelatihandan manajemen yang lebih baik. Teori mengenai pertumbuhan ekonomi ini semakin
berkembang sampai pada teori pertumbuhan endogen yang mengasumsikan bahwa teknologi
bersifat endogen, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan sumber daya
manusia.
Berdasarkan teori yang ada maka terdapat keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi
dan produktivitas yang dibuktikan dari hasil analisis korelasi kedua variabel tersebut sebesar
85 persen. Hasil dari Granger Causality Test menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan tidak sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi
baru dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja setelah lag ke-3. Hal ini dapat dipahami
jika melihat bagaimana kondisi produktivitas tenaga kerja dari negara-negara ASEAN yang
9
Tabel 1. Hasil Analisis Korelasi dan Granger Causality Test Antara Pertumbuhan
Ekonomi dan Produktivitas Tenaga Kerja Negara-negara ASEAN
Nilai Korelasi Pertumbuhan_ekonomi Produktivitas
Pertumbuhan_ekonomi 1 0.85
Produktivitas 0.85 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
Pertumbuhan_ekonomi does not Granger Cause
produktivitas 54 3.43902 0.0242
produktivitas does not Granger Cause Pertumbuhan_ekonomi 1.93554 0.1367
Keterangan: Hasil Granger causality test menunjukkan nilai prob. 0.0242 < taraf nyata 5%
sehingga disimpulkan untuk tolak hiptesis (H0).
Produktivitas tenaga kerja di Singapura sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya yakni 20 kali dari produktivitas tenaga kerja di Indonesia, dan 15 kali dari
produktivitas tenaga kerja di Thailand, serta 5 kali dari produktivitas tenaga kerja Malaysia.
(Tabel 2).
Tabel 2. Produktivitas Tenaga Kerja Negara-negara ASEAN (Output per Tenaga Kerja)
Tahun Indonesia Philipina Singapura Thailand Vietnam Malaysia
2001 1.8 2.6 56.4 3.5 0.9 9.9
2002 2.1 2.7 58.4 3.7 0.9 10.6
2003 2.5 2.7 60.4 4.1 1.0 11.2
2004 2.6 2.9 70.0 4.5 1.2 12.5
2005 3.0 3.2 77.3 4.9 NA 14.3
2006 3.7 3.7 82.3 5.7 NA 15.8
2007 4.2 4.5 99.8 6.7 NA 18.4
2008 4.9 5.1 103.8 7.2 NA 21.7
2009 5.0 4.8 NA NA NA 18.6
2010 6.5 5.5 NA NA NA 21.0
2011 7.8 6.0 137.1 8.8 NA 23.5
2012 7.8 6.7 140.6 9.2 NA 24.0
2013 7.7 7.2 144.9 9.9 3.3 23.7
Sumber: ILO dan WDI (2014), diolah
ekonomi, infrastruktur yang dianalisis adalah jumlah pengguna telepon, investasi swasta di
10
pelabuhan laut), dan jumlah pengguna internet. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi
yang dilakukan oleh pihak swasta di bidang transportasi dan telekomunikasi positif dan
pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh dampak dari pendidikan dapat dirasakan dalam
pertumbuhan ekonomi suatu negara dan meningkatkan rasio output per tenaga kerja
(produktivitas). Dengan adanya infrastruktur yang memadai secara kualitas dan kuantitas akan
dapat membuat kegiatan perekonomian menjadi lebih efisien. Produksi barang dan pemasaran
barang tersebut menjadi lebih mudah dilakukan, lebih berdaya saing karena biaya transportasi
negara-negara ASEAN karena jika hanya mengandalkan investasi pemerintah maka tidak
berupa anggaran rutin dengan share yang relatif rendah terhadap GDP. Variabel lain yang
sarana komunikasi yang mudah, murah dan dapat diakses semua orang. Kemudahan dalam
komunikasi akan membuat perencanaan suatu pekerjaan, evaluasi, dan tindak lanjut dari suatu
maka dapat dilihat bahwa infrastruktur yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah jumlah investasi swasta di sektor telekomunikasi, jumlah pengguna telepon
(pra dan pasca bayar), serta investasi swasta untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan
11
di sektor telekomunikasi menjadi penting terutama di daerah pedesaan untuk menyampaikan
informasi komunitas pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta
Contohnya, India telah melalui proses pengembangan inisiatif informasi dan komunikasi di
daerah pedesaan. Berbagai macam model, didukung baik oleh sektor umum maupun swasta,
telah diuji-coba dengan sukses. Misalnya adalah satu model dari ITC, perusahaan swasta
besar, yaitu e-choupal initiative, adalah intervensi informasi teknologi terbesar yang dimiliki
suatu perusahaan di daerah pedesaan India. Dengan menyampaikan informasi secara langsung
dan pengetahuan yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan petani
12
dalam membuat keputusan, e-choupal membantu menyelaraskan antara hasil pertanian dan
meningkatkan pendeteksian harga. Dimulai tahun 2000, e-choupal sekarang ini telah
mencakup 6 negara bagian, 25.000 desa, dan melibatkan 2,5 juta petani.
di Indonesia, yaitu infrastruktur pedesaan yang lemah dan kapasitas sumber daya manusia
yang rendah. Akan tetapi, inisiatif pengembangan telekomunikasi di daerah pedesaan telah
melambung di India dalam kurun waktu 5-8 tahun terakhir ini. Kios di daerah pedesaan
berfungsi sebagai pusat komunikasi, pusat pelatihan virtual, pusat bantuan untuk pengusaha di
daerah pedesaan, tempat perdagangan, pusat layanan finansial dan asuransi, dan lain-lain.
Proyek-proyek ini memberikan pengaruh penting untuk kawula muda, wanita dan anak-anak
untuk belanja infrastruktur karena adanya keterbatasan data. Data indikator pengeluaran
pemerintah yang tersedia hanya untuk anggaran pendidikan yang ternyata berpengaruh negatif
ataupun meningkatkan nilai tambah perekonomian.Begitu juga dengan variabel LSCI yang
globalberdasarkan lima komponen sektor transportasi maritim yaitu jumlah kapal, kapasitas
13
kontainer pembawa mereka, ukuran kapal maksimal, sejumlah layanan, dan jumlah
peningkatkan konektivitas dari jaringan global (LSCI) tidak serta merta meningkatkan
100
90
80
70
Persen
60
50
40
30
20
10
0
T.2004 T.2005 T.2006 T.2007 T.2008
Nasional 3.5 5 5.7 5.9 7.1
Asing 96.5 95.9 94.3 94.1 92.9
Perbaikan konektivitas ini hanya bermanfaat bagi negara besar yang sudah memliki
infrastruktur kapal yang sudah memadai. Variabel LSCI berpengaruh negatif terhadap kinerja
neraca perdagangan sektor pertanian Indonesia. Dari negara yang dianalisis hanya Malaysia
dan Singapura yang menunjukkan kondisi yang baik dari tiap Indikator variabel LSCI seperti
jumlah dan muatan kapal yang besar. Untuk Indonesia, Perbaikan kualitas pelabuhan jika
dilihat dari indikator LSCI berarti harus ada perbaikan dari sisi jumlah kapal, kapasitas
kontainer, ukuran kapal dan jumlah perusahaan yang menyebarkan kontainer kapal di
pelabuhan suatu negara. Di Indonesia, semua indikator LSCI tersebut sebagian besar masih
dikuasai oleh pihak asing terutama untuk kegiatan logistik ekspor-impor. Hingga saat ini
jumlah perusahaan perkapalan di Indonesia mencapai 240 perusahaan dengan dominasi kapal
asing yang dikelola oleh shipping/operators Indonesia. Untuk pangsa pasar angkutan luar
negeri, armada nasional hanya mampu menyerap pangsa pasar kurang dari 10 persen, dengan
14
kecenderungan yang meningkat walaupun relatif kecil (Gambar 2). Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut 2012, pangsa muatan pelayaran nasional untuk
angkutan luar negeri sebesar 9.86 persen dari total 532.5 juta ton atau pelayaran nasional
Rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia secara garis besar disebabkan oleh
pendidikan pekerja yang masih rendah yaitu SD atau SLTA dengan keterampilan yang masih
minim. Hal ini berdampak pada rendahnya upah yang dterima oleh pekerja tersebut.
Berdasarkan teori upah efisiensi maka upah yang rendah akan mengakibatkan produktivitas
yang rendah. Bukan perkara mudah untuk meningkatkan upah tenaga kerja karena pihak
Indonesia memiliki tidak kurang dari 55,5 juta pekerja yang hanya berpendidikan SD
Pemerintah harus serius mengatasi masalah ini agar kompetensi pekerjadapat memenuhi
lemahnya daya saing perusahaan di Indonesia juga disebabkanoleh inefiensi, biaya logistik,
Hasil penelitian untuk kasus ASEAN menunjukkan bahwa anggaran pemerintah untuk
disimpulkan bahwa kondisi ini juga terjadi di Indonesia dimana peningkatan anggaran untuk
(baik negeri maupun swasta), administrasi pendidikan, dan subsidi untuk swasta (mahasiswa/
rumah tangga dan entitas swasta lainnya).Sehingga hasil analisis menunjukkan hubungan
15
pendidikan yang langsung untuk pelatihan, keterampilan, dan pembangunan sekolah. Akan
tetapi, data tersebut tidak tersedia sehingga tidak dapat digunakan untuk analisis. Sehingga
berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pengeluaran untuk pendidikan belum
tenaga kerja.
Tenaga kerja yang produktif akan dapat menghasilkan output yang lebih banyak
dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Sehingga perusahaan menjadi lebih efisien dari
sisi biaya tenaga kerja (biaya produksi). Dengan keterampilan dan pengetahuan yang cukup
(dapat dilihat dari tingkat pendidikan) maka rasio antara output per tenaga kerja menjadi lebih
komitmen dan peran aktif pemerintah daerah untuk menyelenggarakan berbagai jenis
lulusan SLTA yang masih minim dalamhal keterampilan dan keahlian yang dimiliki.Dinas
pada tabel berikut ini. Pelatihan tenaga kerja cukup penting untukmeningkatkan produktivitas
tenaga kerja. Penyelenggarapelatihan ini dapat dari pemerintah daerah maupun swasta.
Menurut KPPOD (2013) di beberapa daerah, pelatihan tenaga kerjaseringkali diadakan oleh
pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. Regulasi ketenagakerjaan yang
mengatur tentang pelatihan tenaga kerja lebih menitikberatkan pada besarnya pungutan yang
16
Kesimpulan
adalah investasi swasta di bidang infrastruktur dan telekomunikasi, serta banyaknya pengguna
telepon. Sedangkan peningkatan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah dapat
menurunkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh anggaran pemerintah untuk
pendidikan yang dimaksud merupakan bantuan untuk administrasi sekolah dan bantuan untuk
negara-negara ASEAN.
Implikasi Kebijakan
investasi baik pada sektor infrastruktur maupun komunikasi, sehingga kebijakan terkait
dengan bagaimana menarik minat investor perlu dilakukan oleh pemerintah. Beberapa hal
yang bisa dilakukan pemerintah seperti menstabilkan perekonomian dan kondisi politik di
Indonesia. Perlunya evaluasi dalam pengalokasian anggaran pendidikan agar lebih tepat
sasaran dan pada akhirnya mampu untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan
pertumbuhan ekonomi.
Daftar Pustaka
APEC Secretariat. (2011).The Impact and Benefita of Structural reforms in The Transport,
Energy and Telecommunications Sector in APEC Economies.
Austria, M. (2003). Liberalization and Deregulation in The Domestic Shipping Industry :
Effects on Competiton and Market Structure.Philippine Journal of Development
Number 55, Vol XXX, No. 1 First Semester 2003.
Bilkent University, Centre for International Economics. (2005). Impact of Liberalization of
Trade in Services : Banking, Telecomunications and Martime Transport in Egypt,
Marocco, Tunisia dan Turkey.
Bjornskov, C., Dreher, A., Fischer, Justina A.V. (2005). The Bigger The Better? Evidence of
the Effect of Government Size on Life Satisfaction Around The World.Economic
Working Paper Series 05/44.
17
Burkovskis, R dan Ramunas, P.(2005).The Impact of Liberalization of Transportation Market
on The Activities of Freight Railway Enterprises in Lithuania. Journal Transport
and Telecommunication Vol 6 N. 1. 2005.
Canning, D. (1999). Infrastructure’s Contibution to Agregate Output. Policy Research
Working Paper.
Dee, P and Findlay, C. (2008). Trade in Infrastructure services : A Conceptual Framework, In
Handbook of International Trade in Services. Oxford University Press. Oxford 338-
555.
Dollar, D., Aart K. (2001). Trade, Growth, and Poverty. The World Bank Policy Research
Working paper No. 2615.
Eiji, Y. (2009). The Influence of Government Size on Economic Growth and Life
Satisfaction, A Case Study From Japan. Munich Personal RePEc Archive. (No.
17879).
Firman, A. (2007). Dampak Sektor Transportasi terhadap Sektor Pertanian dan Peternakan.
Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran.
Guisan, M.C. dan Exposito, P. (2010). Health Expenditure, Education, Government
Effectiveness and Quality of Life in Africa and Asia. Regional and Economic
Studies. Vol.10 (No.1).
Hessami, Z. (2010). The Size and Composition of Government Spending in Europe and Its
Impact on Wellbeing.MPRA Paper (No.21195).
Highum, E. (2006). Political Economy and ‘Quality of Life’ in the Early Twenty-First
Century: Economic Versus Political Factors.Makalah disajikan dalam Annual
Meeting of the International Studies Association, San Diego, California, USA,
March 22 2006.
Kessides, C. (1993). The Contribution of Infrastructure to Economic Development. A Review
of Experience and Policy Implication. Second printing. Washington: The
International Bank for Reconstruction and Development/ The world Bank
Washington printing.
Kim, J dan June, D.K. (2003). Liberalization of Trade in Services and Productivity Growth
in Korea.NBER- East Asia Seminar on Economic (EASE) Volume 11. University of
Chicago Press.
Kim, S, dan Kim, D. (2011). Does Government Make People Happy? Exploring New
Research Direction for Government’s Roles in Happiness.Journal of Happiness
18
Studies An Interdisciplinary Forum on Subjective Well-Being. Vol.7 (No.2): 1389-
4978.
Kiya, K. (2012). Life Satisfaction and Public Finance: Empirical Analysis Using U.S. Micro
Data. Department of Economics University of Washington, Seatle WA 98195.
Kotakorpi, K., dan Laamanen, J. P. (2010). Welfare State and Life Satisfaction: Evidence
From Public Health Care. Economica, Vol. 33 (No.307): 565–583.
Krugman, P. R dan Maurice, O. (2003). International Economics : Theory and Policy. Sixth
Edition. Perason Education, Inc. Boston.
Mangkoesoebroto, G. (1993). Ekonomi Publik Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Maqin, A. (2011). Pengaruh Kondisi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa
Barat. Jurnal Trikonomika. Volume 10, No. 1, Juni 2011.
Priyarsono, D.S. (2014). Beberapa Masalah dan Kebijakan Publik tentanhg Infrastruktur :
Tinjauan dari Perspektif Ilmu Ekonomi. Bahan Presentasi Orai Ilmiah Guru Besar
IPB. Bogor.
Scully, G. W. (2001). Government Expenditure and Quality of Life.Public Choice (No.108):
123-145.
Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi 7. Terjemahan oleh
Haris Munandar. 2000. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wollny, I., Apps, J., Henricson, C. (2010). Can Government Measure Family Wellbeing?.
London: Family and Parenting Institute printing Ltd.
WorldBank. (2008). Anditya, M, Robert, M.S, Gianni, Z. A. Handbook of International Trade
In Services. Oxford University Press.
WTO. (2010). International Trade Statistik 2010. WTO Switzerland.
Yonk, R. M. dan Reill, S. (2011). Applied Reserach Quality of Life, Citizen Involement &
Quality of Life: Exit, Voice and Loyalty in a Time of Direct Democracy. DOI
10.1007/s11482-011-9142-x.
19