You are on page 1of 7

[ LAPORAN KASUS ]

CONGESTIVE HEART FAILURE


ET CAUSA RHEUMATIC HEART DISEASE
Muhammad Rizki Darmawan Mustakim
Faculty of Medicine, Universitas Lampung

Abstract
Rheumatic heart disease (RHD) caused by the Streptococcus β hemoliticus type A bacteria, which can cause rheumatic fever and
may lead to complications such as congestive heart failure. Heart failure is a clinical syndrome caused by abnormal structure or
function of the heart, where the heart can not pump blood to meet the metabolic needs of the network. A boy, 13 years old, with a
chief complaint of shortness of breath which intensified since 2 days before hospital admission. Previosly, Shortness of breath had
been felt for 3 weeks. The patient also complained of swollen on both legs and both eyelids, swollen stomach, and cough with dark
red blood pleghm. On physical examination, blood pressure, pulse, and temperature was normal, respiratory 34 x/min. In the face,
was found a second lid edema, nostril breath, and central cyanosis. In the neck, the jugular venous pressure was normal. In the
pulmonary was found smooth wet ronkhi (+) in both lung bases. The ictus cordis was visible and palpable in the left anterior axillary
linea and as high as the 5th inter costal space, palpable thrill. Left heart border was dilated and murmurs (+) at grade 4/6 in mitral,
tricuspid, and aortic valves. The abdomen was convex and found tenderness in the right upper quadrant, and palpable liver. The
superior extremities were found finger clubbing on both sides, whereas the inferior extremities were found pretibial edema.
Laboratory results showed leukocytosis, increased SGOT, hypoalbuminemia, CRP (+) and ASTO (+). On the EKG obtained prolonged
PR interval and the echocardiographic examination found mitral, tricuspid, and aortic valves insufficiency. Patient was diagnosed
with congestive heart failure et causa rheumatic heart disease. The pharmacotherapy was furosemide 40 mg/12 hours, captopril 2
x 12,5 mg, and digoxin 1 x 0.125 mg. The heart failure in this patient is caused by rheumatic heart disease which is established by
using Jones criteria. The results of treatment in this patient showed mprovement after evaluation during treatment. [J Agromed
Unila 2014; 1(2):119-125]

Keywords: child, congestive heart failure, rheumatic fever, rheumatic heart disease

Abstrak
Penyakit jantung rematik (PJR) disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A yang bisa menyebabkan demam rematik
dan dapat menimbulkan komplikasi berupa gagal jantung kongestif. Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, dimana jantung tidak sanggup memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik jaringan. Anak laki-laki, usia 13 tahun, dengan keluhan utama sesak nafas yang bertambah hebat sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan sesak dirasakan sejak 3 minggu sebelumnya. Pasien juga mengeluh sembab pada kedua tungkai dan
kedua kelopak mata, batuk disertai darah berwarna merah kehitaman, dan perutnya membesar. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah, nadi dan suhu normal, pernafasan 34x/menit. Pada wajah ditemukan adanya edema kedua palpebra,
nafas cuping hidung, dan sianosis sentral. Pada leher, ditemukan tekanan vena jugularis normal dan pada pulmo ditemukan
adanya ronkhi basah halus (+) di kedua basal paru. Pada jantung ditemukan ictus cordis terlihat dan teraba di linea axilaris anterior
sinistra setinggi ICS V, thrill teraba, batas jantung kiri melebar dan murmur (+) grade 4/6 di katup mitral, trikuspid, dan aorta. Pada
abdomen, terlihat cembung dan didapatkan nyeri tekan pada kuadran kanan atas, hepar teraba membesar. Pada ekstrimitas
superior ditemukan adanya clubbing finger pada kedua sisi, sedangkan pada ekstrimitas inferior ditemukan adanya edema
pretibia. Hasil laboratorium menunjukan leukositosis, peningkatan SGOT, hipoalbuminemia, CRP (+), dan ASTO (+). Pada
pemeriksaan EKG didapatkan adanya interval P-R yang memanjang serta pada pemeriksaan echocardiografi didapatkan adanya
insufisiensi mitral, trikuspid dan aorta. Diagnosis pasien gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung rematik. Terapi yang
diberikan pada pasien yaitu furosemid 40 mg/12 jam, captopril 2 x 12,5 mg, dan digoxin 1 x 0,125 mg. Gagal jantung yang dialami
pada pasien ini disebabkan oleh karena penyakit jantung rematik yang ditegakan dengan menggunakan kriteria Jones. Hasil
pengobatan pada pasien ini menunjukan perbaikan setelah dilakukan evaluasi selama perawatan. [J Agromed Unila 2014;
1(2):119-125]

Kata kunci: anak, demam rematik, gagal jantung, penyakit jantung rematik

...
Korespondensi: Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | muhammadrizkidm@yahoo.com

Pendahuluan
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan
komplikasi yang membahayakan dari demam oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A
rematik. Katup-katup jantung tersebut rusak yang bisa menyebabkan demam rematik. Kurang
karena proses perjalanan penyakit yang dimulai lebih 39 % pasien dengan demam rematik akut
Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | Congestive Heart Failure et Causa Rheumatic Heart Disease

bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari gagal jantung, direktur RS tersebut,
insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis mengemukakan bahwa tahun lalu hanya 4,3%
bahkan kematian. Dengan penyakit jantung kematian yang terjadi. Jumlah yang kecil jika
rematik yang kronik, pada pasien bisa terjadi dibandingkan dengan insiden pada 1999
4
stenosis katup dengan derajat regurgitasi yang sejumlah 12,2%.
berbeda-beda, dilatasi atrium, aritmia dan Dengan data perkembangan seperti ini,
disfungsi ventrikel. Penyakit jantung rematik penyakit jantung kongestif oleh kelainan katup
masih menjadi penyebab stenosis katup mitral yang disebabkan penyakit rematik akan
dan penggantian katup pada orang dewasa di menyebabkan permasalahan yang signifikan
1
Amerika Serikat. Menurut Hudak dan Gallo bagi mayarakat global dan bukan tidak mungkin
(1997), adanya malfungsi katup dapat dalam kurun beberapa tahun kedepan angka
menimbulkan kegagalan pompa baik oleh statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi
kelebihan beban tekanan (obstruksi pada medis khususnya tidak segera memperhatikan
pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti faktor risiko utama yang menjadi awal mula
stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), penyakit ini. Oleh karena itu kasus ini penulis
atau dengan kelebihan beban volume yang angkat sebagai salah satu bentuk tanggung
menunjukan peningkatan volume darah ke jawab sebagai praktisi medis agar dapat
ventrikel kiri sehingga sebagai produk akhir dari memahami penyakit ini lebih rinci dan
malfungsi katup akibat penyakit jantung rematik mengaplikasikan teori pengobatan yang
2
adalah gagal jantung kongestif . rasional.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung Kasus
sehingga jantung tidak mampu memompa darah Anak Laki-laki, usia 13 tahun, dengan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme keluhan utama sesak napas yang bertambah
jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada hebat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
kalau disertai peninggian volume diastolik Berdasarkan hasil anamnesis, sejak 3 minggu
3 sebelum masuk Rumah Sakit Abdoel Moeloek
secara abnormal . Menurut Brunner dan
Suddarth (2002) gagal jantung kongestif adalah (RSAM), pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan
ketidakmampuan jantung untuk memompa saat berjalan jauh (± 100 meter) atau saat
darah yang adekuat untuk memenuhi menggiling karet. Sesak berkurang ketika
2 beristirahat. Selain itu, pasien mengeluh
kebutuhan jaringan akan Oksigen dan nutrisi.
Menurut laporan WHO Expert Consultation bengkak pada kedua tungkainya. Pasien juga
Geneva 29 Oktober - 1 November 2001 yang mengeluh nyeri pada sendi lengan dan tungkai
diterbitkan tahun 2004 menyebutkan, sekitar yang hilang timbul. Nyeri dirasakan berpindah-
7,6/100.000 penduduk di Asia Tenggara, pindah. Keluhan batuk juga dirasakan oleh
8,2/100.000 penduduk di negara berkembang pasien sepanjang hari, tidak berdahak dan tidak
dan 0,5/100.000 penduduk di negara maju berdarah ±1 minggu sebelum masuk RSAM,
3 sesak yang dialami pasien semakin memberat.
menderita penyakit jantung rematik .
Sementara, untuk kasus gagal jantung kongestif Pasien mengalami sesak saat berjalan ± 5 meter,
akibat penyakit jantung rematik tercatat bahwa dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien
di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 sering terbangun pada malam hari karena sesak,
penduduk yang berusia 25 tahun. Kasus ini lebih nyaman tidur dengan menggunakan 2
meningkat 11,6 pada manula dengan usia 85 bantal. Pasien mengeluh bengkak pada kedua
4 tungkai bertambah. Selain itu, bengkak juga
tahun ke atas.
Di Indonesia berdasarkan data dari RS mulai dirasakan pada kedua kelopak matanya.
Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus ini Keluhan batuk juga bertambah sering dan
dimulai pada 1997 dengan 248 kasus, kemudian disertai darah merah kehitaman. Pasien juga
melaju dengan cepat hingga mencapai puncak mengeluhkan bibirnya berubah berwarna
pada tahun 2000 dengan 532 kasus. kehitaman serta perutnya membesar. Nyeri
Diperkirakan tahun ini juga akan terjadi pada ulu hati dan tidak menjalar. Kecing sedikit.
peningkatan. Untuk itu, pihak RS telah Sejak ± 2 hari sebelum masuk RSAM, sesak
mengantisipasi lonjakan kasus tersebut dengan bertambah hebat, semakin sering terbangun
membuka klinik khusus gagal jantung dan pada malam hari karena sesak. Sesak timbul
pelayanan One Day Care dengan sistem Nurse walaupun pasien sedang istirahat, pasien lebih
Base Care. Mengenai kematian akibat penyakit nyaman jika menggunakan 2 bantal. Kemudian

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 120


Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | Congestive Heart Failure et Causa Rheumatic Heart Disease

pasien berobat ke Rumah Sakit Blambangan, 2 serta tanda objektif berupa takikardia, dyspnea
hari kemudian pasien di rujuk ke RSAM. (dyspnea d’effort, orthopnea, paroxysmal
Berdasarkan pemeriksaan fisik nocturnal dypsnea, cheyne-stokes respiration),
didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, ronkhi basah halus di basal paru, bunyi jantung
kesadaran compos mentis, gizi baik, tekanan III, dan pembesaran jantung. Gagal jantung
darah 120/70 mmHg (TDS berada pada persentil kanan dengan gejala edema tumit dan tungkai
th th
90 dan TDD pada persentil <90 ), nadi bawah, hepatomegali, acites, bendungan vena
110x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, jugularis dan Gagal jantung kongestif
pernapasan 34 kali per menit, suhu 37ºC. Pada merupakan gabungan dari kedua bentuk klinik
5
wajah ditemukan adanya edema pada kedua gagal jantung kiri dan kanan.
palpebra, napas cuping hidung dan sianosis Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
sentral. Pada leher, ditemukan JVP (5+2) cmH2O ditemukan dyspnea d’effort, orthopnea,
dan pada pemeriksaan pulmo ditemukan adanya paroxysmal nocturnal dypsnea, ronkhi basah
ronkhi basah halus (+) pada kedua basal paru. halus di kedua basal paru, bunyi jantung III,
Pada pemeriksaan jantung ictus cordis hepatomegali, gejala edema tungkai bawah,
terlihat pada ICS V dan teraba di linea axilaris sehingga memenuhi gejala gagal jantung
anterior sinistra setinggi ICS V, thrill teraba. kongesti.
Batas atas pada ICS II linea midclavicularis Berdasarkan hasil anamnesis, pada
sinistra, batas kanan pada ICS IV linea pasien didapatkan bahwa keluhan utama yang
parasternal sinistra, batas kiri pada ICS V linea membawa pasien datang ke RSAM adalah sesak
axilaris anterior sinistra, HR 112x/ menit, nafas. Keluhan sesak disertai edema dapat
reguler. Murmur (+) grade 4/6 di katup mitral, berasal dari organ paru, jantung, ginjal, serta
trikuspid, dan aorta yeng menjalar ke lateral. dari hati. Hasil anamesis didapatkan sesak yang
Pada pemeriksaan abdomen, terlihat dipengaruhi aktivitas merupakan khas sesak
cembung dan didapatkan nyeri tekan pada yang disebabkan oleh organ jantung. Kemudian
kuadran kanan atas, hepar teraba pada 2/3 sisi dilanjutkan dengan dilakukannya pemeriksan
kanan dan 2/3 sisi kiri, tepi tumpul, permukaan fisik serta pemeriksaan penunjang sehingga
rata, konsistensi kenyal, lien teraba pada garis dapat dipastikan sesak pada penderita bukan
schuffner I. Pada pemeriksaan ekstrimitas berasal dari organ paru, ginjal atau pun hati.
superior ditemukan adanya clubbing finger pada Menurut American family physician,
sisi dextra dan sinistra, sedangkan pada sensasi sesak nafas subjektif atau yang disebut
ekstrimitas inferior ditemukan adanya edema dyspnea secara umum dapat disebabkan oleh
pretibia dan tanda peradangan pada regio genu adanya kelainan pulmonari, kardiak,
dextra. kardopulmoner, dan non kardiopulmoner. Sesak
Pada pemeriksaan laboratorium nafas pulmoner disebabkan oleh karena adanya
didapatkan leukositosis, peningkatan SGOT, kelainan ataupun gangguan fungsi dari dalam
hipoalbuminemia, CRP (+) dan ASTO (+). paru-paru, seperti pada kasus asma. Sesak nafas
Diagnosis pasien Congestive Heart Failure kardiak disebabkan oleh karena adanya kelainan
(CHF) et causa Rheumatic Heart Disease (RHD). ataupun gangguan fungsi dari jantung misalnya
Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Injeksi pada kasus gagal jantung, sedangkan sesak nafas
furosemid 40 mg/12 jam, captopril 2x12,5mg, kardiakpulmoner disebabkan oleh karena
dan digoxin 1x0,125 mg. adanya gangguan pada paru-paru maunpun
jantung seperti pada kasus penyakit paru
Pembahasan obstruktif kronik dengan hipertensi pulmonal
Menurut American Heart Association dan cor-pulmonal. Sesak nafas non
(AHA), gagal jantung merupakan sindroma klinis kardiakpulmoner berasal dari organ lain selain
(sekumpulan tanda dan gejala) yang disebabkan jantung dan paru-paru, seperti misalnya pada
6
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, kondisi asidosis pada kasus gagal ginjal.
dimana jantung tidak sanggup memompakan Sebagian besar kasus sesak nafas
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik disebabkan oleh penyakit kardiak dan pulmoner.
5
jaringan. Kedua penyakit tersebut dapat dengan segera
Ditinjau dari sudut klinis secara diidentifikasi dengan anamnesis riwayat
simtomatologis di kenal gambaran klinis berupa perjalanan penyakitnya dan pemeriksaan fisik
gagal jantung kiri dengan gejala badan lemah, secara teliti. Dalam artikel approach to pediatric
cepat lelah, berdebar, sesak napas dan batuk, dypneu, tertulis bahwa sesak nafas akibat

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 121


Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | Congestive Heart Failure et Causa Rheumatic Heart Disease

kelainan jantung pada anak menunjukan gejala osmotik intravaskular yang menyebabkan
yang khas seperti sesak nafas yang berhubungan terjadinya ekstravasasi cairan.
dengan aktivitas, saat makan, dan berkaitan Berbeda dengan edema yang disebabkan
dengan posisi tubuh. Keseluruhan gejala penyakit non-kardiak, misalnya pada kasus
tersebut didapatkan pada pasien kasus ini. Hal alergi, alergi juga dapat menyebabkan bengkak
ini menunjukan bahwa sesak nafas pada pasien tetapi hanya pada tempat tertentu yang sifatnya
ini disebabkan oleh karena adanya kelainan non pitting edema dan tidak berlangsung lama.
7
struktur maupun fungsi pada jantung. Selanjutnya malnutrisi, bengkak terjadi
Pasien juga mengeluh batuk yang disertai diseluruh tubuh tanpa penyebab yang jelas
bercak darah. Batuk merupakan manifestasi biasanya pada kwashiorkor atau marasmus
klinis yang sering ditemukan pada penyakit kwashiorkor. Pada kelainan ginjal bengkak
saluran pernafasan akibat reseptor batuk dimulai dari kelopak mata, hal ini dikarenakan
mendapat stimulasi dari suatu allergen ataupun pengaruh gaya gravitasi. Kelopak mata
benda asing yang masuk ke dalam saluran merupakan jaringan yang banyak mengandung
pernafasan. Keluhan batuk yang dialami pada jaringan ikat longgar.
pasien ini bukan akibat infeksi saluran pernafan, Etiologi dari penyakit gagal jantung dapat
hal ini disingkirkan dengan hasil anamnesa, berupa penyakit jantung bawaan, penyakit
pemeriksaan fisik, dan foto thorax. Pada jantung rematik, penyakit jantung hipertensi,
anamnesa didapatkan bahwa pasien tidak penyakit jantung koroner, penyakit jantung
pernah menderita keluhan batuk berdarah tiroid, kardiomiopati, cor-pulmonal serta
sebelumnya, dan pasien menyangkal kehamilan. Penyakit gagal jantung yang terjadi
keluarganya ada yang menderita TB paru pada usia <50 tahun, terbanyak adalah
maupun infeksi saluran pernafasan lainnya. Pada disebabkan oleh penyakit jantung rematik dan
8
pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronki penyakit jantung tiroid.
basah halus yang merupakan tanda adanya Berdasarkan hasil anamnesis dan
penumpukan cairan di paru-paru yang salah pemeriksaan fisik didapatkan pasien memiliki
satunya dapat disebabkan oleh kondisi riwayat nyeri tenggorkan disertai demam kurang
kegagalan pompa jantung. Pada pemeriksaan lebih 1,5 bulan sebelum pasien mengalami sesak
foto thorax didapatkan gambaran pulmo nafas. Pasien juga mengeluh nyeri sendi yang
normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa berpindah-pindah. Pada pemeriksaan fisik
pada pasien ini batuk berdahak disertai darah didapatkan adanya inflamasi pada sendi lutut.
bukan merupakan akibat dari infeksi saluran Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
pernafasan. Pada pasien ini keluhan batuk hasil LED yang meningkat, CRP (+), dan ASTO (+).
darah dikatakan “backs up” di pembuluh darah Penegakan diagnosa penyakit jantung rematik
paru (pembuluh darah yang kembali dari paru ke dapat menggunakan kriteria Jones yang meliputi
jantung) karena jantung tidak dapat kriteria mayor yaitu, karditis, poliartritis korea,
mengkompensasi suplai darah. Hal ini eritema marginatum, dan nodulus subkutan,
7
menyebabkan cairan bocor ke paru-paru. sedangkan kriteria minor yaitu berdasarkan
Keluhan lain yang dialami pasien adalah gejala klinik, adanya riwayat demam rematik
bengkak atau edema pada hampir seluruh atau penyakit jantung rematik sebelumnya, dan
bagian tubuh. Berdasarkan hasil anamnesis artralgia, disertai hasil Laboratorium dengan
edema pertama kali muncul pada kedua tungkai, adanya peningkatan kadar reaktan fase akut
kemudian disusul pada perut dan kedua kelopak (protein C reaktif, laju endap darah, leukositosis)
matanya. Pada penyakit jantung bengkak diawali dan pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan
dari kedua tungkai karena venous return yang interval P-R yang memanjang. Selain itu,
berkurang dikarenakan gangguan aliran balik ke ditambah tanda-tanda yang mendukung adanya
jantung, pengaruh gaya gravitasi dan tahanan infeksi streptokokus sebelumnya yang ditandai
perifer pada tungkai yang tinggi teruma fossa dengan kenaikan titer antistreptolisin O (ASTO)
poplitea dan inguinal. Selanjutnya adalah organ atau antibodi antistreptokokus lainnya, biakan
hepar. Bengkak ini diawali dari perut usapan tenggorokan yang positif untuk
dikarenakan fibrosis pada hepar yang streptokokus grup A atau baru menderita
9
mengakibatkan bendungan sehingga venous demam skarlatina.
return berkurang dan terjadi hipertensi porta, Berdasarkan kriteria Jones maka dapat
penurunan sintesis protein sehingga terjadi disimpulkan pasien ini dapat didiagnosa
hipoalbuminemia yang menurunkan tekanan penyakit jantung rematik dengan ditemukannya

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 122


Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | Congestive Heart Failure et Causa Rheumatic Heart Disease

1 manifestasi mayor yang berupa artritis dan 2 diberikan tablet KSR, pemberian obat ini sesuai
manifestasi minor yaitu CRP (+) dan LED indikasi untuk mencegah terjadinya hipokalemi.
meningkat. Tanda klinis tersebut juga didiukung Pada pasien ini juga diberikan obat injeksi
oleh adanya bukti infeksi streptococcus dengan Benzathine Penicillin G dengan dosis 1.200.000
ditemukannya hasil ASTO (+) serta bukti adanya unit. Penggunaan obat pada pasien ini sudah
kerusakan katup jantung dari pemeriksaan tepat mengingat penyakit yang mendasari
ekokardiografi yang berupa regurgitasi mitral, terjadinya gagal jantung pada pasien ini adalah
insufisiensi mitral, dan insufisiensi aorta. penyakit jantung rematik. Pemberian
Mengingat pada pasien ini terdapat Benzathine penicillin G pada penyakit jantung
riwayat sakit jantung rematik, adanya malfungsi rematik pada pemberian pertama kali untuk
katup pada penyakit jantung rematik dapat mengeradikasi bakteri streptococcus sebagai
10,12,13
menimbulkan kegagalan pompa, baik oleh penyebab dari penyakit jantung rematik.
kelebihan beban tekanan atau dengan kelebihan Menurut AHA, pada kasus jantung rematik yang
beban volume yang menunjukan peningkatan disertai karditis dan kelainan katup, injeksi
volume darah ke ventrikel kiri sehingga sebagai Benzathine pencillin G harus dilanjutkan minimal
produk akhir dari malfungsi katup akibat 10 tahun atau sampai anak berusia 40 tahun,
penyakit jantung rematik adalah gagal jantung Hal ini bertujuan untuk mencegah berulangnya
10
kongestif. infeksi streptococcus. Berbeda dengan AHA,
Berdasarkan klasifikasi gagal jantung Ross, menurut National Heart Foundation of Australia
dimana pertumbuhan anak, kesulitan makan, (NHFA) and the Cardiac Society of Australia and
dan gejala yang berikaitan dengan aktivitas fisik New Zealand (CSANZ) pemberian Benzathine
sebagai penilaian, maka gagal jantung yang penicillin G dapat dilanjutkan lebih dari 40 tahun
13
dialami pasien ini adalah gagal jantung kelas III. ataupun seumur hidup.
Pada pasien ini ditemukan sesak saat aktivitas Pemberian Benzathine penicillin G pada
berat dan membutuhkan waktu makan yang pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung
lebih lama dari biasanya sesuai dengan rematik harus dengan dosis yang sesuai. Dosis
10
klasifikasi gagal jantung Ross kelas III. yang diberikan bergantung dengan berat badan
Penatalaksanaan pada gagal jantung pasien. Berat badan pasien pada kasus ini adalah
tergantung etiologi, hemodinamik, gejala klinis 35 kilogram dan diberikan dosis 1.200.000 unit.
serta beratnya gagal jantung. Pengobatannya Dosis Benzathine penicillin G yang diberikan
meliputi 5 komponen berupa penanganan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan
secara umum, mengobati penyakit dasar, rekomendasi AHA yaitu 1.200.000 unit pada
mencegah kerusakan lebih lanjut pada jantung, anak dengan berat bedan lebih dari 27
10 10
dan mengendalikan derajat CHF. kilogram. Menurut WHO, pemberian penicillin
Pengobatan secara umum berdasarkan secara intravena lebih dipilih dikarenakan angka
gejala berupa pembatasan asupan cairan karena kekambuhan infeksi oleh Group A Streptococcus
cairan yang banyak akan diabsorpsi oleh tubuh beta haemolythicus lebih rendah dibandingkan
14
dan menambah jumlah cairan pada tubuh pemberian secara oral.
sehingga memperberat kerja jantung. Pengobatan lain yang diberikan kepada
Pemberian diuretik sangat diperlukan untuk pasien ini adalah captopril 2x12,5mg. Pemberian
mengeluarkan cairan yang ada dari tubuh captopril sebagai ACE-I (Angiotensin Converting
sehingga alirah darah balik ke jantung (preload) Enzyme-Inhibitor) pada pasien gagal jantung
menurun. Pada kasus ini digunakan furosemid direkomendasikan oleh AHA dengan Level of
11 15
sebagai diuretik. Dosis oral furosemid yang Evidence A. ACE-I harus diberikan pada semua
dianjurkan adalah 0,5-1 mg/KgBB/kali. Pada pasien gagal jantung, kecuali terdapat
pasien ini diberikan dosis 2x30 mg, sehingga kontraindikasi. ACE-I berperan dalam
16
dapat disimpulkan bahwa pemberian furosemid mencegah terjadinya vasokonstriksi.
sudah tepat dan sesuai indikasi. Meskipun Pemberian ACE-I perlu diperhatikan oleh
furosemid memiliki peranan dalam mengurangi seorang dokter terutama pada pasien dengan
beban kerja jantung, namun furosemid juga tekanan darah sistolik <80 mmHg, terdapat
memiliki efek samping yang dapat menurunkan peningkatan kreatinin serum >3mg/dl, stenosis
kadar kalium dalam darah. Oleh karena itu, arteri renalis bilateral, atau peningkatan kadar
pemberian diuretik hemat kalium seperti kalium darah >5,0 mEq/L. Berdasarkan hal
spironolakton ataupun subtitusi kalium tersebut, AHA merekomendasikan untuk
eksternal perlu diberikan. Pada pasien ini melakukan pemeriksaaan fungsi ginjal dan kadar

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 123


Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | Congestive Heart Failure et Causa Rheumatic Heart Disease

kalium darah pada satu atau dua minggu awal dipertimbangkan pada tahap awal terapi untuk
terapi serta secara berkala pada penggunaan memperbaiki kemampuan jantung dalam
15
selanjutnya. Pada pasien ini tidak ada memompakan darah serta mengontrol laju
kontraindikasi pemberian ACE-I sehingga respon ventrikel, namun pemberian digoxin juga
pemberian captopril sebagai ACE-I sudah tepat harus disertai dengan pengawasan dikarenakan
dan sesuai indikasi. efek samping obat ini dapat menyebabkan
18
Pada pasien ini juga diberikan asam aritmia.
mefenamat dan prednison. Pemberian kedua Pengobatan yang diberikan pada pasien
obat tersebut sesuai untuk pasien ini. ini menunjukan respon yang baik selama
Pemberian kombinasi anti inflamasi non steroid perawatan. Hal ini terlihat dari keluhan dan
dan prednison sesuai dengan rekomendasi pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien.
WHO. Subtitusi prednison dalam pemberian anti Pasien menyatakan keluhan sesak nafas, batuk
inflamasi non steroid diindikasikan pada pasien berdahak, dan nyeri sendi berkurang setiap
yang mengalami inflamasi sedang sampai berat harinya. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan
disertai karditis yang ditandai dengan adanya penurunan berat badan dan hilangnya
kardiomegali atau gagal jantung derajat III. edema pada tungkai pasien setelah pemberian
Kedua obat tersebut bertujuan untuk menekan furosemid, sehingga setelah perawatan 10 hari
proses inflamasi yang disebabkan oleh suatu pasien dipulangkan. Pasien diberi obat oral yang
respon autoimun dalam tubuh akibat reaksi terdiri dari prednison, captopril, furosemid dan
silang antigen Streptococcus beta haemolythicus KSR. Pemberian obat-obat tersebut sudah tepat,
group A. Prednison diberikan dalam jangka sesuai dengan penjelasan diatas. Selain
waktu 2-6 minggu bergantung derajat pengobatan, edukasi terhadap pasien juga
keparahan karditis dan dosis prednison penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
diturunkan secara bertahap (tappering off) perburukan penyakit.
untuk menghindari terjadinya withdrawal Pada pasien ini dilakukan edukasi agar
17
phenomenon. Pada awal pemberian prednison kontrol ke dokter setiap 4 minggu sekali untuk
diberikan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dengan diberikan profilaksis sekunder Benzathine
dosis maksimal 80mg/hari dalam 3 dosis terbagi. penicillin G yang disuntikan secara IM. Selain itu,
Pada pasien ini diberikan dosis 80 mg dalam tiga edukasi mengenai nutrisi dan aktivitas perlu
kali pemberian per hari selama 2 minggu, diberikan. Berbeda dengan pasien dewasa, pada
kemudian saat pasien pulang prednison bayi dan anak-anak usia muda, pembatasan
diturunkan 10 mg perhari selama 2 minggu. asupan garam tidak perlu dilakukan, hal ini
Pemberian prednison pada pasien ini dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh dan
4
telah sesuai baik dalam penggunaan dosis pertumbuhan otak. Aktivitas yang berlebihan
maupun jangka waktu pemberian obat. pada gagal jantung anak perlu dibatasi, namun
Pemberian asam mefenamat dengan dosis 10 pasien tidak perlu tirah baring total di tempat
mg/kgbb/hari dapat dipertahankan selama tidur. Menurut AHA, aktivitas sehari-hari dapat
beberapa minggu setelah terapi prednison tetap dilakukan dan terbukti dapat memperbaiki
20
dihentikan, hal ini bertujuan untuk mencegah kualitas hidup pasien.
terjadinya withdrawal phenomenon akibat Prognosis ditegakkan berdasarkan dari
pemberian steroid. Pemberian anti inflamasi kemampuan pompa jantung untuk kompensasi
non steroid perlu diberikan selama dua sampai serta perbaikan gejala klinik setelah diterapi.
empat bulan, karena pasien ini mengalami Untuk melihat kelainan anatomi dari jantung
17
karditis berat. Dalam pemberian anti inflamasi, maka pasien dilakukan pemeriksaan
dapat diberikan antasid untuk mengurangi efek echochardiography. Secara klinis, pada pasien ini
sampingnya yang merangsang asam lambung, terdapat perbaikan sehingga prognosis quo ad
sehingga pemberian antasid pada pasien ini vitam adalah dubia ad bonam. Tetapi secara
12
sudah tepat. fungsional, berdasarkan hasil echocardiography
Berdasarkan systematic review cochrane telah terjadi kerusakan katup yang permanen
dalam Indian journal of emergency pediatrics sehingga prognosis quo ad fungsionam adalah
pemberian digoxin memiki peranan penting dubia ad malam. Berdasarkan fungsi sosialnya,
pada kasus gagal jantung anak yang memiliki pasien yang mengalami gagal jantung memiliki
19
irama sinus normal. Pada pasien ini tidak keterbatasan dalam beraktivitas berat, hal ini
diberikan digoxin, seharusnya pemberian membuat pasien tidak mampu bekerja seperti
digoxin sebagai golongan inotropik positif dapat biasanya untuk membantu mencari nafkah

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 124


Muhammad Rizki Darmawan Mustakim | Congestive Heart Failure et Causa Rheumatic Heart Disease

keluarganya. Selain itu, lokasi tempat tinggal [internet]. Australia: National Heart Foundation of
Australia; 2006 [disitasi 2014 Jul 17]. Tersedia dari:
pasien untuk kontrol penyakitnya ke RSAM juga
http://www.heartfoundation.org.au/SiteCollectionDocu
jauh, sehingga prognosis quo ad sanationam ments/Diagnosis-Management-Acute-Rheumatic-
adalah dubia ad malam. Fever.pdf
14. Sean B, Peterson G, Tompson A. Antibiotic use for the
prevention and treatment of rheumatic fever and
Simpulan
rheumatic heart disease in children [Internet]. Geneva:
Gagal jantung yang dialami pada pasien World Heart Organization; 2008 [disitasi 2014 Agustus
ini disebabkan oleh karena penyakit jantung 18]. Tersedia dari:
rematik. Diagnosa kausa ditegakan berdasarkan http://www.who.int/selection_medicines/committees/s
ubcommittee/2/RheumaticFever_review.pdf
kriteria Jones yaitu dengan ditemukannya 1
15. Gavras H, Faxon DP, Berkoben J, Brunner HR, Ryan TJ.
manifestasi mayor yang berupa artritis dan 2 Angiotensin converting enzyme inhibition in patients
manifestasi minor yaitu CRP (+) dan LED with congestive heart failure. Circulation. 1978; 3(4)
meningkat, serta didiukung oleh adanya bukti 159-62.
16. Benowitz L. Basic and clinical farmacology. Edisi ke-3.
infeksi streptococcus dengan ditemukannya hasil
Jakarta: Salemba Medika; 2002.
ASTO (+) serta bukti adanya kerusakan katup 17. Mishra S. Consensus guidelines on pediatric acute
jantung dari pemeriksaan echocardiography. rheumatic fever and rheumatic heart disease [Internet].
Pengobatan yang telah diberikan pada pasien ini Indian Pediatrics. 2008; 45(1):565-70.
18. Shreepal J, Balu V. Digoxin in management of heart
menunjukan respon yang baik setelah dilakukan
failure in children: should it be continued or relegated to
evaluasi selama perawatan. the history books?. Ann Pediatr Cardiol. 2009; 2(2): 149–
52.
Daftar Pustaka 19. Das RR, Arora K. Management of paediatric emergency:
1. Nishimura RA, Bonow RO, Carabello BA, Chattarjee K, de current evidence of cohcrane/ systematic review. Indian
Leon AC, Erwin JP, et al. Guidelines for the management Journal of Emergency Pediatric. 2011; 3(3):119-23.
of patients with valvular heart disease. Circulation. 20. Anderson KK, Kannel, WB. Survival after the onset of
2014; 129: 2444-76 congestive heart failure in framingham heart study
2. Hsu DT, Gail DP. Heart failure in children: part i: history, subjects. Ciculation. 1993; 88(1):107-15.
etiology, and pathophysiology. Circulation. 2013; 2:64- 21. Thomas, CK. Pediatric rheumatic heart
73. disease treatment & management. USA: Stanford edu;
3. Corwin, E. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi ke-8. Jakarta: 2012.
EGC; 2005. 22. Wilson N. The revised jones criteria: what should they
4. Siregar A. Demam rematik dan penyakit jantung rematik say? (the next revision). New Zeland: Auckland city
permasalahan indonesia [disertasi]. Medan: Universitas hospital; 1992.
Sumatera Utara; 2008. 23. Brunner L, Suddarth. Textbook of medical-surgical
5. Yancy CW, Jessup M. ACCF/AHA Guideline for the nursing. New York: Lipincott Williams & Wilkins; 2008.
management of heart failure: a report of the american 24. Cole RT, Kalogeropoulos AP. Hydralazine and isosorbid
college of cardiology foundation/american heart dinitrate in heart failure: historical perspective,
association task force on practice guideline. Circulation. mechanisms, and future directions. Circulation. 2011;
2013; 128:e246-e293. 2415-22.
6. Morgan WC, Hodge HL. Diagnostic evaluation of 25. May CW, Diaz MN. The role of digoxin in the treatment
dyspnea. Am Fam Physician. 1998; 57(4):711-6. of heart failure. Circulation. 2008; 1:206-7.
7. Falk, R. Approach to pediatric dyspneu [Internet]. USA:
American Family Physician; 2012 [disitasi 2014 Jul 17].
Tersedia dari:
http://learnpediatrics.com/files/2011/01/SOB-EF-M.pdf
8. Kumala YD. Hubungan antara riwayat hipertensi dengan
angka mortalitas gagal jantung akut selama perawatan
di lima rumah sakit di Indonesia pada tahun 2005-2006
[disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.
9. Michael, AG. Prevention of rheumatic fever and
diagnosis and treatment of acute streptococcal
pharyngitis. Circulation. 2009; 119:1541-51
10. Daphne TH, Gail DP. Heart failure in children: part ii:
diagnosis, traetment, and future direction. Circulation.
2013; 2:490-6
11. Felker GM, O’Connor CM, Barunwald E. Loop diuretics in
acute decompensated heart failure: necessary? evil? a
necessary evil ?. Circulation. 2009; 2:56-62
12. Amstrong C. Guideline on prevention of rheumatic fever
and diagnosis and treatment of acut streptococcal
pharyngitis. Am Fam Physician. 2010; 81(3):346-59.
13. National Heart Foundation of Australia. Diagnosis and
management of acute rheumatic fever and rheumatic
heart disease in Australia — an evidence-based review

J Agromed Unila | Volume 1 Nomor 2 | September 2014 | 125

You might also like