You are on page 1of 10

5th ACE Conference.

28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

DINDING PENAHAN TANAH SEGMENTAL


Deni Irda Mazni1,2, Abdul Hakam3, Jafril Tanjung4, Yossyafra5, Febrin
Anas Ismail6

1
Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas,
Padang.
2
Prodi Teknik Sipil, Universitas Dharma Andalas, Padang
Email: denirdamazni@gmail.com
3
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.
Email: abdulhakam2008@gmail.com
4
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.
Email: jafriltanjung@eng.unand.ac.id
5
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.
Email: yossyafra@eng.unand.ac.id
6
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.
Email: febrin@eng.unand.ac.id

ABSTRACT
Retaining walls are contructed to stabilize the soil on vertical or near-vertical slope, for
example natural or artificial slope, slope soil beside the road and bridges, in the basement
wall, the tunnel, and along the river. Retaining wall is one of the ways to reinforce soil in
civil construction works. A construction of a retaining wall is stable to retain lateral soil
pressure and soil below thte base slab. In addition, it can restrain the loads on it,
earthquake loads, or other vibration loads such as the engine load. A safety retaining wall
should be safety against sliding, overturning, and bearing capacity failures of the soil.
Various types of retaining walls, include gravity type, cantilever, counterfort, gabion,
reinforcement segmental retaining wall, and others. The method of construction of
retaining walls is constructed at the location (in-situ construction) or pre-cast retaining
walls. During this time, to construct a gabion is known by assembling wire boxes that are
filled by rock and stones on the location of work (in-situ). This article describes an
alternative retaining wall with a precast-segmental form. It is believed that the load
distribution pattern is slightly different, but the stability to retain lateral load is same as
conventional form. The advantages of segmental pre-cast of construction is relatively easy
to construct, without disrupting activities around the slopes.

Keywords : : lateral earth pressure, retaining walls, segmental precast retaining wall

ABSTRAK
Dinding penahan tanah atau Retaining Wall dibuat untuk menstabilkan tanah dalam suatu
kondisi, contohnya tanah lereng alam ataupun lereng buatan, tanah urugan di bawah jalan
dan jembatan, tanah pada dinding basement, tanah pada terowongan, dan tanah di
sepanjang sungai yang dalam. Dinding penahan tanah berfungsi untuk perkuatan tanah
dalam konstruksi sipil. Suatu konstruksi dinding penahan tanah yang dibuat harus bisa
menahan tekanan tanah lateral yang berada dibelakang dinding tersebut. Selain itu, bisa
menahan beban yang berada di atasnya, beban gempa, ataupun beban getaran lainnya
seperti beban mesin yang bekerja. Dinding penahan tanah yang aman adalah ketika

56
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

dinding tersebut aman terhadap geser, guling, dan daya dukung tanah. Dalam penulisan
ini bertujuan untuk menelaah informasi tentang bentuk dinding penahan tanah yang lebih
praktis dan tentunya memenuhi syarat aman untuk stabilitas geser, guling, serta daya
dukung tanah. Analisis keuntungan dari jenis konstruksi ini dimungkinkan pelaksanaan
pekerjaan yang relative cepat, tanpa mengganggu aktifitas sekitar lereng, dengan
kemampuan menahan beban lateral yang relative sama dengan bentuk konvensional.

Kata Kunci : tekanan tanah lateral, dinding penahan tanah, dinding penahan tanah
segmental

1. PENDAHULUAN

Beberapa kawasan terbangun di perkotaan ataupun kawasan terbangun lainnya di


Indonesia berada pada daerah berbukit atau dengan topografi bergelombang dan relative
dengan kemiringan tinggi. Agar memperoleh zona datar dan aman untuk dibangun,
maka pada pembangunan di kawasan dengan kemiringan tersebut diadakan perbaikan
tanah, membuat terasering, dinding penahan tanah, dan lain-lain. Upaya tersebut
merupakan usaha untuk menstabilkan, agar tanah aman digunakan. Penggunaan
konstruksi dinding penahan tanah atau Retaining Wall banyak digunakan untuk
menstabilkan tanah pada suatu kondisi, seperti tanah lereng alam ataupun lereng buatan,
tanah urugan di bawah jalan dan jembatan, tanah pada dinding basement, tanah pada
terowongan, dan tanah di sepanjang sungai yang dalam. Sehingga bisa dikatakan bahwa
dinding penahan tanah atau Retaining Wall adalah salah cara untuk memperkuat tanah
di dalam pekerjaan konstruksi sipil.

Dikatakan bahwa Dinding penahan tanah suatu konstruksi yang bisa menahan dua jenis
elevasi tanah yang berbeda ketinggiannya dari keruntuhan. Disain dinding penahan
tanah harus cukup stabil, kuat, aman, dan dapat menahan gaya lateral yang bekerja pada
dinding penahan tanah tersebut serta memungkinkan dalam pengerjaan konstruksinya
(Ramdhani, 2016). Dinding penahan tanah didisain bisa menahan beban yang ada di
sekitarnya, seperti beban bangunan yang berada di atasnya, beban gempa, beban mesin
yang menghasilkan getaran, dan lain-lain. Suatu dinding penahan tanah bisa tetap
berfungsi dan stabil, tergantung dari berat dinding penahan tanah tersebut dan berat
tanah yang berada di atas pelat pondasi. Selama ini pembangunan dinding penahan
tanah ini dibangun secara konvensional, dimana pembangunannya hanya mengandalkan
penggunaan material batu dengan dimensi yang besar dan jumlah yang masif.
Pembangunan dinding penahan tanah dengan material batu besar dan jumlah yang
masif, memiliki beberapa keterbatasan.

Tulisan ini mencoba mendeskripsikan berbagai teoritikal model yang telah ditulis oleh
banyak peneliti, bentuk dinding penahan tanah, analisa dan model pembebanan banyak
dibahas. Beberapa mekanisme dinding penahan tanah dari penelitian tahun 2011 sampai
tahun 2018 direview dalam tulisan ini. Model dan konstruksi dinding penahan tanah
segmental masih menjadi perbincangan dan penelitian oleh banyak peneliti. Peluang
untuk membahas model dinding penahan tanah dan model pembebanannya terbuka luas
untuk dibahas dan menjadi topik penelitian.

57
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

2. DINDING PENAHAN TANAH

Ada 2 metoda pelaksanaan konstruksi dinding penahan tanah, yang pertama secara
konvensional yang di cetak di tempat (in situ) dan segmental precast (dicetak di pabrik
dan dibagi per segment). Kedua metoda ini sama-sama menahan gaya lateral yang
bekerja pada dinding penahan tanah. Berbagai metoda penanganan longsor mengalami
perkembangan dan kemajuan contohnya penanganan longsoran menggunakan bronjong,
segmental blok, geotextile dan metode lainnya. Berbagai macam metode konstruksi ini
dikarenakan bermacam hal, seperti terbatasnya biaya sehingga menggunakan bronjong,
karena tanah pasir lebih cocok menggunakan retaining wall atau sebaliknya tanah lanau
yang keras cocok menggunakan segmental blok. Ini diakibatkan supaya penanganannya
cepat dan tepat serta keinginan memberi pelayanan yang baik bagi pengguna jalan
sesuai dengan fungsinya antara lain dapat berjalan dengan cepat, tepat waktu, efesien
dan ekonomis. ―Oleh karena itu, didalam perencanaan menangani longsoran dengan
metode apapun dituntut harus memenuhi syarat-syarat teknis menurut fungsi yang tepat
guna, volume yang sesuai, serta sifat-sifat kondisi jalan raya‖ (Purwanto, 2012).

Hingga pada perkembangannya, diinisiasi metode konstruksi lain. Tipe-tipe struktur


dinding penahan tanah menurut John P. Nielsen, adalah Cantilevered Retaining Wall,
Masonry/Concrete Wall, Counterfort Retaining Walls, Buttress Retaining Wall, Gravity
Retaining Wall, Gabion or Crib Wall, Wood Retaining Walls, Tilt-up Concrete
Retaining Wall, Segmental Retaining Walls (SRWs), Bridge Abutments, Sheet Pile and
Bulkhead Walls, Restrained Retaining Wall, Anchored (tieback) walls (Nielsen, 2013).

Keuntungan konstruksi dinding penahan tanah segmental adalah (Moch. Sholeh, 2017),
biaya konstruksi lebih murah, lebih awet dalam pemakaian karena dibuat tanpa
tulangan, konstruksi yang lolos air yang mengakibatkan kurangnya tekanan air
dibelakang dinding, lebih fleksibel karena bisa mengikuti kontur tanah, dan ketika
terjadi penurunan yang tidak seragam maka tidak akan merusak konstruksi secara
umum. Secara umum dinding penahan tanah dibuat di lokasi lereng yang diperbaiki
(on site) dan monolit. Selain itu ada juga disain struktur dinding penahan tanah yang
dibagi persegmen seperti struktur bronjong dan reinforcement segmental retaining wall.
Namun dalam meneliti faktor keamanan terhadap geser, guling, dan daya dukung,
struktur retaining wall bronjong dan segmental tersebut dianggap seperti struktur
monolit (Baran Toprak (2016), Mahyuddin Ramli (2013)). Purwanto mengatakan
pelaksanaan konstruksi segmental blok lebih cepat dan anggaran biaya yang lebih
ekonomis dibandingkan dengan konsgtruksi Retaining Wall yang cetak in-situ
(Purwanto, 2012).

Menurut Braja M.Das (Eighth Edition,2014), Dinding Penahan Tanah dibagi dalam dua
kelompok, yaitu: Dinding Penahan Tanah konfensional (Conventional Retaining Wall)
dan Dinding Penahan Tanah yang distabilkan dengan cara mekanik (Mechanically
stabilized Earth Walls). Dalam mendisain dinding penahan tanah yang konvensional ada
2 tahap yang harus diperhatikan yaitu: pertama, mengetahui semua gaya-gaya lateral
yang bekerja pada dinding penahan tanah tersebut untuk mengetahui kestabilan dinding
penahan tanah tersebut terhadap kestabilan geser, kestabilan guling, dan kestabilan daya
dukung tanah. Tahap kedua adalah mengecek kekuatan dinding penahan tanah dan

58
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

menentukan perkuatan baja (steel reinforcement). Selain itu perlu juga ditinjau atau
mengetahui sifat-sifat property tanah seperti berat volume, sudut geser tanah, dan
kohesi. Tipe dinding penahan tanah (DPT) yang termuat dalam peraturan SNI
Persyaratan Perancangan Geoteknik (2017) adalah (Gambar 1 dan Gambar 2):
1. DPT Gravitasi
2. DPT Semi Gravitasi
3. DPT Kantilever
4. DPT Kantilever dengan pengaku, terbagi 2 yaitu dengan pengaku di muka
dinding vertikal (Buttress) dan pengaku dibelakang dinding vertikal
(Counterfort).
5. DPT Khusus, terbagi 2 yaitu dengan dinding krib (Crib Wall) dan bronjong
(Gabion)

Pada DPT Gravitasi, konstruksi ini mengandalkan berat sendiri untuk menjaga
kestabilannya yang terbuat dari pasangan batu kali atau beton tanpa tulangan.
Kekurangan DPT Gravitasi ini adalah tidak ekonomis untuk menahan tanah yang tinggi.
DPT Semi Gravitasi merupakan DPT Gravitasi yang diberikan sejumlah kecil tulangan
sehingga ukuran atau dimensi DPT bisa lebih kecil dibandingkan DPT Gravitasi. Untuk
tipe DPT Kantilever, konstruksi terbuat dari beton bertulang dan selain berat sendiri
konstruksi juga mengandalkan massa tanah di atas base slab untuk stabilitas DPT nya.
DPT Kantilever dengan pengaku (buttress/counterfort), dapat didisain lebih tipis
dimensinya dibandingkan dengan DPT kantilever biasa serta dapat menahan untuk
tanah yang lebih tinggi levelnya. Stem dinding penahan tanah diperkuat dengan rib-rib
beton yang diatur jaraknya antara rib satu dengan rib lainnya. Terakhir adalah DPT
Khusus, yaitu jenis Dinding Krib (Crib Wall) yang terbuat dari susunan beton pracetak
dengan dimensi tipikal 2m panjang dan lebar 1,5 m - 2 m. Di dalam Dinding Krib diisi
dengan batu pecah atau kerikil ataupun material berbutir lainnya. Biasanya Dinding
Krib dibangun dengan ketinggian 2m sampai dengan 7m. DPT khusus lainnya ialah
Gabion atau Bronjong dimana dimensinya hampir sama dengan tipe gravitasi (lebar
dasar 0,5H – 0,7H). Gabion berasal dari kata italia yang berarti sangkar besar yang
dibuat dari anyaman kawat baja (ada juga yang dilapisi pvc untuk menghindari korosi)
yang diisi dengan batu bongkah (boulder).

Dinding penahan tanah yang aman, stabil terhadap guling, geser, dan daya dukung
tanah. Serta memenuhi faktor keamanan yang diizinkan, seperti faktor aman terhadap
guling, minimum 2; terhadap geser, minimum 1,5; terhadap daya dukung, minimum 3;
terhadap stabilitas global, minimum 1,5; dan terhadap gempa, minimum 1,1. Hal lain
yang juga harus diperhatikan ketika membangun dinding penahan tanah yaitu:
memperhatikan kondisi tanah sekitar apakah berpotensi terhadap gelincir dan meneliti
ada atau tidaknya lapisan tanah lunak di bawah lapisan yang langsung mendukung
dinding penahan tanah tersebut. Lapisan tanah lunak tersebut bisa menyebabkan
penurunan konstruksi dalam jangka panjang.

Dinding penahan tanah yang tertanam di dalam tanah disebut dengan Embedded Walls,
dintaranya, dinding sheetpile beton (corrugated dan flat), dinding sheetpile baja, dinding
soldier pile, dinding secant pile, dinding contiguous bored pile, dan dinding diafragma.
Konstruksi embedded walls bisa seperti kantilever dan ditopang dengan beberapa

59
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

alternative, diantaranya angkur tanah; strutting baja; lantai besmen terpilih; berm
sementara (Gambar 3).

Selain uraian di atas, juga dikenal dinding Mechanically Stabilized Earth (MSE) yang
memakai perkuatan baja atau geosintetik (Gambar 4) dan biasa dipakai pada abutmen
jembatan, menstabilkan lereng yang hampir tegak lurus, dinding di bawah jalan raya,
dan lain-lain.

Gambar 1. Tipe dinding penahan tanah dan dimensinya

Gambar 2. Tipe dinding krib dan bronjong

60
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

Gambar 3. Model sistem penunjang pada embedded walls

Gambar 4. Dinding MSE dengan perkuatan

Pada dinding MSE ini dipakai penutup muka dengan berbagai tipe, yaitu:

1. Panel beton pracetak segmental


2. Unit dinding blok modular cetak kering
3. Penutup muka dari logam
4. Beronjong
5. Penutup muka geosintetik

3. TEKANAN TANAH LATERAL

Salah satu teori tekanan tanah lateral ialah teori Rankine yaitu kondisi tanah dalam
keadaan isotropis, homogen dan permukaan dinding penahan tanah yang licin (vertikal)

61
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

dengan tanah serta permukaan horizontal. Perkuatan tanah hanya dalam arah horisontal
(Hardiyatmo, 2011). Ada 3 kondisi tekanan tanah lateral, yaitu (a) pada saat diam, (b)
saat kondisi tanah aktif mendorong dinding penahan tanah atau berpotensi untuk
mengurangi keseimbangan dinding penahan tanah, dan (c) saat kondisi pasif menahan
dinding penahan tanah (Gambar 5).

Gambar 5. Tekanan tanah lateral pada dinding penahan tanah (a) pada saat diam, (b)
kondisi tanah aktif, dan (c) kondisi pasif.

Untuk tanah tak berkohesi dan sudut geser tanah φ koefisien tekanan tanah aktif ialah:

 
K a  tan 2  45   (1)
 2

Tekanan tanah lateral ialah: pa = zγKa (2)

Tekanan aktif total Pa = ½H2γKa (3)

Gambar 6. Tekanan tanah aktif (Rankine) pada dinding penahan tanah monolit

4. PENELITIAN TERDAHULU DAN PERBANDINGANNYA

Abdul Hakam dalam tulisannya tentang Studi Stabilitas Dinding Penahan Tanah
Kantilever Pada Ruas Jalan Silaing Padang Bukittinggi 64+500 meneliti tentang

62
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

kegagalan DPT tipe kantilever yang mengalami guling akibat beban gempa serta
meneliti FS dinding penahan tanah jenis kantilever yang ada terhadap nguling, geser,
dan daya dukung tanah. Hasil menyatakan bahwa nilai FS terhadap 3 faktor tersebut
dibawah nilai FS yang disyaratkan sehingga untuk menaikkan nilai FS nya maka
dimensi diperbesar. Sehingga didapatlah nilai FS lebih besar dan memenuhi syarat
keamanan dengan dimensi baru yang diperbesar (Abdul Hakam, 2011). Di tahun yang
sama Hendra Setiawan membandingkan dinding penahan tanah tipe kantilever dan
gravitasi dengan variasi ketinggian lereng dari tinggi lereng 1 m sampai 6 m. Lereng
yang di tinjau adalah lereng yang berada di lokasi BTN Teluk Palu dimana jenis tanah
adalah tanah pasir dan bergradasi buruk. Umumnya tipe kantilever lebih sering
digunakan pada lereng dengan ketinggian lebih dari 6 m sedangkan gravitasi lebih
banyak dipakai pada lereng di bawah ketinggian 6 m. Menghitung tekanan tanah lateral
dengan memakai metoda Rankine. Hasil penelitian menunjukan angka kemanan tipe
kantilever lebih tinggi dibandingkan dengan tipe gravitasi (Setiawan, 2011).

Tahun 2011 Jiang Yang dkk meneliti tentang perilaku regangan dan tegangan gabion
terhadap deformasi dan kekuatan gabion dengan memberikan pengujian tekanan
(compression test) dan uji geser langsung (direct shear). Kekuatan gabion berasal dari
gabungan perilaku kawat baja dan bahan pengisi gabion. Gabion bukanlah struktur yang
elastis. Keelastisan gabion hanya didapat di awal pembebanan. Gabion masih memiliki
kekuatan sisa meskipun struktur gabion sudah gagal (Jiang Yang, 2011). Tahun 2014,
Mey Malasari menganalisis kestabilan lereng dengan konstruksi Bronjong (studi kasus
di Sungai Gajah Putih, Surakarta). Pemilihan bronjong di penelitian ini karena bronjong
mampu menahan gerakan vertikal dan gerakan horisontal. Bronjong mampu meloloskan
air dan dapat menahan pergerakan tanah yang berada dibelakang dinding bronjong.
Penelitian ini meneliti stabilitas lereng sebelum dan sesudah pemasangan dinding
bronjong. Konstruksi bronjong di buat dengan 4 variasi serta anlisa kestabilan lereng
dengan memakai rumus Bishop yang disederhanakan. Variasi yang paling tepat dan
memberikan nilai FS yang paling tinggi adalah variasi ke 3 yaitu dua bronjong disusun
ke arah samping dan ditambah posisi satu bronjong di atas menahan lereng. Nilai FS
stabilitas lereng akan semakin kecil ketika semakin tinggi muka air tanah dan semakin
besar beban hidup yang bekerja pada lereng (Mey Malasari Murri, 2014).

Menguji perilaku mekanik gabion di laboratorium dengan memberikan beban kompresi


axial telah diteliti oleh Mohamad Z. Al Helo dkk. Percobaan dilakukan terhadap 18
sampel dengan ukuran gabion 20x20x20 cm. Terdapat juga variasi dengan mengubah
diameter batang baja gabion dan ukuran agregat pengisi gabion. Hasil percobaan
memperlihatkan bahwa semakin kecil ukuran agregat maka semakin meningkat
kekuatan ultimate dan modulus elastisitas bronjong. Semakin besar diameter batang
baja maka kekuatan bronjong juga semakin meningkat. Perilaku bronjong juga sangat
sensitif terhadap mutu atau kualitas manufakturing (Mohamad Z. Al Helo, 2016). Baran
Toprak dalam artikelnya Gabion Walls and Their Use menceritakan tentang pengertian
gabion, jenis-jenis gabion, kegunaan gabion dalam mengatasi kelongsoran, dan
keuntungan pemakaian gabion. Gabion berasal dari kata italia yang berarti sangkar
besar (big cage) dan dapat didisain kaku, semi kaku, flexible, dimana tergantung area
konstruksi, kondisi muka air tanah, tujuan pembuatan, dan biaya. Gabion lebih disukai

63
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

karena murah, lebih estetika dalam tampilan, ramah lingkungan, dan kawat baja yang
bisa bertahan 30-100 tahun tanpa adanya deformasi (Baran Toprak, 2016).

Yudi Purwanto mencoba meneliti perbandingan penanganan longsoran dengan memakai


Retaining Wall dan Segmental Blok dilihat dari efektifitas waktu dan biaya pada ruas
jalan Sangatta-Simpang Perdau. Penanganan longsoran juga tergantung berbagai macam
kondisi seperti keterbatasan biaya sehingga bronjong lebih cocok, karena tanah pasir
maka menggunakan retaining wall atau karena tanah lanau yang keras sehingga
menggunakan blok precast yang dibagi per segmen. Ini dikarenakan supaya
penanganannya cepat, tepat dan keinginan memberi pelayanan yang baik bagi pengguna
jalan sesuai dengan fungsinya antara lain dapat berjalan dengan cepat, tepat waktu,
efesien dan ekonomis. Dinding penahan tanah jenis segmental blok lebih cepat
pembuatan konstruksinya dibandingkan dinding Retaining wall dan juga lebih murah
dari segi biaya (Purwanto, 2012).

5. KESIMPULAN

Ada banyak jenis dinding penahan tanah, yang sudah diaplikasikan dalam dunia
konstruksi. Pembahasan detail dan analisis terus berkembang, diantaranya adalah dalam
analisis model gaya lateral dan ikatan antar panel atau segmental dinding. Analisis
keuntungan yang memungkinkan adalah pelaksanaan pekerjaan yang relatif cepat, tanpa
mengganggu aktifitas sekitar lereng dengan kemampuan menahan beban lateral yang
relatif sama dengan bentuk konvensional dan masih dapat mengalirkan rembesan air
sebagai antisipasi kegagalan fungsi struktur.

6. DAFTAR PUSTAKA

Abdul hakam, P. M. 2011. Studi stabilitas dinding penahan tanah kantilever pada ruas
jalan silaing padang - bukittinggi km 64+500. Jurnal rekayasa sipil, teknik sipil
universitas andalas, 7.
Baran toprak, o. S., ilker kalkan 2016. Gabion walls and their use. International journal
of advances in mechanical and civil engineering, ISSN: 2394-2827, volume-3,
issue-4.
Jiang yang, w. X. 2011. Stress-strain behavior of gabion in compression test and direct
shear test. Icte 2011 © asce 2011.
Mahyuddin ramli, t. J. R. K., eethar thanon dawood 2013. The stability of gabion walls
for earth retaining structures. Alexandria engineering journal 52, 705–710.
Mey malasari murri n. S. S. sholihin as‘ad 2014. Analisis stabilitas lereng dengan
pemasangan bronjong (studi kasus di sungai gajah putih, surakarta). E-jurnal
matriks teknik sipil vol. 2 no. 1, 162-169.
Moch. Sholeh, y. 2017. Penggunaan blok beton segmental sebagai dinding penahan
tanah yang diperkuat geosintetik. Prokons jurnal teknik sip, 10, 120–126.
Mohamad z. Al helo, m. S. A.-m., hesham h. Abu-assi, mohammed j. Hammouda, islam
t. J 2016. Experimental study of structural behavior of mesh-box gabion.

64
5th ACE Conference. 28 November 2018, Padang, Sumatra Barat

Graduation project for the degree of b.sc. In civil engineering, university of


palestine, gaza, palestine
Nielsen, j. P. 2013. A design guide for earth retaining structures. Basic of retaining wall
design, hbapublications, 10.
Purwanto, y. 2012. Perbandingan penanganan longsoran dengan metode retaining wall
dan segmental blok ditinjau dari efektifitas waktu dan biaya pada ruas jalan
sangata-simpang perdau. Kurva s teknik sipil dan arsitektur,
http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/tek/article/view/519 1. Nomor 1
Setiawan, h. 2011. Perbandingan penggunaan dinding penahan tanah tipe kantilever dan
gravitasi dengan variasi ketinggina lereng. Infrastruktur, 1(2), 88-95.
Dinding penahan tanah crib wall,
https://web.mst.edu/~rogersda/umrcourses/ge441/online_lectures/retention_struc
tures/GE441-Lecture6-2.pdf

65

You might also like