You are on page 1of 11

Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No.

2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

Pengujian Berbagai Jenis Bahan Aktif Terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (JAP)
(Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.)) di Areal Tanpa Olah Tanah (TOT)

Testing of Various Types of Active Ingredients Against White Root Disease (WRD)
(Rigidoporus microporus (Swartz: Fr)) Without Tillage Area (WTA)

Lydia Manurung, Lahmuddin Lubis*, Marheni, Cici Indriani Dalimunthe

Program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan 20155


Balai Penelitian Sungei Putih, Galang, Deli Serdang 20014
*Corresponding author: lahmuddin@usu.ac.id

ABSTRACT

The objective of the research was to test of various types of active ingredient to White Root Disease
(WRD) (Rigidoporus microporus (Swartz: Fr)) Without Tillage Area (WTA). This research was
conducted in the experimental garden of Sungei Putih, Deli Serdang with a height of ± 80 m asl
from March 2014 until June 2014. The method used was Randomized Blok Design non factorial in
3 replications. The factor was used active ingredients the pathogens aktif (triadimefon,
Trichoderma sp, endophytic bacteria, bangun-bangun leaf extract, liquid smoke and water.
Parameters observed were attack intensity, stem diameter and plant height. The results showed that
different types of active ingredients very significant effect on the attack intensity and plant height
but significant effect in stem diameter. The best result to suppress the intensity of the
A (triadimefon) of 0% and C (endophytic bacteria) of 1.67%. The best result to increase in the
diameter and plant height on B (Trichoderma sp) of 57.05% and 72.14%.
Key words: active ingredients, Rigidoporus microporus, rubber, without tillage area

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji berbagai jenis bahan aktif terhadap penyakit Jamur Akar
Putih (JAP) (Rigidoporus microporus (Swartz: Fr.)) di areal Tanpa Olah Tanah (TOT). Penelitian
ini dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Deli Serdang yang berada pada
ketinggian ± 80 m dpl dari bulan Maret 2014 sampai Juni 2014. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok non faktorial dalam 3 ulangan. Faktor yang digunakan yaitu bahan
aktif (triadimefon, Trichoderma sp, bakteri endofitik, ekstrak daun bangun-bangun, asap cair dan
air. Parameter yang diamati adalah intensitas serangan, diameter batang dan tinggi tanaman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berbagai jenis bahan aktif berpengaruh sangat nyata terhadap
intensitas serangan dan tinggi tanaman tetapi berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Hasil
terbaik untuk menekan intensitas serangan Rigidoporus microporus terdapat pada A (triadimefon)
sebesar 0% dan C (bakteri endofitik) sebesar 1,67%. Hasil terbaik untuk diameter batang dan tinggi
tanaman terdapat pada B (Trichoderma sp) sebesar 57,05% dan 72,14%.
Kata kunci: bahan aktif, Rigidoporus microporus, karet, tanpa olah tanah

PENDAHULUAN keanekaragaman hayati (Muharni &


Widjajanti, 2011). Karet merupakan
Karet alam merupakan komoditas kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia
ekspor yang sangat penting sebagai sumber sehari-hari. Hal ini terkait dengan mobilitas
devisa negara dan sumber penghidupan manusia dan keperluan barang-barang yang
sebagian penduduk Indonesia. Secara ekologi yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan,
tanaman karet mendukung pelestarian conveyorbat, dock pender, sepatu dan sandal
lingkungan hidup, sumber daya alam dan karet (Widiyanti, 2013).
168
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

Saat ini luas perkebunan karet di mempunyai makanan yang cukup. JAP dapat
Indonesia sekitar 3,6 juta hektar yang meliputi menular dengan perantaraan rizomorf
80% perkebunan rakyat serta 20% perkebunan (Semangun, 2008).
negara atau swasta. Perkebunan karet Fungisida berbahan aktif triadimefon
Indonesia terluas di pulau Sumatera yaitu yaitu bahan kimia yang memiliki potensi efek
sebesar 70%, diikuti Kalimatan 20%, Jawa toksik kumulatif yang rendah terhadap
5% dan lain-lainnya 5%. Sementara, luas tanaman tetapi memiliki efek toksik yang
perkebunan karet di Sumatera Utara pada cukup tinggi terhadap manusia sehingga
tahun 2008 mencapai 462.036 ha, 2009 berpengaruh pada kesehatan manusia.
mencapai 461.148 ha, 2010 mencapai 463.394 Triadimefon termasuk dalam kelompok
ha, 2011 mencapai 465.327 ha dan 2012 pestisida yang disebut triazoles. Fungisida
mencapai 470.202 ha (Dirjenbun, 2012). triazole memiliki unsur senyawa 1,2,4 –
Namun demikian produktivitas karet di triazole. Triadimenol merupakan metabolit
Indonesia tergolong relatif rendah. dari triadimefon yang bersifat toleran pada
Perkebunan negara produktivitasnya 1260 kg tanaman (Edwards, 2006).
per hektar per tahun, perkebunan swasta 1050 Bahan aktif triadimefon dan
per kg per tahun dan perkebunan rakyat hanya triadimenol merupakan dua jenis fungisida
590 kg per hektar per tahun yang pertama kali dianjurkan untuk
(Nurhayati et al., 2010). mengendalikan JAP dengan metode
Penyakit pada tanaman karet penyiraman. Hasil pengujian pada tanaman
seringkali menimbulkan kerugian besar bagi karet umur dua tahun setelah 2 bulan
petani. Namun yang paling penting adalah perlakuan menunjukkan bahwa daya efikasi
penyakit jamur akar putih, kekeringan alur triadimefon 10 ml terhadap seranggan JAP
sadap, penyakit gugur daun, jamur akar (R. lignosus) pada tanaman karet sebesar
merah, jamur upas, mouldy rot dan nekrosis 100% (Sinulingga et al., 1991).
kulit. Sebagian besar penyakit disebabkan Spesies Trichoderma disamping
oleh jamur (Balai Penelitian Tanah, 2008). sebagai organisme pengurai, dapat pula
Penyakit akar putih disebabkan oleh berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator
jamur R. microporus (R. lignosus). Penyakit pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies
ini mengakibatkan kerusakan pada akar Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia
tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat hayati seperti T. Harzianum, T. Viridae, dan
kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke T. Konigii yang berspektrum luas pada
dalam. Kemudian daun gugur dan ujung berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur
ranting menjadi mati. Ada kalanya terbentuk Trichoderma diberikan ke areal pertanaman
daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. dan berlaku sebagai kompos yang bermutu
Pada perakaran tanaman sakit tampak (Herlina & Dewi, 2009).
benang‐benang jamur berwarna putih dan Penelitian di Rubber Research
agak tebal (rizomorf) (Anwar, 2001). Institute of Nigeria (RRIN) tentang
Luas serangan penyakit JAP di pengendalian R. microporus menggunakan
Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 hingga tiga jamur antagonis yaitu Trichoderma sp,
2011 cenderung meningkat. Pada tahun Penicillium dan Aspergillus menunjukkan
2009 luas serangan JAP 12.535,06 ha, tahun bahwa Trichoderma sp paling efektif
2010 luas serangan JAP meningkat menjadi menghambat R. microporus dengan
26.539,47 ha dan tahun 2011 luas penghambatan 81,85%, diikuti oleh
serangan menjadi 16.251,49 ha Penicillium (65,27%), sedangkan Aspergillus
(Muklasin & Matondang, 2010). tidak mempunyai daya hambat
JAP terutama menular karena adanya (Berlian et al., 2013).
kontak antara akar tanaman sehat dengan akar Bakteri endofit merupakan bakteri
tanaman sakit, atau dengan kayu-kayu yang yang hidup di dalam jaringan tanaman tanpa
mengandung JAP. Agar dapat mengadakan merugikan bahkan memberikan banyak
infeksi pada akar yang sehat, jamur harus manfaat bagi tanaman inangnya. Bakteri
169
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

endofit melakukan kolonisasi pada relung Timbulnya penyakit R. microporus


ekologi yang sama dengan patogen tanaman. erat hubungannya dengan kebersihan lahan.
Bakteri endofit menimbulkan banyak Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu dan
pengaruh menguntungkan terhadap tanaman semak yang tertinggal dalam tanah merupakan
inangnya, antara lain menstimulasi substrat R. microporus. Potensi R. microporus
pertumbuhan tanaman, memfiksasi nitrogen sangat ditentukan oleh banyaknya tunggul
dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap dilahan yang bersangkutan (Pawirosoemardjo,
patogen tanaman (Marwan et al., 2011). 2004).
Genus Coleus pertama kali dijelaskan Pengolahan tanah pada areal tanaman
oleh De Loureiro pada tahun 1970. Tanaman karet tidak dapat menghindari tanaman karet
obat ini memiliki sifat kuratif karena adanya dari serangan JAP. Hal tersebut hanya
berbagai zat kimia yang kompleks dari sifat memperlambat serangan JAP pada tanaman
kimia yang berbeda, yang ditemukan sebagai karet. Oleh karena itu, permasalahan
metabolit sekunder tanaman dalam satu atau mengenai JAP perlu dilakukan penelitian
lebih bagian dari tanaman ini. Ekstraksi daun dengan penggunaan berbagai jenis bahan aktif
tanaman coleus digunakan untuk senyawa terhadap penyakit JAP (R. microporus
aktif antimikroba (Malathi et al., 2011). (Swartz: Fr.)) di areal TOT. Sebagai langkah
Hasil penelitian Mardisiswojo dan awal pengendalian penyakit JAP
Rojakmangunsudarso (1985) dan Valera et al., (R. microporus (Swartz: Fr.)) di areal TOT
(2003) melaporkan bahwa tanaman bangun- dan diharapkan diketahui bahan aktif yang
bangun mengandung minyak atsiri 0,043% dapat dikembangkan sebagai pengendali
yang berfungsi dapat melawan infeksi cacing, penyakit JAP pada tanaman karet di areal
antibakteri, antijamur. Kandungan senyawa TOT.
lain pada daun bangun-bangun adalah
flavonol yang dapat menghambat perdarahan BAHAN DAN METODE
dan saponin yang bekerja sebagai antimikroba
(Sajimin et al., 2011). Penelitian dilaksanakan di Kebun
Asap cair merupakan cairan berwarna Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Deli
coklat yang dihasilkan dari proses pirolisis Serdang, dengan ketinggian tempat
dengan derajat keasaman (pH) sekitar 2,5. ±80 m dpl. Penelitian dilaksanakan mulai
Efek antibakteri dan antijamur pada asap cair bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014.
disebabkan adanya senyawa fenol dan Bahan yang digunakan adalah tanaman karet
rendahnya pH asap cair yang menyebabkan klon PB 260 pada TBM 1 yang berumur
lisis dan terganggunya permeabilitas dinding 4 bulan, berbagai jenis bahan aktif seperti
sel sehingga menghambat metabolisme dan triadimefon 10ml/liter air/tanaman,
pertumbuhan mikroba (Vachlepi & Solichin, Trichoderma sp dengan kandungan spora
2008). 18 s.d 20 x 106 per gram sebanyak
Berdasarkan hasil uji antagonis di 100 gr/tanaman, bakteri endofitik dengan
laboratorium asap cair dapat menghambat kerapatan sel 109 CFU (colony forming units)
perkembangan JAP di cawan petri. sebanyak 50 ml/tanaman, ekstrak daun
Mekanisme kerja senyawa yang terkandung tanaman bangun-bangun 500 ml/tanaman,
pada asap cair ini adalah dengan asap cair dengan konsentrasi 1,00% sebanyak
penghancuran dinding sel dan presipitasi 10 ml/liter air/tanaman, air satu liter/tanaman
(pengendapan) protein sel dari dan label. Alat yang digunakan adalah tabung
mikroorganisme. Penghambatan pertumbuhan ukur berukuran 50 ml, ember ukur berukuran
cendawan ini terjadi karena asap cair 20 liter, gelas beker ukuran 500 ml, gelas
mengandung fenol dan asam organik sehingga beker ukuran 1000 ml timbangan, batang
adanya kombinasi keduanya yang cukup pengaduk, blender, jangka sorong, meteran,
tinggi bekerja secara sinergis mencegah dan label, kamera, saringan, kain muslin dan alat
mengontrol pertumbuhan cendawan tulis. Penelitian menggunakan rancangan acak
(Darmadji, 1996). kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri
170
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

dari 6 perlakuan. Masing-masing perlakuan Pada penelitian ini menggunakan


terdiri dari 5 unit tanaman percobaan, Trichoderma sp (T. koningii dan T. viridae)
sehingga jumlah seluruh tanaman yang yang dieksplor dari tanah disekitar tanaman
digunakan adalah 90 unit tanaman percobaan karet. Penghitungan kerapatan atau kandungan
dalam 3 ulangan. Terhadap sidik ragam yang spora Trichoderma sp menggunakan
nyata, dilanjutkan analisis lanjutan dengan Uji haemocythometer sehingga diketahui
Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf kandungan spora yaitu 18 s.d 20 x 106 per
5% (Bangun, 1988). gram. Trichoderma sp dibiakkan terlebih
Pelaksanaan penelitian dimulai dari dahulu di laboratorium dalam media PDA
survei lapangan dilakukan sekali yaitu tiga (Potato Dextrose Agar) kemudian
hari sebelum aplikasi bahan aktif pertama. Trichoderma sp dipindah biakan pada media
Luas areal yang di amati yaitu ±1 hektar yang berupa beras yang hancur setengah
terdiri dari 600 pohon karet. Setelah itu matang/menir. Untuk keperluan penelitian di
dilakukan pemeriksaan intensitas serangan lapangan Trichoderma sp dibiakkan dalam
JAP seluruh tanaman karet terlebih dahulu. media berupa dedak padi yang sebelumnya
Penelitian ini bersifat preventif (mencegah) telah disterilisasikan selama satu jam di
serangan JAP terhadap tanaman karet di areal dandang menggunakan kompor lalu
TOT yang diujikan memiliki skala serangan dikeringanginkan. Dicampukan biakan
JAP 0 atau tanaman yang belum terserang Trichoderma sp dengan dedak padi
JAP. Pembuatan ekstrak daun bangun-bangun perbandingan 1:10 (1 kg beras yang hancur
yaitu daun bangun-bangun segar sebanyak setengah matang/menir : 10 kg dedak padi)
1000 gram dicuci dengan air terlebih dahulu, pada plastik bening. Trichoderma sp telah
diiris tipis daun bangun-bangun kemudian berkembang memenuhi media dedak padi
diekstrak dengan menambahkan air sebanyak maka Trichoderma sp siap digunakan.
1000 ml. Ekstraksi dilakukan dengan cara Penyiapan kebutuhan bahan aktif
memblender daun bangun-bangun sampai Trichoderma sp untuk penelitian dengan cara
halus. Hasil ekstraksi ditambahka 6500 ml air menimbang sebanyak 100 gr dedak padi berisi
sehingga menjadi 7500 ml larutan lalu Trichoderma sp. Banyaknya Trichoderma sp
dibiarkan selama 24 jam kemudian hasil yang dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah
ekstraksi disaring menggunakan kain muslin. unit tanaman untuk perlakuan penggunaan
Ekstrak daun bangun-bangun diaplikasikan Trichoderma sp. Bakteri endofitik merupakan
sebanyak 500 ml/tanaman. bahan aktif berupa mikroorganisme yang
Penyiapan Bahan Aktif seperti mempunyai efek meracuni, menghambat
triadimefon, Trichoderma sp, bakteri patogen dan efek biologi. Pada penelitian ini
endofitik, asap cair dan aquades diperoleh menggunakan bakteri endofitik yang dieksplor
sebagai berikut: Triadimefon berasal dari dari tanah disekitar tanaman karet kemudian
fungisida kimiawi dalam bentuk instan atau dibiakkan di laboratorium dalam media NA
sudah tersedia yaitu Bayleton 250 EC. Pada (Nutrien Agar). Bakteri endofitik yang
penelitian ini menggunakan cairan digunakan memiliki kerapatan sel 109 CFU,
triadimefon sebanyak 10 ml/liter/tanaman. kerapatan sel bakteri dihitung menggunakan
Penyiapan kebutuhan bahan aktif triadimefon haemocytometer. Bakteri endofitik yang
yaitu disediakan air sebanyak 15 liter pada digunakan pada penelitian ini belum diketahui
ember berukuran 20 liter lalu diukur sebanyak spesiesnya (masih dalam tahap identifikasi)
10 ml cairan triadimefon menggunakan hal ini dikarenakan terdapat banyak jenis
tabung ukur berukuran 50 ml. Banyaknya bakteri endofit yang dieksplor dan belum
cairan triadimefon yang dibutuhkan diketahui spesies bakteri yang mampu
disesuaikan dengan jumlah unit tanaman melawan JAP. Perbanyakan bakteri endofitik
untuk perlakuan penggunaan triadimefon. yaitu dengan mengambil 10 ml bakteri
Trichoderma sp merupakan bahan aktif endofitik cair kemudian dimasukan dalam
berupa mikroorganisme yang mempunyai 1000 ml media NA (Nutrien Agar) cair dan di
efek meracuni, antagonis dan efek biologi. shaker selama 2 kali 24 jam hingga media NA
171
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

menjadi keruh. Penyiapan kebutuhan bahan perlakuan kontrol tanaman cukup disiram
aktif bakteri endofitik untuk penelitian yaitu dengan air.
diukur sebanyak 50 ml bakteri endofitik cair Peubah amatan terdiri dari tiga
menggunakan tabung ukur kecil. Banyaknya amatan yaitu intensitas serangan JAP (R.
bakteri endofitik yang dibutuhkan disesuaikan microporus) dilakukan sebulan sekali setelah
dengan jumlah unit tanaman untuk perlakuan aplikasi, pengamatan dilakukan sebanyak tiga
penggunaan bakteri endofitik. Ekstrak daun kali dengan cara membuka tanah disekitar
bangun-bangun merupakan bahan aktif berupa leher akar dan mengamati ada tidaknya
ekstrak tumbuhan yang mempunyai efek miselium jamur berwarna putih menyelimuti
meracuni, anti mikroba dan efek biologi. Pada permukaan akar dan ditentukan skala
penelitian ini menggunakan ekstrak daun serangannya sesuai nilai skala serangan JAP.
bangun-bangun yang diperoleh dengan cara Nilai katagori serangan JAP menurut
memblender daun bangun-bangun sampai (Pawirosoemardjo & Purwantara, 1985) yaitu
halus. Hasil ekstraksi ditambahkan air sebagai berikut skala :
sebanyak 6500 ml sehingga menjadi 0 = tanaman sehat, akar tanaman bebas
7500 ml ekstrak. Banyaknya ekstrak daun patogen
bangun-bangun yang dibutuhkan disesuaikan 1 = permukaan akar tanaman telah
dengan jumlah unit tanaman untuk perlakuan ditumbuhi miselium jamur
penggunaan ekstrak daun bangun-bangun. 2 = kulit akar tanaman telah terinfeksi, dan
Asap cair merupakan bahan aktif berupa terjadi perubahan warna pada kulit
ekstrak tumbuhan yang mempunyai efek akar.
meracuni, anti mikroba dan efek biologi. Pada 3 = bagian kulit dan akar tanaman telah
penelitian ini menggunakan asap cair yang terinfeksi oleh patogen.
diperoleh dengan cara mendekomposisi 4= tanaman hampir mati atau mati karena
tunggul-tunggul tanaman karet melalui proses jaringan akar tanaman telah membusuk.
pemanasan tanpa atau sedikit oksigen Setelah mengetahui nilai kategori
sehingga material mentah mengalami serangan, kemudian ditentukan intensitas
pemecahan struktur kimia menjadi gas dan serangan R. microporus dengan menggunakan
cairan yang berwarna coklat kehitaman dan rumus sebagai berikut:
berbau asap yang disebut dengan asap cair. Σn x v
I= 𝑥 100 %
Penelitian ini menggunakan cairan asap cair ZxN
sebanyak 10 ml/liter/tanaman. Banyaknya Keterangan:
cairan asap cair yang dibutuhkan disesuaikan I = intensitas serangan
dengan jumlah unit tanaman untuk perlakuan N = jumlah akar tanaman sakit dari
penggunaan asap cair. Air merupakan bahan setiap kategori serangan
aktif yang bersifat netral dan umumnya V = nilai skala dari setiap kategori
digunakan sebagai bahan pelarut. Pada serangan
penelitian ini menggunakan air sebanyak Z = nilai skala dari kategori serangan
1000 ml/tanaman. Banyaknya air yang tertinggi (4)
dibutuhkan disesuaikan dengan jumlah unit N = jumlah tanaman yang diamati
tanaman untuk perlakuan penggunaan air (Triwahyu & Suryaminarsih, 2009).
Pengaplikasian bahan aktif dilakukan Peubah amatan kedua yaitu diameter
sebulan sekali pada pagi hari dengan cara batang tanaman karet diamati sebulan sekali
menyiram larutan bahan aktif di sekeliling setelah aplikasi, pengamatan dilakukan
pangkal batang tanaman sesuai dengan sebanyak tiga kali. Pengukuran diameter
dosis masing-masing perlakuan, untuk batang tanaman karet menggunakan jangka
pengaplikasian bahan aktif Trichoderma sp, sorong. Diameter batang yang diukur yaitu
tanah di sekitar tanaman karet digali sedalam berjarak 2 cm dari pertautan tumbuhnya stum.
3 cm kemudian ditaburkan bahan aktif Setelah dilakukan pengukuran diameter
Trichoderma sp sesuai dosis dan ditutup batang dari pre aplikasi sampai dengan 3 bsa
kembali dengan tanah sedangkan pada (3 bulan setelah aplikasi) kemudian dihitung
172
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

persentase pertambahan diameter batang aplikasi sampai dengan 3 bsa (3 bulan setelah
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: aplikasi) kemudian dihitung persentase
Persentase pertambahan pertambahan tinggi tanaman dengan
DB pada 3 bsa − DB pre aplikasi menggunakan rumus sebagai berikut:
= 𝑥 100 % Persentase pertambahan
DB pada 3 bsa
Keterangan: TT pada 3 bsa − TT pre aplikasi
= 𝑥 100 %
TT pada 3 bsa
DB = diameter batang Keterangan:
DB 3 bsa = diameter batang pada 3
bulan setelah aplikasi TT = tinggi tanaman
DB pre aplikasi = diameter batang sebelum TT 3 bsa = tinggi tanaman pada 3
aplikasi bulan setelah aplikasi
Peubah amatan ketiga yaitu tinggi TT pre aplikasi = tinggi tanaman sebelum
tanaman karet diamati sebulan sekali setelah aplikasi
aplikasi, pengamatan dilakukan sebanyak tiga
kali. Pengukuran tinggi tanaman karet
menggunakan meteran. Tinggi tanaman yang
diukur yaitu dari pertautan tumbuhnya stum
sampai ujung titik tumbuh tanaman. Setelah
dilakukan pengukuran tinggi tanaman dari pre .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Serangan R.microporus


Perlakuan berbagai jenis bahan aktif serangan R. microporus pada 1-3 bulan
berpengaruh nyata terhadap intensitas setelah aplikasi (bsa) dapat dilihat pada
serangan R. microporus. Rataan intensitas Tabel1
Tabel 1. Pengaruh berbagai jenis bahan aktif terhadap intensitas serangan JAP (R. microporus) (%)
pada 1-3 bsa
Rataan Intensitas Serangan (%) bulan ke-
Perlakuan Pre aplikasi 1 bsa 2 bsa 3 bsa
A ( Triadimefon) 0,00 0,00a 0,00a 0,00a
B ( Trichoderma sp) 0,00 0,00a 0,00a 3,33a
C ( Bakteri endofitik) 0,00 1,67a 0,00a 1,67a
D ( Ekstrak daun bangun-bangun) 0,00 0,00a 3,33a 1.67a
E ( Asap cair) 0,00 0,00a 3,33a 3,33a
F ( Kontrol/Air) 0,00 11,67b 15,00b 13,33b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range
Test. bsa: bulan setelah aplikasi.

Pengamatan 3 bsa menunjukkan dari awal hingga akhir pengamatan


bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat (3 bsa). Hal ini menunjukkan fungisida
pada perlakuan F (kontrol) yaitu sebesar berbahan aktif triadimefon memiliki sifat
13,33% dan intensitas serangan terendah daya efikasi yang tinggi dan bekerja secara
terdapat pada perlakuan A (triadimefon) yaitu sistemik untuk menghambat pertumbuhan
sebesar 0%. Perlakuan terbaik terdapat pada patogen. Hal tersebut diperkuat dengan
perlakuan A (triadimefon) yaitu dengan pernyataan Sinulingga et al., (1991) yang
intensitas serangan R. microporus sebesar 0% menyatakan bahwa daya efikasi triadimefon
173
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

terhadap seranggan JAP (R. microporus) pada 1 bsa sebesar 0%, pengamatan 2 bsa dan 3 bsa
tanaman karet sebesar 100%. sebesar 3,33%. Intensitas serangan patogen
Penggunaan agensia hayati berbahan pada penggunaan pestisida nabati tergolong
aktif (Trichoderma sp dan bakteri endofitik) rendah. Hal ini membuktikan bahwa pestisida
tidak kalah efektif dibandingkan penggunaan nabati mengandung senyawa-senyawa yang
fungisida kimiawi berbahan aktif triadimefon bersifat antijamur dan antibakteri yang dapat
dalam menekan intensitas serangan melindungi tanaman dari serangan organisme
R. microporus pada areal TOT (tanah tanpa lain. Sajimin et al., (2011) menyatakan bahwa
olah). Intensitas serangan R. microporus pada tanaman bangun-bangun mengandung minyak
perlakuan B (Trichoderma sp) mulai dari pre atsiri 0,043% yang berfungsi dapat melawan
aplikasi,1 bsa dan 2 bsa sebesar 0%, infeksi cacing, antibakteri dan antijamur.
pengamatan 3 bsa terdapat serangan sebesar Intensitas serangan R. microporus
3,33% sedangkan intensitas serangan pada perlakuan F (kontrol) cenderung
R. microporus pada perlakuan C (bakteri meningkat setiap bulannya. Intensitas
endofitik) mulai dari pre aplikasi sebesar 0% serangan R. microporus mulai dari
dan hingga pengamatan 3 bsa serangan JAP pre aplikasi sebesar 0%, pada pengamatan
naik menjadi 1,67%. Intensitas serangan yang 1 dan 2 bsa meningkat menjadi 11,67% dan
kecil menunjukkan bahan aktif yang diuji 15,00%. Namun, pada pengamatan 3 bsa
tersebut masih menunjukkan pengaruhnya intensitas serangan R. microporus turun
dalam menghambat perkembangan penyakit. menjadi 13,33%. Jamur akar putih bila tidak
Hal ini berbeda nyata dengan kontrol (tanpa dikendalikan semakin lama serangannya akan
perlakuan) di mana serangan awal JAP 0% meningkat sehingga perlu dilakukan
naik menjadi 11,67% pada pengamatan pengendalian baik secara preventif maupun
3 bsa. Jamur Trichoderma sp memiliki kuratif. Pada areal TOT ini keberadaan
kemampuan dalam menghambat patogen tunggul-tunggul atau sisa-sisa akar yang
melalui persaingan dalam ruang dan nutrisi melapuk merupakan sumber inokum JAP dan
dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan keberadaannnya tidak merata di setiap lubang
Berlian et al., (2013) yang menyatakan bahwa tanam karet sehingga menyebabkan intensitas
penelitian di Rubber Research Institute of serangan R. microporus pada pengamatan
Nigeria (RRIN) tentang pengendalian 3 bsa turun menjadi 13,33%. Hal ini
R. microporus menggunakan jamur antagonis sesuai dengan pernyataan Pawirosoemardjo
menunjukkan bahwa Trichoderma sp paling (2004) yang menyatakan bahwa potensi
efektif menghambat R. microporus dengan R. microporus sangat ditentukan oleh
penghambatan 81,85%. banyaknya tunggul dilahan yang yang
Penggunaan fungisida nabati berbahan menjadi sumber infeksi serta peran organisme
aktif (ekstrak daun bangun-bangun dan asap renik yang melapukan tunggul.
cair) juga efektif dalam menekan intensitas
seragan R. microporus pada areal TOT.
Intensitas serangan R. microporus pada
perlakuan D (ekstrak daun bangun-bangun)
mulai dari pre aplikasi dan 1 bsa sebesar 0%,
2 bsa sebesar 3,33% dan sebesar 1,67% pada
akhir pengamatan (3bsa) sedangkan intensitas
serangan R. microporus pada perlakuan
E (asap cair) mulai dari pre aplikasi dan

Diameter Batang Tanaman Karet tanaman karet. Rataan diameter batang


Perlakuan berbagai jenis bahan aktif tanaman karet dan persentase pertambahan
menunjukkan hasil yang berbeda nyata diameter batang tanaman karet dapat dilihat
terhadap F (kontrol) dan perlakuan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
A (triadimefon), terhadap diameter batang
174
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

Tabel 2. Pengaruh berbagai jenis bahan aktif terhadap diameter batang tanaman karet (cm)
Rataan Diameter Batang (cm) bulan ke-
Perlakuan Pre aplikasi 1 bsa 2 bsa 3 bsa
A ( Triadimefon) 0,69 0,92a 1,03a 1,14b
B ( Trichoderma sp) 0,67 1,12a 1,30a 1,56a
C ( Bakteri endofitik) 0,71 1,10a 1,25a 1,42a
D ( Ekstrak daun bangun-bangun) 0,64 1,03a 1.21a 1,39a
E ( Asap cair) 0,81 1,20a 1,36a 1,54a
F ( Kontrol/Air) 0,79 0,91a 1,02a 1,14b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test,
Pre aplikasi : sebelum aplikasi; bsa: bulan setelah aplikasi.

Pada pengamatan 3 bsa diketahui bahwa perlakuan B (Trichoderma sp) memiliki diameter
batang tanaman karet tertinggi yaitu sebesar 1,56 cm dan terendah terdapat pada perlakuan
F (kontrol) dan A (triadimefon) yaitu sebesar 1,14 cm.
Tabel 3. Persentase pertambahan diameter batang tanaman karet pada setiap perlakuan (%)
Perlakuan Persentase pertambahan (%)
A ( Triadimefon) 39,47b
B ( Trichoderma sp) 57,05a
C ( Bakteri endofitik) 50,00a
D ( Ekstrak daun bangun-bangun) 53,96a
E ( Asap cair) 47,40a
F ( Kontrol/Air) 30,70b
A ( Triadimefon)
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test,
Pre aplikasi : sebelum aplikasi; bsa: bulan setelah aplikasi.

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa Persentase pertambahan diameter


perlakuan keempat bahan aktif non-kimiawi batang pada perlakuan lainnya juga
berpengaruh nyata terhadap pertambahan menunjukkan peningkatan yang cukup baik,
diameter batang. Persentase pertambahan yakni perlakuan D (ekstrak daun bangun-
diameter batang yang tertinggi terdapat pada bangun) sebesar 53,96%, C (bakteri endofit)
perlakuan B (Trichoderma sp) yaitu sebesar sebesar 50,00% dan E (asap cair) sebesar
57,05% dan terendah terdapat pada perlakuan 47,40%. Penggunaan bahan aktif yang berasal
F (kontrol) yaitu sebesar 30,70%. dari tumbuhan dan mikroorganisme berguna
Trichoderma sp merupakan agensia hayati selain dapat menghambat dan mematikan
yang selain memiliki kemampuan patogen juga berfungsi sebagai metabolit
menghambat pertumbuhan patogen juga dapat sekunder yang dapat meningkatkan
menguraikan bahan organik/serasah yang pertumbuhan tanaman, contoh pada bakteri
berguna bagi tanaman. Hal tersebut sesuai endofitik yang melawan patogen dan dapat
dengan pernyataan Herlina & Dewi (2009) meningkatkan pertumbuhan tanaman.
yang menyatakan bahwa biakan jamur Marwan et al., (2011) berpendapat bahwa
Trichoderma diberikan ke areal pertanaman bakteri endofit menimbulkan banyak
dan berlaku sebagai biodekomposer, pengaruh menguntungkan terhadap tanaman
mendekomposisi limbah organik (rontokan inangnya, antara lain menstimulasi
dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos pertumbuhan tanaman, memfiksasi nitrogen
yang bermutu.
175
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit, terutama pada serangan yang berat.
patogen tanaman. Hal ini dikarenakan bahan kimia memiliki
Persentase pertambahan diameter efak toksik yang tinggi bagi patogen baik
batang tanaman pada perlakuan secara kontak maupun sistemik. Hal tersebut
A (triadimefon) sebesar 39,47% tidak berbeda sesuai dengan pernyataan Edwards (2006)
jauh dengan perlakuan F (kontrol) yaitu yang menyatakan triadimefon yaitu bahan
sebesar 30,70%. Tetapi kedua perlakuan kimia yang memiliki efek toksik yang cukup
tersebut sangatlah berbeda nyata dengan tinggi. Triadimefon termasuk dalam
perlakuan bahan aktif lainnya (agensia hayati kelompok pestisida yang disebut triazoles
dan nabati). Penggunaan bahan kimiawi (conazoles) dan juga mencakup fungisida
memang diperuntukkan untuk mengendalikan Propiconazole.

Tinggi Tanaman Karet (cm) A (triadimefon), terhadap tinggi tanaman


Perlakuan berbagai jenis bahan karet. Rataan tinggi tanaman karet dan
aktif menunjukkan hasil yang berbeda persentase pertambahan tinggi tanaman karet
sangat nyata terhadap F (kontrol) dan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Pengaruh berbagai jenis bahan aktif terhadap tinggi tanaman karet (cm)
Rataan tinggi tanaman (cm) bulan ke-
Perlakuan Pre aplikasi 1 bsa 2 bsa 3 bsa
A ( Triadimefon) 26,24 37,46b 40,30b 48,68b
B ( Trichoderma sp) 28,67 57,97a 74,76a 102,91a
C ( Bakteri endofitik) 31,16 52,40a 64,90a 84,97a
D ( Ekstrak daun bangun-bangun) 25,58 46,28a 59,60a 84,82a
E ( Asap cair) 37,70 63,77a 74,30a 101,63a
F ( Kontrol/Air) 33,44 39,70b 51,96b 66,66b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test,
Pre aplikasi : sebelum aplikasi; bsa: bulan setelah aplikasi.
Pada pengamatan 3 bsa diketahui bahwa perlakuan B (Trichoderma sp) memiliki tinggi
tanaman karet tertinggi yaitu sebesar 102,91 cm dan terendah terdapat pada perlakuan
A (triadimefon) yaitu sebesar 48,68 cm.
Tabel 5. Persentase pertambahan tinggi tanaman karet pada setiap perlakuan (%)
Perlakuan Persentase pertambahan(%)
A ( Triadimefon) 46,10b
B ( Trichoderma sp) 72,14a
C ( Bakteri endofitik) 63,33a
D ( Ekstrak daun bangun-bangun) 69,84a
E ( Asap cair) 62,90a
F ( Kontrol/Air) 49,83b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test,
Pre aplikasi : sebelum aplikasi; bsa: bulan setelah aplikasi.

Berdasarkan analisis sidik ragam yang terendah terdapat pada perlakuan


tertera pada tabel 5 menunjukkan bahwa A (triadimefon) yaitu sebesar 46,10%.
persentase pertambahan tinggi tanaman Trichoderma merupakan agensia hayati yang
tertinggi terdapat pada perlakuan dapat menunjang pertumbuhan tanaman.
B (Trichoderma sp) yaitu sebesar 72,14% dan Hal ini sesuai dengan pernyataan yang

176
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

dikemukakan Herlina & Dewi (2009) bahwa perlakuan C (bakteri endofitik) sebesar
spesies Trichoderma disamping sebagai 1,67%. Pengaruh fungisida nabati terhadap
organisme pengurai, dapat pula berfungsi intensitas serangan R. microporus pada
sebagai agen hayati dan stimulator perlakuan D (ekstrak daun bangun-bangun)
pertumbuhan tanaman. sebesar 1,67% dan perlakuan E (asap cair)
Secara umum penggunaan fungisida sebesar 3,33%.
nabati pada perlakuan D (ekstrak daun
bangun-bangun) dan E (asap cair) berbeda DAFTAR PUSTAKA
sangat nyata terhadap persentase pertambahan
tinggi tanaman yaitu sebesar 69,84% dan Anwar C. 2001. Budidaya Karet. Pusat
62,90%. Hal ini dikarenakan pestisida dari Penelitian Karet, MiG Corp, Medan.
bahan nabati memiliki beberapa senyawa Balai Penelitian Tanah. 2008. Panduan
yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Praktis Budidaya Tanaman Karet
patogen sehingga tanaman dapat tumbuh (Hevea brassiliensis). Balai
dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Penelitian Tanah Balai Penelitian dan
Darmadji (1996) yang menyatakan bahwa Pengembangan Pertanian, Bogor.
asap cair mengandung fenol dan asam organik Bangun MK. 1988. Perancangan Percobaan.
yang cukup tinggi bekerja secara sinergis Fakultas Pertanian Universitas
mencegah dan mengontrol pertumbuhan Sumatera Utara, Medan.
cendawan sehingga tanaman dapat tumbuh Berlian I., B Setyawan & H Hadi. 2013.
dengan baik. Mekanisme antagonisme
Persentase pertambahan tinggi Trichoderma spp Terhadap beberapa
tanaman pada perlakuan F (kontrol) Patogen Tular Tanah. Warta
sebesar 49,83% tidak berbeda jauh Perkaretan, Sungei Putih. Vol 32
dengan perlakuan A (triadimefon) yaitu (2): 74-82.
sebesar 46,10%. Kedua perlakuan ini sangat Darmadji P. 1996. Aktivitas Antibakteri Asap
berbeda nyata dengan perlakuan bahan aktif Cair Diproduksi dari Bermacam-
yang lain (agensia hayati dan nabati). macam Limbah Pertanian. Agritech.
Pengendalian penyakit secara kimiawi Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2003.
diutamakan untuk mengendalikan penyakit, Direktorat Jendral Bina Produksi
terutama pada serangan yang berat dan tidak Perkebunan. Departemen Pertanian,
ditujukan untuk pertumbuhan tanaman. Jakarta.
Direktorat Perlindungan Perkebunan (2003) Dirjenbun. 2012. Luas Areal Karet Menurut
menyatakan bahwa pengendalian penyakit Provinsi Di Indonesia Tahun 2008 Sampai
JAP secara kimiawi dengan cara penyiraman 2012. Direktoral Jenderal Perkebunan,
fungisida yang berbahan aktif triadimefon Jakarta.
tetap perlu dilakukan untuk menekan Edwards D. 2006. Triadimefon And Tolerance
Reassessment For Triadimenol. United
serangan penyakit. States Environmental Protection Agency.
Herlina L & P Dewi. 2009. Penggunaan
SIMPULAN Kompos Aktif Aktif Trichoderma
Harzianum Dalam Meningkatkan
Pengaruh sangat nyata bahan aktif Pertumbuhan Tanaman Cabai.
terhadap intensitas serangan R. microporus Laporan Penelitian Fakultas
terdapat pada perlakuan A (triadimefon) Matematika dan Ilmu Pengetahuan
sebesar 0% dan terhadap pertambahan Alam Universitas Negeri Semarang,
diameter batang dan tinggi tanaman karet Semarang.
terdapat pada perlakuan B (Trichoderma sp) Malathi RA., Cholarajan., K Karpagam., KR
sebesar 57,05% dan 72,14%. Pengaruh agen Jaya & P Muthukumaran. 2001.
hayati terhadap intensitas serangan Antimicrobial Studies on Selected
R. microporus pada perlakuan Medicinal Plants (Coleus
B (Trichoderma sp) sebesar 3,33% dan
177
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597
Vol.3, No.1 : 168 - 178 Desember 2015

amboinicus, Phyla nodiflora and amboinicus L.) Sebagai Komoditas


Vitex negundo). Asian J. Pharm. Harapan Pakan Ternak. Balai
Tech. 2011; Vol. 1: Issue 2, Pg 53- Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. JITV
55, India. Vol 16 (4) : 288-293.
Marwan H., MS Sinaga., Giyanto & AA Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit
Nawangsih. 2011. Isolasi dan Tanaman Perkebunan. Gadjah Mada
Seleksi Bakteri Endofit Untuk University Press, Yogyakarta.
Pengendalian Penyakit Darah Pada Sinulingga W., Basuki & H Soepena. 1991.
Tanaman Pisang. J. HPT Tropika. Pemberantasan Jamur Akar Putih
Vol. 11(2):113 – 121. Pada tanaman Karet Dengan Cara
Muharni & H Widjajanti. 2011. Skrining Penyiraman Fungisida. Warta
Bakteri Kitinolitik Antagonis Perkaretan Sungei Putih. Vol 10
Terhadap Pertumbuhan Jamur Akar (1-3).
Putih (Rigidoporus lignosus) Dari Triwahyu EP & P Suryaminarsih. 2009. Peta
Rizosfir Tanaman Karet. J. Penel. Sebaran Penyakit Tanaman Perdu
Sains 14 (1 D): 14112-14151. (Tanaman Hias) di Ruang Terbuka
Muklasin & CO Matondang. 2010. Trend Hijau (rth) Kota Surabaya. Dalam
Perkembangan Serangan Hama dan Seminar Nasional ‘Akselerasi
Penyakit Tanaman Karet Di Provinsi Pengembangan Teknologi Pertanian
Sumatera Utara. Balai Besar Dalam Mendukung Revitalisasi
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Pertanian’ Surabaya, 2 Desember
Perkebunan, Medan. 2009 Diselenggarakan oleh Fakultas
Nurhayati., Fatma & MI Amiruddin. 2010. Pertanian & lppm Upn “Veteran”
Ketahanan Enam Klon Karet Jawa Timur.
Terhadap Infeksi Corynespora Vachlepi A & M Solichin. 2008. Aplikasi
Penyebab Penyakit Gugur Daun. Formula Asap Cair (Deorub K)
J. HPT Tropika. Vol 10, No 1: 4, No Sebagai Penggumpal Lateks. Warta
1: 47-51. Perkaretan. Vol 27 (2): 80-87.
Parwirosoemardjo S. 2004. Manajemen Widiyanti. 2013. Pembangunan Kebun Bibit
Pengendalian Penyakit Dalam Upaya Batang Bawah Karet (Hevea
Mengamankan Target Produksi Karet brasilliensis). Balai Besar Perbenihan
Nasional Tahun 2020. Dalam dan Proteksi Tanaman Perkebunan,
Prosiding Pertemuan Teknis Strategi Surabaya.
Pengelolaan Penyakit Tanaman Karet
Untuk Mempertahankan Potensi
Produksi Mendatang Industri
Perkaretan Indonesia Tahun 2020
Palembang 6-7 Mei 2004. Pusat
Penelitian Tanaman Karet, Sumbawa,
hal: 21-45.
Pawirosoemardjo & Purwantara. 1985.
Pengujian Fungisida Bayleton 2 PA
Terhadap Rigidoporus microporus
(Klotszch) imazeki Dalam Kondisi
Laboratorium dan Rumah Kaca Balai
Penelitian Perkebunan Bogor,
hal: 8.
Sajimin ND., Purwantari; E Sutedi & Oyo.
2011. Pengaruh Interval Potong
terhadap Produktivitas dan Kualitas
Tanaman Bangun-Bangun (Coleus
178

You might also like