You are on page 1of 12

AGRICA, 3 (1) : 27 – 38 (2010) ©Fakultas Pertanian Universitas Flores

ISSN : 1979-0368 Ende NTT - Indonesia

KINERJA DAN PERBANYAKAN PARASITOID Tetrastichus brontispae PADA


HAMA DAUN KELAPA : Brontispa longissima GESTRO (COLEOPTERA :
CHRYSOMELIDAE) DI KABUPATEN ENDE – FLORES

Sri Wahyuni
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Flores
sriwahyuni_uniflor@yahoo.co.id

ABSTRACT

The multiplication and performance of Tetrastichus brontispae parasite on


Brontispa longissima coconut leaves disease in Kabupaten Ende Flores
Brontispa longissima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae) is one of the important
pests that attack the palm plants in Southeast Asia. There is a reported decline in the
productivity of palm plants when the pest attack reaches 30-40% with 5% of the plants
attacked dying. B. Longissima pest attacks plants at all stages of life, but its attack is
most prevalent when plants reach the age of 4-5 years. The spread of pests B.
Longissima has been reported in the district of Ende, Nangakeo and Ndona in 13
villages with a total area of 150 ha plantation consisting of 15,000 coconut trees
included in the category of severe intensity of attacks.There have been attempted
control measures with the release of natural enemies Tetratichus brontispae but not
much success has been seen .
This study aimed to find out: The dominant type of the parasite in the district of
Ende. T. Brontispae were propagated and maintained in the laboratory using,
augmentation techniques, conservation or disposal was to be done. Colonies of the
propagated parasite T. brontispae were then released in the field. The factors causing T.
Brontispae control failure, the population of B. longissima in the field, possibly the need
for augmentation or conservation of T. brontispae and the right time to make the release
of parasite in the field was important. This research is expected to be useful as a basis
in formulating an appropriate control program, in order to control the pest B.
longissima in the field. The experiment was conducted from January to June 2010 at
Nangakeo, Ndona and Ende districts.
Implementation of the research was divided into four stages: location survey,
maintenance and multiplication of the pests B. longissima and T.brontispae parasite,
parasite release and the evaluation of results. The results were; that there are three types
of parasites, B.longissima coconut leaf pest in Ende (sub Ndona, Nangakeo and Ende)
the eggs of the parasite Trichogrammatoideanana spp., the larvae and pupae of the
parasite Tetrastichusbrontispae spp. and the ‘Asecodeshispinarum Boucek’. T.
Brontispae parasite being the most dominant parasite in each district with 10% level of
parasitization of larvae and pupae of 60-90%, biased sex male : female ratio. The pest
capability of T.brontispae parasite in the laboratory was 6: 10 with a success rate of
90%. The decline in the influence of parasite performance was unsincronized between
phases from the phase of the insect host parasite in the field, the availability of insect
host and time of release as well as climatic conditions not being conductive.

Keywords: B. longissima, T. brontispae, dominant parasitoids, parasitization ability

27
AGRICA, VOL.3 No.1 (2010)

PENDAHULUAN peningkatan produktivitas tanaman


perkebunan dengan salah satu upayanya
Brontispa longissima Gestro adalah melakukan pengendalian OPT
(Coleoptera:Chrysomelidae) merupakan pada setiap jenis pertanaman. Dengan
salah satu hama penting yang demikian upaya pengendalian OPT
menyerang bangsa palm-palman di Asia merupakan program pemerintah daerah
Tenggara (Hosang, 2008), Dari 17 jenis yang menjadi prioritas pelaksanaannya
palm termasuk didalamnya adalah dilakukan tiap tahun. Penyebaran hama
kelapa, nipa, pinang dan beberapa B. longissima di Kabupaten Ende
tanaman hias menjadi inang dari B. hampir merata di beberapa Kecamatan,
longissima. Di beberapa provinsi di dari data yang diperoleh
Indonesia hama tersebut telah menjadi memperlihatkan bahwa di Kecamatan
hama utama pada kelapa. Dilaporkan Ende, Ende Timur, Ndona dan Ende
penurunan hasil akibat serangan hama Utara yang tersebar di 13 Desa dengan
tersebut mencapai 30 – 40 % dan 5% luas areal pertanaman 150 Ha yang
dari tanaman yang terserang mengalami terdiri dari 15.000 pohon kelapa
kematian (Nakamura, 2006). termasuk dalam kategori intensitas
Penurunan hasil tersebut dianggap serangan berat (DISHUTBUN, 2008).
bernilai besar sebab penghasilan yang Tindakan pengendalian yang telah
diperoleh dari kelapa tidak sebesar diterapkan dibeberapa lokasi adalah
penghasilan dari komediti perkebunan dengan melakukan sanitasi, pemberian
yang lain dengan kata lain harga kelapa pestisida dengan cara absorbsi akar dan
dipasaran masih relatif rendah. pelepasan musuh alami Tetratichus
Hama B. longissima dapat brontispae (DISHUTBUN, 2008).
menyerang tanaman pada semua stadia Pelepasan parasitoid T. brontispe
umur, tetapi serangannya paling banyak terakhir dilakukan pada bulan Desember
ditemukan pada saat tanaman mulai 2007 dan Januari 2008 sejumlah 5.220
berumur 4 – 5 tahun khususnya di derah ekor. Tingkat populasi B. longissima di
beriklim kering tingkat serangan hama lapang pada saat setelah dilakukan
tersebut lebih tinggi (Hosang 2008). pelepasan musuh alami mengalami
Larva dan serangga dewasa B. penurunan tetapi belum dapat
longissimamenyerang jaringan daun mengendalikan populasi hama pada
muda (janur) kelapa, dengan gejala musim selanjutnya hal tersebut
serangan daun berubah warna menjadi diperlihatkan dengan kemunculan B.
coklat sampai putih dan mengering. longissima setiap tahun dengan
Gejala serangan ini mengakibatkan intensitas serangan berat terutama pada
berkurangnya area fotosintesis yang bulan - bulan kering dan puncak
tentunya secara tidak langsung dapat penyerangannya terjadi pada bulan
menurunkan produksi buah kelapa Januari – April.
bahkan padaserangan berat akan Salah satu penyebabgagalnya
mengakibatkan kematian pada tanaman. tindakan pengendalian yang telah
Upaya pengendalian telah dilakukan dilakukan adalah kurang baiknya
sejak hama tersebut ditemukan di system penangkalan disetiap pintu
Indonesia pada tahun 1919 - 1934 masuk daerah (karantina), sementara itu
(Nakamura, 2006) namun hama tersebut komoditas kelapa merupakan komoditas
tetap eksis. Dalam RENSTRA yang dibutuhkan oleh semua lapisan
DISHUTBUN Kab. Ende untuk tahun masyarakat dan kalangan industry
2006 – 2010 tertuang program sehingga peredaran dan perpindahan

28
Wahyuni : Kinerja dan Perbanyakan Parasitoid Tetratichus brontisphae

tempatnya sangat cepat. Kegagalan teknik pengendalian yang tepat.


kedua adalah perilaku bercocok tanam Disamping itu, perlu diketahui jenis –
petani yang menempatkan kelapa jenis paraitoid yang ada di lapang dan
sebagai komoditas sampingan, sehingga bagaimana tingkat dominansinya serta
teknik budidaya atau cara penanganan kemampuan parasitisasinya dilapang.
OPT tidak dilakukansecara intensif. Sehingga kegiatan pemeliharaan dan
Meskipun Dinas terkait telah perbanyakan akan dipusatkan pada
mengupayakan tindakan pengendalian parasitoid dominan dengan tingkat
namunkegagalannya akan terjadi di parasitisasi yang tinggi di lapang.
tingkat petani. Ketiga penggunaan Sampai saat ini jenis parasitoid yang
musuh alami di lapang memerlukan telah dilepaskan dan diharapkan mampu
pendampingan dan pengawalan, karena mengendalikan populasi B. lingossima
petani tidak cukup cakap untuk dilapang merupakan parasitoid yang
melakukan hal tersebut. berasal dari daerah lain, dan belum ada
Diperlukan suatu program PHT informasi yang lengkap mengenai jenis
yang tepat dan menyeluruh agar – jenis parasitoid yang ada di
masalah tersebut dapat terselesaikan. Kabupaten Ende dan tingkat
Program PHT tersebut mencakup studi parasitisasinya di lapang. Untuk itu
bioekologi hama dan parasitoidnya dan penelitian ini dilakukan sebagai
teknik budidaya yang baik. Kegiatan informasi berupa data yang akurat untuk
studi bioekologi akan dipusatkan pada menyusun program PHT yang akan
pemeliharaan parasitoid dominan dan diterapkan.
perbanyakannya yang nantinya akan Hama B. longissima merupakan
mengarah pada pelepasan untuk hama yang keberadaannya paling
tindakan pengendalian. dominan dan selalu muncul setiap
Keberhasilan suatu tindakan tahun. Teknik pengendalian yang telah
pelepasan parasitoid yang telah diterapkan selama ini belum dapat
dilakukan mempunyai indikator berupa mengendalikan populasi dan
kemapanan parasitoid tersebut secara menurunkan tingkat serangan hama
mudah dan cepat. Hal tersebut tersebut di lapang. Hal tersebut
berkenaan dengan teori “Three dikarenakan belum ditemukannya
Generation Three Years” yang teknik pengendalian yang tepat dan
dikemukakan oleh Ev Chausen seorang tidak adanya informasi mengenai faktor
ahli PHT dari California bahwa : a) – faktor penyebab terjadinya kegagalan
parasitoid/predator yang efektif secara usaha pengendalian yang telah
sempurna selalu mapan secara mudah dilakukan. Dengan mengetahui
dan cepat. b) parasitoid/predator yang bioekologi hama dan musuh alaminya
gagal mapan secara mudah dan cepat dan mengetahui faktor penyebab
merupakan indikator ketidak efektifan gagalnya teknik pengendalian terdahulu
musuh alami tersebut. c) kolonisasi / merupakan modal dasar dalam
pelepasan parasitoid atau predator pengendalian hama B. longisimma
eksotik dapat dihentikan selama tiga selanjutnya yang akan dilakukan di
tahun apabila tidak ada bukti lapang.
kemapanannya di lapang. Untuk itu
kegiatan awal yang harus dilakukan BAHAN DAN METODE
adalah dengan mengetahui kolonisasi
Penelitian ini dilaksanakan di
dan kemapanan parasitoid yang telah
kecamatan Nangakeo, Ndona dan Ende.
dilepaskan terdahulu untuk menemukan

29
AGRICA, VOL.3 No.1 (2010)

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 Model pertama digunakan untuk


bulan dengan alokasi pengambilan parasitoid yang bersifat endoparasit.
sampel tiap kecamatan dilakukan Model kedua digunakan untuk
sebanyak 4 kali. Penelitian dilakukan parasitoid yang ektoparasit.
pada bulan Januari – Juni 2010. 4. Nisbah kelamin parasitoid (%)
Adapun yang menjadi parameter dalam Nisbah kelamin pada umumnya
pengamatan penelitian ini adalah : nisbah kelamin yang normal adalah
1. Jenis parasitoid yang muncul (%) 1 : 1, namun demikian terdapat jenis
Jenis parasitoid yang di dapat dari serangga yang memiliki tipe
lapangan kemudian diidentifikasi reproduksi Thelytoki yaitu serangga
dengan menggunakan kunci yang menghasilkan individu –
determinasi serangga serta individu betina pada setiap
mencocokkan dengan literatur yang keturunannya.
ada, setiap jenis yang didapatkan
Pj Pj
pada setiap lokasi dikelompokkan NB  x100% : NB  x100%
berdasarkan jenisnya. Pr Pr

2. Dominansi parasitoid (%) Dimana :


Tingkat dominansi masing – masing NB : Nisbah Kelamin
jenis parasitoid yang muncul Pj : Parasitoid Jantan
dihitung komposisinya dalam setiap Pb : Parasitoid Betina
lokasi pengambilan sampel untuk Pr : Parasitoid yang muncul
mengetahui tingkat dominansinya 5. Keperidian parasitoid dominan(%)
maka digunakan rumus : Keperidian merupakan indikator
D =∑(ni (ni-1)) banyak atau tidaknya individu yang
dapat dihasilkan, semakin tinggi
N(N – 1) tingkat keperidian maka semakin
baik kinerja parasitoid tersebut.
Dimana :
Keperidian diamati dengan cara
D = Dominansi
menghitung jumlah keturunan pada
N = Jumlah total species
setiap pupa terparasit.
Ni = Jumlah suatu species
6. Tingkat kolonisasi parasitoid yang
3. Tingkat parasitisasi parasitoid (%)
telah dilepas (%)
Tingkat parasitisasi atau
Tingkat kolonisasi parasitoid yang
kemampuan memarasit dari jenis
dianggap berhasil adalah kolonisasi
parasitoid dominan akan dihitung
yang dapat ditemukan setiap saat
berdasarkan rumus :
dipertanaman dengan jumlah yang
TP 
 Pr x100% ……….(1) cukup dan mapan pada
P ekosistemnya.

TP 
 Pr x100% ..(2) Bahan : alkohol 90%, kapur anti
semut, daun terserang yang masih
 P   Pr terdapat telur, larva maupun pupa B.
lingossima.
Dimana : Alat : cool box, hand score, botol
TP = Tingkat Parasitisasi koleksi, toples penetasan, kuas, label,
Pr = Jumlah parasitoid yang muncul mikroskop, tabung reaksi, kain kasa,
P = Jumlah pupa yang muncul

30
Wahyuni : Kinerja dan Perbanyakan Parasitoid Tetratichus brontisphae

lem kastol, karet, tabung banbu, cutter, telur menetas dan berkembang menjadi
guntung, alat tulis. larva instar-3 (jika janur layu, maka
telur B. longissima dipindahkan ke
Pelaksanaan penelitian meliputi hal wadah yang telah dikondisikan sesuai
– hal berikut : bagi perkembangan telur B. longissima
1. Survey dengan menggunakan kuas), pakan
Survey lokasi dilakukan untuk terus diganti selama fase larva hingga
menetapkan lokasi pengambilan sampel larva telah siap menjadi pupa, pupa
pada tiap Kecamatan yang telah yang siap menetas dipindahkan ke
ditentukan sebagai area penelitian. dalam wadah plastik penetasan yang
Selain untuk mengetahui tingkat berdiameter 20 cm dan tinggi 30 cm.
serangan B. longisimma dan keberadaan Imago yang muncul kemudian
parasitoidnya di lapang dengan digunakan untuk pembiakan
mengambil beberapa bagian tanaman selanjutnya.
terserang yang masih mengandung Imago parasitoid yang telah
telur, larva, pupa maupun imago dan diidentifikasi dimasukkan ke dalam
diidentifikasi di laboratorium, juga kurungan pemeliharaan yang berisi
dilakukan pengoleksian parasitoid janur yang telah terinfestasi larva B.
dominan sebagai indikator kolonisasi longissima instar-2. Sebagai pakan
dan kemapanan parasitoid tersebut tambahan untuk menjaga kebugaran
dilapang. parasitoid diberikan larutan madu 10%
yang dicelupkan kertas kalender,
2. Pembuatan dan percobaan kemudian kertas dimasukkan ke dalam
instrumen penelitian kurungan . Infestasi dilakukan selama
Percobaan instrumen penelitian 24 jam. Tanaman inang yang telah
dilakukan untuk mengetahui ketepatan terinfestasi oleh parasitoid dipindahkan
daya guna dari instrumen tersebut. ke dalam tabung lain. Tanaman inang
Dalam hal ini yang perlu dicoba adalah tersebut diganti dengan tanaman inang
pembuatan dan percobaan toples baru yang telah terinfestasi larva B.
penetasan bagi B. longisimma dan longissima instar-2, kegiatan ini diulang
parasitoidnya, teknik pengambilan hingga persediaan parasitoid terpenuhi.
sampel dilapangan, teknik pemeliharaan Setelah tiga hari infestasi (hsi) janur
dan perbanyakan dan teknik identifikasi yang telah berisi pupa inang terparasit
di laboratorium dipindahkan kedalam stoples penetasan.
Pengambilan imago parasitoid
3. Perbanyakan parasitoid dominan dilakukan pada hari ke-7 sampai hari
Imago B. longissima diperoleh dari ke-14 hsi. Imago yang muncul
lapangan. Sekitar 20 ekor imago digunakan sebagai bahan penelitian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi selanjutnya. Prosedur kerja dapat
yang telah berisi daun muda kelapa dilihat pada Gambar 4.1 berikut :
(janur) segar, sebagai bahan pembiakan.
Setelah 24 jam janur (tanaman inang) 4. Pelepasan
yang telah diteluri dipindahkan ke Brontispa longisima merupakan
dalam tabung lain dan diganti dengan serangga nucturnal yaitu serangga yang
pakan baru. Kegiatan tersebut melakukan aktivitasnya pada malam
dilakukan berulang – ulang sampai hari. Oleh sebab itu pemilihan waktu
persediaan serangga inang dan instar yang tepat untuk melakukan pelepasan
inang terpenuhi. Pemeliharan janur adalah hal mendasar yang perlu
yang telah diteluri dilakukan sampai
31
AGRICA, VOL.3 No.1 (2010)

diketahui. Waktu pelepasan parasitoid (tingkat parasitisasi, keperidian, nisbah


yang dianggap efektif adalah pada senja kelamin dan dominansi masing –
hari. Pelepasan parasitoid akan masing parasitoid). Sementara untuk
dilakukan secara serempak ditiap data – data diskriptif dianalisis secara
kecamatan dengan mencoba melakukan kualitatif (Gasperz, 1991).
teknik pelepasan secara augmentasi.
Pelepasan dilakukan dengan dua cara HASIL DAN PEMBAHASAN
yaitu melepas pupa b. longissima yang
1. Jenis dan Dominansi Parasitoid
telah terparasit T. brontispae dan
Jenis musuh alami (parasitoid)
melepas imago T. brontispae yang telah
pengendali B. longissima yang
menetas kurang lebih satu jam. Proses
ditemukan di lapangan sebanyak tiga
pelepasan dapat dilihat pada gambar 4.2
jenis yaitu parasit telur Trichogramma
berikut : toideanana Zehnter (Hymenoptera :
5. Pengamatan Trichogrammatoidae), parasit larva dan
Pengamatan yang dilakukan di pupa adalah Tetrastichus brontispae
laboratorium diawali dari proses Ferriere (Hymenoptera : Eulophydae)
identifikasi parasitoid dan pada saat dan Asecodes hispinarum Boucek.
perbanyakan (jumlah parasitoid yang Namun demikian dari ketiga jenis
muncul, keperidian, nisbah kelamin dan tersebut T.brontispae Ferriere
tingkat parasitisasinya). Pengamatan (Hymenoptera : Eulophydae)
dilapangan dilakukan pada saat setelah merupakan jenis parasitoid yang paling
melakukan pelepasan parasitoid dominan pada setiap lokasi (Nangakeo
(kolonisasi dan kemapanan). 26%, Ndona 15% dan Ende 39%). Data
persentase dominansi disajikan dalam
6. Analisis Data tabel berikut :
Data – data kuantitatif dianalisis
secara statistik dengan analisis varian
Tabel 1. Dominansi jenis parasitoid pada tiga lokasi pengamatan.

Jenis Parasitoid Lokasi Dominansi (%)


Trichogrammatoideanana Zehnter Nangakeo 15
Tetrastichusbrontispae Ferriere 26
Asecodeshispinarum Boucek 18
Trichogrammatoideanana Zehnter Ndona 3
Tetrastichusbrontispae Ferriere 15
Asecodeshispinarum Boucek 13
Trichogrammatoideanana Zehnter Ende 11
Tetrastichusbrontispae Ferriere 39
Asecodeshispinarum Boucek 18

Keterangan : data telah di analisis menggunakan indeks dominansi simpson’s


Tetrastichus brontispae Ferriere dikarenakan T. Brontispae memiliki tipe
merupakan jenis musuh alami dengan reproduksi gregarius yaitu lebih dari
tingkat dominansi paling tinggi di tiga satu individu parasitoid dari species
kecamatan secara berturut – turut yang sama dapat hidup dalam satu inang
kecamatan Nangakeo (26%), Ndona (Trimurti dkk, 2006). Keadaan yang
(15%) dan Ende (39%) hal tersebut demikian juga diperkuat oleh penelitian

32
Wahyuni : Kinerja dan Perbanyakan Parasitoid Tetratichus brontisphae

Zhou (2006) yang menyatakan bahwa Tingkat parasititasis adalah


T.brontispae merupakan parasitoid kemampuan parasitoid untuk memarasit
monofag yang secara umum terbatas atau mematikan serangga inang yang
pada satu species inang dan parasitoid ditandai dengan banyakanya mortalitas
tersebut juga merupakan endoparasit serangga inang dan tingginya tingkat
yang meletakkan telur di dalam tubuh keperidian serta nisbah kelamin yang
inang. Parasitoid yang bersifat monofag ideal. Parameter tersebut merupakan
memiliki kemampuan yang lebih baik kriteria musuh alami yang efektif untuk
dalam mengendalikan populasi hama di mengendalikan populasi serangga inang
lapang dibandingkan dengan jenis di lapang. Tetrastichus brontispae yang
parasitoid yang bersifat polyfag. dikembangkan di laboratorium dengan
Berdasarkan sifat dan kemampuan suhu rata – rata 320C dan kelembaban
yang dimiliki oleh T. Brontisphae maka rata – rata 79% memiliki tingkat
jenis parasitoid ini dapat dijadikan parasitisasi yang baik yaitu berkisar 40 -
sebagai agen pengendali hayati untuk 80%. Data tingkat parasitisasi T.
menekan populasi hama B. longissima brontispae yang diuji dalam
di lapang. laboratorium pada 10 ekor B.
longissima dengan 10 kali pengulangan
2. Tingkat Parasitisasi Parasitoid diperlihatkan pada tabel berikut :
Tetrastichus brontispae

Tabel 2 Tingkat Parasitisasi T. brontispae pada berbagai komposisi


Imago T. Brontispae Pupa B. longissima Tingkat Parasitisasi (%)
1 10 0d
2 10 0cd
3 10 40bc
4 10 46b
5 10 62b
6 10 80a
7 10 31bc
8 10 0,67c
9 10 0,43c
10 10 0,16cd
Keterangan : huruf yang sama pada kolom yang sama menandakan pengaruh yang tidak
berbeda nyata pada uji duncan’s taraf 5%

Persentase mortalitas pupa T. apabila hama di lapang meningkat maka


brontispae terendah diperlihatkan pada populasi parasitoid juga semakin
perlakuan 1 : 10 dan 2 : 10. Hal meningkat dan sebaliknya (Wahyuni,
tersebut memperlihatkan bahwa satu 2006).
dan dua ekor larva belum mampu Penurunan tingkat parasitisasi T.
memarasit pupa B. longissima di dalam Brontispae diperlihatkan pada
tabung, dengan kata lain semakin tinggi perlakuan 8 : 10 (0,67%); 9 : 10
populasi parasitoid maka semakin tinggi (0,43%) dan 10 : 10 (0,16%). Keadaan
tingkat parasitisasi (Okmar dan Bind, yang demikian diperkirakan karena
2004). Pola interaksi parasitoid dan terjadi kompetisi antara parasitoid untuk
populasi hama di alam adalah mengikuti memperebutkan serangga inang.
pola perkembangan inangnya sehingga Wahyuni (2006) menjelaskan bahwa
33
AGRICA, VOL.3 No.1 (2010)

proses parasitisasi juga dapat kemampuan melakukan host feeding


dipengaruhi karena adanya faktor yaitu perilaku parasitoid sebagai usaha
kompetisi secara intraspesifik maupun untuk memperoleh makanan dengan
interspesifik. Persaingan intraspesifik cara mengambil atau menghisap tubuh
yaitu persaingan yang terjadi antara inangnya. Host feeding memiliki
individu – individu sejenis sedangkan perangan yang sangat penting bagi
persaingan interspesifik yaitu serangga betina untuk memenuhi
persaingan yang terjadi antara dua jenis kebutuhan protein dalam tubuhnya
yang berbeda. Persaingan terjadi akibat untuk memproduksi telur (Ueno, 1998).
adanya perebutan makanan, ruang Peristiwa host feeding diperlihatkan
tempat tinggal, cahaya dan sebagainya pada perlakuan pada perlakuan 8 : 10, 9
(Nicholson, 1954 dalam Price, 1984). : 10 dan 10 : 10, dimana pada ketiga
Keadaan yang demikian menandakan perlakuan tersebut meunjukkan
bahwa dalam proses bereproduksi, kegagalan T.brontispae untuk menjadi
umumnya suatu jenis parasitoid akan imago karena adanya peristiwa
melewati tahapan – tahapan parasitisasi kompetisi antara imago - imago
agar parasitoid berhasil memarasit T.brontispae. Telur T.brontispae yang
inangnya. telah di letakkan pada inang akan
Sebelum proses peneluran mengalami kegagalan menetas karena
berlangsung imago T. brontispae inang yang sama telah di host feeding
terlebih dahulu melakukan pendekatan oleh imago T.brontispae lain yang
terhadap inang. Pertanda yang mengakibatkan larva T.brontispae yang
digunakan untuk mendeteksi ada di dalam tubuh serangga inang
keberadaan inang meliputi senyawa mengalami kekurangan cairan dan
kimia yang dihasilkan oleh inang akhirnya gagal menetas.
berupa cairan ataupun kotoran dan
pertanda fisik seperti ukuran, bentuk 3. Nisbah Kelamin dan Keperidian
ataupun tekstur inang (Sofia, 2008). Tetratichus brontispae
Tetratichus brontispae merupakan jenis Nisbah kelamin dan keperidian T.
parasitoid endoparasit yaitu parasitoid Brontispae yang diberi perlakuan
yang memarasit dari dalam tubuh kombinasi perbandingan pupa
serangga inang. Ciri khas dari tipe B.longissima disajikan dalam tabel 3
parasitoid ini adalah memiliki berikut :

Tabel 3. Nisbah kelamin dan keperidian T.brontispae pada setiap perlakuan


Imago T. brontispae Pupa B. longissima Nisbah kelamin Keperidian (%)
1 10 0:0 0e
2 10 0 : 0,8 0,2e
3 10 1 : 1,27 49bc
4 10 1 : 1,48 58b
5 10 1 : 1,53 97a
6 10 1 : 1,58 100a
7 10 1 : 1,46 46bc
8 10 1 : 1,05 7d
9 10 0:1 6d
10 10 0:1 6d
Keterangan : huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan pengaruh yang tidak
berbeda nyata pada uji duncan’s taraf 5%

34
Wahyuni : Kinerja dan Perbanyakan Parasitoid Tetratichus brontisphae

Tabel 3 di atas memperlihatkan hasil bias betina. Individu – individu betina


terendah pada nisbah kelamin secara merupakan parasitoid yang dapat
adalah perlakuan 1 : 10 (0 : 0) dan 2 : bekerja efektif untuk menurunkan
10 (0 : 0,8) dan diikuti dengan tingkat tingkat populasi hama di lapang sebab
keperidian terendah. Hal tersebut individu – individu betina yang mampu
terjadi diperkirakan karena satu dan dua menghasilkan dan meletakkan telur atau
individu T.brontispae belum mampu memarasit inangnya, keadaan yang
mengendalikan 10 ekor pupa demikian tidak terjadi pada individu –
B.longissima di dalam tabung. individu jantan.
Kegagalan T.brontispae menetas pada
perlakuan 1 : 10 dan 2 : 10 disebabkan 4. Tingkat Kolonisasi Parasitoid
masih banyaknya kandungan lemak Tetratichus brontispae
pada pupa yang menghambat proses Daya parasitisisasi T. Brontispae
keluarnya T.brontispae dari pupa berbeda di laboratorium dan lapangan.
B.longissima yang ditandai dengan Perbedaan tersebut disebabkan oleh
gagalnya pupa B.longissima menjadi beberapa faktor diantaranya faktor
imago. Kemungkinan lain karena makanan dan lingkungan. Daya
terjadinya hamabtan pada proses parasitisasi yang baik ditandai dengan
pengenalan inang yang dilakukan oleh tingkat keperidian yang tinggi dan
T.brontispae. kemampanan parasitoid membentuk
Tingkat keperidian tertinggi koloni. Tingkat kolonisasi di simbolkan
diperlihatkan pada perlakuan 6 : 10 dengan skor dimana satu ekor B.
(100%) dan 7 : 10 (97%). Keadaan Longissima dapat diparasit oleh 3 ekor
yang demikian menandakan bahwa 6 T.brontispae. Tabel 4 berikut
ekor T.brontispae memiliki kemampuan menampilkan data kolonisasi yang
terbaik untuk memarasit 10 ekor terbentuk setelah dilakukan pelepasan
B.brontispae, hal tersebut diperkuat pada waktu pelepasan yang berbeda
dengan tingkat nisbah kelamin yang kecamatan Nangakeo, Ndona dan Ende.

Tabel 4. Tingkat kolonisasi T.brontispae yang telah dilepaskan di lapangan pada setiap
kecamatan

Interval Pengamatan dan Tingkat Kolonisasi


Lokasi Waktu aplikasi
2 msi 4 msi 6 msi 8 msi
Nangakeo 1 1 2 2 17.00
Ndona 1 0 1 1 15.00
Ende 0 0 0 1 08.00
Keterangan :
msi : minggu setelah investasi
skor 0 : < 3 ekor T. brontispae : 1 ekor B. longissima
skor 1 : 3 – 6 ekor T.brontispae : 1 ekor B.longissima
skor 2 : > 6 ekor T.brontispae : 1 ekor B.longissima

Tabel 4 memperlihatkan adanya pelepasan parasitoid dilakukan pada jam


perbedaan tingkat dominansi 17.00 memiliki tingkat kemampanan
berdasarkan waktu aplikasi disetiap parasitoid yang lebih baik jika
kecamatan. Pada kecamatan Nangakeo, dibandingkan dengan kecamatan Ndona

35
AGRICA, VOL.3 No.1 (2010)

(pukul 15.00) dan Ende (pukul 08.00). terjadi hujan deras, kondisi tersebut
Keadaan yang demikian telah menyebabkan terjadinya penurunan
diperlihatkan pada pengamatan 2 - 8 populasi T.brontispae yang ditemukan
msi. di alam sementara populasi
Brontispa longissima merupakan B.longissima masih banyak di
serangga nocturnal yaitu jenis serangga pertanaman. Hal tersebut disebabkan
yang aktif pada malam hari. Sementara karena B.longissima pada fase telur
itu parasitoid T.brontispae merupakan hingga imago berada di dalam janur
parasitoid yang tidak memiliki masa yang mengakibatkan B.longissima dapat
praoviposisi yaitu dapat menghasilkan terlindungi dari air hujan. Sementara
tulur sesaat setelah menetas. Keadaan imago T.bronthispae hidup bebas.
yang demikian menyebabkan
T.brontispae yang diinvestasikan di KESIMPULAN
lapang harus segera dapat menemukan
Kesimpulan
makanannya. Oleh sebab itu tingkat
Kesimpulan yang dapat disusun
keberhasilan pelepasan T.brontispae di
dari hasil penelitian ini adalah sebagai
alam paling baik dilakukan pada saat
berikut :
pada saat T.brontisphae dalam fase
pupa instar akhir dengan waktu 1. Terdapat tiga jenis parasitoid hama
pelepasan sore hari. janur kelapa B.longissima yang ada
Selain faktor waktu pelepasan, di Kabupaten Ende (kecamatan
faktor lain yang perlu diperhatikan Ndona, Nangakeo dan Ende) yaitu
adalah sinkron tidaknya fase aktif parasit telur
T.brontispae dengan fase inang yang Trichogrammatoideanana Zehnter
tersedia di lapang. Hal tersebut (Hymenoptera :
disebabkan karena T. brontispae Trichogrammatoidae), parasit larva
memiliki daya predasi yang berbeda dan pupa Tetrastichusbrontispae
terhadap fase larva dan pupa Ferriere (Hymenoptera :
B.longissima. Tingkat parasitisasi Eulophydae) dan
T.brontispae sebesar 10% pada larva Asecodeshispinarum Boucek.
dan 80% pada pupa B.longissima. 2. Parasit T. brontispae merupakan
Keadaan tersebut diperkuat oleh parasitoid dominan pada setiap
penelitian Sihombing (2009) yang kecamatan dengan tingkat
menyatakan bahwa B. longissima pada parasitisasi larva 10% dan pupa 60-
fase larva lebih aktif sehingga tingkat 90%, Nisbah kelamin yang bias
parasitisasi T.brontispae hanya betina.
mencapai 10% sedangkan tingkat 3. Kemampuan Parasitisisasi
parasitisasi T.brontispae pada fase pupa T.brontispae terbaik di
mencapai 60-90%, (Rethinan dkk laboratorium adalah 6 : 10 dengan
2007). Fenomena tersebut menandakan tingkat keberhasilan sebesar 90%.
bahwa sinkronisasi antara parasitoid 4. Penurunan kinerja parasitoid di
dengan fase ketersediaan inang sangat pengaruhi oleh ketidaksinkronan
mempengaruhi tingkat keberhasilan antara fase parasitoid dengan fase
kinerja parasitoid di lapang. serangga inang di lapang,
Kondisi iklim juga sangat ketersediaan serangga inang dan
berpengaruh terhadap kemapanan waktu pelepasan serta kondisi iklim
parasitoid di alam. Pada pengamatan 4 yang tidak kondusif.
msi di kecamatan Ndona dan Ende

36
Wahyuni : Kinerja dan Perbanyakan Parasitoid Tetratichus brontisphae

UCAPAN TERIMAKASIH Lever, R. A. W. 1951. Malayan


Agricultural Journal, Vol. 34:79-
Pada kesempatan yang baik ini penulis 82
ingin mengucapakan terimakasih yang
sebesar – besarnya kepada DIKTI Cq. Nakamura,S., Konishi,K.,Takatsu, K.
DP2M atas dana yang diberikan demi 2006. Invasion of Coconut
terlaksananya penelitian ini, kepada Hispine Beetle, Brontispa
Yapertif, Universitas Flores Cq. longissima :Current Situation
Lembaga Penelitian Universitas Flores and Control Measures in
dan Fakultas Pertanian atas dukungan Southeast Asaia. Malayan
dan perijinannya, Dinas Perkebunan dan Agricultural Journal, Vol.
Kehutanan Kabupaten Ende Cq. UB. 234:69-73
Laboratorium Agen Hayati Ndona atas
fasilitas yang diberikan, Bapak Camat O’Connor, B.A. 1940. Notes of the
Nangapenda dan Ende Selatan atas Coconut Leaf Hispid, Brontispa
kerjasamanya, Sdri. Maria Goreti Nere froggatti Sharp and its Parasites.
yang telah membantu dalam proses The New Guinea Agryculture
penelitan serta semua pihak yang telah Gazette. 6:36-40
membantu terlaksananya penelitian ini.
Okmar and Bind, 2004. Prey Quality
DAFTAR PUSTAKA
Dependent Growth, Develpment
Berryman A.A. 1981. Population and Reproduction of a
System. New York : A General Biocontrol Agent, Cheilomenes
Press. sexmaculata (Fabricus)
(Coleoptera : Coccinellidae).
iBiocont. Sci. Tech.
Clark, L.R., Geler P.W., Hughes R.D.,
Norris R.F. 1976. The Ecology Sihombing, M.B. 2009. Uji Parasitisasi
of Insects Population in Theory Tetrastichus brontispae
and Practice. London : (Hymenoptera : Eulophidae)
Chapman and Hall. Terhadap Kumbang Janur
Kelapa Brontispa longissima
Dishutbun. 2008. Rencana Stratejik (Coleoptera : Chrysomilidae).
Dishutbun Tahun 2006 S/d 2008. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
FAO. 2004. Report of the Expert
Consultations on Coconut Beetle Ueno,T. 1998. Selective Host-feeding
Outbreak in APPPC Member on Parasitized Host by the
Countries. Parasitoid Itoplectis narayae
(Hymenoptera : Ichneumonidae)
Hosang,M.L.A., Jelfina C.A., and its Implications for
Novarianto, H. 1996. Biological Biological Control. Bull.
control of Brontispa longissima Entomol. Res. CAB
(Gestro) in Indonesia. Malayan International.
Agricultural Journal, Vol.
124:37-52 Trimurti, H dan Yeherwandi. 2006.
Pengendalian Hayati Hama dan

37
AGRICA, VOL.3 No.1 (2010)

Penyakit Tumbuhan. Andalas Prospects. ACIAR Inkata Press


University Press. Padang Melbourne. 134-141

Vinson, S.B., Iwantsch, G.F. 1980. Host Wahyuni, S. 2006. Studi Kompetisi
Suitability for Insect Parasitoid. Beberapa Jenis Parasitoid
Annu. Rev. Entomol 25 : 397 – Terhadap Lalat Pengorok Daun
419. Liriomyza huidobrensis
Blanchard (Diptera :
Water House, D.F., Norris,K.R.1987. Agromyzidae). Tesis.
Biological Control : Pacific Universitas Udayana. Denpasar

38

You might also like