You are on page 1of 6

Kriteria Penilaian Sotry Telling:

No. Aspek Indikator

1. Isi dan Kreativitas Cerita disampaikan secara lengkap dan


runtut (awal-tengah-akhir).

Kreativitas dalam menafsirkan isi cerita dan


menyampaikan amanat atau pesan moral.

Kreativitas dalam mengembangkan isi


cerita.

2. Aspek Kebahasaan Cerita disampaikan secara lancar dengan


suara yang jelas.

Cerita disampaikan dengan artikulasi,


intonasi, dan penekanan yang tepat dan
jelas.

Cerita disampaikan dengan tata bahasa dan


ungkapan yang tepat dan sesuai PUEBI.

3. Sikap atau Penampilan Cerita disampaikan secara lisan tanpa


bantuan teks dengan posisi berdiri di tempat
yang tenang dan bebas dari gangguan
suara maupun kehadiran/lalu lalang orang
lain.

Mimik wajah dan gerakan tubuh mendukung


nilai dan pendalaman karakter yang terdapat
dalam cerita.

Penggunaan alat peraga yang sesuai dan


mendukung penyampaian jalan cerita.
Telling a Story in English

A useful skill in English is to be able to tell a story or an anecdote. Anecdotes are short stories
about something that happened to you or to someone you know. (See our page on Describing
stories in English for more information on types of stories.)

How to start

Traditional stories often start with the phrase “Once upon a time”. However, if you are going to tell
your story after someone else has already spoken, you can say something like:

“That reminds me!”


“Funny you should say that. Did I ever tell you about…”
“Hearing your story reminds me of when…”
“Something similar happened to me….”

-How to tell your story

First of all, your story should be quite short. Try to keep it grammatically simple as well, so that it is
easy to follow.

Make it easy for the listener to understand by using sequencing and linking words:

-Sequencing words
These words show the chronological sequence of events.

“First of all, I (packed my suitcase).”


“Secondly, I …. (made sure I had all my documents)”
“Previously (before that) ….. I changed some money.”
“Then… I (called a taxi for the airport)”
“Later (on)… (when we were stuck in traffic, I realised…)”
“But before all that… (I had double checked my reservation)”
“Finally… (I arrived at the wrong check-in desk at the wrong airport for a flight that didn’t go until
the next day)”

-Linking words
Use these words to link your ideas for the listener. Linking words can be used to show reason,
result, contrasting information, additional information, and to summarise.

“I booked a flight because….”


“As a result, I was late…”
“Although I had a reservation, I hadn’t checked the airport name.”
“I made sure I had an up-to-date passport and I also took along my driving licence.”
“In short, I had made a complete mess of the holiday.”

-Tenses

We can use a variety of tenses to tell stories and anecdotes. Jokes are often in the present tense:

“A man walks into a bar and orders a beer.”

We also use the present tense to give a dramatic narrative effect:

“The year is 1066. In medieval England people are worried that the king, Harold, is not strong
enough to fight off a Norman invasion.”

However, we generally use past forms to talk about past events. If you tell your story in
chronological order, you can use the past simple:

“I double checked my reservation. I packed my suitcase, and then I called a taxi.”


Use the past continuous to describe activities in progress at the time of your story, or to describe
the background.

“The sun was shining and it was a beautiful day. We were driving along the motorway quite
steadily until we suddenly saw in front of us the warning lights to slow down. We were heading
towards a huge tailback.”

Sometimes, you might want to avoid telling your story as one chronological event after the other.
You can use the past perfect (simple and continuous) to add more interest to your story by talking
about events that happened before the events in your story:

“I double-checked my reservation, which I had made three days previously.”

“I wanted to visit some friends who had been living in France for the last five years.”

Vocabulary

Try to use a wide range of words to make your story more interesting. Remember that you can
“exaggerate” when you tell a story, so instead of using words like “nice” or “bad”, experiment with
more interesting words, such as “beautiful”, “fabulous”, “wonderful”, “horrible”, “awful” or “terrible”.

Finally – remember that you are telling a story – not giving a lecture. Look at the people listening,
and try to “involve” them in the story or anecdote. Keep eye contact, use the right intonation and
try to make your face expressive. You might also want to try practising a few anecdotes in the
mirror before “going live”. Have fun!

Story Telling :

Untuk membuat storytelling yang memikat, kreator bisa memakai teknik-teknik, seperti di bawah
ini:

1. Teknik The Mountain

Teknik ini biasa dipakai dalam cerpen, novel, atau film. Cerita diawali dengan pengenalan
karakter, konflik, puncak konflik, hingga solusi. Teknik ini sangat cocok dipakai untuk
mendeskripsikan produk baru.
Langkah dan teknik storytelling di atas dapat diterapkan pada pembuatan konten di media sosial,
misalnya Instagram. Di tengah riuh-rendahnya berbagai jenis konten visual di Instagram,
storytelling bisa menjadi alternatif yang khas dan berbeda.

2. Teknik False Start

Teknik ini awalnya bercerita dengan menunjukkan kesalahan-kesalahan seseorang. Kemudian


diikuti bagian yang memperlihatkan usaha untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Teknik ini
sangat bagus untuk mencoba mengubah perspekftif masyarakat tentang produk tertentu. Misalnya
sebuah produk yang semula dianggap kurang baik, padahal bermutu tinggi.
ADVERTISEMENT

3. Teknik Sparklines

Teknik ini pernah dipakai oleh Steve Jobs ketika memperkenalkan iPhone pada tahun 2007.
Teknik sparklines menceritakan perbedaan yang terjadi sekarang dengan harapan yang diinginkan
serta langkah apa yang harus dilakukan. Teknik mendongeng ini bagus untuk mempengaruhi
perasaan khalayak agar sudi memakai solusi dari Anda.

4. Teknik Monomyth
Teknik yang juga dikenal sebagai “kisah kepahlawanan” ini menuturkan cerita yang
menggambarkan sulitnya perjuangan seseorang hingga berhasil mencapai tujuan. Dengan teknik
ini, kreator menonjolkan kisah yang inspiratif, yang akan memicu orang untuk bertindak seperti
seorang pahlawan yang memperjuangkan sesuatu.
Storytelling juga dapat dipakai untuk membuat konten di media sosial. Secara ringkas, langkah
demi langkah untuk membuat storytelling di media sosial adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT

Bagian-bagian dalam sebuah artikel storytelling

1. Orientation /Perkenalan

Biasanya terletak di paragrap pertama. Secara teori, Orientation berisi pesan tentang informasi
What, Who, Where, dan When. Pada paragrap Orintation, text narrative akan memberitahukan
pembaca tentang apa  peristiwanya siapa pelaku-pelakunya, dimana dan kapan peristiwa tersebut
terjadi.
Ceritakan mengenai awal kejadian, atau kenapa pengin menceritakan topik yang akan ditulis.

Perkenalan ini akan membantu pembaca untuk ikut mengenali penyebab awal dari cerita yang
akan ditulis kemudian. Supaya nggak ujug-ujug aja gitu.

Ya, kalau saya sih biasanya nulis dulu kenapa saya ingin membahas satu topik tersebut, apakah
ada pemicunya? Atau ada hal yang bikin saya kepikiran?

2. Compliocation/Konflik

Paragrap complication menjadi inti sebuah text naarative. Complication ini menceritakn apa yang
tejadi dengan pelaku dalam peristiwa tersebut. Umumnya Complcation ini berisi gesekan antar
pelaku peristiwa. Gesekan ini menimbulkan sebuah Conflict atau pertentangan. Dalam teori literay,
Comflict umumnya dibedakan menjadi 3 macam; natural conflict, social conflict, dan psychological
conflict.
Tanpa konflik, cerita kita tak akan menjadi cerita yang seru.

Biasanya konflik berupa:

 Man against man (kita melawan kita, artinya masalah antara manusia)
 Man against society/institution (hal-hal umum yang berlaku di masyarakat membuat kita
kesulitan)
 Man against nature (hal-hal alamiah yang membuat kita kesulitan)
 Man against machine (kesulitan yang ditimbulkan oleh alat)
 Man against self (melawan diri kita sendiri)

Konflik itu bukan melulu ada argumen bersilangan, atau kekerasan apa gitu lo. 

Konflik di sini lebih pada pengungkapan masalah yang sebenarnya. Konflik ini adalah “kesulitan”
yang harus kita hadapi dalam situasi tertentu yang ingin diceritakan.

Conflict, in stories, is the engine that keeps them going forward. 


Konflik adalah masalah yang membuat tulisan tersebut ada. Ya, kalau di cerita fiksi, konflik akan
bikin ceritanya jadi seru. Kalau enggak ada konflik, ya enggak akan ada cerita.

Jadi, meski jika “hanya” bercerita mengenai perjalanan jalan-jalan di car free day, pastikan ada
konflik yang terselip. Misalnya, sudah kehausan tapi nggak juga nemu penjual minuman. Atau
sudah mau berangkat, eh si kecil malah sakit perut. Dan sebagainya.

3. Resolution/Closing
Sebuah pertentangan harus ditutup dengan penyelesaian. Dalam sebuah text narrative, resolution
bisa dengan penyelesaian yuang menyenangkan juga kadang berakhir dengan penyelesaian yang
menyedihkan.
Kalau dalam artikel storytelling tersebut ada konflik, maka tentunya kemudian diikuti dengan
solusi.

Mengapa harus ada solusi? Agar pembaca bisa mengambil manfaatnya, bisa mengambil
hikmahnya. Karena, sudah pasti kita harus menomorsatukan pembaca kan ya?
Setiap kali menulis sesuatu, pastinya kita harus selalu memberikan nilai tambah pada pembaca di
setiap selesai membaca artikel kita. Jangan biarkan pembaca blog kita kentang, sudah dikasih
cerita dikasih konflik eh ... tanpa solusi dan tanpa kesimpulan.
Kasihan digantungin. Pacar aja digantungin, merasa nelangsa lo. #eh
Ya, sebenarnya closing ini nggak mesti berbentuk solusi sih. Kalaupun misalnya, enggak ada atau
enggak bisa kasih solusi, kita bisa kok membuat bentuk engagement lain. Dengan pertanyaan,
misalnya.

Setelah mengenali bagian-bagian di atas, baru kita kembangkan sedemikian rupa hingga
menghasilkan artikel yang utuh. Jadi bagian perkenalan, konflik, solusi, dan kesimpulan tersebut
memang merupakan outline cerita supaya lebih urut secara kronologis, sehingga cerita lebih
mengalir dan enak dibaca.

Beberapa hal lain yang harus diperhatikan saat menulis storytelling articles adalah sebagai
berikut:

1. Simplicity is the best


Berceritalah dengan simple. Kita kan nggak akan bercerita mengenai dunia fantasi macam
Hogwarts kan? Atau tentang The Middle Earth? Semua kan merupakan self experience, meski
ditambah dengan referensi sana sini kan?

Maka berceritalah secara sederhana, dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Meski
pengalaman sehari-hari, pasti akan seru dibaca kalau kita bisa bercerita dengan simpel dan benar.

2. No clichés and be unique!


Perbanyak membaca! Supaya punya perbendaharaan kata yang lebih kaya, juga perhatikan
idiom-idiom yang kekinian.

Semua itu adalah bumbu, yang akan membuat cerita menjadi lebih hidup dan menarik. Hindari
ungkapan-ungkapan klise yang sudah so yesterday. Misalnya kayak apa ya?

"Tak semudah membalik telapak tangan." Atau, "jodoh di tangan Tuhan."

Temukan ungkapan lain yang belum pernah dikatakan atau ditulis oleh orang lain.
Yang paling penting sih mendingan menulislah sesuai dengan kepribadian kita sendiri.
Biasanya sih karakter kita sendiri bisa banget membuat suatu tulisan menjadi unik.

Be creative!

3. Pertahankan kronologis cerita


Jika kita bercerita tidak dalam kronologis yang urut, pembaca akan lebih mudah lelah. Mereka
serasa diajak melompat-lompat, belum lagi juga ada risiko #gagalpaham yang bisa saja membuat
pesan yang kita sampaikan tidak terbaca dengan baik.

Jadi, kalaupun mau mengajak pembaca untuk melompat ke adegan lain atau timeline yang lain,
berikan "bridge" atau jembatan yang menghubungkan lompatannya.

Hal ini akan membuat tulisan kita jadi lebih mengalir.

4. Pisahkan dalam beberapa bagian

Agar tulisan storytelling kamu tidak membosankan dibaca sampai akhir, ada bagusnya juga kamu
pisahkan per bagian dalam subheading-subheading.

Subheading ini akan membantu kamu menstrukturkan cerita sehingga orang-orang tipe fast
reading lebih mudah scanning artikel kamu. Karena behaviornya memang begitulah para pembaca
Indonesia inih. Scanning dulu, baru kemudian kalau mereka tertarik lebih, mereka akan kembali ke
awal dan membaca dengan lebih saksama.

5. Garnish!
Garnishing ini penting ya, demi menjaga kelelahan pada mata.

Kalau artikel kamu adalah artikel perjalanan ya semestinya sih pasti banyak foto-foto yang bisa
ditampilkan. Tapi juga jangan dijejerin doang sih fotonya tanpa ada story-nya.

Tentunya akan lebih baik kalau kamu mengolah foto dan cerita secara sistematis dan yah ... yang
bercerita gitu. Kalau foto hanya dijejerin doang, tanpa ada cerita, ya ... pembaca bisa saja lost.

Jadi, mau foto atau video atau infografis atau jenis konten visual lain memang penting untuk selalu
ada, dan usahakan bisa menyatu dengan cerita kamu.

You might also like