Professional Documents
Culture Documents
A useful skill in English is to be able to tell a story or an anecdote. Anecdotes are short stories
about something that happened to you or to someone you know. (See our page on Describing
stories in English for more information on types of stories.)
How to start
Traditional stories often start with the phrase “Once upon a time”. However, if you are going to tell
your story after someone else has already spoken, you can say something like:
First of all, your story should be quite short. Try to keep it grammatically simple as well, so that it is
easy to follow.
Make it easy for the listener to understand by using sequencing and linking words:
-Sequencing words
These words show the chronological sequence of events.
-Linking words
Use these words to link your ideas for the listener. Linking words can be used to show reason,
result, contrasting information, additional information, and to summarise.
-Tenses
We can use a variety of tenses to tell stories and anecdotes. Jokes are often in the present tense:
“The year is 1066. In medieval England people are worried that the king, Harold, is not strong
enough to fight off a Norman invasion.”
However, we generally use past forms to talk about past events. If you tell your story in
chronological order, you can use the past simple:
“The sun was shining and it was a beautiful day. We were driving along the motorway quite
steadily until we suddenly saw in front of us the warning lights to slow down. We were heading
towards a huge tailback.”
Sometimes, you might want to avoid telling your story as one chronological event after the other.
You can use the past perfect (simple and continuous) to add more interest to your story by talking
about events that happened before the events in your story:
“I wanted to visit some friends who had been living in France for the last five years.”
Vocabulary
Try to use a wide range of words to make your story more interesting. Remember that you can
“exaggerate” when you tell a story, so instead of using words like “nice” or “bad”, experiment with
more interesting words, such as “beautiful”, “fabulous”, “wonderful”, “horrible”, “awful” or “terrible”.
Finally – remember that you are telling a story – not giving a lecture. Look at the people listening,
and try to “involve” them in the story or anecdote. Keep eye contact, use the right intonation and
try to make your face expressive. You might also want to try practising a few anecdotes in the
mirror before “going live”. Have fun!
Story Telling :
Untuk membuat storytelling yang memikat, kreator bisa memakai teknik-teknik, seperti di bawah
ini:
Teknik ini biasa dipakai dalam cerpen, novel, atau film. Cerita diawali dengan pengenalan
karakter, konflik, puncak konflik, hingga solusi. Teknik ini sangat cocok dipakai untuk
mendeskripsikan produk baru.
Langkah dan teknik storytelling di atas dapat diterapkan pada pembuatan konten di media sosial,
misalnya Instagram. Di tengah riuh-rendahnya berbagai jenis konten visual di Instagram,
storytelling bisa menjadi alternatif yang khas dan berbeda.
3. Teknik Sparklines
Teknik ini pernah dipakai oleh Steve Jobs ketika memperkenalkan iPhone pada tahun 2007.
Teknik sparklines menceritakan perbedaan yang terjadi sekarang dengan harapan yang diinginkan
serta langkah apa yang harus dilakukan. Teknik mendongeng ini bagus untuk mempengaruhi
perasaan khalayak agar sudi memakai solusi dari Anda.
4. Teknik Monomyth
Teknik yang juga dikenal sebagai “kisah kepahlawanan” ini menuturkan cerita yang
menggambarkan sulitnya perjuangan seseorang hingga berhasil mencapai tujuan. Dengan teknik
ini, kreator menonjolkan kisah yang inspiratif, yang akan memicu orang untuk bertindak seperti
seorang pahlawan yang memperjuangkan sesuatu.
Storytelling juga dapat dipakai untuk membuat konten di media sosial. Secara ringkas, langkah
demi langkah untuk membuat storytelling di media sosial adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Orientation /Perkenalan
Biasanya terletak di paragrap pertama. Secara teori, Orientation berisi pesan tentang informasi
What, Who, Where, dan When. Pada paragrap Orintation, text narrative akan memberitahukan
pembaca tentang apa peristiwanya siapa pelaku-pelakunya, dimana dan kapan peristiwa tersebut
terjadi.
Ceritakan mengenai awal kejadian, atau kenapa pengin menceritakan topik yang akan ditulis.
Perkenalan ini akan membantu pembaca untuk ikut mengenali penyebab awal dari cerita yang
akan ditulis kemudian. Supaya nggak ujug-ujug aja gitu.
Ya, kalau saya sih biasanya nulis dulu kenapa saya ingin membahas satu topik tersebut, apakah
ada pemicunya? Atau ada hal yang bikin saya kepikiran?
2. Compliocation/Konflik
Paragrap complication menjadi inti sebuah text naarative. Complication ini menceritakn apa yang
tejadi dengan pelaku dalam peristiwa tersebut. Umumnya Complcation ini berisi gesekan antar
pelaku peristiwa. Gesekan ini menimbulkan sebuah Conflict atau pertentangan. Dalam teori literay,
Comflict umumnya dibedakan menjadi 3 macam; natural conflict, social conflict, dan psychological
conflict.
Tanpa konflik, cerita kita tak akan menjadi cerita yang seru.
Man against man (kita melawan kita, artinya masalah antara manusia)
Man against society/institution (hal-hal umum yang berlaku di masyarakat membuat kita
kesulitan)
Man against nature (hal-hal alamiah yang membuat kita kesulitan)
Man against machine (kesulitan yang ditimbulkan oleh alat)
Man against self (melawan diri kita sendiri)
Konflik itu bukan melulu ada argumen bersilangan, atau kekerasan apa gitu lo.
Konflik di sini lebih pada pengungkapan masalah yang sebenarnya. Konflik ini adalah “kesulitan”
yang harus kita hadapi dalam situasi tertentu yang ingin diceritakan.
Jadi, meski jika “hanya” bercerita mengenai perjalanan jalan-jalan di car free day, pastikan ada
konflik yang terselip. Misalnya, sudah kehausan tapi nggak juga nemu penjual minuman. Atau
sudah mau berangkat, eh si kecil malah sakit perut. Dan sebagainya.
3. Resolution/Closing
Sebuah pertentangan harus ditutup dengan penyelesaian. Dalam sebuah text narrative, resolution
bisa dengan penyelesaian yuang menyenangkan juga kadang berakhir dengan penyelesaian yang
menyedihkan.
Kalau dalam artikel storytelling tersebut ada konflik, maka tentunya kemudian diikuti dengan
solusi.
Mengapa harus ada solusi? Agar pembaca bisa mengambil manfaatnya, bisa mengambil
hikmahnya. Karena, sudah pasti kita harus menomorsatukan pembaca kan ya?
Setiap kali menulis sesuatu, pastinya kita harus selalu memberikan nilai tambah pada pembaca di
setiap selesai membaca artikel kita. Jangan biarkan pembaca blog kita kentang, sudah dikasih
cerita dikasih konflik eh ... tanpa solusi dan tanpa kesimpulan.
Kasihan digantungin. Pacar aja digantungin, merasa nelangsa lo. #eh
Ya, sebenarnya closing ini nggak mesti berbentuk solusi sih. Kalaupun misalnya, enggak ada atau
enggak bisa kasih solusi, kita bisa kok membuat bentuk engagement lain. Dengan pertanyaan,
misalnya.
Setelah mengenali bagian-bagian di atas, baru kita kembangkan sedemikian rupa hingga
menghasilkan artikel yang utuh. Jadi bagian perkenalan, konflik, solusi, dan kesimpulan tersebut
memang merupakan outline cerita supaya lebih urut secara kronologis, sehingga cerita lebih
mengalir dan enak dibaca.
Beberapa hal lain yang harus diperhatikan saat menulis storytelling articles adalah sebagai
berikut:
Maka berceritalah secara sederhana, dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Meski
pengalaman sehari-hari, pasti akan seru dibaca kalau kita bisa bercerita dengan simpel dan benar.
Semua itu adalah bumbu, yang akan membuat cerita menjadi lebih hidup dan menarik. Hindari
ungkapan-ungkapan klise yang sudah so yesterday. Misalnya kayak apa ya?
Temukan ungkapan lain yang belum pernah dikatakan atau ditulis oleh orang lain.
Yang paling penting sih mendingan menulislah sesuai dengan kepribadian kita sendiri.
Biasanya sih karakter kita sendiri bisa banget membuat suatu tulisan menjadi unik.
Be creative!
Jadi, kalaupun mau mengajak pembaca untuk melompat ke adegan lain atau timeline yang lain,
berikan "bridge" atau jembatan yang menghubungkan lompatannya.
Agar tulisan storytelling kamu tidak membosankan dibaca sampai akhir, ada bagusnya juga kamu
pisahkan per bagian dalam subheading-subheading.
Subheading ini akan membantu kamu menstrukturkan cerita sehingga orang-orang tipe fast
reading lebih mudah scanning artikel kamu. Karena behaviornya memang begitulah para pembaca
Indonesia inih. Scanning dulu, baru kemudian kalau mereka tertarik lebih, mereka akan kembali ke
awal dan membaca dengan lebih saksama.
5. Garnish!
Garnishing ini penting ya, demi menjaga kelelahan pada mata.
Kalau artikel kamu adalah artikel perjalanan ya semestinya sih pasti banyak foto-foto yang bisa
ditampilkan. Tapi juga jangan dijejerin doang sih fotonya tanpa ada story-nya.
Tentunya akan lebih baik kalau kamu mengolah foto dan cerita secara sistematis dan yah ... yang
bercerita gitu. Kalau foto hanya dijejerin doang, tanpa ada cerita, ya ... pembaca bisa saja lost.
Jadi, mau foto atau video atau infografis atau jenis konten visual lain memang penting untuk selalu
ada, dan usahakan bisa menyatu dengan cerita kamu.