Professional Documents
Culture Documents
1808-Article Text-3409-1-10-20191216
1808-Article Text-3409-1-10-20191216
id/JVN
Abstract
Riwayat Artikel: Cysticercosis is a disease caused by the larvae of Taenia sp. worm
Diterima: which have serious impact to human. One of many caused of
2 Juli 2019 cysticercosis is population and maintenance system in a region. TTS
Direvisi: is one area that has the highest number of pigs in the province. This
5 Juli 2019 study aims to determine the cysticercosis of pig at the slaughterhouse
Disetujui: in So’e and to know the relation between cycstisercosis and
1 Agustus 2019 maintenance system. The study was conducted to 14 pigs. The
examination performed on the tongue muscle, masseter muscle and
liver. The test were conducted postmortem examination and
Keywords: laboratory test. Laboratry test conducted to identify morphological of
Sistiserkosis, So’e, babi, skoleks. The changes in the organs of the result of postmortem
Cysticercus cellulosae examination continued to cysticercus identification. And the
laboratory result showed that 2 pig positive cysticercosis caused by
cysticercosis cellulosae. It can be included that the cysticercosis
connected with maintenance system. However, the cysticercosis of
Korespondensi : pig in So’e still required program by relevant agencies to eradicate
Ina.detha81@gmail.com this disease.
Vol. 2 No. 2
1
Tamanob et al. 2019
tidak secara acak yang dilakukan oleh peneliti HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011).
Hasil pengamatan di RPH So’E jumlah babi yang Gambaran Umum Penelitian
di potong setiap harinya berjumlah 3-5 ekor, oleh karena Penelitian ini dilakukan pada Rumah Potong
itu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan jumlah Hewan Kota So’E selama 14 hari dan diperoleh 15
pemotongan babi perhari selama 14 hari. Pertimbangan sampel yang dicurigai memiliki kharakteristik
pengambilan sampel tersebut dengan maksud untuk spesifik sistiserkosis pada organ. Pengujian
mendapatkan sumber atau asal babi dari seluruh Kota sistiserkosis dilakukan dalam dua tahapan yaiti
So’E, serta kesempatan peneliti untuk melakukan pemeriksaan postmortem (inspeksi dan palpasi)
observasi di lapangan dengan melakukan wawancara
terhadap organ predileksi dan pengujian kedua yaitu
untuk mendapatkan informasi ternak berkaitan dengan
asal ternak, sistem pemeliharaan, ras, umur ternak, serta identifikasi morfologi sistiserkus. Sampel yang
jenis kelamin dari ternak itu sendiri. diperoleh dilakukan pengujian di laboratorium
Metode Pemeriksaan Sampel Stasiun Karantina Ikan Kelas 1 Kupang selama 6
Pemeriksaan sampel dilakukan berdasarkan hari. Namun, karena keterbatasan bahan yang ada
beberapa tahapan. Dimulai dari pemeriksaan tidak diperoleh hasil pengujian lab tersebut.
postmortem dan pemeriksaan laboratorium. Pada Berdasarkan pertimbangan tertentu pengambilan
pemeriksaan postmortem, setiap ekor babi yang dipotong sampel diulangi dengan jumlah sampel yang sama
diamati perubahan patologi anatomi pada organ-organ selama 5 hari. Sampel selanjutnya dikirim untuk
predileksinya seperti otot maseter dan hati yang dilakukan pengujian identifikasi morfologi di
memungkinkan terdapatnya kista sistiserkus. Laboratorium Helminth, Departemen Ilmu Penyakit
Pemeriksaan kista sistiserkus meliputi inspeksi dengan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut
teliti terhadap organ predileksinya. Dan pada
pemeriksaan laboratorium sampel yang diduga akan Pertanian Bogor.
diidentifikasi secara makroskopis. Jumlah babi yang diperiksa selama
Berdasarkan keputusan kepala balai karantina pengambilan sampel yang kedua adalah sebanyak
pertanian tahun 2007 tentang pedoman pengambilan 14 ekor terdiri dari 5 babi jantan dan 9 babi betina.
sampel asal hewan, maka teknik pengambilan sampel Pemeriksaan yang dilakukkan secara inspeksi dan
jaringan hewan yang diambil menggunakan skalpel dan palpasi terhadap semua organ dalam babi. Dari 14
pingset dengan kedalam tertentu dari permukaan organ ekor babi yang diperiksa, terdapat 9 ekor babi
atau daging. Sampel yang telah diambil dimasukan ke dicurigai organ hatinya mengandung kista.
dalam wadah tertentu yang telah disiapkan. Pada wadah Permukaan organ hati yang terlihat menunjukkan
diberikan keterangan terhadap sampel yang diambil gejala yang spesifik seperti membentuk gelembung
menggunakan kertas label. Wadah yang disiapkan berisi
semi transparan, berwarna putih susu, terdapat
larutan formalin 10%.
Tahapan pembuatan preparat sistiserkus dilakukan cairan di tengah rongga, dengan diameter 1 sampai
dengan mengeluarkan skolek dari metacestoda dengan 2 cm.
cara membuka secara hati-hati kantung kista dengan
menggunakan skalpel. Skoleks dikeluarkan selanjutnya Tabel 1. Data pemotongan babi di RPH Kota So’E
dipipihkan. Selanjutnya dilakukan pewarnaan N Hari/Tanggal Jumlah Ternak Jumlah Orga Jenis
menggunakan acetocarmine selama 30-120 menit sampai o Pengambilan pemoto Sampel n Kelamin
sampel ngan
spesimen cacing berwarna merah cerah. Kemudian (ekor)
dicuci menggunakan etanol 70% selama 3 menit. Bilas 1 Kamis, 2 001 - - Betina
spesimen dalam asam alkohol (campuran alkohol 70 28/07/2016
dengan HCL). Preparat direndam di dalam alkohol 002 2 Hati Betina
bertingkat mulai dari alkohol 70%, 85%, 95% dan 2 Jumat, 4 003 - Hati Jantan
29/07/2016
alkohol absolut selama 10 menit. Kemudian direndam 004 2 Hati Betina
menggunakan xilol sampai transparan. Preparat ditutup 005 - - Betina
dengan cover gelas dan diamati dibawah mikroskop.. 006 2 Hati Jantan
3 Sabtu, 2 007 1 Hati Betina
30/07/2016
Vol. 2 No. 2
3
Tamanob et al. 2019
Vol. 2 No. 2
5
Tamanob et al. 2019
terbentuknya kista pada permukaan organ hati yang tradisional. Hal ini dapat dilihat babi biasanya
dapat dikelirukan dengan bentuk dari kista dipelihara di halaman rumah ataupun di kebun,
sistiserkus. Menurut Rukmono (1988) menyatakan dengan cara dikandangkan atau diumbar. Ternak
bahwa beberapa tahun setelah infeksi sistiserkus, yang ditempatkan pada kandang semi permanen
larva akan mengalami kalsifikasi (pengapuran). dinding dan lantainya terbuat dari kayu, serta masih
Dengan adanya hasil ini, menjadi penting terdapat babi yang dilepaskan tanpa dikandangkan.
bagi semua pihak. Dampak ekonomi yang Ternak umumnya dipelihara sebagai usaha
disebabkan oleh penyakit ini adalah meruginya sampingan untuk memperoleh pendapatan
berbagai pihak. Kerugian terbesar dialami oleh tambahan maupun sebagai persiapan guna
produsen daging, karena menurut Prasad, et al memenuhi kebutuhan adat dalam upacara
(2008) sistiserkosis dapat menurunkan nilai jual pernikahan, kematian maupun keagamaan.
daging karena daging yang mengandung Kejadian sistiserkosis pada babi di So’E
sistiserkosis harus diafkir dan tidak boleh sejauh ini belum ada laporan pada dinas terkait.
dikonsumsi. Pada kenyataannya di RPH Kota So’E Melihat hasil yang didapatkan positif 2, hal ini
masih kurangnya pengawasan yang dilakukan dapat menjadi sumber potensial terjadinya taeniasis
terhadap jual beli daging maupun jeroan babi. bagi masyarakat terutama daging-daging serta organ
Organ hati yang mengandung kista umumya tidak dalam yang dijual beredar di wilayah Kota So’E.
dilakukan pemisahan. Hal ini disebabkan karena Mengingat kerugian ekonomi serta kemungkinan
kurangnya pemahaman dan pengetahuan dari kerugian berupa ancaman bagi kesehatan
petugas di RPH itu sendiri. masyarakat yang mungkin ditimbulkan oleh adanya
Menurut Dharmawan (2012) upaya sistiserkosis pada babi yang dipotong. Hal lainnya
pengendalian dan pemberantasan tergolong mudah, belum ada informasi yang pasti mengenai laporan
di Indonesia penyakit ini masih terabaikan. Seperti terhadap kejadian ini di Kota So’E. Sehingga
telah dilaporkan, di Indonesia penyakit ini tersebar penelitian ini baik dilakukan untuk memberikan
dibebarapa wilayah dengan jumlah prevalensi informasi data terhadap dinas terkait dengan tujuan
bervariasi. Hal ini berkaitan erat dengan kebiasaan dapat melakukan peningkatan terhadap pemeriksaan
mengkonsumsi daging babi dan sistem kelayakan serta kesehatan daging di RPH.
pemeliharaan ternak babi yang masih dilakukan Dengan ditemukannya kejadian sistiserkosis
secara tradisional dapat menjadi peluang besar dalam penelitian ini, dapat memberikan informasi
terjadinya kasus taeniasis dan sistiserkosis di NTT. yang sangat penting untuk mencegah penyebaran
Adanya sistem pemeliharaan yang di lakukan secara dari penyakit ini. Adanya langkah-langkah
tradisional menjadi salah satu peluang terjadinya pencegahan merupakan salah satu cara yang baik
kontak antara babi dengan feses yang mengandung untuk dilakukan. Menurut Soedarto (2008)
telur cacing Taenia. Menurut Flisser et al, (2003) pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
menyatakan bahwa sistiserkosis dan taeniasis sangat antara lain memutuskan siklus hidup T.solium
berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan, dengan cara menyediakan tempat defekasi yang
manajemen peternakan dan cara manusia higienis agar feses tidak dimakan hospes perantara,
mengkonsumsi daging babi. Menutut Dharmawan pengobatan terhadap penderita taeniasis untuk
(2012) Manusia akan terinfeksi, bila mengkonsumsi mengurangi sumber infeksi, mencegah terjadinya
daging mentah atau setengah matang yang autoifeksi terhadap telur cacing. Selain itu tindakan
mengandung sistiserkus. Sementara itu ternak akan pencegahan lain yang juga dapat dilakukan, yaitu
terinfeksi karena makan makanan yang dengan memelihara babi secara intensif dan
terkontaminasi oleh feses penderita. higienis, melakukan pengawasan terhadap daging
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan babi yang dijual melalui pemeriksaan secara rutin
di beberapa tempat asal babi di So’E, sistem dan teliti, memasak daging yang dimakan atau tidak
pemeliharaan pada ternak masih dilakukan secara mengkonsumsi daging mentah (Soedarto, 2008).
Vol. 2 No. 2
6
Tamanob et al. 2019
Menurut Bendryman (2014) daging yang yang N Hari/Tang Tern Cara Ras Asal Hasil
terinfeksi oleh sistiserkus sebaiknya diafkir untuk o gal ak Pemelihara Tern peme
mencegah penyebaran atau sistiserkus dimatikan Pengambil an ak riksa
an sampel an
terlebih dahulu. Cara yang dilakukan yaitu 1 Kamis, 001 Dikandangk VDL Camp Negatif
memasak daging babi secara sempurna dengan 28/07/2016 an long
pemanasan pada suhu 45 oC hingga 50 oC selama 30 002 Dikandangk VDL Camp Negatif
an long
sampai 35 menit. Daging dapat didinginkan pada 2 Jumat, 003 Dikandangk Landrac Camp Negatif
suhu -8 oC hingga -10 oC selama 4 hari dan 29/07/2016 an e long
menggarami daging babi dengan konsentrasi 20% 004 Dikandangk Landrac Camp Negatif
an e long
selama 3 hingga 4 minggu. 005 Dikandangk VDL Camp Negatif
an long
Berdasarkan data tabel 3 terdapat dua babi 006 Tidak Lokal Oenas Positif
yang tidak kandangkan atau dipelihara secara dikandangka i
n
tradisional dan babi lainnya dikandangkan. Babi 3 Sabtu, 007 Dikandangk Duroc Nunu Negatif
yang tidak dikandangkan ini merupakan babi lokal 30/07/2016 an meu
yang hasilnya positif terdekteksi sistiserkosis. 008 Dikandangk VDL Keset Negatif
an nana
Kedua babi ini berasal dari So’E yaitu dari Oenasi 4 Minggu, 009 Dikandangk VDL Keset Negatif
dan Ekamusa. Babi yang babi yang tidak 31/07/2016 an nana
dikandangkan ini dipelihara secara tradisional 010 Dikandangk Duroc Camp Negatif
an long
dengan melepas ternak disekitar kebun dan sesekali 5 Senin, 011 Dikandangk Duroc Camp Negatif
baru dimasukan ke kandang. Sedangkan babi yang 01/08/2016 an long
dikandangkan ini umumnya memiliki bentuk 012 Dikandangk Landrac Camp Negatif
an e long
kandang terbuat dari kayu dengan lantai semen atau 013 Dikandangk VDL Camp Negatif
kayu. an long
014 Tidak Lokal Ekam Positif
dikandangka usa
n
Vol. 2 No. 2
7
Tamanob et al. 2019
tidak dikandangkan memiliki faktor risiko yang Neurocysticercosis on the Tropical Island
signifikan mempengaruhi sistiserkosis pada babi Bali, Indonesia. Parasites & Vector. 8:148.
Vol. 2 No. 2
8
Tamanob et al. 2019