Professional Documents
Culture Documents
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Produk Turunan Minyak Sawit Di Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Produk Turunan Minyak Sawit Di Indonesia
SINGGIH WIDHOSARI
ABSTRACT
Keywords: production of palm oil derivative products, cooking palm oil, margarine, soap,
and interest rate policy
RINGKASAN
SINGGIH WIDHOSARI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Produk
Turunan Minyak Sawit di Indonesia. Dibimbing Oleh NOVINDRA.
tingkat suku bunga, laju pertumbuhan upah tenaga kerja industri, dan produksi
sabun domestuk t-1. Penurunan suku bunga bank indonesia menyebabkan
peningkatan terhadap produksi minyak goreng sawit domestik, permintaan
minyak goreng sawit domestik, penawaran minyak goreng sawit domestik,
produksi margarin domestik, penawaran margarin domestik, produksi sabun
domestik, permintaan sabun domestik, dan penawaran sabun domestik. Penurunan
suku bunga bank indoonesia menyebabkan penurunan terhadap harga minyak
goreng sawit domestik dan harga sabun domestik. Harga minyak sawit domestik,
permintaan margarin domestik, dan harga margarin domestik tidak mengalami
perubahan.
Saran yang bisa dikemukakan berdasarkan penelitian ini adalah : (1)
pemberian tingkat suku bunga rendah agar investasi bagi infustri hilir meningkat.
(2) dalam jangka panjang instrumen kebijakan pemerintah hendaknya berorientasi
ekspor produk turunan CPO (minyak goreng, margarin, dan sabun) dalam
meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk turunan minyak sawit dan
hendaknya pemerintah memberi perhatian penuh dalam mengatur sistem tata
niaga industri ini.
Kata Kunci : Produksi produk turunan minyak sawit, minyak goreng sawit,
margarin, sabun, kebijakan suku bunga
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Produk Turunan Minyak Sawit di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Singgih Widhosari
H44080007
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PRODUK
TURUNAN MINYAK SAWIT DI INDONESIA
SINGGIH WIDHOSARI
H44080007
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Produk Turunan
Minyak Sawit di Indonesia
Nama : Singgih widhosari
NIM : H44080007
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Novindra,S.P., M.Si
NIP. 19811102 200701 1001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji bagi kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk
kepada :
1. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberikan doa dan motivator,
pendukung baik moril maupun materil dan pendengar yang baik atas keluh
kesah penulis. Juga kakak tercinta yang selalu memberikan doa dan semangat
2. Novindra. S.P., M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala masukan dan
bimbingan yang telah bapak berikan. Dengan kesibukan yang bapak miliki,
3. Prof Dr Ir. Bonar M. Sinaga M.a selaku penguji utama dan Hastuti. S.P., M.P.,
Msi selaku penguji wakil departemen, atas segala masukan, perbaikan serta
dan dukungan ( Windi, Ionk, Ayu, Fathim, Welda, Livia, Nova, Tia, Esti, Tika,
Iki, Aziz dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu) dan teman-
6. Teman-teman di IPB yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada
penulis (ka fatmi, anggita, hikma, ikhlas, memey, rere, dan semua yang tidak
7. Pihak-pihak lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu namun telah
Indonesia. Semoga Allah SWT menerima karya ini sebagai amal kebaikan dan
Singgih Widhosari
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan usulan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Produk Turunan Minyak sawit di Indonesia. Selama proses penelitian
dimulai dari hunting data, pencarian informasi, hingga proses pengolahan data,
banyak hikmah yang penulis dapatkan dari kesemua proses tersebut. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi produk turunan minyak sawit di Indonesia dan Menganalisis dampak
kebijakan penurunan tingkat suku bunga terhadap produksi minyak goreng,
margarin, dan sabun di Indonesia.
Semoga karya penulis ini memberikan manfaat dalam pengembangan
pendidikan. Atas perhatian serta saran dan kritik yang diberikan untuk
menyempurnakan tulisan ini, penulis mengucapkan terima kasih.
Singgih Widhosari
DAFTAR ISI
Halaman
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
xii
25. Hasil Simulasi Penurunan Suku Bunga Sebesar 20 Persen ..... 77
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xv
I. PENDAHULUAN
berbagai produk industri makanan, kimia, kosmetik, bahan bakar industri berat
dan ringan, biodiesel dan lain-lain. Pengolahan kelapa sawit pada dasarnya
merupakan proses pengolahan pada Tandan Buah Segar (TBS), menjadi minyak
kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel
Oil (PKO). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan
(minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri
baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar alternatif
(biodisel).
terbesar di dunia dengan produksi sebesar 20.6 juta ton yang menguasai hampir
separuh dari pangsa pasar minyak sawit dunia. Data dari Direktorat Jenderal
Perkebunan (2009) menunjukkan pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit adalah
294 000 ha pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa sawit diperkirakan
sudah mencapai 7.32 juta ha. Lebih dari 80 persen produksi kelapa sawit nasional
utama ekspor kelapa sawit Indonesia adalah India dengan pangsa sebesar 33
persen, Cina sebesar 13 persen, dan Belanda 9 persen dari total ekspor kelapa
Permintaan dunia terhadap CPO terus meningkat. Pada tahun 2012 CPO
1
produksi minyak kelapa sawit dunia pada periode 1998 – 2002 hingga 2008 –
2012 mengalami peningkatan dari 25 340 360 ton sampai dengan 29 949 312 ton.
Sejak periode 2003 – 2007 jumlah konsumsi minyak kelapa sawit mulai
mengungguli minyak kedele dan diperkirakan masih akan terus berlanjut hingga
Perindustrian, 2009). Jumlah produksi dan konsumsi minyak nabati dunia mulai
tahun 1993 hingga prediksi tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
sawit dan keperluan domestik. Bila hal ini terus dilakukan maka akan
peluang pasar Indonesia dari sisi konsumsi domestik diperkirakan tumbuh antara
4 persen sampai 6 persen per tahun, sedangkan dari sisi ekspor adalah sekitar 5
2
pengembangan industri hilir minyak sawit perlu terus ditingkatkan (Departemen
Perindustrian, 2009).
Indonesia yang masih belum mampu mengembangkan industri hilir CPO, dapat
nilai tambah lebih dari 10 kali lipat dibandingkan harga minyak sawit mentah”.
Menurut data Kementerian Perindustrian, CPO bisa memberikan nilai tambah 180
persen jika diolah menjadi margarin, 300 persen untuk fatty acid, dan 400 persen
memberikan nilai tambah hingga 1 200 persen dari harga minyak sawit mentah.
Data nilai tambah industri turunan minyak sawit mentah dapat dilihat
pada Tabel 2.
Diversifikasi produk hilir minyak sawit dan minyak inti sawit dapat
3
sekitar 75 persen. Sisanya sekitar 25 persen digunakan dalam bentuk sabun,
bahan baku minyak goreng dan sebagai biofuel yang berperan untuk
industri hilir untuk minyak goreng, margarin, dan sabun kekurangan input CPO.
Akibatnya produksi dalam negeri untuk ketiga komoditas tersebut masih rendah.
tambah yang tinggi dan menimbulkan efek ganda (multipler effect) yang sangat
dilakukan karena saat ini baru 10 persen produk turunan sawit yang diproduksi di
minyak sawit, khususnya untuk produk yang banyak diproduksi di Indonesia yaitu
ini berhubungan dengan kapasitas produksi industri hilir berbahan baku minyak
(2008) mencatat serapan minyak sawit untuk industri minyak goreng domestik
4
yang merupakan industri yang dominan menggunakan minyak sawit di dalam
negeri hanya berkapasitas 1.9 juta ton per tahun dari rata-rata produksi minyak
sawit Indonesia dari 1984-2007 yaitu 6.2 juta ton. Begitu juga, industri hilir yang
lain, yang menghasilkan produk turunan minyak sawit belum banyak berkembang
sehingga belum banyak menyerap minyak sawit. Hal ini disebabkan masih
dukungan pemerintah.
pasar dunia sebasar 42 904 ton. Ekspor minyak sawit indonesia yang tinggi,
merupakan hal yang harus dibatasi dalam rangka pengembangan industri hilir
dilakukan. Padahal saat ini, negara-negara tujuan ekspor minyak sawit telah
mengolah minyak sawit dalam berbagai bentuk produk turunan dan hasil yang
komoditas ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2008 mencapai 80
persen dari total produksi minyak sawit di Indonesia. Negara utama tujuan ekspor
minyak sawit sawit Indonesia adalah India dengan pangsa pasar sebesar 33 persen
dimana lebih dari 90 persen minyak sawit di negara tersebut digunakan sebagai
minyak goreng, dan sisanya digunakan sebagai bahan dasar makanan dan produk-
produk lain seperti sabun, cokelat, es krim, kosmetik, dan juga alat pembersih.
5
persen, penggunaan minyak sawit di Belanda sebagai komplementer bagi minyak
hilir, (3) prioritas alokasi kredit dan subsidi bunga untuk investasi dan modal kerja
dalam rangka pengembangan industri hilir kelapa sawit, (4) insentif bea keluar
untuk ekspor produk hilir dan samping, serta disinsentif bea keluar untuk ekspor
bahan mentah dengan tetap memperhatikan keberadaan industri hulu, dan (5)
goreng dan margarin, serta perubahan gaya hidup masyarakat yang didukung oleh
6
Diharapkan produksi terhadap produk turunan minyak sawit yaitu minyak goreng,
sawit penting untuk dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan konsumen dan
Apabila industri hilir dikembangkan maka industri hulu pun akan ikut
berkembang. Dalam rangka membangun satu unit industri hilir CPO yang
kebun kelapa sawit yang sudah menghasilkan TBS seluas 150 000-200 000 ha.
industri hilir kelapa sawit, kebijakan moneter melalui instrumen tingkat suku
bunga dapat mempengaruhi produksi produk turunan minyak sawit yaitu minyak
goreng, margarin, dan sabun. Diduga penurunan tingkat suku bunga, akan
sawit, khususnya industri minyak goreng, margarin, dan sabun, sehingga produksi
akan meningkat. Apabila terjadi peningkatan tingkat suku bunga maka akan
menurunkan investasi pada industri hilir kelapa sawit yang juga menurunkan
produksinya.
7
2. Bagaimana dampak kebijakan penurunan tingkat suku bunga terhadap produksi
faktor - faktor yang berpengaruh terhadap produksi produk turunan minyak sawit
2. Bagi para pelaku usaha dalam industri minyak sawit, menjadi informasi dalam
3. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi penelitian
5. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menjadi sarana
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
sawit, yaitu minyak goreng, margarin (produk pangan) dan sabun (produk
kualitas, baik pada komoditas minyak sawit maupun produk turunan minyak sawit
yaitu minyak goreng, margarin, dan sabun. Dalam penelitian ini tidak
menganalisis ekspor dan impor bagi minyak goreng, margarin, dan sabun. Dalam
sawit hanya fokus pada kebijakan moneter dengan instrumen tingkat suku bunga.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensiss Jack) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit
sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand,
dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang
lebih tinggi. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
devisa Negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit
dibanding bagian lain. Tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan buah pada
umur 30 bulan setelah tanam. Buah pertama yang keluar (buah pasir) belum dapat
diolah di PKS karena kandungan minyaknya yang rendah. Buah kelapa sawit
normal berukuran 12-18 g/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar
menyusun tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. Setiap TBS
berisi sekitar 2000 buah sawit. TBS inilah yang dipanen dan diolah di Perusahaan
ketebalan cangkang buahnya yaitu dura (D), tenera (T), dan pisifera (P). Kelapa
10
sawit dura memiliki cangkang yang tebal (2-5 mm), tenera yang memiliki
ketebalan cangkang 1-2,5 mm dan pisifera (hampir) tidak mempunyai inti dan
cangkang. Tenera adalah hibrida dari persilangan dura dan pisifera sehingga
memiliki cangkang intermediate (0,5-4 mm) dan merupakan tipe umum yang
tipe kelapa sawit dura, tenera, dan pisifera dapat dilihat pada Tabel 4.
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di kebun raya Bogor.
pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah
Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di
lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa
di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai
5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576
11
ton ke Negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti
lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai
294 560 ha dengan produksi CPO sebesar 721 172 ton. Sejak saat itu lahan
dengan pertumbuhan areal perkebunan dan produksi kelapa sawit sebagai sumber
buah segar (hulu) kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir
keberhasilan usaha perkebunan kelapa sawit. Hasil utama yang dapat diperoleh
ialah minyak sawit,inti sawit, sabut, caking, dan tandan kosong. Pabrik kelapa
sawit (PKS) dalam konteks industri kelapa sawit di Indonesia dipahami sebagai
unit ekstraksi crude palm oil (CPO) dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS)
kelapa sawit. PKS merupakan unit pengolahan hulu dalam industri pengolahan
12
kelapa sawit dan merupakan titik kritis dalam alur ekonomi buah kelapa sawit
khususnya dan industri kelapa sawit umunya. Sifat yang krusial ini disebabkan
1. Sifat buah kelapa sawit yang segera mengalami penurunan kualitas dan
2. CPO dan inti sawit merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit
akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak
goreng, margarin, shortening, minyak inti sawit, kosmetik, sabun dan deterjen,
shampo, dll.
memasok 50 persen dari kapasitas PKS yang akan di bangunnya. Implikasi dari
peraturan ini adalah bahwa kemampuan PKS untuk mengolahkan buah milik
pihak luar menjadi sangat terbatas. Oleh sebab itu, kebun-kebun yang luas akan
13
2.4. Industri Hilir Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit dan produk turunannya memiliki nilai kompetitif yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit
Disamping itu kelapa sawit juga memiliki biaya produksi yang lebih rendah dan
kelompok produk industri minyak sawit utama Indonesia. CPO yang diproduksi
sebagian besar digunakan sebagai produk ekspor dan hampir 90 persen konsumsi
domestik digunakan sebagai bahan baku minyak goreng (Siahaan, 2006). Industri
lain yang menggunakan minyak kelapa sawit ini adalah industri margarin, sabun,
atas dua jenis kelompok produk yaitu edible product dan non-edible product.
Edible product merupakan produk turunan minyak sawit yang dapat dikonsumsi
sebagai minyak goreng, minyak salad, dan berbagai lemak untuk produk bakery
seperti shotening dan margarin dan berbagai minyak dan lemak khusus seperti
produk yang bukan digunakan sebagai produk teknis non pangan seperti sabun,
Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Oil (RBDPO) dan RBD Palm
Olein yang merupakan turunan langsung dari CPO yang banyak digunakan dalam
14
memproduksi margarin, shortening, es krim, condensed milk, vanaspati, sabun,
dan lainnya. RBD palm stearin digunakan sebagai bahan baku margarin dan
shortening juga bahan untuk pembuatan lemak untuk pelapis pada industri permen
dan coklat. RBD palm stearin digunakan juga dalam menghasilkan sabun dan
PKO yang dimurnikan dengan proses yang sama dengan pemurnian CPO
menghasilkan RBD PKO (refined, bleached and deodorized palm kernel oil).
Hasil fraksinasi RBD PKO kemudian menghasilkan RBD palm kernel olein. RBD
palm kernel oil digunakan secara komersial untuk menggoreng kacang, popcorn,
dan pembuatan permen setelah diubah menjadi cocoa butter substitute atau cocoa
nilai strategis karena termasuk salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa
masyarakat Indonesia pada tahun 2008 mencapai 16.5 kg per kapita per tahun,
dimana 12.7 kg merupakan konsumsi per kapita minyak goreng sawit. Dengan
jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 225 juta jiwa, maka konsumsi minyak
goreng diperkirakan mencapai 3.7 juta ton per tahunnya. Permintaan minyak
15
goreng tersebut diperkirakan akan tetap tinggi seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk2.
berturut-turut adalah Sumatera utara (30.46 persen), Riau (24.83 persen), DKI
Jakarta (13.01 persen), Jawa timur (9.62 persen), dan Sumatera selatan (7.18
persen). Data 10 pelaku usaha terbesar beserta kapasitas produksi dan market
Dilihat dari bahan bakunya, minyak goreng yang banyak digunakan oleh
pada tahun 2005 meningkat hingga sekitar 1 juta ton. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 6.
2
http://www.scribd.com/doc/77898667/11/Produksi‐dan‐Konsumsi‐Minyak‐Goreng‐Sawit‐
Nasional. Produksi dan Konsumsi Minyak Goreng Nasional. Di akses tanggal 16 juli 2012.
16
Tabel 6. Peningkatan Konsumsi Minyak Goreng Tahun 1999-2005
Tahun Konsumsi Per Kapita (Ton)
1999 141.50
2000 347.00
2001 658.20
2002 962.03
2003 976.62
2004 991.22
2005 1005.82
Sumber : BPS, 2012
Indonesia pada tahun 2005 meningkat hingga 11.6 persen atau sekitar 6.43 juta
ton, sedangkan konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia mencapai 16.5 Kg
per tahun dengan konsumsi per kapita khusus untuk minyak goreng sawit sebesar
12.7 kg per tahun. Perkembangan produksi minyak goreng Indonesia hingga tahun
2005 dan peningkatan konsumsi nasional minyak goreng disajikan pada tabel 7.
bahan baku untuk minyak goreng sawit dalam negeri sebenarnya tidak mengalami
merupakan bahan baku minyak goreng dan sebagai bioeful yang berperan untuk
sebanyak-banyaknya dari penjualan CPO ke luar negeri, dengan kata lain daya
17
goreng domestik terancam langka, sebab kelangkaan minyak goreng bisa terjadi
subsektor industri pangan. Salah satu jenis industri pangan yang dibutuhkan dan
margarin. Selama ini Indonesia masih mengimpor margarin dari berbagai Negara,
karena produksi dalam negeri belum mencukupi. Pada tahun 2001-2006 impor
penurunan. Kuantitas impor margarin selama tahun 2001-2010 dapat dilihat pada
Tabel 8.
Industri margarin merupakan salah satu industri yang sudah cukup lama
berkembang di Indonesia dan hingga saat ini tercatat sekitar 17 perusahaan yang
bergerak dalam industri ini. Kendati sudah berkembang cukup lama, ternyata
Indonesia memiliki total kapasitas produksi 357 900 ton per tahun. Industri
margarin tersebar pada enam provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
18
Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Kapasitas terbanyak
yaitu di provinsi DKI Jakarta sebesar 230 700 ton per tahun, dengan jumlah
terkecil berada di provinsi Sumatera Barat sebesar 660 ton per tahun dengan satu
tidak hanya untuk rumah tangga tetapi juga oleh berbagai industri makanan.
berfluktuatif. Terjadi penurunan yang sangat drastis pada tahun 2004 ke 2005
19
yaitu dari jumlah produksi 214.40 (000 Kg) menjadi 23.30 (000 Kg), kemudian
pada tahun 2009 terjadi peningkatan produksi lagi sebesar 275.80 (000 Kg).
Penurunan produksi margarin di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2010, tidak
diikuti oleh penurunan harga jual margarin tersebut yang terbukti nilainya dari
industri biskuit serta industri snack, margarin juga dikonsumsi oleh sektor industri
lainnya seperti industri cokelat, perhotelan, jasa catering, restoran, rumah tangga,
industri makanan jajanan seperti martabak dan lain-lain (Anita, 2011). Dari data
BPS dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan konsumsi yang cukup tinggi pada
tahun 2005 dan 2006 yaitu sebesar 25 252.38 (000 Kg) dan 25 580.31 (000 Kg).
membuka peluang yang sangat besar untuk pengembangan industri hilir atau
20
2.4.3. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Sabun di Indonesia
Sabun merupakan salah satu produk turunan dari minyak sawit yang
mandi juga semakin meningkat, karena masyarakat saat ini sudah mulai peduli
terhadap kebersihan.
turunan terbesar ke empat setelah produk oleokimia. Produk hilir minyak sawit
terbagi menjadi produk pangan 90 persen dan produk non pangan sebesar 10
adalah untuk minyak goreng yaitu sekitar 71 persen sedangkan bila digabung
bentuk sabun, oleokimia, dan bentuk lainnya (Affudin, 2007). Pangsa bentuk
konsumsi minyak sawit Indonesia tahun 1991 – 1996 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pangsa Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Tahun 1991 – 1996
Tahun Pangsa Bentuk Konsumsi
Minyak Margarin Sabun Oleokimia Lainnya
Goreng
1991 72.5 4.3 6.5 16.0 0.7
1992 71.0 3.5 5.4 13.7 6.4
1993 72.2 4.0 5.8 15.5 2.5
1994 70.5 3.8 5.3 16.5 3.9
1995 70.2 3.6 5.0 16.6 4.6
1996 70.0 3.5 4.7 16.6 5.2
Rata – rata 70.9 3.8 5.4 15.8 4.1
Sumber : Saragih 1998 dalam Affudin 2007
berkapasitas total sebesar 335 848 ton, terdiri dari 21 industri sabun mandi
berkapasitas 278 230 ton dan 12 industri sabun cuci berkapasitas sebesar 57 618
ton. Di Sumatera Utara sebanyak 8 industri terdiri dari 2 industri sabun mandi dan
21
6 industri sabun cuci, masing-masing kapasitas produksi sebesar 11 400 dan 39
harga sabun batang di Indonesia tahun 2003-2010 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Produksi dan Harga Sabun Mandi Batang Indonesia Tahun 2003 –
2010
Tahun Produksi Sabun Batang Harga Sabun Batang
(000 Buah) (Rp/buah)
2003 614.3 1281
2004 2469.9 1206
2005 3174.1 972
2006 2756.9 880
2007 2931.3 992
2008 6148.4 1055
2009 4963.9 1052
2010 3779.4 1039
Sumber : BPS diolah (2012)
Indonesia berfluktuatif dari tahun 2003 hingga tahun 2010. Produksi terbesar yang
dapat dilihat pada Tabel 13 yaitu tahun 2008 sebesar 6148.4 buah, walaupun
produksinya cukup tinggi namun harga sabun batang tersebut tetap tinggi yaitu
1055 (Rp/buah). Hal ini menunjukkan bahwa sabun mandi batang memiliki
Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia tidak lagi
berupa bahan mentah (CPO), tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai
tambah dinikmati di dalam negeri, dan penciptaan lapangan kerja baru. Penerapan
22
1. Fasilitas pendirian PKS terpadu dengan refinery skala 5-10 ton TBS/jam di
areal yang belum terkait dengan unit pengolahan dan pendirian pabrik Minyak
Goreng Sawit (MGS) skala kecil di sentra produksi CPO yangbelum ada pabrik
MGS.
5. Pengembangan market riset dan market intelijen untuk memperkuat daya saing.
Perkembangan tingkat bunga uang yang tidak wajar akan secara langsung
sehingga bank memiliki dana yang sangat besar sehingga kemampuan bank
menyalurkan kredit juga besar. Bersamaan dengan kondisi tersebut, suku bunga
kredit juga akan meningkat sehingga hasrat masyarakat untuk meminjam kredit di
bank menjadi menurun karena bunga kredit yang tinggi dalam suatu investasi.
perubahan yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 15.01 persen.
23
keuntungan.Perkembangan tingkat suku bunga umum bank Indonesia dapat
Tebel 14. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit pada Bank Umum di
Indonesia Periode Triwulan 2006.I – Triwulan 2010.I.
Tahun Triwulan Tingkat Suku Pertumbuhan
Bunga Kredit (%) (%)
2006 I 16.34 3.55
II 16.23 -0.67
III 16.00 -1.42
IV 15.35 -4.06
2007 I 14.70 -4.23
II 14.08 -4.22
III 13.56 -3.69
IV 13.11 -3.32
2008 I 12.94 -1.30
II 12.95 0.08
III 13.50 4.25
IV 15.01 11.19
2009 I 15.10 0.60
II 14.67 -2.85
III 14.31 -2.45
IV 13.91 -2.80
2010 I 13.66 -1.80
694.69 -72.87
meneliti dengan judul dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor eksternal
24
kesejahteraan pelaku industri minyak sawit Indonesia dan penerimaan devisa
tahun 2012-2016.
dalam penelitian ini merupakan sistem persamaan simultan, yang terdiri dari 3
blok yaitu blok perkebunan kelapa sawit, blok minyak sawit, dan blok minyak
goreng sawit. Model yang telah dirumuskan terdiri dari 39 persamaan atau 39
eksogen dan 18 lag endogenous veriable, sehingga total variabel endogen dalam
endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model
disimpulkan setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over
permintaan ekspor minyak sawit, maka pengembangan industri hilir minyak sawit
domestik (seperti industri minyak goreng sawit, oleokimia, sabun, margarin, dan
domestik berupa pembatasan ekspor minyak sawit dengan penetapan pajak ekspor
penawaran minyak sawit domestik) dan kebijakan kuota ekspor; dan peningkatan
25
dampak negatif bagi kesejahteraan netto. Hal ini dikarenakan peningkatan
industri hilir minyak sawit selain industri minyak sawit terlebih dahulu. Hal
mengakibatkan harga minyak sawit dan harga minyak goreng sawit domestik
mengalami penurunan.
komoditas minyak sawit dan hasil industri yang menggunakan bahan baku minyak
sawit, minyak goreng sawit, margarin, dan sabun, serta besarnya pengaruh
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dalam
runtun waktu (time series), periode 1969-1993. Model analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model ekonometrika persamaan simultan yang diduga
dengan metode pangkat dua terkecil tiga tahap Linier Three Stages Least Squares
(LTSLS). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa selama kurun waktu 1969-
1993 telah terjadi perkembangan yang cukup berarti dalam industri minyak sawit
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal produktif, produksi,
pertumbuhan rata-rata per tahun 11.52 persen, 13.27 persen, dan 18.90 persen.
Sementara itu pada kurun waktu yang sama volume ekspor minyak sawit
26
Indonesia rata-rata meningkat 8.33 persen pertahun yang sebagian besar
MEE sebesar 7.89 persen per tahun. Disisi lain selama kurun waktu 1984-1993,
volume impor minyak sawit oleh Indonesia mengalami penurunan rata-rata 6.80
margarin dan sabun baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang responsif
terhadap teknologi, sementara untuk produksi sabun dalam jangka panjang juga
perubahan teknologi bagi produk hasil industri ternyata lebih besar dibandingkan
permintaan minyak sawit oleh industri minyak goreng sawit akan besar
Permintaan minyak goreng sawit, margarin, dan sabun baik dalam jangka
nasional. Khusus untuk permintaan minyak goreng sawit, dalam jangka panjang
juga dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit dan harga minyak goreng
kelapa. Hal ini menunjukan bahwa dalam jangka panjang hubungan minyak
goreng kelapa dan minyak goreng sawit dilihat dari sisi konsumen lebih bersifat
subtitusi.
27
Peubah trend (teknologi) ternyata mampu memberikan pengaruh yang
besar pada perubahan penawaran minyak goreng sawit domestik, margarin, dan
sabun. Hal ini tidak terjadi pada penawaran minyak sawit domestik. Namun
demikian harga minyak sawit domestik hanya memberikan dampak yang besar
pada penawaran minyak sawit domestik. Perubahan harga minyak sawit dunia
dalam jangka panjang akan memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan
harga ekspor minyak sawit Indonesia. Harga ekspor minyak sawit Indonesia
teknologi yang cukup berarti. Hal ini terlihat dengan tidak resposifnya perubahan
harga, baik minyak sawit, minyak goreng sawit, margarin maupun sabun terhadap
perubahan teknologi. Kebijakan ekonomi yang dinilai paling ideal, karena mampu
dan total surplus devisa, baik dalam pasar terkendali maupun yang bebas adalah
kebijakan penurunan tingkat bunga sebesar tiga persen dari tingkat bunga
tertinggi, kebijakan peningkatan harga pupuk sebesar lima puluh persen dari harga
Bona (2008), meneliti dengan judul pengaruh ekspor CPO terhadap harga
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO dan harga minyak goreng sawit
sawit dan mengkaji pengaruh kebijakan pajak ekspor yang dilakukan pemerintah.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat
28
analisis Two Stages Least Square (2SLS). Adapun model yang dirumuskan terdiri
harga domestic CPO (PDCPO) 75 persen, pajak ekspor (PE) 90 persen, dan nilai
dibangun dapat menjelaskan keragaman dari ekspor CPO sebesar 9.20 persen.
(PMGS), jumlah CPO yang diserap industri MGS (CCPO), dan ekspor CPO satu
tahun yang lalu (XCPO1) dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Variabel
produksi minyak goreng satu tahun lalu (QMGS1) pun menghasilkan nilai yang
tidak signifikan yaitu harga domestic CPO dan impor CPO (MCPO). Model dapat
menjelaskan keragaman produksi MGS sebesar 79.4 persen dengan 20.6 persen
89 persen, hanya variabel harga MGS yang memberikan hasil yang tidak
29
Pembentukan harga minyak goreng sawit dipengaruhi secara signifikan
oleh harga domestik CPO (PDCPO) dengan tingkat kepercayaan 95 persen, harga
CPO dunia (PWCPO) 80 persen, pajak ekspor (PE) 75 persen, dan harga pada
variabel nilai tukar (ER) yang belum memberikan hasil yang signifikan. Selain
itu, model yang dibangun dapat menjelaskan keragaman dari harga MGS sebesar
56.86 persen dimana sekitar 43.14 persen dijelaskan oleh variabel-variabel diluar
Perubahan terbesar ada pada variabel harga minyak goreng sawit, dimana
kenaikan harga CPO dunia sebesar sepuluh persen akan mengakibatkan naiknya
harga minyak goreng sawit sebesar 3.364 persen. Presentasi perubahan terendah
PMGS sebesar 0.335 persen. Hasil ini dapat menggambarkan bahwa kebijakan PE
PE ini ternyata juga mengakibatkan penurunan dari sisi produksi dan konsumsi
MGS.
30
Novindra (2011), yaitu dampak kebijakan domestik dan perubahan faktor
Square (2SLS).
tujuan dari penelitian ini. Penelitian Novindra (2011) memiliki tujuan untuk
turunan minyak sawit di Indonesia dan hanya melihat dampak kebijakan suku
turunan kelapa sawit untuk komoditas minyak goreng sawit, margarin, dan sabun.
dua terkecil tiga tahap Linier Three Stages Least Square (LTSLS).
diduga dengan Two Stages Laeast Square (2SLS). Selain itu ruang lingkup dan
komoditas yang diteliti dalam penelitian ini juga berbeda, pada penelitian
Suharyono (1996), ikut melihat dampak kebijakan ekonomi terhadap kelapa sawit
dan produk turunannya, kemudian komoditas yang diteliti adalah minyak sawit,
31
minyak goreng sawit, margarin, dan sabun sedangkan pada penelitian ini lebih
kepada industri hilir kelapa sawit yaitu minyak goreng sawit, margarin, dan sabun
sawit tersebut. Dampak kebijakan yang dilihat hanya terhadap suku bunga uang.
menganalisis keterkaitan ekspor CPO dengan pasar minyak goreng sawit dan
Komoditas yang digunakan berbeda, Bone hanya fokus pada minyak goreng sawit
dan CPO sedangkan penelitian ini terhadap minyak goreng sawit, margarin, dan
sabun.
32
III. KERANGKA PEMIKIRAN
hubungan input dengan output (Debertin, 1986; Doll dan Orazem, 1984 dalam
produksi suatu komoditas pertanian (Y) secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
Y = f(X1,X2,X3,X4) …………………………………………………....(3.1)
Keterangan :
sabun adalah:
Keterangan:
33
MS1 = Jumlah minyak sawit untuk produksi minyak goreng (Kg)
suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para
penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah
34
U = u (CA, CB) ……………………………………………………… (3.5)
sawit/margarin/sabun (CA) dan Produk lain (CB). Konsumen yang rasional akan
berupaya memaksimumkan utilitas pada tingkat harga yang berlaku dan sesuai
Fungsi komposit berupa gabungan dari kedua fungsi di atas atau disebut
= – λ(PA) = 0 ………………………………………………...(3.8)
/
= λ(PA) atau λ = …………………………………………
(3.11)
35
/
= λ(PB) atau λ = ………………………………………….(3.12)
dimana rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditas, yaitu
yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka pendek dan jangka panjang.
Adapun persamaan untuk mendapat nilai elastisitas jangka pendek dan jangka
36
Elastisitas Jangka Pendek (ESR)
Keterangan :
minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit. Indonesia merupakan
pengekspor CPO terbesar di dunia, dan diprediksi permintaan CPO dunia akan
terus meningkat.
memenuhi permintaan dunia terhadap CPO. Salah satunya dengan cara menambah
luas areal perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentu saja menjadi ancaman yang
berarti bagi Indonesia. Indonesia tidak bisa selamanya hanya mengekspor bahan
mentah dari kelapa sawit berupa CPO saja. Perlu adanya pengembangan industri
hilir kelapa sawit, dimana seperti yang kita tahu produk turunan kelapa sawit
seperti minyak goreng, margarin, dan sabun memberikan nilai tambah yang lebih
37
Bukan hanya itu, kebutuhan domestik terhadap ke tiga jenis produk
turunan minyak sawit seperti minyak goreng, margarin, dan sabun semakin
oleh karena itu industri hilir kelapa sawit perlu di dorong agar lebih maju dan
2009):
6. Penghematan devisa
memberikan dampak terhadap produksi produk turunan minyak sawit. Hal ini
terkait dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa dengan penurunan tingkat
dapat meningkatkan modal bagi perusahaan hilir minyak sawit sehingga dapat
meningkatkan produksi.
38
Produktivitas Minyak
Permintaan CPO Ekspor CPO Indonesia Sawit sehingga
Dunia meningkat Tinggi mendorong
penambahan areal
tanam kelapa sawit
Pengembangan
Industri Hilir
Rendah
Rekomendasi
Kebijakan
39
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat model persamaan produksi
produk turunana kelapa sawit. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model persamaan simultan. Dari model yang dibuat dilakukan analisis untuk
untuk minyak goreng, margarin, dan sabun. Hasil analisis yang diperoleh
pengembangan industri hilir kelapa sawit. Selain itu, hasil analisis diharapkan
dapat menjadi literatur untuk penelitian berikutnya. Secara garis besar, kerangka
40
IV. METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam
bentuk data deret waktu (time series) dengan periode waktu 20 tahun, yaitu tahun
sabun; harga minyak sawit; harga minyak goreng, margarin, dan sabun. Adapun
model ekonometrika pada penelitian ini dibagi menjadi 3 blok yaitu blok minyak
41
4.3.1. Blok Minyak Goreng Sawit
permintaan, dan harga domestik. Mengingat pangsa ekspor minyak goreng sawit
lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, maka komoditas ini hanya
goreng domestik, laju pertumbuuhan harga minyak sawit domestik, tingkat suku
bunga uang, dan produksi minyak goreng sawit tahun sebelumnya. Model
sebagai :
Keterangan :
U1 = Peubah pengganggu
42
goreng sawit pada sebelumnya. Model persamaan struktural bagi permintaan
Keterangan :
U2 = Peubah pengganggu
residual yang dibentuk dari sisa produksi minyak goreng sawit domestik setelah
sebagai berikut :
Keterangan :
minyak goreng sawit domestik, tren, dan harga minyak goreng sawit domestik
43
tahun sebelumnya. Model persamaan struktural bagi harga minyak goreng sawit
U3………..........(4.4)
Keterangan :
T = Tren Harga
U3 = Peubah pengganggu
minyak sawit dunia. Model persamaan struktural bagi harga minyak sawit
Keterangan :
U4 = Peubah pengganggu
44
4.3.1.6.Persamaan Permintaan Minyak Sawit Domestik
sawit domestik, harga margarin domestik, dan harga sabun domestik. Model
berikut:
U5....................................................................................................(4.6)
Keterangan:
U5 = Peubah Pengganggu
permintaan, dan harga domestik. Pangsa ekspor minyak goreng sawit lebih
tahun sebelumnya, selisih harga minyak sawit domestik, tingkat suku bunga uang
tahun sebelumnya, upah tenaga kerja industri dan produksi margarin tahun
45
sebelumnya. Model persamaan struktural bagi produksi margarin domestik dapat
dirumuskan sebagai :
U6.......................................................................................................................................................... (4.7)
Keterangan :
U6 = Peubah pengganggu
Keterangan :
46
U7 = Peubah pengganggu
Keterangan :
Keterangan :
T = Tren harga
U8 = Peubah pengganggu
47
4.3.3. Blok Sabun Domestik
permintaan, dan harga domestik. Pangsa ekspor minyak goreng sawit lebih
pertumbuhan harga minyak sawit domestik, tingkat suku bunga uang, laju
pertumbuhan upah tenaga kerja industri dan produksi sabun tahun sebelumnya.
sebagai :
U9 …………………..........................................................................(4.11)
Keterangan :
U9 = Peubah pengganggu
48
4.3.3.2.Persamaan Permintaan Sabun Domestik
sebagai berikut :
Keterangan :
Keterangan :
49
4.3.3.4.Persamaan Harga Sabun Domestik
dan harga sabun domestik tahun sebelumnya. Model persamaan struktural bagi
(4.14)
Keterangan :
model, uji statistik-F, uji statistik t, uji statistik durbin-h, validasi model, dan
simulasi historis. Berikut adalah uraian lengkap mengenai prosedur analisis dalam
penelitian ini.
Keterangan :
50
variable (current exogenous variable, lagged exogenous variable, dan
model.
berikut.
(overidentified)
(unidentified).
diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank
teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu
determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural variabel yang
tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Atau dengan kata lain kondisi rank
51
ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak
dari 32 variabel eksogen dan 8 lag endogenous variable, sehingga total variabel
dalam model (K) adalah 51 variabel. Kemudian diketahui bahwa jumlah variabel
endogen dan eksogen yang termasuk dalam persamaan tertentu dalam model (M)
setiap persamaan struktural yang ada dalam model adalah over identified.
identified, dalam hal ini untuk menduga model dapat dilakukan dengan 2SLS
(Two Stage Least Square), 3SLS (Three Stage Least Squares), LIML (Limited
penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana, dan lebih
sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap
variabel penjelas berpengaruuh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka
52
4.4.3. Uji Statistik-F
Hipotesis:
H0 : β1 = β2 ….. = βi = 0
Keterangan :
Apabila nilai peluang (p-value) uji statistik-F < taraf α = 5% maka tolak
Hipotesis:
H0 : βi = 0
a) βi > 0; b) βi < 0
c) βi ≠ 0
kriteria uji :
Jika H1: a) βi > 0, bila p-value uji t < α maka disimpulkan tolak H0
53
H1: b) βi < 0, bila p-value uji t < α maka disimpulkan tolak H0
Pada penelitian ini menggunakan uji satu arah dan taraf α = 15% sehingga
jika nilai peluang (p-value) uji statistik-t < taraf α = 15% maka tolak H0. Tolak H0
Waston Statistic) tidak valid untuk digunakan (Pindyc dan Rubinfeld 1991 dalam
Keterangan:
d = dw statistik
nilai hhitung < -1.96, maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui
nilai hhitung > 1.96, maka terdapat autokorelasi positif (Pindyc dan Rubinfeld 1991
54
Untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk membuat suatu
simulasi alternatif kebijakan atau non kebijakan dan peramalan, maka perlu
dilakukan suatu validasi model, dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana
model tersebut dapat mewakili dunia nyata. Pada penelitian ini, kriteria statistik
untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan adalah : root
∑
U Theil = …………………….............. (4.18)
∑ ∑
Keterangan :
dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti
U Theil berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika
55
Adapun untuk melihat keeratan arah (slope) antara aktual dengan hasil
yang disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya
makin kecil nilai RMSPE dan U Theil dan makin besar nilai R2, maka pendugaan
20 persen. Dari sisi permodalan, dengan tingkat suku bunga pinjaman sekarang ini
(16-17 persen per tahun) dirasa masih kurang kondusif untuk usaha perkebunan,
termasuk kelapa sawit. Suku bunga yang ideal untuk usaha perkebunan adalah
sekitar 12 persen per tahun. Melalui simulasi ini akan dianalisis dampak dari
2011).
56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan model simultan dinamis yang dibangun dari 14 model yang terdiri dari
beberapa tahapan respesifikasi model. Data yang digunakan adalah data deret
waktu (time series) dengan periode pengamatan tahun 1990 sampai dengan 2010.
bahwa secara umum semua variabel penjelas sudah sesuai dengan tanda yang
hasil estimasi model cukup meyakinkan. Sebagian besar (75 persen) persamaan
perilaku memiliki koefisien determinasi (R2) di atas 0.5 dan hanya 25 persen
persamaan yang memiliki nilai R2 di bawah 0.4. Dilihat dari p-value uji F, hanya 3
persamaan yang memiliki nilai peluang uji statistik-F lebih tinggi dari taraf α
0.05.
0.7840 – 0.9674 dan hasil uji statistik durbin-h (dh) didapatkan kisaran nilai
korelasi. Terlepas dari ada tidaknya masalah korelasi yang serius, Pindyck dan
korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak
57
hasil estimasi model cukup respresentatif menangkap fenomena ekonomi dan
industri produk turunan minyak sawit untuk minyak goreng sawit, margarin, dan
Minyak goreng sawit merupakan salah satu produk olahan dari industri
minyak sawit, yang merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan pokok dan
ekspor minyak sawit yang terus meningkat, menyebabkan sebagian besar produksi
minyak sawit digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor minyak sawit (CPO).
Hal ini berdampak pada produksi minyak goreng sawit domestik dalam memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Padahal apabila produk turunan kelapa sawit lebih
ditingkatkan, minyak goreng sawit memiliki nilai guna yang lebih tinggi
dibanding minyak sawit. Keberadaan blok minyak goreng sawit untuk melihat
Indonesia. Blok ini terdiri dari 4 persamaan, yaitu produksi minyak goreng sawit
Produksi minyak goreng sawit domestik dari model yang telah diduga,
ditentukan oleh harga minyak goreng sawit domestik, laju pertumbuhan harga
minyak sawit domestik, tingkat suku bunga, dan produksi minyak goreng sawit
domestik t-1 pada taraf α 15%. Adapun produksi minyak goreng sawit domestik t-
1 berpengaruh nyata terhadap produksi minyak goreng sawit domestik. Hal ini
dapat menjadi indikasi bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat dari
58
produksi minyak goreng sawit domestik untuk menyesuaikan diri dalam merespon
dapat mendorong kenaikan produksi sebesar 0.69182 ton minyak goreng. Secara
harga minyak goreng sawit domestik adalah inelastis dalam jangka pendek dan
panjang. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak goreng sawit
laju pertumbuhan harga riil minyak sawit domestik sebesar 1 persen akan
Elastisitas produksi minyak sawit terhadap laju pertumbuhan harga riil minyak
59
sawit domestik adalah inelastis dalam jangka pendek dan panjang. Hal ini dapat
produksi minyak goreng domestik. Apabila tingkat suku bunga menurun, maka
estimasi, dapat dilihat bahwa tingkat suku bunga berpengaruh nyata terhadap
produksi minyak goreng domestik. Hal ini menunjukkan apabila terjadi penurunan
tingkat suku bunga sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi minyak goreng
Permintaan minyak goreng sawit domestik dari model yang telah diduga,
ditentukan oleh harga minyak goreng sawit domestik, pendapatan riil per kapita
penduduk Indonesia, dan permintaan minyak goreng sawit domestik t-1. Dapat
positif oleh pendapatan riil perkapita indonesia dan permintaan minyak goreng
sawit domestik tahun sebelumnya. Adapun harga minyak goreng sawit domestik
sawit domestik dipengaruhi secara signifikan oleh harga minyak goreng sawit
60
domestik terhadap harga minyak goreng sawit domestik yaitu inelastis dalam
minyak goreng sawit domestik dalam jangka pendek tidak banyak mempengaruhi
Pada jangka panjang faktor lain lebih fleksibel atau lebih mudah berubah seperti
permintaan minyak goreng sawit domestik dan secara statistik pendapatan riil
minyak goreng sawit domestik. Hal ini menunjukkan bahwa minyak goreng sawit
61
3. Penawaran Minyak Goreng Sawit Domestik
selisih produksi minyak goreng sawit domestik dengan ekspor minyak goreng
berikut.
Persamaan harga minyak goreng sawit domestik dari model yang telah
diduga ditentukan oleh excess permintaan minyak goreng sawit domestik, trend
dan harga minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya. Dari hasil estimasi
persamaan tersebut dapat dilihat bahwa semua tanda telah sesuai dengan
hipotesis.
tidak berpengaruh nyata terhadap harga minyak goreng sawit domestik, hal ini
dapat mengindikasikan bahwa harga minyak goreng sawit domestik tidak hanya
operasi pasar Badan Logistik (Bulog) dengan mengatur pasokan minyak goreng di
62
dalam negeri. Pemerintah juga menentukan harga dasar tertinggi dalam rangka
Dengan tidak adanya kebebasan penuh bagi produsen minyak goreng sawit
melalui mekanisme pasar. Tingkat harga ini relatif tetap atau naik dalam periode
tertentu.
berpengaruh nyata terhadap harga minyak goreng sawit domestik. Campur tangan
harga minyak goreng sawit domestik hanya sebesar 4.14 persen (selama kurun
waktu 1990-2012). Kekakuan dari harga minyak goreng sawit domestik juga
dapat dilihat dari pengaruh harga minyak goreng domestik tahun lalu yang
berpengaruh nyata yang mana setiap kenaikan harga minyak goreng sawit
domestik tahun lalu sebesar satu rupiah per kilogram akan meningkatkan harga
domestik tahun ini hanya sebesar 0.38982 rupiah per ton dalam periode 1990-
2010.
63
5. Harga Minyak Sawit Domestik
Harga minyak sawit domestik dari model yang telah diduga, ditentukan
oleh penawaran minyak sawit domestik t-1, permintaan minyak sawit domestik,
dan harga minyak sawit dunia. Secara statistik penawaran minyak sawit domestik
terhadap harga minyak sawit domestik signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa
sawit domestik t-1 lebih kecil dibandingkan peningkatan harga minyak sawit
sawit domestik. Kenaikan yang terjadi pada harga minyak sawit dunia akan
menaikkan harga minyak sawit domestik. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa
secara statistik harga minyak sawit dunia berpengaruh nyata terhadap harga
minyak sawit domestik. Hal ini dikarenakan adanya integrasi harga sehingga
perubahan pada harga minyak sawit dunia akan diikuti oleh peningkatan harga
minyak sawit domestik. Hal ini juga sebagai indikasi mengapa produsen minyak
64
sawit di domestik lebih suka mengekspor minyak sawit dari pada menjual di
domestik.
ditentukan oleh harga minyak sawit t-1, harga minyak goreng sawit domestik t-1,
dipengaruhi secara signifikan oleh harga margarin domestik dan laju pertumbuhan
Pada Tabel 18 dapat dilihat harga minyak sawit domestik t-1 tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan minyak sawit domestik. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa minyak sawit sebagai bahan baku produk turunan seperti
minyak goreng sawit, margarin dan sabun merupakan kebutuhan yang cukup
minyak sawit.
Harga minyak goreng sawit domestik t-1 tidak berpengaruh nyata terhadap
permintaan minyak sawit domestik. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa harga
minyak goreng sawit domestik tidak hanya ditentukan oleh mekanisme pasar.
65
Campur tangan pemerintah dalam mengendalikan harga minyak goreng domestik
goreng untuk konsumsi dalam negeri. Hal ini menyebabkan harga minyak goreng
sebagai bahan baku juga berubah. Dilihat berdasarkan nilai elastisitasnya, respon
dalam jangka pendek. Hal ini mengindikasikan dalam jangka pendek perubahan
permintaan minyak sawit domestik. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pada
sawit terhadap laju pertumbuhan harga sabun domestik adalah inelastis dalam
jangka pendek. Hal ini mengindikasikan dalam jangka pendek perubahan laju
66
5.1.1.2.Keragaan Blok Margarin Domestik
Margarin merupakan salah satu produk turun kelapa sawit. Sebagian besar
cukup lama di Indonesia dan permintaannya yang cukup tinggi, namun untuk
produksi produk turunan minyak sawit di Indonesia. Blok ini terdiri dari produksi
Produksi margarin domestik dari model yang telah diduga, ditentukan oleh
harga margarin domestik, selisih harga riil minyak sawit domestik, tingkat suku
bunga, upah tenaga kerja industri t-1, dan produksi margarin domestik t-1.
Adapun produksi margarin domestik t-1 berbeda nyata dengan nol terhadap
produksi margarin domestik. Dari hasil estimasi tersebut, dapat diketahui bahwa
ada tenggang waktu yang relatif lambat dari produksi margarin domestik untuk
Berdasarkan hasil estimasi Tabel 21, dapat dilihat bahwa harga margarin
tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi margarin. Hal ini
67
Tabel 19. Hasil Estimasi Produksi Margarin Domestik
Variabel Parameter Elastisitas Prob > |T| Variabel
Estimasi SR LR Label
Intercept 94.96119 0.2935
HRMRD 0.0004 0.000444 0.002 0.4854 HRMRD t-1
Selisih harga riil minyak sawit domestik juga tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi margarin domestik. Hal ini memberikan indikasi bahwa harga
riil minyak sawit domestik untuk kebutuhan produksi margarin Indonesia masih
bahwa supply minyak sawit domestik sebagai bahan baku margarin cukup
menyebabkan selisih harga minyak sawit domestik tidak terlalu tinggi sehingga
Tingkat suku bunga uang yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
penggunaan laba ditahan (return earning). Tidak nyatanya upah tenaga kerja t-1,
68
2. Permintaan Margarin Domestik
Permintaan margarin domestik dari model yang telah diduga, ditentukan oleh
harga riil margarin domestik, selisih pendapatan nasional bruto Indonesia, dan
koefisien peubah eksogen sesuai dengan hipotesis. Harga riil margarin domestik
Namun dari hasil estimasi pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa harga
baik jumlah maupun frekuensinya cukup besar sehingga harga margarin domestik
69
Jumlah penduduk Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap
terhadap jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek yaitu
7.7982.
Harga margarin domestik dari model yang telah diduga, ditentukan oleh
tren, dan harga margarin domestik t-1. Dari hasil estimasi pada Tabel 23 dapat
dilihat bahwa secara statistik yang berpengaruh nyata terhadap harga margarin
domestik yaitu tren dan harga margarin domestik t-1. Harga margarin domestik t-
ada tenggang waktu yang relatif lambat dari harga margarin domestik untuk
domestik tidak berpengaruh nyata terhadap harga margarin domestik. Hal ini
70
kini tidak hanya menangani masalah beras tapi juga menangani stabilisasi
sembilan bahan pokok. Sembilan bahan pokok yang tertuang dalam peraturan
menteri perundustrian dan perdagangan 1998 adalah beras dan singkong, gula
pasir, minyak goreng dan margarin, daging sapi dan ayam-telur ayam, susu,
jagung dan sagu, minyak tanah atau gas elpiji, serta garam beriodium (Lumanauw
2010). Tidak adanya kebebasan penuh bagi produsen dalam mengatur harga maka
terhadap harga margarin domestik. Keadaan ini juga memberi indikasi tidak
dan penetapan harga dasar merupakan faktor eksternal yang tidak bisa
71
Secara statistik tren berpengaruh positif terhadap harga margarin domestik.
Dari hasil estimasi yang diperoleh tren memiliki pengaruh yang nyata terhadap
harga margarin domestik. Pada lampiran 1 dapat kita lihat bahwa terjadi fluktuasi
turunan memiliki nilai guna yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan
semakin lama semakin berkembang. Oleh karena itu kita ingin melihat faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi produk turunan kelapa sawit yaitu sabun.
Blok ini terdiri dari 4 persamaan, yaitu produksi sabun domestik, permintaan
Produksi sabun domestik dari model yang telah diduga, ditentukan oleh
harga sabun domestik, harga minyak sawit domestik, tingkat suku bunga, laju
pertumbuhan upah tenaga kerja industri, dan produksi sabun domestik t-1. Dari
hasil estimasi pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa harga sabun domestik tidak
indikasi bahwa para produsen sabun dalam menentukan jumlah produksi tidak
berpengaruh tidak nyata terhadap produksi sabun domestik. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa porsi penggunaan minyak sawit dalam industri ini tidak
72
terlalu besar sehingga harga minyak sawit bukanlah merupakan bagian yang besar
Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan tingkat suku bunga sebesar 1 persen
produksi sabun domestik terhadap tingkat suku bunga inelastis dalam jangka
terhadap laju pertumbuhan upah tenaga kerja industri, baik jangka pendek
0.04086. Tidak responsifnya laju pertumbuhan upah tenaga kerja industri terhadap
produksi sabun domestik dapat menjadi indikasi bahwa supply tenaga kerja masih
73
2. Permintaan Sabun Domestik
Permintaan sabun domestik dari model yang diduga, ditentukan oleh laju
pertumbuhan penduduk Indonesia dan permintaan sabun domestik t-1. Dari hasil
estimasi pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan harga sabun
domestik tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan sabun domestik. Hal ini
dan semakin sadarnya masyarakat akan kebersihan diri, sabun sudah menjadi
barang kebutuhan yang krusial, sehingga pertumbuhan harga sabun tidak akan
jangka pendek adalah elastis yaitu masing-masing sebesar 3.93917 dan 5.69840.
74
Jika peubah lain berada dalam kondisi ceteris paribus maka peningkatan
Harga sabun domestik dari model yang telah diduga, ditentukan oleh
selisih penawaran sabun domestik, dan harga sabun domestik t-1. Dari hasil
estimasi pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa selisih penawaran sabun domestik
tidak berpengaruh nyata terhadap harga sabun domestik. Hal ini dapat
pasar. Harga riil sabun domestik t-1 berpengaruh nyata terhadap harga sabun
domestik, hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat
dari produksi minyak goreng sawit domestik untuk menyesuaikan diri dalam
75
Tabel 24. Hasil Estimasi Harga Sabun Domestik
Variabel Parameter Elastisitas Prob > |T| Variabel
Estimasi SR LR Label
Intercept 397.8293 0.05115
SSSBD -0.00270 0.0024114 0.0069191 0.2534 Selisih penawaran
sabun domestik
LHRSBD 0.651484 0.0018* HRSBD t-1
R-squared 0.5140 Prob>|F| 0.0022 Durbin-h stat -0.088391
Keterangan: *Nyata pada taraf α 5%
Sumber : Data Diolah (2012)
margarin, dan sabun, serta harga minyak sawit dilakukan simulasi model (simulasi
76
Kemudian, Peningkatan produksi margarin domestik menyebabkan
persen.
77
Penurunan harga minyak goreng sawit domestik, harga margarin domestik,
sawit domestik sebesar 0.5339241 yang akhirnya menurunkan harga minyak sawit
78
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
sawit domestik, tingkat suku bunga, dan produksi minyak goreng t-1.
margarin t-1.
bunga, laju pertumbuhan upah tenaga kerja industri, dan produksi sabun
domestik t-1.
6.2. Saran
79
2. Dalam jangka panjang instrumen kebijakan pemerintah hendaknya
memberi perhatian penuh dalam mengatur sistem tata niaga industri hilir.
80
DAFTAR PUSTAKA
Anita FD. 2011. Pengaruh Persepsi Kualitas Produk dan Harga terhadap Loyalitas
Pelanggan Margarin (Survei pada Ibu-ibu RT Pengguna Margarin di
Desa Banjaran Kabupaten Bandung). [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1990-2010. Statistik Industri Besar dan Sedang.
Jakarta (ID): BPS.
Zahira N. 2006. Feasibility Studi Industri Sabun Berbahan Baku Minyak Sawit.
Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Nuryanti S. Nilai Strategi Industri Sawit. Jurnal Agro Ekonomi. 6 (4) : 378-392.
81
Novindra. 2011. Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal
Terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di
Indonesia. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gosta DR. 2011. Sektor Sawit Hilir akan Tumbuh Pesat. Jurnal Kelapa Sawit,
5(1): 71.
Sitohang BHR. 2008. Pengaruuh Ekspor CPO (Crude Pallm Oil) Terhadap Harga
Minyak Goreng Sawit Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sudirman W. 2011. Kebijakan Fiskal dan Moneter Teori dan Empirikal. Jakarta
(ID): Kencana Prenada Media group.
Sofia AR. 2011. Pengaruh Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga Kredit SBI
dan Suku Bunga Internasional Sibon terhadap Tingkat Suku Bunga
Kredit Bank Umum di Indonesia. [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Pindyck, R.S., dan D.L. Rubinfeld. 1991. Econometric models and economic
forecasts. Third Edition. New York (ID): McGrow-Hill Inc.
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Data Dasar Model Persamaan Produksi Produk Turunan Minyak Sawit Indonesia
GDPR HRMGSDR HSBDR HMRDR PMGSD PSBD PMRD EXMGSD
Tahun Tren PI (A) (B) TB (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I) EXSB (J) (K)
1990 1 179.38 339.75 20 2461.08 1206.7 6543.9 969 555.6 14 12972.26 169
1991 2 182.94 335.06 20.9 2614.75 1092.2 6483.6 981 449.3 12.3 18620.86 106
1992 3 186.04 330.17 19.2 2842.70 1082.8 6383.1 1162 497.8 20.8 21373.38 76
1993 4 189.14 762.86 16.6 2661.55 1001.6 6857.4 1250 562.9 21.9 27447.53 166
1994 5 192.22 807.3 15 3104.82 961.2 5075.1 1506 888.9 113.8 28084.72 351
1995 6 194.75 895.33 15.7 3319.72 1027.3 6465.7 1731 701.2 205.7 43819.89 282
1996 7 198.32 981.8 16.4 3830.49 1053.5 6367.4 2336 513.6 297.6 42832.24 690
1997 8 201.35 1112.76 17.6 3944.77 1041.6 5940.7 2453 52.4 308.6 34248.66 1587
1998 9 202.99 1070.75 22.7 6808.00 1970 8579.9 1389 509.1 273.4 37549.22 1075
1999 10 204.63 986.53 22.6 4296.98 2081.6 8950 2575 537.3 328 82290.83 1434
2000 11 206.26 1166.01 16.6 3418.54 1626.5 9107.9 2139 571.8 338.1 90097.09 1792
2001 12 207.93 1485.93 17.1 3164.04 1482.8 8796.7 1712 59 356.5 108624.6 1054
2002 13 210.74 1446.67 18 3477.90 1366.1 7302.1 1793.5 593.5 384.3 125039.7 1401
2003 14 213.55 1465.81 17 3479.32 1281.7 8193.3 4215.9 614.3 405.4 114037.6 1494.4
2004 15 216.38 1456.89 14.7 3473.02 1206 10124.6 4166 2469.9 214.4 149039.3 1587.8
2005 16 219.2 1570.6 14.2 3680.44 972.9 11351 7643.5 3174.1 23.3 154922.5 1681.2
2006 17 222.05 1660.33 14.3 3728.22 880 10053.3 4178 2756.9 61 160809.3 1774.6
2007 18 224.9 1846.48 14.5 3949.19 992.9 12073.2 4419.7 2931.3 53 126339.6 1868
2008 19 227.78 2144.47 15 3982.43 1055.4 13319.7 4991 6148.4 45.1 153626.1 2124.2
2009 20 230.63 2293.2 14.2 4206.70 1052.9 13882 5243.7 4963.9 275.8 165723.8 2239.1
2010 21 237.56 1863.47 13.4 3998.94 1039.8 14256.9 5496.5 3779.4 283.9 162584.01 2354
Keterangan :
84
84
85
Lampiran 1. Lanjutan
IMMRD IMSB DMGSD DMSD HMSDR HMSWR DSBD SMSD UPRIN EXMRD
(L) (M) (N) (O) (P) (Q) DMRD (R) (S) IHK (T) (U) (V) (W)
89.291 1321.84 719.6 1625.7 1825.23 972.48 7719.47 2419.46 28.78 1623.2 11927.53 304.1
334 1522.51 1074.8 1708.9 2080.74 1058.58 8.781.125 2809.96 31.46 1527.77 12082.95 2432.53
458.315 2058.14 1066 2292.7 2153.16 859.69 10716.06 2691.52 33.82 2544.74 12466.46 858.28
522.06 4061.65 1054.4 2080.9 1870.92 1096.33 10.894.211 4030.86 37.11 1941.34 12486.3 3098.56
468.028 5295.46 1355.2 2445.6 2454.05 1302.9 11994.31 5034.57 40.26 2500.54 12545.08 2792.75
632.953 1509.85 1349 3072.1 2893.58 1472.54 13.087.523 6051.3 44.07 3264.49 12966.23 179
2295.31 1030.49 1645.7 2953.6 2414.09 1118.42 14279.04 7130 47.55 3334.3 13534.56 12497.31
1876.60 1252.76 1649.5 3259.7 2809.07 1075.01 14.497.423 9324.74 50.7 2504.59 14222.02 145205.71
1418.04 541.079 313.6 3772.6 4925.66 847.23 14.615.299 11503.21 80.04 4178.49 9265.48 139256.1
1264.82 1903.42 141.5 2681.5 3089.60 454.61 15.715.387 13715.6 96.43 2691.85 11484.56 267975
1559.07 2225.51 347 2962 2412.1 310.44 15.841.121 15962.6 100 2283.38 12753 237611.1
2202.49 1574.37 658.2 2877 1837.91 247.27 16.966.884 18245.69 111.48 3493.4 15570.98 266449.6
2302.7 2771.96 962 3027 2277.16 311.78 17.196.082 20675.76 124.73 3298.14 14765.39 249164.1
2863.99 3470.82 976.6 3169 2481.91 336.67 10.250.424 29408.47 132.95 4058.44 14580.29 178091.2
3226.60 5583.98 991.2 3347 2599.67 341.34 15.579.475 30359.2 141.26 3453.36 14771.46 273924.4
3500.84 5210.56 1005.8 3546 2401.80 302.3 25.252.381 40835.21 156.03 3904.17 13709.96 277324.6
5781.23 6753.74 1020.4 3711 2253.84 269.62 25580.31 38258.55 176.47 4036.38 14471.89 270379.6
4315.14 3724.85 1035 4105 2240.49 255.57 19.431.783 35603.35 187.78 4168.58 19906.94 365578.4
4932.61 4141.04 846.5 3965.7 2141.22 233.58 13.120.076 40584.77 207.22 4300.79 14635.17 510092.8
3968.57 3216.26 834 4075.4 2159.98 225.93 11070.37 84323.01 216.06 4433 14783.3 348667.1
4224.19 2286.12 821.6 4185 2155.61 216.7 13.683.247 55622.4 227.16 4565.20 14931.43 356151.7
85
Lampiran 2. Rekapitulasi Persamaan dalam Model Produksi Produk
Turunan Minyak Sawit Indonesia
Blok Persamaan Notasi Struktural/
Identitas
Minyak Goreng 1. Produksi Minyak PMGSD Struktural
Sawit Domestik Goreng Sawit Domestik
2. Permintaan Minyak DMGSD Struktural
Goreng Sawit Domestik
3. Harga Minyak Goreng HRMGSD Struktural
Sawit Domestik
4. Harga Minyak Sawit HRMSD Struktural
Domestik
5. Penawaran Minyak SMGSD Identitas
Goreng Sawit Domestik
Margarin 1. Produksi Margarin PMRD Struktural
Domestik
2. Permintaan Margarin DMRD Struktural
Domestik
3. Harga Margarin Domestik HMRD Struktural
4. Penawaran Margarin
Domestik SMRD Identitas
Sabun 1. Produksi Sabun Domestik PSBD Struktural
2. Permintaan Sabun DSBD Struktural
Domestik
3. Harga Sabun Domestik HSBD Struktural
4. Penawarab Sabun SSBD Identitas
Domesttik
86
Lampiran 3. Program Estimasi Persamaan dalam Model Produksi Produk
Turunan Minyak Sawit Indonesia
data Olah;
input Th T PI GDPR TB HRMGSD HRSBD HRMRD PMGSD PSBD PMRD EXSB EXMGSD
EXMRD IMMRD IMSB DMGSD DMSD HRMSD HRMSW DMRD DSBD IHK SMSD UPRIN
;
/*create data*/
SMGSD = PMGSD-EXMGSD;
SMRD = PMRD+IMMRD-EXMRD;
SSBD = PSBD+IMSB-EXSB;
EXSSBD = SSBD-DSBD;
EXDSBD = DSBD-SSBD;
EXDMGSD = DMGSD-SMGSD;
EXSMGSD = SMGSD-DMGSD;
EXDMSD = DMSD-SMSD;
EXSMSD = SMSD-DMSD;
PDK = GDPR/PI;
/*membuat selisih*/
SHRMSD=HRMSD-LHRMSD;
SHRSBD=HRSBD-LHRSBD;
RHRMSD=HRMSD/LHRMSD;
SGDPR = GDPR-LGDPR;
STB = TB-LTB;
SDSBD = DSBD-LDSBD;
SSSBD = SSBD-LSSBD;
SUPRIN = UPRIN-LUPRIN;
ST = T-LT;
SDMGSD = DMGSD-LDMGSD;
87
Lampiran 3. Lanjutan
SDMSD = DMSD-LDMSD;
SSMGSD = SMGSD-LSMGSD;
SHRMRD = HRMRD-LHRMRD;
SHRMGSD= HRMGSD-LHRMGSD;
SPI = PI-LPI;
/*membuat rasio*/
RHRMSMGS = HRMSD/HRMGSD;
RGDPR = GDPR/LGDPR;
RTB = TB/LTB;
RHRMRD=HRMRD/LHRMRD;
RHRSBD= HRSBD/LHRSBD;
RHRMGSD = HRMGSD/LHRMGSD;
RSSBD = SSBD/LSSBD;
RDSBD = DSBD/LDSBD;
RDMGSD = DMGSD/LDMGSD;
RUPRIN = UPRIN/LUPRIN;
RPI = PI/LPI;
/*mendeskripsikan variabel*/
label PMGSD = 'produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton)'
DMGSD = 'permintaan minyak goreng sawit domestik (ton)'
SMGSD = 'penawaran minyak goreng sawit domestik (ton)'
HRMSD = 'harga riil minyak sawit domestik (Rp/ton)'
SMSD = 'penawaran minyak sawit domestik (000 ton)'
PMRD = 'produksi margarin domestik (000 kg)'
DMRD = 'permintaan margarin domestik (kg)'
SMRD = 'penawaran margarin domestik (kg)'
PSBD = 'produksi sabun domestik (000 buah)'
DSBD ='permintaan sabun domestik (buah)'
SSBD = 'penawaran sabun domestik (buah)'
TB = 'tingkat suku bunga uang (%)'
T = 'tren waktu'
GDPR = 'gross domestic product riil (constant 2000) (000 Rp)'
88
Lampiran 3. Lanjutan
PI = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)'
EXMGSD = 'ekspor minyak goreng sawit domestik (ton)'
HRMSW = 'harga riil minyak sawit dunia (US$/ton)'
IMMRD = 'impor margarin domestik (000 kg)'
EXMRD = 'ekspor margarin domestik (000 kg)'
IMSB = 'impor sabun domestik (000 kg)'
EXSB = 'ekspor sabun domestik (000 kg)'
LPMGSD = 'produksi minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(ton)'
LDMGSD = 'permintaan minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(000 ton)'
LHMSD = 'harga minyak sawit domestik tahun sebelumnya (Rp/ton)'
LHMGSDR = 'harga minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(Rp/ton)'
LPMRD = 'produksi margarin domestik tahun sebelumnya (000 kg)'
LDMRD = 'permintaan margarin domestik tahunsebelumnya (kg)'
LHMRDR = 'harga margarin domestik tahunsebelumnya (Rp/kg)'
LPSBD = 'produksi sabun domestik tahun sebelumnya (000 Rp/buah)'
LDSBD = 'permintaan sabuun domestik tahun sebelumnya (buah)'
LHSBDR = 'harga sabun domestik tahun sebelumnya (Rp)'
HMGSDR = 'harga riil minyak goreng domestik (Rp/ton)'
HSBDR = 'harga riil sabun domestik (Rp/buah)'
HMRDR = 'harga riil margarin doomestik (Rp/kg)'
THMGSDR = 'laju pertumbuhan harga riil minyak goreng sawit domestik
(Rp/ton)'
THMRDR = 'laju pertumbuhan harga riil margarin domestik (Rp/kg)'
THSBDR = 'laju pertumbuhan harga riil sabun domestik (Rp/buah)'
;
89
Lampiran 4. Hasil Estimasi Persamaan dalam Model Produksi Produk Turunan
Minyak Sawit Indonesia
Lampiran 4a. Hasil Estimasi Persamaan pada Blok Minyak Goreng Sawit
Domestik
Model
PROD_MGS
Dependent Variable
PMGSD
Label produksi minyak goreng sawit domestik (000
ton)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
domestik tahun
sebelumnya (ton)
Durbin-Watson 2.121158
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation -0.07629
90
Lampiran 4a. Lanjutan
Model
PRMNTN_M
Dependent Variable
DMGSD
Label permintaan minyak goreng sawit domestik
(ton)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
domestik tahun
Durbin-Watson 2.005548
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation -0.00821
91
Lampiran 4a. Lanjutan
Model HARG_MGS
Dependent Variable HRMGSD
Label
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Durbin-Watson 2.034284
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation -0.02437
92
Lampiran 4a. Lanjutan
Model HARG_MSD
Dependent Variable HRMSD
Label harga riil minyak sawit domestik (Rp/ton)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
(US$/ton)
Durbin-Watson 0.907561
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.528756
93
Lampiran 4a. Lanjutan
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model PRMNTN_M
Dependent Variable DMSD
Label
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Durbin-Watson 0.784067
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.44635
94
Lampiran 4b. Hasil Estimasi Persamaan pada Blok Margarin Domestik
Model PROD_MRD
Dependent Variable PMRD
Label produksi margarin domestik (000 kg)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
domestik tahun
Durbin-Watson 1.263849
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.349466
95
Lanjutan. Lampiran 4b
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model PRMNTN_M
Dependent Variable DMRD
Label permintaan margarin domestik (kg)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
indonesia (jiwa)
Durbin-Watson 1.072088
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.452531
96
Lanjutan. Lampiran 4b
Model HARG_MRD
Dependent Variable HRMRD
Label
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
domestik (kg)
TDMRD 1 5.843311 10.48075 0.56 0.5854
T 1 165.8938 121.2625 1.37 0.1914 tren
waktu
LHRMRD 1 0.470708 0.213096 2.21 0.0432
Durbin-Watson 2.098371
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation -0.07178
97
Lampiran 4c. Hasil Estimasi Persamaan pada Blok Sabun Domestik
Model PROD_SBD
Dependent Variable PSBD
Label produksi sabun domestik (000 buah)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
(Rp/ton)
TB 1 -176.377 132.8778 -1.33 0.2056
tingkat suku bunga
uang
(%)
TUPRIN 1 -36.9419 15.78133 -2.34 0.0346
LPSBD 1 0.741855 0.155419 4.77 0.0003
produksi sabun
domestik tahun
sebelumnya (000
Rp/buah)
Durbin-Watson 1.542999
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.180176
98
Lanjutan. Lampiran 4c
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model PRMNTN_S
Dependent Variable DSBD
Label permintaan sabun domestik (buah)
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
product riil
(constant 2000)
(000
Rp)
TPI 1 1066.629 6963.572 0.15 0.8803
LDSBD 1 0.308724 0.271109 1.14 0.2727
permintaan sabuun
domestik tahun
sebelumnya (buah)
Durbin-Watson 2.164661
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation -0.11494
99
Lanjutan. Lampiran 4c
The SAS
The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation
Model HARG_SBD
Dependent Variable HRSBD
Label
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr
> F
Parameter Estimates
Parameter Standard
Variable
Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label
Durbin-Watson 1.48443
Number of Observations 20
First-Order Autocorrelation 0.251446
100
Lampiran 5. Program Validasi Persamaan dalam Model Produksi Produk
Turunan Minyak Sawit Indonesia
data Olah;
input Th T PI GDPR TB HRMGSD HRSBD HRMRD PMGSD PSBD PMRD EXSB EXMGSD
EXMRD IMMRD IMSB DMGSD DMSD HRMSD HRMSW DMRD DSBD IHK SMSD UPRIN
;
/*create data*/
SMGSD = PMGSD-EXMGSD;
SMRD = PMRD+IMMRD-EXMRD;
SSBD = PSBD+IMSB-EXSB;
EXSSBD = SSBD-DSBD;
EXDSBD = DSBD-SSBD;
EXDMGSD = DMGSD-SMGSD;
EXSMGSD = SMGSD-DMGSD;
EXDMSD = DMSD-SMSD;
EXSMSD = SMSD-DMSD;
PDK = GDPR/PI;
/*membuat selisih*/
SHRMSD=HRMSD-LHRMSD;
RHRMSD=HRMSD/LHRMSD;
SGDPR = GDPR-LGDPR;
STB = TB-LTB;
SDSBD = DSBD-LDSBD;
SSSBD = SSBD-LSSBD;
SUPRIN = UPRIN-LUPRIN;
ST = T-LT;
SDMGSD = DMGSD-LDMGSD;
SDMSD = DMSD-LDMSD;
SSMGSD = SMGSD-LSMGSD;
SHRMRD = HRMRD-LHRMRD;
101
Lampiran 5. Lanjutan
/*membuat pertumbuhan atau laju*/
THRMRD =(HRMRD-LHRMRD)/LHRMRD*100;
THRSBD = (HRSBD-LHRSBD)/LHRSBD*100;
TSMRD = (SMRD-LSMRD)/LSMRD*100;
THRMSD = (HRMSD-LHRMSD)/LHRMSD*100;
TGDPR = (GDPR-LGDPR)/LGDPR*100;
TPI = (PI-LPI)/LPI*100;
TTB = (TB-LTB)/LTB*100;
RGDPPI=GDPR/PI*100;
TDMRD = (DMRD-LDMRD)/LDMRD*100;
TDSBD = (DSBD-LDSBD)/LDSBD*100;
TSSBD = (SSBD-LSSBD)/LSSBD*100;
TT = (T-LT)/LT*100;
THRMGSD = (HRMGSD-LHRMGSD)/LHRMGSD*100;
TDMGSD = (DMGSD-LDMGSD)/LDMGSD*100;
TDMSD = (DMSD-LDMSD)/LDMSD*100;
TUPRIN = (UPRIN-LUPRIN)/LUPRIN*100;
/*membuat rasio*/
RHRMSMGS = HRMSD/HRMGSD;
RGDPR = GDPR/LGDPR;
RTB = TB/LTB;
RHRMRD=HRMRD/LHRMRD;
RSSBD = SSBD/LSSBD;
RDSBD = DSBD/LDSBD;
RDMGSD = DMGSD/LDMGSD;
RUPRIN = UPRIN/LUPRIN;
/*mendeskripsikan variabel*/
label PMGSD = 'produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton)'
DMGSD = 'permintaan minyak goreng sawit domestik (ton)'
SMGSD = 'penawaran minyak goreng sawit domestik (ton)'
HRMSD = 'harga riil minyak sawit domestik (Rp/ton)'
DMSD = 'permintaan minyak sawit domestik (000 ton)'
SMSD = 'penawaran minyak sawit domestik (000 ton)'
PMRD = 'produksi margarin domestik (000 kg)'
DMRD = 'permintaan margarin domestik (kg)'
SMRD = 'penawaran margarin domestik (kg)'
PSBD = 'produksi sabun domestik (000 buah)'
DSBD ='permintaan sabun domestik (buah)'
SSBD = 'penawaran sabun domestik (buah)'
TB = 'tingkat suku bunga uang (%)'
T = 'tren waktu'
GDPR = 'gross domestic product riil (constant 2000) (000 Rp)'
PI = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)'
EXMGSD = 'ekspor minyak goreng sawit domestik (ton)'
HRMSW = 'harga riil minyak sawit dunia (US$/ton)'
IMMRD = 'impor margarin domestik (000 kg)'
EXMRD = 'ekspor margarin domestik (000 kg)'
IMSB = 'impor sabun domestik (000 kg)'
EXSB = 'ekspor sabun domestik (000 kg)'
LPMGSD = 'produksi minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(ton)'
LDMGSD = 'permintaan minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(000 ton)'
LHMSD = 'harga minyak sawit domestik tahun sebelumnya (Rp/ton)'
102
Lampiran 5. Lanjutan
LHMGSDR = 'harga minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(Rp/ton)'
LPMRD = 'produksi margarin domestik tahun sebelumnya (000 kg)'
LDMRD = 'permintaan margarin domestik tahunsebelumnya (kg)'
LHMRDR = 'harga margarin domestik tahunsebelumnya (Rp/kg)'
LPSBD = 'produksi sabun domestik tahun sebelumnya (000 Rp/buah)'
LDSBD = 'permintaan sabuun domestik tahun sebelumnya (buah)'
LHSBDR = 'harga sabun domestik tahun sebelumnya (Rp)'
HMGSDR = 'harga riil minyak goreng domestik (Rp/ton)'
HSBDR = 'harga riil sabun domestik (Rp/buah)'
HMRDR = 'harga riil margarin doomestik (Rp/kg)'
THMGSDR = 'laju pertumbuhan harga riil minyak goreng sawit domestik
(Rp/ton)'
THMRDR = 'laju pertumbuhan harga riil margarin domestik (Rp/kg)'
THSBDR = 'laju pertumbuhan harga riil sabun domestik (Rp/buah)'
;
proc print data=olah;
run;
PROC SIMNLIN DATA=Olah SIMULATE STAT THEIL;
endogenous PMGSD DMGSD SMGSD HRMGSD HRMSD DMSD PMRD DMRD SMRD HRMRD
PSBD DSBD SSBD HRSBD;
exogenous Th TB T LPMGSD GDPR PI LDMGSD EXMGSD SMSD HRMSW IMMRD
EXMRD IMSB EXSB;
LPMGSD = LAG(PMGSD);
LDMGSD = LAG(DMGSD);
LHRMSD = LAG(HRMSD);
LHRMGSD = LAG(HRMGSD);
LPMRD = LAG(PMRD);
LDMRD = LAG(DMRD);
LHRMRD = LAG(HRMRD);
LPSBD = LAG(PSBD);
LDSBD = LAG(DSBD);
LHRSBD = LAG(HRSBD);
LSMRD = LAG(SMRD);
LDMGSD = LAG(DMGSD);
LSMSD = LAG(SMSD);
LGDPR = LAG(GDPR);
LTB = LAG(TB);
LPI = LAG(PI);
LSSBD = LAG (SSBD);
LDMSD = LAG(DMSD);
LT = LAG (T);
LUPRIN = LAG(UPRIN);
LSMGSD = LAG (SMGSD);
PARM a0 4774.628 a1 0.691829 a2 -18.9808 a3 -309.518 a4 0.349079
b0 1242.059 b1 -0.35868 b2 31.23010 b3 0.897034
c0 1922.985 c1 0.100318 c2 39.11683 c3 0.389829
d0 685.6042 d1 -0.18485 d2 0.620419 d3 0.685127
e0 1646.372 e1 -0.40131 e2 0.277441 e3 0.166149 e4 8.810846
f0 168.8151 f1 0.000401 f2 -0.00234 f3 -0.13464 f4 -0.00842 f5
0.777856
g0 -38884.1 g1 -1.01070 g2 4.381449 g3 300.0566
h0 2270.501 h1 -0.00375 h2 5.843311 h3 165.8938 h4 0.470708
103
Lampiran 5. Lanjutan
i0 3292.075 i1 0.997185 i2 -0.36779 i3 -176.337 i4 -36.9419 i5
0.741855
j0 -17558.5 j1 -4603.34 j2 25.88094 j3 1066.629 j4 0.308724
kO 397.8293 k1 -0.00270 k2 0.651484;
SMGSD = PMGSD-EXMGSD;
SMRD = PMRD+IMMRD;
SSBD = PSBD+IMSB;
104
105
Lampiran 6. Hasil Validasi Model Produksi Produk Turunan Minyak Sawit Indonesia
Model Summary
Model Variables 28
Endogenous 14
Exogenous 14
Parameters 51
Range Variable Th
Equations 16
Number of Statements 35
Program Lag Length 1
105
Lampiran 6. Lanjutan
DATA= OLAH
Solution Summary
Variables Solved 14
Simulation Lag Length 1
Solution Range Th
First 2007
Last 2010
Solution Method NEWTON
CONVERGE= 1E-8
Maximum CC 1.19E-14
Maximum Iterations 1
Total Iterations 4
Average Iterations 1
Observations Processed
Read 5
Lagged 1
Solved 4
First 18
Last 21
Variables Solved For PMGSD DMGSD SMGSD HRMGSD HRMSD DMSD PMRD DMRD SMRD HRMRD PSBD DSBD SSBD HRSBD
106
106
107
Lampiran 6. Lanjutan
The SAS System
The SIMNLIN Procedure
Dynamic Simultaneous Simulation
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
107
Lampiran 6. Lanjutan
Statistics of fit
PMGSD 4 -235.6 -4.5401 254.8 4.9757 306.6 6.0329 0.4096 produksi minyak
goreng sawit
domestik (000 ton)
DMGSD 4 19.1830 2.3610 65.5493 7.6554 88.4203 10.4462 -.0220 permintaan minyak
goreng sawit
domestik (ton)
108
108
109
Lampiran 6. Lanjutan
The SAS System 16:19 Friday, March 5, 2013 24
Statistics of fit
SMGSD 4 -235.6 -7.9188 254.8 8.6733 306.6 10.5120 -.9601 penawaran minyak
goreng sawit
domestik (ton)
HRMGSD 4 16.3447 0.4416 83.7089 2.0643 91.2781 2.2467 0.1853
HRMSD 4 72.6603 3.3719 72.6603 3.3719 81.1757 3.7725 -3.371 harga riil minyak
sawit domestik
(Rp/ton)
DMSD 4 -561.7 -13.7386 561.7 13.7386 566.0 13.8268 -50.88 permintaan minyak
sawit domestik
(000 ton)
PMRD 4 -60.7550 10.3158 99.0801 67.4799 116.4 68.3717 -.0161 produksi margarin
domestik (000 kg)
DMRD 4 5732.6 46.6104 5780.1 46.8549 6752.8 55.9578 -3.733 permintaan margarin
domestik (kg)
SMRD 4 395062 -101.2 395062 101.2 400654 101.2 -35.43 penawaran margarin
domestik (kg)
HRMRD 4 -3134.8 -23.2210 3134.8 23.2210 3195.1 23.4692 -13.95
PSBD 4 -1808.2 -35.5437 1808.2 35.5437 2236.8 40.2237 -2.389 produksi sabun
domestik (000 buah)
DSBD 4 -4661.7 -0.5006 13337.5 23.2909 15804.5 24.2302 0.3064 permintaan sabun
domestik (buah)
SSBD 4 150260 -104.2 150260 104.2 151008 104.2 -96.91 penawaran sabun
domestik (buah)
HRSBD 4 -243.4 -23.7599 243.4 23.7599 283.6 27.9480 -126.1
109
Lampiran 6. Lanjutan
PMGSD 4 94021.0 0.87 0.59 0.00 0.41 0.02 0.39 0.0607 0.0311
DMGSD 4 7818.1 0.63 0.05 0.36 0.59 0.06 0.90 0.0995 0.0492
SMGSD 4 94021.0 0.59 0.59 0.08 0.33 0.00 0.41 0.1057 0.0551
HRMGSD 4 8331.7 0.52 0.03 0.07 0.89 0.07 0.90 0.0226 0.0113
HRMSD 4 6589.5 0.72 0.80 0.09 0.11 0.19 0.01 0.0373 0.0184
DMSD 4 320405 0.51 0.98 0.00 0.01 0.00 0.01 0.1386 0.0744
PMRD 4 13547.7 0.86 0.27 0.48 0.25 0.68 0.04 0.5792 0.3799
DMRD 4 45599736 -0.89 0.72 0.23 0.05 0.15 0.13 0.4607 0.1945
SMRD 4 1.605E11 -0.95 0.97 0.03 0.00 0.03 0.00 1.0112 0.9999
HRMRD 4 10208538 0.91 0.96 0.03 0.01 0.03 0.00 0.2383 0.1350
PSBD 4 5003275 -0.34 0.65 0.09 0.26 0.19 0.16 0.4843 0.3074
DSBD 4 2.4978E8 0.89 0.09 0.60 0.31 0.83 0.08 0.2760 0.1479
110
110
111
Lampiran 6. Lanjutan
SSBD 4 2.28E10 0.56 0.99 0.00 0.01 0.01 0.00 1.0409 0.9995
HRSBD 4 80456.2 0.74 0.74 0.26 0.00 0.24 0.03 0.2739 0.1538
PMGSD 4 0.00446 -0.06 0.55 0.20 0.25 0.01 0.44 0.8457 0.5859
DMGSD 4 0.00784 -0.08 0.03 0.21 0.76 0.24 0.73 0.9631 0.6300
SMGSD 4 0.0134 -0.43 0.55 0.39 0.06 0.05 0.39 1.5122 0.8444
HRMGSD 4 0.000504 0.93 0.03 0.43 0.55 0.64 0.34 0.4682 0.2725
HRMSD 4 0.00138 0.72 0.80 0.06 0.14 0.01 0.19 1.6305 0.6750
DMSD 4 0.0208 0.98 0.97 0.02 0.00 0.02 0.00 2.4473 0.8334
PMRD 4 3.7337 0.76 0.14 0.28 0.58 0.66 0.20 0.7549 0.5682
DMRD 4 0.2431 0.80 0.70 0.23 0.07 0.15 0.14 1.9989 0.6594
SMRD 4 1.3623 -0.92 0.94 0.05 0.01 0.06 0.00 3.7193 0.8798
HRMRD 4 0.0639 0.99 0.99 0.01 0.00 0.01 0.00 2.1854 0.8477
PSBD 4 0.4520 0.57 0.53 0.04 0.43 0.28 0.19 1.1782 0.7234
DSBD 4 0.1493 0.71 0.04 0.01 0.95 0.26 0.70 0.6773 0.4153
SSBD 4 1.1540 -0.57 0.98 0.01 0.01 0.02 0.00 7.0608 0.8991
HRSBD 4 0.0946 -0.98 0.69 0.30 0.00 0.04 0.27 4.2871 0.9834
111
Lampiran 7. Program Simulasi
data Olah;
input Th T PI GDPR TB HRMGSD HRSBD HRMRD PMGSD PSBD PMRD EXSB EXMGSD
EXMRD IMMRD IMSB DMGSD DMSD HRMSD HRMSW DMRD DSBD IHK SMSD UPRIN
;
/*create data*/
SMGSD = PMGSD-EXMGSD;
SMRD = PMRD+IMMRD-EXMRD;
SSBD = PSBD+IMSB-EXSB;
EXSSBD = SSBD-DSBD;
EXDSBD = DSBD-SSBD;
EXDMGSD = DMGSD-SMGSD;
EXSMGSD = SMGSD-DMGSD;
EXDMSD = DMSD-SMSD;
EXSMSD = SMSD-DMSD;
PDK = GDPR/PI;
/*membuat selisih*/
SHRMSD=HRMSD-LHRMSD;
RHRMSD=HRMSD/LHRMSD;
SGDPR = GDPR-LGDPR;
STB = TB-LTB;
SDSBD = DSBD-LDSBD;
SSSBD = SSBD-LSSBD;
SUPRIN = UPRIN-LUPRIN;
ST = T-LT;
SDMGSD = DMGSD-LDMGSD;
SDMSD = DMSD-LDMSD;
SSMGSD = SMGSD-LSMGSD;
SHRMRD = HRMRD-LHRMRD;
112
Lampiran 7. Lanjutan
/*membuat pertumbuhan atau laju*/
THRMRD =(HRMRD-LHRMRD)/LHRMRD;
THRSBD = (HRSBD-LHRSBD)/LHRSBD;
TSMRD = (SMRD-LSMRD)/LSMRD;
THRMSD = (HRMSD-LHRMSD)/LHRMSD;
TGDPR = (GDPR-LGDPR)/LGDPR;
TPI = (PI-LPI)/LPI;
TTB = (TB-LTB)/LTB;
RGDPPI=GDPR/PI;
TDMRD = (DMRD-LDMRD)/LDMRD;
TDSBD = (DSBD-LDSBD)/LDSBD;
TSSBD = (SSBD-LSSBD)/LSSBD;
TT = (T-LT)/LT;
THRMGSD = (HRMGSD-LHRMGSD)/LHRMGSD;
TDMGSD = (DMGSD-LDMGSD)/LDMGSD;
TDMSD = (DMSD-LDMSD)/LDMSD;
TUPRIN = (UPRIN-LUPRIN)/LUPRIN;
/*membuat rasio*/
RHRMSMGS = HRMSD/HRMGSD;
RGDPR = GDPR/LGDPR;
RTB = TB/LTB;
RHRMRD=HRMRD/LHRMRD;
RSSBD = SSBD/LSSBD;
RDSBD = DSBD/LDSBD;
RDMGSD = DMGSD/LDMGSD;
RUPRIN = UPRIN/LUPRIN;
/*mendeskripsikan variabel*/
label PMGSD = 'produksi minyak goreng sawit domestik (000 ton)'
DMGSD = 'permintaan minyak goreng sawit domestik (ton)'
SMGSD = 'penawaran minyak goreng sawit domestik (ton)'
HRMSD = 'harga riil minyak sawit domestik (Rp/ton)'
SMSD = 'penawaran minyak sawit domestik (000 ton)'
PMRD = 'produksi margarin domestik (000 kg)'
DMRD = 'permintaan margarin domestik (kg)'
SMRD = 'penawaran margarin domestik (kg)'
PSBD = 'produksi sabun domestik (000 buah)'
DSBD ='permintaan sabun domestik (buah)'
SSBD = 'penawaran sabun domestik (buah)'
TB = 'tingkat suku bunga uang (%)'
T = 'tren waktu'
GDPR = 'gross domestic product riil (constant 2000) (000 Rp)'
PI = 'jumlah penduduk indonesia (jiwa)'
EXMGSD = 'ekspor minyak goreng sawit domestik (ton)'
HRMSW = 'harga riil minyak sawit dunia (US$/ton)'
IMMRD = 'impor margarin domestik (000 kg)'
EXMRD = 'ekspor margarin domestik (000 kg)'
IMSB = 'impor sabun domestik (000 kg)'
EXSB = 'ekspor sabun domestik (000 kg)'
LPMGSD = 'produksi minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya
(ton)'
LDMGSD = 'permintaan minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya (000
ton)'
LHMSD = 'harga minyak sawit domestik tahun sebelumnya (Rp/ton)'
LHMGSDR = 'harga minyak goreng sawit domestik tahun sebelumnya (Rp/ton)'
113
Lampiran 7. Lanjutan
LPMRD = 'produksi margarin domestik tahun sebelumnya (000 kg)'
LDMRD = 'permintaan margarin domestik tahunsebelumnya (kg)'
LHMRDR = 'harga margarin domestik tahunsebelumnya (Rp/kg)'
LPSBD = 'produksi sabun domestik tahun sebelumnya (000 Rp/buah)'
LDSBD = 'permintaan sabuun domestik tahun sebelumnya (buah)'
LHSBDR = 'harga sabun domestik tahun sebelumnya (Rp)'
HMGSDR = 'harga riil minyak goreng domestik (Rp/ton)'
HSBDR = 'harga riil sabun domestik (Rp/buah)'
HMRDR = 'harga riil margarin doomestik (Rp/kg)'
THMGSDR = 'laju pertumbuhan harga riil minyak goreng sawit domestik
(Rp/ton)'
THMRDR = 'laju pertumbuhan harga riil margarin domestik (Rp/kg)'
THSBDR = 'laju pertumbuhan harga riil sabun domestik (Rp/buah)'
;
proc print data=olah;
run;
PROC SIMNLIN DATA=Olah SIMULATE STAT THEIL;
endogenous PMGSD DMGSD SMGSD HRMGSD HRMSD DMSD PMRD DMRD SMRD HRMRD
PSBD DSBD SSBD HRSBD;
exogenous Th TB T LPMGSD GDPR PI LDMGSD EXMGSD SMSD HRMSW IMMRD
EXMRD IMSB EXSB;
LPMGSD = LAG(PMGSD);
LDMGSD = LAG(DMGSD);
LHRMSD = LAG(HRMSD);
LHRMGSD = LAG(HRMGSD);
LPMRD = LAG(PMRD);
LDMRD = LAG(DMRD);
LHRMRD = LAG(HRMRD);
LPSBD = LAG(PSBD);
LDSBD = LAG(DSBD);
LHRSBD = LAG(HRSBD);
LSMRD = LAG(SMRD);
LDMGSD = LAG(DMGSD);
LSMSD = LAG(SMSD);
LGDPR = LAG(GDPR);
LTB = LAG(TB);
LPI = LAG(PI);
LSSBD = LAG (SSBD);
LDMSD = LAG(DMSD);
LT = LAG (T);
LUPRIN = LAG(UPRIN);
LSMGSD = LAG (SMGSD);
PARM a0 4774.628 a1 0.691829 a2 -18.9808 a3 -309.518 a4 0.349079
b0 1242.059 b1 -0.35868 b2 31.23010 b3 0.897034
c0 1922.985 c1 0.100318 c2 39.11683 c3 0.389829
d0 685.6042 d1 -0.18485 d2 0.620419 d3 0.685127
e0 1646.372 e1 -0.40131 e2 0.277441 e3 0.166149 e4 8.810846
f0 94.96119 f1 0.002531 f2 -0.01186 f3 -0.42119 f4 -0.00394 f5
0.779103
g0 -38884.1 g1 -1.01070 g2 4.381449 g3 300.0566
h0 2270.501 h1 -0.00375 h2 5.843311 h3 165.8938 h4 0.470708
114
Lampiran 7. Lanjutan
i0 3292.075 i1 0.997185 i2 -0.36779 i3 -176.337 i4 -36.9419 i5
0.741855
j0 -17558.5 j1 -4603.34 j2 25.88094 j3 1066.629 j4 0.308724
kO 397.8293 k1 -0.00270 k2 0.651484;
SMGSD = PMGSD-EXMGSD;
SMRD = PMRD+IMMRD;
SSBD = PSBD+IMSB;
115
Lampiran 8. Hasil Simulasi Historis (Penurunan Tingkat Suku Bunga Sebesar 20 Persen)
The SAS System
Model Summary
Model Variables 28
Endogenous 14
Exogenous 14
Parameters 51
Range Variable Th
Equations 16
Number of Statements 35
Program Lag Length 1
116
115
115
117
Lampiran 8. Lanjutan
DATA= OLAH
Solution Summary
Variables Solved 14
Simulation Lag Length 1
Solution Range Th
First 2007
Last 2010
Solution Method NEWTON
CONVERGE= 1E-8
Maximum CC 5.79E-15
Maximum Iterations 1
Total Iterations 4
Average Iterations 1
Observations Processed
Read 5
Lagged 1
Solved 4
First 18
Last 21
Variables Solved For PMGSD DMGSD SMGSD HRMGSD HRMSD DMSD PMRD DMRD SMRD HRMRD PSBD DSBD SSBD HRSBD
116
Lampiran 8. Lanjutan
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
117
119
Lampiran 8. Lanjutan
Statistics of fit
PMGSD 4 573.5 11.6782 573.5 11.6782 605.5 12.6718 -1.302 produksi minyak
goreng sawit
domestik (000 ton)
DMGSD 4 57.8821 6.8322 69.2717 8.2185 105.0 12.4141 -.4400 permintaan minyak
goreng sawit
domestik (ton)
SMGSD 4 573.5 20.3181 573.5 20.3181 605.5 22.0164 -6.644 penawaran minyak
goreng sawit
domestik (ton)
118
118
Lampiran 8. Lanjutan
Statistics of fit
119
121
Lampiran 8. Lanjutan
PMGSD 4 366671 0.88 0.90 0.00 0.10 0.02 0.08 0.1198 0.0567
DMGSD 4 11016.0 0.60 0.30 0.25 0.44 0.03 0.67 0.1181 0.0571
SMGSD 4 366671 0.54 0.90 0.01 0.09 0.00 0.10 0.2088 0.0951
HRMGSD 4 16163.0 0.50 0.52 0.01 0.47 0.09 0.39 0.0315 0.0159
HRMSD 4 4599.9 0.99 0.81 0.19 0.00 0.19 0.00 0.0312 0.0154
DMSD 4 340855 0.60 0.99 0.00 0.01 0.00 0.01 0.1430 0.0770
PMRD 4 8766.1 0.93 0.08 0.73 0.20 0.88 0.05 0.4659 0.2734
DMRD 4 45602432 -0.89 0.72 0.23 0.05 0.15 0.13 0.4607 0.1945
SMRD 4 1.606E11 -0.96 0.97 0.03 0.00 0.03 0.00 1.0113 0.9999
HRMRD 4 10209810 0.91 0.96 0.03 0.01 0.03 0.00 0.2383 0.1351
PSBD 4 2411463 0.02 0.28 0.11 0.61 0.20 0.52 0.3362 0.1873
DSBD 4 2.4985E8 0.89 0.09 0.60 0.31 0.83 0.08 0.2760 0.1479
SSBD 4 2.311E10 -0.16 0.99 0.00 0.01 0.01 0.00 1.0479 0.9997
HRSBD 4 81282.5 0.74 0.74 0.26 0.00 0.23 0.03 0.2753 0.1548
120
Lampiran 8. Lanjutan
PMGSD 4 0.0181 0.23 0.86 0.09 0.06 0.01 0.13 1.7020 0.4793
DMGSD 4 0.0106 -0.07 0.31 0.13 0.56 0.20 0.49 1.1220 0.8293
SMGSD 4 0.0546 -0.01 0.86 0.13 0.02 0.05 0.10 3.0516 0.6244
HRMGSD 4 0.00105 0.91 0.53 0.14 0.33 0.25 0.22 0.6745 0.4239
HRMSD 4 0.000963 0.78 0.81 0.03 0.16 0.00 0.19 1.3610 0.6214
DMSD 4 0.0221 0.99 0.98 0.02 0.00 0.02 0.00 2.5197 0.8340
PMRD 4 2.6083 0.79 0.02 0.24 0.74 0.62 0.36 0.6310 0.4077
DMRD 4 0.2431 0.80 0.70 0.23 0.07 0.15 0.14 1.9990 0.6594
SMRD 4 1.3625 -0.92 0.94 0.05 0.01 0.06 0.00 3.7196 0.8798
HRMRD 4 0.0639 0.99 0.99 0.01 0.00 0.01 0.00 2.1855 0.8477
PSBD 4 0.2443 0.70 0.26 0.12 0.62 0.47 0.27 0.8661 0.6305
DSBD 4 0.1493 0.71 0.04 0.01 0.95 0.26 0.70 0.6774 0.4153
SSBD 4 1.1693 -0.77 0.98 0.01 0.01 0.02 0.00 7.1073 0.8998
HRSBD 4 0.0955 -0.98 0.70 0.30 0.00 0.03 0.27 4.3074 0.9832
122
121
121
RIWAYAT HIDUP
di kota Nabire. Penulis merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara dari
pasangan Tukijan dan Alm. Lestari ningsih. Penulis mulai menjalani pendidikan
Sorong dan lulus tahun 2002. Setelah itu melanjutkan pendidikan di SMP Negeri
2 Biak dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
Pada tahun 2008 penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB