You are on page 1of 16

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK: DAMPAK DAN PENANGANANNYA

CHILD SEXUAL ABUSE: IMPACT AND HENDLING

Ivo Noviana
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI.
Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang Jakarta
E-mail: inoviana@yahoo.com

Accepted: 19 November 2014; Revised: 15 Februari 2015; Approved: 10 Maret 2015

Abstract
The widespread of media coverage on child sexual abuse has already shocked the society. Child sexual
abuse cases are still in an iceberg phenomenon. This is due to most of the children who have ever become
sexual abuse victims are reluctant to be open. Therefore, parents should be able to recognize the signs of the
children experiencing any sexual abuse. Child Sexual abuse will result continuously terrible impacts, not
only on its victims’ health problems but also on their psychological condition, such as permanent trauma,
even after they have been grown up. The traumatic impacts of sexual abuse experienced by children are
as follows: betrayal (betrayal or trust crisis of the children towards adults); traumatic sexualization;
powerlessness (helpless feeling); and stigmatization. Physically, there is perhaps nothing to be questioned
on sexual abuse victims, but psychologically, it can cause addiction, trauma, and even revenge. Unless it is
treated seriously, child sexual abuse can lead to a broad social impacts in the society. Handling and healing
psychological trauma as a result of sexual abuse should get serious attention from any related parties, such
as family, society and country. Therefore, to protect children, it is necessary to provide a system approach
including social welfare system for children and families, internationally standardized judicial systems and
mechanisms to encourage appropriate behavior in the society

Keywords: child sexual abuse, children, impact, handling.

Abstrak
Maraknya pemberitaan di media massa mengenai kekerasan seksual terhadap anak cukup membuat
masyarakat terkejut. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih menjadi fenomena gunung es. Hal ini
disebabkan kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual enggan melapor. Karena itu, sebagai
orang tua harus dapat mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual
terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian
hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa. Dampak trauma akibat
kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak
terhadap orang dewasa (betrayal); trauma secara seksual (traumatic sexualization); merasa tidak berdaya
(powerlessness); dan stigma (stigmatization). Secara fisik memang mungkin tidak ada hal yang harus
dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi secara psikis bisa menimbulkan
ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan dendam. Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap
anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Penanganan dan penyembuhan trauma
psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, seperti
keluarga, masyarakat maupun negara. Oleh karena itu, didalam memberikan perlindungan terhadap anak
perlu adanya pendekatan sistem, yang meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi anak-anak dan keluarga,
sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku yang
tepat dalam masyarakat.
Kata kunci: kekerasan seksual, anak, dampak, penanganan.

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 13


PENDAHULUAN Anak laki-laki maupun perempuan, semua
Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap berpotensi sebagai korban.
tahun mengalami peningkatan, korbannya
Menurut Komisi Perlindungan Anak
bukan hanya dari kalangan dewasa saja
Indonesia (KPAI) pada tahun 2011 saja telah
sekarang sudah merambah ke remaja, anak-
terjadi 2.275 kasus kekerasan terhadap anak,
anak bahkan balita. Fenomena kekerasan
887 kasus diantaranya merupakan kekerasan
seksual terhadap anak semakin sering terjadi
seksual anak. Pada tahun 2012 kekerasan
dan menjadi global hampir di berbagai negara.
terhadap anak telah terjadi 3.871 kasus, 1.028
Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus
kasus diantaranya merupakan kekerasan
meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan
seksual terhadap anak. Tahun 2013, dari 2.637
tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau
kekerasan terhadap anak, 48 persennya atau
jumlah kasus yang terjadi, bahkan juga dari
sekitar 1.266 merupakan kekerasan seksual
kualitas. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya
pada anak. (http://bakohumas.kominfo.go.id,
adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga
diakses pada 7 Mei 2014).
atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara
lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, Anak menjadi kelompok yang sangat rentan
lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial terhadap kekerasan seksual karena anak selalu
anak. diposisikan sebagai sosok lemah atau yang
tidak berdaya dan memiliki ketergantungan
Peristiwa pelecehan seksual terhadap
yang tinggi dengan orang-orang dewasa di
anak TK internasional di Jakarta sungguh
sekitarnya. Hal inilah yang membuat anak
mengguncang hati setiap orang yang memiliki
tidak berdaya saat diancam untuk tidak
nurani. Apalagi berita terakhir, korban ternyata
memberitahukan apa yang dialaminya. Hampir
tidak hanya sekali mengalami kekerasan
dari setiap kasus yang diungkap, pelakunya
seksual dengan pelaku yang lebih dari satu
adalah orang yang dekat korban. Tak sedikit
orang. Sekolah yang katanya berstandar
pula pelakunya adalah orang yang memiliki
internasional, dengan bayaran 20 juta per bulan,
dominasi atas korban, seperti orang tua dan
memiliki ratusan CCTV, ternyata bukan tempat
guru. Tidak ada satupun karakteristik khusus
yang aman bagi anak-anak. Kasus JIS, seolah
atau tipe kepribadian yang dapat diidentifikasi
menjadi pintu pembuka bagi terungkapnya
dari seorang pelaku kekerasan seksual terhadap
berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak.
anak. Dengan kata lain, siapa pun dapat menjadi
Di Medan, seorang ayah tega mencabuli anak
pelaku kekerasan seksual terhadap anak atau
perempuannya yang baru berumur 18 bulan.
pedofilia. Kemampuan pelaku menguasai
Di Kukar, seorang guru SD menjadi tersangka
korban, baik dengan tipu daya maupun ancaman
kasus sodomi terhadap seorang siswanya. Di
dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit
Cianjur, pedofilia melibatkan seorang oknum
dihindari. Dari seluruh kasus kekerasan seksual
guru SD di Yayasan Al-Azhar. Pelaku berinisial
pada anak baru terungkap setelah peristiwa itu
AS diduga melakukan pelecehan seksual
terjadi, dan tak sedikit yang berdampak fatal.
terhadap belasan muridnya. Sedangkan di
Aceh, seorang oknum polisi ditahan setelah Secara umum pengertian kekerasan seksual
mencabuli 5 bocah (Kompas.com, 23/04/2014). pada anak adalah keterlibatan seorang anak
Hal ini menyebabkan tidak ada orangtua yang dalam segala bentuk aktivitas seksual yang
merasa aman akan keadaan anak-anaknya. terjadi sebelum anak mencapai batasan umur

14 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara Kekerasan seksual terhadap anak dapat
yang bersangkutan dimana orang dewasa atau terjadi kapan saja dan di mana saja. Siapa pun
anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap
dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak anak, karena tidak adanya karakteristik khusus.
memanfaatkannya untuk kesenangan seksual Pelaku kekerasan seksual terhadap anak
atau aktivitas seksual (CASAT Programme, mungkin dekat dengan anak, yang dapat berasal
Child Development Institute; Boyscouts of dari berbagai kalangan. Pedofilia tidak pernah
America; Komnas PA). Sementara Lyness berhenti, pelaku kekerasan seksual terhadap
(Maslihah, 2006) kekerasan seksual terhadap anak juga cenderung memodifikasi target
anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium yang beragam, dan siapa pun bisa menjadi
organ seksual anak, tindakan seksual atau target kekerasan seksual, bahkan anak ataupun
pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan saudaranya sendiri, itu sebabnya pelaku
media/benda porno, menunjukkan alat kelamin kekerasan seksual terhadap anak ini dapat
pada anak dan sebagainya. Undang-Undang dikatakan sebagai predator.
Perlindungan Anak memberi batasan bahwa
yang dimaksud dengan anak adalah seseorang PEMBAHASAN
yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), Kekerasan Seksual Terhadap Anak
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut Ricard J. Gelles (Hurairah, 2012),
Kekerasan seksual pada anak baik kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan
perempuan maupun laki-laki tentu tidak boleh disengaja yang menimbulkan kerugian atau
dibiarkan. Kekerasan seksual pada anak adalah bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik
pelanggaran moral dan hukum, serta melukai maupun emosional). Bentuk kekerasan terhadap
secara fisik dan psikologis. Kekerasan seksual anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan
terhadap anak dapat dilakukan dalam bentuk secara fisik, kekerasan secara psikologi,
sodomi, pemerkosaan, pencabulan, serta incest. kekerasan secara seksual dan kekerasan secara
Oleh karena itu, menurut Erlinda (Seketaris sosial. Kekerasan seksual terhadap anak
Jenderal KPAI) kasus kekerasan seksual menurut End Child Prostitution in Asia Tourism
terhadap anak itu ibarat fenomena gunung es, (ECPAT) Internasional merupakan hubungan
atau dapat dikatakan bahwa satu orang korban atau interaksi antara seorang anak dengan
yang melapor dibelakangnya ada enam anak seorang yang lebih tua atau orang dewasa
bahkan lebih yang menjadi korban tetapi seperti orang asing, saudara sekandung atau
tidak melapor (http://indonesia.ucanews.com, orang tua dimana anak dipergunakan sebagai
diakses pada 20 Mei 2014). Fenomena kekerasan objek pemuas kebutuhan seksual pelaku.
seksual terhadap anak ini, menunjukkan betapa Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan
dunia yang aman bagi anak semakin sempit dan paksaan, ancaman, suap, tipuan bahkan tekanan.
sulit ditemukan. Bagaimana tidak, dunia anak- Kegiatan-kegiatan kekerasan seksual terhadap
anak yang seharusnya terisi dengan keceriaan, anak tersebut tidak harus melibatkan kontak
pembinaan dan penanaman kebaikan, harus badan antara pelaku dengan anak sebagai
berputar balik menjadi sebuah gambaran buram korban. Bentuk-bentuk kekerasan seksual itu
dan potret ketakutan karena anak sekarang telah sendiri bisa dalam tindakan perkosaan ataupun
menjadi subjek pelecehan seksual. pencabulan (Sari, 2009).

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 15


Kekerasan seksual terhadap anak adalah incest dalam keluarga dan mengaitkan
apabila seseorang menggunakan anak untuk dengan kekerasan pada anak, yaitu
mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksual. kategori pertama, penganiayaan (sexual
Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi molestation), hal ini meliputi interaksi
juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada noncoitus, petting, fondling, exhibitionism,
aktivitas seksual terhadap anak-anak, seperti: dan voyeurism, semua hal yang berkaitan
menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
anak memakai pakaian atau tidak; segala bentuk Kategori kedua, perkosaan (sexual assault),
penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut berupa oral atau hubungan dengan alat
anak menggunakan benda atau anggota tubuh; kelamin, masturbasi, stimulasi oral pada
membuat atau memaksa anak terlibat dalam penis (fellatio), dan stimulasi oral pada
aktivitas seksual; secara sengaja melakukan klitoris (cunnilingus). Kategori terakhir
aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak yang paling fatal disebut perkosaan secara
paksa (forcible rape), meliputi kontak
melindungi dan mencegah anak menyaksikan
seksual. Rasa takut, kekerasan, dan
aktivitas seksual yang dilakukan orang lain;
ancaman menjadi sulit bagi korban. Mayer
membuat, mendistribusikan dan menampilkan
mengatakan bahwa paling banyak ada dua
gambar atau film yang mengandung adegan
kategori terakhir yang menimbulkan trauma
anak-anak dalam pose atau tindakan tidak
terberat bagi anak-anak, namun korban-
senonoh; serta memperlihatkan kepada anak,
korban sebelumnya tidak mengatakan
gambar, foto atau film yang menampilkan
demikian.
aktivitas seksual (www.parenting.co.id, diakses
b. Extra Familial Abuse
pada 21 Mei 2014).
Kekerasan seksual adalah kekerasan
Menurut Lyness (Maslihah, 2006) kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar
seksual terhadap anak meliputi tindakan keluarga korban. Pada pola pelecehan
menyentuh atau mencium organ seksual anak, seksual di luar keluarga, pelaku biasanya
tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap orang dewasa yang dikenal oleh sang
anak, memperlihatkan media/benda porno, anak dan telah membangun relasi dengan
menunjukkan alat kelamin pada anak dan anak tersebut, kemudian membujuk sang
sebagainya. Kekerasan seksual (sexual abuse) anak ke dalam situasi dimana pelecehan
seksual tersebut dilakukan, sering dengan
merupakan jenis penganiayaan yang biasanya
memberikan imbalan tertentu yang tidak
dibagi dua dalam kategori berdasar identitas
didapatkan oleh sang anak di rumahnya.
pelaku, yaitu:
Sang anak biasanya tetap diam karena bila
a. Familial Abuse hal tersebut diketahui mereka takut akan
Termasuk familial abuse adalah incest, memicu kemarah dari orangtua mereka.
Selain itu, beberapa orangtua kadang
yaitu kekerasan seksual dimana antara
kurang peduli tentang di mana dan dengan
korban dan pelaku masih dalam hubungan
siapa anak-anak mereka menghabiskan
darah, menjadi bagian dalam keluarga inti.
waktunya. Anak-anak yang sering bolos
Dalam hal ini termasuk seseorang yang
sekolah cenderung rentan untuk mengalami
menjadi pengganti orang tua, misalnya
kejadian ini dan harus diwaspadai.
ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang
yang dipercaya merawat anak. Mayer Kekerasan seksual dengan anak sebagai
(Tower, 2002) menyebutkan kategori korban yang dilakukan oleh orang dewasa

16 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


dikenal sebagai pedophile, dan yang menjadi orientasi seksual pada anak, tetapi bisa juga
korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia terjadi dengan pelakunya orang dewasa
dapat diartikan ”menyukai anak-anak” normal (http://kpkpos.com/stop-kekerasan-
(de Yong dalam Tower, 2002). Pengertian anak pada-anak/ diakses pada 7 Mei 2014). Kedua
dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No 23 Tahun 2002 macam orang itu bisa digolongkan pedophilia
tentang Peradilan anak, “anak adalah seseorang selama melakukan hubungan seksual dengan
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, anak. Tipe pertama adalah pedophilia eksklusif
termasuk anak yang masih dalam kandungan”. yaitu hanya memiliki ketertarikan pada anak.
Sedangkan pengertian perlindungan anak Tipe kedua adalah pedophilia fakultatif yaitu
menurut Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor memiliki orientasi heteroseksual pada orang
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dewasa, tetapi tidak menemukan penyalurannya
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan sehingga memilih anak sebagai substitusi.
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
Kekerasan seksual yang dilakukan di bawah
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
kekerasan dan diikuti ancaman, sehingga korban
dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
tak berdaya itu disebut molester. Kondisi itu
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
menyebabkan korban terdominasi dan mengalami
mendapat perlindungan dari kekerasan dan
kesulitan untuk mengungkapnya. Namun, tak
diskriminasi”.
sedikit pula pelaku kekerasan seksual pada anak
Menurut Adrianus E. Meliala, ada beberapa ini melakukan aksinya tanpa kekerasan, tetapi
kategori pedophilia, yaitu mereka yang tertarik dengan menggunakan manipulasi psikologi.
dengan anak berusia di bawah 5 tahun disebut Anak ditipu, sehingga mengikuti keinginannya.
infantophilia. Sementara itu, mereka yang Anak sebagai individu yang belum mencapai
tertarik dengan anak perempuan berusia 13-16 taraf kedewasaan, belum mampu menilai sesuatu
tahun disebut hebophilia, mereka yang tertarik sebagai tipu daya atau bukan.
dengan anak laki-laki di usia tersebut, dikenal
Kekerasan seksual terhadap anak dapat
dengan ephebohiles. Berdasarkan perilaku, ada
dilihat dari sudut pandang biologis dan sosial,
yang disebut exhibitionism yaitu bagi mereka
yang kesemuanya berkaitan dengan dampak
yang suka memamerkan, suka menelanjangi
psikologis pada anak. Secara biologis, sebelum
anak; atau disebut voyeurism yaitu suka
pubertas, organ-organ vital anak tidak disiapkan
masturbasi depan anak, atau sekadar meremas
untuk melakukan hubungan intim, apalagi
kemaluan anak (http://www.motherandbaby.
untuk organ yang memang tidak ditujukan
co.id/, diakses pada 21 Mei 2014).
untuk hubungan intim. Jika dipaksakan, maka
Pedophilia bisa karena memang kelainan, tindakan tersebut akan merusak jaringan.
artinya orang ini (pelaku) mungkin saja pernah Ketika terjadi kerusakan secara fisik, maka
mengalami trauma yang sama, sehingga telah terjadi tindak kekerasan. Sedangkan dari
mengakibatkan perilaku yang menyimpang, sudut pandang sosial, karena dorongan seksual
bisa juga karena gaya hidup, seperti kebiasaan dilampiaskan secara sembunyi-sembunyi, tentu
menonton pornografi, sehingga membentuk saja pelaku tidak ingin diketahui oleh orang
hasrat untuk melakukan hubungan seksual. lain. Pelaku akan berusaha membuat anak yang
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menjadi sasaran ‘tutup mulut’. Salah satu cara
menjelaskan tak semua kekerasan seksual pada yang paling mungkin dilakukan adalah dengan
anak dilakukan orang dewasa yang memiliki melakukan intimidasi. Ketika anak diancam,

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 17


maka saat itu juga secara alami tubuh anak depan anak); 3) Genital exposure (dilakukan
juga melakukan pertahanan atau penolakan. oleh orang dewasa); 4) Observation of the child
Ketika secara biologis tubuh anak menolak, (saat mandi, telanjang, dan saat membuang
maka paksaan yang dilakukan oleh seorang air); 5) Mencium anak yang memakai pakaian
pedophil akan semakin menimbulkan cedera dalam; 6) Fondling (meraba-raba dada korban,
dan kesakitan. Saat itu berarti terjadi kekerasan. alat genital, paha, dan bokong); 7) Masturbasi;
Rasa sakit dan ancaman ini tentu saja menjadi 8) Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau
pengalaman traumatis bagi anak. Anak akan pelaku sendiri); 9) Cunnilingus (stimulasi
selalu mengalami perasaan tercekam sampai ia pada vulva atau area vagina, pada korban atau
mengatakannya. Sedangkan untuk mengatakan, pelaku); 10) Digital penetration (pada anus atau
anak selalu dihantui oleh intimidasi dan rectum); 11) Penile penetration (pada vagina);
ancaman dari pelaku. Karena itu, rasa sakit dan 12) Digital penetration (pada vagina); 13).
intimidasi juga menjadi kekerasan psikologis Penile penetration (pada anus atau rectum); 14)
bagi anak. Dry intercourse (mengelus-elus penis pelaku
atau area genital lainnya, paha, atau bokong
Pedophilia apalagi dengan sodomi adalah
korban).
bentuk kekerasan atau pelanggaran hukum,
dan juga merupakan bentuk kekerasan seksual Dampak Kekerasan Seksual Terhadap
yang melukai fisik maupun psikis. Oleh karena Anak
itu, pedophilia merupakan bentuk ketertarikan Kekerasan seksual cenderung menimbulkan
seksual yang tidak wajar. Ketika seseorang dampak traumatis baik pada anak maupun
tertarik secara seksual terhadap orang yang di pada orang dewasa. Namun, kasus kekerasan
luar rentang usia atau tahap perkembangannya, seksual sering tidak terungkap karena adanya
maka hal tersebut dinilai tidak wajar secara penyangkalan terhadap peristiwa kekerasan
sosial, misalnya remaja atau orang dewasa seksual yang terjadi. Lebih sulit lagi adalah jika
tertarik kepada anak-anak. Artinya, orang kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak,
dewasa atau remaja yang lebih tua yang tertarik karena anak-anak korban kekerasan seksual
secara seksual primer kepada anak-anak tidak mengerti bahwa dirinya menjadi korban.
atau sebaliknya dinilai tidak normal. Ketika Korban sulit mempercayai orang lain sehingga
secara sosial dianggap menyimpang, maka merahasiakan peristiwa kekerasan seksualnya.
pelakunya sendiri juga sadar bahwa hal tersebut Selain itu, anak cenderung takut melaporkan
menyimpang. Kemungkinan bentuk reaksinya karena mereka merasa terancam akan mengalami
ada dua: mengubah diri atau memuaskan konsekuensi yang lebih buruk bila melapor,
dorongan seksualnya secara diam-diam. anak merasa malu untuk menceritakan peristiwa
Didalam melakukan kekerasan seksual kekerasan seksualnya, anak merasa bahwa
terhadap anak, biasanya ada tahapan yang peristiwa kekerasan seksual itu terjadi karena
dilakukan oleh pelaku. Dalam hal ini, kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan
kemungkinan pelaku mencoba perilaku untuk seksual membuat anak merasa bahwa dirinya
mengukur kenyamanan korban. Jika korban mempermalukan nama keluarga. Dampak
menuruti, kekerasan akan berlanjut dan pelecehan seksual yang terjadi ditandai dengan
intensif, berupa (Sgroi dalam Tower, 2002): adanya powerlessness, dimana korban merasa
1) Nudity (dilakukan oleh orang dewasa); 2) tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap
Disrobing (orang dewasa membuka pakaian di peristiwa pelecehan seksual tersebut.

18 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


Tindakan kekerasan seksual pada anak nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan
membawa dampak emosional dan fisik kepada seks atau bahkan yang parahnya lagi dia akan
korbannya. Secara emosional, anak sebagai terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan
korban kekerasan seksual mengalami stress, hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi
depresi, goncangan jiwa, adanya perasaan dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang
bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa dilakukan kepadanya semasa kecilnya.
takut berhubungan dengan orang lain, bayangan
Sementara itu, Weber dan Smith (2010)
kejadian dimana anak menerima kekerasan
mengungkapkan dampak jangka panjang
seksual, mimpi buruk, insomnia, ketakutan
kekerasan seksual terhadap anak yaitu anak
dengan hal yang berhubungan dengan
yang menjadi korban kekerasan seksual pada
penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat,
masa kanak-kanak memiliki potensi untuk
kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi
menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian
seksual, sakit kronis, kecanduan, keinginan
hari. Ketidakberdayaan korban saat menghadapi
bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan
tindakan kekerasan seksual di masa kanak-
yang tidak diinginkan.
kanak, tanpa disadari digeneralisasi dalam
Selain itu muncul gangguan-gangguan persepsi mereka bahwa tindakan atau perilaku
psikologis seperti pasca-trauma stress disorder, seksual bisa dilakukan kepada figur yang lemah
kecemasan, penyakit jiwa lain termasuk atau tidak berdaya.
gangguan kepribadian dan gangguan identitas
Selain itu, kebanyakan anak yang
disosiatif, kecenderungan untuk reviktimisasi
mengalami kekerasan seksual merasakan
di masa dewasa, bulimia nervosa, bahkan
kriteria psychological disorder yang disebut
adanya cedera fisik kepada anak (Levitan et al,
post-traumatic stress disorder (PTSD), dengan
2003; Messman-Moore, Terri Patricia, 2000;
gejala-gejala berupa ketakutan yang intens
Dinwiddie et al, 2000). Secara fisik, korban
terjadi, kecemasan yang tinggi, dan emosi
mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur,
yang kaku setelah peristiwa traumatis. Menurut
sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina atau
Beitch-man et.al (Tower, 2002), anak yang
alat kelamin, berisiko tertular penyakit menular
mengalami kekerasan seksual membutuhkan
seksual, luka di tubuh akibat perkosaan dengan
waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka
kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan
pada orang lain.
dan lainnya. Sedangkan kekerasan seksual
yang dilakukan oleh anggota keluarga adalah Finkelhor dan Browne (Tower, 2002)
bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak mengkategorikan empat jenis dampak trauma
yang lebih serius dan trauma psikologis jangka akibat kekerasan seksual yang dialami oleh
panjang, terutama dalam kasus inses orangtua. anak-anak, yaitu:
Trauma akibat kekerasan seksual pada anak 1. Pengkhianatan (Betrayal). Kepercayaan
akan sulit dihilangkan jika tidak secepatnya merupakan dasar utama bagi korban
ditangani oleh ahlinya. Anak yang mendapat kekerasan seksual. Sebagai seorang
kekerasan seksual, dampak jangka pendeknya anak, mempunyai kepercayaan kepada
akan mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan orangtua dan kepercayaan itu dimengerti
yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi dan dipahami. Namun, kepercayaan anak
menurun yang akhirnya akan berdampak pada dan otoritas orangtua menjadi hal yang
kesehatan. Jangka panjangnya, ketika dewasa mengancam anak.

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 19


2. Trauma secara Seksual (Traumatic kematangan dan kemandirian hidup anak di
sexualization). Russel (Tower, 2002) masa depan, caranya melihat dunia serta masa
menemukan bahwa perempuan yang depannya secara umum.
mengalami kekerasan seksual cenderung
menolak hubungan seksual, dan sebagai Penanganan Kekerasan Seksual Terhadap
konsekuensinya menjadi korban kekerasan Anak
seksual dalam rumah tangga. Finkelhor Masa kanak-kanak adalah dimana anak
(Tower, 2002) mencatat bahwa korban lebih
sedang dalam proses tumbuh kembangnya.
memilih pasangan sesama jenis karena
Oleh karena itu, anak wajib dilindungi dari
menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
segala kemungkinan kekerasan terhadap
3. Merasa Tidak Berdaya (Powerlessness). anak, terutama kekerasan seksual. Setiap anak
Rasa takut menembus kehidupan korban. berhak mendapatkan perlindungan. Upaya
Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami
perlindungan terhadap anak harus diberikan
oleh korban disertai dengan rasa sakit.
secara utuh, menyeluruh dan komprehensif,
Perasaan tidak berdaya mengakibatkan
tidak memihak kepada suatu golongan atau
individu merasa lemah. Korban merasa
dirinya tidak mampu dan kurang efektif kelompok anak. Upaya yang diberikan
dalam bekerja. Beberapa korban juga tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, kepentingan terbaik bagi anak dengan mengingat
pada korban lain memiliki intensitas dan haknya untuk hidup dan berkembang, serta tetap
dorongan yang berlebihan dalam dirinya menghargai pendapatnya. Upaya perlindungan
(Finkelhor dan Browne, Briere dalam terhadap anak berarti terwujudnya keadilan
Tower, 2002). dalam suatu masyarakat. Asumsi ini diperkuat
4. Stigmatization. Korban kekerasan seksual dengan pendapat Age yang dikutip oleh Gosita
merasa bersalah, malu, memiliki gambaran (1996), yang telah mengemukakan dengan
diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu tepat bahwa “melindungi anak pada hakekatnya
terbentuk akibat ketidakberdayaan dan melindungi keluarga, masyarakat, bangsa dan
merasa bahwa mereka tidak memiliki negara di masa depan”.
kekuatan untuk mengontrol dirinya. Anak
sebagai korban sering merasa berbeda Ungkapan tersebut nampak betapa
dengan orang lain, dan beberapa korban pentingnya upaya perlindungan anak demi
marah pada tubuhnya akibat penganiayaan kelangsungan masa depan sebuah komunitas,
yang dialami. Korban lainnya menggunakan baik komunitas yang terkecil yaitu keluarga,
obat-obatan dan minuman alkohol untuk maupun komunitas yang terbesar yaitu negara.
menghukum tubuhnya, menumpulkan Artinya, dengan mengupayakan perlindungan
inderanya, atau berusaha menghindari bagi anak di komunitas-komunitas tersebut
memori kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl tidak hanya telah menegakkan hak-hak anak,
dan Biebl dalam Tower, 2002). tapi juga sekaligus menanam investasi untuk
Secara fisik memang mungkin tidak ada kehidupan mereka di masa yang akan datang.
hal yang harus dipermasalahkan pada anak Di sini, dapat dikatakan telah terjadi simbiosis
yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi mutualisme antara keduanya.
secara psikis bisa menimbulkan ketagihan,
Dengan demikian, didalam penanganan
trauma, pelampiasan dendam dan lain-lain. Apa
kekerasan seksual terhadap anak, perlu adanya
yang menimpa mereka akan mempengaruhi
sinergi antara keluarga, masyarakat dan negara.

20 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


Selain itu, dalam penanganan kasus kekerasan bercerita. Biasanya orang tua yang memang
seksual terhadap anak seharusnya bersifat memiliki hubungan yang dekat dengan anak
holistik dan terintegrasi. Semua sisi memerlukan akan lebih mudah untuk melakukannya.
pembenahan dan penanganan, baik dari sisi
Menurut beberapa penelitian yang dilansir
medis, sisi individu, aspek hukum (dalam hal
oleh Protective Service for Children and Young
ini masih banyak mengandung kelemahan),
People Department of Health and Community
maupun dukungan sosial. Apabila kekerasan
Service (1993) keberadaan dan peranan
seksual terhadap anak tidak ditangani secara
keluarga sangat penting dalam membantu
serius dapat menimbulkan dampak sosial yang
anak memulihkan diri pasca pengalaman
luas di masyarakat. Penyembuhan trauma psikis
kekerasan seksual mereka. Orang tua (bukan
akibat kekerasan seksual haruslah mendapat
pelaku kekerasan) sangat membantu proses
perhatian besar dari semua pihak yang terlibat.
penyesuaian dan pemulihan pada diri anak
Peran Individu dan Keluarga pasca peristiwa kekerasan seksual tersebut.
Pasca peristiwa kekerasan seksual yang sudah
Langkah paling sederhana untuk melindungi
terjadi, orang tua membutuhkan kesempatan
anak dari kekerasan seksual bisa dilakukan oleh
untuk mengatasi perasaannya tentang apa
individu dan keluarga. Orangtua memegang
yang terjadi dan menyesuaikan diri terhadap
peranan penting dalam menjaga anak-anak dari
perubahan besar yang terjadi. Selain itu juga,
ancaman kekerasan seksual. Orangtua harus
orang tua membutuhkan kembali kepercayaan
benar-benar peka jika melihat sinyal yang tak
diri dan perasaaan untuk dapat mengendalikan
biasa dari anaknya. Namun, tak semua korban
situasi yang ada. Proses pemulihan orang tua
kekerasan seksual bakal menunjukkan tanda-
berkaitan erat dengan resiliensi yang dimiliki
tanda yang mudah dikenali. Terutama apabila si
oleh orang tua sebagai individu dan juga
pelaku melakukan pendekatan secara persuasif
resiliensi keluarga tersebut.
dan meyakinkan korban apa yang terjadi antara
pelaku dan korban merupakan hal wajar. Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual
Kesulitan yang umumnya dihadapi oleh pihak maka Waskito (2008) menemukan beberapa
keluarga maupun ahli saat membantu proses faktor yang mempengaruhi resiliensi keluarga
pemulihan anak-anak korban kekerasan seksual terhadap pengalaman kekerasan seksual yang
dibandingkan dengan korban yang lebih dewasa menimpa anaknya, diantaranya:
adalah kesulitan dalam mengenali perasaan dan
pikiran korban saat peristiwa tersebut terjadi. 1. Dukungan sosial dan emosional yang
Anak-anak cenderung sulit mendeskripsikan membuat setiap anggota keluarga merasa
disayangi, dicintai, didukung, dihargai,
secara verbal dengan jelas mengenai proses
dipercaya dan menjadi bagian dari keluarga.
mental yang terjadi saat mereka mengalami
peristiwa tersebut. Sedangkan untuk 2. Kelekatan / ikatan emosional yang dimiliki
membicarakan hal tersebut berulang-ulang agar satu sama lain dalam keluarga dikarenakan
adanya keterbukaan dimana setiap anggota
mendapatkan data yang lengkap, dikhawatirkan
keluarga saling berbagi perasaan, jujur dan
akan menambah dampak negatif pada anak
terbuka satu sama lain.
karena anak akan memutar ulang peristiwa
tersebut dalam benak mereka. Oleh karena 3. Meningkatkan komunikasi dengan anak.
Pola komunikasi yang efektif, terbuka,
itu, yang pertama harus dilakukan adalah
langsung, terarah, kongruen (sesuai antara
memberikan rasa aman kepada anak untuk

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 21


verbal dan non verbal). Dengan cara ini akan perlindungan pada anak di tingkat akar rumput.
terbentuk sikap keterbukaan, kepercayaan Keterlibatan anak-anak dibutuhkan sebagai
dan rasa aman pada anak. Diharapkan anak salah satu referensi untuk mendeteksi adanya
tidak perlu takut menceritakan berbagai kasus kekerasan yang mereka alami. Minimal,
tindakan ganjil yang dialaminya, seperti anak diajarkan untuk mengenali, menolak
mendapat iming-iming, diajak pergi dan melaporkan potensi ancaman kekerasan.
bersama, diancam, bahkan diperdaya oleh
Upaya perlindungan anak dilakukan dengan
seseorang.
membangun mekanisme lokal, yang bertujuan
4. Keterlibatan orang tua terhadap proses untuk menciptakan jaringan dan lingkungan
penanganan kekerasan seksual yang dialami yang protektif. Oleh karena itu, perlindungan
anaknya baik itu penanganan secara hukum anak disini berbasis pada komunitas.
maupun penanganan pemulihan secara
Komunitas yang dimaksud merupakan bagian
psikologis layanan psikologis bagi anak
dari kelompok masyarakat yang peduli pada
maupun bagi orang tua.
berbagai permasalahan di masyarakatnya,
5. Pemahaman orang tua terhadap peristiwa khususnya permasalahan kekerasan seksual
kekerasan seksual yang dialami oleh
terhadap anak. Hal ini sesuai dalam buku
anaknya. Dampak peristiwa tersebut bagi
Cluetrain Manifesto (Kertajaya dan Hermawan,
anaknya dan juga dirinya serta bagaimana
2008), bahwa komunitas adalah sekelompok
mengatasi dan memulihkan diri.
orang yang saling peduli satu sama lain lebih
6. Spiritualitas dan nilai-nilai yang dimiliki
dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah
dan dianut dengan baik oleh sebuah
komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar
keluarga. Keyakinan spiritual ini juga
para anggota komunitas tersebut karena adanya
mencakup ritual-ritual agama yang dianggap
menguatkan. kesamaan interest atau values.

7. Sikap positif yang dimiliki keluarga dalam Berkaitan dengan peran masyarakat
memandang kehidupan termasuk krisis dan oleh media massa harus dilakukan dengan
permasalahan yang ada. Cara pandang yang bijaksana demi perlindungan anak karena
melihat bahwa selalu ada jalan keluar dari dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
kesulitan yang dihadapi oleh setiap manusia. tentang Perlindungan Anak ditegaskan Pasal
8. Ketrampilan pemecahan masalah dan 64, “perlindungan dari pemberitaan identitas
pengambilan keputusan yang dimiliki melalui media massa dan untuk menghindari
keluarga yang terkait dengan perencanaan labelisasi”. Artinya dalam hal ini seharusnya
terhadap masa depan yang dimiliki masyarakat ikut membantu memulihkan kondisi
oleh keluarga dan ”kendali” terhadap kejiwaan korban. Masyarakat diharapkan ikut
permasalahan yang terjadi melalui pelibatan
mengayomi dan melindungi korban dengan
orang tua dalam memutuskan langkah-
tidak mengucilkan korban, tidak memberi
langkah penanganan secara mandiri.
penilaian buruk kepada korban. Perlakuan
Peran Masyarakat semacam ini juga dirasa sebagai salah satu
Penanganan kekerasan seksual terhadap perwujudan perlindungan kepada korban,
anak, perlu adanya peran serta masyakarat, karena dengan sikap masyarakat yang baik,
dengan memerhatikan aspek pencegahan korban tidak merasa minder dan takut dalam
yang melibatkan warga dan juga melibatkan menjalani kehidupan bermasyarakat.
anak-anak, yang bertujuan memberikan

22 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


Peran Negara usaha yang rasional untuk mengendalikan
Fenomena kekerasan seksual terhadap anak atau menanggulangi kejahatan sudah barang
yang semakin memprihatikan dapat ditafsirkan tentu tidak hanya dengan menggunakan hukum
sebagai kegagalan Negara dalam menjamin pidana, tetapi dapat juga menggunakan sarana
rasa aman dan perlindungan terhadap anak- yang non hukum pidana (Lukman Hakim,
anak. Negara telah melakukan “pembiaran” 2008).
munculnya kekerasan seksual disekitar anak-
Penanggulangan secara hukum pidana
anak. Oleh karena itu, peran negara tentu paling
yaitu penanggulangan setelah terjadinya
besar dalam penanganan kekerasan seksual
kejahatan atau menjelang terjadinya
terhadap anak. Sebab, pada hakikatnya negara
kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu
memiliki kemampuan untuk membentuk
tidak terulang kembali. Penanggulangan
kesiapan individu, keluarga serta masyarakat.
secara hukum pidana dalam suatu kebijakan
Negara dalam hal ini pemerintah adalah kriminal merupakan penanggulangan kejahatan
pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap dengan memberikan sanksi pidana bagi para
kemaslahatan rakyatnya, termasuk dalam hal pelakunya sehingga menjadi contoh agar orang
ini adalah menjamin masa depan bagi anak- lain tidak melakukan kejahatan. Berlakunya
anak kita sebagai generasi penerus. Oleh sanksi hukum pada pelaku, maka memberikan
karena itu, Pemerintah bertanggung jawab perlindungan secara tidak langsung kepada
untuk melindungi warga negaranya dari korban korban perkosaan anak di bawah umur ataupun
kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak. perlindungan terhadap calon korban. Ini
Tetapi dalam kenyataannya, meskipun sudah berarti memberikan hukuman yang setimpal
ada jaminan peraturan yang mampu melindungi dengan kesalahannya atau dengan kata lain
anak, namun fakta membuktikan bahwa para pelaku diminta pertanggungjawabannya.
peraturan tersebut belum dapat melindungi Upaya penanggulangan kejahatan dengan
anak dari tindakan kekerasan seksual. Oleh menggunakan sanksi hukum pidana merupakan
karena itu, upaya yang harus menjadi prioritas cara yang paling tua, setua peradaban manusia
utama (high priority) untuk melindungi anak itu sendiri. Sampai saat inipun, hukum pidana
dari tindakan kekerasan seksual adalah melalui masih digunakan dan diandalkan sebagai
reformasi hukum. Reformasi hukum yang salah satu sarana politik kriminal. Hukum
harus dilakukan pertama kali adalah dengan pidana hampir selalu digunakan dalam produk
cara mentransformasi paradigma hukum. Spirit legislatif untuk menakuti dan mengamankan
untuk melakukan reformasi hukum dilandasi bermacam-macam kejahatan yang mungkin
dengan paradigma pendekatan berpusat pada timbul di berbagai bidang.
kepentingan terbaik bagi anak (a child-centred
Jika pelaku sudah dijatuhi hukuman tetapi
approach) berbasis pendekatan hak.
tidak mampu juga memberikan efek jera,
Para praktisi hukum maupun pemerintah terutama pada pelaku-pelaku lainnya yang
setiap negara selalu melakukan berbagai usaha melakukan kekerasan seksual terhadap anak,
untuk menanggulangi kejahatan dalam arti apa yang harus dilakukan? Maka munculah
mencegah sebelum terjadi dan menindak pelaku pandangan bahwa perlu adanya hukuman yang
kejahatan yang telah melakukan perbuatan atau keras lagi terhadap pera pelaku kekerasan
pelanggaran atau melawan hukum. Usaha- seksual terhadap anak. Selain pemberian sanksi
kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak,

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 23


perlu juga adanya perlindungan terhadap anak tindak kekerasan seperti perkosaan. Lembaga
korban kekerasan seksual. Karena, dalam hal penyantun korban semacam ini sudah sangat
ini, anak tidak hanya sebagai korban tetapi juga mendesak, mengingat viktimisasi yang terjadi
sebagai saksi dalam kasus kekerasan seksual di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini
tersebut. sangat memprihatinkan.

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor Koordinasi dengan pihak kepolisian harus


23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak pasal dilakukan, agar kepolisian segera meminta
64 (3) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun bantuan lembaga ini ketika mendapat
2012 tentang sistem peradilan pidana Anak laporan terjadinya tindak kekerasan terhadap
pasal 90 mengatur, anak sebagai korban berhak perempuan. Lembaga ini perlu didukung
mendapatkan rehabilitasi dari lembaga maupun setidaknya oleh pekerja sosial, psikolog, ahli
di luar lembaga. Kemudian di atur pula ke hukum dan dokter. Dalam kondisi daerah yang
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tidak memungkinkan, harus diupayakan untuk
tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa menempatkan orang-orang dengan kualifikasi
korban tindak pidana berhak mendapatkan yang paling mendekati para profesional di
bantuan hukum baik medis, rehabilitasi psiko- atas, dengan maksud agar lembaga ini dapat
sosial. Rehabilitasi medis tersebut adalah mencapai tujuan yang diinginkan dengan
proses kegiatan pengobatan secara terpadu baik. Pendanaan untuk lembaga ini harus
dengan memulihkan kondisi fisik anak, anak dimulai dari pemerintah sendiri, baik pusat
korban dan atau anak saksi. Rehabilitasi sosial maupun daerah, dan tentunya dapat melibatkan
adalah proses kegiatan pemulihan secara masyarakat setempat baik secara individu
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar maupun kelompok.
anak korban, dan atau anak saksi dapat kembali
Secara represif diperlukan perlindungan
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di
hukum berupa: a) pemberian restitusi dan
masyarakat.
kompensasi bertujuan mengembalikan
Kenyataannya, tidak sedikit kekerasan kerugian yang dialami oleh korban baik fisik
seksual yang mengalami kekerasan seksual maupun psikis, serta penggantian atas biaya
maupun keluarganya tidak mau melaporkan yang dikeluarkan sebagai akibat viktimisasi
ke pihak berwajib dengan alasan hal tersebut tersebut; b) Konseling diberikan kepada anak
merupakan aib ataupun takut adanya stigma sebagai korban perkosaan yang mengalami
terhadap anak nantinya apabila diketahui trauma berupa rehabilitasi yang bertujuan untuk
oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu mengembalikan kondisi psikis korban semula;
dibentuknya lembaga sosial untuk menampung c) Pelayanan / bantuan medis, diberikan kepada
anak yang menjadi korban tindak kekerasan korban yang menderita secara medis akibat
maupun kekerasan seksual. suatu tindak pidana seperti perkosaan, yang
mengakibatkan penderitaan fisik; d) Pemberian
Oleh karena itu, terkait kekerasan seksual
informasi, Hak korban untuk mendapat
dengan anak sebagai korbannya, perlu adanya
informasi mengenai perkembangan kasus
upaya preventif dan represif dari pemerintah.
dan juga keputusan hakim. Hak korban untuk
Upaya preventif perlu dilakukan dengan
mendapat informasi mengenai perkembangan
dibentuknya lembaga yang berskala nasional
kasus dan juga keputusan hakim, termasuk
untuk menampung anak yang menjadi korban
pula hak untuk diberitahu apabila si pelaku

24 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


telah dikeluarkan atau dibebaskan dari terpadu, negara melaksanakan pengembangan
penjara (kalau ia dihukum). Apabila tidak sistem kesejahteraan yang komprehensif bukan
dihukum, misalnya karena bukti yang kurang jejaring kerja, menjangkau semua anak dan
kuat, seyogyanya korban diberi akses untuk fokus pada keluarga dan masyarakat. Kerangka
mendapatkan perlindungan agar tidak terjadi kerja yang berbasis sistem ini lebih terorganisir,
pembalasan dendam oleh pelaku dalam segala interaktif dan komponen yang ada didalamnya
bentuknya; dan e) perlindungan yang diberikan saling terkait.
oleh keluarga maupun masyarakat. Keluarga
Komponen-kompenen didalam perlindungan
merupakan orang-orang terdekat korban (anak)
terhadap anak yang berbasis sistem (UNICEF,
yang mempunyai andil besar dalam membantu
2012) meliputi:
memberikan perlindungan kepada korban. Hal
ini dengan dapat ditunjukkan dengan selalu 1. Sistem Kesejahteraan Sosial bagi anak-anak
menghibur korban (anak), tidak mengungkit- dan keluarga. Sistem ini bertujuan mencegah
ungkit dengan menanyakan peristiwa perkosaan terjadi dan terulangnya perlakuan salah,
yang telah dialaminya, memberi dorongan dan kekerasan, penelantaran dan eksploitasi
motivasi bahwa korban tidak boleh terlalu larut terhadap anak melalui peningkatan kapasitas
dengan masalah yang dihadapinya, memberi keluarga yang bertanggung jawab agar
keyakinan bahwa perkosaan yang dialaminya tercapainya kesejahteraan dan perlindungan
tidak boleh merusak masa depannya, melindungi anak.
dia dari cibiran masyarakat yang menilai buruk Layanan kesejahteraan sosial merupakan
dirinya, dan lain-lain. bentuk sistem kesejahteraan sosial bagi
anak dan keluarga. Melalui layanan
Pendekatan Berbasis Sistem kesejahteraan sosial, diharapkan adanya
Menilik penanganan terhadap anak sebagai penguatan dan pemberian pelayanan
korban kekerasan seksual, maka pendekatan kesejahteraan serta perlindungan anak.
perlindungan terhadap anak yang perlu Akan didapatkan gambaran yang jelas
dilakukan haruslah berbasis sistem. Pendekatan tentang tugas, tanggung jawab dan proses
perlindungan anak berbasis sistem bertujuan kelembagaan di setiap tingkat.
memperkuat lingkungan yang melindungi 2. Sistem peradilan yang sesuai dengan standar
anak dari segala hal yang membahayakan. internasional. Sistem peradilan disini terkait
Pendekatan perlindungan anak berbasis sistem dengan kerangka hukum dan peraturan
sebagai pendekatan yang menekankan tanggung perundang-undangan perlu ditingkatkan
jawab atau kewajiban dari negara sebagai dan sesuai dengan standard internasional.
primary duty bearer dalam menyediakan Kerangka hukum yang menyeluruh dan
layanan untuk pemenuhan hak-hak anak mengikat diperlukan di tingkat pusat.
dan perlindungan anak. Negara mengakui Selanjutnya, kerangka hukum dan peraturan
anak sebagai pemegang hak dan berhak atas di tingkat provinsi dan kabupaten harus
perlindungan dan merupakan tanggung jawab sejalan dengan kerangka hukum nasional
negara untuk kesejahteraan anak. Oleh karena bahkan internasional. Kerangka hukum
itu, negara melakukan penanganan anak sebagai dan kebijakan yang mendukung sistem
perlindungan anak tersebut meliputi sistem
korban kekerasan seksual berfokus pada
data dan informasi untuk perlindungan
pencegahan kekerasan di sumber masalahnya
anak.
dan merespon semua permasalahan anak secara

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 25


3. Mekanisme untuk mendorong perilaku dari kelompok minoritas dan terisolasi,
yang tepat dalam masyarakat. Di tingkat anak tereksploitasi secara ekonomi dan/
masyarakat, berbagai komponen tersebut seksual, anak yang diperdagangkan, anak
(sistem kesejahteraan sosial bagi anak- yang menjadi korban penyalahgunaan
anak dan keluarga serta sistem peradilan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
yang sesuai dengan standar internasional adiktif lainnya, anak korban penculikan,
harus disatukan dalam rangkaian kesatuan penjualan dan perdagangan, anak korban
pelayanan perlindungan anak yang kekerasan baik fisik dan mental, anak
mendorong kesejahteraan dan perlindungan yang menyandang cacat, dan anak korban
anak dan meningkatkan kapasitas keluarga perlakuan salah dan penelantaran. Oleh
dan masyarakat untuk memenuhi tanggung karena itu intervensi ini bertujuan untuk
jawab mereka. Rangkaian pelayanan membebaskan anak-anak dari dampak
perlindungan anak di tingkat masyarakat buruk atau, jika dianggap layak, melakukan
dimulai dari pencegahan sebagai intervensi pengawasan terstruktur dan memberikan
primer yang ditujukan ke semua anak dan layanan dukungan. Mekanisme pencegahan
keluarganya, pengurangan resiko sebagai (intervensi primer) dianggap lebih tepat
intervensi sekunder, yang ditujukan dibandingkan intervensi tersier atau reaktif.
kepada anak-anak dan keluarga rentan
atau yang beresiko mengalami kekerasan PENUTUP
seksual anak. Orang tua yang yang masih Semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan
mempunyai anak-anak usia dibawah 18 pada anak terutama kasus kekerasan seksual
tahun, lembaga-lembaga pendidikan anak (sexual violence againts) dan menjadi
seperti, PAUD, TK, SD, SMP, SMA, TPA, fenomena tersendiri pada masyarakat modern
Madrasah, pondok pesantren, dan lain- saat ini. Anak-anak rentan untuk menjadi
lain. Materi kegiatan pencegahan antara korban kekerasan seksual karena tingkat
lain tentang pendidikan sex pada orang tua ketergantungan mereka yang tinggi. Sementara
dan anak yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan untuk melindungi diri sendiri
perkembangan anak. Pelaku kegiatan ini terbatas. Berbagai faktor penyebab sehingga
adalah instansi terkait yang mempunyai terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap
tugas dalam perlindungan dan pengasuhan anak dan dampak yang dirasakan oleh anak
anak; penanganan (intervensi tersier) yang sebagai korban baik secara fisik, psikologis
ditujukan kepada anak yang telah menjadi dan sosial. Trauma pada anak yang mengalami
korban kekerasan seksual dan keluarganya. kekerasan seksual akan mereka alami seumur
Intervensi ini wajib dilakukan oleh negara hidupnya. Luka fisik mungkin saja bisa
dengan memberikan perlindungan terhadap
sembuh, tapi luka yang tersimpan dalam
korban dan orang tuanya. Hal ini sesuai
pikiran belum tentu hilang dengan mudah. Hal
dengan amanat Undang-Undang Tentang
itu harus menjadi perhatian karena anak-anak.
Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun
Selain memang wajib dilindungi, juga karena di
2002. Pasal 59 yang menyebutkan bahwa
tangan anak-anaklah masa depan suatu daerah
Pemerintah dan lembaga negara lainnya
atau bangsa akan berkembang. Kekerasan
berkewajiban dan bertanggung jawab
seksual pada anak dapat terjadi di mana saja
untuk memberikan perlindungan khusus
kepada anak dalam situasi darurat, anak dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa
yang berhadapan dengan hukum, anak saja, baik itu anggota keluarga, pihak sekolah,
maupun orang lain. Oleh karena itu, anak perlu

26 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015


dibekali dengan pengetahuan seksualitas yang Hurairah, Abu. (2012). Kekerasan Terhadap Anak.
benar agar anak dapat terhindar dari kekerasan Bandung: Nuasa Press.
seksual. IASC. (2005). Panduan Pencegahan Kekerasan
Berbasis Gender, Masa Keadaan
Melihat dampak yang diakibatkan oleh
Kedaruratan Kemanusiaan: Berfokus
kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak pada Pencegahan dan Penanganan
yang menjadi korban, maka dalam penanganan Kekerasan Seksual dalam Masa Darurat.
kekerasan seksual terhadap anak sangat Jakarta: IASC.
penting peran aktif masyarakat, individu, dan
Kertajaya, H. (2008). New Wave Marketing: The
pemerintah. Perlu adanya pendekatan berbasis World is Still Round, The Market is Already
sistem dalam penanganan kekerasan seksual Flat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
anak. Sistem perlindungan anak yang efektif
mensyarakatkan adanya komponen-komponen Kristiani, Renata. (2010). “Haruskah Anak Kita
Menjadi Korban?” Newsletter Pulih,
yang saling terkait. Komponen-komponen ini
Volume 15 tahun 2010, hal. 4. Jakarta:
meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi anak- Yayasan Pulih.
anak dan keluarga, sistem peradilan yang sesuai
dengan standar internasional, dan mekanisme Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek
van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73).
untuk mendorong perilaku yang tepat dalam
masyarakat. Selain itu, juga diperlukan kerangka Levitan, R. D., N. A. Rector, Sheldon, T., &
hukum dan kebijakan yang mendukung serta Goering, P. (2003). Childhood Adversities
sistem data dan informasi untuk perlindungan Associated with Major Depression and/or
anak. Anxiety Disorders Incommunity Sample
of Ontario Issues of Co-Morbidity and
Specifity. Depression & Anxiety (online);
17, 34-42.
DAFTAR PUSTAKA Luhulima, Achie Sudiarti. (2000). Pemahaman
Bogorad, Barabara E. (1998). Sexual Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap
Abuse:Surviving the Pain. The American Perempuan dan Alternatif Pemecahannya.
Academy of Experts in Traumatic Stress, Jakarta: Alumni.
Inc. (online).
Maslihah, Sri. (2006). “Kekerasan Terhadap Anak:
Dinwiddie S, Heath AC, Dunne MP, Bucholz Model Transisional dan Dampak Jangka
KK, Madden PA, Slutske WS, Bierut LJ, Panjang”. Edukid: Jurnal Pendidikan
Statham DB et al. (2000). “Early Sexual Anak Usia Dini.I (1).25-33.
Abuse and Lifetime Psychopathology: a
Co-Twin-Control Study”. Psychological Nainggolan, Lukman Hakim. (2008). “Bentuk-
Medicine (online). 30 (1): 41-52. bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak
di Bawah Umur”. Jurnal Equality, Vol. 13
Gosita, Arif. (1989). Masalah Perlindungan Anak. No. 1 Februari 2008.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Suradi. (2013). “Problema dan Solusi Strategis
............. (1996). Makalah Pengembangan Aspek kekerasan Terhadap Anak”. Informasi
Hukum Undang-undang Peradilan Anak Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha
dan Tanggung Jawab Bersama. (Seminar Kesejahteraan Sosial Volume 18 No. 02
Nasional Perlindungan Anak pada tanggal tahun 2013.
5 Okober 1996, diselenggarakan oleh
UNPAD, Bandung).

Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Ivo Noviana 27


Tower, Cynthia Crosson. (2002). Understanding Anonim. (2014). Kenali Tipe Penjahat Kekerasan
Child Abuse and Neglect. Boston: Allyn & Seksual Anak. 25 April 2014. Diunduh
Bacon. dari http://www.motherandbaby.
co.id/article/2014/4/11/1977/Kenali-
UNICEF. (2012). Perlindungan Anak. Ringkasan Tipe-Penjahat-Kekerasan-Seksual-
Kajian – UNICEF, Oktober 2012. Anak?utm_source=hootsuite&utm_
campaign=hootsuite, diakses pada 21 Mei
Wahyuni, Dinar. (2014). Kejahatan Seksual Anak
2014.
dan Gerakan Nasional Anti-Kejahatan
Seksual Terhadap Anak. Info Singkat Anonim. (2014). Kenali Kekerasan Seksual pada
Kesejahteraan Sosial Vol. VI, No. 12/II/ Anak. Diunduh dari http://www.parenting.
P3DI/Juni/2014.
co.id/article/mode/kenali.kekerasan.
Weber, Mark Reese., Smith, Dana M.(2010). seksual.pada.anak/001/003/687, diakses
Outcomes of Child Sexual Abuse as pada 21 Mei 2014.
Predictors of laters Sexual Victimization.
Dalam Journal of International Violence. Riskilustiono. (2014). Kekerasan Terhadap
(Online). 26 (9): 1899-1905. Anak. 10 Februari 2014, diunduh dari
http://bakohumas.kominfo.go.id/news.
Whealin, Julia. (2007). Child Sexual Abuse. php?id=1177, diakses pada 7 Mei 2014.
National Center for Post Traumatic Stress
Disorder. US Department of Veterans Rudicahyo. (2014). Kekerasan Seksual pada Anak
Affair (Online). Diunduh dari http://www. di Mata Psikologi. 19 April 2014, diunduh
answers.com/topic/child-abuse. dari http://rudicahyo.com/psikologi-
artikel/kekerasan-seksual-pada-anak-di-
Wismayanti, Farida Yanuar. (2012). Perlindungan mata-psikologi/).
Anak Berbasis Komunitas di Wilayah
Perbatasan: Penelitian Aksi di Desa Sari, A. P. (2009). Penyebab Kekerasan
Entikong, Kecamatan Entikong, Seksual terhadap Anak dan Hubungan
Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Pelaku dengan Korban. Diunduh dari
Barat. Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 01 http://kompas.com/index.php/read/
tahun 2012. Jakarta. xml/2009/01/28/

Yantzi, Mark. (2009). Kekerasan Seksual dan Wirakusuma, K. Yudha (2014). Marak Pelecehan
Pemulihan: Pemulihan Bagi Korban, SeksualAnak, Bukti Perlindungan Orangtua
Pelaku & Masyarakat. Diterjemahkan oleh Minim. diunduh dari http://news.okezone.
Timur Citra Sari dan Mareike Bangun. com/read/2014/05/21/337/988133/
Jakarta: Gunung Mulia. marak-pelecehan-seksual-anak-bukti-
perlindungan-orangtua-minim.
Publikasi Elektronik
Anonim. (2014). Tiap tahun 400 anak jadi korban
seksual. Diunduh dari http://indonesia.
ucanews.com/2014/05/05/tiap-tahun-400-
anak-jadi-korban-seksual/, diakses pada
20 Mei 2014.

Anonim. (2014). Stop! Kekerasan pada Anak. 21


April 2014. Diunduh dari http://kpkpos.
com/stop-kekerasan-pada-anak/, diakses
pada 7 Mei 2014.

28 Sosio Informa Vol. 01, No. 1, Januari - April, Tahun 2015

You might also like