You are on page 1of 12

eISSN 2337-5949 e-CliniC.

2021;9(2):287-298
Terakreditasi Nasional: SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.9.2.2021.32850
KemenRistekdikti RI No. 28/E/KPT/2019 Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic

Terapi Reperfusi pada Infark Miokard dengan ST-Elevasi

Hana A. Bambari,1 Agnes L. Panda,2 Victor F. F. Joseph2

1
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado,
Indonesia
2
Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi, Manado, Indonesia
Email: hanabambari@gmail.com

Abstract: Myocardial infarction is classified into ST-segment elevation myocardial infarction


(STEMI) and Non-ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI). STEMI patient is
considered for a reperfusion therapy, consisting of percutaneous coronary intervention (PCI),
fibrinolytic therapy, and coronary artery bypass grafting (CABG). This study was aimed to
determine the effectiveness of reperfusion therapy in STEMI patients. This was a literature review
study. The results described the effectiveness of reperfusion therapy in terms of the time action, as
follows: effective PCI if <120 minutes, fibrinolytic therapy <90 minutes, and CABG within four
to 30 days after angiography. In case of revascularization with PCI there was a decrease in
mortality and complications of reinfarction, major bleeding, and stroke. There was a reduction in
complications of cardiogenic shock with fibrinolytic therapy when given within the first 60
minutes of symptom onset. Fibrin-spesific fibrinolytics (accelerated infusion alteplase, tenecplase,
and reteplase) were the most effective regimen associated with reduced mortality. CABG
procedure is recommended in coronary anatomical conditions that was not suitable for PCI and
several other indications; although the complications were high but the survival of 30 days and
one year was very good. In conclusion, PCI is the first line choice and effective if performed less
than the first 120 minutes. Fibrinolytics are effective if they are administered during the first 60
minutes in case the PCI is not performed. Moreover, CABG is recommended in anatomical
coronary condition that is not suitable for PCI and other indications.
Keywords: reperfusion therapy, acute myocardial infarction, STEMI

Abstrak: Infark miokard diklasifikasikan atas ST-segment elevation myocardial infarction


(STEMI) dan Non-ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI). Pada pasien STEMI
diper-timbangkan untuk dilakukan terapi reperfusi yang terdiri dari percutaneous coronary
intervention (PCI), terapi fibribolitik, dan coronary artery bypass grafting (CABG). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi reperfusi pada pasien STEMI. Jenis penelitian ialah
literature review. Hasil penelitian ini menjelaskan efektivitas terapi reperfusi ditinjau dari waktu
tindakan. Tindakan PCI efektif dilakukan <120 menit, terapi fibrinolitik <90 menit, dan CABG
dalam empat hingga 30 hari setelah angiografi. Pada kasus revaskularisasi dengan tindakan PCI
terdapat penurunan mortalitas dan komplikasi reinfark, perdarahan mayor, dan stroke. Terdapat
penurunan komplikasi syok kardiogenik pada terapi fibrinolitik bila diberikan dalam 60 menit
pertama setelah onset gejala. Fibrin-spesific fibrinolytics (accelerated infusion alteplase,
tenecplase, dan reteplase) merupakan regimen yang paling efektif dikaitkan dengan penurunan
mortalitas. Tindakan CABG direko-mendasikan pada kondisi anatomi koroner yang tidak sesuai
untuk PCI dan beberapa indikasi lain; meskipun komplikasi tinggi namun kelangsungan hidup 30
hari dan satu tahun sangat baik. Simpulan penelitian ini ialah tindakan PCI merupakan pilihan lini
pertama dan efektif diberikan dalam waktu <120 menit. Fibrinolitik efektif diberikan dalam 60
menit pertama bila PCI tidak dapat dilakukan sedangkan tindakan CABG direkomendasikan pada
kondisi anatomi koroner yang tidak sesuai untuk PCI dan beberapa indikasi lain.
Kata kunci: terapi reperfusi, infark miokard akut, STEMI

287
288 e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 287-298

PENDAHULUAN nekrosis akibat iskemia sebelumnya. Hal ini


Global Health Estimate (GHE) tahun berkaitan dengan aterosklerosis berlanjut
2016 mencatat bahwa kedudukan ischaemic menghambat aliran darah dan menyebabkan
heart disease atau coronary heart disease terjadinya iskemia pada jaringan.6,7 Faktor
(CHD) menempati posisi pertama dengan risiko yang memengaruhi terbagi menjadi
angka kematian mencapai 126 per 100,000 faktor risiko konvensional dan faktor risiko
populasi atau diperkirakan 16,6 %. Data di yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko
Amerika Serikat pada tahun 2013, pasien konvensional mencakup usia tua, riwayat
acute coronary sindrome (ACS) yang penyakit jantung pada keluarga, dan jenis
datang ke rumah sakit dengan ST-elevation kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodi-
myocardial infarction (STEMI) diperkira- fikasi terdiri dari kadar kolesterol darah
kan sekitar 38% dari 116,793 pasien dan me- yang tinggi (low-density lipoprotein chole-
miliki angka persentase yang berbeda ber- sterol [LDL-C]), tekanan darah yang tinggi,
dasarkan jenis kelamin yakni: 57% terjadi merokok, alkohol, diabetes melitus, obesi-
pada pria dan 43% terjadi pada wanita.1,2 tas, kurangnya aktivitas fisik, dan stres.8
Angka kejadian STEMI tetap menjadi Infark miokard akut diklasifikasikan
penyebab utama yang memengaruhi morb- berdasarkan hasil pemeriksaan EKG 12
iditas dan mortalitas di dunia. Namun ber- sadapan menjadi ST-segment elevation
dasarkan beberapa penelitian yang terus myocardial infarction (STEMI) dan Non-
dikembangkan, terdapat penurunan angka ST-segment elevation myocardial infarction
mortalitas STEMI yang dikaitkan dengan (NSTEMI). Penentuan klasifikasi IMA
per-baikan dalam Emergency Medical Res- penting dalam penatalaksanaan. Tatalaksana
ponse (EMR), penerapan strategi terapi untuk pasien STEMI yaitu dengan terapi
reperfusi yang efektif, dan penggunaan far- reperfusi yang terdiri dari primary percuta-
makoterapi terkait pencegahan sekunder. neous coronary intervention (PPCI), terapi
Angka kematian pasien STEMI di Indonesia fibrinolitik, dan coronary artery bypass
yang mendapat terapi reperfusi secara grafting (CABG). Penerapan PPCI dengan
bermakna dikatakan lebih rendah dibanding target <90 menit dari kontak medis pertama
pasien yang tidak mendapat terapi reperfusi. kali adalah pendekatan yang lebih dipilih di
Oleh karena itu keberhasilan dalam pene- fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas
rapan terapi reperfusi sangat penting untuk PCI untuk pasien STEMI sesuai dengan
pasien dengan diagnosis STEMI.3,4 bukti EKG dan bukti klinis lainnya. Masih
Infark miokard akut (IMA) merupakan banyak fasilitas kesehatan yang masih
sindrom klinik yang diperlihatkan dengan belum siap dan memiliki fasilitas PCI,
gejala yang ditimbulkan akibat ketidak- sehingga terapi fibrinolitik diindikasikan
seimbangan pasokan dan permintaan oksi- untuk pasien STEMI tanpa kontraindikasi
gen dalam darah ke jantung, perubahan yang datang pertama kali di fasilitas
elektrokardiografi (EKG) yang persisten, kesehatan tanpa fasilitas PCI, dengan
dan pelepasan biomarker jantung yakni sasaran target terapi fibrinolitik adalah 30
creatine kinase-MB (CK-MB) atau cardiac menit.9,10 Penggunaan CABG selain untuk
spesific troponin (cTn)I atau (cTn)I. kasus syok kardiogenik, bukan merupakan
Ketidaknyamanan di dada tipe-iskemik strategi lini pertama untuk pasien STEMI.
seringkali menjadi gejala klinis yang paling Situasi yang mengindikasikan penggunaan
menonjol pada pasien infark miokard, CABG ialah ketika kegagalan PCI, anatomi
dirasakan pasien sebagai tekanan retro- arteri koroner tidak mendukung PCI, atau
sternal dan sensasi terbakar yang persisten perbaikan bedah yang perlu dilakukan
(>10 hingga 20 menit), difus, dalam, dan segera.11
berat, umumnya tidak dirasakan sebagai Kematian pasien STEMI di Indonesia
nyeri yang menusuk.5 yang mendapat terapi reperfusi secara
Infark miokard merupakan perkem- bermakna dikatakan lebih rendah dibanding
bangan dari otot jantung yang mengalami pasien tanpa terapi reperfusi, sehingga
Bambari, Panda, Joseph: Terapi reperfusi pada infark … 289

penerapan terapi reperfusi sangat penting terapi reperfusi (PPCI, terapi fibrinolitik,
untuk pasien dengan tujuan utama yaitu CABG), no camparators, dan outcomes
dilakukannya pemberian reperfusi yang adalah efektivitas terapi reperfusi pada
cepat, berkelanjutan, dan tepat.12,13 Berda- pasien STEMI. Study design dan publication
sarkan hal ini maka penulis terdorong untuk type yang ditelaah ialah dengan metode
membahas mengenai efektivitas terapi Quasi-experimental studies, randomized
perfusi pada infark miokard dengan ST- control and trial, systematic review, meta-
elevasi (STEMI). analysis, qualitative research and cross-
sectional studies.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbentuk suatu litera- HASIL PENELITIAN
ture review. Pencarian data menggunakan Berdasarkan hasil penelusuran setelah
beberapa database yaitu Pubmed, Clinical dilakukan beberapa tahapan, peneliti men-
Key, dan Google Scholar. Kriteria jurnal dapatkan 3.865 jurnal yang sesuai dengan
yang di review ialah artikel jurnal penelitian kata kunci, kemudian dilakukan skrining
yang dapat diakses fulltext dalam format pdf jurnal. Hasil pengumpulan artikel yang
dengan bahasa Indonesia atau Inggris atau diperoleh dari penelusuran di setelah
gabungan (Indonesia dan Inggris) dengan disaring berdasarkan kriteria-kriteria yang
subyek tertentu. Kata kunci yang digunakan telah ditetapkan sebelumnya dan didapatkan
ialah Reperfusion Therapy AND Acute 12 artikel.
Myocardial Infarction AND STEMI dan Tabel 1 memperlihatkan hasil kajian 12
range tahun publikasi 2010-2020. artikel yang dipakai dalam penelitian. Tabel
Strategi yang digunakan untuk mencari 2 memperlihatkan perbandingan terapi fibri-
artikel penelitian yaitu menggunakan nolitik pada kajian dua artikel penelitian,
Population, Intervention, Comparison, Out- sedangkan Tabel 3 memperlihatkan perban-
comes (PICOS). Population yang dipilih dingan PPCI vs fibrinolitik pada tiga artikel
ialah pasien STEMI, dengan intervention penelitian.

Tabel 1. Hasil analisis literatur penelitian


No Penulis Judul Metode Jumlah Jurnal Hasil dan simpulan
penelitian sampel publikasi
1 Bendary et Fibrinolytic therapy in Prospective 100 sampel TUOMS  Sebanyak 31 dari 50 pasien (62%)
al (2017)14 patients with ST- randomized Publishing Group berhasil mengalami reperfusi
segment elevation my- single-blinded, pada pasien dengan Steptokinase
ocardial infarction: single-center accelerated 1.5 juta unit selama
accelerated versus study 30 menit (Kelompok I)
standard streptoki-  Sebanyak 19 dari 50 pasien (38%)
nase infusion regimen berhasil mengalami reperfusi
pada pasien dengan Steptokinase
accelerated 1.5 juta unit selama
60 menit (Kelompok II)
 Terapi fibrinolitik dimulai dalam
waktu 1 jam sejak gejala muncul
sebanyak 12% pada kelompok I
dan 16% pada kelompok II
2 Joy et al, Comparative effec- Review and 14 RCT Journal of  PPCI menjadi pilihan manajemen
201615 tiveness of primary literature dengan Comparative yang disukai untuk STEMI
PCI versus fibrinolytic comparing 10.221 Effectiveness  Pemberian fibrinolitik yang dila-
therapy for ST eleva- sampel Research kukan jika tindakan PCI tertunda
tion myocardial inf- >120 menit karena waktu transfer,
arction: a review of memberikan hasil keefektifan
the literature yang serupa dan merupakan pilih-
an yang layak
 Penundaan reperfusi mening-
katkan morbiditas dan mortalitas,
karena dalam satu jam pertama;
290 e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 287-298

setengah dari otot jantung yang


awalnya berpotensi untuk disela-
matkan dapat hilang, dan dalam
waktu tiga jam menjadi dua
pertiga bagian
3 Chaiyakuna Comparative efficacy Network meta- 40 studi The Lancet  Penggunaan fibrin-spesific fibri-
pruk et al, and safety od reper- analysis based on dengan nolitik (accelerated infusion
201716 fusion therapy with a systematic 128.071 alteplase, tenecplase, dan rete-
fibrinolytic agents in review of sampel plase) dengan antikoagulan par-
patients with ST-seg- randomised enteral merupakan regimen yang
ment elevation myo- controlled trial paling efektif dan optimal karena
cardial infarction: a dikaitkan dengan penurunan
systematic review and mortalitas jangka pendek pada
network meta-analysis pasien STEMI
4 Siddiqi et al, Meta-analysis comp- Meta-analysis 12 studi American Journal  Pharmacoinvasive therapy (PIT)
201817 aring primary per- dengan of Cardiology adalah pemberian obat trombo-
cutaneous coronary 13.037 litik diikuti PCI segera setelah tiba
intervention versus sampel di RS dengan fasilitas PCI hanya
pharmacoinvasive dalam kasus kegagalan trombo-
therapy (PIT) in tran- lisis. Kegagalan trombolisis ditan-
sfer patients with ST- dai dengan gejala yang menetap
elevation myocardial 90 menit dari waktu trombolisis
infarction dan resolusi <50% dari elevasi ST
pada EKG pertama
 Pemilihan PIT dalam penelitian
ini secara signifikan menurunkan
angka mortalitas jangka pendek
 Terdapat risiko infark yang jauh
lebih rendah pada PPCI, sedang-
kan risiko syok kardiogenik
secara signifikan lebih tinggi.
5 Hosseiny et mortality pattern and Secondary data : 1.313 Open Heart  Laki-laki 77,5% dan perempuan
al, 201618 cause of death in a hospital and sampel 22,5%
long-term follow-up of general practice  Kelompok usia terbanyak 62,3
patients with STEMI records and ±13,1 tahun
treated with primary mortality data  Dalam tujuh hari pertama, terda-
PCI pat risiko mortalitas yang relatif
tinggi yakni 45 pasien (3,4%) dan
76% diantaranya karena syok
kardiogenik dan kegagalan multi-
organ yang terkait.
 Dalam tujuh hari hingga satu
tahun berikutnya, angka morta-
litas mencapai 50 pasien (3,9%)
namun penyebab mortalitas yang
terkait penyakit kardiovaskular
didapatkan jauh lebih rendah
yakni 58%.
 Di atas 1 tahun, angka mortalitas
mencapai 86 pasien (2,05%)
namun angka mortalitas terkait
penyakit kardiovaskular mulai
turun yakni 36%, hal ini sejalan
dengan peningkatan penggunaan
PCI dan pengobatan evidece
based
 Usia ≥75 tahun, diabetes, PCI
sebelumnya, syok kardiogenik,
eGFR <60, dan pengobatan yang
tertunda merupakan prediktor
independen dari kematian
6 Roule et al, Prehospital fibrino- Systematic review 6 studi Critical Care  Penelitian ini menunjukkan bah-
201619 lysis versus primary and meta-analysis wa terapi fibrinolitik pra-RS
percutaneous coro- of randomized dibandingkan dengan PPCI me-
nary intervention in controlled trials miliki tingkat kematian yang
ST-elevation myocar- serupa
dial infarction: a sys-
Bambari, Panda, Joseph: Terapi reperfusi pada infark … 291

tematic review and


meta-analysis of ran-
domized controlled
trials
7 Bundhun et Bleeding events asso- Systematic review 12 studi Medicine  Penggunaan PPCI 49,96% dan
al, 201620 ciated with fibrinolytic and meta-analysis dengan terapi fibrinolitik 50,06%
therapy and primary of randomized 5.561  Terapi fibrinolitik jika dikaitkan
percutaneous control trials sampel dengan perdarahan intrakranial
coronary intervention memiliki hasil yang jauh lebih
in patiens with STEMI tinggi dibandingkan PPCI
8 Cenko et al, Reperfusion therapy Secondary data: 57 RS European Heart  Laki-laki 70% dan perempuan
201621 for ST-elevation acute International dengan Journal 30%
myocardial infarction Survey of acute 7.917  Penggunaan PPCI 62,4%, terapi
in Eastern Europe: the coronary syndrom sampel fibrinolitik 13 %, dan 24,6%
ISACS-TC Registry in transitional pasien tidak mendapat terapi
countries reperfusi tepat waktu
(ISACS-TC)  Mortalitas pada pasien STEMI
dengan PCI 5%, terapi fibrinolitik
7,4%, dan tidak mendapatkan
terapi reperfusi 16%
9 Granger et Improving care of Secondary data: 485 RS Journal of the  Laki-laki 70,16% dan perempuan
al, 201822 STEMI in the United National dengan American Heart 29,84%
States 2008 to 2012 a Cardiovascular 147.466 Association  Kelompok usia terbanyak 60
report from the Data Registry sampel tahun
American Heart Acute Coronary  Kualitas perawatan pasien STEMI
Association Mission: Treatment and dengan terapi reperfusi dan waktu
Lifeline Program Intervention pengobatan meningkat dalam 5
Outcomes tahun
Network Registry
10 Pi et al, Utilization, Study population / 241.244 American Heart  Sebanyak 6,3% pasien STEMI
201723 characteristic, and in- secondary data sampel Association menjalani CABG
hospital outcomes of  Pasien yang menjalani CABG
coronary artery by- dibagi menjadi 3 kelompok
pass grafting in pa-  Kelompok (1) sebanyak 45,8%
tients with ST- pasien hanya menjalani CABG
segment-elevation sebagai strategi reperfusi primer
myocardial infarction  Kelompok (2) sebanyak 38,7%
pasien menjalani CABG setelah
PPCI
 Kelompok (3) sebanyak 8,2%
pasien menjalani CABG setelah
fibrinolitik
 Angka mortalitas pasien STEMI
yang menjalani CABG adalah
5,4% dan pasien yang tidak
menjalani CABG adalah 5,1%
11 Gu et al, Role of coronary Original article 1.071 Netherlands Heart  Sebanyak 5,5% pasien STEMI
201024 artery bypass grafting sampel Journal menjalani CABG
during the acute and  Sebanyak 22% tindakan CABG
subacute phase of ST- dilakukan dalam waktu 24 jam
elevation myocardial  Sebanyak 14% tindakan CABG
infarction dilakukan antara satu dan tiga hari
 Sebanyak 64% tindakan CABG
dilakukan antara empat dan 30
hari
 Tindakan CABG untuk indikasi
iskemik sebanyak 31% dan untuk
indikasi anatomi sebanyak 69%
12 Saito et al, Percutaneous Review 465 sampel Journal of  Sekitar 50% pasien STEMI
201925 coronary intervention Cardiology mengalami multivessel disease
strategies in patients (MVD)
with acute myocardial  Revaskularisasi lengkap selama
infarction and multi- PPCI lebih sering dilakukan
vessel disease: com- dibanding hanya pada pembuluh
pleteness, timing, les- darah penyebab pada kasus
sion assesment, and multivessel
patient status
292 e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 287-298

 Pasien dengan revaskularisasi


lengkap memiliki tingkat MACE
yaitu 13% dibanding hanya pada
pembuluh darah penyebab yaitu
22%

Tabel 2. Perbandingan terapi fibrinolitik


Jurnal Terapi Risiko Efektifitas Indikasi Kontraindikasi Komplikasi
mortalitas fibrinolitik
(Relative
risk)
Bendary et al, I. SK RR I = 0,5 31 dari 50 pasien (62%) SK merupakan Severe Perdarahan
201714 accelerate berhasil pada pasien agen fibrinolitik hypertension, mayor
II. SK standard RR II = 2 kelompok I yang paling banyak recent stroke,
19 dari 50 pasien (38%) digunakan terutama cerebral neoplasm,
berhasil pada kelompok di negara yang recent surgery,
II terbebani oleh childbirth,
Indikator keberhasilan : karena biaya yang hypersensitivity,
i. Hilangnya nyeri tinggi seperti biaya increased risk of
dada dalam 90 menit tPA (alteplase) cerebral bleeding,
setelah fibrinolitik trauma, pregnancy,
ii. Resolusi elevasi active internal
segmen ST lebih bleeding
dari 50% setelah
fibrinolitik
iii. Puncak troponin I
jantung yang lebih
awal dan lebih tinggi
dalam 24 jam
pertama setelah
timbulnya gejala
iv. Kemungkinan
munculnya artimia
reperfusi
Jinatongthai et III. TNK + PAC RR = 1.01  Secara Patients at risk of
al, 201716 IV. rPA + PAC RR = 1.04 keseluruhan, cerebral bleeding
indikasi including severe
fibrinolitik hypertension,
diberikan jika history of stroke,
PPCI tidak intracranial or
tersedia pada intraspinal surgery
RS tersebut or trauma within 2
58% pasien berhasil pada
15 studi yang dilaporkan  Tindakan PCI mth, aneurysm,
tidak dapat cerebral neoplasm,
secara keseluruhan
diberikan sesuai haemorrhage or
Perdarahan
dengan waktu known bleeding
Tidak disebutkan dengan mayor pada
dalam pedoman diasthesis,
detail jumlah pasien yang regimen SK
V. SK + PAC RR = 1.14 severe
berhasil di setiap masing- dan tPA +
hypertension,
masing terapi PAC lebih
recent stroke,
rendah
cerebral neoplasm,
Indikator keberhasilan : daripada
recent surgery,
i. Temuan EKG tPA_acc +
childbirth,
pasien PAC
hypersensitivity,
ii. TIMI 3 flow antara
increased risk of
60-90 menit
cerebral bleeding,
setelah pemberian
trauma, pregnancy,
fibrinolitik
active internal
bleeding
VI. tPA + PAC RR = 1.26 Bleeding disorder,
VII. tPA_acc + RR = 1.00 severe stroke,
PAC haemorrhagic
diasthesis,
intracranial and
subarachnoid
Bambari, Panda, Joseph: Terapi reperfusi pada infark … 293

haemorrhage,
aneurysm, history
of CNS damage,
severe HTN, major
surgery or
significant trauma
in the pas 3 mth
Keterangan : SK = streptokinase. PAC = parenteral anticoagulants. rPA = reteplase. tPA = alteplase (non-accelerated
infusion). tPA_acc = alteplase (accelerated infusion). RR = relative risk/risk ratio.

Tabel 3. Perbandingan PPCI vs fibrinolitik


Jurnal Terapi Risiko Mortalitas Indikasi Komplikasi (%)
(Relative Risk)
Roule et al, PPCI RR = 0.045 Strategi reperfusi utama yang Tidak ada data yang dipaparkan
201619 direkomendasikan pada pasien
STEMI terutama pada RS dengan
fasilitas PCI
Fibrinolitik RR = 0.042 Alternatif terapi jika perkiraan waktu
iskemik karena keterbatasan fasilitas
PCI total > 2 jam
Bundhun et al, PPCI RR = 0.040 Strategi reperfusi utama yang Reinfark (2.05), syok kardiogenik (5.6),
201620 direkomendasikan pada pasien stroke hemoragik (0.13), stroke iskemik
STEMI terutama pada RS dengan (0.22), dan perdarahan mayor (4.3)
fasilitas PCI

Fibrinolitik RR = 0.053 RS yang tidak mendukung fasilitas Reinfark (2.8), syok kardiogenik (3.8),
PCI stroke hemoragik (0.8), stroke iskemik
(0.6), dan perdarahan mayor (5.6)
Cenko et al, PPCI RR = 0.050 Strategi reperfusi utama yang Perdarahan umum (7.87)
201621 direkomendasikan pada pasien Perdarahan intrakranial (0.15), perdarahan
STEMI terutama pada RS dengan non-intrakranial (21.5), reinfark (3), stroke
fasilitas PCI (0.53), dan syok (5.65)

Fibrinolitik RR = 0.074 Penggunaan yang cepat dan mudah Perdarahan umum (9.38), perdarahan
Biaya yang relatif lebih murah intrakranial (1.09), perdarahan non-
intrakranial (24), reinfark (4.7), stroke (1.6),
dan syok (4)

BAHASAN memadai. Joy et al15 melaporkan penurunan


Pada tahap ini telah dilakukan analisis mortalitas dan reinfark pada tindakan PPCI.
dari beberapa penelitian yang menjelaskan Hal tersebut sesuai dalam pedoman PERKI,
tentang terapi reperfusi pada pasien STEMI. penggunaan PCI lebih diutamakan dan
Secara keseluruhan, pasien STEMI yang diindikasikan untuk pasien STEMI karena
mendapatkan terapi reperfusi dalam bebe- berpengaruh terhadap angka mortalitas.3,5,26
rapa penelitian yang dilaporkan oleh Penelitian Hosseiny et al18 menjelaskan
Hosseiny et al,18 Cenko et al,21 Granger et mortalitas jangka panjang pada pasien
al,22 didapatkan bahwa laki-laki memiliki STEMI sesudah penggunaan PPCI yakni
jumlah persentase yang lebih tinggi diban- dalam tujuh hari pertama terdapat risiko
dingkan perempuan dan usia rerata yang mortalitas yang relatif tinggi yakni 45 pasien
dilaporkan terkait terapi reperfusi ialah ≥60 dan 76% diantaranya karena syok kardio-
tahun (Tabel 1). genik dan kegagalan multiorgan yang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terkait. Dalam tujuh hari hingga satu tahun
oleh Joy et al15 dan Cenko et al,21 dilaporkan berikutnya, angka mortalitas mencapai 50
bahwa tindakan PPCI menjadi pilihan pasien namun penyebab mortalitas yang
manajemen yang lebih dipilih dan direko- terkait penyakit kardiovaskular didapatkan
mendasikan untuk pasien STEMI terutama jauh lebih rendah yakni 58%. Di atas satu
pada rumah sakit dengan fasilitas PCI yang tahun, angka mortalitas mencapai 86 pasien
294 e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 287-298

namun angka mortalitas terkait penyakit yang paling efektif dibandingkan dengan
kardiovaskular mulai turun yakni 36% Hal streptokinase dan non-accelerated infusion
ini sejalan dengan peningkatan penggunaan of alteplase karena terkait mortalitas pada
PCI dan pengobatan evidence based. pasien STEMI. Pada analisis penelitian ini
Penelitian ini juga melaporkan bahwa usia menjelaskan bahwa accelerated infusion
≥75 tahun, diabetes, PCI sebelumnya, syok alteplase yang ditambah antikoagulan par-
kardiogenik, eGFR <60, dan pengobatan enteral merupakan standar pengobatan
yang tertunda merupakan prediktor inde- sesuai dengan rekomendasi pedoman yang
penden dari mortalitas. telah ditetapkan, dalam percobaan Global
Analisis penelitian Bundhun et al20 Use of Strategies to Open Coronary
terkait komplikasi perdarahan secara umum Arteries-1 (GUSTO-1) menunjukkan terda-
tidak menunjukkan perbedaan bermakna. pat penurunan angka mortalitas dalam 30
Ketika perdarahan dipaparkan terpisah, hari sebesar 15% pada pasien STEMI yang
PPCI dikaitkan dengan tingkat perdarahan mendapat altepase dibandingkan strepto-
intrakranial yang lebih rendah dibanding kinase.9,26
fibrinolisis (Tabel 3). Setiap terapi reperfusi Pada penelitian ini dilaporkan bahwa
memiliki keunggulannya masing-masing. penggunaan streptokinase dan non-
Terapi fibrinolitik tergolong terapi yang accelerated infusion alteplase yang ditam-
lebih mudah, tanpa memerlukan pembe- bah dengan antikoagulan parenteral dikait-
dahan, dan lebih umum di pusat kesehatan. kan dengan peningkatan risiko mortalitas
Fibrinolisis pada penelitian ini paling efektif yang bermakna (Tabel 2). Penambahan inhi-
bila diberikan terutama dalam 60 menit bitor glikoprotein IIb atau IIIa ke terapi
pertama.20,27 fibrinolitik harus dihindari karena risiko
Pada penelitian Cenko et al21 dipapar- perdarahan mayor yang dilaporkan lebih
kan mortalitas dalam 30 hari lebih tinggi besar dibandinkan manfaat yang didapat.
pada kelompok fibrinolitik dibandingkan Pada penelitian Bendary et al,14 dijelaskan
PPCI. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor bahwa streptokinase diindikasikan terkait
lain yang menunda pasien untuk masuk RS faktor ekonomi yakni biaya, hal ini sesuai
dan faktor ko-morbid yang memengaruhi dengan teori yang dijelaskan sebelumnya
prognosis pasien. Faktor komorbid mening- dalam pedoman PERKI dan CCS/CAIC
kat hingga 50% pada usia mencapai 64 bahwa streptokinase diperlihatkan dengan
tahun dan 80% pada usia >80 tahun. manfaatnya pada GISSI-1 trial dan harganya
Mortalitas pasien STEMI yang dipapar- yang relatif murah.9,26
kan oleh Bundhun et al20 dan Cenko et al21 Analisis penelitian Roule et al19 (Tabel
secara konsisten lebih tinggi pada terapi 3) menunjukkan bahwa manfaat fibrinolitik
fibrinolitik dibandingkan pada PCI yang yang dilakukan pada pasien yang ditangani
dikaitkan dengan tingginya risiko reinfark, lebih awal yakni dua jam pertama setelah
perdarahan mayor, dan stroke (hemoragik onset gejala dikaitkan dengan tingkat
dan intrakranial). Penggunaan fibrinolitik kematian awal dan akhir yang serupa dan
untuk managemen STEMI pada penelitian peningkatan kelangsungan hidup satu tahun
Joy et al,15 Sidiqqi et al,17 Roule et al,19 dibandingkan dengan penundaan PPCI.
dapat diberikan dalam beberapa keadaan Fibrinolitik juga dikaitkan dengan angka
karena memberikan hasil keefektifan yang risiko syok kardiogenik yang lebih rendah
serupa dan merupakan pilihan yang layak dibanding dengan penundaan satu jam pada
asalkan tidak ada kontraindikasi (Tabel 2). PPCI yang mengakibatkan tingkat syok
Penelitian yang dilakukan oleh Jina- kardiogenik yang lebih tinggi.
tongthai et al28 memaparkan hasil tentang Meningkatnya risiko perdarahan mayor
terapi fibrinolitik. Penggunaan fibrin- pada pasien lansia menyebabkan pertim-
spesific fibrinolytics (accelerated infusion bangan penurunan dalam pemberian dosis
alteplase, tenecplase, dan reteplase) dengan tenekplase, hal ini juga disebutkan pada
antikoagulan parenteral merupakan regimen penelitian yang dilakukan oleh Jinatongthai
Bambari, Panda, Joseph: Terapi reperfusi pada infark … 295

et al.28 Ketetapan tersebut dilaporkan kasus MVD. Beberapa ahli harus melakukan
menurunkan angka kematian dan tidak ada evaluasi klinis dengan mempertimbangkan
kasus perdarahan mayor yang dilaporkan karakteristik klinis pasien, tingkat keparah-
pada penelitian selanjutnya. an penyakit, dan kondisi lesi.
Fokus terkait waktu yang optimal Pada beberapa pasien dengan kondisi
sebagai penentu dari hasil pada pasien anatomi koroner yang tidak sesuai untuk
STEMI menyebabkan adanya perhatian PCI, CABG diindikasikan sebagai moda-
pada pharmacoinvasive therapy (PIT). litas reperfusi primer pada fase akut atau
Tindakan PIT didefinisikan sebagai pembe- setelah stabilisasi awal. Secara teori,
rian obat fibrinolitik yang diikuti PCI penggunaan CABG merupakan salah satu
langsung pada kasus kegagalan fibrinolitik terapi dengan prinsip untuk memperpanjang
sesudah dilakukan pemindahan segera ke kelangsungan hidup dan meningkatkan
rumah sakit yang mendukung fasilitas PCI. kualitas hidup pasien.29,30
Kegagalan fibrinolitik didefiniskan sebagai Indikasi lain untuk CABG meskipun
resolusi <50% pada ST elevasi sejak EKG tergolong jarang untuk pasien STEMI,
pertama kali atau menetapnya gejala angina dijelaskan dalam penelitian Gu et al24 dapat
selama 90 menit setelah fibrinolitik pertama. dilakukan sebagai pilihan jika adanya
Pada penelitian Sidiqqi et al17 dilaporkan iskemia dengan salah satu dari kriteria
bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada berikut terpenuhi: iskemia persisten atau
semua penyebab mortalitas antara tindakan rekuren yang refrakter terhadap terapi
PPCI dan PIT pada pasien yang telah di medis, syok kardiogenik, CABG yang
transfer. dilakukan bersamaan sebagai prosedur
Pendekatan PIT bermanfaat pada pasien untuk ruptur septum ventrikel pasca infark
yang diperkirakan akan menunda PPCI yang atau insufisiensi katup mitral.
sangat lama. Penelitian Sidiqqi et al17 mela- Mayoritas pasien yang menjalani
porkan bahwa PIT secara bermakna mengu- CABG sebagai strategi reperfusi primer atau
rangi mortalitas jangka pendek ketika waktu setelah PPCI, dilaporkan oleh Pi et al23
untuk dilakukan PPCI melebihi target. dilakukan dalam satu hingga tiga hari
Penelitian ini juga melaporkan risiko syok namun Gu et al24 melaporkan dalam empat
kardiogenik yang secara bermakna lebih hingga 30 hari setelah angiografi. Gu et al24
rendah pada pasien dengan PIT diban- melaporkan adanya peningkatan risiko
dingkan dengan PPCI. Terlepas dari manfaat retorakotomi pada pasien STEMI yang
tersebut, komplikasi yang timbul pada PIT menjalani CABG dalam waktu tiga hari
sama seperti yang dilaporkan oleh Bundhun setelah presentasi klinis. Meskipun insiden
et al20 dan Cenko et al21 yakni terdapat risiko komplikasi tersebut tinggi, manajemen fase
yang lebih tinggi terkait reinfark dan akut dan subakut dikaitkan dengan kelang-
perdarahan mayor. sungan hidup 30 hari dan satu tahun yang
Penelitian Vogel et al11 membahas sangat baik. Dalam penelitian ini juga
tentang strategi PCI pada kasus Multivessel dilaporkan angka mortalitas yang tampak
Disease (MVD). Revaskularisasi lengkap rendah pada pasien STEMI yang menjalani
selama PPCI lebih sering dilakukan dan CABG dan sebanding dengan pasien
dipilih dibanding hanya pada pembuluh STEMI yang tidak diobati dengan CABG,
darah penyebab pada kasus multivessel. hal ini menunjukkan bahwa CABG dapat
Pasien yang dialokasikan untuk revaskula- dilakukan dengan aman pada pasien STEMI
risasi lengkap memiliki tingkat MACE yang sesuai indikasi pada waktu yang tepat.
lebih rendah dibandingkan hanya pada Penelitian Pi et al23 melaporkan faktor-
pembuluh darah penyebab. faktor yang memengaruhi pasien STEMI
Meskipun hasil penggunaan revasku- untuk menjalani CABG berdasarkan data
larisasi lengkap atau sebagian telah diban- gambaran karakteristik klinis adalah faktor
dingkan, masih perlu pertimbangan untuk usia >60 tahun, jenis kelamin laki-laki,
menentukan strategi reperfusi terbaik pada riwayat DM, hipertensi, dislipidemia, stroke
296 e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 287-298

sebelumnya, penyakit arteri perifer, dan Indonesia. Edukasi untuk masyarakat Indo-
fibrilasi atrium. Hal ini sesuai dengan teori nesia oleh tenaga medis tentang gejala-
terkait faktor risiko pada pasien infark gejala STEMI terkait dengan optimalisasi
miokard dibagi menjadi dua yaitu faktor waktu diagnosis, penentuan tindakan, hing-
risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor ga memengaruhi prognosis dan mortalitas.
risiko yang tidak dapat dimodifikasi.31,32 Diharapkan agar tetap dilakukan evaluasi
Keputusan dipilihnya fibrinolitik, PCI, terkait penatalaksanaan terapi reperfusi dan
atau CABG sebaiknya disesuaikan pada pentingnya fasilitas PCI pada fasilitas
pasien yang datang ke rumah sakit tanpa kesehatan di Indonesia.
fasilitas PCI dengan mempertimbangkan
beberapa faktor lain yakni faktor risiko Konflik Kepentingan
pasien, onset gejala untuk FMC, dan perki- Penulis menyatakan tidak terdapat
raan waktu transfer ke RS dengan fasilitas konflik kepentingan dalam studi ini.
PCI. Tindakan PPCI tetap merupakan
strategi pilihan yang layak untuk pasien DAFTAR PUSTAKA
STEMI terutama pada RS dengan fasilitas 1. World Health Organization. Global Health
PCI yang memadai, namun fibrinolitik yang Estimates 2016: Deaths by cause, age,
dilanjutkan dengan PCI juga menjadi sex, country and region, 2000-2016.
pilihan yang layak bagi pasien yang tiba Geneva: World Health Organization,
pada RS tanpa fasilitas PCI yang memadai. 2018.
2. Akbar H, Foth C, Kahloon RA, Mountfort S.
Secara keseluruhan kualitas perawatan
Acute myocardial infarction ST eleva-
untuk pasien STEMI dengan terapi reperfusi tion (STEMI). Stat Pearls. 2018;1-7.
dikatakan meningkat seiring berjalannya 3. Choudhury, Tawfiq, Nick, El-Omar M. CME
waktu dalam 5 tahun penelitian yang dilaku- cardiology ST elevation myocardial
kan Granger et al22 terkait program Mission: infarction. Clin Med J. 2016;16(3):277–
Lifeline termasuk dengan peningkatan 82.
penggunaan terapi reperfusi dan waktu 4. Parung AA, Liben P, Herwanto B. Tingkat
pengobatan yang lebih cepat, namun tetap mortalitas terapi reperfusi pada
perlu pengembangan terkait strategi pence- penderita STEMI di RSUD Dr. Soetomo
gahan efektif dan penanganan dengan waktu Surabaya. JUXTA. 2015;8(1):17-23.
yang sesuai dengan sasaran terapi untuk Doi: http://dx.doi.org/10.20473/
juxta.V8I12016.17-23
lebih meningkatkan hasil yang optimal. 5. Rushton C. ST segment elevation myocardial
infarction (Chapter 7). In: Humphreys
SIMPULAN M, editor. Nursing the Cardiac Patient.
Tindakan PCI merupakan pilihan lini Wiley Online Library, 2013; p. 73-96.
pertama dan efektif diberikan dalam waktu 6. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. In: Ham, M,
<120 menit. Fibrinolitik efektif diberikan Saraswati M, editors. Buku Ajar
dalam 60 menit pertama bila PCI tidak dapat Patologi (9th ed). 2015. p. 374-85.
dilakukan. Tindakan CABG direkomen- 7. Libby P, Buring JE, Badimon L, Hansson GK,
dasikan pada kondisi anatomi koroner yang Deanfield J, Bittencourt MS, et al.
Atherosclerosis. Nat Rev Dis Prim.
tidak sesuai untuk PCI dan beberapa indi-
2019;5(1):1-18.
kasi lain, efektif dilakukan dalam empat 8. Boudi FB, Boudi FB, Ahsan CH, Ali YS,
hingga 30 hari setelah angiografi. Meskipun Compton SJ, Talavera F. Risk factor for
komplikasinya tinggi namun kelangsungan coronary artery disease. Cardiology.
hidup 30 hari dan satu tahun sangat baik. 2016. Available from: https://
Disarankan pada penelitian selanjut- emedicine.medscape.com/article/1641
nya untuk menggunakan data sekunder 63 -overview
berdasarkan rekam medik agar mendapat- 9. Wong GC, Welsford M, Ainsworth C, Abuzeid
kan data terbaru tentang pasien STEMI yang W, Fordyce CB, Greene J, et al. 2019
mendapatkan terapi reperfusi dari RSUP Canadian Cardiovascular Society/
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado atau RS di Canadian Association of Interventional
Bambari, Panda, Joseph: Terapi reperfusi pada infark … 297

Cardiology Guidelines on the acute of death in a long-term follow-up of


management of ST-elevation myocar- patients with STEMI treated with
dial infarction: focused update on primary PCI. Open Heart. 2016;3(1):
regionalization and reperfusion. Can J e000405.
Cardiol. 2019;35(2):107-32. 19. Roule V, Ardouin P, Blanchart K, Lemaitre A,
10. Bohula EA, Morrow DA. ST elevation Wain-Hobson J, Legallois D, et al.
myocardial infarction: management. In: Prehospital fibrinolysis versus primary
Zipes D, Libby P, Bonow R, Mann D, percutaneous coronary intervention in
Tomaselli G, Braunwald E, editors. ST-elevation myocardial infarction: a
Braunwald’s Heart Disease: a Textbook systematic review and meta-analysis of
of Cardiovascular Medicine (11th ed). randomized controlled trials. Crit Care.
Philadelphia: Elsevier Inc, 2020; p.. 2016;20(1):1-7.
1123-80. 20. Bundhun PK, Janoo G, Chen M-H. Bleeding
11. Vogel B, Claessen BE, Arnold S V., Chan D, events associated with fibrinolytic thera-
Cohen DJ, Giannitsis E, et al. ST- py and primary percutaneous coronary
segment elevation myocardial infarc- intervention in patients with STEMI.
tion. Nat Rev. 2019;5(1):1-20. Medicine (Baltimore). 2016;95(23):
12. Dharma S, Rahajoe A, Soerianata S. Jakarta e3877.
Cardiovascular care unit network 21. Cenko E, Ricci B, Kedev S, Vasiljevic Z,
system. Indones J Cardiol. 2012;33(2): Dorobantu M, Gustiene O, et al.
106-12. Available from: https://doi. Reperfusion therapy for ST-elevation
org/10.30701/ijc.v33i2.61. acute myocardial infarction in Eastern
13. Menozzi A. An Overview on STEMI. Minerva Europe: The ISACS-TC registry. Eur
Cardioangiol. 2018;66(4):391. Hear J-Qual Care Clin Outcomes.
14. Bendary A, Tawfik W, Mahrous M, Salem M. 2016;2(1):45-51.
Fibrinolytic therapy in patients with ST- 22. Granger CB, Bates ER, Jollis JG, Antman EM,
segment elevation myocardial infarc- Nichol G, O’connor RE, et al.
tion: accelerated versus standard strep- Improving Care of STEMI in the United
tokinase infusion regimen. J Cardiovasc States 2008 to 2012 A Report from The
Thorac Res. 2017;9(4):209-14. American Heart Association Mission:
15. Joy ER, Kurian J, Gale CP. Comparative Lifeline Program. J Am Heart Assoc.
effectiveness of primary PCI versus 2019;8(1):1-8.
fibrinolytic therapy for ST elevation 23. Pi Y, Roe MT, Holmes DN, Chiswell K,
myocardial infarction: a review of the Garvey JL, Fonarow GC, et al.
literature. J Comp Eff Res. 2016;5(2): Utilization, characteristics, and in-
217-26. hospital outcomes of coronary artery
16. Jinatongthai P, Kongwatcharapong J, Foo CY, bypass grafting in patients with ST-
Phrommintikul A, Nathisuwan S, Thak- segment-elevation myocardial infarc-
kinstian A, et al. Comparative efficacy tion: results from the National Cardio-
and safety of reperfusion therapy with vascular Data Registry Acute Coronary
fibrino-lytic agents in patients with ST- Treatment and Intervention Outcome.
segment elevation myocardial infarc- Circ Cardiovasc Qual Outcomes. 2017;
tion: a systematic review and network 10(8):1-8.
meta-analysis. Lancet. 2017;390 24. Gu YL, Van der Horst ICC, Douglas YL,
(10096):747-59. Svilaas T, Mariani MA, Zijlstra F. Role of
17. Siddiqi TJ, Usman MS, Khan MS, Sreenivasan coronary artery bypass grafting during
JK, Kassas I, Riaz H, et al. Meta- the acute and subacute phase of ST-
analysis comparing primary percuta- elevation myocardial infarction.
neous coronary intervention versus Netherlands Heart J. 2010;18(7):348-54.
pharmacoinvasive therapy in transfer 25. Saito Y, Kobayashi Y. Percutaneous coronary
patients with ST-elevation myocardial intervention strategies in patients with
infarction. Am J Cardiol. 2018;122(4): acute myocardial infarction and
542-7. multivessel disease: completeness,
18. Hosseiny DA, Moloi S, Chandrasekhar J, timing, lesion assessment, and patient
Farshid A. Mortality pattern and cause status. J Cardiol. 2019;74(2):95-101.
298 e-CliniC, Volume 9, Nomor 2, Juli-Desember 2021, hlm. 287-298

26. Juzar DA, Danny SS, Irmalita, Tobing DPL, ST-elevation myocardial infarction and
Firdaus I, Widyantoro B, et al. Pedoman non-ST-elevation myocardial infarction:
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut (4th medical and surgical interventions. Crit
ed). Jakarta: Perhimpunan Dokter Spe- Care Nurs Clin North Am. 2019;31(1):
sialis Kardiovaskular Indonesia, 2018; 49–64.
p. 76.. 30. Khan MS, Islam MYU, Ahmed MU, Bawany
27. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata FI, Khan A, Arshad MH. On pump
M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit coronary artery bypass graft surgery
Dalam (6th ed). Jakarta: Interna versus off pump coronary artery bypass
Publishing, 2014. graft surgery: a review. Glob J Health
28. Jinatongthai P, Kongwatcharapong J, Foo CY, Sci. 2014;6(3):186-93.
Phrommintikul A, Nathisuwan S, Thak- 31. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia.
kinstian A, et al. Comparative efficacy Jakarta: Kementerian Kesehatan Repu-
and safety of reperfusion therapy with blik Indonesia, 2018; p.1. Available
fibrinolytic agents in patients with ST- from: https://pusdatin.kemkes.go.id/
segment elevation myocardial infarc- resources/download/pusdatin/profil-kes
tion: a systematic review and network ehatan-indonesia/PROFIL_
meta-analysis. Lancet. 2017;390(10096): KESEHATAN_2018_1.pdf
747–59. Available from: http://dx.doi. 32. Rathore V. Risk factors of acute myocardial
org/10.1016/S0140-6736(17)31441-1 infarction: a review. Eurasian J Med
29. Harrington DH, Stueben F, Lenahan CMD. Investig. 2018;2(1):1-7.

You might also like