You are on page 1of 6

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

KOMPOSISI KIMIAWI, KONSUMSI DAN KECERNAAN


SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS LIMBAH KELAPA
SAWIT DAN KULIT KAKAO YANG DIBERIKAN
PADA KAMBING
(Chemical Composition, Intake and Digestibilty of Complete Feed Silage
Based on Palm Oil by Products and Cocoa Shell Given to Goat)
RANTAN KRISNAN, J. SIANIPAR dan S.P. GINTING

Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Sei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara

ABSTRACT

An experiment was carried out to investigate chemical composition and effect of utilization of palm oil by
products and cocoa shell as complete feed silage on consumtion and digestion in weaning Boerka goat.
Sixteen male Boerka goat within avarege body weight 14 kg were used in a completely randomized design.
The animal were devided into four treatment group with four replications. Dietary treatments were formulated
based on different ratio of grass: palm oil by products and cocoa shell: concentrate, namely; R1 (20 : 40 :
40%), R2 (30 : 30 : 40%), R3 (40 : 20 : 40%), R4/control (60 : 0 : 40%). Chemical analysis showed that the
inclusion at 30% palm oil by products and cocoa shell and 40% concentrate as complete feed silage (R2) had
relatively high nutrition. Beside that, the treatment indicated the same value of consumption and digestion
with the control treatment (R4). It was concluded that the optimum supplementation level of the utilization of
palm oil by products and cocoa shell as complete feed silage was 30%.
Key Words: Feed Silage, Palm Oil by products, Cocoa Shell, Chemical Composition, Intake, Digestibilty,
Goat

ABSTRAK

Suatu penelitian telah dilakukan bertujuan mempelajari nilai nutrisi silase ransum komplit berbahan
dasar limbah pengolahan kelapa sawit dan kulit kakao serta mempelajari pengaruh penggunaannya terhadap
nilai konsumsi dan kecernaan pada kambing. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan empat perlakuan pakan yang didasarkan perbandingan antara rumput : limbah sawit dan kulit kakao :
bahan konsentrat, yaitu R1 (20 : 40 : 40%), R2 (30 : 30 : 40%), R3 (40 : 20 : 40%), R4/kontrol (60 : 0 : 40%).
Masing-masing perlakuan diulang empat kali dan setiap ulangannya terdiri dari satu ekor kambing jantan
muda jenis Boerka dengan bobot badan awal sekitar 14 kg sehingga jumlah keseluruhan adalah 16
ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa silase ransum komplit R2 yang menggunakan limbah sawit dan
kulit kakao sebanyak 30% dan unsur konsentrat 40% menunjukkan komposisi kimia produk silase serta
tingkat konsumsi dan nilai kecernaan pada ternak yang terbaik bahkan hampir sama dengan perlakuan kontrol
(R4).
Kata Kunci: Silase Ransum Komplit, Limbah Sawit, Kulit Kakao, Komposisi Kimiawi, Konsumsi,
Kecernaan, Kambing

PENDAHULUAN sumber serat dan pakan konsentrat sebagai


sumber protein dan energi. Hal ini berakibat
Pakan merupakan faktor penting dalam pada tidak efisiennya pemakaian waktu dan
keberhasilan pengembangan ruminansia tenaga yang selanjutnya berimplikasi pada
termasuk ternak kambing. Pemberian pakan makin mahalnya biaya produksi. Disamping
pada ternak ruminansia secara umum dirasakan itu, penggunaan bahan pakan berbasis limbah
belum efektif dan efisien dikarenakan masih umumnya mempunyai kendala yaitu
dipisahkannya antara pakan hijauan sebagai terbatasnya kandungan nutrisi, tetapi

536
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

mengandung kadar air tinggi yang dapat Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini
mengakibatkan bahan mudah rusak apabila adalah mendapatkan informasi nilai nutrisi
tidak segera ditangani, sehingga diperlukan (komposisi kimiawi) serta mendapatkan
suatu teknologi penyiapan pakan yang tidak formula yang tepat dari silase ransum komplit
hanya tahan simpan, tetapi juga mengandung berbahan dasar limbah pengolahan kelapa
nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak. sawit dan kakao pada kambing.
Sistem pengolahan bahan baku melalui teknik
pengeringan yang sangat bergantung dengan
cuaca, sehingga kurang tepat untuk METODOLOGI PENELITIAN
dikembangkan.
Pembuatan silase ransum komplit Bahan utama yang digunakan pada
merupakan salah satu terobosan teknologi yang penelitian ini adalah hasil samping tanaman
perlu dikembangkan mengingat pakan yang dan industri pengolahan kelapa sawit berupa
dihasilkan tidak hanya sekedar awet, tetapi daun, solid ex-decanter, serat perasan buah,
juga mengandung nutrien sesuai dengan bungkil inti sawit dan ditambah kulit kakao.
kebutuhan gizi ternak. Berbeda dengan silase Bahan tambahan lain terdiri dari; rumput
berbahan baku tunggal seperti silase rumput introduksi, bungkil kelapa, dedak padi,
atau jerami jagung, silase ransum komplit molases, urea dan premiks, serta ransum
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya: komplit komersil. Alat yang digunakan dalam
1) tersedianya substrat untuk mendukung penelitian adalah chopper, timbangan, silo
terjadinya fermentasi yang baik, sehingga (tong plastik kapasitas 50 dan 100 liter), oven,
mempunyai tingkat kegagalan yang jauh lebih kandang metabolik dan peralatan laboratorium
rendah jika dibandingkan dengan silase lainnya. Pada penelitian in vivo digunakan
berbahan tunggal; 2) mengandung nutrien yang kambing jantan muda jenis Boerka sebanyak
sesuai dengan kebutuhan ternak; 3) terciptanya 16 ekor, dengan rataan bobot awal 14 kg.
pakan yang berkelanjutan dan mudah diberikan Penyusunan ransum penelitian didasarkan
pada ternak, karena tidak memerlukan pakan pada tingkat penggunaan limbah sawit dan
tambahan lainnya. Selain itu memiliki bau limbah kulit kakao dalam mensubstitusi
harum sehingga lebih disukai ternak (SOFYAN kebutuhan rumput, sedangkan penggunaan
dan FEBRISIANTOSA, 2007). bahan konsentrat jumlahnya sama pada
Hasil samping tanaman dan industri masing-masing perlakuan seperti pada Tabel 1.
pengolahan kelapa sawit dan kakao merupakan Rumput bukan merupakan komponen atau
sumber bahan baku pakan lokal yang cukup bahan penyusun silase melainkan diberikan
tersedia sepanjang tahun. Sawit dan kakao dalam bentuk segar pada ternak. Komposisi
adalah tanaman perkebunan dengan luas areal kimia rumput introduksi yang digunakan pada
penanaman yang terus meningkat setiap penelitian ini menurut hasil analisis
tahunnya, sehingga potensi hasil sampingnya Laboratorium LOLITKAPO (2010) adalah
sangat potensial dijadikan sebagai sumber sebagai berikut: bahan kering (17,49%);
bahan pakan ruminansia. Sistem pengolahan protein kasar (5,67%); lemak (1,95%); energi
bahan baku di atas selama ini melalui teknik kasar (3.673 kkal/kg) dan abu (12,67%). Silase
pengeringan yang sangat bergantung dengan ransum komplit dibuat sesuai dengan
cuaca, sehingga kurang tepat untuk komposisi pada Tabel 1 yaitu terdiri dari
dikembangkan. komponen limbah sawit dan kulit kakao serta
Pemanfaatan hasil samping tanaman dan unsur konsentrat. Proses pembuatannya
industri pengolahan kelapa sawit dan kakao dimulai dengan memotong terlebih dahulu
dalam bentuk silase ransum komplit selama ini sumber hijauan seperti daun kelapa sawit dan
belum pernah dilaporkan, sehingga berdasarkan tandan buah kosong berukuran 3 – 5 cm
pemikiran di atas maka dilakukan penelitian dengan menggunakan chopper. Kemudian
yang bertujuan untuk mempelajari nilai nutrisi dilayukan selama 12 jam (satu malam) pada
silase ransum komplit berbahan dasar limbah ruang terbuka. Masing-masing hijauan tersebut
pengolahan kelapa sawit dan kakao serta selanjutnya dicampur dan diaduk sampai
mempelajari pengaruh penggunaannya terhadap merata dengan limbah sawit lainnya (solid ex-
nilai konsumsi dan kecernaan pada kambing. decanter, serat buah sawit, bungkil inti sawit)

537
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

Tabel 1. Formulasi ransum penelitian

Komposisi perlakuan pakan (%)


Bahan pakan
R1 R2 R3 Kontrol
Rumput 20,00 30,00 40,00 60,00
Limbah sawit dan kakao 40,00 30,00 20,00
Daun sawit 12,50 7,00 1,00
Tandan buah kosong 9,50 5,00 1,00
Solid ex-decanter 2,00 2,00 2,00 -
Serat buah sawit 8,00 8,00 8,00
Bungkil inti sawit 4,00 4,00 4,00
Kulit kakao 4,00 4,00 4,00
Unsur konsentrat 40,00 40,00 40,00 40,00
Bungkil kelapa 11,00 11,00 11,00 11,00
Dedak padi 24,50 24,50 24,50 24,50
Molases 3,00 3,00 3,00 3,00
Urea 0,50 0,50 0,50 0,50
Premiks 0,50 0,50 0,50 0,50
Garam 0,50 0,50 0,50 0,50
Total 100 100 100 100

Setiap 1 kg premiks mengandung: 30.000 IU Vit A; 6.000 IUVit D3; 900 IU Vit E; 0,70% Ca; 0,01% Mg;
0,33% P;0,65% Na; 0,08 K; 0,10% S; 0,10% Co; 8.00 ppm Cu; 0,50 ppm I; 50.000 ppm Fe; 40.000 ppm Mn;
30.000 ppm Zn dan 0,20 ppm Se

dan kulit kakao serta sumber konsentrat (dedak diberikan ad libitum. Pengamatan dilakukan
padi, bungkil kelapa, molases, urea dan setelah terlebih dahulu dilakukan masa
premiks) sesuai perlakuan. Hasil campuran adaptasi selama 3 minggu. Konsumsi dan
ransum tersebut dimasukkan ke dalam silo, kecernaan pakan dihitung menurut TILLMAN et
dipadatkan, ditutup rapat dan diinkubasi dalam al. (1991).
kondisi anaerob selama enam minggu. Sampel Rancangan percobaan yang digunakan
silase diambil sebelum dan setelah ensilase untuk analisis komposisi kimiawi produk silase
untuk analisa kualitas fermentasi dan nutrisi di ransum komplit adalah Rancangan Acak
laboratorium yang meliputi parameter bahan Lengkap dengan empat perlakuan (3 perlakuan
kering (%), bahan organik (%), protein kasar silase dan satu perlakuan kontrol) dengan
(%), NDF (%) dan energi kasar (kkal/g). empat ulangan. Sementara pengujian kualitas
Kualitas nutrisi silase ransum komplit nutrisi silase ransum komplit pada kambing
ditentukan melalui pengukuran atau uji jantan Boerka menggunakan Rancangan Acak
palatabilitas dan kecernaan in vivo pada 16 Lengkap dengan empat perlakuan dan empat
ekor kambing jantan Boerka masa ulangan. Data yang diperoleh diuji secara
pertumbuhan dengan rataan bobot badan 14 kg. statistik dengan menggunakan analysis of
Ternak ditempatkan pada kandang individu varian menurut STEEL dan TORRIE (1991),
berukuran 1,2 x 1,0 m2. Pakan diberikan dalam sedangkan proses pengolahannya menggunakan
dua bentuk yaitu silase ransum komplit dan software SPSS versi 13.
rumput segar dengan jumlah pemberian dari
kedua bentuk pakan tersebut 3,5% dari bobot
hidup ternak berdasarkan bahan kering. Waktu HASIL DAN PEMBAHASAN
pemberian pakan dilakukan dua kali sehari,
pada pagi hari pukul 07.00 − 08.00 dan sore Perlakuan fermentasi untuk menghasilkan
hari pukul 15.00 − 16.00, sedangkan air minum silase pada prinsipnya bertujuan untuk

538
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

preservasi dan konservasi. Namun selain itu, Bahkan energi kasar yang ditunjukkan
teknologi silase juga mempunyai manfaat perlakuan R2 tersebut lebih tinggi dengan
terhadap peningkatan nilai nutrisi bahan pakan. dibandingkan perlakuan kontrol. Secara umum
Berikut ini adalah hasil analisis proksimat hasil ini mengindikasikan bahwa penggunaan
produk silase ransum komplit dari masing- limbah sawit dan kakao sebesar 30% dalam
masing perlakuan. mensubstitusi penggunaan rumput
Berdasarkan data Tabel 2 terlihat ada menunjukkan komposisi kimiawi yang cukup
perbedaan kandungan bahan kering, dimana baik hampir sama dengan perlakuan kontrol.
perlakuan silase dengan proporsi penggunaan Pengujian kualitas nutrisi silase ransum
limbah sawit yang lebih tinggi cenderung komplit pada kambing jantan Boerka dapat
menghasilkan produk silase dengan bahan dilihat dari hasil pengamatan terhadap tingkat
kering yang lebih rendah. Kondisi ini wajar konsumsi dan kecernaan. Konsumsi
mengingat penggunaan bahan pakan berbasis merupakan tolok ukur menilai palatabilitas
limbah agro mempunyai kadar air yang cukup suatu bahan pakan. Palatabilitas pakan bagi
tinggi. Perlakuan kontrol yang didominasi ternak akan terlihat dari tinggi rendahnya
semua bahan tambahan (tanpa limbah sawit) konsumsi pakan tersebut. Sementara nilai
menunjukkan kandungan bahan kering yang kecernaan merupakan perubahan fisik dan
tinggi berbeda nyata dengan perlakuan silase kimia yang dialami bahan makanan dalam alat
lainnya, namun tidak berbeda nyata pencernaan. Mikroflora dalam rumen
dibandingkan dengan perlakuan R3 yang menyebabkan pakan mengalami perombakan
tersusun limbah sawit dengan proporsi yang sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara
rendah. fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda
Secara numerik, kandungan bahan organik dengan zat makanan asalnya (SUTARDI, 1980).
dari masing-masing perlakuan tidak berbeda Berdasarkan analisis sidik ragam
jauh yaitu berkisar dari 84 – 86%. Hal yang menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan
sama juga terjadi pada kandungan serat pakan menyebabkan perbedaan konsumsi
deterjen netral rata-rata menunjukkan nilai bahan kering (P < 0,05) dan selera makan
66%. Hasil ini mengindikasikan bahwa ternak kambing seperti yang terlihat pada
perbedaan proporsi 10% dari penggunaan Tabel 3.
limbah sawit tidak memberikan pengaruh yang Tingkat konsumsi bahan kering tertinggi
nyata terhadap kedua kandungan nutrien diperlihatkan oleh perlakuan kontrol yang
tersebut. Perbedaan yang mencolok justru bila nilainya tidak berbeda nyata dengan perlakuan
dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang R2 yang mengkombinasikan 30% rumput dan
lebih baik dibandingkan dengan ketiga 70% pakan silase, kemudian diikuti R3 (40%
perlakuan silase tersebut. rumput; 60% pakan silase) dan R1 (20%
Hal yang menarik terjadi pada kandungan rumput; 80% pakan silase). Hasil ini dinilai
protein kasar dan energi kasar yang logis mengingat pada R1 penggunaan limbah
menunjukkan perlakuan R2 lebih baik sawit pada campuran pakan silase cukup besar
dibandingkan dengan perlakuan silase lainnya.

Tabel 2. Komposisi kimia produk silase ransum komplit

Perlakuan silase pakan komplit


Parameter
R1 R2 R3 R4 (Kontrol)
Bahan kering (%) 75,48b 77,00b 83,08a 84,67a
Bahan organik (%) 85,19a 86,00a 84,57a 87,42a
Protein kasar (%) 9,08b 10,11b 9,78b 14,12a
a a a
NDF (%) 66,36 66,59 66,87 46,48b
Energi kasar (kkal/gr) 4,1551b 4,5059a 4,2619ab 4,2890ab

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2010)


Superscript yang berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P < 0,05)

539
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap performan kambing Boerka

Perlakuan silase pakan komplit


Parameter
R1 R2 R3 R4 (Kontrol)
Konsumsi bahan kering pakan (gr/hr) 531,61c 591,10a 565,66b 598,25a
Kecernaan:
Kecernaan bahan kering (%) 51,77c 59,50a 56,16b 60,19a
Kecernaan bahan organik (%) 51,97c 59,21a 55,85b 58,80a
Kecernaan NDF (%) 48,12b 53,68a 54,33a 46,13b
b a a
Kecernaan gross energi (%) 58,37 64,11 63,49 63,85a
Kecernaan protein kasar (%) 41,36d 54,01b 49,84c 62,96a

Superscript yang berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P < 0,05)
terutama proporsi daun sawit. Kondisi ini proporsi penggunaan bahan sumber serat
memberikan gambaran bahwa proses silase penyusun pakan silase pada setiap perlakuan.
tidak memberikan respon yang baik terhadap Berbeda halnya dengan nilai kecernaan
penggunaan daun sawit yang dipotong dengan NDF, dimana perlakuan R2 dan R3 berbeda
ukuran kecil bukan dalam bentuk tepung. nyata dengan perlakuan R1 dan Kontrol.
Tekstur daun sawit yang menjadi kering dan Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan
tidak dapat tercampur secara homogen dengan proporsi penggunaan rumput yang cukup besar
bahan pakan lain setelah ensilase diduga pada kontrol (60%) dan penggunaan daun
menjadi alasan yang kuat terhadap tingkat sawit pada perlakuan R1 sehingga
palatabilitas pakan pada perlakuan R1 menjadi mengakibatkan kedua perlakuan tersebut
paling rendah. mendapatkan nilai kecernaan serat yang
Bila dibandingkan dengan bobot hidup rendah. Dugaan ini sejalan dengan STENSIG
ternak, maka persentase tingkat konsumsi BK et al. (1994) yang melaporkan bahwa tingginya
pakan pada perlakuan R1 adalah 2,91%; kandungan komponen serat kasar akan
perlakuan R2 3,06%; perlakuan R3 3,01% dan memperlambat laju alir pakan dalam saluran
perlakuan R4 adalah 3,09% berdasarkan bobot pencernaan. Begitu juga dengan nilai
hidup. Tingkat konsumsi ini tentunya berkaitan kecernaan protein kasar yang menunjukkan
dengan tingkat nutrien pakan dan kecernaan perbedaan yang nyata pada masing-masing
pakan. Seperti terlihat pada Tabel 2 bahwa R1 perlakuan. Kecernaan protein kasar tertinggi
mempunyai kandungan protein pakan silase ditunjukkan oleh perlakuan R4, kemudian
terendah dibandingkan dengan perlakuan diikuti dengan R2, R3 dan R1. Kondisi ini
lainnya. WALLACE dan NEWBOLD (1992) diduga akibat perbedaan status protein pakan
menjelaskan bahwa tingkat palatabilitas dan yang juga bisa mempengaruhi tingkat
status protein pakan serta tingkat kecernaan konsumsi pakan seperti telah dijelaskan
pakan dapat mempengaruhi jumlah konsumsi sebelumnya.
pakan. Sejalan dengan nilai kecernaan lainnya,
Analisis sidik ragam seperti yang tersaji kecernaan energi juga menunjukkan perbedaan
pada Tabel 3 memperlihatkan terdapat yang nyata (P < 0,05). Pengamatan baik secara
pengaruh perlakuan yang nyata (P < 0,05) numerik maupun statistik memperlihatkan nilai
terhadap nilai kecernaan, baik bahan kering, kecernaan energi perlakuan R1 nyata lebih
bahan organik, NDF, protein kasar, maupun rendah dibandingkan ketiga perlakuan pakan
kecernaan gross energi. Seperti halnya lainnya. Hal ini diduga akibat penyusunan
konsumsi bahan kering, tingkat kecernaan pakan yang tidak menggunakan pendekatan iso
bahan kering dan kecernaan bahan organik energi, melainkan lebih ke arah pendekatan
pada perlakuan kontrol dan perlakuan R2 proporsi penggunaan bahan pakan.
menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata, Kecernaan merupakan ukuran tinggi
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan R1 dan rendahnya kualitas suatu bahan pakan karena
R3. Kondisi ini diduga akibat perbedaan umumnya bahan pakan dengan kandungan zat-

540
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

zat makanan yang mudah dicerna akan tinggi CONWAY, E.J. 1957. Microdiffusion of Analysis of
nilai gizinya. Disamping itu, kecernaan bahan Association Official Analitycal Chemist.
pakan mencerminkan tingkat ketersediaan Georgia Press, Goergia.
energi bagi ternak, sehingga sering juga DUBOIS, M., K.A. GILLES, J.K. HAMILTON, P.A.
digunakan untuk menilai kualitas pakan (VAN REBERS and F. SMITH. 1956. Colorimetric
SOEST, 1994). Pengamatan secara keseluruhan method for determination of sugars and related
terhadap nilai kecernaan pada penelitian ini substances. J. Analy. Chem. 28(3): 350 – 356.
termasuk pada kisaran nilai medium, baik FARDIAZ, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia
kecernaan bahan kering, kecernaan bahan Pustaka Utama, Jakarta.
organik, kecernaan protein kasar, kecernaan
NRC. 1985. National Research Council. Nutrient
energi maupun kecernaan serat (NDF).
Requirement of Sheep. National Acad Press,
Penggunaan limbah sawit dan kakao sebesar Washington DC.
30% dalam mensubstitusi penggunaan rumput
menunjukkan nilai kecernaan yang cukup baik KRISNAN, R., L.P. BATUBARA, K. SIMANIHURUK dan
hampir sama dengan perlakuan kontrol. J. SIANIPAR. 2006. Optimalisasi penggunaan
solid decanter sebagai suplemen tunggal pada
ransum kambing. Pros. Seminar Nasional
KESIMPULAN Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5
– 6 September 2006, Puslitbang Peternakan
Komposisi kimia produk silase pada Bogor. hlm. 470 – 474.
perlakuan R2 yang menggunakan limbah sawit SOFYAN, A. dan A. PEBRISANTOSA. 2007.
dan kulit kakao sebanyak 30% dan unsur Tingkatkan kualitas pakan tenak dengan silase
konsentrat 40% menunjukkan kandungan komplit. Majalah Inovasi edisi 3 Desember
protein dan energi yang lebih baik. Hal yang 2007. hlm 23 – 25.
serupa terjadi pada uji bilogis pakan terhadap STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1991. Prinsip dan
kambing Boerka, ternyata perlakuan R2 ini Prosedur Statistik. Ed. ke-2. Terjemahan dari:
secara umum memberikan hasil yang sama The Principle and Procedure of Statistics.
dengan perlakuan kontrol, baik dilihat dari Penerjemah SUMANTRI B,. Jakarta, Gramedia
konsumsi bahan kering maupun tingkat Pustaka Utama.
kecernaan, kecuali kecernaan protein. STENSIG, T., M.R. WEISBERG, J. MADSEN, and T.
Perlakuan kontrol secara numerik HVELPLUND. 1994. Estimation of voluntary
menunjukkan nilai yang paling tinggi, namun feed intake from in sacco degradation and rate
secara statistik tidak berbeda nyata dengan of passage of DM and NDF. Livest. Prod. Sci.
perlakuan R2. Mengingat perlakuan kontrol 39: 49 – 52.
dibuat sebagai pembanding dengan susunan SUTARDI, T. 1980. Landasan Ilmu. Dept. Ilmu
pakan tidak menggunakan pemanfaatan limbah Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut
sawit dan kakao, maka perlakuan R2 dengan Pertanian Bogor, Bogor.
kombinasi rumput 30% dan pakan silase 70% TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO,
(30% unsur limbah dan 40% unsur konsentrat) S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO.
dapat disimpulkan sebagai perlakuan terbaik. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA VAN SOEST, P.J. 1994. Nutritional Ecology of The
Ruminant. Ed ke-2. Cornell Ithaca and
AOAC (Association of Official Analytical Chemist). University Press. London.
1999. Official Methods of Analysis. Ed 16th.:
WALLACE, R.J., NEWBOLD, C.J. 1992. Probiotics for
AOAC International, Washington.
ruminant. Di dalam: FULLER R. Probiotics The
Scientific Basis. Capman & Hall. Britain.

541

You might also like