You are on page 1of 14

PRESTASI KERJA DAN SISTEM PENGUPAHAN

KEGIATAN PENANAMAN PADA REHABILITASI


HUTAN BEKAS TERBAKAR DI HPH
PT MELAPI TIMBER KALIMANTAN TIMUR

Job Performance and Wage System for Planting Activities of Burnt-


over Forest Rehabilitation at the Forest Concession of
PT Melapi Timber, East Kalimantan

Hening Dwi Saputro1), Slamet Mulyono2) dan Muchlis Rachmat2)

Abstract. The purpose of this research was to indentify the job performance in
the activities of making planting lines and planting of Meranti and Waru
seedlings in the burnt-over forest rehabilitation areas. This research reveald that
the working duration for making planting lines, Meranti and Waru seedling
planting could be categorized as good, that it ranged between 6–8 hours a day.
In the activities of making planting lines, it was found that the workers could
accomplish 1.71 mandays per hectare, in the activities of planting Meranti
seedlings 0.56 mandays per hectare and Waru seedlings 1.82 mandays per
hectare. The slope steepness level influenced establishment of plant lines and
Meranti seedling planting activities but did not influence Waru seedling planting
activities. Wage systems per hour for making planting lines, planting of Meranti
and Waru seedlings based on minimum wages standard in East Kalimantan were
Rp3143, Work Contract Wage Rp7429, Rp5083 and Rp4289, Absolute Contract
Wage Rp5349 and Rp5337, Taylor Defferential Wage Rp6824, Rp4526 and
Rp3959, Halsey Premium Wage Rp7511, Rp5142 and Rp4314, Rowan
Premium Wage Rp8727, Rp5191 and Rp4337, Gantt Bonus Wage Rp8595,
Rp5798 and Rp4931, Bedaux Wage Rp7719, Rp5352 and Rp4382, respectively.
The best wage systems in the establishment of plant line were Work Contract
Wage, Absolute Contract Wage, Rowan Premium Wage and Bedaux Wage; in
the activities of planting Meranti seedling, the wage systems included Work
Contract Wage and Absolute Contract Wages; and in the activities of planting
seedling, the best systems were Work Contract Wage, Absolute Contract Wages
and Bedaux Wage.
Kata kunci: prestasi kerja, sistem pengupahan, Meranti, Waru.

Indonesia mengalami kebakaran hutan pada tahun 1983 hingga kini (Anonim,
1998). Kalimantan Timur juga mengalami kebakaran hutan pada tahun 19821983
dan terjadi lagi tahun 1986, 1991, 1997 dan 1998. Kebakaran tahun 1997/1998
_____________________________________________________________ __________
1) Fakultas Kehutanan Universitas Palangkaraya, Palangkaraya
2) Laboratorium Rekayasa Pemanenan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda

25
26 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005

mencapai luas 5.217.892 ha (Anonim, 1999). HPH PT Melapi Timber berdasarkan


peta hot spot satelit NOAA serta survey udara, pada peristiwa kebakaran tahun
1997/1998 diperkirakan areal kerja yang terbakar seluas 139.784 ha terdiri dari
kawasan berhutan 101.448 ha, areal non hutan 26.94 ha, areal garapan masyarakat
11.436 ha dan areal yang tidak terbakar 10.884 ha dari area kerjanya 150.682 ha.
HPH PT Melapi Timber telah melakukan kegiatan rehabilitasi lahan bekas
terbakar sejak tahun 1989 dengan jenis Meranti, Kapur, Akasia dan Sungkai seluas
2.660 ha dengan jumlah 1.756.000 batang. Tahun 2000/2001 dilakukan
penanaman dengan jenis-jenis Meranti, Kapur, Akasia dan Waru seluas 3.700 ha
dengan jumlah 989.300 batang
Petunjuk teknis yang telah dibuat untuk pelaksanaan kegiatan penanaman pada
rehabilitasi hutan bekas terbakar masih bersifat umum, untuk itu perlu dibuat
standar waktu kerja untuk pedoman pada kegiatan penanaman. Salah satu faktor
penting agar tercapai kondisi pekerja yang optimal adalah dengan pemberian
sistem dan besarnya upah memadai oleh perusahaan kepada pekerja. Waktu kerja
perlu diketahui yang berhubungan dengan upah yang diberikan kepada pekerja, di
samping itu, perusahaaan dapat mengetahui kemampuan kerja dan kelayakan upah
yang diberikan.
HPH PT Melapi Timber pada pekerjaan rehabilitasi hutan menggunakan
sistem pengupahan berdasarkan upah harian yang besarnya diberikan berdasarkan
upah minimum propinsi sektoral dan sistem pengupahan berdasarkan kesepakatan
kerja yang besarnya telah ditentukan oleh perusahaan. Untuk itu perlu perhitungan
sistem upah lain yang menguntungkan bagi perusahaan dan pekerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prestasi kerja kegiatan pembuatan
jalur tanam dan penanaman bibit Meranti dan Waru di daerah rehabilitasi hutan
bekas terbakar yang bisa dipakai sebagai dasar pengupahan; mengetahui upah yang
diterima pekerja pada berbagai sistem pengupahan (upah minimum propinsi
sektoral, upah berdasarkan kesepakatan kerja, upah borongan mutlak, upah
Deferential Taylor, sistem premi dari Halsey, sistem premi dari Rowan, sistem
upah bonus dari Gantt dan sistem upah Bedaux); selain itu juga untuk menentukan
sistem upah terbaik yang diterapkan di daerah penelitian.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di HPH PT Melapi Timber di Kecamatan Tabang
Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur.
Objek penelitian adalah pekerja pada kegiatan pembuatan jalur tanam dan
kegiatan penanaman.
Pengamatan kegiatan pembuatan jalur tanam dan penanaman Meranti terletak
di petak 360, kegiatan penanaman Waru terletak di petak 336.
Sampel kegiatan pembuatan jalur tanam adalah waktu untuk membuat panjang
jalur tanam. Prestasi kerja dihitung setiap 1 jam selama 1 hari kerja dan pada
kelerengan yang ditemui dalam pembutan jalur tanam. Jumlah sampel prestasi
kerja jalur tanam sebanyak 23 kelerengan, didapat dari 18 jalur tanam yang
dilakukan oleh 6 orang pekerja.
Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 27

Sampel kegiatan penanaman adalah waktu yang diperlukan untuk menanam


sejumlah bibit (bibit Meranti mulai kegiatan mambawa dan mananam bibit, bibit
Waru hanya menanam karena bibit sudah diletakkan di samping ajir). Perhitungan
prestasi kerja dihitung setiap 1 jam selama 1 hari kerja dan pada kelerengan yang
ditemui dalam menanam bibit dalam jalur tanam. Jumlah sampel prestasi kerja
kegiatan penanaman Meranti pada 23 kelerengan didapat dari 18 jalur tanam yang
dilakukan oleh 2 orang pekerja dan jumlah sampel prestasi kerja kegiatan
penanaman bibit Waru pada 28 kelerengan didapat dari 24 jalur tanam yang
dilakukan oleh 3 orang pekerja.
Pengukuran dilakukan pada tiap pekerja jam kerja selama 1 hari kerja. Satuan
unit sampel adalah meter/jam (kegiatan pembuatan jalur tanam) dan bibit/jam
(kegiatan penanaman).
Data yang dikumpulkan adalah Jarak tanam, sudut kelerengan, waktu kerja
pembuatan jalur, waktu kerja penanaman, upah pembuatan jalur tanam dan
penanaman yang berlaku di perusahaan, upah minimum sektoral propinsi (UMSP),
kebutuhan hidup minimal (KHM) dan data lain yang berhubungan dengan
penelitian
Pengukuran waktu kerja yang digunakan pada penelitian ini adalah metode non
stop. Sebagai pembanding juga digunakan jam tangan. Perbedaan waktu positif
atau negatif antara jam tangan dengan stopwatch dapat dibenarkan jika nilainya <3
%.
Waktu kerja pada setiap elemen kerja dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
waktu kerja murni, waktu umum dan waktu total
Data waktu kerja dan prestasi kerja kegiatan pembuatan jalur tanam,
penanaman Meranti dan penanaman Waru dianalisis secara tabulasi. Hasil
analisisis berupa prestasi kerja dan hasil kerja setiap jam yang dilakukan oleh
pekerja pembuatan jalur tanam dan pekerja penanaman, selain itu juga dicatat
waktu kerja dan prestasi kerja pada kelerengan yang didapat pada setiap jalur oleh
pekerja pembuatan jalur tanam dan pekerja penanaman.
Sistem pengupahan yang digunakan adalah sebagai berikut: Upah Minimum
Sektoral Propinsi (UMSP), Upah Berdasarkan Kesepakatan Kerja, Upah
Berdasarkan Borongan Mutlak, Upah Deferential Taylor, Sistem Upah Premi
Halsey, Sistem Upah Premi Rowan, Sistem Upah Bonus Gantt, Sistem Upah
Bedaux
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara prestasi kerja pada berbagai
kelerengan (X) dan upah tenaga kerja (Y), maka dilakukan analisis statistik dengan
menggunakan model regresi linier sederhana (Gomez dan Gomez, 1995; Siahaya,
1996). Model-model yang akan diselidiki sebagai berikut:
y = a + bx lny = a + bx 1/y = a + bx
y = a + b lnx lny = a + b lnx 1/y = a + b lnx
y = a + b 1/x lny = a + b 1/x 1/y = a + b 1/x,
yang mana:
y = upah tenaga kerja; a, b = konstanta ; x = prestasi kerja
Derajat hubungan antara prestasi kerja dan upah dilihat dari koefisien korelasi
(r) dan koefisien determinasi (R2).
28 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005

Model regresi terbaik adalah yang mempunyai nilai Indek Furnival (IF) terkecil.
Nilai IF dapat diperoleh dengan rumus:
IF = f x s; yang mana: f = faktor koreksi; s = simpangan baku (galat baku
regresi)

Tabel 1. Nilai Faktor Koreksi Menurut Peubah Terikat

Peubah terikat Nilai f


Y 1
Ln Y GM (Y)
1/Y GM (Y2)
Keterangan: GM = geometrik mean (rataan geometrik)

  lnyi 
GM (Y) = anti ln  
 n 
  lnyi 2 
GM (Y2) = anti ln  
 n 
Karmini (2000) menyatakan, bahwa penetapan sistem upah yang baik adalah
berdasarkan jumlah skor unsur-usur yang dimiliki oleh masing-masing sistem
pengupahan. Unsur-usur yang digunakan dalam menilai tingkat kebaikan sistem
pengupahan adalah sebagai berikut:
1. Kelayakan. Penentuan skor kelayakan adalah ssebagai berikut:
[{(upah–KHM) – (selisih upah dan KHM terkecil)} / {(selisih upah dan KHM
terbesar) – (selisih upah dan KHM terkecil) / 99}] + 1
Berdasarkan unsur kelayakan sistem pengupahan, maka dikelompokan menjadi
tiga yaitu: Kurang layak (C) = 1–33,9; Layak (B) = 34–66,9 dan Sangat layak (A)
= 67–100.
2. Keadilan. Penentuan skor keadilan adalah sebagai berikut:
[{(r–r terkecil)} / {(r terbesar–r terkecil)} / 99] + 1
Berdasarkan unsur keadilan, sistem pengupahan dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
Kurang adil (C) = 1–33,9; Adil (B) = 34–66,9 dan Sangat adil (A) = 67–100.
3. Manfaat upah. Penentuan skor manfaat upah adalah sebagai berikut:
[{(upah–upah terendah)} / {(upah tertinggi–upah terendah)} / 99] + 1
Berdasarkan unsur manfaat upah sistem pengupahan, maka dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: Kurang bermanfaat (C) = 1–33,9; Bermanfaat (B) = 34–66,9
dan Sangat bermanfaat (A) = 67–100.
4. Pengaruh upah terhadap prestasi kerja. Penentuan skor pengaruh upah
terhadap prestasi kerja didapat dari:
[{(IF–IF tertinggi)} / {(IF terendah–IF tertinggi)} / 99] + 1
Berdasarkan unsur pengaruh upah terhadap prestasi kerja, maka sistem pengupahan
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kurang berpengaruh (C) = 1–33,9;
Berpengaruh (B) = 34–66,9 dan Sangat berpengaruh (A) = 67–100.
5. Pengaruh upah terhadap biaya produksi. Penentuan skor pengaruh upah
terhadap biaya produksi didapat dari:
[{(tarif–tarif terendah)} / {(tarif tertinggi–tarif terenah)} / 99] + 1
Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 29

Berdasarkan unsur pemanfaatan upah terhadap biaya produksi, maka sistem


pengupahan dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Kurang berpengaruh (C) = 1–33,9;
Berpengaruh (B) = 34–66,9; Sangat berpengaruh (A) = 67–100.
6. Menentukan sistem upah terbaik berdasarkan unsur-unsur. Karmini (2000)
menyatakan, bahwa penetapan sistem upah yang baik adalah berdasarkan jumlah
skor yang dimiliki oleh masing-masing sistem pengupahan. Jumlah skor diperoleh
dengan cara menjumlahkan ke-5 nilai skor dari unsur-unsur penentu tingkat
kebaikan sistem pengupahan. Nilai skor tiap unsur sebelumnya dikalikan dengan
jumlah bobot yang diberikan kepada masing-masing unsur yaitu 20 %.
Klasifikasi sistem pengupahan berdasarkan jumlah nilai skor yang diperoleh adalah
sebagai berikut: Sangat tidak baik (E) = 0–19,9; Tidak baik (D) = 20–39,9; Cukup
baik (C) = 40–59,9; Baik (B) = 60–79,9; Sangat baik (A) = 80–100.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pembuatan Jalur Tanam dan Penanaman
1. Waktu kerja dan prestasi kerja pembuatan jalur tanam setiap jam
Waktu dan prestasi kerja setiap jam pada pembuatan jalur tanam ditampilkan
pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Waktu Kerja dan Prestasi Kerja setiap Jam pada Kegiatan Pembuatan
Jalur Tanam

Waktu kerja Prestasi kerja


Jam ke- Murni Umum Jumlah (meter) (batang
(menit) % (menit) % (menit) % ajir)
I 43,61 72,68 16,39 27,32 60 100 63,33 14
II 60,00 10,00 000 0,00 60 100 89,17 18
III 40,44 67,40 19,56 32,60 60 100 60 13
IV 60,00 100 0,00 0,00 60 100 93,33 19
V 59,21 100 0,00 0,00 59,21 100 84,17 16
VI 60,00 100 0,00 0,00 60 100 85 18
VII 60,00 100 0,00 0,00 60 100 91,67 18
VIII 12,88 35,57 23,28 64,43 36,16 100 18,33 4
Jumlah/orang 394,14 86,94 59,23 13,06 453,37 100 585 120

Dari tabel di atas dapat dilihat rata-rata waktu kerja dari 6 orang pekerja dalam
satu hari berkerja selama 453,37 menit (7 jam 33,37 menit). Waktu kerja tersebut
termasuk baik menurut Suma’mur (1977).
2. Hubungan waktu kerja dengan prestasi kerja pembuatan jalur tanam
Prestasi kerja tertinggi terjadi pada jam kedua, keempat dan ketujuh, hal ini
disebabkan pada jam-jam tersebut waktunya benar-benar dipakai untuk kegiatan
membuat jalur tanam. Dari keadaan tersebut didapat bahwa waktu kerja murni
semakin besar, waktu umum berkurang, sedang prestasi kerja semakin besar.
30 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005

Prestasi kerja 77,08 m/jam (waktu total), berdasarkan waktu kerja murni adalah
89,05 m/jam. Prestasi kerja pembuatan jalur tanam berdasarkan luas areal per
hektar dengan jarak antar jalur 10 m didapat 1,71 hok/ha.
3. Produktivitas pembuatan jalur tanam pada berbagai kelerengan
Dari hasil analisis keragaman pengaruh kelerengan terhadap prestasi kerja
pembuatan jalur tanam menunjukkan, bahwa kelerengan berpengaruh terhadap
prestasi kerja. Hubungan antara kelerengan dengan prestasi adalah erat dan ada
faktor lain yang tidak terlibat dalam prestasi kerja pembuatan jalur tanam, diduga
faktor lain ini adalah: faktor interen yaitu pada kemampuan yang kurang,
disebabkan kurang baiknya gizi dan faktor eksteren yaitu pada fasilitas perusahaan
yang kurang memadai.

Penanaman Bibit Meranti


1. Waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Meranti setiap jam
Waktu kerja penanaman 2 orang pekerja selama satu hari rata-rata 426,28
menit (7 jam 6,28 menit) (Tabel 3). Waktu kerja tersebut termasuk baik sesuai
dengan peneltian yang dilakukan oleh Suma’mur (1977).

Tabel 3. Rata-rata Waktu Kerja Penanaman dan Prestasi Kerja Setiap Jam Pengamatan pada
Penanaman Bibit Meranti

Waktu kerja Prestasi


Jam ke- Murni Umum Jumlah (batang)
(menit) % (menit) % (menit) %
I 33,00 55,00 27,00 45,00 60,00 100 40
II 48,94 81,56 11,07 18,44 60,00 100 54
III 49,98 81,63 11,02 18,37 60,00 100 58
IV 44,21 77,57 12,78 22,42 56,98 100 49
V 47,82 79,70 12,18 20,30 60,00 100 54
VI 48,58 80,97 11,42 19,03 60,00 100 59
VII 40,84 58,93 28,46 41,07 69,30 100 47
Jumlah 311,97 73,30 113,93 26,70 426,28 100 360

Waktu kerja murni pada jam pertama adalah sedang, kemudian meningkat
pada jam kedua dan menurun lagi pada jam ketiga, lalu menurun lagi pada jam
keempat selama 44,21 menit menjelang istirahat. Kejadian ini terulang lagi setelah
istirahat siang, yang mana pada jam kelima adalah sedang lalu meningkat pada jam
keenam dan turun pada jam ketujuh menjelang pulang ke camp.
Pada Tabel 3 di atas terlihat, bahwa waktu kerja murni pada jam pertama dan
kedelapan adalah rendah; hal tersebut disebabkan besarnya waktu umum. Besarnya
waktu umum pada jam pertama dan kedelapan digunakan untuk perjalanan
berangkat dari camp ke lokasi kerja dan pulang dari lokasi kerja ke camp (jarak
lokasi kerja dari camp ±1 km) serta untuk istirahat.
Rata-rata prestasi kerja penanaman bibit Meranti pada jam pertama adalah
sebanyak 40 batang, kemudian prestasi meningkat pada jam kedua sebanyak 54
batang, pada jam ketiga meningkat lagi sebanyak 58 batang lalu menurun
menjelang istirahat pada jam keempat menjadi 48 batang. Prestasi kerja penanaman
Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 31

bibit Meranti setelah istirahat pada jam kelima sebanyak 54 batang, kemudian
meningkat pada jam keenam sebanyak 59 batang lalu menurun menjelang pulang
ke camp pada jam ketujuh menjadi 47 batang.
Dari penelitian prestasi kerja terlihat bahwa pada awal jam kerja prestasinya
rendah, karena waktu awal banyak digunakan untuk waktu kerja umum (kegiatan
persiapan), kemudian prestasi meningkat dan menurun lagi menjelang waktu
istirahat. Kejadian prestasi kerja seperti ini berulang setelah istirahat siang hingga
waktu kerja selesai. Kecenderunan ini berbeda dengan kecenderungan yang
dikemukakan oleh Wignjosoebroto (2000) yang dikutip dari Taylor (1954) tentang
efisiensi/produktivitas kerja manusia berkaitan dengan fungsi waktu kerja, yang
mana efisiensi/produktivitas meningkat (tinggi) pada waktu memulai kerja dan
menjelang waktu istirahat. Perbedaan terletak pada produktivitas pada permulaan
kerja disebabkan waktu kerja banyak digunakan untuk waktu umum
2. Hubungan waktu kerja dengan prestasi kerja penanaman bibit Meranti
Terdapat kesamaan antara waktu kerja murni dengan prestasi penanaman bibit
Meranti, bila waktu kerja murni rendah dan waktu umum tinggi, maka prestasi
kerja penanaman bibit Meranti rendah. Sebaliknya bila waktu kerja tinggi dan
waktu umum rendah, maka prestasi tinggi.
Prestasi kerja kegiatan penanaman bibit Meranti adalah 51 bibit/jam (waktu
total), sedangkan berdasarkan waktu kerja murni adalah 68 bibit/jam. Prestasi
kerja penanaman bibit Meranti berdasarkan luas areal per hektar dengan jarak antar
jalur 10 m dan jarak antar bibit yang ditanam 5 m akan didapat 0,56 hok/ha.
3. Prestasi kerja kegiatan penanaman bibit Meranti pada berbagai
kelerengan
Kelerengan sangat berpengaruh terhadap prestasi kerja penanaman bibit
Meranti, hubungan antara kelrengan dengan prestasi kerja erat dan ada faktor lain
yang tidak terlibat terhadap prestasi penanaman bibit Meranti selain kelerengan.

Penanaman Bibit Waru


1. Waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Waru setiap jam
Waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Waru setiap jam ditampilkan
pada Tabel 4. Penanaman bibit Waru dikerjakan dengan cara berkelompok, yang
mana kegiatan penanaman bibit dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja, pekerja
pertama bertugas meletakkan bibit Waru, sedangkan orang kedua bertugas

Tabel 4. Rata-rata Waktu Kerja dan Prestasi Kerja Setiap Jam pada Kegiatan Penanaman
Bibit Waru

Waktu kerja Prestasi


Jam ke Murni Umum Jumlah (batang)
(menit) (%) (menit) (%) (menit) (%)
I 47,78 79,63 12,22 20,37 60 100 101
II 44,13 73,54 15,87 26,46 60 100 95
III 41,99 69,98 18,01 30,02 60 100 92
IV 41,60 69,14 18,69 34,86 60,29 100 84
V 43,34 72,23 16,66 27,77 60 100 93
VI 36,63 61,05 23,37 38,95 60 100 80
VII 31,02 6048 20,40 38,52 50,42 100 64
Jumlah 286,49 69,75 124,22 30,25 410,71 100 609
32 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005

menanam bibit. Waktu kerja dan prestasi kerja dihitung berdasarkan waktu kerja
penanam bibit (orang kedua) dengan upah yang dibayarkan berdasarkan bibit yang
ditanam bukan yang diletakkan pada ajir. Waktu kerja penanaman bibit Waru rata-
rata 410,71 menit (6 jam 50,71 menit) adalah termasuk baik menurut Suma’mur
(1977).
Kecenderungan waktu kerja murni dan prestasi kerja penanaman bibit Waru
sesuai dengan kecenderungan yang dikemukakan oleh Wignjosoebroto (2000)
dikutip dari Taylor (1954) tentang efisiensi/produktivitas kerja manusia berkaitan
dengan fungsi waktu kerja. Efisiensi/prorduktivitas meningkat (tinggi) pada waktu
memulai kerja dan setelah waktu istirahat menurun hingga waktu istirahat.
2. Hubungan waktu kerja dan prestasi kerja penanaman bibit Waru
Kecenderungan antara waktu kerja murni dengan prestasi penanaman bibit
Waru yang bila waktu kerja murni rendah, maka prestasi kerja penanaman bibit
rendah dan bila waktu kerja murni tinggi prestasi penanaman juga naik. Keadaan
ini terbalik dengan waktu kerja umum. Prestasi kerja kegiatan penanaman bibit
Waru 45 bibit/jam/orang (waktu kerja total). Berdasarkan waktu kerja murni
adalah prestasi sebanyak 64 bibit/jam/orang. Prestasi kerja berdasarkan luas areal
per hektar didapat 1,82 hok/ha.
3. Prestasi kerja penanaman bibit Waru pada berbagai kelerengan
Berdasarkan Anova ternyata kelerengan tidak berpengaruh terhadap
prestasi kerja penanaman bibit Waru dan hubungan antara kelerengan dengan
prestasi kerja tidak erat.

Perbedaan Prestasi Kerja Penanaman Bibit Meranti dan Bibit Waru


Prestasi penanaman bibit Meranti dan Waru adalah berbeda, diduga disebabkan
oleh faktor interen, yaitu metode kerja yang dipengaruhi oleh standar metode kerja
dan jarak tanam. Faktor eksteren yaitu sarana kerja berupa bahan baku dan
lingkungan yang dipengaruhi oleh lokasi yang berbeda.

Upah
Sistem pengupahan didasarkan pada 3 hal, yaitu waktu kerja, hasil kerja dan
premi. Sistem pengupahan berdasarkan waktu kerja/sistem harian menggunakan
sistem UMSP, hasil kerja menggunakan sistem upah Borongan Mutlak dan
Kesepakatan Kerja, sedangkan sistem premi menggunakan sistem Deferential
Taylor, Halsey, Rowan, Gantt dan Bedaux. Hasil perhitungan upah dari hasil
penelitian ditampilkan pada Tabel 5.
Penilaian kemampuan berbagai sistem pengupahan dalam memenuhi KHM
menggunakan data KHM daerah Kutai bulan Mei 2002 sebesar Rp517.762/bulan
atau Rp2.959/jam. Kemampuan sistem pengupahan dapat dilihat pada Tabel 6.
Pada kegiatan pembuatan larik tanam, semua sistem pengupahan dapat
memenuhi KHM berdasarkan kebutuhan hidup pemuda lajang sebesar 3000
kalori/hari dengan urutan terendah UMSP, Borongan Mutlak, Taylor, Kesepakatan
Kerja, Halsey, Bedaux, Gantt dan Rowan. Pada kegiatan penanaman Waru semua
sistem pengupahan dapat memenuhi KHM dengan urutan dari yang terendah
Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 33

UMSP, Taylor, Kesepakatan Kerja, Halsey, Rowan, Bedaux, Gantt dan Borongan
Mutlak.

Tabel 5. Rata-rata Upah yang Dibayarkan pada Berbagai Sistem Pengupahan (Rp/Jam)

Sistem Pembuatan Penanaman Penanaman


pengupahan jalur tanam bibit Meranti bibit Waru
UMSP 3.143 3.143 3.143
Kesepakatan Kerja 7.429 5.083 4.289
Borongan Mutlak 5.399 5.337 5.319
Taylor 6.824 4.562 3.959
Halsey 7.511 5.142 4.314
Rowan 8.727 5.191 4.337
Gantt 8.595 5.798 4.931
Bedaux 7.719 5.352 4.382

Tabel 6. Kemampuan Besarnya Upah untuk Memenuhi KHM

Kegiatan Sistem Upah KHM Kelebihan


pengupahan (Rp/jam) (Rp/bulan) (Rp/bulan) (Rp/bulan)
Pembuatan UMSP 3.143 550.000 517.762 32.238
jalur Borongan Mutlak 5.399 944.825 517.762 427.063
tanam Taylor 6.824 1.194.200 517.762 676.438
Kesepakatan Kerja 7.429 1.300.075 517.762 782.313
Halsey 7.511 1.314.425 517.762 796.663
Bedaux 7.719 1.350.825 517.762 833.063
Gantt 8.595 1.504.125 517.762 986.363
Rowan 8.727 1.527.225 517.762 1.009.463
Penanaman UMSP 3.143 550.000 517.762 32.238
bibit Taylor 4.562 798.350 517.762 280.588
Meranti Kesepakatan Kerja 5.083 889.525 517.762 371.763
Halsey 5.142 899.850 517.762 382.088
Rowan 5.191 908.425 517.762 390.663
Borongan Mutlak 5.337 933.975 517.762 416.213
Bedaux 5.352 936.600 517.762 418.838
Gantt 5.798 1.014.650 517.762 496.888
Penanaman UMSP 3.143 550.000 517.762 32.238
Bibit Taylor 3.959 692.825 517.762 175.063
Waru Kesepakatan Kerja 4.289 750.575 517.762 232.813
Halsey 4.314 754.950 517.762 237.188
Rowan 4.337 758.975 517.762 241.213
Bedaux 4.382 766.850 517.762 249.088
Gantt 4.931 862.925 517.762 345.163
Borongan Mutlak 5.319 930.825 517.762 413.063
34 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005

Hubungan Antara Prestasi Kerja dan Upah


Hubungan antara prestasi kerja dan upah tenaga kerja pada kegiatan di
persemaian dijelaskan dengan menggunakan koefisien korelasi (r), sedangkan
untuk melihat apakah ada faktor lain yang mempengaruhi upah selain dari prestasi
keja dilihat koefisien determinasi (R2) seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Berbagai Kegiatan dan Sistem
Pengupahan

Sistem Pembuatan jalur tanam Penanaman Meranti Penanaman Waru


2 2 2
pengupahan R r R r R r
Kesepakatan Kerja 1 1 1 1 1 1
Borongan Mutlak 1 1 1 1 1 1
Deferential Taylor 0,856 0,925 0,822 0,906 0,713 0,844
Halsey 0,701 0,837 0,716 0,846 0,581 0,762
Rowan 0,709 0,820 0,725 0,851 0,585 0,765
Gantt 0,781 0,884 0,821 0,906 0,771 0,878
Bedaux 0,983 0,992 0,950 0,975 0,943 0971

Nilai koefisien korelasi (r) = 1 pada kegiatan pembuatan jalur tanam, kegiatan
penanaman bibit Meranti dan bibit Waru adalah sistem upah kesepakatan kerja dan
borongan mutlak. Nilai koefisien korelasi = 1 berarti bahwa 100 % dari seluruh
data prestasi kerja yang mengikuti pola peningkatan prestasi kerja akan
menyebabkan peningkatan upah yang diterima oleh pekerja atau sebaliknya bila
upah yang diberikan meningkat akan menyebabkan peningkatan prestasi kerja
tenaga kerja.
Nilai koefisien korelasi (r) = <1, berarti bahwa kurang dari 100 % dari seluruh
data prestasi kerja yang mengikuti pola peningkatan prestasi kerja akan
menyebabkan peningkatan upah yang diterima dengan system pengupahan yang
bernilai r <1. Sisa data tidak mengikuti pola tersebut, jadi kemungkinan hubungan
yang terjadi adalah bila prestasi kerja meningkat, maka upah yang diterima oleh
pekerja atau dikeluarkan perusahaan juga meningkat atau bisa juga sebaliknya
menurunnya upah yang diberikan oleh perusahaan akan menyebabkan peningkatan
prestasi kerja oleh tenaga kerja
Nilai koefisien determinasi (R2) = 1 berarti variasi nilai dari peubah random X
(prestasi) menyebabkan berubahnya nilai Y (upah) sebesar 100 %, dengan kata lain
peningkatan upah yang diterima hanya dipengaruhi oleh faktor prestasi kerja, tidak
ada faktor lain yang mempengaruhi. Nilai koefisien determinasi (R2) <1 berarti
variasi nilai dari peubah random X (prestasi) menyebabkan berubahnya nilai Y
(upah) kurang dari 100 %, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain
yang tidak terlibat dalam model regresi.
Faktor yang mempengaruhi berubahnya upah yang diterima oleh pekerja kegiatan
ini antara lain adalah: i) faktor tenaga kerja yang terdiri dari jumlah tenaga kerja,
biaya hidup sehari-hari dan ii) faktor kondisi dan manajemen perusahaan yang
terdiri dari likuiditas keuangan perusahaan, peran pengusaha yang bersangkutan
dalam menentukan harga, tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan serta
fasilitas yang diberikan oleh perusahaan.
Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 35

Penentuan Sistem Upah yang Terbaik


Unsur-unsur yang digunakan untuk penilaian terhadap berbagai sistem
pengupahan adalah: Kelayakan, Keadilan, Manfaat upah, Pengaruh upah terhadap
prestasi kerja, Pengaruh upah terhadap biaya produksi, Penentuan sistem upah yang
terbaik.
Nilai skor dari setiap unsur dikalikan dengan 0,2 sehingga didapat nilai dan
kriteria sebagai berikut: Tidak baik (E) = 0<20, Agak baik (D) = 20<40, Baik
(C) = 40<60, Cukup baik (B) = 60<80 dan Sangat baik (A) = 80100. Sistem
pengupahan dan kriterianya ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Skor dan Kriteria Sistem Pengupahan pada Berbagai Sistem Pengupahan

Sistem Pembuatan Penanaman Penanaman


pengupahan jalur tanam bibit Meranti bibit Waru
Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria
UMSP 20,40 D 20,40 D 20,40 D
Kes. Kerja 77,10 B 76,40 B 70,80 B
Bor. Mutlak 69,40 B 76,80 B 80,20 A
Taylor 46,80 C 39,40 D 55,00 C
Halsey 57,40 C 53,00 C 48,80 C
Rowan 62,80 C 53,20 C 47,20 C
Gantt 44,80 C 53,20 C 46,60 C
Bedaux 73,80 B 65,80 D 63,40 B

Sistem pengupahan UMPS pada ketiga kegiatan agak baik diterapkan karena
dapat memenuhi KHM.
Sistem pengupahan kesepakatan kerja yang berlaku di lokasi penelitian pada
kegiatan pembuatan jalur tanam, penanaman bibit Meranti dan Waru cukup baik.
Secara nyata upah yang diterima sangat dipengaruhi oleh prestasi kerja. Bila pihak
perusahaan ingin meningkatkan output dan pekerja ingin meningkatkan upah
adalah dengan melakukan upaya peningkatan hasil kerja.
Sistem pengupahan borongan mutlak cukup baik pada kegiatan pembuatan
jalur tanam dan penanaman bibit Meranti, sedangkan kegiatan penanaman bibit
Waru sangat baik. Bila perusahaan akan menerapkan sistem pengupahan borongan
mutlak, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang rata-rata prestasi kerja. Sistem
upah ini adalah baik bagi perusahaan dan pekerja karena penetapan upah per satu
satuan output adalah berdasarkan upah minimum yang berlaku di perusahaan.
Sistem pengupahan diferensial Taylor pada kegiatan pembuatan jalur tanam
dan penanaman bibit Waru adalah baik, sedang penanaman bibit Meranti agak baik
diterapkan. Sistem pengupahan diferensial Taylor ini memacu pekerja untuk
berprestasi di atas rata-rata prestasi agar mendapat upah penuh (100 %), bila
kurang dari rata-rata prestasi kerja, pekerja hanya dibayar 75 % per satu satuan
output dari upah yang telah disepakati.
Sistem pengupahan Halsey, Rowan dan Gantt pada ketiga kegiatan adalah baik
untuk diterapkan oleh perusahaan. Pada sistem upah Halsey, Rowan dan Gantt
besar upah yang didapatkan adalah berdasarkan prestasi kerja dan waktu kerja,
36 JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (1), APRIL 2005

berbeda dengan sistem upah kesepakatan kerja dan borongan mutlak, yang mana
upah seluruhnya ditentukan oleh hasil kerja.
Sistem pengupahan Bedaux cukup baik diterapkan pada kegiatan pembuatan
jalur tanam dan penanaman bibit Waru, sedang kegiatan penanaman bibit Meranti
agak baik untuk diterapkan pada lokasi penelitian. Pemberian premi akan
meningkatkan motivasi pekerja, sehingga prestasi kerja akan meningkat tetapi
dalam batas-batas tertentu karena semakin banyak hasil output, maka premi yang
diterima semakin menurun. Dengan pemberian premi yang semakin mengecil,
perusahaan dapat menjaga biaya untuk upah yang berlebihan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Waktu kerja pembuatan jalur tanam, penanaman bibit Meranti dan penanaman
bibit Waru adalah termasuk baik yaitu antara 6–8 jam sehari. Pembuatan jalur
tanam dapat dikerjakan 1,71 hok/ha dengan lebar jalur 2 m, pada penanaman bibit
Meranti dapat dikerjakan 0,56 hok/ha jarak tanam 10x5 m dan kegiatan penanaman
bibit Waru dapat dikerjakan 1,82 hok/ha dengan jarak tanam 6 x 3 m.
Pada pembuatan jalur tanam dan penanaman Meranti, kelerengan berpengaruh
terhadap prestasi kerja, sedangkan penanaman bibit Waru kelerengan tidak
berpengaruh.
Upah yang diterima per jam pada berbagai kelerengan pada beberapa sistem
pengupahan dalam pembuatan jalur tanam, penanaman Meranti dan Waru berturut-
turut berdasarkan UMSP Kalimantan Timur semuanya sama yaitu Rp3.143, upah
berdasarkan Kesepakatan Kerja masing-masing Rp7.429, Rp5.083 dan Rp4.289,
Upah Borongan Mutlak Rp5.349, Rp5.337 dan Rp5.319, Upah Deferential dari
Taylor Rp6.824, Rp4.526 dan Rp3.959, Sistem Premi dari Halsey Rp7.511,
Rp5.142 dan Rp4.314, Sistem Premi dari Rowan Rp8.727, Rp5.191 dan Rp4.337,
Sistem Upah Bonus dari Gantt Rp8.595, Rp5.798 dan Rp4.931, Sistem Upah
Bedaux Rp7.719, Rp5.352 dan Rp4.382.
Pada kegiatan pembuatan jalur tanam dengan kriteria cukup baik adalah upah
berdasarkan Kesepakatan Kerja, Upah Borongan Mutlak, Sistem Premi dari Rowan
dan Sistem Upah Bedaux; kriteria baik adalah Upah Deferential dari Taylor, Sistem
Premi dari Halsey dan Sistem Upah Bonus dari Gantt; kriteria agak baik adaalah
UMPS Kalimantan Timur.
Pada kegiatan penanaman bibit Meranti dengan kriteria cukup baik adalah
upah berdasarkan Kesepakatan Kerja dan Upah Borongan Mutlak; kriteria baik
adalah Sistem Premi dari Halsey, Sistem Premi dari Rowan dan Sistem Upah
Bonus dari Gantt; kriteria agak baik adalah UMSP Kalimantan Timur, Upah
Deferential dari Taylor dan Sistem Upah Bedaux.
Pada kegiatan penanaman bibit Waru dengan kriteria sangat baik adalah Upah
Borongan Mutlak; kriteria cukup baik adalah upah berdasarkan Kesepakatan Kerja
dan Sistem Upah Bedaux; kriteria baik adalah Upah Deferential dari Taylor, Sistem
Premi dari Halsey, Sistem Premi dari Rowan dan Sistem Upah Bonus dari Gantt;
kriteria agak baik adalah UMPS Kalimantan Timur.
Saputro dkk. (2005). Prestasi Kerja dan Sistem Pengupahan 37

Saran
Diperlukan adanya pengawasan dari perusahaan untuk menekan waktu umum
kegiatan penanam bibit Meranti dan Waru. Bantuan fasilitas bagi tenaga borongan
dari perusahaan juga diperlukan dengan harapan dapat meningkatkan prestasi kerja.
Sistem upah yang menguntungkan bagi perusahaan dan bagi pekerja selain dari
Kesepakatan Kerja perlu dikaji untuk digunakan. Disarankan pemberian upah
untuk pembuatan jalur tanam dan penanaman bibit Meranti berdasarkan perbedaan
kelerengan. Sistem Upah Minimum Propinsi Sektoral (UMPS) digunakan
perusahaan sebagai standar upah harian, untuk itu pemerintah perlu memikirkan
besarnya UMPS tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM)
tetapi juga yang dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum (KFM) karena lebih
manusiawi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia; Faktor, Dampak dan Upaya
Penanggulangannya. Jilid I. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Anonim. 1999. Data Luasan Kebakaran Hutan di Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi
Kedua (Terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta.
Karmini. 2000. Analisis Upah Tenaga Kerja Persemaian dengan Berbagai Sistem
Pengupahan pada HPH PT Bina Wana, Separi Kalimantan Timur. Tesis Magister
Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.
Siahaya, J. 1996. Hubungan Antara Diameter Pohon dan Limbah yang Dihasilkan di
Tempat Penebangan. Buletin Penelitian Kehutanan 9 (2).
Suma’mur. 1977. Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Pekerjaan Kehutanan dan
Industri Perkayuan. Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja,
Jakarta.
Wignjosoebroto, S. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja. Cetakan kedua. Penerbit Guna Widya, Surabaya.

You might also like