You are on page 1of 15

Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

PENAMAAN MARGA DAN SISTEM SOSIAL PEWARISAN


MASYARAKAT SUMATERA SELATAN

(NAMING CLAN AND SOCIAL SYSTEM OF TRANSFER TO PEOPLE IN


SOUTH SUMATERA)

Rahmat Muhidin
Balai Bahasa Sumatera Selatan, Jl. Seniman Amri Yahya, SU 1, Jakabaring
Kompleks Taman Budaya Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
E-mail: rahmatmuhi@yahoo.co.id

Naskah diterima: 20 Agustus 2018; direvisi 1 Oktober 2108; 27 November 2018

Abstract
Designation and using of clan in South Sumatra can be traced by recognizing subethnic in Uluan
and iliran, South Sumatra. This study aims to describe naming of name’s clan traditional title in
South Sumatra people in ethnolinguistic study. The object of this research is naming of clan and
ethnic title in its use of South Sumatra society. The problems in this research are: (1) What are names
of the clan and the name of the title in the South Sumatra community?, and (2) How to use names of
clans and titles do of present South Sumatra society? This research uses descriptive method. Based
on the study in the field, the result of the study concludes that the inhabitants of South Sumatra
originated from three mountainous centers, namely, Ranau Lake, Basemah Highlands, and Rejang
areas. The three mountain centers are better known as Seminung, Mount Dempo, and Mount Kaba.
The spread of these three tribal clans is the source of ethnic groups in South Sumatra. They occupy
a certain location and the boundaries we later know in the name of the hamlet and cluster into the
shape of the umbul, gutters or jungle. Umbul, talang, and sosokan are the forerunners of Marga
that we know now.
Keywords: clan naming, inheritance social system, ethnic

Abstrak
Penyebutan dan penggunaan marga di Sumatera Selatan dapat ditelusuri dengan mengenali
sukubangsa di uluan dan iliran, Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
penamaan marga dan gelar adat pada orang Sumatera Selatan dalam kajian etnolinguistik. Objek
penelitian adalah penamaan marga dan gelar adat berdasarkan pada penggunaannya di masyarakat.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apa saja nama-nama marga dan nama gelar pada
masyarakat Sumatera Selatan? dan (2) Bagaimana penggunaan nama marga dan nama gelar
pada masyarakat Sumatera Selatan sekarang ini? Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Berdasarkan kajian di lapangan diperoleh hasil bahwa penduduk uluan Sumatera Selatan bermula
dari tiga pusat pegunungan, yakni sekitar Danau Ranau, Dataran Tinggi Basemah, dan daerah
Rejang. Ketiga pusat pegunungan itu lebih dikenal dengan nama Seminung, Gunung Dempo,
dan Gunung Kaba. Penyebaran ketiga rumpun suku bangsa inilah yang merupakan sumber dari
kelompok-kelompok etnis di Uluan Sumatera Selatan. Mereka menempati lokasi tertentu dan
batas-batasnya di kemudian hari kita kenal dengan nama dusun dan mengelompok ke dalam bentuk
umbul, talang, atau sosokan. Umbul, talang, dan sosokan inilah cikal-bakal dari marga yang kita
kenal sekarang.
Kata Kunci: Penamaan marga, sistem sosial pewarisan, etnik

A. PENDAHULUAN merupakan komunitas adat yang di dalamnya


Dalam sistem pemerintahan Indonesia, mengendap berbagai tradisi kepemimpinan dan
sebagian orang mengenal marga sebagai unit aturan pengelolaan hubungan sosial mempunyai
pemerintahan terendah di dusun atau desa. Marga peran yang sangat penting dari sisi perkembangan

161
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

sistem sosial masyarakat. Dalam Undang-Undang Dalam pemerintahan marga aturan-aturan


1945 Pasal 18, Romawi II dijelaskan sebagai yang dipakai mengacu pada Undang-Undang
berikut: “dalam teritoir Negara Republik Indonesia Simbur Cahaya, begitu juga dalam pengaturan
terdapat lebih kurang 250 Zelbestuurende pemerintahannya. Pemerintahan marga dalam
Lanschappen dan Volkgemenschappen, seperti Undang-Undang Simbur Cahaya terdiri dari
desa di Jawa dan Bali. Penamaan nagari di beberapa dusun, sedangkan dusun terdiri dari
Minangkabau, marga, dan dusun di Palembang, beberapa kampung. Masing-masing unit sosial
dan sebagainya (Syawaludin, 2015: 176). Daerah- ini dipimpin oleh seorang pasirah, kerio, dan
daerah itu mempunyai susunan asli karena dapat penggawa. Pembarap ialah kepala dusun (kerio) di
dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa mana seorang pasirah tinggal. Seorang pembarap
dan segala peraturan negara yang mengenai mempunyai kekuasaan untuk menggantikan
daerah-daerah itu akan mengingatkan terkait hak- seorang pasirah apabila pasirah berhalangan
hak asal usul daerah tersebut. Penyebutan marga hadir dalam suatu acara atau kegiatan. Pasirah
terdapat pada Kitab Simbur Cahaya (percikan dan kerio dibantu oleh penghulu dan ketib dalam
atau sinar). Kitab ini merupakan seperangkat penanganan urusan religius atau keagamaan.
aturan-aturan dan norma yang mengatur sistem Kemit marga dan kemit dusun ditugaskan untuk
peradatan, ekonomi, dan pemerintahan yang mengatasi permasalahan yang berhubungan
berlaku di Sumatera Selatan. Simbur Cahaya dengan urusan keamanan (Syawaludin, 2015:
mengandung tradisi tertua dan asli dipraktikkan di 177).
masyarakat. Tradisi juga tertuang dalam Simbur Berdasarkan latar belakang yang telah
Cahaya atau yang terpelihara dalam perilaku yang dipaparkan, yang menjadi masalah penelitian
disepakati, ingatan, dan kebiasaan. Simbur Cahaya ini adalah: (1) Apa saja nama-nama marga dan
merupakan hasil kumpulan dari pertemuan adat nama gelar pada masyarakat Sumatera Selatan?
yang kemudian disebut rapat besar Kepala Anak dan (2) Bagaimana penggunaan nama marga dan
Negeri Karesidenan Palembang (Syawaludin, nama gelar pada masyarakat Sumatera Selatan
2015: 176). sekarang ini? Tujuan penelitian ini adalah: (1)
Dengan sebutan lain, Undang-Undang Dasar mendeskripsikan nama-nama marga di nama gelar
1945 menyebut marga dan dusun di Sumatera orang Sumatera Selatan, dan (2) mendeskripsikan
Selatan dalam kategori Zelfbestuurrrende penggunaan nama marga dan gelar orang Sumatera
lanschappen dan volkgemenschappen, yaitu suatu Selatan pada masa sekarang.
wilayah yang memiliki keistimewaan karena
susunannya khas dan harus dihormati. Marga tidak B. KAJIAN PUSTAKA
hanya sebagai sistem pemerintahan bertradisi asli, B.1. Etnolinguistik
namun merupakan sistem peradatan masyarakat Dalam pandangan etnolinguistik
Sumatera Selatan yang mengacu pada tuturan dan dipersepsikan secara umum dengan sebutan
aturan tertulis Undang-Undang Simbur Cahaya linguistik antropologi. Etnolinguistik merupakan
(Syawaludin, 2015: 176). salah satu cabang antropologi budaya yang
Marga merupakan komunitas asli atau secara spesifik mengkaji masalah bahasa.
yang disebut masyarakat adat yang berfungsi Etnolinguistik mempelajari timbulnya bahasa
selfgoverning community, yakni komunitas dan mengungkapkan bagaimana terjadinya variasi
sosio-kultural yang bisa mengatur diri sendiri. dalam bahasa serta penyebaran bahasa umat
Mereka memiliki lembaga sendiri, perangkat manusia di dunia. Bahasa memiliki fungsi sebagai
hukum, dan acuan yang jelas dalam menjalankan media transisi unsur-unsur kebudayaan dari satu
kehidupan bermasyarakat, serta tidak memiliki generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan
ketergantungan terhadap pihak luar, karena sudah etnologi merupakan bagian dari antropologi yang
melakukan segala sesuatunya sendiri. menelusuri asas-asas manusia dengan meneliti

162
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

seperangkat kebudayaan suatu sukubangsa yang etnolinguistik merupakan studi linguistik


menyebar di seluruh dunia. Obyek penelitian yang menyelidiki bahasa, kaitannya dengan
etnologi adalah pola kelakuan masyarakat (adat- budaya suku bangsa di manapun berada. Kajian
istiadat, kekerabatan, kesenian, dan sejenisnya). etnolinguistik tidak terbatas pada suku bangsa
Kajian etnologi lebih lanjut menekankan pada yang tidak mempunyai tulisan tetapi yang sudah
dinamika kebudayaan, seperti halnya perubahan, mempunyai tulisan pun dapat dikaji. James P.
pelembagaan, dan interaksi dalam suatu Spradley (1997) berpendapat bahwa setiap bahasa
masyarakat (Duranti, 1997) mempunyai banyak istilah penduduk asli yang
Pentingnya kajian etnolinguistik ini diperkuat digunakan oleh masyarakat untuk merujuk hal-hal
dengan pendapat Franz Boas. Hasil penelitian yang mereka alami dan nama benda yang ada di
Franz Boaz dituangkan dalam The Handbook sekitar mereka (Spradley, 1997).
of American Indian Language yang diterbitkan Benjamin Lee Whorf (1897-1941), murid
pada tahun 1911, yang menyebutkan bahwa dari Edward Sapir, menolak pandangan klasik
pendeskripsian terhadap suatu bahasa hendaknya mengenai hubungan bahasa dan berpikir yang
didasarkan pada apa yang ada di dalam bahasa mengatakan bahwa bahasa dan berpikir merupakan
itu sendiri (di dalamnya berdasarkan budaya dan dua hal yang berdiri sendiri-sendiri. Pandangan
pandangan hidup), bukan berdasarkan pada tata klasik juga mengatakan meskipun setiap bahasa
bahasa lain (Troike, 1990). Pengertian tersebut mempunyai bunyi-bunyi yang berbeda-beda,
juga didukung oleh pendapat Murriel Saville- tetapi semuanya menyatakan rumusan-rumusan
Troike dalam The Ethnography of Communication: yang sama yang didasarkan pada pemikiran dan
An Introduction yang menjelaskan mengenai pengamatan yang sama. Dengan demikian semua
etnografi bahwa: “ethnography is a field of study bahasa itu merupakan cara-cara pernyataan pikiran
which concerned primarily with the description yang sejajar dan dan saling dapat diterjemahkan
and analysis of culture, and linguistics is a satu sama lain.1 Menurut Whorf selanjutnya
field concerned, among other things, with the sistem tata bahasa suatu bahasa bukan hanya
description and analysis of language code” merupakan alat untuk mengungkapkan ide-ide,
(etnografi adalah bidang kajian yang terutama tetapi juga merupakan pembentuk ide-ide itu, dan
berkaitan dengan penerangan dan analisis budaya, merupakan program kegiatan mental seseorang,
dan linguistik adalah medan yang bersangkutan, penentu struktur mental seseorang. Dengan kata
antara lain, dengan deskripsi dan analisis kode lain, tata bahasa lah yang menentukan jalan
bahasa (Troike, 1986). pikiran seseorang, bukan kata-kata. Hipotesis
Pendapat lain mengenai etnolinguistik juga Sapir-Whorf tampak jelas memfokuskan pada
dikemukakan oleh Duranti (1997: 2) bahwa hubungan antara tata bahasa dan pikiran manusia,
“ethnolinguistics is part of a conscious attempt bukan kata-kata (Chaer, 2009: 53) Lebih lanjut
at consolidating and redefining the studi of Whorf mengemukakan bahwa bahasa yang
language and culture as one of the major subfield dipakai seseorang mempengaruhi cara berpikir
of anthropology” (etnolinguistik adalah kajian dan perilaku di masyarakatnya (Whorf, 1956: 50).
bahasa dan budaya yang merupakan subbidang
utama dari antropologi). Lebih lanjut dijelaskan B.2. Nama Marga
bahwa etnolinguistics is the study. of speech and Secara etnologis, penamaan marga
language within the context of anthropology merupakan salah satu kajian yang berhubungan
(etnolinguistik adalah sebagian dari percobaan dengan budaya suatu sukubangsa. Oleh karena
konsolidaasi dalam menyatukan dan mentakrifkan
bahasa bahasa dan budaya sebagai salah satu 1 Pemikiran Linguistik Edward Sapir. 2011. http.//
travelogmunsyi.wordpress.com/ 2011/03/15/pemikiran-
sub-bidang utama antropologi). Berdasarkan
linguistik-Edward-Sapir/. Diunduh pada tanggal 3
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Maret 2012.

163
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

itu, nama-nama marga sebagai produk budaya berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan


masyarakat pendukungnya, akan dijaga dan sesuatu (misalnya kondisi atau hubungan yang
dilestarikan masyarakat pendukungnya dengan ada), pendapat yang berkembang, proses yang
pewarisan secara langsung atau tidak langsung. sedang berlangsung, akibat atau efek yang
Darheni dalam Jurnal Sosioteknologi terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang
menyebutkan bahwa bahasa memiliki dua fungsi, berlangsung (Sukmadinata, 2006).
yakni: (1) memadukan sistem pengetahuan dan Metode yang digunakan meliputi teknik
kepercayaan sebagai dasar tingkah laku budaya, penyediaan data, teknik analisis data, serta teknik
dan (2) menjadi sarana transmisi serta transformasi hasil analisis data. Dalam menyediakan data,
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. metode yang digunakan adalah metode simak,
Dengan demikian, pewarisan hasil kebudayaan cakap, dan introspeksi. Teknik yang digunakan
dari generasi ke generasi berikutnya tercermin adalah teknik simak libat cakap, catat, dan rekam.
juga dalam penamaan marga. Salah satunya Analisis data menggunakan metode deskriptif.
pewarisan nama-nama marga orang Sumatera Setelah dianalisis, penyajian data menggunakan
Selatan karena di dalamnya terdapat perpaduan metode formal dan informal (Mahsun, 2005: 85).
sistem pengetahuan dan kepercayaan sebagai Metode yang disertai dengan telaah etnologis
dasar tingkah laku budaya dan sarana transmisi karena mempertimbangkan keberadaan faktor
pengetahuan dan kepercayaan masyarakat sosial budaya yang berkembang di Palembang,
Sumatera Selatan dalam mewariskan nama marga khususnya dan Sumatera Selatan pada umumnya.
pada anak keturunan atau generasi berikutnya Sudaryanto menyebutkan bahwa penelitian dapat
(Darheni, 2009: 86). dilakukan dengan tiga tahapan metode, yaitu
metode pengumpulan data, analisis data, dan
B.3. Nama Gelar pendeskripsian hasil analisis data (Sudaryanto,
Pemberian nama gelar di Sumatera Selatan 1993: 5-8).
pun memiliki beberapa nama yang sudah Berkaitan dengan pengumpulan data
digunakan dalam ranah sosial masyarakat diambil dari dua sumber, yaitu (1) informan asli
Sumatera Selatan. Pemberian nama marga atau penutur bahasa di Sumatera Selatan; (2) studi
pemberian nama gelar sudah lazim dilaksanakan pustaka yang berkaitan dengan sosial budaya
sebagai tanda penghormatan atau tanda pewarisan masyarakat Sumatera Selatan dalam buku,
dari adat masyarakat Sumatera Selatan yang jurnal, dan sebagainya yang sudah dipublikasi
sudah diakui keberadaannya (Syawaludin, 2015). dalam berbagai media massa. Data lisan dijaring
dengan menggunakan teknik sadap atau tapping
C. METODE technique. Teknik ini digunakan untuk menyadap
Penelitian ini termasuk dalam kajian pembicaraan atau tuturan yang digunakan orang
etnolinguistik, karena kajian penamaan marga dalam pertuturan antarpengguna bahasa-bahasa
dikaitkan dengan latar belakang cara berpikir daerah Sumatera Selatan di Palembang. Data
masyarakat penggunanya dalam memberi gelar berupa nama marga dan nama gelar etnik orang
marga atau nama gelar pada masyarakat Sumatera Sumatera Selatan yang diperoleh melalui studi
Selatan. Sugiyono menyebutkan penelitian lapangan dan studi pustaka. Teknik lanjutan
deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan adalah menggunakan teknik simak libat cakap
untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan (Sudaryanto, 1988: 3) yang dilaksanakan dengan
suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat cara menyimak pembicaraan antar penutur.
ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk Kemudian diklasifikasikan berdasarkan cara
menjawab masalah secara aktual (Sugiyono, 2011). pembentukan nama marga dan nama gelar etnik
Adapun Sukmadinata menyatakan bahwa metode atau orang Sumatera Selatan, dan selanjutnya
penelitian deskriptif adalah sebuah metode yang dikelompokkan untuk mencari formulasi

164
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

penyusunan penamaan nama marga dan nama hak ulayat, serta sumber penghasilan marga.
gelar etnik orang Sumatera Selatan secara Marga di Sumatera Selatan, merupakan suatu
keseluruhan. Langkah berikutnya adalah dengan kesatuan yang bersifat teritorial dan genealogis.
menelaah nama-nama marga dan nama gelar Adanya marga karena ada tiga indikator, yaitu:
etnik Sumatera Selatan berdasarkan pada pola (a) penghuni atau warga yang bersangkutan
pikir masyarakat yang masih menjunjung warisan sama-sama terikat pada daerah yang ditempati;
luhur budaya etnik tersebut. (b) adanya perasaan terikat satu dengan yang
lainnya dengan alasan satu puyang (keturunan),
D. HASIL DAN PEMBAHASAN dan (c) karena penggabungan faktor teritorial
D.1. Marga dan Pewarisannya dan genealogis. Marga lebih sekedar aturan
Marga-marga di Sumatera Selatan merupakan pemerintahan, kandungannya berkaitan erat
satu kesatuan teritorial dan genealogis. Persepsi dengan perilaku budaya masyarakat setempat yang
ini ditengarai dengan tiga indikator yang menjadi menjangkau perilaku baik bersifat individual,
penguat hubungan bermasyarakat, yakni: (a) kelompok maupun masyakat luas, berlaku baik
penghuni atau warga yang bersangkutan sama- dalam kondisi harian maupun insidental.
sama terikat satu dengan yang lainnya dengan Analisis sistem dan fungsi dapat menjelaskan
alasan satu puyang (keturunan), (b) karena berbagai kondisi-kondisi yang ikut mendukung
penggabungan faktor teritorial, dan (c) faktor kontinuitas marga menurut pengamatan, ada
genealogis. Pada pemerintahan marga aturan- tiga, yakni: kondisi budaya, kondisi sosial, dan
aturan yang digunakan mengacu pada Undang- kondisi material. Kondisi budaya mencakup
Undang Simbur Cahaya yang terdiri dari beberapa antara lain: sistem kepercayaan yang ada dalam
dusun, sedangkan dusun terdiri dari beberapa masyarakat, nilai-nilai budaya yang dimilikinya
kampung. Masing-masing unit sosial ini dipimpin (misalnya berkaitan dengan harga diri, malu,
seorang pasirah, kerio, dan penggawa. Pembarap wanita, kekerasan, pinangan). Kondisi sosial
ialah kepala dusun (kerio) di suatu daerah di mana meliputi struktur sosial, sistem kekerabatan,
seorang pasirah bertempat tinggal dan menetap. konfliks antarmasyarakat, ketertiban, hukuman.
Seorang pembarap mempunyai kekuasaan Kondisi material meliputi keadaan demografi,
untuk menggantikan pasirah bila berhalangan pengupahan, pakaian, pekerjaan dan perkawinan.
hadir dalam suatu acara/ kegiatan. Pasirah dan Provinsi Sumatera selatan juga disebut Bumi
kerio dibantu oleh penghulu dan ketib dalam Sriwijaya karena wilayah ini pada abad ke-7 s.d.
menangani religiusitas dan/ atau keagamaaan. 12 M merupakan pusat kerajaan maritim terbesar
Kemit marga dan kemit dusun ditugaskan untuk dan terkuat di Indonesia (mengacu pada Kerajaan
mengatasi permasalahan yang berhubungan Sriwijaya yang merupakan kerajaan maritim dan
dengan keamanan. sangat berpengaruh sampai Formosa dan Cina di
Marga dapat dipahami sebagai: (a) marga Asia serta Madagaskar di Afrika). Sebutan lain
adalah masyarakat hukum, berfungsi kesatuan Sumatera Selatan adalah Batanghari Sembilan
wilayah pemerintahan terdepan di tingkat lokal; karena di kawasan ini terdapat sembilan sungai
(b) marga berhak mengurus rumah tangganya besar yang bisa dilayari sampai ke hulu, yakni:
sendiri berdasarkan hukum adat; (c) susunan Musi, Ogan, Komering, Lematang, Kelingi
pemerintahan marga ditentukan oleh hukum Rawas, Batanghari Leko, dan Lalan, serta puluhan
adat; (d) pemerintah marga didampingi oleh cabang-cabangnya.
dewan marga membuat peraturan dalam rangka Provinsi Sumatera Selatan mempunyai
kewenangan menurut hukum adat; (e) pemerintah luas 109.254 km2 dengan penduduk sebanyak
dalam menetapkan sanksi atas peraturan. Dengan 7.775.800 jiwa. Penduduk asli terdiri dari
kata lain, tugas kewenangan marga meliputi beberapa suku yang masing-masing mempunyai
kewenangan peradilan, kewenangan kepolisian, bahasa dan dialek sendiri. Suku-suku yang ada di

165
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

Sumatera Selatan antara lain: Suku Palembang, Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Dalam
Ogan, Kemering, Semendo. Pasemah, Gumay, undang-undang ini secara tegas mengarah pada
Lematang, Musi Rawas, Meranjat, Kayu Agung, hegemonisasi bentuk dan susunan pemerintahan
Ranau, dan Kisam (Ismail, 2004). Pada tahun marga dengan corak nasional (Jawa) yaitu desa.
1940 di Sumatera Selatan terdapat 175 marga, Sehingga terjadi konversi marga ke dalam struktur
yang tersebar di Ogan Ilir (19 marga), Palembang- desa yang merupakan model pengorganisasian
Banyuasin (15 marga), Lematang Ilir (16 marga) masyarakat menurut sistem pemerintahan di Jawa.
Musi Ilir-Kubu (17 marga), Rawas (8 marga), Maksud disamakan dengan sistem pemerintahan
Lematang Ulu (15 marga), Pasemah (10 marga), di Jawa adalah dengan dihapuskannya sistem
Ogan Ulu (12 marga), Muara Dua (12 marga), marga di Sumatera Selatan melalui surat keputusan
dan Komering Ulu (13 marga). Pada tahun tertanggal 24 Maret 1983 dan diganti dengan
1971 jumlah marga bertambah menjadi 181. sistem pemerintahan desa sesuai dengan definisi
Demikian pula dengan jumah suku yang menjadi UU Nomor 5/1979. Undang-Undang Nomor 5
identitas rasialnya, di antaranya: suku Pegagan, Tahun 1979 menyatakan dengan jelas bahwa:
Pemulutan, Ogan, Penesak, Kayu Agung, (1) Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa
Komering, Ranau, Kisam, Lematang, Pasemah, dan Lembaga Musyawarah Desa; (2) Pemerintah
Lintang, Semendo Darat, Rejang, Kubu, Saling, Desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh
Palembang, dan Enim. Namun, pada masa Orde perangkat desa; (3) Perangkat Desa terdiri dari
Baru melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun Sekretaris Desa dan Kepala-kepala Dusun; (4)
1979 tentang Pemerintahan Desa menyebabkan Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintah
termarjinalnya fungsi marga. Bahkan dikeluarkan Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan ayat (3) diatur dengan Peraturan Daerah sesuai
Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
Sistem Marga di Sumatera Selatan (Syawaludin, Dalam Negeri; (5) Peraturan Daerah yang
2015: 183). dimaksud dalam ayat (4) baru berlaku sesudah
Sebagai pembanding keberadaan marga di ada pengesahan dari pejabat uang berwenang.
Sumatera Selatan dengan adanya penunjukan Dalam pasal 6 undang-undang ini, kepala desa
kepala dusun yang menggantikan kerio. Untuk diangkat oleh bupati/walikota madya Kepala
lebih jelasnya dapat diperhatikan uraian singkat Daerah Tingkat II atas Nama Gubernur Kepala
ini. Dalam Surat Keputusan yang diterbitkan Daerah Tingkat I dari calon yang terpilih. Pasal
pada tanggal 24 Maret 1983 tersebut menyatakan, 8 menjelaskan bahwa masa jabatan Kepala Desa
pertama pembubaran sistem marga di Sumatera adalah delapan (8) tahun terhitung sejak tanggal
Selatan. Kedua, pasirah (pemimpin marga) dan pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk
semua instrumen marga dipecat dengan hormat. satu kali masa jabatan berikutnya.
Ketiga, dusun, di dalam sebuah marga, diganti Dasar pemisahan antara kedua kawasan itu
dengan desa sesuai dengan definisi yang ada pada pada prinsipnya berdasarkan pada tradisi adat
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979. Keempat, setempat, yang dapat diartikan sebagai aturan-
kerio sebagai kepala dusun, akan menjadi kepala aturan normatif yang menentukan bentuk perilaku
desa yang akan ditunjuk melalui pemilihan kepala individu dan masyarakat yang mempengaruhi
desa sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1979. cara hidup mereka selaku anggota masyarakat.
Implikasi undang-undang dan surat keputusan Adat juga merupakan kunci mekanisme sosial
tersebut adalah rusaknya lembaga-lembaga yang dipelihara bersama secara turun-temurun.
tradisional dan adat bahkan marga sebagai sistem Kedua istilah iliran dan uluan ini jelas dalam
pemerintahan pun dihapuskan. terlihat dalam dalam sistem ketatanegaraan dalam
Keberadaan Surat Keputusan/SK Gubernur zaman kesultanan.yang membedakan kawasan ini
tersebut sangat dipengaruhi oleh UU Nomor 5 sebagai daerah kepungutan dan sindang. Secara

166
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

etimologi daerah kepungutan berasal dari kata kewajibannya mendapat perlindungan dari sultan.
pungut, mengacu pada daerah iliran, di daerah Sebaliknya sultan juga berhak meminta gawe
sultan dan para pembesar kesultanan berkuasa (tenaga kerja) dari rakyat apabila dibutuhkan
secara langsung serta berhak menyelenggarakan untuk suatu kepentingan sultan. Apabila
bermacam jenis pungutan baik berupa pajak matagawe merupakan sebutan rakyat yang
maupun tenaga kerja terhadap rakyatnya. Daerah tinggal di daerah kepungutan bagian pedalaman,
kepungutan yang berpusat di Kota Palembang maka istilah miji adalah sebutan bagi rakyat
merupakan suatu tipe masyarakat perairan Sungai kebanyakan yang tinggal di daerah Palembang
Musi dan lebih berorentasi pada perdagangan, (iliran). kelompok miji memiliki kedudukan
yang mempunyai ciri khusus yang membedakan sedikit berbeda dibandingkan dengan matagawe.
dengan daerah uluan. Mereka umumnya hidup dalam persekutuan-
Kesultanan Palembang berpusat di Kota persekutuan di bawah penguasaan bangsawan
Palembang, sekaligus merupakan bandar tertentu. Di daerah kepungutan dikenal pasirah,
pelabuhan sehingga tidak mengherankan jika yaitu pemimpin marga-marga yang tersebar di
masyarakatnya sangat heterogen. Bermacam daerah pedalaman yang kekuasaannya mewakili
kelompok etnik asing seperti Cina, Arab, dan kepentingan pusat di tingkat lokal.
Eropa turut aktif dalam kegiatan ekonomi. Ciri yang paling menonjol adalah
Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang perkembangan daerah kepungutan prakolonial
membedakan antara kawasan iliran dan uluan. adalah kekuatan pengawasan politik. Praktik
Karena bermacam lapisan sosial terbentuk perdagangan monopoli dan hubungan sosial
memberikan warna khas pada daerah kesultanan terpusat di tangan sultan dan para pembesarnya.
di mana sultan beserta pembesar yang terdiri Hubungan ini bersifat sentralistis. Hal ini juga
dari kelompok bangsawan menempati puncak berbeda kecenderungan dengan yang berlaku di
piramida dan stratifikasi sosial. Kelompok ini daerah sindang. Daerah sindang artinya daerah
menggunakan regalia dan dan sistem gelar untuk perbatasan yaitu uluan yang secara politik
menunjukkan derajat kebangsawanannya. seperti lebih bersifat otonom karena kesultanan tidak
raden, pangeran, adipati, pesirah, temanggu, memiliki otoritas untuk memaksakan hak-
kerio. Basis sosial pun dikenal dengan istilah haknya sebagaimana yang berlaku di daerah
raden, masagus, kemas, kiagus (berlaku pada etnik kepungutan. Kelompok suku di daerah Sindang
Palembang). Meskipun gelar kebangsawanan ini dianggap sebagai kawan seperjuangan yang
pada mulanya diperoleh dari kelahiran, tetapi dapat mendapat perlindungan dari sultan berkat jasa
juga dihadiahkan oleh sultan kepada orang-orang membendung serangan dari Banten (1596).
yang dianggap berjasa, antara lain pasirah (kepala Akan tetapi kelompok ini masih menunjukkan
marga), jenang atau raban (orang kepercayaan adanya hubungan pengakuan kekuasaan sultan.
sultan) yang diangkat sebagai pegawai yang Dilihat dari perilaku dan mereka secara periodik
bertugas memungut pajak, upeti di daerah- menyerahkan hadiah sebagai persembahan upeti
daerah kepungutan. Disebut iliran (kepungutan) kepada sultan.
adalah daerah yang dikuasai secara mutlak oleh Kedudukan kelompok ini bukanlah dalam
Kesultanan Palembang dan diberlakukan Undang- pengertian matagawe seperti halnya yang berlaku
undang Simbur Cahaya daerah ini disebut juga di atas rakyat kepungutan. Penduduk daerah
uluan, sementara Daerah Sindang adalah daerah tinggi Sindang adalah kelompok masyarakat
yang ditaklukan oleh Kesultanan Palembang kesukuan yang berdiri sendiri secara ekonomi dan
namun hanya diberlakukan pembayaran upeti. politik. Kelompok suku-suku seperti Pasemah,
Rakyat yang menempati daerah uluan yang Rejang, Ampat Lawang, Kikim, Kisam. Orang
diberlakukan sistem kepungutan disebut dengan Pasemah dan orang Rejang misalnya tidak pernah
matagawe, yaitu rakyat yang diakui hak dan mengakui dan tunduk kepada kekuasaan Sultan

167
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

Palembang. Mereka memiliki undang-undang yang mengabdi kepadanya. Pasirah juga berhak
sendiri yang disebut Undang-Undang Sindang untuk mengerahkan tenaga kerja dari penduduk
Merdeka. Masyarakat Kesukuan di daerah matagawe untuk berbagai kepentingan resmi dan
Sindang itu hanya tunduk kepada kepala sukunya pribadi, kerja rodi untuk marga misalnya wang
sendiri, di bawah suatu Dewan Jurai Tua yang kuli bujang, kemit marga, kemit dusun, dan gawe
dikepalai oleh depati. Depati yaitu kepala-kepala jalan.
sumbai di daerah Sindang dan bukan merupakan Pada tahun 1902 diperkenalkan sistem kas
bawahan dari Sultan. Basis kekuasaan depati marga (Marga Kessen), pemerintah mengakui
dalam lingkungan sumbai terletak pada pertalian secara resmi sumber pemasukan pasirah yang lama
kekerabatan daam satu keluarga tertentu yang (adat inkomsten) di samping mengatur pemasukan
dikaitkan dengan genealogis nenek moyang berbagai pajak melalui perizinan (surat menyurat)
pertama. Dari sudut ekonomi masyarakat atas berbagai kegiatan seperti pertunjukan
dataran tinggi Sindang merupakan petani umum, wayang pesta musik, mendirikan bangunan, jalan,
pengggarap tanah pertanian terutama untuk dan sekolah. Pasirah dan perangkat dusun yang
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Residen terdiri dari kerio, pembarap. Pesuruh digaji oeleh
disetarakan dengan gubernur di wilayah daerah pemerintah mereka dan gaji mereka diambilkan
tingkat I. Wilayah kekuasaan yang dimiliki oleh dari kas marga. Posisi pasirah bukan hanya kepala
seorang residen adalah satu provinsi. rakyat tradisional tetapi mereka juga bertindak
Kota Palembang kala itu berada di bawah sebagai perantara yang melayani kepentingan
kekuasaan kekuasaan J.C. Rijnst, seorang residen kolonial di tingkat lokal. Pasirah selain harus
militer. Ia didampingi pejabat bumiputera, mengurus berbagai macam jenis pajak yang
Pangeran Kramajaya, menantu Sultan Mahmud dimasukkan ke dalam kas marga, juga mengurus
Badaruddin. Pangeran Kramajaya tidak pajak kepala. Pajak ini tidak masuk kas marga
mempunyai kekuasaan dan tugas yang jelas, melainkan diteruskan ke pemerintahan di atasnya.
tetapi kehadirannya diperlukan untuk dapat Pajak kepala ini merupakan sumber pendapatan
memperkuat legimitasi kekuasaan kolonial terpenting pemerintah di Palembang. Pada tahun
Belanda di daerah itu. Sampai tahun 1860-an, 1921 pemerintah Kolonial Belanda mengadakan
Belanda masih menguasai Palembang secara reorganisasi dalam bidang pemerintahan dan
keseluruhan. hal ini dapat dilihat dari adanya membentuk sistem pemerintahan distrik (Van
pemberontakan yang berkepanjangan dari suku- Royen, 1927).
suku yang terdapat di Sindang, misalnya orang Marga di Sumatera Selatan juga disebut
Pasemah (1829), Lahat (1829), Musi, Ulu (1837), dengan istilah kampung yang dipimpin oleh sirah
Rejang (1840), dan Ampat Lawang (1840- kampung. Marga adalah suatu kesatuan organis
1850). Perlawanan terakhir rakyat di daerah terbentuk berdasar wilayah, dan juga keturunan,
Sindang dilakukan oleh rakyat Pasemah yang yang kemudian dikukuhkan dengan kendali
dapat ditumpas tahun 1866 (Syawaludin, 2015: administratif serta ikatan-ikatan norma yang
186). Sejak tahun 1852, Karsidenan Palembang tidak hanya berupa adat-istiadat tidak tertulis
dibagi dalam lima daerah yang disebut Afdeeling, tetapi juga oleh ikatan berupa diktum-diktum
yaitu: Ibukota Palembang, Tebing Tinggi (Ampat yang tertulis secara terperinci pada Undang-
Lawang dan Lematang Ulu), Ogan Komering Ulu Undang Simbur Cahaya. Marga secara fungsional
(Enim, Semendo, Makakau, dan Kisam), Rawas, memainkan peranan penting bagi kehidupan
dan Jambi (Syawaludin, 2015: 187). dan sejarah peradaban masyarakat di Sumatera
Seorang pasirah memiliki tanah yang luas Selatan. Secara tradisional, marga merupakan
tanpa batas, karena pengaturan pemilikan tanah institusi tertinggi ke masyarakat setelah lembaga
berada di tangannya. Sawah dan ladangnya digarap keluarga, kampung, dan dusun. Marga dipimpin
pengikutnya, yaitu kelompok miji dan alingan oleh seorang tokoh pada umumnya dikenal dengan

168
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

sebutan pasirah. Dengan kualifikasi tertentu hidup hidup menurut adat yang berlaku sejak
pemimpin marga disebut pula sebagai depati dan marga itu mulai dibentuk jauh di waktu yang
pangeran. Seorang kepala marga, untuk dapat lampau. Adat menjiwai kehidupan warganya,
disebut sebagai depati apabila ia telah behasil masyarakat, dan pemerintahnya. Selain itu,
diipilih untuk memangku jabatan kepala marga masyarakat juga mempunyai ikatan lahir batin
paling lama dua kali berturut-turut, sedangkan yang kuat yang sejak awalnya telah memiliki hak
pangeran ialah dipilih minimal lima kali berturut- untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya.
turut (Hidayah dan Radiawan. 1993). Tujuh belas dusun adalah bagian dari suatu
Pertambahan atau penyebaran penduduk marga. Pembentukan dusun baru dapat terjadi
merupakan salah salah satu penyebab terjadinya sewaktu-waktu dari unit yang lebih kecil yang
pemekaran suatu marga. Karena pemekaran itu disebut sosok. Sosok yaitu permukiman yang
maka jumlah marga di Sumatera Selatan selalu tidak permanen dan biasanya terletak di daerah
bertambah dari waktu ke waktu. Menurut catatan pinggiran. Kepala dusun disebut kerio. Dalam
yang dibuat pada tahun 1879 dan 1932 seluruh reorganisasi tahun 1912 terdapat pemisahan
marga yang ada di Sumatera Selatan (pada waktu antara birokrasi bumiputera (Inlandsche Bestuur)
itu disebut Karesidenan Palembang) berjumlah dan pemerintahan Eropa (Bennenlandsche
174 marga. Tahun 1940, menjelang masa Bestuur). Unit administratif teritorial inlandsche
kemerdekaan jumlah itu menjadi 175 marga. Pada Bestuur) yang tertinggi adalah distrik di bawah
masa kemerdekaan di awal masa Orde Baru, tahun kekuasaan seorang demang dan asisten demang
1968, berjumlah 181 marga. Pada tahun 1983 sebagai pembantunya menguasai onderdistrict.
ketika marga-marga dibubarkan jumlah seluruh Onderdistrict ini terdiri dari gabungan beberapa
marga di Sumatera Selatan mendekati angka 200. marga.
Berdasarkan Gementee Ordinantie Stbl. No.
1919 No. 814. Status marga merupakan daerah D.2. Gelar Masyarakat Sumatera Selatan
otonom yang mengatur agraris tradisional dalam Dalam tata kehidupan masyarakat Sumatera
ruang lingkupnya, dalam Inlandsche Gementee Selatan tidak mengenal kasta dan tingkat. Hal ini
Ordonantie Buitengwesten (IGOB) tahun 1938 karena pengaruh kebudayaan Hindu (abad ke-7
No. 490.34 dinyatakan bahwa masing-masing s.d. 12 M) yang tidak membedakan kedudukan
marga yang membawahi beberapa dusun manusia. Kemudian dengan diperkuat masuknya
dikepalai oleh seorang pesirah dengan gelar agama Islam yang mengenal perbedaan manusia
depati atau ngabehi. Setiap dusun dikepalai oleh berdasarkan ketaqwaannya terhadap Allah Swt.
seorang kerio, sedangkan dusun di ibukota marga Masyarakat Sumatera Selatan terdiri dari
dikepalai oleh pembarap. Semua pejabat formal beberapa etnis antara lain: Melayu, Kikim,
ini dipilih oleh penduduk yang mempunyai hak Semenda, Komering, Pasemah, Lintang,
memilih untuk waktu yang tidak ditentukan. Para Pegagan, Rawas. Sekak Rambang, Lembak,
pesirah (depati/ngabehi) yang telah menjalankan Kubu, Ogan, Penesek Gumay, Penukal, Belida,
selama 15 tahun biasanya diberhentikan dengan Musi, Rejang, dan Ranau. Nama marga yang
hormat oleh residen dengan diberi gelar pangeran digunakan etnis Sumatera Selatan mengacu pada
(Abdullah, 1984: 50-51). wilayah sehingga marga merupakan nama bagi
Marga di Sumatera Selatan berasal kelompok masyarakat yang tinggal dalam ikatan
dari serikat dusun baik atas dasar susunan kebudayaan. adat istiadat dan teritorial yang
masyarakat yang berdasarkan suatu teritorial sama. Setiap marga dipimpin oleh kepala marga
tertentu (afdeeling territorial) maupun rumpun yang dipilih oleh anggota marga. Kepala marga
keluarga (genealogis). marga merupakan susunan memiliki gelar pangeran atau depati. Nama
masyarakat yang berdasarkan adat dan hukum marga yang berdasarkan pada pembagian wilayah
adat, serta mempunyai wilayah tertentu. Marga tertentu adalah sebagai berikut:

169
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

Tabel 1
Pemakai Nama Gelar Dan Wilayah Pemilik Marga di Sumatera Selatan

No. Wilayah Gelar Nama Marga


1. Daerah Ogan Ulu 1) Adji, 2) Marga B Langit L. Kulon 3) Marga Lubai Suku II, 4)
Marga Lubuk Batang, 5) Marga Ngabihi IV, 6) Marga Proatin IV
Suku, 7) Rambang K Tengah, 8) Samikrian, 9) Semidang, 10)
Sosok Buah Rajap, 11) Temenggung
2. Daerah Muara Dua 1) Aji, 2) Buai Rawan, 3) Buai Runjung, 4) Buai Sandang, 5)
Kisam Ilir, 6) Kisam T.Suku 2, 7) Kisam Ulu, 8) Kisam T. Suku
1, 9) Kisam ulu, 10) Mekaku Ulu, 11) Miji, 12) Ranau
3. Daerah Ogan Ilir 1) Burai, 2) Gelumbang, 3) Kartamulia, 4) Lembak Atay, 5)
Lubai Suku 1, 6), Lubuk Keliat, 7) Marga Meranjat, 8) Muara
Kuang, 9) Parit, 10) Pegagan Ilir Suku 1, 11) Pegagan I Suku 2,
12( Pemulutuan, 13) Rambang IV Suku, 14) Rantau Alai, 15)
Sakatiga, 16), Tanjung Batu, 17) Tembangan Kelekar
4. Daerah Lematang Il- 1) Benakat, 2) IV Petulai Curup, 3) IV Petulai DB. 4) IV Petu-
ir-Muara Enim lai Dangku, 5) Lawang Kidul, 5) Lengi
5. Daerah Komering Ulu 1) Belitang, 2) Buai P. Pangsaraja, 3) Buai Pem. Peliung, 4)
Buai Pemaca, 5) Bungamayang, 6) Kiti, 7) Lengkayap, 8)
Madang Suku 1, 9) Madang suku 2, 10) Pakusengkunyit, 11)
Semendawai 1, 12) Semendawai 2, 13) Semendawai 3
6. Daerah Komering Ilir 1) Bengkulah, 2) Danau, 3) Jajawi, 4) Kayu Agung, 5)
Keman, 6) Mesuji, 7) Pampangan, 8) Pangkalanlampam, 9)
Pegagan Ulu Suku 2, 10) Pegagan ulu Suku 1, 11) Rambutan,
12) Sirah P.Padang, 13) Teloko, 14) Tulung Selapan.

7. Daerah Musi Ilir 1) Adab, 2) Babat, 3) Bintang hari leko, 4) Dawas, 5) Epil,
(Sekayu) 6) Kubu bayat, 7) Kubu lalan, 8) Kubu T ulu, 9) Lawang
wetan, 10) Menteri melayu, 11) Penukal, 12) Pinggap, 13)
Punjung, 14) Rimba Asam, 15) Sangadesa, 16) Sungai Keruh,
17) Supat, 18) Teluk Kijing
8. Daerah Palembang dan 1) Gasing, 2) Kumbang, 3) Muara Telang, 4) Pangkalan
Banyuasin Balai, 5) Padang T. Selawi, 6) Panang S.Puluh, 7) Panang ulu
puluh, 8) Rambang Niru, 9) Semendo Barat, 10) Sungai Ro-
tan, 11) Temb. P.P.Bubung, 12) Temb.Penanggiran, 13) Temb.
Ujan Mas, 14) Tembelang K. Raja
9. Daerah Lematang Hu- 1) Bungamas, 2) Empat L. Manggul, 3) Endikat, 4) Gumai
lu--Lahat ulu, 5) Gumai-Lembak, 6) Lawang Kulon, 7) Merapi, 8) Pagar
gunung, 9) Penj.S.E,k dnan S.o., 10) Penj.Suk.Lings., 11) Pen-
jalang S. Pangi, 12) Penjel S.E.Ilir, 13) S.Dal.S.Lingsing, 14)
Temb.Gd.Agung, 15) Ulak Pandan.
10. Daerah Tebing Tinggi 1) Kedj. M. Lintang, 2) Kedj. M.M. Ilir, 3) Kedj. MM.Ulu, 4)
Lintang K.S. Babatan, 5) Lintang K.S. Sadan, 6) Lintang K.S.M.
Danau, 7) Lintang K.S.M.Pinang, 8) Pasemah A Keruh., 9) Semi-
dang, 10) Sikap Dal.M. Ulu, 11) Sikap-Pelabuhan, 12) Tedajin,
13) Tiang PS. Ulu, 14) Wulung

170
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

No. Wilayah Gelar Nama Marga


11. Daerah Tanjung Karang 1) Balau, 2) Buku jadi, 3) Dantaran, 4) Ketibung, 5) Legun, 6)
Marga punduh, 7) Marga ratasy, 8) Marga sabu, 9) menanga, 10)
Marga teluk betung, 11) Pedada, 12) Pesisir, 13) Ratu, 14) Wayli-
ma, 15) Waysemah
12. Daerah Palembang dan 1) Gasing, 2) Kumbang, 3) Muara Telang, 4) Pangkalan
Banyuasin Balai, 5) Penuguan, 6) Rantau Bayur, 7) Suaktapeh, 8) Sungai
aren, 9) Sungai Rengas, 10) Sungsang, 11) Talang Betutu, 12)
Tanjung laga, 13) Tungkal ilir, 14) Upang
13. Daerah Pagaralam 1) Mulak Ulu, 2) Pandj.ST.Kur, 3) Sumbai B.S.Jati, 4)
S.O.L.S.P.Bulan, 5) Sumbal B.A.Doa, 6) Sum. M.S.M. Siban,
7) Sem.S.P. Kenidai, 8) Sum. L.B. Buntak, 9) S.M.S. Penan-
tian, 10) S.T.S.M. Pajang
14. Daerah Lubuklinggau 1) Batu K.Lakitan, 2) Bul. T. Semangus, 3) Bul. T.S. Tengah,
4) Bul. T.S. Ulu, 5) Muara Rupit, 6) Proatin Sebelas, 7) Proa-
tin Lima, 8) Rupit Dalam, 9) Rupit ilir, 10) Rupit Tengah, 11)
Sikap dalam musi, 12) Sindang Kel. Ilir, 13) Suka P. Ilir, 14)
Suka P. Tengah, 15) Suka Pindah Ulu, 16) Suku T.L. ulu, 17)
T.P.Kepungut, 18) Ulu Rawas
15. Daerah Kotabumi 1) Buai baradatu, 2) Buai barasakti, 3) Buai behuga, 4) Buai
junjai, 5) Buai P. Bangsa Raja, 6) Buai P.P. Ilir, 7) Buai P.P.
Udik, 8) Buai Pem. Pangeran, 9) Bunga Majang, 10) Rebang
Seputih, 11) Rebang Kasui, 12) Selagai Kunang, 13) Semen-
guk
16.. Daerah Sukadana 1) Anaktuha, 2) Beliuk, 3) Buay nuban, 4) Marga tiga, 5) Melin-
tang, 6) Nyerupa, 7) Pubian, 8) Sekampung ilir, 9) Sekampung
ulu, 10) Subing, 11) Subing labuhan, 12) Sukadana, 13) Unyi, 14)
Wayseputih
17. Daerah Manggala 1) Adji, 2) Buai bulan ilir, 3) Buai bulan ulu, 4) Mesji Lam-
pung, 5) Suai Umpu, 6) Tegamoun
18. Daerah Kotaagung 1) Benawang, 2) Bumi belunguh, 3) Gunung alip, 4) Kelum-
bayan, 5) Limau, 6) Ngarip, 7) Pematang sawah, 8) Pertiwi, 9)
Pugung, 10) Putih, 11) Rebang Pugung

D.3. Gelar Adat (Kehormatan) Pemberian gelar-gelar kebangsawanan untuk


Selain nama marga etnis yang ada di Sumatera laki-laki adalah: (a) Raden, (b) Mas Agus (Mgs),
Selatan terdapat juga gelar adat (gelar kehormatan) (c) Kemas (Kms), (d) Kiagus (Kgs), (e) Cili,
dan gelar kebangsawanan. Gelar kehormatan dan (f) Midi. Pemberian gelar kebangsawanan
dapat diberikan kepada masyarakat di luar diperoleh secara turun-temurun berdasarkan
etnis masyarakat yang ada di Sumatera Selatan. kebangsawanan yang disandangnya. Gelar
Umumnya gelar ini diberikan kepada tokoh kebangsawanan merupakan gelar pemberian
masyarakat atau orang yang berjasa. Misalnya: Sultan Kerajaan Palembang Darusalam. Adapun
Datuk Pengayom Seri Setia Amanah untuk Susilo gelar kebangsawanan untuk perempuan adalah:
Bambang Yudhoyono, Datuk Pengayom Seri (a) Raden ayu, (b) Nyimas, (c) Masayu(Msy),
Wanua untuk Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan (d) Nyayu. Pemberian gelar kebangsawanan
dan Adipati Natanegara untuk Ishak Mekki. diperoleh secara turun-temurun berdasarkan

171
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

kebangsawanan yang disandangnya. Gelar di Batavia Nomor 11 tanggal 8 September 1840.


kebangsawanan ini merupakan gelar pemberian untuk membujuk pangeran Kramo Jayo agar setia
Sultan Kerajaan Palembang Darusalam. pada Pemerintahan Belanda diberi pula berbagai
Pascakekuasaan Palembang Darusalam gelar tambahan “Pangeran Bupati Perdana
dihapuskan tahun 1825. Belanda mengangkat Menteri Kramo Jayo”. atau “Pangeran Kramo
J.L. Van Sevenhoven sebagai Residen Pertama Jayo Mangkunegara Sultan Agung Alam Khabir
di Palembang (1825) dan Belanda mengangkat Sri Maharaja Mutar Alam Senopati Martapura
Pangeran Kramo Jayo (menantu Sultan Mahmud Ratu Mas Panembahan Raja Palembang”. Pada
Badaruddin II) sebagai Perdana Menteri pada tahun 1849 Pangeran Kramo Jaya dituduh terlibat
tahun 1838. Para penguasa tradisional (elit lokal) dalam usaha menentang Pemerintah Belanda
yang mau diajak kerja sama atau menyatakan (pemberontakan) sehingga ia dipecat dari
setia kepada Belanda diangkat menjadi aparat jabatannya pada tahun 1850. Kemudian diasingkan
pemerintah Belanda dan akan diberikan pangkat ke Purbalingga (Karesidenan Banyumas) pada
dan jabatan tertentu misalnya: Pangeran, Rangga, tahun 1851, hingga wafat di sana tahun 1962.
Demang, Pasirah, Kapitan Cina, (pangkat militer Sejak peristiwa ini Pemerintah Belanda tidak
titular), dan lain-lain. Selain itu untuk melengkapi percaya dan mengangkat bangsawan /priyayi
alat pemerintahan Belanda di Palembang dan yang ada hubungannya dengan Sultan Palembang
daerah uluan maka tiap-tiap kelompok etnis Darusalam untuk dijadikan pejabat tinggi setingkat
diangkatlah seorang pimpinan untuk mewakili perdana menteri (Rijkbestuurder) bahkan jabatan
golongannya memakai pangkat militer titular. ini dihapuskan hanya ada residen dan bawahannya
Hal ini bertujuan untuk mengukuhkan kekuasaan (Hanafiah, 1998: 91). Sejak tahun 1825, kota
Belanda di Palembang (Panji, 2002: 20). ini berubah menjadi daerah karesidenan yang
Tindakan Belanda yang menunjuk dan dipimpin oleh seorang residen. Keresidenan
mengangkat kemudian memecat para pangeran Palembang dibagi atas beberapa afdeeling kecuali
silih berganti itu menggambarkan betapa sulitnya Ibukota Palembang. Masing-masing afdeeling
Belanda untuk memaksakan kekuasaan di dikepalai oleh seorang asisten residen. Tiap-
Palembang, terutama di daerah uluan. Meskipun tiap afdeeling terdiri dari onder afdeeling yang
pada waktu itu pemerintah kolonial berada di dikepalai oleh seorang kontroler, tiap-tiap onder
Palembang dan menguasai Bangka-Belitung. afdeeling terdapat marga-marga. Setiap marga
Tetapi secara riil daerah uluan yang letaknya dikepalai oleh seorang kepala marga (pasirah).
jauh dari pusat kota. Kekuasaan pemerintah Adapun ibukota Palembang dibagi dua distrik,
kolonial belum atau kurang dirasakan. Bahkan yaitu Distrik Seberang Ilir dan Distrik Seberang
sampai pada pertengahan tahun 1960-an Belanda Ulu, yang dipimpin oleh seorang demang.
masih belum berkuasa sepenuhnya atas daerah Jabatan demang adalah setingkat dengan
pedalaman (Sevenhoven, 1971: 9). Oleh sebab itu bupati di beberapa karesidenan di Pulau Jawa
pada masa transisi P. De Roo De La Faille (1971: yang secara terstruktur tersusun sebagai berikut:
50-53) mengatakan bahwa Pemerintah Kolonial pejabat di bawah gubernur jenderal, gubernur,
Belanda masih membutuhkan bantuan pengaruh residen, asisten residen, kontroler, bupati, dan lain-
dan tenaga dari golongan tertentu. lainnya. Adapun jabatan residen hanya dibantu
Tahun 1838 Belanda mengangkat Pangeran oleh asisten residen, kontroler, demang, asisten
Kramo Jayo Abdul Aziz menjadi Perdana Menteri demang, depati/ ngabehi /pembarap, kepala
(Rijkbestuurder) yang ditempatkan di bawah kampung, kepala dusun/ kerio. Berdasarkan
kekuasaan Residen. Pengangkatan ini dikukuhkan keputusan pemerintah tanggal 13 Juni 1864,
oleh Surat Keputusan Koning Willem tertanggal Karesidenan Palembang dibagi menjadi sembilan
2 Januari 1838 dan diperkuat pula oleh Surat afdeeling, yakni: (1) Afdeeling ibukota Palembang;
Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (2) Afdeeling Tebing Tinggi (terbagi dalam Onder

172
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

Afdeeling: Musi, Ulu, Kikim, Ampat Lawang, dan Johan Hanafiah (1998: 91-95) menyatakan
Rejang dan Lebong); (3) Afdeeling Lematang Ulu setelah tahun 1930, afdeeling di Karesidenan
dan Ilir (terbagi dalam Onder Afdeeling Lematang Palembang dipadatkan menjadi beberapa
Ilir dan Pasemah; (4) Afdeeling Komering afdeeling saja, yakni:
Ulu, Ogan Ulu, dan Enim dan Onder Afdeeling a. Afdeeling Palembang Ilir atau Palembangsche
Mekakau dan Semendo; (5) Afdeeling Rawas; Benedenlanden (di bawah seorang asisten
(6) Afdeeling Musi Ilir; (7) Afdeeling Ogan ilir residen yang berkedudukan di Palembang,
dan Blida; (8) Afdeeling Komering Ilir; dan (9) membawahi beberapa onder afdeeling:
Afdeeling Banyuasin. 1) Palembang di bawah kontroler yang
Pada tahun 1872 Afdeeling di Karesidenan berkedudukan di Palembang terdiri dari
Palembang dipadatkan menjadi enam afdeeling, 43 kampung, Distrik Seberang Ilir terdiri
di mana Palembang tidak berstatus afdeeling dari 29 kampung dan Distrik Seberang
melainkan menjadi Distrik Seberang Ulu dan Ulu terdiri 14 kampung;
Distrik Seberang Ilir. Berdasarkan stbl/stanblaad. 2) Onder Afdeeling Ogan Ilir (di bawah
1906 No. 466 dan 1907 No. 528 Afdeeling di kontroler yang berkedudukan di Tanjung
keresidenan Palembang dipadatkan menjadi empat Raja, terdiri beberapa marga, yaitu
afdeeling saja (Panji, 2002: 19-20). Pembagian Pemulutan, Tanjung Batu, Pegagan Iir
afdeeling dan onder afdeeling di Karesidenan Suku Satu, Lembak, Sakotigo, Alai,
Palembang adalah: Pegagan Ilir Suku Dua, Kertamulia,
a. Daerah ibukota Palembang terbagi dalam Pegagan Ulu (Sirah Pulaukilip),
dua distrik: Distrik Seberang Ulu dan Distrik Gelumbang, Rantai Alai, Parit, Lubuk
Seberang Ilir Keliat, Muara Kuang, Burai, Rambang
b. Afdeeling Palembang Ilir atau Palembangsche Empat Suku, Tambangan, Kelekar, Lubai
Benedenlanden, ibukotanya di Sekayu, Suku Satu, dan Meranjat;
terbagi dalam beberapa onder afdeeling, 3) Onder Afdeeling Komering Ilir (di bawah
yaitu: Onder Afdeeling Musi Ilir (Sekayu), seorang kontroler yang berkedudukan
Onder Afdeeling Banyuasin (Banyuasin, di Kayu Agung, terdiri dari beberapa
Tanah Kubu, dan Talang Betutu), Onder marga, yaitu: Jejawi, Pegagan Ulu
Afdeeling Rawas(Surulangun), dan Onder Suku Satu, Kemen, Danau, Kuro
Afdeeling Ogan Ilir (Tanjung Raja). (Pampangan), Pegagan Ulu Suku Dua,
c. Afdeeling Palembang Ulu atau Pangkalanlampan, Kayu Agung, Tulung
Palembangsche Bovenlanden, ibukotanya Selapan, Teloko, Rambutan, Sirah Pulau
Lahat, terbagi dalam beberapa onder Kadang, Bengkulak, dan Mesuji;
afdeeling, yaitu: Onder Afdeeling Lematang 4) Onder Afdeeling Banyuasin dan
Ulu (Lahat), Onder Afdeeling Lematang Kubustreken (di bawah kontroler
Ilir (Muara Enim), Onder Afdeeling Tanah yang berkedudukan di Talang Betutu),
Pasemah (Pagaralam), Onder Afdeeling terdiri dari beberapa marga, yaitu:
Tebing Tinggi (Tebing Tinggi), Onder Sungairengas, Kumbang, Upang, Sungai
Afdeeling Musi Ulu (Muara Beliti). Aren, Sungsang, Penuguan (Dusun
d. Afdeeling Ogan Ulu dan Komering dengan Berdikari), Muara Telang, Rantau Bayur,
ibukotanya Baturaja, terbagi dalam onder Gasing, Dawas, Tanjung Lago, Supat,
afdeeling, yakni: Onder Afdeeling Komering Talang Telapa, Kubu Lalan, Pangkalan
Ulu (Lubuk Batang), Onder Afdeeling Ogan Balai, Kubu Dayat, Suak Tapeh, Kubu
Ulu (Martapura), Onder Afdeeling Muara Tungkal, Rimbo Asam, Kubu Tungkal
Dua (Muara Dua), dan Onder Afdeeling Ilir, dan Babat;
Komering Ilir (Kayu Agung). 5) Onder Afdeeling Musi Ilir (di bawah

173
Jurnal Kebudayaan, Volume 13, Nomor 2, Desember 2018

kontroler yang berkedudukan di Sekayu, keputusan yang diterbitkan pada tanggal 24 Maret
terdiri dari beberapa marga: Abab, 1983 itu disebutkan bahwa: pertama pembubaran
Lawang Wetan, Penukal, Punjung, sistem marga di Sumatera Selatan; kedua pasirah
Teluk Kijing, Pinggep, Ipil, Sangadesa, (pemimpin marga)) dan semua instrumen marga
Menteri Melayu, Batanghari Leko, dan dipecat dengan hormat; ketiga, dusun, di dalam
Sungai Keruh. sebuah marga, diganti dengan desa sesuai dengan
6) Onder Afdeeling Rawas (di bawah definisi yang ada pada Undang-Undang Nomor 5
seorang kontroler berkedudukan di tahun 1979; keempat, kerio sebagai kepala dusun,
Surulangun terdiri dari beberapa akan menjadi kepala desa yang akan ditunjuk
marga: Hulu Rawas, Sukapindah Hilir, melalui pemilihan kepala desa sesuai UU Nomor
Sukapindah Hulu, Rupit Hilir, Muara 5 tahun 1979. Implikasi undang-undang dan surat
Rupit, Rupit Tengah, Sukapindah keputusan tersebut adalah rusaknya lembaga-
Tengah, dan Rupit Dalam. lembaga tradisional dan adat bahkan sebagai
b. Afdeeling Palembang Ulu atau sistem pemerintahan dihapuskan.
Palembangsche Bovenlanden di bawah Adapun sembilan buah sungai besar yang
seorang asisten residen yang berkedudukan merupakan anak Sungai Musi, yakni: Klingi,
di lahat, membawahi Onder Afdeeling Bliti, Lakitan, Rawa, Rupit, Batang, Leko, Ogan,
Lematang Hulu (di bawah seorang kontroler dan Komering, istilah iliran dan uluan tidak
yang berkedudukan di Lahat. Terdiri dari hanya membedakan kondisi geografis, melainkan
beberapa marga: Tambelang Gedungagung, juga menyangkut beberapa khas lainnya, seperti
Penjalang Suka Empayang Ilir, Puntang tecermin baik sosio-ekonomi, maupun kultur
(Tambelang), Penjalang Suka Pangi), politiknya. Sedangkan nama gelar yang masih
Empat Suku Negeri Agung, Lawang Kulon, melekat pada masyarakat Palembang pada saat ini
Manggul, Penjalang Sukalingsing, Gumay adalah: Raden, Mas Agus (Mgs), Kemas (Kms),
Lembak, Sikap Dalam Sukalingsing, Gumay Kiagus (Kgs), Cili, dan Midi. Sedangkan gelar
Talang Ilir, Penjalang Suka Empayang kebangsawanan untuk perempuan: Raden ayu,
Kikim, dan Tujuh Pucukan Suku Bunga Mas Nyimas, Masayu(Msy), dan Nyayu.
Saling Ulu.
E.2. Saran
E. PENUTUP Berdasarkan deskripsi kajian nama marga
E.1. Kesimpulan dan gelar di Sumatera Selatan, kajian tidak
Marga-marga di Sumatera Selatan merupakan hanya terfokus secara etnolinguistik, namun
satu kesatuan teritorial dan genealogis. Tiga dapat dilanjutkan pada kajian antropolinguistik,
indikator yang mendorong terbentuknya marga, etnografi, stratifikasi sosial, kelas sosial, dan kajian
yakni: (a) penghuni atau warga yang bersangkutan penamaan nama diri atau atroponim masyarakat
sama-sama terikat satu dengan yang lainnya pengguna marga di Sumatera Selatan. Lebih
dengan alasan satu puyang (keturunan); (b) karena lanjut, kajian marga di Sumatera Selatan ini dapat
penggabungan faktor teritorial; dan (c) faktor dilaksanakan dengan telaah interdispliner karena
genealogis. Sehubungan dengan hal tersebut, berhubungan dengan kebiasaan masyarakat
pada masa Orde Baru melalui Undang-Undang pendukung budaya yang melahirkan nilai-nilai
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan historis pada masyarakat Sumatera Selatan di
Desa yang memarginalkan fungsi marga. Hal ini masa lalu hingga saat ini.
bahkan didukung dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor DAFTAR PUSTAKA
142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem
Abdullah, Ma’moen, dkk.1984. Kota Palembang
Marga di Sumatera Selatan. Berdasarkan surat
sebagai Kota Dagang dan Industri. R.Z.

174
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Sistem Sosial Pewarisan Masyarakat Sumatera Selatan

Leirissa, dkk. (Penyunting). Jakarta: Spradley, James P. 1997. (Terjemahan Elizabeth,


Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Misbah Zulfa). Metode tnografi. Yogyakarta:
“Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Tiara Wacana.
Sejarah Nasional Depdikbud.
Syawaludin, Muhammad. 2015. ”Kontribusi
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia: Teori Fungsionalisme Struktural Parsons:
Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta. Pengelolaan Sistem Soial Marga di Sumatera
Selatan”. dalam Jurnal Sosiologi Reflektif,
Darheni, Nani. 2009. “Penyerapan Leksikon
Volume 10, Nomor 1, Oktober 2015.
Asing dalam Bidang Otomotif ke Dalam
Bahasa Indonesia: Tinjauan secara Morfologis Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik
dan Fonologis” Jurnal Sosioteknologi, Edisi Analisis Bahasa. Yogyakarta: Gadjah
17, 2009. Bandung: Balai Bahasa Provinsi University Press.
Jawa Barat.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan:
Duranti, Allesandro. 1997. Linguistic Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R
Anthropology. Cambridge: University of dan D. Bandung: Alfabeta.
Cambridge.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode
Faille, P. De Roo De La. 1971. Dari Zaman Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja
Kesultanan Palembang. Jakarta: Bhratara Rosda Karya.
Hanafiah, Djohan. 1998. Sejarah Perkembangan Van Royen, J.W. 1927. De Palembang Marga
Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat Haar Grond en Waterrechten, Proefschrift.
II Palembang. Palembang: Pemerintah Kota Leiden: G.L Van Den Berg.
Dati II Palembang.
Troike, Muriel Saville. 1986. The Etnography
Hidayah, Zulyani., dan Hari Radiawan. of Communication: An Introduction.
1993. Sistem Pemerintahan Tradisional Southampton: The Camelot Press.
Daerah Sumatera Selatan. Sri Mintosih.
_________. 1990. The Etnography of
(penyempurna). Jakarta: Proyek Penelitian
Communication. Oxford: Basil Blackwell.
dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Whorf, Benjamin Lee. 1956. Language, Thought,
and Reality. Cambridge: Technology Press of
Ismail, M. Arlan. 2004. Marga di Bumi Sriwijaya.
Massachusetts Institute of Technology.
Palembang: Universitas Tridinanti Press.
Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa Ucapan Terima Kasih
Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bapak Johan Hanafiah, Bapak Kemas A.R. Panji,
Jakarta: Raja Grafindo Persada. dan Sri Suriana atas berbagai karya tulis beliau-
beliau yang dijadikan referensi penting dalam
Pemikiran Linguistik Edward Sapir. 2011. http.//
tulisan sederhana ini. Penulis juga mengucapkan
travelogmunsyi.wordpress.com/ 2011/03/15/
terima kasih kepada semua pihak yang tidak
pemikiran-linguistik-Edward-Sapir/.
disebut satu-persatu dalam tulisan sederhana ini.
Diunduh pada tanggal 3 Maret 2012.

175

You might also like