You are on page 1of 11

SENI PRASI DALAM KAJIAN ANTOPOLOGI DAN SOSIOLOGI

I Nyoman Lodra
Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan, FBS, Univrsitas Negeri Surabaya

Abstrak
Pracy Art is a kind of painting using leaf lontar media which is painted with the sharp iron, the former
charcoal mixed with coconut oil slightlyy on its surface. Themes are revealed; Mahabrata, Ramayana, Sotasoma,
Tantri, and other folklore. The existence of the palm leaf is important in the life of the people of Geriya, Talibeng,
Sidemen, Karangasem. Because the art is part of the civilization of Ancient Bali. To understand more deeply about
this art of pracy it is necessary to approach with anthropology and Sociology. Both fields of science are related to human
life in the activity of art. This Study the focuses on the discussion in "literature", collectors, and community observers of
pracy art. The purpose of the research is to know the existence of art pracy in the life of Geriya, Taliban, Karangasem
society. The benefit of research is to know existence of pracy art at Bali ancient, and in global era. The research method
uses qualitative discriminative, ethnographic approach, data retrieval with observation, interview, and documentation.
To solve the problem in the art of pracy use some big theories; ethnographic theory, social exchange, diffusion theory and
other small theories. The Findings show that Pracy Art in the life of Geriya Taliban, Karangasem is as a
representation of beliefs, beliefs and teachings of Hinduism.

Keywords: Pracy Art, antrophology, sociology, Hinduism

PENDAHULUAN diantaranya; perhatian dari lingkungan keluarga


Keyakinan, kepercayaan, adat-istiadat dan istana, banyak pohon lontar (ental), danbahan ini
agama Hindu mendorong tumbuh-kembang termasuk tahan serta awet.Pengkajian seni prasi
kerberagaman budaya masyarakat di Bali. tidak terpisahkan dari konsep penciptaan
Budaya Bali merupakan bentuk refleksi dari menyangkut pencipta, wujud ciptaan, penikmat,
manusia dalam menyikapi hidup dalam bentuk, fungsi, dan makna. Kajian pada seni
lingkungan sekitarnya, terkandung nilai-nilai prasi sama dengan mengungkap kehidupan
spritual, sosial, dan estetik.Diantara keberagaman masyarakat zaman Bali Kuno.
budaya dimaksudkan termasuk kesenian yang
Menjadi perhatian dan fokus
memakai media daun lontar lazim disebut seni prasi.
permasalahan dalam penelitian adalah;
Karya seni rupa dua demensi ini menggambarkan
bagaimana konsep penciptaan seni prasi, dan
tema-tema pewayangan, tantri, dan ceritra rakyat
bagaimana eksistensi seni prasi di masyarakat
lainnya digambar di atas daun lontar.Daun lontar
Geriya, Karangasem Bali. Untuk mengkaji dan
yang telah diproses digambar dengan alat
“pengerupak” menyisakan bekas-bekas goresan yang pengungkapan kembali persoalan tersebut
kemudian digosok dengan arang kemiri. Oleh digunakan beberapa pendekatan diantaranya;
Agestia dikutif Suardana (2001) karya seni daun ilmu ntropologi dan Sosiologi.Kajian
lontar ini sudah ada pada akhir abad ke-15 dan antropologi dengan teori etnografi dapat
pertama kali berkembang di Geriya, Talibeng, mengungkap lebih dalam kehidupan masyarakat,
Sidemen, Karangasem, Bali. Banyak faktor seperti bagaimana mereka berintraksi,
pendukungberkembangnya kesenian ini bekerjasama dalam kehidupan sehari-
hari.Etnografi akan mampu melakukan pemilihan Kepala Daerah, pemilihan Perbekel
pemetaan melalui kajian seni prasi diketahui maupun pemilihan Kelian Banjar Dinas
bagaimana kehidupan masyarakat di Geriya,Desa masyarakat datang berduyun-duyun menuju
Talibeng, Karangasemdi zaman Bali Kuno. tempat dilakukan pemilihan.Masyarakat lebih
Menurut Symon dan Cassell, etnografi akar dari mengedepankan pemerintahan desa untuk
ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan mendapatkan pelayanan dalam kependudukan,
penelitian untuk memahami cara orang-orang pembangunan, keamanan seperti desa-desa lain
berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena pada umumnya di Bali, disamping ketaatannya
teramati kehidupan sehari-hari (1998). pada pemerintahan adat yang berdasarkan pada
Sedangkan sosiologi dapat mengungkap awig.
keterlibatan masyarakat lebih spesifik dan
peranan mempengaruhi aktifitas seni prasi. b. Agama dan Kepercayaan
Begitu juga Max Weber, sosiologi merupakan Penduduk desa Talibeng sebagian besar
ilmu yang berupaya memahami tindakan- kaum Brahmana, dan sebagai pemeluk Agama
tindakan sosial dengan mempertimbangkan dan Hindu yang telah diwarisi oleh nenek
beroriantas pada perilaku orang lain. August moyangnya. Secara habitus mereka melanjutkan
Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang termasuk seni prasi yang dianggap mereka
masyarakat, yaitu struktur dan proses-proses sebagai bagian dari pengajaran Agama Hindu.
sosial. Maka antropologi dan sosiologi relevan Dalam pengajaran agama dilingkungan
digunakan mengkaji guna mengungkap ide, masyarakat mengunakan seni prasi, hal ini
gagasan, konsep hidup sebagai pencipta, sebagai bukti kesenian ini juga sebagai prasasati
pengamat, dan pengguna seni prasi yang membuktikan masyarakat Desa Talibeng
masyarakatGeriya, Desa Talibeng Karangasem, sejak lama telah menganut agama dan
mulai zaman Bali Kuno sampai sekarang. kepercayaan agama Hindu.
Secara struktur masyarakat Geriya, Dari sejumlah literatur yang saya baca,
Talibeng sistim pemerintahan berjalan dengan seni prasi diperkirakan mencapai puncaknya
baik seiring dengan pemerintahan adat setempat pada zaman pemerintahan Dalem
seperti tercermin dalam lembaga Waturenggong di Gelgel, Klungkung. Zaman itu
kemasyarakatan, agama dan kepercayaan. merupakan zaman keemasan Bali di mana saat
itu diciptakan berbagai jenis kesenian yang
a. Sistim Kemasyarakatan bermutu tinggi, termasuk seni prasi itu.Secara
Sistim kemasyarakatan Desa Talibeng pasti, prasi adalah tulisan dan gambar yang
dalam kegiatan mereka dengan bergotong- menjorok ke dalam permukaan daun lontar
royong, dan menjunjung tinggi konsep toleransi. (mirip dengan pola gambar hasil proses etching,
Seperti halnya dalam kegiatan pemilihan Umum, etsa). Karena berbentuk luka – gores, tulisan dan
gambar menjadi aman, awet, dan tak bisa PEMBAHASAN
diganti. Mengganti tulisan atau gambar berarti A. Konsep Penciptaan Seni Prasi
merusak permukaan lontar. Sebagai dokumen, Kosmologi Hindu terkait dengan filsafat
naskah di atas permukaan lontar aman dari Hindu dikenal dengan “makrokosmos”atau alam
upaya pengubahan. Segala perubahan, kecuali semestabeserta isinya.Dalam kitab “Reg weda”
penambahan goresan tertentu yang “sejalan” tertulis kosmologi Hindu, alam semesta
dengan tulisan dan gambar yang asli, bisa dilihat dibangun dari 5 (lima) kekuatan, dan masing-
secara kasat mata. Tema-tema ceritera masing memiliki arti pada kehidupan seperti
diilustrasikan pada lembaran daun lontar, sebagai tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas),
sebuah teks. Isi teks itu menurut Geertz api (plasma), dan langit (ether). Disamping itu
ditasirkan (interpretif) konteksnya dengan juga dikenal alam “mikrokosmos” terbentuk dari
kehidupan sosio-kultural masyarakat Bali. 5 (lima) unsur yang ada pada tubuh manusia,
Menarik untuk dikaji Desa Talibeng sama dengan unsur alam semesta, menyebabkan
termasuk desa yang masih tergolong tradisional, manusia bisa hidup yaitu darah, tulang, paru,
yang tidak terlepas dari pengaruh pariwisata dan ginjal, dan jantung. Dalam ajaran agam Hindu 5
budaya luar. Industri pariwisata Bali pada (lima) unsur menyebabkan manusia hidup
akhirnya juga mereduksi seni prasi menjadi tersebut disebut adalah “Pancamahabhuta”.
benda berharga seperti layaknya jenis benda seni Unsur-unsur tersebut bersifatkekal, halus, dan
lainnya dijual kepada pecinta seni yang tidak dapat dipisahkan kemudian berwujud
berkunjung ke Desa Talibeng, bahkan ada “Purusa” (kejiwaan) dan “Prakerti’ (material)
beberapa yang diekspor ke luar negeri.Tidak bisa sebagai landasan alam semesta
terhindarkan Desa Talibeng melakukan (https://www.google.co.id/webhp?).
tradisionalisasi menyesuaikan dengan Kedua alam yang disebutkan dalam
“permintaan pasar” dengan tujuan untuk filsafatkosmologi Hindutersebut munculkan
mendapat keuntungan secara finansial dari seni berbagai gejala-gejala sebagai pengetahuan yang
prasi. Terkait dengan hal itu dan seirama dengan digunakan manusia untuk mengkaji kehidupan
perkembangan zaman, Desa Talibeng lalu ditata, manusia. Manusia membutuhkan sandang,
dikembangkan dengan dikomfratik sehingga pangan, dan papan, mereka berusaha mengolah
semakin menarik untuk dikunjungi penikmat alam makrokosmos, seperti halnya bercocok
seni prasi. Fenomena peradaban Bali Kuno dan tanam dengan menanam tanaman kemudian
perkembangannya di Desa Talibeng, Sidemen, menhasilkan bahan-bahan makanan,pakaian, dan
Karangasem menarik untuk melakukan perumahan. Pada tingkat pengolahan alam
pendalaman dengan penelitian berjudul: “Seni tersebut mereka menciptakan alat untuk
Prasi dalam Kajian Antropologi dan Sosiologi”. melenkapi mereka bekerja dan menghasilkan apa
yang menjadi kebutuhan.
Penciptaan seni prasi dengan konsep
alam semesta dilandasai wujud “Purusa”
(kejiwaan) dan “Prakerti’ (material) yang
menceritakan tentang hidup dan
kehidupanmelalui tema-tema pewayangan, tantri,
dan figur lainnya. Pengetahuan kosmologi
Hindu dikenal masa peradaban manusia ditandai
dengan adanya benda-benda pemujaan bersifat
simbolis. Benda-benda pemujaan dimaksudkan
sebagai tanda penghormatan, minta
perlindungan pada kekuatan penguni alam
semesta. Kegiatan ritual tersebut menjadikan Gambar 1.
konsep-konsep penciptaan seni prasi. Hal Sumber (N. Lodra, 2013)
tersebut dapat diketahui melalui pendekatan
antropologi dan sosiologi seperti telah diuraikan
di atas. Dalam struktur komposisi tampak pada
penggambaran seni prasi ada 3 (tiga) pembagian
yakni; alam dewa, alam manusia, dan alam
butakala. Begitu juga dalam kosmologi Hindu, 3
(tiga)alam tersebut pada bagian atas disebut
“shuah loka” tempatnya para dewa-dewi, pada
bagian tengah disebut “bhuwah loka”, tempat
aktivitas manusia dan tumbuh budaya profan.
Pada bagian paling bawah dari alam semesta ini
disebut “bhur loka” ditempati “butkala”
kegiatan dalam bentuk “pecaruan”
Gambar 2.
(https://www.google.co.id/webhp).
Sumber (N. Lodra, 2013)
Konsep penciptaan seni prasi dengan
landasan “kosmologi Hindu” seperti tampak
B. Pembuatan Seni Prasi
pada gambar di bawah ini
Seni Prasitermasuk kelompok seni
menggambar “komik” memakai media daun
lontar dan “pengrupak” untuk alat menggores.
Proses dan teknik pembuatan seni tersebut
cukup unik alat-alat yang digunakan sangat
sederhana namun dapat menghasilkan gambar-
gambar yang begitu ornamentik, rumit, dan
detail. Seperti halnya pada tema Mahabrata, Hasil wawancara denganIde Bagus Jelantik
Sotasoma Penanggalan (wuku) dan ditulis teks Purwe (65 th) salah seorang penggiat seni prasi,
aksara Bali dibuat dengan menggunakan alat cara pembuatan lontar yang akan digambar
pengutik “pengerupak” sejenis pisau kecil yang sebagai berikut:
khusus dibuat dari besi baja. Hasil toresan
tersebutdgosok dengan arang buah kemiri a. Daun rontal dipotong sesuai bentuk,
(mangsi) dan dicampur dengan sedikit minyak kemudian direbus selama kurang lebih 2-5jam.
kelapa.. b. Agar lontar bisa awet, tidak dimakan rayap,
Untuk pembuatan seni prasi diperlukan pada saat perebusan diisi pengewet
tangan – tangan terampil yang mampu tradisional yang terbuat dari akar pohon
mewujudkan gagasan atau ide ke dalam bentuk kelapa, garam, dan sindrong.
seni prasi. Penentuan bentuk seni prasi, c. Kemudian dijemur hingga kering, setelah
pengumpulan bahan, dan tenaga pekerja kering, daun lontar di press, diwarnai dengan
merupakan langkah-langkah persiapan dalam cat semprot, didiamkan selama 3 hari, lalu
pembuatan seni prasi. Konsep pembuatan seni dibuat lubang di pinggir kanan, kiri, dan
prasi dengan beberapa pendekatan sehingga tengah, dengan alat pelubangnya dan
tercipta karya khas, unik, dan estetik.Konsep kemudian siap digambar.
dimaksudkan ide, gagasan, dan langkah yang
melingkupi tahapanpelaksanaan mulai dari Lebih lanjut dijelaskan oleh Ide Bagus
tahapan eksplorasi, tahap perancangan, dan Jelantik Purwe (tanggal 17 Nopember
tahap perwujudan. 2013)proses pembuatan seni prasi sebagai
berikut.
1) Tahap Eksplorasi; ada aktivitas penjelajahan
diri dari pengalaman dan penjelajahan diluar a). Daun lontar yang sudah siap digambar atau
diri tentang ajaran agama, etika, dan lainnya, diseket dengan cara menoreh menggunakan
mendorong munculkan ide, gagasan. pengutik “pengerupak”
2) Tahap Perancangan; aktivitas untuk b). Penggambaran selesai yang menyisakan hasil
memvisualkan kajian, analisis data toresan dilanjutkan dengan gosokan arang
pengalaman dalam bentuk seket kemudian (mangsi) buah kemiri secara merata ditambah
menjadi acuan perwujudan gambar seni prasi. sedikit minyak kelapa.
3) Tahap Perwujudan; seket, difinalkan dengan c). Tampak semua permukaan daun lontar
cara menores dengan besi tajam ditutupi “mangsi” hitam kemudian
“pengerupak” dipoles arang dan minyak dibersihkan kembali dengan memakai kain
kemiri. dan tampaklah gambar yang tajam.
d). Bidang-bidang daun lontar yang telah selesai lainnya. Bentuk seni prasi merupakan kolaborasi
digambar digabungkan sesuai dengan alur seni gambar dengan seni aksara terkait ajaran
cerita dengan menggunakan benang kasur. agama, tentang pemerintahan, sangsi pengadilan,
ilmu pertanian sampai pada ilmu kedigjayaan
C. Kajian Seni Prasi dan pengobatan. Pada zaman Bali Kuno
Daun lontar kering ditores dengan kesenian ini pembuatannya terbatas dikalangan
“pengerupak” atau besi tajam dengan tema-tema keluarga bangsawan, dan kaum Bramana.
pewayangan, tantri, ceritera rakyat lainnya, dan Prasi pada awalnya merupakan suatu
disisipi cuplikan sinopsis bertuliskan aksara Bali. media yang disucikan, berkembang memenuhi
Antara gambar dan aksara sangat komposisi, kebutuhan estetis dan ekonomis bahkan lebih
proporsi, dengan warna naural menampakan lanjut kegiatannya berkembang menjadi usaha
wujud estetis. Kesenian daun lontar ini industri seni. Prasi, secara fisik, terdiri atas
berkembang secara eksklusif di kalangan bagian tulisan (naskah cerita) dan gambar
keluarga “Brahmana” di Desa Griya, (gambar ilustrasi). Tulisan yang digunakan dalam
Karangasem, Bali. Para antropologi, sosiologi prasi adalah huruf Bali. Gambar yang
keseniantersebut populer dengan sebutan Seni melengkapi tulisan dibuat dengan gaya wayang.
Prasi.Kesenian ini memiliki nilai sejarah cukup Kedua bagian prasi ini dibuat dengan cara
tua kemunculannya diperkirakan mulai khusus, menggunakan alat tulis/gambar khusus,
dikenalpada abad ke 14 di keluarga raja dan yaitu sejenis pisau.
kaum bangsawan pada zaman Bali Kuno. Pada Dalam catatan Lodra (2011), dan
waktu itu juga berkembang seni lukis di Suardana (2011) seni prasi erat kaitan dengan
Kamasan Kelungkung. Tampak dalam wujud keberadaan seorang empu, akhli dalam penulisan
visual kedua kesenian tersebut ada kesamaan, Seni Prasi (manuskrip lontar) yang bernama
dilihat dari tema, kontur penggambaran yang Dangyang Nirata. Beliau berasal dari tanah Jawa
tegas, dan zamannya. Masyarakat Bali hijrah ke Bali, menetap, menjadi penasehat
mempersepsikan seni prasi seperti halnya bidang kerohanian di kerajaan Gegel,
prasasti yang menyimpankonsep, ide, gagasan Semarepura (Kelungkung).Selain dikenal sebagai
dan ideologi. Kesenian tersebut pada zaman Bali penasehat kerajaan, juga sebagai “penyastre”
Kuno diperlakukan sangat istimewa dan yang membuat karya-karya sastra seperti,
disakralkan. Seni prasi secara khusus Kekawin Sotasoma, Mahabhrata, Ramayana, dan
diperuntukan untuk mencatat hal-hal yang Bomantaka.Karya-karya sastra yang “adiluhung”
terkait dengan ajaran agama Hindu, sisilah raja, sampai pada era-global masih lestari oleh para
dan pengetahuan lainnya. Kesakralan kesenian “penyastre” tetap dibaca saat upacara “odalan”
daun lontar tersebut juga terkait prosesi ritual di pura. Seni prasi yang dibuat oleh Empu dari
dan tema dewa-dewi, binatang, dan mahluk tanah Jawa berisikan sebuah catatan untuk
pengajaran tentang tattwa, tata kepemerintahan, dengan pikiran manusia yang terepresentasi
pengobatan, sampai sistem pengairan. Para sebuah gejala-gejala sosial dalam wujud simbol
“pandita”, “empu” kesenian tersebut juga yang merefleksikan makna tertentu (Geertz:
dipakai panduan pengajaran pada para santri 1973). Sebagaiman tersiratkan gejala-gejala sosial
yang ada dilingkungan kerajaan. masyarakat di Desa Geriya Karangasem pada
zaman Bali Kuno dalam seni prasi. Kondisi
Konsep penciptaan kesenian tersebut masyarakat sosial secara kontiyu, tekun, dalam
menggambarkan kondisi sosial, budaya, religius, kegiatan-kegiatan ritual, selain mereka menafkahi
dan politik masyarakatnya. Oleh Lyotard dan hidup dari berkebun, bertani, pedagang, pegawai
Rorty (dalam Chris Barker, 2008: 27) skema negeri, dan buruh bangunan. Di sela-sela waktu
kreasi kreatif tersebut sebagai etnisitas dengan luang beberapa anggota masyarakat “penyastra”
konsep kultural yang berpusat pada norma, nilai, mengambil kegiatan mmembuat “prasi” atau
simbolis dan kepercayaan. Perkembangan seni prasi. Awalnya “penyastra” sebagai
industri global, mengalami komodifikasi, tidak pekerjaan sambilan, kemudian sejalan dengan
hanya sebagai media pengajaran pada zaman Bali perkembangan industri pariwisata beberapa
Kuno, namun juga menjadi benda cinderamata. orang menekuni sebagai pekerjaan pokok.
Secara kuantitas dan kualitas kesenian ini terus Perkembangan industri pariwisata tumbuh
mengalami perkembangan bahkan sudah generasi “penyastre”-“penyastre di Desa Geriya
menjadi matapencaharian hidup sehari-hari. menekuni seni prasi. Perkembangan penyebaran
Manuskrip lontar yang merupakan salah satu ketetangga desa yakni di Desa Tenganan
bentuk warisan budaya memiliki arti penting Pegringsingan. Dalam perkembangan seni prasi
sebagai salah satu warisan dunia (world hertage) tidak murni lagi diperuntukan untuk kegiatan
(lodra: 2012).Kesenian gambar dan aksara Bali ritual, tetapi sudah mulai ada difusi budaya luar
dengan teknik gambar tores drawing dipoles yang bersifat materiil.
arang “langes” dioles dengan minyak buah
kemiri menyiratkan pesan dan makna dari Desa Geriya, Karangasem sebagai tempat
peradaban masyarakat. Untuk mengetahui lebih cikal-bakal tumbuhnya seni prasi, teknis
mendalam ide, gagasan, konsep “manuskrip” di pengerjaan tidak banyak berubah, yang terjadi
butuhkan pendekatan dengan teori-teori pada saat ini ada penggeseran nilai dan
Antropologi dan Sosiologi sehingga mampu pemaknaan. Seni prasi merupakan “manuskrip”
mengurai kondisi masyarakatzaman Bali Kuno. funsinya untuk mencatan ajaran agama, etika,
susila, ketata negaraan, dan panduan pengajaran
1) Teori Antropologi ”santri” bergeser fungsi serta makna sebagai
Antropologi berfokus pada studi mengurai benda cendramata. Seni prasi di Desa Geriya
tentang hubungan anatara budaya manusia dan di Desa Tenganan Pegringsingan tidak lagi
hanya dihargai sebagai benda-benda sakaral adalah ilmu yang berhubungan dengan
tetapi sudah bernilai sekuler yang diperjual- pemahaman interpretative mengenai tindakan
belikan. Secara etnografi,perkembangan tersebut sosial agar dengan demikian bisa dipeoleh
tidak terlepas dari masuknya industri pariwisata penjelasan kausal mengenai arah dan
ke dua desa tersebut sehingga tidak terelakan konsekuensi dari tindakan itu.Etnografi,
terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan budaya enkulturasi, difusi adalah perangkat teori-teori
masyarakat setempat. antropologi dan sosiologi berfungsi mengkaji,
mengurai, menelaah konsep, ide, gagasan seni
2) Teori Sosiologi prasi. Landasan dasar pada keyakinan, agama,
Dalam seni prasi menyiratkan ide, gagasan, dan industri pariwisata. Penciptaan gambar-
konsep individu, dan perubahan yang bersifat gambar dan teks-teks mengacu pada kebutuhan
komplek dari masyarakatDesa Geriya konsumen. Konsumen menuliskan sisilah
Karangasem. Hal yang sama objek kajian keluarga dengan teks latin agar mudah dipahami
sosiologi mencakup masyarakat dalam dan digambarkan dengan figr-figur manusia.
hubungannya dengan perkembangan, Begitu juga dalam pesebaran seni prasi kedaerah
perubahan, perbandingan, sistem atau organisasi. lain tidak terlepas dari pertukaran budaya, baik
Dalam kajian sosiologi menjelaskan perubahan melalui konsumen atau inisiatif pengerajin
sosial, fungsi-fungsi sosial, atau pola hubungan sendiri. Dengan demikian seni prasi pada saat ini
individu dengan kelompok/masyarakat. telah banyak mengalami perubahan yakni pada
Perkembangan sebagai bentuk perubahan makna, dari ritual- ke cendramata, dan sifat dari
setelah masuknya industri pariwisata sehingga sakral ke sekuler.
terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat.Sebagaiman dikatakan Emile Penaksiran karya seni prasi sebagai sebuah
Durkheim, sosiologi adalah ilmu yang teks, dapat dilakukan berlapis – lapis, untuk
mempelajari fakta sosial yang berada di luar mencegah penaksiran yang subjektivitas,
individu. Hal tersebut sejalan dengan Peter sehingga dapat menghasilkan penaksiran
L.berger, adanya hubungan antara individu dan objektif. Pada seni prasi yang diilustrasikan itu
masyarakat (George Ritzer dan Douglas tentang wayang, karena wayang mengandung
Goodman, 2009). nilai filosofis yang amat dalam mengenai ajaran
agama Hindu. Ajaran agama Hindu dengan
Menurut Max Weber, sosiologi adalah ketiga kerangka dasarnya, yaitu (1) tattwa (fisafat
ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami keagamaan); (2) susila (moral keagamaan) dan
tindakan sosial secara interpretatif agar diperoleh (3) ritual (upacara keagamaan). Ketiga kerangka
kejelasan mengenai sebab-sebab, proses dan ini melandasi keseluruhan aspek kehidupan
konsekuensinya. Dengan kata lain, sosiologi masyarakat, khususnya umat Hindu di Bali.
Selanjutnya ilustrasi wayang yang digarap para bahasa gambar, dengan demikian masyarakat
seniman pemrasi pada daun lontar itu, sebagai menjadi lebih mudah memahami intisari dari
suatu bayangan tentang alam dewa atau Tuhan yang berisikan tuntunan hidup.
(Swah), alam jagat raya atau makrokosmos Pada era-global kesenian daun lontar
(Bhuah) dan alam manusia atau mikrokosmos menjadi perhatian para koleksi seni menjadikan
(Bhur). barang koleksi berharga, bernilai tinggi. Seni
prasi berkembang daerah-daerah pariwisata,
KESIMPULAN seperti halnya di desa Pengeringsingan
Kesenian daun lontar atau lazim disebut Karangasem.Menurut pengakuan beberapa
seni prasi sudah ada dan berkembang sejak “penyastra” atau pembuat seni prasi seperti
masuknya Agama Hindu. Para penekun dari pengakuan Ide Bagus Jelantik Purwe (60 th)
kesenian ini lebih dikenal dengan sebutan salah seorang penggiat seni prasi, hal tersebut
“penyastre” bukan seniman. Mereka tidak saja dikarenakan, hasil karya seni prasi ini banyak
ahli, terampil dalam menggambar, tetapi mereka dikenal oleh orang asing, bahkan ada pelanggan
sangat menguasai ilmu sastra mulai dari menulis yang sering “mengorder” dari Prancis dan
aksara Bali, mengucapkan (“mekekawin”)dan Belanda, selain itu juga dampak dari
mengajarkan pada orang lain.Seorang penekun berkembangnya objek pariwisata di Geria
seni prasi sudah dipastikan mereka bisa Wanasari, Kecamatan Sidemen, Karangasem.
membaca, menulis, menggambar, dan Kegiatan proses pembuatan seni prasi yang
mengajarkan isinya pada masyarakat. Masyarakat diarahkan oleh Ida Bagus Purwa kepada cucu
Taliban menganggap orang yang ahli dalam seni dan menantunya.dipesan dari luar negeri. Dalam
prasi adalah seorang Brahmana yang sudah kondisi seni prasi seperti sekarang ini masyarakat
melakoni “kepanditaan” atau sulinggih (pandite). lingkungan Geria Wanasari, Desa Talibeng,
Brahmana yang telah melakukan prosesi Kecamatan Sidemen secara langsung merasakan
“kepanditaan” tidak lagi diragukan kemampuan kehadiran industri pariwisata, kolektor,
dalam pembuatan seni prasi, bahkan mereka pemerhati seni ikut mengambil bagian untuk
mendalami isinya yang menyangkut ajaran agama melestarikan warisan budaya nenek moyang
Hindu, ilmu kerohanian, pengobatan, dan mereka.
sejenisnya. Para “penyastre” mendalami seni Esistensi dari seni prasi merupakan ruang
gambar dan sekaligus mendalami seni sastra tranformasi budaya masa Bali Kuno, melalui
yang telah banyak mentransformasikan naskah- penulisan teks kakawin kakawin Ramayana,
naskah penting seperti epos Ramayana, Sotasoma, Tantri, dan yang lain disertakan
Mahabharata, Sutasoma dan Tantri serta dengan gambar-gambar. Sejak kedatangan
sejumlah cerita rakyat ke dalam bentuk gambar. penikmat seni prasi, Desa Talibeng, Geria
Dengan cara "menerjemahkan" naskah lewat Wanasari, Kecamatan Sidemen, Kabupaten
Karangasem ini menjadi kajian yang tiada Bocock, Robert, t.t.,.
habisnya. Demikian juga ketika Desa Talibeng ___, Pengantar Komprehensif Untuk
Memahami Hegemoni. Yogyakarta:
dijadikan obyek kebutuhan akan seni prasi, Desa
Jalasutra
Talibeng lebih dikenal sebagai tempat
pembuatan seni prasi, yang juga perpaduan
Darsana, Putu I Gusti.
antara obyek wisata Sidemen yang layak untuk
1989. Dinamika Kebudayaan Bali, Upada
dikunjungi. Sastra, Denpasar Bali.
Darwanto. Televisi sebagai Media Pendidikan.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2005.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Takwin.
Geriya, I W.
2003. Akar-akar Ideologi: Pengantar Kajian
1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan
Kosep Ideologi dari Plato Hingga
Lokal, Nasional, Global. Denpasar :PT
Bourdieu. Yokyakarta: Jala Sutra.
Upada Sastra.
Halaman 163-175

Geriya, I W.
Bagus, I Gst Ngr.
1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan
1977. Masalah Budaya dan Pariwisata dalam
Lokal, Nasional, Global. Denpasar :PT
Pembangunan. Program Studi Magister
Upada Sastra.
(S2) Kajian Budaya Universitas Udayana.
Denpasar.
Ketut Darmana.
___, Tesis “Kajian Tentang Bentuk dan
Bagus, I Ngurah.
Makna Simbolik Seni Prasi dalam
2002. Masalah Budaya dan Pariwisata dalam
Kehidupan Sosio-Kultural Masyarakat
Pembangunan. Suntingan. Cetakan 1.
Bali”. Program Pascasarjana Universitas
Denpasar.
Gadjah Mada
Bagus, I Ngurah.
Piliang. 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural
1980. ”Kebudayaan Bali” dalam Manusia dan
Studies atas Matinya Batas-batas
Kebudayaan di Indonesia, 286-305.
Kebudayaan. Yokyakata & Bandung:
Koentjaraningrat (ed.). Cetakan V.
Jalsutra.
Jakarta.

Pitana I Gede.
Barrker, Chris.
1994. Dinamika Masyarakat dan kebudayaan
2008. Cultural Studies, Kreasi Wacana
Bali, BP Denpasar
Yogyakarta.

Profil Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen,


Biro Humas dan Protokol Setwilda Tk. I Bali.
Kabupaten Karangasem. 2012.
1998. Pariwisata untuk Bali, Konsep dan
Implementasi Pariwisata Berwawasan
Triguna Yudha.IBG.
Budaya. Denpasar.
2008. Kebudayaan Dan Modal Budaya Bali
Dalam Teropong Lokal, Nasional,
Global, Mabhakti, Denpasar.
W. Suardana.
2010. Tesis “Pengaruh Seni Lukis Bali Modern
Terhadap Perkembangan Seni Prasi di
Bali”.

Wiwana Nyoman.
2010. Tesis “Bentuk Seni Lukis Prasi II”.
Denpasar.

You might also like