You are on page 1of 15

Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

PENAMAAN MARGA DAN GELAR ADAT ETNIK MINANGKABAU


DI PROVINSI SUMATERA BARAT: KAJIAN ETNOLINGUISTIK

NAMELY CLAN AND CUSTOMARY TITLE OF MINANGKABAU


ETHNIC IN WEST SUMATERA PROVINCE:
STUDY OF ETHNOLINGUISTICS PERCEPTION

Rahmat Muhidin
Kantor Bahasa Kepulauan Bangka Belitung
Jalan Letkol. Saleh Ode No. 412, Bukit Merapin, Pangkalpinang,
Bangka Belitung, Indonesia
Email: rahmatmuhi@yahoo.co.id

Naskah diterima: 10 Juli 2017; direvisi: 21 Agustus 2017; disetujui: 14 September 2017

Abstract
This study aims to describe namely clan and customary title of Minangkabau ethnic in West Sumatera
Province relates to the study of ethnolinguistics. Object of this study are namely clan and customary
title of Minangkabau ethnic based on character and usage in this society. The issues that are raised
in this paper, i.e.: (1) What are the names of clans and titles in the Minangkabau ethnic group in
West Sumatra Province? (2) What are the functions and meanings of names of clans and titles? The
data source in this sudy is library study and oral data from from native speaker of Minangkabau
Language. This study use descriptive qualitative method. Based on analysis can be describe: (1)
namely clan of Minangkabau ethnic refer to Tambo that is Datuak Ketumanggungan and Datuak
Perpatih Nan Sabatang. Using clan name is taken from place and tribe of Minangkabau ethnic;
(2) namely of customary title in Minangkabau ethnic based on character and the usage Gala Mudo
(Gelar Muda), Gala Sako (Gelar Pusaka Kaum), and Gala Sangsako (Gelar Kehormatan).
Keyword: clan, title, datuk, Minangkabau

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penamaan nama marga dan nama gelar adat etnik
Minangkabau di Sumatera Barat yang berhubungan dengan kajian etnolinguistik. Objek penelitian
ini adalah penamaan nama marga dan nama gelar adat pada etnik Minangkabau berdasarkan
pada penggunaannya. Adapun permasalah yang diangkat adalah: (1) Apa sajakah nama marga
dan nama gelar dalam etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat? ; (2) Apa sajakah fungsi
dan makna pemberian nama marga dan nama gelar tersebut? Data penelitian ini bersumber pada
data kepustakaan dan data lisan dari penutur bahasa Minangkabau. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Pertama, penamaan nama marga dalam etnis Minangkabau merujuk pada tambo, yakni Datuk
Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Penggunaan nama marga diambil dari nama
tempat dan suku. Kedua, penamaan nama gelar adat dalam etnik Minangkabau berdasarkan pada
sifat dan penggunaannya, yakni gala mudo (gelar muda), gala sako (gelar pusaka kaum), dan gala
sangsako (gelar kehormatan).
Kata Kunci: marga, gelar, datuk, Minangkabau

A. PENDAHULUAN ragam. Keanekaragaman tersebut disebabkan


Nama marga dan nama gelar adat di oleh perbedaan ras asal, perbedaan lingkungan
Indonesia merupakan kekayaan yang tidak geografis, perbedaan latar belakang sejarah,
ternilai harganya karena merupakan wujud perkembangan daerah, perbedaan agama dan
kearifan lokal masyarakat pendukungnya dalam kepercayaan, dan kemampuan adaptasi dan
menjaga ciri khas sukubangsa yang beraneka menyesuaikan diri. Beberapa suku tertentu

120
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

memiliki nama marga yang diturunkan dari orang merupakan produk budaya kolektif dalam sistem
tua kepada anaknya, beberapa suku lain tidak kekerabatan masyarakat. Pada etnis tertentu di
mengenal nama keluarga, misalnya budaya Jawa Indonesia, misalnya orang Jawa dan Sunda tidak
yang umumnya hanya memiliki satu nama, yaitu lazim menggunakan nama marga. Tetapi pada
nama pemberian atau nama diri. golongan tertentu menggunakan gelar adat atau
Nama marga dan nama gelar adat pada etnik gelar kebangsawanan.
tidak terlepas dari asal-usul dan tempat asal serta Marga sering juga dihubungkan dengan
kebudayaannya. Kelompok etnik merupakan klan. Klan sering juga disebut kerabat luas
suatu populasi yang memiliki identitas kelompok atau keluarga besar. Klan merupakan kesatuan
berdasarkan kebudayaan ter­ tentu dan biasanya keturunan (genealogis). Kesatuan kepercayaan
memiliki leluhur yang sama. Kelompok etnis (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klan
dibedakan oleh karak­teristik budaya yang dimiliki adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah
oleh para anggotanya, meliputi agama, bahasa, atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada
dan wilayah. masyarakat unilateral, baik melalui garis ayah
Nama orang Indonesia memiliki karakteristik (patrilineal) maupun ibu (matrilineal). Klan atas
yang bervariasi selaras dengan bervariasi sejarah dasar garis keturunan ayah (patrilineal) antara lain
dan budaya sukubangsa di Indonesia. Variasi nama adalah etnik Batak. Contohnya: Siregar, Ginting,
Indonesia mencakup sejumlah aspek termasuk Batubara, Anakampun, Damanik, Nababan, dan
dalam sifat, jenis, jumlah kata, atau jumlah unsur/ sebagainya, Etnik Minahasa menyebutnya dengan
bagian yang digunakan serta cara penulisannya. sebutan nama marga atau fam. Contohnya: Lasut,
Contoh variasi tersebut adalah adanya sebagian Pangerego, Supit, Waworuntu, dan lain-lain.
pengarang Indonesia yang secara tradisional Masyarakat Ambon menyebutnya fam, contohnya:
memiliki dan menggunakan nama marga. Pattinasarani, Latuconsina, dan sebagainya.
Sedangkan sebagian lain ada yang memiliki atau Etnik Flores menyebut marga dengan nama
menggunakan gelar adat/ kebangsawanan. fam, contohnya: Da Costa, Leimena, Kleden, De
Nama marga atau nama keluarga adalah Rosari, Parreira, dan lain-lain. Klan berdasarkan
nama yang menunjukkan ciri sebagai pengenal patrilineal tidak akan dibahas lebih lanjut dalam
seseorang yang menunjukkan asal-usul keluarga kajian ini.
dan biasanya diletakkan di belakang nama Klan atas dasar garis keturunan ibu
diri, misalnya: Anwar Nasution dan Riris K. (matrilineal) antara lain terdapat pada masyarakat
Sarumpaet. Marga ini menjadi identitas dalam Minangkabau dan Flores. Pada masyarakat
masyarakat dan adat. Marga diturunkan dari ayah Minangkabau (klannya disebut suku) merupakan
kepada anak-anaknya (patriarkat), yang merujuk gabungan dari kampuang-kampuang. Nama-
kepada nama keluarga dan umumnya marga nama klan di Minangkabau, antara lain:
dicantumkan pada bagian belakang nama setelah Chaniago, Dalimo, Kampai, Koto, Melayu,
nama diri. Nama marga lazimnya digunakan Piliang, Sikumbang, Solok, dan sebagainya.1
secara kolektif oleh suatu kelompok masyarakat Pada masyarakat di Flores, yaitu suku Ngada juga
yang terikat dalam suatu sistem kekerabatan menggunakan sistem Matrilineal. Pembahasan
dan atau kekeluargaan secara turun-temurun dan nama marga dan nama gelar hanya difokuskan
merupakan ciri pengenal garis keturunan umum pada etnik Minangkabau (Anonim. 2012).
atau kolektif bagi seluruh anggota marga tersebut. Berdasarkan paparan latar belakang tersebut
Nama marga di Indonesia meskipun berfungsi yang menjadi pokok permasalahan dalam
sebagai ciri pengenal kolektif, namun memiliki penelitian ini adalah sebagai berikut:
perbedaan secara etnik, seperti hal masyarakat
1 Suku-suku di Minangkabau. http://www.lanteraminang.
di Batak, Minahasa, dan Indonesia bagian timur net/index.php?/ 20110218506/Suku-suku-di-
tanpa menyandang status sosial. Nama marga Minangkabau-bag.-2.html. diunduh tanggal 10 Juni
2015.

121
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

1. Apa sajakah nama marga dan nama gelar is a field of study which concerned primarily
dalam etnik Minangkabau di Provinsi with the description and analysis of culture,
Sumatera Barat? and linguistics is a field concerned, among
2. Apa sajakah fungsi dan makna pemberian other things, with the description and analysis
nama marga dan nama gelar dalam etnik of language code.” Pendapat lain mengenai
Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat? Etnolinguistik juga dikemukakan oleh Duranti.
Tujuan yang diharapkan dalam peneliti­ Dikemukakan oleh Duranti (1997: 2) bahwa:
an ini adalah sebagai berikut. Pertama, “Etnolinguistik adalah kajian bahasa dan
mendeskripsikan pemberian nama marga budaya yang merupakan subbidang utama
dan nama gelar dalam etnik Minangkabau dari antropologi (ethnolinguistics is part of
di Provinsi Sumatera Barat. Kedua, men­ a conscious attempt at consolidating and
deskripsikan fungsi dan makna pemberian redefining the studi of language and culture as
nama marga dan nama gelar dalam etnik one of the major subfield of anthropology)”.
Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa etnolinguistics
Adapun hasil yang akan dicapai dalam is the study. of speech and language within the
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan context of anthropology.
nama-nama marga dan nama gelar yang terdapat Berdasarkan pengertian di atas dapat
dalam etnik Minangkabau. Lebih lanjut, capaian disimpulkan bahwa etnolinguistik merupakan
yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk studi linguistik yang menyelidiki bahasa kaitannya
mendeskripsikan fungsi dan nama pemberian dengan budaya suku bangsa di manapun berada.
nama gelar dalam etnik Minangkabau baik yang Kajian etnolinguistik tidak terbatas pada suku
tersurat dan tersirat melalui berbagai kaidah bangsa yang tidak mempunyai tulisan tetapi
normatif etnik Minangkabau di perantauan. yang sudah mempunyai tulisan pun dapat dikaji.
Spradley (dalam Lanza, 1997: 140) berpendapat
B. KAJIAN LITERATUR bahwa setiap bahasa mempunyai banyak istilah
B.1. Etnolinguistik tentang Marga dan Gelar penduduk asli yang digunakan oleh masyarakat
Etnolinguistik merupakan cabang ilmu untuk merujuk hal-hal yang mereka alami dan
linguistik yang mempelajari struktur bahasa nama benda yang ada di sekitar mereka.2
berdasarkan cara pandang dan budaya yang
dimiliki masyarakat. Sebagaimana yang B.2. Nama Marga
dikemukakan oleh Humboldt bahwa perbedaan Secara etnologis, penamaan nama marga
persepsi kognitif dan perbedaan pandangan merupakan salah satu kajian yang berhubungan
dunia dari suatu masyarakat dapat dilihat dari dengan budaya suatu sukubangsa. Oleh karena
bahasanya. Dikatakan bahwa “each language... itu, sebagai bagian dari budaya, nama-nama
contains a characteristic worldview” marga sebagai produk budaya masyarakat
(Wierzbicka, 1992: 3). Dalam pandangan pendukungnya, akan dijaga dan dilestarikan
etnolinguistik, terdapat keterkaitan antara masyarakat pendukungnya dengan pewarisan
bahasa dengan pandangan dunia penuturnya. secara langsung atau tidak langsung. Darheni
Boas, menyebutkan bahwa pendeskripsian dalam Metalingua, edisi Juni 2016 menyebutkan
terhadap suatu bahasa hendaknya didasarkan bahwa bahasa memiliki dua fungsi, yakni: (a)
pada apa yang ada di dalam bahasa itu memadukan sistem pengetahuan dan kepercayaan
sendiri (di dalamnya berdasarkan budaya sebagai dasar tingkah laku budaya dan (b) menjadi
dan pandangan hidup), bukan berdasarkan
pada tata bahasa lain. Pengertian tersebut 2 Naskah Publikasi Etnolinguistik. http://staff.uny.
ac.id/sites/default/files/penelitian/ Yayuk%20Eni%20
juga didukung oleh pendapat Troike (1990: Rahayu,%20M.Hum./NASKAH%20PUBLIKASI%20
1) mengenai etnografi bahwa: “Ethnography PTK%20 ETNOLINGUISTIK%202009%20pdf.pdf.
diunduh tanggal 12 Juni 2015.

122
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

sarana transmisi serta transformasi budaya dari rantau. Dalam masyarakat Minangkabau terdapat
satu generasi ke generasi berikutnya (Darheni, tiga jenis gelar adat yang diberikan kepada orang
2016: 86) atau warga berdasar sifat, yang berhak memakai
Dengan demikian, pewarisan hasil kebu­ dan cara penggunaannya di ranah Minang yaitu:
dayaan dari generasi ke generasi berikutnya gala mudo (gelar muda),gala sako  (gelar pusaka
tercermin juga dalam penamaan nama marga. kaum), dan gala sangsako (gelar kehormatan).
Salah satunya pewarisan nama-nama marga Ancangan penelitian ini mengacu pada
orang Minangkabau karena di dalamnya terdapat pendapat Whorf (1956) yang mengemukakan
perpaduan sistem pengetahuan dan kepercayaan bahwa bahasa yang dipakai seseorang mem­
sebagai dasar tingkah laku budaya dan sarana pengaruhi cara berpikir dan perilaku di
transmisi pengetahuan dan kepercayaan masyarakatnya. Langkah berikutnya adalah
masyarakat Minangkabau dalam mewariskan dengan menelaah nama-nama marga dan nama
nama marga pada anak keturunan atau generasi gelar etnik Minangkabau berdasarkan pada pola
berikutnya. pikir masyarakat yang masih menjunjung warisan
luhur budaya etnik tersebut.
B.3. Nama Gelar
Nama gelar yang dibahas dalam kajian C. METODE
ini adalah nama gelar yang diberikan oleh Raja Penelitian ini adalah penelitian lapangan
Pagaruyung semasa di bawah sistem pemerintahan yang menggabungkan dengan studi pustaka
kerajaan, yaitu Kerajaan Pagaruyuang Darul yang relevan dengan kajian dan informasi dari
Quoror. Kerajaan yang memiliki lebih dari narasumber. Dalam penelitian ini yang menjadi
100 kerajaan Sapiah Balahan, Kuduangkarata, narasumber data adalah: 1) etnik Minangkabau;
Kapakradai, dan Timbangpacahan yang terdapat 2) memahami budaya dan tata cara adat budaya
di Nusantara sampai dengan Malaysia, Brunei, Minangkabau; 3) berusia antara 20 s.d. 65 tahun; 4)
dan Sulu (Filipina). Kekhasan yang lain adalah alat wicara lengkap dan tidak cacat pendengaran;
kuatnya adat dan budaya Minangkabau yang 5) dan pendidikan maksimal SMA sederajat.
sangat terikat dengan agama yang dianutnya, Penelitian ini menggunakan instrumen
yaitu Islam. Adat basandi Syara’, Syara’ basandi pengumpul data sebagai penjaring data. Penjaring
Kitabullah. Syara’ mangato, adat mamakai Adaik data adalah berupa daftar pertanyaan terkait
babuhua sentak, Syara’ babuhua mati. Pedoman penamaan marga dan gelar adat etnik Minangkabau.
atau rujukan utama adalah Al-Quran dan Hadist, Daftar pertanyaan ini diiringi dengan pertanyaan
setelah itu baru adat nanampek.3 lepas yang berhubungan penamaan marga dan
 Pembahasan dalam kajian ini mengenai nama gelar etnik Minangkabau. Penjaringan
penggunaan gelar atau gala dalam bahasa Minang­ data tersebut disertai perekaman jika diperlukan.
kabau. Pepatah adat mengatakan, “Ketekbanamo, Dalam penjaringan data metode yang digunakan
gadangbagala”. Arti sederhananya adalah ketika adalah metode sadap. Teknik ini digunakan
kecil diberi nama setelah besar diberi gelar besar. untuk menyadap pembicaraan atau tuturan yang
Bila kita memasuki sebuah kampuang maka kita digunakan yang dipakai orang dalam pertuturan
tidak akan pernah mendengar orang menyapa atau antarpengguna bahasa Minangkabau di Kota
memanggil seseorang dewasa dengan namanya, Pangkalpinang.
pasti dipanggil dengan gelar yang bersangkutan. Kajian penelitian dalam karya tulisan ini
Namun, sekarang sudah tidak seketat dulu, sudah adalah pelaksanaannya menggunakan metode
banyak orang Minangkabau dewasa yang tidak deskriptif kualitatif. Penggunaan metode
atau belum punya gelar, apalagi yang besar di deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
gambaran penamaan marga dan gelar adat etnik
3 “Pagaruyung, Simbol Perekat Nusantara”. Kompas. Minangkabau secara proporsional. Sudaryanto
com, 22 Juni 2013. diunduh 23 Juni 2015.

123
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

(1993: 62) mengungkapkan bahwa penelitian adat etnik Minangkabau. Berdasarkan hasil
deskriptif dilaksanakan hanya berdasarkan fakta kajian di lapangan dan studi pustaka, peneliti
yang ada atau fenomena yang secara empiris mendapatkan data yang dapat dideskripsikan serta
hidup di antara para penuturnya yang dihasilkan dikelompokkan berdasarkan penamaan marga
atau dicatat berupa perian bahasa yang biasa dan gelar adat etnik Minangkabau. Kemudian
disebut potret. Perian ini tidak menyebutkan diklasifikasikan berdasarkan cara pembentukan
benar salahnya penggunaan bahasa oleh para nama marga dan nama gelar etnik Minangkabau
penuturnya. dan selanjutnya dikelompokkan untuk mencari
Penelitian lapangan dan studi kepustakaan formulasi penyusunan penamaan nama marga
dilakukan pada bulan Agustus - September 2016. dan nama gelar etnik Minangkabau secara
Peneliti mengumpulkan data di lapangan dengan keseluruhan.
cara wawancara, pengamatan, perekaman,
dan dokumentasi. Prosedur pengumpulan data D. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengacu pada pendapat Moleong (2001) berupa D.1. Nama Marga dalam Etnik Minangkabau
observasi lapangan, wawancara, perekaman, Pemberian nama marga dalam etnik
dokumentasi, dan studi pustaka. Dalam hal ini, Minangkabau secara umum dapat diberikan
peneliti harus mempersiapkan buku catatan, tape kepada seseorang yang berasal dari suku-suku di
recorder, untuk merekam informasi lisan dari Minangkabau dan tersebar di berbagai wilayah
penutur bahasa Minangkabau. Samarin (1988:168) termasuk darek dan luhak-luhak yang sudah ada
mengisyaratkan teknik pemancingan untuk sejak Kerajaan Pagaruyung Darul Qoror masih
mendapatkan data yang baik dengan dua cara, memerintah di tanah Melayu. Nama-nama marga
yaitu: pemancingan terjadwal dan pemancingan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
analitis. Pemancingan terjadwal dilakukan karena Etnis Minangkabau di Sumatera Barat
kekurangtahuan atau ketidaktahuan terhadap data menggunakan nama marga yang diambil dari
yang ada atau data baru. Pemancingan analitis nama tempat dan suku. Marga yang ada di
dilaksanakan karena data yang diambil mengacu Sumatera Barat antara lain: Chaniago, Koto,
pada bidang tertentu dan membutuhkan informasi Malayu, Piliang, Sikumbang, dan Tanjuang.4
yang tidak sedikit. Dalam masyarakat Minangkabau dikenal dua
Metode dan teknik analisis data dalam kelarasan yakni: (a) Kelarasan Koto Piliang, (b)
menganalisis penamaan marga dan gelar adat Kelarasan Bodi Chaniago. Dua kelarasan tersebut
etnik Minangkabau dengan menggunakan metode akan dideskripsikan pada subbab berikutnya
deskriptif kualitatif yang disertai pemilahan data (Djamaris, 1991; NA, VOC 1277, 1983).
dengan menjabarkan pemakaian penamaan nama Nama marga dan nama gelar dalam
marga dan gelar adat etnik Minangkabau apa masyarakat Minangkabau telah lama dipakai dan
adanya. Hasil temuan yang diperoleh di lapangan digunakan dalam berbagai akivitas kehidupan.
dikelompokkan berdasarkan kategori masing- Etnik yang terdapat di Sumatera Barat terdiri dari
masing. Minangkabau, Melayu, Mentawai, dan Gusci.
Lebih lanjut, dalam pelaksanaannya, kegiatan Sedangkan penyebutan sistem pemerintahan
ini didahului dengan desain survei, pelaksanaan dalam etnik Minangkabau disebut lareh yang
survei, dan pengolahan data hasil survei. Kegiatan bermakna sistem pemerintahan menurut adat.
yang disurvei antara lain dengan wawancara dengan Pemerintahan dalam adat Minangkabau disebut
masyarakat tentang sejarah dan penamaan marga otokratis, maksudnya pemerintahan yang dikuasai
dan pemberian gelar adat etnik Minangkabau, oleh penguasa tunggal, lazim disebut panghulu
konsultasi dengan pejabat setempat yang berasal
4 Suku-suku di Minangkabau. http://www.lanteraminang.
dari etnik Minangkabau serta referensi lain yang net/index.php?/ 20110218506/Suku-suku-di-
dapat menguatkan penamaan marga dan gelar Minangkabau-bag.-2.html. Diunduh tanggal 10 Juni
2015.

124
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

pucuak dibantu panghulu andiko yang langsung yang dianggap berjasa oleh suatu kelompok
memiliki gelar adat dengan sebutan datuk. masyarakat, berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut: 1) tokoh masyarakat atau status sosial;
D.2. Nama Gelar dalam Etnik Minangkabau 2) menguasai adat-istiadat; 3) mengerti hukum-
Di samping penggunaan nama marga, nama hukum adat dan hukum publik; dan 4) berperilaku
gelar datuk dalam tradisi Minangkabau bergantung baik.
pada masing-masing suku, berdasarkan status Adapun penjelasan gelar adat dan gelar
sosial penyandang gelar tersebut. Gelar kehormatan, adalah sebagai berikut.
dapat digunakan untuk gelar adat juga gelar
kebangsawanan. Gelar-gelar bangsawan di 1) Gelar Adat
Minangkabau juga ada yang memakai marah, Sebutan gelar adat pada masyarakat Sumatera
seperti Marah Rusli, penulis novel Siti Nurbaya Barat disebut datuak. Gelar ini disandang oleh orang
yang terkenal. Selain gelar marah, yang berlaku menguasai pemerintahan atau wilayah tertentu.
di Kota Padang, di pesisir Barat Minangkabau Gelar adat tersebut berbeda antara etnis yang satu
seperti Pariaman juga memakai gelar yang berasal dengan etnis lainnya. Untuk wilayah Bukittinggi
dari Aceh. Gelar itu adalah syaid bagi keturunan gelar adat merupakan gelar yang diberikan kepada
ulama sebagaimana yang dikenal dengan siddi; ninik mamak (sesepuh) dan sebutannya berbeda di
baginda bagi keturunan pembesar Aceh yang setiap Jorong (dusun). Gelar adat tersebut adalah:
dikenal bagindo; dan sultan yang dikenal dengan
sutan. a) Gelar di Jorong Tiga Boleh
Pemberian nama gelar dalam etnik Gelar-gelar yang digunakan di Jorong
Minangkabau memiliki karakteristik yang khas Tiga Baleh yang sering dipakai masyarakat
dan mempunyai penanda berdasarkan kategorinya Minangkabau di daerah ini adalah: (1) Datuk
masing-masing gelar yang digunakan penyandang Asa Dahulu, (2) Datuk Balai Banyak, (3) Datuk
gelar dalam etnik Minangkabau. Gelar adat Bandaro, (4) Datuk Baranam, (5) Datuk Dunia
maupun gelar bangsawan pada dasarnya sama Basa, (6) Datuk Gamuak, (7) Datuk Indo Kayo
seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan Labiah, (8) Datuk Kapalo Koto, (9) Datuk Maleka,
beberapa perbedaan atau kekhasan sebagai (10) Datuk Mangkudun, (11) Datuk Mangulak
cirinya. Kekhasan ini terutama disebabkan Basa, (12) Datuk Mantiko Basa, (13) Datuk
karena masyarakat sudah menganut sistem garis Manuhun, (14) Datuk Nan Adua, (15) Datuk Pado
keturunan menurut ibu (matrilineal) maupun Batuah, (16) Datuk Panduko Sati, (17) Datuk
bapak (patrilineal). Namun, ada sebagian gelar Pangulu Sati, (18) Datuk Putiah, (19) Datuk Rajo
adat diberikan kepada seseorang karena jasanya, Malenggang, (20) Datuk Rajo Pangulu, (21) Datuk
meskipun tidak memiliki ikatan darah secara garis Rajo Sakampuang, (22) Datuk Rangkayo Basa,
keturunan. (23) Datuk Rangkayo Tuo, (24) Datuk Salubuak,
Keunikan nama gelar dalam etnik Minang­ (25) Datuk Samiak, (26) Datuk Sampono Tuo,
kabau dapat dideskripsikan sebagai berikut. (27) Datuk Sari Basa, (28) Datuk Sinaro, dan (29)
Datuk Sutan Nagari.
D.2.a. Nama Mengandung Gelar Adat atau
Gelar Kehormatan b) Gelar di Jorong Koto Selatan
Nama mengandung gelar adat pada etnik Gelar yang digunakan di Jorong Koto Selatan
Minang dapat diikuti dengan kata gelar, misal: dapat ditunjukkan pada deskripsi berikut ini: (1)
Djamaluddin gelar Sutan Maharaja Lelo; Datuk Aka Basa, (2) Datuk Bagindo Basa, (3) Datuk
nama diri langsung diikuti dengan gelar misal: Bagindo Sati, (4) Datuk Basa, (5) Datuk Batuah,
Rustam Sutan Palindih, Aman Datuk Madjoindo. (6) Datuk Ganuang Kayo, (7) Datuk Garang, (8)
Penganugerahan gelar adat diberikan pada orang Datuk Gunuang Basa, (9) Datuk Kampuang Basa

125
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

Nan Hitam, (10) Datuk Kampuang Basa Nan d) Gelar di Jorong Guguak Panjang
Putiah, (11) Datuk Kampung Dalam, (12) Datuk Penggunaan gelar pada masyarakat
Kuniang, (13) Datuk Labuah Basa, (14) Datuk Minangkabau yang berada di Jorong Guguak
Lakuang Basa, (15) Datuk Mahukun, (16) Datuk Panjang adalah sebagai berikut: (1) Datuk Alam
Majo Nan Basa, (17) Datuk Malano Basa, (18) Basa, (2) Datuk Baro Sati, (3) Datuk Basudu, (4)
Datuk Malenggang Basa, (19) Datuk Mangkuto Datuk Batujuah, (5) Datuk Bungsu, (6) Datuk
Kayo, (20) Datuk Mata Indo, (21) Datuk Nagari Dikoto, (7) Datuk Kayo, (8) Datuk Kuniang, (9)
Basa, (22) Datuk Nan Buliah, (23) Datuk Nan Datuk Lelo Ameh, (10) Datuk Lelo Rajo, (11)
Gamuak, (24) Datuk Nan Rambai, (25) Datuk Datuk Lenggang Basa, (12) Datuk Majo Indo,
Panduko Rajo, (26) Datuk Pangulu Basa, (27) (13) Datuk Majo Sati, (14) Datuk Maleko, (15)
Datuk Pucuak, (28) Datuk Rajo Malano, (29) Datuk Malenggang Basa, (16) Datuk Mangkudun,
Datuk Rajo Mulia, (30) Datuk Rangkayo Basa, (17) Datuk Marajo, (18) Datuk Maruhun, (19)
(31) Datuk Rumah Panjang, (32) Datuk Sampono Datuk Mudo, (20) Datuk Nagari Labiah, (21)
Kayo, (33) Datuk Sampono Marajo, (34) Datuk Datuk Pado Basa, (22) Datuk Palimo Bajau, (23)
Tanjung Basa, (35) Datuk Tumamad, (36) Datuk Datuk Panduko Kayo, (24) Datuk Pangulu Basa,
Tunaro, (37) Datuk Tungkek Ameh, (38) Datuk (25) Datuk Rajo Endah, (26) Datuk Rajo Mantari,
Yang Basa, (39) Datuk Yang Panjang, (40) Datuk (27) Datuk Rangkayo Batuah, (28) Datuk Saidi,
Yang Pituan (29) Datuk Saribu, (30) Datuk Subaliak Langik,
(31) Datuk Tan Magindo, (32) Datuk Tanah Basa,
c) Gelar di Jorong Mandiangin (33) Datuk Tumangguang, (34) Datuk Tumbaliak,
Adapun pemakaian gelar pada masyarakat dan (35) Datuk Tunaro.
Minangkabau di Jorong Mandiangin adalah
sebagai berikut: (1) Datuk Asa Basa, (2) Datuk e) Gelar di Jorong Aur Birugo
Badia Gadang, (3) Datuk Bagindo, (4) Datuk Pemakaian nama gelar di Jorong Aur Birugo
Basa, (5) Datuk Baudunga, (6) Datuk Berbangso, dapat dijelaskan dalam pemberian nama gelar
(7) Datuk Dado Outiah, (8) Datuk Diateh, (9) pada orang yang dianggap layak menerimanya.
Datuk Palito Basa, (10) Datuk Garang, (11) Datuk Nama-nama gelar di Jorong Aur Birugo adalah
Guno Basa, (12) Datuk Gunuang Kayo, (13) sebagai berikut: (1) Datuk Bagindo Kali, (2)
Datuk Majo Basa, (14) Datuk Majo Labiah, (15) Datuk Basa, (3) Datuk Basa Nan Balimo, (4)
Datuk Malako Basa, (16) Datuk Malako Kayo, Datuk Batudung Putih, (5) Datuk Gunuang Basa,
(17) Datuk Mangkudun, (18) Datuk Mantari Basa, (6) Datuk Kampung Dalam, (7) Datuk Majo Basa,
(19) Datuk Nan Adia, (20) Datuk Nan Aluih, (21) (8) Datuk Majo Nan Sati, (9) Datuk Malayau
Datuk Nan Basa, (22) Datuk Nan Lawen, (23) Basa, (10) Datuk Mangkuto Basa, (11) Datuk
Datuk Nan Rambai, (24) Datuk Nan Rayau, (25) Maninjun, (12) Datuk Nan Angek, (13) Datuk
Datuk Nan Sabang, (26) Datuk Palang Gagah, Pado Api, (14) Datuk Palimo, (15) Datuk Panduko
(27) Datuk Pandak, (28) Datuk Pandam Basa, Alam, (16) Datuk Panduko Majo Lelo, (17) Datuk
(29) Datuk Panduko Basa, (30) Datuk Rajo, (31) Panduko Sati, (18) Datuk Pangeran, (19) Datuk
Datuk Rajo Basa, (32) Datuk Rajo Dilangik, (33) Panjang Lidah, (20) Datuk Raja, (21) Datuk Rajo
Datuk Rangkayo Basa, (34) Datuk Sakampuang, Api, (22) Datuk Rajo Malintang, (23) Datuk Rajo
(35) Datuk Salubuak Agam, (36) Datuk Sampono Nan Basa, (24) Datuk Rangkayo Basa, (25) Datuk
Basa, (37) Datuk Sampono Labiah, (38) Datuk Rangkayo Labiah, (26) Datuk Sanguik Ameh,
Sampono Sati, (39) Datuk Sati, (40) Datuk (27) Datuk Sarumpun Basa, (28) Datuk Simajo
Tacetak, (41) Datuk Tahanan Basa, (42) Datuk Nan Panjang, (29) Datuk Tan Ameh, (30) Datuk
Tan Mangedan, (43) Datuk Tinggi, (44) Datuk Tan Kabasan, (31) Datuk Tan Kabasan, (32) Datuk
Yang Sati, dan (45) Tan Marajo. Tan Mangedan, dan (33) Datuk Tumanggung Nan
Putiah

126
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

2) Gelar Adat Sangsako (Gelar Kehor­mat­an) j) Dato’ Sri DR Mohammad Ridzuwan bin Haji
Masyarakat di Kota Padang Mohammad Zain.
Gala Sangsako adalah gelar kehormatan k) Dato’ Paduka, Raja Sharizan bin Raja
yang diberikan kepada seseorang yang berjasa, Sharom.
berprestasi yang mengharumkan Minangkabau, l) Dato’ Tenku Rosmibin Tengku Yasid.
agama Islam, bangsa dan negara, serta bermanfaat m) YDPT Maharaja Dewang Sangguano, Drs
bagi warga Minangkabau. Yang berhak memberi Zulkifli Nurdin.
gelar sangsako adalah limbago adat yang n) Puti Reno Ameh, istri dari Gusti Muhammad
memiliki aluang petibunian, yaitu: Pucuak Adat Hatta
Kerajaan Pagaruyuang, Pucuak Adat Kerajaan o) Puti Reno Anggun Suri, Hajjah Nanik
Sapiah, balahan, dan datuak/ pangulu kaum. Kadaryani
Gala sangsako hanya boleh dipakai si penerima p) Puti Reno Nilam: Megawati Soekarnoputri
penghargaan, tidak dapat diturunkan kepada q) Sutan Sampono Batuah (Gusti Muhammad
anak atau kemanakan. Apabila yang menerima Hatta—Menristek)
meninggal dunia, gala kembali ke dalam r) Tungke Ameh: Ben Kasyafani.
aluang petibunian. Dalam istilah adat disebut s) Yang Dipatuan Rajo Mauana Pagar Alam
“sahabih kuciang sahabih ngeong”. Artinya (Syamsul Maarif—BNPB)
kalau kucingnya habis (mati) maka tidak akan t) Yang Dipatuan Tumenggung Diraja: Haroen
mengeong lagi. Al Rasyid Zain Datuak Sinaro
Berikut ini adalah contoh pemakaian gelar
adat Sangsako atau gelar kehormatan pada D.2.b. Nama Mengandung Gelar
masyarakat Minangkabau. 5 Kebangsawanan
a) Datuk Bagindo Marajo Gelar kehormatan Di Indonesia, istilah bangsawan sering
atau gala sangsako ditempatkan di depan disamakan dengan keturunan raja. Namun,
nama. Contoh: Orang Kayo saudagar Raja beberapa daerah tertentu, bangsawan tidak harus
Thomas Diaz (konsul dagang Portugis) dari keluarga kerajaan. misalnya di Bali, kalangan
b) YDPT Maha Raja Perkasa Alam Johan bangsawan terdiri dari apa yang dinamakan
Berdaulat, Tuanku Jaafar Ibni Tuanku Abdul Tri Wangsa, yaitu para Brahmana, Ksatria, dan
Rahman Waisya. Di Jawa, di samping keturunan raja,
c) YDPT Maha Raja Alam Sati, Sri Sultan ada kalangan priyayi yang terdiri dari kerabat
Hamengkubuwono X para pamong praja atau pejabat pribumi di masa
d) YDPT Maha Raja Pamuncak Sari Alam, Pemerintahan Hindia Belanda, dari bupati sampai
Soesilo Bambang Yudhoyono demang.
e) Puan Puti Ambun Suri, Ani Yudhoyono Gelar kebangsawanan pada masyarakat
f) YDPT Tuanku Tumenggung Diraja, Des Minangkabau diberikan kepada penguasa.
Alwi Gelar kebangsawanan atau raja. yang ada pada
g) Tuan Besar Seri Paduka Baginda, Dato’ Sri masyarakat Sumatera Barat pada masa lampau
Haji Hasan bin Malek  (menteri Koperasi adalah: (1) Datuk Ali Basa, (2) Datuk Ampiang
Malaysia) Basi, (3) Datuk Ampo Majolelo, (4) Datuk
h) Tuan Besar Seri Panglima Diraja, Major Bagindo Basa, (5) Datuk Bagindo Kayo, (6) Datuk
Jenderal Dato’ DR H Amir Baharuddin. Bagindo Sati, (7) Datuk Bagindo Sutan, (8) Datuk
i) Dato’ Seri Paduka, Haji Mohammad Noor Bandaro, (9) Datuk Bandaro Hitam, (10) Datuk
Nordin bin Abdullah. Bandaro Kampuang, (11) Datuk Bandaro Kayo,
(12) Datuk Bandaro Panai, (13) Datuk Bandaro
5 Bosa, F. M. Tuanku Bosa XIV. Gelar Kehormatan dalam
Adat Minangkabau. http://www. jambiekspresnews.
Panjang, (14) Datuk Bandaro Putih, (15) Datuk
com/berita-19584-gala-sangsako-adat-minangkabau. Bandaro Rajo, (16) Datuk Bandaro Rajo Lelo, (17)
html. Diunduh tanggal 12 Juni 2015.

127
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

Datuk Bandaro Sati, (18) Datuk Bandaron Putiah, Kuaso, (102) Datuk Rajo Langik, (103) Datuk
(19) Datuk Baruak Pajaguang, (20) Datu Basa, Rajo Lelo, (104) Datuk Rajo Lelo Penghulu,
(21) Datuk Batuah, (22) Datuk Biawak Kasek, (105) Datuk Rajo Lenggang, (106) Datuk Rajo
(23) Datuk Bijo, (24) Datuk Bijo Sati Dirajo, (25) Magek, (107) Datuk Rajo Malano, (108) Datuk
Datuk Gadang, (26) Datuk Gadang Basa Batuah, Raja Mangkuto, (109) Datuk Rajo Mansue, (110)
(27) Datuk Gamuak, (28) Datuk Gamuyang, (29) Datuk Rajo Mole, (111) Datuk Rajo Nan Gadang,
Datuk Garagasi, (30) Datuk Gindo Nan Itam, (112) Datuk Rajo Nan Putiah, (113) Datuk Rajo
(31) Datuk Harimau Campo, (32) Datuk Harimau Nan Sati, (114) Datuk Rajo Panghulu, (115) Datuk
Lapa, (33) Datuk Indo Alam, (34) Datuk Indo Rajo Pituan, (116) Datuk Rajo Sampono, (117)
Jati, (35) Datuk Indo Kayo, (36) Datuk Indomo, Datuk Rajo Sulaiman, (118) Datuk Rangkayo
(37) Datuk Jang Kayo, (38) Datuk Kali Bandaro, Basa, (119) Datuk Rangkayo Batuah, (120) Datuk
(39) Datuk Katumanggungan, (40) Datuk Kayo, Rangkayo Matajo, (121) Datuk Rangkayo Mulie,
(41) Datuk Lenggang Saripado, (42) Datuk (122) Datuk Rangkayo Sati, (123) Datuk Sakalok
Lenggang Sutan, (43) Datuk Lubuak Kayo, (44) Dunia, (124) Datuk Salah Cangkuang, (125)
Datuk Maharajo Nan Sati, (45) Datuk Majo Basa, Datuk Sampono Bumi, (126) Datuk Sangguno,
(46) Datuk Majo Indo, (47) Datuk Majolelo, (48) (127) Datuk Sangguno Dirajo, (128) Datuk Sari
Datuk Makhudum, (49) Datuk Malakewi, (50) Basa, (129) Datuk Sari Marajo, (130) Datuk
Datuk Malako, (51) Datuk Malakomo/ Pakomo, Saripado, (131) Datuk Sati, (132) Datuk Siamang
(52) Datuk Malelo, (53) Datuk Malintang Bumi, Putiah, (133) Datuk Sinaro Nan Kuniang, (134)
(54) Datuk Mandaro Kayo, (55) Datuk Mandaro Datuk Sinaro Sati, (135) Datuk Singo Labiah,
Mudo, (56) Datuk Mandaro Sati, (57) Datuk (136) Datuk Sori Marajo, (137) Datuk Sridano/
Mangguang, (58) Datuk Mangkudun Sati, (59) Saridano, (138) Datuk Suri Dirajo, (139) Datuk
Datuk Mangkuto, (60) Datuk Mangkuto Kayo, Sutan Panindih, (140) Datuk Talanai Sati, (141)
(61) Datuk Mangkuto Marajo, (62) Datuk Datuk Tamani, (142) Datuk Tan Bagindo, (143)
Mangkuto Sati, (63) Datuk Manti Tuo, (64) Datuk Datuk Tan Bandaro, (144) Datuk Tan Batuah,
Marajo Nan Bamego-Mego, (65) Datuk Maruhun (145) Datuk Tan Dilangit, (146) Datuk Tan
Basa, (66) Datuk Maruntun Manau, (67) Datuk Kabasaran, (147) Datuk Tan Majo Lelo, (148)
Muajo, (68) Datuk Muaro Panjang, (69) Datuk Datuk Tan Malim, (149) Datuk Tan Marajo, (150)
Mudo Nan Kuniang, (70) Datuk Muncak, (71) Datuk Tan Talangik, (151) Datuk Tanali, (152)
Datuk Nangkodoh Rajo, (72) Datuk Paduko Datuk Tanali, (153) Datuk Tanaro, (154) Datuk
Alam, (73) Datuk Palajang Bukuk, (74) Datuk Tantejo Garahan, (155) Datok Tianso, dan (156)
Palawan, (75) Datuk Pamuncak, (76) Datuk Datuk Tuhijar.
Pamuncak Alam, (77) Datuk Panduko Kayo, (78)
Datuk Panghulu Bangso, (79) Datuk Panghulu D.2.c. Gelar selain Datuk
Dirajo, (80) Datuk Panghulu Sati, (81) Datuk Masyarakat Sumatera Barat juga mengenal
Perpatih Nan Sabatang, (82) Datuk Panghulu gelar-gelar lain selain Datuk, yaitu: (1) Malin,
Bandaro Guno, (83) Datuk Panghulu Basa, (84) (2) Manti Marah, (3) Pandito, (4) Puti, (5) Rajo,
Datuk Panghulu Bungsu, (85) Datuk Pono Kayo, (6) Sutan, (7) Sutan Balun, (8) Sutan Cadiak, (9)
(86) Datuk Rajo Adie, (87) Datuk Rajo Alam, (88) Sutan Marajo Basa, (10) Sutan Paduko Basa, (11)
Datuk Rajo Ameh, (89) Datuk Rajo Angso, (90) Sutan Pandak, (12) Tan, dan (13) Tuangku
Datuk Rajo Bagak, (91) Datuk Rajo Bandaro, (92)
Datuk Rajo Batuah, (93) Datuk Rajo Dilie, (94) D.3. Penggunaan Gala (Gelar) pada
Datuk Rajo Endah, (95) Datuk Rajo Gamuak, (96) Masyarakat Minangkabau
Datuk Rajo Gamuyang, (97) Datuk Rajo Indo, Penggunaan gelar atau gala dalam bahasa
(98) Datuk Rajo Indo Alam, (99) Datuk Rajo Indo Minangkabau. Pepatah adat mengatakan,
Piliang, (100) Datuk Rajo Intan, (101) Datuk Rajo “Ketekbanamo, gadangbagala”. Seandainya

128
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

akan masuk ke kampuang, kita tidak akan pernah turun ke kamanakan (kemenakan), disebut juga
mendengar orang menyapa atau memanggil batali darah. Gelar tersebut tidak boleh diberikan
seseorang dewasa dengan namanya, pasti kepada orang yang bukan keturunan menurut adat
dipanggil dengan gelar yang bersangkutan. Minangkabau. Gelar datuak atau pangulu diberikan
Namun, sekarang penggunaan gelar sudah tidak kepada laki-laki dalam kaum atau suku yang dinilai
seketat dulu. Sudah banyak orang Minangkabau mampu untuk memimpin kaum. Karena datuak
dewasa yang tidak atau belum mempunyai gelar, atau pangulu adalah jabatan tertinggi dalam kaum
apalagi yang besar di daerah perantauan. yang mempunyai kewenangan dan hak memimpin
Terdapat tiga jenis gelar adat di Minangkabau, kaum, maka proses pemilihan datuak atau pangulu
yang berbeda sifat, yang berhak memakai dan tersebut sangat demokratis melibatkan seluruh
cara pengunaannya, yaitu: gala mudo (gelar anggota kaum. Contoh: gala sako, Datuak Kayo,
muda), gala sako  (gelar pusaka kaum), dan Datuak Sati, Datuak bandaharo. begitu pula dengan
gala sangsako (gelar kehormatan). Gala udo, Pangulu Gadang, Pangulu kociak, Pangulu Pasa,
adalah gelar yang diberikan kepada semua Pangulu Kayo, dan lain-lain. Gelar Raja atau
laki-laki Minang yang menginjak dewasa yang Pucuak Adat antara lain: Daulat Yang Dipertuan
pemberiannya pada saat upacara pernikahan. (DYD), Yang Dipertuan, Tuanku, dan Rajo.
Dalam upacara pernikahan selalu ada acara Contoh: DYD Raja Alam Minangkabau, disebut
khusus malewakan gala marapulai. Banyak juga DYD RA Pagaruyuang Darul Qoror, DYD
sekali ragamnya gala mudo ini menurut inovasi Tuanku Sambah Rajo Alam Surambi Sungai Pagu
masing-masing kampuang atau nagari, contoh (Muara Labuah), Yang Dipertuan Padang Nunang
gala tersebut adalah: sutan, tuah, dan lain-lain. (Rao), Tuanku Bagindo Kali (Kumpulan).
Sutan adalah yang sangat luas penggunaannya, Gelar juga dicantumkan di belakang nama
hampir di semua nagari menggunakan gelar ini. kecil, contoh: Amran Datuk Bandaro Kuniang.
Gelar ini dipakai di belakang nama kecil, contoh: Mahmud Pangulu Kayo. Datuk Sati Nanputiah.
Asril Sutan Mantari, Burhan Sutan Mangkuto, Sutan Muhammad Taufiq SH, DYD RA
atau Muchtar Tuah Palito. Pagaruyuang DQ,  Firman Rajo Godang, dan
Menantu laki-laki meskipun bukan orang lain-lain. Setelah masuknya Islam, Raja Alam
Minagkabau dapat diberikan gala mudo yang yang berkedudukan di Pagaruyung melaksanakan
biasanya diberikan oleh kaum mamak pengantin tugas pemerintahannya dengan bantuan dua orang
wanita atau boleh juga dari keluarga istri. Yang pembantu utamanya (wakil raja), yaitu Raja Adat
berhak memberi gala mudo adalah mamak dari yang berkedudukan di Buo, dan Raja Ibadat yang
kaum marapulai, namun boleh juga dari kaum berkedudukan di Sumpur Kudus. Bersama-sama
istrinya. Gelar ini sering dikaitkan dengan ciri, mereka bertiga disebut Rajo Tigo Selo, artinya tiga
sifat, dan status penerima. Contoh: sutan batuah orang raja yang “bersila” atau bertahta. Raja Adat
karena yang bersangkutan punya keahlian memutuskan masalah-masalah adat, sedangkan
menonjol; sutan pamenan sering diberikan kepada Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama.
menantu yang disayangi, dan lain-lain. Menurut Bila ada masalah yang tidak selesai barulah
adat semua laki-laki Minangkabau yang sudah dibawa ke Raja Pagaruyung. Istilah lainnya
menikah harus punya gelar dan harus dipanggil yang digunakan untuk mereka dalam bahasa
dengan gelar tersebut, contoh: sutan pamenan, Minang adalah Tigo Tungku Sajarangan. Sistem
atau sutan saja. Paling banyak adalah gelar: Sutan, pergantian raja di Minangkabau menggunakan
Sutan mangkuto, dan Sutan Ameh. sistem patrilineal berbeda dengan sistem waris
Gala Sako atau gelar pusaka kaum adalah gelar dan kekerabatan suku yang masih tetap pada
datuk, pangulu, atau raja. Raja di Minangkabau sistem matrilineal.
disebut Pucuak Adat. Gala sako adalah gelar Selain dibantu Raja Adat dan Raja Ibadat,
turun-temurun menurut garis ibu, dari mamak Raja Alam juga dibantu oleh para pembesar yang

129
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

disebut Basa Ampek Balai, yang berarti “empat menurut Tomé Pires, terdiri dari darek (land/
menteri utama”. Mereka adalah: (a) Bandaro yang pedalaman) dan rantau (sea/ coast/ pesisir),
berkedudukan di Sungai Tarab, (b) Makhudum walaupun untuk beberapa daerah pantai timur
yang berkedudukan di Sumanik, (c) Indomo yang Sumatera Dalam pembentukan suatu nagari sejak
berkedudukan di Suruaso, dan (d) Tuan Gadang dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang
yang berkedudukan di Batipuh. Belakangan, akibat ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri, yaitu:
dari pengaruh Islam, Raja Alam menempatkan dari taratak manjadi dusun, dari dusun manjadi
Tuan Kadi yang berkedudukan di Padang Ganting koto, dari koto manjadi nagari, Nagari ba Panghulu.
masuk menjadi Basa Ampek Balai. Ia mengeser Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di
kedudukan Tuan Gadang di Batipuh, dan bertugas kawasan Minang dimulai dari struktur terendah
menjaga syariah agama. disebut dengan taratak, kemudian berkembang
Sebagai aparat pemerintahan, masing- menjadi dusun, kemudian berkembang menjadi
masing Basa Ampek Balai punya daerah-daerah koto dan kemudian berkembang menjadi nagari.
tertentu tempat mereka berhak menagih upeti Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal
sekadarnya, yang disebut rantau, untuk masing- telah terdiri dari empat suku yang mendomisili
masing pembesar tersebut. Bandaro memiliki kawasan tersebut.
rantau di Bandar X, Tuan Kadi di VII Koto (dekat Darek atau daerah inti Kerajaan Pagaruyung
Sijunjung), Indomo di bagian utara Padang, dan terbagi atas tiga luhak (Luhak Nan Tigo, yaitu
Makhudum di Semenanjung Melayu, di mana Luhak Tak nan Data (belakangan menjadi
terdapat daerah permukiman orang Minangkabau Luhak Tanah Data), Luhak Agam, dan Luhak
di sana (Kheng dan Ismail, 1998). Limopuluah. Nagari pada kawasan luhak ini
Selain itu dalam menjalankan roda diperintah oleh para penghulu, yang mengepalai
pemerintahan, kerajaan juga mengenal aparat masing-masing suku yang berdiam dalam
pemerintah yang menjalankan kebijakan dari nagari tersebut. Penghulu dipilih oleh anggota
kerajaan sesuai dengan fungsi masing-masing, suku, dan warga nagari untuk memimpin dan
yang sebut Langgam nan Tujuah. Mereka terdiri mengendalikan pemerintahan nagari tersebut.
dari: (1) Pamuncak Koto Piliang, (2) Perdamaian Keputusan pemerintahan diambil melalui
Koto Piliang, (3) Pasak Kungkuang Koto Piliang, kesepakatan para penghulu di Balai Adat, setelah
(4) Harimau Campo Koto Piliang, (5) Camin dimusyawarahkan terlebih dahulu. Di daerah
Taruih Koto Piliang, (6) Cumati Koto Piliang, dan inti Kerajaan Pagaruyung, Raja Pagaruyung
(7) Gajah Tongga Koto Piliang. tetap dihormati walau hanya bertindak sebagai
penengah dan penentu batas wilayah. Di bawah
D.4. Pemerintahan Darek dan Rantau ini adalah nama-nama nagari di Luhak Nan Tigo.
Sruktur wilayah dari tanah Minangkabau

Tabel 1.
Nagari-Nagari di Luhak Nan Tigo
Luhak Tanah Data Luhak Agam Luhak Limopuluah
• Alam Surambi • Ampek-ampek • Hulu
• Sungai Pagu • Angkek • Lareh
• Batipuah • Lawang Nan • Luhak
• Sapuluah Koto • Tigo Balai • Ranah
• Kubuang • Nagari-Nagari • Sandi
• Tigo Baleh • Danau Maninjau
• Langgam Nan Tujuh • Duobaleh
• Limo Kaum Koto

130
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

Luhak Tanah Data Luhak Agam Luhak Limopuluah


• Lintau Sembilan Koto
• Lubuak Nan Tigo
• Nilam Payuang
• Nilam Payuang Sakaki
• Pariangan Padangpanjang
• Sungai Tarab Salapan Batua
• Talawi Tigo Tumpuak
• Tanjuang Nan Tigo
• Sapuluah Koto di Ateh

Di samping daerah darek, Raja Pagaru­ dan tenggara, penduduk Agam merantau ke arah
yung mengendalikan secara langsung daerah utara dan barat, sedangkan penduduk Limopuluah
rantau. Ia boleh membuat peraturan dan merantau ke daerah Riau daratan sekarang, yaitu
memungut pajak di sana. Rantau merupakan Rantau Kampar, Rokan, dan Kuantan (Kato,
suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke 2005). Selain itu, terdapat daerah perbatasan
alam Minangkabau. Rantau juga berfungsi wilayah luhak dan rantau yang disebut sebagai
sebagai tempat mencari kehidupan, kawasan Ujuang Darek Kapalo Rantau. Di daerah rantau
perdagangan. Rantau di Minangkabau dikenal seperti di Pasaman, kekuasaan penghulu ini
dengan Rantau nan duo terbagi atas Rantau di sering berpindah kepada raja-raja kecil, yang
Hilia (kawasan pesisir timur) dan Rantau di memerintah turun-temurun. Di Inderapura, raja
Mudiak (kawasan pesisir barat). Masing-masing mengambil gelar sultan. Sementara di kawasan
luhak memiliki wilayah rantau-nya sendiri. lain mengambil gelar Yang Dipertuan Besar.
Penduduk Tanah Datar merantau ke arah barat

Tabel 2.
Pembagian Daerah Rantau d Luhak Nan Tigo

Rantau Luhak Tanah Data Rantau Luhak Agam Rantau Luhak Limopuluah
Meliputi wilayah Rantau Nan Meliputi wilayah: Meliputi wilayah:
Kurang Aso Duo Puluah atau • Tiku Pariaman • Mangilang
daerah Kabupaten Kuantan • Pasaman Barat • Tanjuang Balik
Singingi • Pasaman Timur • Pangkalan
• Lubuak Ambacang • Koto Alam
• Lubuak Jambi Ujuang Darek Kapalo • Gunuang Malintang
• Gunuang Koto Rantau • Muaro Paiti
• Benai • Palembayan • Rantau Barangin
• Pangian • Silareh Aia • Rokan (Rambah,
• Basra • Lubuak Basuang Tambusai, Kepenuhan,
• Sitanjua • Kampuang Pinang Kunto Darussalam, dan
• Kopa • Simpang Ampek Rokan Ampek Koto)
• Taluak Ingin • Sungai Garinggiang • Gunuang Sailan
• Inuman • Lubuak Bawan • Kuntu
• Surantiah • Tigo Koto • Lipek Kain
• Taluak Rayo • Garagahan • Ludai
• Simpang Kulayang • Manggopoh • Ujuang Bukik

131
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

Rantau Luhak Tanah Data Rantau Luhak Agam Rantau Luhak Limopuluah
• Aia Molek • Batu Sanggan
• Pasia Ringgik • Tigo Baleh Koto Kampar
• Kuantan • Sibiruang
• Talang Mamak • Gunuang Malelo
• Kualo Enok • Tabiang
• Tanjuang
Ujuang Darek Kapalo Rantau • Gunuang Bungsu
• Anduriang Kayu Tanam • Muaro Takuih
• Guguak Kapalo Hilalang • Pangkai
• Sicincin • Binamang
• Toboh Pakandangan • Tanjuang Abai
• Duo Kali Sabaleh Anam • Pulau Gadang
Lingkuang • Baluang Koto Sitangkai
Tujuah Koto (Batu Kalang, Koto • Tigo Baleh
Baru, Koto Dalam, Tandikek, • Lubuak Aguang
Sungai Durian, Sungai Sariak, • Limo Koto Kampar (Kuok,
dan Ampalu) Bangkinang, Salo, Rumbio,
Aia Tirih)
• Taratak Buluah
• Pangkalan Indawang
• Pangkalan Kapeh
• Pangkalan Sarai
• Koto Laweh

Sementara kawasan Rantau Pasisia Panjang kawasan rantau tersebut menjadi nagari, kemudian
atau Banda Sapuluah (Bandar Sepuluh) dipimpin masyarakatnya membentuk konfederasi (semacam
oleh Rajo nan Ampek (empat orang yang bergelar luhak), dan pada masa awal meminta dikirimkan
raja, yakni: Raja Airhaji, Raja Bungo Pasang, raja sebagai pemimpin atau pemersatu mereka
Raja Kambang, dan Raja Palangai. Kawasan kepada Yang Dipertuan Pagaruyung. Kawasan
ini merupakan semacam konfederasi dari 10 tersebut dikenal sebagai Negeri Sembilan. Adapun
daerah atau nagari (negeri), yang masing-masing nagari-nagari di Negeri Sembilan tersebut adalah:
dipimpin oleh 10 orang penghulu. Nagari- Jelai, Jelebu, Johol, Klang, Naning, Pasir Besar,
nagari tersebut adalah: Airhaji, Bungo Pasang Rembau, Segamat, Sungai Ujong.
atau Painan Banda Salido, Kambang, Palangai,
Lakitan, Tapan, Tarusan, Batang Kapeh, Ampek E. PENUTUP
Baleh Koto (wilayah Kabupaten Mukomuko), Berdasarkan hasil analisis data, nama marga
dan Limo Koto (wilayah Kabupaten Mukomuko). dan gelar adat Etnik Minangkabau di Sumatera
Nagari-nagari ini kemudian dikenal sebagai Barat menggunakan nama marga atau fam
bagian dari Kerajaan Inderapura, termasuk daerah diambil dari nama tempat dan suku. Nama marga
Anak Sungai, yang mencakup lembah Manjuto yang ada di Sumatera Barat antara lain Chaniago,
dan Airdikit (disebut sebagai nagari Ampek Baleh Koto, Malayu, Piliang, Sikumbang, Tanjuang.
Koto), dan Muko-muko (Limo Koto). Selain ketiga Dalam adat Minangkabau dikenal dua kelarasan,
daerah-daerah rantau tadi, terdapat suatu daerah yakni: Kelarasan Koto Piliang dan Kelarasan
rantau yang terletak di wilayah Semenanjung Bodi Chaniago.
Malaya (wilayah Malaysia sekarang). Beberapa Etnik Minangkabau merupakan etnik yang

132
Rahmat Muhidin, Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik

menganut sistem kekerabatan Matrilineal. penghormatan bahwa seseorang harus mengetahui


Masyarakat Minangkabau dalam memakai dalam asal-usulnya, dan pemberian nama gelar datuak
menggunakan gelar berdasarkan pada sifat dan berfungsi diberikan kepada laki-laki dalam kaum
cara pengunaannya yaitu: gala mudo (gelar atau suku yang dinilai mampu untuk memimpin
muda),gala sako  (gelar pusaka kaum), gala kaum. Gelar datuak atau pangulu ini diwariskan
sangsako (gelar kehormatan). Penggunaan gelar turun-temurun menurut garis ibu, dari mamak
dalam masyarakat Minangkabau selain datuak turun ke kamanakan, disebut juga batali darah.
adalah Malin, Manti Marah, Pandito, Puti, Rajo, Tidak boleh diberikan kepada orang yang bukan
Sutan, Sutan Balun, Sutan Cadiak, Sutan Marajo keturunan menurut adat Minangkabau.
Basa, Sutan Paduko Basa, Sutan Pandak, Tan,
dan Tuangku DAFTAR PUSTAKA
Pemberian nama gelar dalam etnik Anonim. 2012. Daftar Nama Marga/ Fam,
Minangkabau dapat dikelompokkan ada (1) Gelar Adat dan Gelar Kebangsawanan di
nama yang disertai gelar, (2) nama mengandung Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional.
gelar adat atau gelar kehormatan, (3) nama Bosa, F. M. Tuanku Bosa XIV. Gelar Kehormatan
mengandung gelar kehormatan, dan (4) nama dalam Adat Minangkabau. http://www.
gelar adat yang disebut datuak/ datuk. Pemberian jambiekspresnews.com/berita-19584-gala-
gelar mengandung kehormatan atau gala sangsako-adat-minangkabau.html. Diunduh
sangsako berdasarkan pada: (a) tokoh masyarakat tanggal 12 Juni 2015.
atau status sosial, (b) menguasai adat-istiadat, (c) Djamaris, Edwar. 1991. Tambo Minangkabau,
mengerti hukum-hukum adat dan hukum publik, Jakarta: Balai Pustaka.
dan (d) berperilaku baik. Adapun nama gelar adat Darheni, Nani. 2016. “Bahasa Sunda Pebatasan
yang disebut datuak/ datuk, meliputi: (a) gelar (Borderland) d Kecamatan Dayeuhluhur,
di Jorong Tiga Baleh, (b) gelar di Jorong Koto Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan Jawa
Selatan, (c) gelar di Mandiangin, (d) gelar di Barat. Metalingua, Oktober 2016. Bandung:
Guguak Panjang, (e) gelar di Jorong Aur Birugo. Balai Bahasa Jawa Barat.
Selain gelar kehormatan pada masyarakat Duranti, Allesandro. 1997. Linguistic
Padang, terdapat juga gelar selain datuak/ datuk Anthropology. Cambridge: Cambridge
pada etnis Minangkabau, seperti: Malin, Manti University Press.
Marah, Pandito, Puti, Rajo, Sutan, Sutan Balun, Lanza, Elizabeth. 1997. Language Mixing in
Sutan, Cadiak, Sutan Marajo Basa, Sutan Paduko Infant Bilingualism. Oxford Clarendon Press.
Basa, Sutan Pandak, Tan, dan Tuangku. Kato, Tsuyoshi. 2005. Adat Minangkabau dan
Pemberian nama marga dalam nama gelar Merantau dalam Perspektif Sejarah. Jakarta:
gelar pada etnik Minangkabau berfungsi sebagai PT Balai Pustaka.
tanda penghargaan bahwa seseorang yang berasal Kheng, Cheah Boon, dan Abdul Rahman Haji
dari atau asal-usul etnik Minangkabau, seperti: Ismail. 1998. Sejarah Melayu. The Malaysian
Chaniago, Koto, Malayu, Piliang, Sikumbang, Branch of The Royal Asiatic Society.
Tanjuang. Selain itu pemberian nama juga Moleong. Lexy. J. 2001. Metode Penelitian
diberikan karena dianggap telah cakap dan punya Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
tanggung jawab besar setelah menikah sehingga NA, VOC 1277. 1983. Mission to Pagaruyung,
diberi nama marga tersebut. Pemberian gelar fols. 1027. dalam Dobbin, C.E. 1983. Islamic
tersebut dikaitkan dengan ciri, sifat dan status Revivalism in A Changing Peasant Economy:
penerima. Sedangkan nama gelar diberikan Central Sumatra, 1784-1847. Curzon Press.
dengan berdasarkan kategori gala mudo, gala Naskah Publikasi Etnolinguistik. http://staff.
sako, dan gala sangsako. Fungsi pemberian nama uny.ac.id/sites/default/files/ penelitian/
marga dan nama gelar adalah untuk memberi Yayuk%20Eni%20Rahayu,%20M.Hum./

133
Jurnal Kebudayaan, Volume 12, Nomor 2, Desember 2017

NASKAH%20PUBLIKASI%20PTK%20
ETNOLINGUISTIK%202009%20pdf.pdf.
Diunduh tanggal 10 Juni 2015.
“Pagaruyung, Simbol Perekat Nusantara”.
Kompas.com, 22 Juni 2013. Diunduh 23 Juni
2015.
Samarin, William J., 1988. Ilmu Bahasa
Lapangan. Penerjemah: J.S. Badudu.
Yogyakarta: Kanisius.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik
Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan secara Linguistik).
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Suku-suku di Minangkabau. http://www.
lanteraminang.net/index.php?/
20110218506/Suku-suku-di-Minangkabau-
bag.-2.html. Diunduh tanggal 10 Juni 2015.
Troike, Muriel Saville. 1990. The Ethnography
of Communication: An Introduction. New
Jersey: Willey Blackwell.
Whorf, Benjamin Lee. 1956. Language Thought
and Reality: Selected Writings. Cambridge:
Technology Press of Massachusetts Institute
of Technology.
Wierzbicka, Anna. 1992. Semantic, Culture, and
Cognition: Universal Human Concepts in
Culture-Specific Configuration. Oxford:
Oxford University Press.

Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih, penulis sampaikan
kepada Prof. Dr. phil. Gusti Asnan dari
Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat
yang telah memberikan berbagai referensi
melalui berbagai tulisan beliau yang sangat
bernas dan penuh dedikasi dan juga berbagai
pakar budaya Minangkabau yang tidak dapat
kami sebut satu-persatu.

134

You might also like