You are on page 1of 14

LEGENDA BENAYUK

(Studi Deskriptif Folklor Lisan Masyarakat Desa Menjelutung, Kecamatan Sesayap


Hilir, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara)
Erha Munir
erha.munir-2014@fisip.unair.ac.id
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

ABSTRACT
This research tries to study an oral folklore that is Legend of Benayuk based on its structure and function in
Menjelutung Village’s society, Sesayap Hilir sub-district, Tana Tidung regency, North Kalimantan because
not many have examined it, as well as effort of folklore inventory in Indonesia. This research uses descriptive
method with several stages used in folklore research such as pre-research in place which includes activity
before going directly in the field either doing permission or doing literature study related to research focus,
research stage in the real place by conducting interview, or participant observation, and stage of folklore
manuscript for archiving. The results of this study indicate that Legend of Benayuk as an oral folklore of
Menjelutung Village’s society has various functions, such as: a) Legend as a system of projection or collective
delusion, b) Legend legitimize institutions or cultural institutions, c) Legend as a tool of children's education,
and ) Legend as a tool of supervisor and coercive norms of society to always be obeyed by the collective. The
legend of Benayuk and the people of Menjelutung Village have a very close relationship, the people of
Menjelutung Village need the Legend of Benayuk as the regulator of norms and behavior in social life, and
Legend of Benayuk need the people of Menjelutung Village as the media of heir and the spread of the legend
in order to remain sustainable.

Keywords: Legend of Benayuk, Structural Fungsionalism, Menjelutung Village, Oral folklore

ABSTRAK
Penelitian ini berusaha mengkaji sebuah folklor lisan yaitu Legenda benayuk berdasarkan struktur dan
fungsinya pada masyarakat Desa Menjelutung, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung,
Kalimantan Utara dikarenakan belum banyak yang meneliti hal tersebut sekaligus juga sebagai upaya
inventarisasi folklor yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan beberapa
tahapan yang digunakan dalam penelitian folklor seperti, pra-penelitian di tempat yang mencakup kegiatan
sebelum terjun langsung di lapangan baik melakukan perijinan maupun melakukan studi pustaka terkait fokus
penelitian, tahap penelitian di tempat yang sesungguhnya dengan melakukan wawancara, maupun observasi
partisipasi, dan tahap pembuatan naskah folklor untuk pengarsipan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa Legenda benayuk sebagai folklor lisan masyarakat Desa Menjelutung memiliki berbagai fungsi, yaitu:
a) Legenda sebagai sistem proyeksi atau angan-angan kolektif, b) Legenda mengesahkan pranata atau lembaga
kebudayaan, c) Legenda sebagai alat pendidikan anak, d) Legenda sebagai alat pengawas dan pemaksa norma-
norma masyarakat agar selalu dipatuhi oleh kolektifnya. Legenda benayuk dan masyarakat Desa Menjelutung
memiliki keterkaitan yang sangat erat, masyarakat Desa Menjelutung membutuhkan Legenda benayuk sebagai
pengatur norma-norma serta perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, serta Legenda benayuk membutuhkan
masyarakat Desa Menjelutung sebagai media pewaris serta penyebaran legenda tersebut agar tetap lestari.

Kata Kunci: Legenda benayuk, Fungsionalisme Struktural, Desa Menjelutung, Folklor lisan

PENDAHULUAN ujung Barat, Utara hingga ke Selatan


Indonesia memiliki tradisi yang negara yang memiliki ribuan pulau ini.
beraneka-ragam, dari ujung Timur ke Terpisahkan oleh lautan-lautan tidak

1
mengurangi kekayaan budaya yang milik kolektif yang diwariskan secara
dimiliki Indonesia. Dengan banyaknya turun-temurun.Sebagaimana pengertian
suku bangsa yang ada di Indonesia kita diatas, folklor merupakan sebuah
dapat melihat berbagai perbedaan sebagian kebudayaan dari masyarakat
budaya yang tiap suku bangsa miliki, dan persebarannya atau pewarisannya
dimulai dari bahasa daerah, rumah adat, umumnya melalui lisan (dari mulut ke
senjata tradisional, alat musik, tarian mulut) (Danandjaya, 1991: 1-2).
tradisional, hingga legenda, mitos Penelitian mengenai folklor,
maupun cerita rakyat dalam hal ini terutama legenda dilakukan oleh
dikategorikan ke dalam folklor. Dalam Nirmala (2016) tentang Legenda Bajul
perkembangannya folklor memiliki Njayan yang memiliki dua versi cerita
keterkaitan dan keterikatan dengan dimana dari berbagai macam varian
masyarakat dimana folklor tersebut cerita itu ceritanya muncul dan
berkembang. Kerap kali folklor berkembang dibalik setiap kejadian
diumpamakan sebagai perwujudan aneh dengan pola peristiwa yang sama,
suatu masyarakat. Dimulai dari sisi barang-barang yang telah dibeli lalu
historis yang membangun masyarakat
dikirimkan kepada manusia. Penelitian
tersebut hingga dinamika masyarakat serupa juga dilakukan oleh Haqiqi
yang meyakini atau mewarisi folklor (2008), dimana pada penelitiannya
tersebut (Danandjaya, 1991: 1). memiliki hasil bahwa folklor dapat
Kata folklor berasal dari kata dijadikan sebagai bahan pengamat dan
folklore dalam Bahasa Inggris yang menganalisis tata kelakuan kolektif
merupakan kata majemuk dari kata folk pendukungnya. Penelitian tersebut
dan lore. Folk berarti kolektif dan lore dilaksanakan di Lamongan karena
berarti tradisi dari folk atau sebagian merupakan tempat pendukung folklor
kebudayaan suatu masyarakat tersebut. Sama halnya dengan referensi
(Danandjaya, 1991:1). pertama, penelitian mengenai Legenda
Mbah Lamong juga menggunakan
Dengan demikian folklor yang
metode penelitian folklor Danandjaya,
merupakan pengindonesiaan kata
melalui beberapa tahapan penelitian
folklore dalam Bahasa Inggris berarti
folklor.
suatu tradisi atau sebagian kebudayaan

2
Menurut Bascom (dalam tujuan dalam penelitian ini, maka
Danandjaya, 1991: 19) folklor terutama metode yang digunakan dalam
folklor lisan maupun sebagian lisan penelitian ini adalah metode kualitatif
memiliki fungsi antara lain: (a) sebagai yang bertujuan untuk menjelaskan
sistem proyeksi, yaitu sebagai alat fenomena atau gejala yang diteliti
pencermin angan-angan suatu sedalam-dalamnya. Data kualitatif tidak
masyarakat; (b) sebagai alat berupa angka-angka tetapi berupa
pengesahan pranata-pranata dan pernyataan-pernyataan mengenai isi,
lembaga-lembaga kebudayaan; (c) sifat, ciri, keadaan atau gejala, atau
sebagai alat pendidikan anak; (d) pernyataan mengenai hubungan sesuatu
sebagai alat pemaksa dan pengawas dengan sesuatu yang lainnya. Sesuatu
agar norma-norma masyarakat akan itu bisa berupa fisik, tradisi, nilai
selalu dipatuhi oleh kolektifnya. maupun norma, bisa juga peristiwa
yang terjadi di dalam masyarakat.
METODE Sedangkan tipe penelitian dalam
Metode penelitian folklor dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif
perspektif Antropologi memiliki yaitu dengan menggambarkan dan
beberapa karakteristik yang menganalisis folklor lisan dalam hal ini
menunjukkan ciri khas yang berbeda adalah Legenda benayuk yang terdapat
dengan penelitian folklor dari di Desa Menjelutung, Kabupaten Tana
perspektif disiplin ilmu lain. Menurut Tidung, Kalimantan Utara. Alasan
Danandjaya (1991), penelitian folklor menggunakan metode kualitatif adalah
dengan tujuan pengarsipan memiliki untuk mendapatkan jawaban yang rinci
beberapa tahapan yang harus dilalui, atas masalah yang diteliti berdasarkan
yaitu: (1) tahap prapenelitian di tempat, data dan informasi terkait dengan
(2) tahap penelitian di tempat yang Legenda benayuk.
sesungguhnya, (3) pembuatan naskah Penelitian ini dilakukan di Desa
folklor bagi pengarsipan (Danandjaya, Menjelutung, Kecamatan Sesayap,
1991: 191-201). Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan
Berdasarkan latar belakang Utara. Pemilihan lokasi di Desa
permasalahan, rumusan masalah, dan Menjelutung didasarkan pada

3
kenyataan bahwa Legenda benayuk pengambilan data terkait administrasi
secara kolektifnya dipercayai berasal dan sejarah Desa Menjelutung.
dari desa tersebut sehingga data yang Menurut Spradley, dalam
akan diperoleh cukup valid. Selain itu setidaknya terdapat 5 (lima)
letak Desa Menjelutung yang berada persyaratan yang harus dimiliki oleh
cukup dekat dengan pusat informan ketika melakukan wawancara
pemerintahan Kabupaten Tana Tidung etnografi. Dengan adanya persyaratan-
sehingga memudahkan peneliti untuk persyaratan tersebut diharapkan dapat
menjangkau tempat tersebut. menjadikan peneliti memahami
Dalam penelitian ini, teknik kebudayaan yang sedang ditelitinya.
pemilihan informan adalah dengan cara Kelima persyaratan tersebut antara lain:
purposive artinya teknik pengambilan Pertama, enkulturasi penuh.
sampel yang disengaja dengan sumber Enkulturasi penuh merupakan proses
informan merupakan orang-orang yang alami dalam mempelajari suatu budaya
berpengalaman sesuai dengan tujuan tertentu. Dengan enkulturasi penuh,
penelitian. Dalam hal ini informan yang seorang informan diyakini mampu
dipilih adalah Kepala Desa memahami budayanya dengan baik.
Menjelutung, Kepala adat di Desa Kedua, keterlibatan langsung. Seorang
Menjelutung, beberapa pemuda Desa informan yang terlibat langsung dengan
Menjelutung, beberapa orang tua yang bagian budayanya dapat menjelaskan
ada di sekitaran Desa Menjelutung, dengan mendetail setiap suasana
serta beberapa pemuda di sekitaran budaya. Hal tersebut karena informan
desa Menjelutung. Pemilihan informan yang melakukan kegiatan
yang berada di luar Desa Menjelutung menginterpretasi setiap kejadian yang
dimaksudkan agar peneliti dapat ia lalui dengan suasana budaya yang
mengungkapkan beberapa varian dari ada kemudian menerapkan hal tersebut
Legenda benayuk serta bagaimana para sehari-hari. Sedangkan informan yang
informan tersebut memaknainya. meninggalkan suasana budayanya
Sedangkan informan yang berasal dari hanya dapat menjelaskan garis besar
Desa Menjelutung yaitu Kepala Desa suasana budayanya tanpa tahu hal yang
dan Kepala adat difokuskan pada mendetail. Ketiga, suasana budaya

4
yang tidak dikenal. Seorang etnografer Selain itu dari luar Desa Menjelutung
memiliki kesempatan yang lebih ketika terpilih beberapa informan seperti
menganalisis budaya yang ditelitinya Ketua Adat Tidung Kabupaten Tana
serta memberikan deskripsi yang Tidung, Budayawan Suku Tidung,
mendalam ketika melakukan penelitian Bagian Kebudayaan di Dinas
pada suasana yang tidak dikenalnya. Pendidikan Kabupaten Tana Tidung.
Ketika melakukan kegiatan penelitian Teknik pengumpulan data pada
pada kebudayaan yang diketahuinya penelitian tentang folklor memiliki
maka peneliti akan menganggap bahwa persamaan dengan penelitian pada Ilmu
segala hal dalam budaya tersebut Antropologi umumnya. Penelitian ini
adalah benar. Keempat, cukup waktu. juga dimaksudkan untuk pengarsipan
Seorang peneliti diharuskan mampu atau pendokumentasian folklor yang
untuk mencari atau membuat janji ada di Indonesia karena kurangnya
dengan para informan dengan waktu pendokumentasian folklor di Indonesia.
wawancara yang cukup. Hal ini dalam pengumpulan data mengenai
bertujuan untuk menghasilkan proses folklor terdapat tiga tahap yang perlu
wawancara yang mendalam. Terakhir, dilakukan oleh seorang peneliti yaitu:
non analitik Informan diharapkan Pertama, Tahap prapenelitian di tempat.
mampu mendeskripsikan Dalam tahap ini peneliti melakukan
kebudayaannya tanpa harus persiapan yang matang sebelum benar-
menganalisis kebudayaannya tersebut, benar terjun ke lokasi penelitian.
dan memberikan jawaban secara apa Persiapan-persiapan itu diharapkan
adanya (Spradley, 1997:59-70) dapat mencegah hambatan-hambatan
Dari beberapa persyaratan yang akan terjadi. Persiapan itu antara
diatas sebagai acuan untuk kriteria lain, membaca dokumen atau artikel-
informan yang baik, maka terdapat artikel yang berkaitan dengan
beberapa informan yang dipilih seperti permasalahan yang akan diteliti.
Ketua Adat Desa Menjelutung, Kepala Kedua, Tahap penelitian di tempat yang
Desa Menjelutung, sesungguhnya. Pada tahap ini peneliti
budayawan/penggiat seni di telah berada di lokasi penelitian dan
Menjelutung, pemuda di Menjelutung. mulai melakukan proses pengumpulan

5
data baik melalui in-depth interview memberikan gambaran masyarakat
(wawancara mendalam) maupun mana yang menjadi pengikut budaya
melalui observasi atau pengamatan. tersebut (Danandjaya, 1991: 193-201).
Proses pengumpulan data memerlukan Dalam menganalisis data yang
pendekatan yang baik dengan para telah didapatkan sebelumnya, terdapat
informan, sehingga timbul sikap saling tiga alur kegiatan yang perlu dilakukan
percaya antara peneliti dengan secara bersamaan guna memudahkan
informan. Sikap yang harus dimiliki dalam menganalisis data menurut Miles
oleh seorang peneliti untuk dan Hubermen (dalam Sugiyono,
memperoleh hubungan yang baik 2010). Pertama, Reduksi data,
adalah bersifat jujur dalam setiap merupakan upaya penggolongan,
perkataan maupun perbuatan, bersikap mengurangi, membuang data yang
rendah hati, tidak bersikap sok tahu tidak perlu dimasukkan kedalam bagian
atau menggurui. Ketika telah penelitian sehingga didapat data final
memperoleh kepercayaan dari para yang dapat diambil kesimpulan-
informan, maka informan tidak akan kesimpulan dan diverifikasi. Dalam hal
segan-segan memberikan informasi ini kegiatan reduksi data berbentuk
yang peneliti butuhkan. Ketiga, Cara uraian singkat dan ringkas selama
pembuatan naskah folklor bagi proses penelitian berlangsung. Kedua,
pengarsipan. Pada tahapan ini, hasil Penyajian data, sekumpulan informasi
penelitian berupa folklor yang telah yang terkumpul yang memberikan
diteliti diarsipkan dalam bentuk kemungkinan adanya penarikan
lembaran sesuai dengan folklor yang kesimpulan dan pengambilan tindakan
diteliti. Lembaran arsip berisi tentang pada penggunanya.Ketiga, Penarikan
bagaimana folklor tersebut berbunyi kesimpulan atau verifikasi, memiliki
atau terlihat. Bagi peneliti, penulisan beberapa tahapan yaitu (1) Dalam
informasi diri seorang informan rangka mencapai atau memperoleh
merupakan hal yang sangat penting, integrasi yang lebih baik dari data yang
karena selain memudahkan mengetahui berbeda. (2) Untuk melihat hubungan
individu yang memberikan penjelasan diantaranya secara lebih abstrak
terkait folklor tersebut, juga menggolongkan hal-hal kecil kepada

6
suatu hal yang lebih umum. Dan perkampungan mereka. Dengan adanya
terakhir (3) Membangun suatu pohon tersebut, para masyarakat
rangkaian logis dari data (Sugiyono, Kerajaan Benayuk tidak mengalami
2010: 92-99). kematian. Ketika ada salah satu
warganya yang mengalami sakit keras
HASIL DAN PEMBAHASAN cukup didudukkan di bawah pohon
Legenda benayuk menceritakan tersebut maka orang tersebut akan
tentang suatu kampung yang terkena sembuh dan sehat seperti sedia kala.
bencana dan tenggelam ke dalam Ketika ada warganya yang sudah cukup
Sungai Sesayap. Tidak terdapat tua maka cukup ditaruh di bawah
perbedaan versi yang ada tetapi pohon tersebut orang tersebut akan
terdapat beberapa pendapat yang muda kembali. Dengan adanya karunia
berbeda terkait dengan penamaan tersebut maka masyarakat Kerajaan
lokasi maupun letak sesungguhnya dari Benayuk tidak pernah mengalami
Kampung Benayuk tersebut. Pada kematian. Akan tetapi mereka juga
zaman dahulu kala di Utara Pulau dilarang untuk melakukan pesta yang
Kalimantan tepatnya di pinggiran berkaitan dengan kematian karena akan
Sungai Sesayap terdapat dua buah membawa bencana pada kerajaan
kerajaan yang mendiami pinggiran mereka (Hamzah, 2005:123). Suatu
sungai tersebut. Kerajaan pertama hari Benayuk ingin mengadakan irau
bernama Kerajaan Menjelutung dan kematian karena tidak menginginkan
Kerajaan kedua adalah Kerajaan kehidupan yang monoton. Iapun
Benayuk. Kerajaan pertama hidup memerintahkan masyarakatnya untuk
layaknya kehidupan masyarakat biasa. menangkap sepasang ikan hiu untuk
Mereka mengalami kematian, dijadikan sebagai sebuah model
kesenangan, kesedihan, dan berbagai jenazah sehingga dapat melakukan
ekspresi kehidupan lainnya. Berbeda perayaan kematian yang ia inginkan.
dengan Kerajaan Menjelutung, Merekapun membungkus sepasang
Kerajaan Benayuk diberikan sebuah ikan hiu itu dan menangisi mereka
keistimewaan berupa adanya pohon selayaknya jenazah yang baru
tenggilan nagas yang tumbuh di tengah meninggal. Selama tujuh hari tujuh

7
malam mereka melakukan perayaan, mitos larangan mandi bertelanjang
tepat pada hari kedelapan turun hujan bulat berlaku tidak hanya untuk para
disertai angin puting beliung yang tidak pendatang namun juga untuk
ada henti-hentinya. Sesaat kemudian masyarakat Desa Menjelutung.
kerajaan tersebut runtuh dan Sebagai pusat kehidupan,
menenggelamkan Benayuk dan Sungai Sesayap difungsikan sebagai
seisinya. Beberapa orang dapat sarana untuk keperluan berniaga baik
melarikan diri ke daratan namun membeli atau menjual bahan-bahan
mereka dikutuk dan berubah menjadi rumah tangga, membeli stok makanan
batu. dabn lain-lain. Selain itu, Sungai
Dalam masyarakat Desa Sesayap difungsikan sebagai sarana
Menjelutung juga terdapat berkembang transportasi yang dapat
beberapa mitos yang mengiringi menghubungkan Desa Menjelutung
munculnya Legenda benayuk yang dengan wilayah lain yang ada di
telah dibawa secara turun temurun. Kalimantan Utara. Walau demikian,
Mitos muncul karena adanya tidak terdapat jadwal resmi kapan
pengalaman-pengalaman yang telah angkutan sungai baik perahu maupun
dialami oleh seseorang sehingga speedboat dapat berangkat karena
kejadian serupa dapat terjadi apabila keberangkatan hanya berlangsung
dilakukan atau dilanggar di kemudian selama ada penumpang yang akan
hari. Larangan yang berkembang pada berangkat.
masyarakat Desa Menjelutung antara Sebanyak 99 persen penduduk
lain para pendatang tidak Desa Menjelutung memeluk agama
diperbolehkan untuk menggunakan islam sedangkan hanya beberapa orang
pakaian berwarna merah darah, selain saja yang beragama Kristen. Tidak
itu juga tidak diperbolehkan untuk terdapat masyarakat pemeluk aliran
mandi secara bertelanjang bulat ketika kepercayaan, namun sebagian orang
harus mandi di sungai atau sumber air yang mempercayai adanya kekuatan
yang ada di hutan karena hal tersebut gaib seringkali melakukan kegiatan
dapat mengundang amarah dari para seperti meminta atau dalam istilah lain
penunggu Desa Menjelutung. Untuk mengharap berkah. Orang yang

8
mempercayai kekuatan gaib mengirimbeberapa perwakilan untuk
memberikan sesembahan dibeberapa menampilkan Tari Zapin maupun
tempat yang dianggap keramat seperti Hadrah. Akan tetapi, sanggar kesenian
di Batu Menangis. Bagi masyarakat ini sedang vakum karena tidak adanya
pemeluk agama islam umumnya peralatan kesenian akibat telah rusak.
melakukan kegiatan ibadah di Masjid Sebagai alat pengenal utama,
Al-Jami yang terdapat di RT 2 Desa folklor memiliki ciri-ciri yang dapat
Menjelutung.Selain tempat ibadah, membedakan antara satu kebudayaan
Masjid Al-Jami juga difungsikan dengan kebudayaan yang lain. Ciri-ciri
sebagai tempat melaksanakan tolak itu antara lain: a) pewarisannya
bala ketika dianggap perlu untuk dilakukan secara lisan, yakni
mencegah terjadinya bencana. Makam disebarkan melalui tutur kata dari
keramat yang merupakan makam para mulut ke mulut, b) folklor bersifat
leluhur ataupun habib penyebar agama anonim, artinya tidak dapat diketahui
islam senantiasa dibersihkan dan diberi pasti siapa penciptanya, c) folklor
kain kuning di sekeliling makam bersifat tradisional, yakni
sebagai bentuk penghormatan serta penyebarannya dalam bentuk tetap
sebagai bentuk perawatan terhadap dimana kolektifnya menurunkan folklor
artefak atau benda-benda bersejarah tersebut ke generasi dibawahnya,
yang ada, hal demikian juga berlaku d) folklor dihadirkan dalam berbagai
kepada batu menangis. bentuk (versi) atau varian yang
Sebagai bentuk apresiasi seni, berbeda, namun dengan adanya
di Desa Menjelutung terdapat sanggar interpolasi atau proses lupa diri
kesenian yaitu Sanggar Kesenian Desa manusia menyebabkan terdapat
Menjelutung yang terletak di RT 1 penambahan unsur pada folklor
Desa Menjelutung. Di sanggar kesenian tersebut. Folklor dengan mudah dapat
ini mengkhususkan diri pada Tari berubah dikarenakan hanya melalui
Zapin serta kesenian Hadrah. Biasanya proses lisan dan tidak melalui proses
ketika berlangsung kegiatan irau yang pencetakan atau perekaman. Walaupun
ada di Kabupaten Tana Tidung, maka folklor mengalami perubahan, namun
dari sanggar kesenian ini perubahan itu hanya sebatas bentuk

9
luar, sedangkan bentuk dasarnya tetap Menjelutung meyakini bahwa adat
seperti bentuk awalnya, e). folklor istiadat tersebut dapat membantu
memiliki bentuk berumus atau berpola. memecahkan permasalahan yang
Pada legenda misalnya, selalu terdapat menimpa mereka. Dengan diadakannya
kalimat yang mengandung penjelasan tolak bala, masyarakat kolektifnya
yang hiperbola seperti: sungguh raja menganggap bahwa hal itu dapat
amatlah menyayangi putrinya, sehingga menghindarkan dari bencana yang
apapun ia berikan kepadanya, sekiranya dapat menimpa kapan saja.
f). folklor memiliki fungsi (function) Dalam keseharian masyarakat
bagi para kolektifnya, g). folklor Menjelutung, tak sedikit kepercayaan
menjadi milik bersama bagi kepada roh yang ada di sekeliling
kolektifnya, h). folklor besifat lugu mereka. Kepercayaan terhadap hal
ataupun polos sehingga banyak sekali yang tidak tampak baik roh manusia,
cerita yang menginterpretasikan didapatkan melalui pengalaman yang
perasaan masyarakat yang paling jujur telah mereka alami. Terdapat beberapa
manifestasinya, i) folklor bersifat warga yang pernah melihat makhluk
pralogis, artinya folklor memiliki halus yang terbang dari ujung desa ke
logika sendiri yang tidak sama dengan ujung lainnya, melihat batu yang dapat
logika pada umumnya. Hal ini berlaku mengeluarkan suara tangisan, maupun
terutama pada folklor lisan dan folklor yang pernah mengalami kerasukan.
sebagian lisan. Dengan adanya pengalaman-
pengalaman tersebut memperkuat
Kehidupan manusia tak henti-
kepercayaan akan adanya roh halus di
hentinya dipengaruhi oleh aturan-
sekitar mereka. Tradisi tolak bala
aturan yang telah disepakati secara
dilakukan dengan harapan bahwa
bersama, demikian pula halnya dengan
mereka dapat hidup berdampingan
masyarakat Menjelutung. Sebagai hal
dengan makhluk tak kasat mata yang
yang mengatur, Legenda benayuk
ada di sekitarnya tanpa harus saling
sedikit banyak telah menciptakan
mengganggu.
kebudayaan manusia atau adat istiadat
Dalam pelaksanaan tolak bala,
yang dilakukan secara terus menerus.
ketua adat beserta para warga
Dalam tradisi tolak bala, masyarakat

10
berbondong-bondong untuk pergi ke Penyajian Legenda benayuk
masjid sebagai sarana peribadatan, tidak serta-merta dilakukan sesuai
selain karena masjid diyakini dapat cerita aslinya yang menggambarkan
memberikan perasaan yang damai dan kengerian bencana yang dialami oleh
juga dianggap dapat mempermudah Kerajaan Benayuk pada waktu itu, akan
sampainya doa dan diberikan keinginan tetapi lebih kepada penguatan nilai-
mereka, masjid juga dapat menjadi nilai yang dapat diambil atas peristiwa
media pemersatu masyarakat yang terjadi. Selain itu, banyak manfaat
Menjelutung yang mayoritas beragama atas penyajian cerita rakyat untuk anak
islam. Warga yang mengikuti tolak di Desa Menjelutung seperti
bala akan membawa nampan berisi perkembangan holistic, kognitif,
nasi yang berwarna-warni. Nasi itu emosional, moral, bahasa, dan sosial
antara lain berwarna merah, kuning, (Burke dalam Bunanta, 1998: 52).
hijau, putih dan hitam. Pewarnaan Perkembangan holistic mengajarkan
tersebut sebagai representasi warna pada anak bahwa kehidupan manusia
yang sering digunakan masyarakat pada selalu memiliki rasa cinta, haru,
masa Kerajaan Tidung. Warna-warna senang, sedih, maupun bahagia. Dalam
itu memiliki makna antara lain: a) putih perkembangan kognitifnya, cerita
bermakna kesucian, b) kuning berarti rakyat untuk anak dapat meningkatkan
keagungan, c) hijau bertanda kemampuan kognisi anak ketika akan
kemakmuran, d) merah artinya berani menceritakan kembali cerita yang telah
dalam hal kebenaran, e) hitam ia dapatkan, hal itu dapat dibuktikan
bermakna kejujuran. Setelah dengan kemampuan generasi muda
berkumpul, ketua adat akan dalam menceritakan kembali Legenda
membacakan beberapa doa dan diiringi benayuk. Dalam perkembangan bahasa,
pembacaan ayat suci Al-Quran. Nasi Legenda benayuk dalam suatu keluarga
yang telah terkumpul dan didoakan kecil disajikan menggunakan bahasa
dengan aneka warna tersebut dibagikan daerah yaitu Bahasa Tidung dengan
ke masyarakat dan dapat dikonsumsi maksud untuk mewariskan bahasa
oleh mereka. melalui cerita, apalagi saat ini Bahasa

11
Tidung mengalami krisis penutur keramat. Dengan adanya motif dasar
aslinya. tersebut, menimbulkan persepsi serta
Pelajaran yang dapat diambil perilaku masyarakat yang secara tidak
dalam Legenda benayuk antara lain, langsung diatur oleh kepercayaan
tidak boleh berlebihan dalam masyarakat tersebut. Seperti tidak
melakukan suatu hal, semisal ketika boleh mengenakan pakaian berwarna
berbicara tidak begitu keras, ketika merah darah, tidak boleh mandi
menertawai sesuatu tidak berlebihan, bertelanjang ketika menemukan sumber
karena apabila berlebihan dapat air di sekitar daerah Menjelutung, tidak
mengundang gasab. Adanya hubungan boleh buang air sembarangan, tidak
sebab akibat, artinya setiap perbuatan boleh mengambil barang temuan yang
yang dilakukan akan memiliki karma ada di Sungai Sesayap tepat di depan
yang kelak dapat menghampiri Desa Menjelutung.
bergantung kepada apa yang dilakukan Menurut Durkheim (dalam Pals,
tersebut, apabila baik maka akan 1996: 160-165), pada penjelasan
mendapatkan karma yang baik, dan mengenai kontrak sosial bahwa
apabila buruk akan mendapatkan karma masyarakat pada awalnya terbentuk
yang buruk. karena adanya dua orang yang
Varian cerita dari Legenda bersepakat untuk kerjasama dan
benayuk memiliki kisah yang menggapai tujuan bersama, teori ini
bermacam-macam, akan tetapi secara terbentuk atas asal-usul perkembangan
keseluruhan masih memiliki motif sosiologi. Durkheim berpendapat
dasar yang sama. Motif dasar itu yaitu masyarakat terdiri atas bagian-bagian
adanya sebuah kampung yang yang dimana tiap-tiap bagian
tenggelam akibat perbuatan buruk yang mempunyai fungsinya masing-masing.
telah masyarakatnya lakukan, Dapat dilihat bahwa terdapat
terjadinya hubungan sebab-akibat keterkaitan dalam pola antara teori
(hukum karma) dalam setiap perbuatan fungsionalisme-struktural Radcliffe-
yang dilakukan masyarakatnya, adanya Brown dengan teori Fungsionalisme
anggapan bahwa daerah tersebut Durkheim. Legenda benayuk oleh
menjadi daerah yang angker ataupun masyarakat Menjelutung dijadikan

12
sebagai alat pengontrol dan menjadi Legenda Benayuk sebagai alat kontrol
pengingat bagi masyarakat itu sendiri. norma dan nilai yang berlaku di
Pengontrol yang terbentuk berisikan masyarakatnya, dan Legenda Benayuk
aturan-aturan yang sudah semestinya membutuhkan masyarakat Desa
ditaati oleh masing-masing individu Menjelutung sebagai media penyebaran
yang ada di Desa Menjelutung. aturan- dan pewarisan legenda tersebut
aturan yang terbentuk merupakan hasil sehingga tetap terus ada.
dari akal pemikiran agar terus selaras
dengan keadaan lingkungan mereka. DAFTAR PUSTAKA
Bunanta, M. (1998). Problematika
SIMPULAN Penulisan Cerita Rakyat untuk Anak di
Berdasarkan temuan data Indonesia. Jakarta: BALAI PUSTAKA.
penelitian dapat diketahui bahwa Danandjaya, J. (1991). Folklor Indonesia:
legenda benayuk memiliki fungsi yaitu: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
a) sebagai sistem proyeksi atau angan- Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
angan kolektif, b) sebagai alat Hamzah, A. (2005). Sekilas Mengenal Suku-
pengesahan pranata atau lembaga Bangsa Tidung. Samarinda.
kebudayaan, c) sebagai alat pendidikan Haqiqi, M. (2007). Legenda Mbah Lamong:
anak, d) sebagai alat pengawas dan Studi Folklor Tentang Cerita Prosa
pemaksa norma-norma masyarakat agar Rakyat Mbah Lamong Pada
selalu dipatuhi oleh kolektifnya. Masyarakat Lamongan. Universitas
Fungsi-fungsi tersebut merupakan Airlangga.
representasi dari kehidupan masyarakat Nirmala, L. W. (2016). LEGENDA BAJUL
Desa Menjelutung agar selalu NJAYAN: Folklor Lisan Masyarakat
berperilaku baik dan selaras dengan Desa Senjayan, Kecamatan Gondang,
lingkungan tempat tinggalnya. Struktur Kabupaten Nganjuk. Universitas
dalam Legenda Benayuk dan Airlangga.
masyarakat Desa Menjelutung yang Pals, D. L. (1996). Seven Theories of
saling terikat menunjukkan adanya Religion. New York: OXFORD
sikap saling mempengaruhi, sehingga UNIVERSITY PRESS.
masyarakat Menjelutung membutuhkan

13
Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi.
Yogyakarta: PT TIARA WACANA
YOGYA.
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian
Kualitatif (Cetakan ke). Bandung: CV
Alfabeta.

14

You might also like