You are on page 1of 12

MODEL EKOLOGI CERITA RAKYAT ETNIK TIALO DESA

AMBESIA KECAMATAN TOMINI KABUPATEN PARIGI


MOUTONG
ECOLOGICAL MODEL OF TIALO ETNICH FOLKLORE
AMBESIA VILLAGE TOMINI SUB-DISTRICT PARIGI
MOUTONG DISTRICT

Alfian, Ulinsa
Universitas Tadulako
Email: fian43648@gmail.com

Abstrak: Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kajian ekologi sastra dalam
cerita rakyat suku Tialo. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan ekologi sastra dalam cerita
rakyat suku Tialo. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian
ini adalah kumpulan cerita rakyat suku Tialo. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
bersama narasumber dan kemudian merekam dan mendata sebagai pengarsipan data. Teknik
analisis dilakukan dengan cara mengumpulkan data, reduksi data, menyajikan data, dan menarik
kesimpulan. Hasil penelitian ini ditemukan nilai ekologi cerita rakyat yang terbagi menjadi 1)
Hubungan antara sastra dengan upaya pelestarian alam, 2) Hubungan antara sastra dengan alam
sebagai sumber kehidupan manusia, 3) Hubungan antara sastra dengan adat istiadat, 4) Hubungan
antara sastra dengan keperecayaan/mitos.
Kata kunci : ekologi, cerita rakyat, suku Tialo

Abstract: The problems in this research are: how is the study of literary ecology in the folklore of
the Tialo tribe? The purpose of this research is to describe the ecology of literature in the folklore
of the Tialo tribe. This research is a qualitative descriptive study. The data source of this research
is a collection of Tialo folk tales. Data collection was carried out by interviewing sources and then
recording and recording data as data archiving. The analysis technique is done by collecting data,
reducing data, presenting data, and drawing conclusions. The results of this study found the
ecological value of folklore which is divided into 1) The relationship between literature and nature
conservation efforts, 2) The relationship between literature and nature as a source of human life,
3) The relationship between literature and customs, 4) The relationship between literature and
belief / myth.
Keywords: ecology, folklore, Tialo tribe

Indonesia Adalah bangsa yang majemuk. Bangsa yang mempunyai


keanekaragaman budaya yang tersebar di setiap daerah. Bahasa, hukum, adat-
istiadat, kesenian serta berbagai bentuk budaya tumbuh dan berkembang menjadi
corak identitas sebagai khazanah kekayaan bangsa. Kebudayaan yang tumbuh di
Indonesia merupakan hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia yang
meliputi kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat. Kebudayaan tersebut digunakan
untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif. Karena dalam kebudayaan
terdapat gagasan dan keinginan yang mengandung nila- nilai kemanusiaan. Nilai
tersebut diwujudkan dalam hasil karya manusia untuk digunakan sebagai
pedoman bagi tingkah laku manusia sehingga manusia dengan sadar menanggapi
lingkungannya. Kebudayaan masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai yang
tertumpu pada sastra, kesenian, agama serta sejarah. Kebudayaan ada karena
masyarakat menciptakannya, dan kebudayaan itu diciptakan juga untuk
kepentingan kehidupan mereka dalam masyarakat. Nilai moral adalah nilai-nilai
yang berkaitan dengan perbuatan baik serta buruk yang menjadi pedoman
kehidupan manusia secara umum, sebagai contoh tindakan menolong orang lain
yang membutuhkan adalah sebuah bentuk moral yang baik sebab bermanfaat
untuk orang lain serta lingkungan masyarakat. Kebudayaan juga meliputi segala
realisasi manusia, termasuk di dalamnya adalah karya sastra.
Alasan penulis memilih model ekologi cerita rakyat dikarenakan penulis
ingin mengetahui nilai-nilai yang ada dalam cerita tersebut dan membandingkan
dengan nilai-nilai budaya yang ada pada kehidupan masyarakat saat ini. Hal ini,
didasarkan karena nilai budaya yang terdapat pada cerita rakyat diyakini dan
dipercayai sebagai cerita yang dianggap benar-benar pernah terjadi dalam
masyarakat, pada masa lampau. Nilai tersebut tidak hanya dipercaya dan diyakini,
tetapi sudah menjadi aturan yang digunakan dalam menata kehidupan masyarakat.
Di samping itu, dalam cerita rakyat terdapat ajaran pendidikan, sebagai usaha
pewarisan, dan pengabdian terhadap nilai-nilai budaya. Kemudian yang
memengaruhi penulis memilih model ekologi cerita rakyat di desa Ambesia,
Kecamatan Tomini, Kabupaten Parigi Moutong. karena penulis sendiri adalah
orang asli suku Tialo, atau putra daerah asli Tomini yang tinggal di desa Ambesia,
Kecamatan Tomini Kabupaten Parigi Moutong. yang membuat penelitian ini lebih
relevan.
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah 1) Bagaimanakah bentuk ekologi sastra dalam cerita rakyat suku Tialo?
2) Bagaimana fungsi bentuk ekologi cerita rakyat suku Tialo? Tujuan penelitian
ini adalah 1) Mendeskripsikan bentuk ekologi cerita rakyat suku Tialo 2)
Mendeskripsikan fungsi bentuk ekologi cerita rakyat suku Tialo. Manfaat yang
diharapakan dalam penelitian ini adalah 1) Sebagai upaya pelestarian sastra
daerah dalam rangka pengembangan budaya daerah dan budaya nasional 2)
Sebagai bahan informasi bagi masyarakata luar tentang kultur masyarakat dan
budaya masyarakat lama 3) Sebagai bahan bacaan melalui pembelajaran sastra
dan muatan lokal bagi generasi sekarang maupun yang akan datang, untuk
memahami nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat dan adat istiadat
masyarakat Ambesia, kecamatan Tomini 4) Sebagai bahan dokumentasi bagi
peneliti dan pembaca yang akan mendalami ilmu sastra daerah. Khususnya, dalam
mengkaji nilai-nilai budaya dalam Masyarakat Kecamatan Tomini desa Ambesia
5) Penelitian ini dapat dijadikan bahan ajar bagi guru bahasa Indonesia dalam
pengajaran nilai-nilai dalam karya sastra.
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang organisme dan lingkungannya.
Dalam hal ini, ekoligi menjadi disiplin ilmu yang mengkaji hubungan timbal balik
antara organisme-organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya.
hubungan antara organisme dengan lingkungan tersebut tidak dapat dipisahkan,
karena semua organisme pasti memiliki lingkungan tertentu untuk hidup.
Organisme tersebut merupakan manusia, hewan dan tumbuhan (Kuswandi dalam
Endraswara, 2016:82)
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan ekologi turut berkembang dengan
munculnya berbagai studi interdispliner. Menyangkut hal ini, ekologi tidak lagi
hanya sebatas kajian tentang ekosistem atau alam, tapi juga digunakan untuk
dapat mengkaji bidang lainnya termasuk bidang sastra. Ilmu ekologi dan sastra
dapat sejalan, karena sastra dapat mengungkap suatu peristiwa yang melibatkan
lingkungan sekitar sebagai objek kajiannya (Sugiarti, 2017: 111).
Ekologi sastra merupakan ilmu ekstrinstik sastra yang mendalami masalah
hubungan sastra dengan lingkungannya (Endraswara,2016:5). Ilmu ekstrinstik
sastra berarti ilmu pengetahuan yang berada di luar ilmu sastra, atau tidak
berkaitan dengan ilmu sastra. Dalam hal ini, ilmu di luar sastra tersebut
merupakan ilmu ekologi yang bersangkutan dengan hubungan organisme dengan
lingkungannya. Namun demikian, secara tidak langsung ilmu ekstrinstik yaitu
ekologi tersebut turut mempengaruhi karya sastra, karena karya sastra juga
mengkaji suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar sebagai objek kajian
di dalamnya.
Ekologi sastra adalah studi mengenai pedoman berkaitan dengan menulis dan
membaca yang menggambarkan serta mempengaruhi interaksi makhluk hidup
dengan alam sekitar pada sebuah karya sastra. hal ini sejalan dengan Endraswara
(2016:90) yang berpendapat bahwa ekologi sastra merupakan studi yang berkaitan
dengan cara-cara mengenai membaca dan menulis baik mencerminkan serta
mempengaruhi interaksi manusia dengan alam.
Ekologi sastra merupakan kajian interdisipliner yang membahas masalah dari
sudut pandang ekologi dan sastra. kedua disiplin ilmu tersebut digunakan untuk
mengkaji hubungan antara makhluk hidup atau manusia dengan lingkungannya.
Hal tersebut saling berkaitan, karena setiap sastra pastii memiliki suatu peristiwa
yang melibatkan lingkungan sekitarnya. Banyak ragam kajian yang dapat
dimanfaatkan guna membedah sebuah karya sastra. Dalam kaitannya dengan
karya sastra, Ekologi dipakai dalam pengertian beragam. Pertama, ekologi
digunakan dalam pengertian yang dibatasi oleh konteks alam. Kedua, ekologi
digunakan secara luas, termasuk budaya (Endraswara, 2016:33). Dalam hal ini
ekologi dalam karya sastra sering digambarkan melalui budaya tertentu suatu
daerah. Budaya yang ada ikut mempengaruhi keadaam lingkungan dan sastra,
sehingga muncul ekologi budaya.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Dikatakan deskriptif karena dalam penelitian ini akan mengambarkan
atau mendeskripsikan data-data yang diperoleh. Artinya data yang diperoleh akan
dipaparkan dengan menggunakan kata-kata, ataupun kalimat dan bukan dalam
bentuk angka-angka atau hitungan Moleong (2006). Hal itu, sesuai dengan
pendapat Sudarmono (2009: 67) yang mengatakan bahwa pada metode deskriptif
data dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.
Penggunaan metode deskriptif dilakukan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada suatu situasi. Mendeskripsikan data
yang dianalisis, yaitu nilai moral dalam cerita Ambesia Kecamatan Tomini.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tomini, Kabupaten Parigi Moutong,
sebagai pemilik sastra lisan yang berupa cerita rakyat “Raja Nu Tomini”.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020.
Sudaryanto berpendapat bahwa objek adalah unsur-unsur yang bersama-
sama dengan sasaran penelitian membentuk kata dan konteks data (Wijayanto,
2007: 20). Adapun sumber data penelitian ini ialah masyarakat yang mengetahui
cerita rakyat tersebut. Objek penelitiannya adalah sastra lisan “Raja Nu Tomini”
yang merupakan bagian dari cerita rakyat Tomini yang berkembang sebagai satra
lisan yang memiliki nilai moral.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Manusia sebagai instrument utama dalam penelitian
kualitatif dipandang lebih serasi. Namun untuk mengumpulkan data, peneliti
menggunakan pedoman wawancara dengan instrument 1) Buku dan laptop
berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data 2) Kamera
berfungsi untuk memotret jika peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan
sumber data. Dengan demikian, sebagai instrument utama dalam peneliti ini,
peneliti menggunakan metode wawancara yang dilengkapi dengan alat penelitian
seperti buku catatan, dan kamera.
Menurut Harsono, analisis data mempunyai posisi strategis dalam suatu
penelitian. Namun perlu di mengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak
dengan sendiri dapat langsung menginterpretasikan hasil analisis tersebut.
Menginterpretasikan berarti kita menggunakan hasil analisis guna memperoleh
arti/ makna. Sedangkan Interprestasi mempunyai dua arti yaitu: sempit dan
luas.arti sempit yaitu interpretasi data yang dilakukan hanya sebatas pada masalah
penelitian yang di teliti berdasarkan data yang 45 dikumpulkan dab diolah untuk
keperluan penelitian tersebut. Sedangkan interprestasi dalam arti luas yaitu guna
mencari makna dan hasil penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan atau
menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan intervensi dari
data yang diperoleh dengan teori yang relevan dengan penelitian tersebut.
Menurut Milles and Huberman, analisis data tertata dalam situs ditegaskan bahwa
kolom pada sebuah matriks tata waktu disusun dengan jangka waktu, dalam
susunan tahapan, sehingga dapat dilihat kapan gejala tertentu terjadi. Prinsip
dasarnya adalah kronologi. Berikut tahapan dalam analisis data tertata, Pertama,
Membangun sajian, pada tahap ini cara yang mudah bergerak maju adalah
memecah-mecah inovasi ke dalam komponenkomponen atau aspek-aspek khusus,
dengan menggunakan ini sebagai baris matriks. Kolom matriks adalah jangka-
jangka waktu, dari penggunaan awal sampai penggunaan nanti. Jika terjadi
perubahan dalam komponen selama jangka waktu itu, kita dapat memasukkan
deskripsi singkat dari perubahan itu (Miles dan Huberman, 2007: 173-174).
Kedua, Memasukkan data. Pada tahap ini, penganalisis sedang mencari
perubahan-perubahan dalam inovasi itu, komponen demi komponen. Perubahan-
perubahan itu dapat ditempatkan dalam catatan-catatan lapangan wawancara
dengan para pengguna inovasi yang sudah terkode, yang ditanyai secara khusus
apakah mereka telah membuat suatu yang sudah terkode dalam format buku
inovasi. Kelanjutan penyelidikan menurut adanya bagian-bagian yang telah
ditambah, didrop, diperbaiki, digabungkan, atau diseleksi untuk 46 digunakan.
Dalam beberpa hal dapat mengacu pada bukti-bukti dokumenter (Miles dan
Huberman, 2007: 174). Ketiga, Menganalisis data. Pada tahap ini, penganalisis
dapat memahami lebih dalam mengenai apa yang terjadi dengan mengacu kembali
pada aspek-aspek lain dari catatan lapangan, khususnya apa lagi yang dikatakan
orang mengenai perubahan itu atau alasan-alasannya (Miles dan Huberman, 2007:
177). Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama memasuki lapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Analisis
data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis data dalam situs yang dikembangkan oleh Miles
Huberman. Data yang sudah terkumpul dibuat dalam matriks. Dalam matriks akan
disajikan penggalanpenggalan data deskriptif sekitar peristiwa atau pengalaman
tertentu yang menyekat data sebelum dan sesudahnya. Setelah data dimasukkan
kedalam matriks selanjutnya di buat daftar cek (Miles Huberman, 2007: 139-140).
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama memasuki lapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Nasution
dalam Sugiyono (2008: 236), menyatakan bahwa analisis data telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Miles and Huberman dalam
Sugiyono (2008: 237), megemukakan aktivitas dalam analisis data kualitatif harus
dilakukan secara terus menerus 47 sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan pada saat pengumpulan data
dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai. Apabila jawaban yang disampaikan oleh
orang yang diwawancarai atau informan setelah dianalisis dirasa kurang
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu sehingga diperoleh data atau informasi yang lebih kredibel. Untuk
menyajikan data agar mudah dipahami, maka langkah-langkah anlisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis Interactive Model dari Miles dan
Huberman, yang membagi langkah-langkah dalam kegiatan analisis data dengan
beberapa bagian yaitu pengumpulan data (data collection), reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
(conclutions).
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongan,
mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan
cara sedemikian rupa sehingga simpulan final dapat ditarik dan diverifikasi (Miles
dan Huberman, 2007: 16). 48 Menurut Mantja (dalam Harsono, 2008: 169),
reduksi data berlangsung secara terus menrus sepanjang penelitian belum diakhiri.
Produk dari reduksi data adalah berupa ringkasan dari catatan lapangan, baik dari
catatan awal, perluasan, maupun penambahan.
Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian data dimaksudkan
intuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan
adanya penarikan simpulan serta memberikan tindakan (Miles dan Huberman,
2007: 84). Menurut Sutopo (dalam Harsono, 2008: 169) menyatakan bahwa sajian
data berupa narasi kalimat, gambar/skema, jaringan kerja dan tabel sebagai
narasinya.
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari sutu kegiatan konfigurasi yang
utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18). Adapun panduan yang dijadikan dalam
proses analisis data, dapat dikemukakan sebagai berikut 1)Dari hasil wawancara,
observasi, pencatatan dokumen, dibuat catatan lapangan secara lengkap. Catatan
lapangan ini terdiri atas deskripsi dan refleksi 2) Berdasarkan catatan lapangan,
selanjutnya dibuat reduksi data. Reduksi data ini berupa pokok-pokok temuan
yang penting 3) Dari reduksi data kemudian diikuti penyusunan sajian data yang
berupa cerita sistematis dengan suntingan peneliti supaya maknanya lebih jelas
dipahami. Sajian data ini, dilengkapi dengan faktor pendukung, antara lain
metode, skema, bagan, tabel, dan sebagainya 4) Berdasarkan sajian data tersebut,
kemudian dirumuskan kesimpulan sementara 5) Kesimpulan sementara tersebut
senantiasa akan terus berkembang sejalan dengan penemuan data baru dan
pemahaman baru, sehingga akan didapat suatu kesimpulan yang mantap dan
benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Demikian seterusnya
aktivitas penelitian ini berlangsung, yaitu terjadi, interaksi yang terus menerus
antara ketiga komponen analisisnya bersamaan dengan pengumpulan data baru
yang dirasakan bisa menghasilkan data yang lengkap sehingga dapat dirumuskan
kesimpulan akhir 6) Dalam merumuskan kesimpulan akhir, agar dapat terhindar
dari unsur subjektif, dilakukan upaya: a. Melengkapi data-data kualitatif.50 b.
Mengembangkan “intersubjektivitas”, melalui diskusi dengan orang lain.

HASIL
Proses penelitian ini dilakukan di desa Ambesia Kecamatan Tomini,
Kabupaten Parigi Moutong. Pada pelaksanaan proses penelitian, peneliti mencari
narasumber yang dapat memberikan informasi mengenai cerita rakyat suku Tialo.
Narasumber penelitian ini akhirnya mengarah kepada beberapa orang yang
memiliki pengetahuan budaya etnis Tialo khususnya mengenai cerita rakyat.
Narasumber tersebut diantaranya, ketua adat, pengurus adat, pemerhati budaya
(sastrawan Tialo), guru Bahasa Indonesia dan tokoh masyarakat.
Setelah melalui proses analisis data, ditemukan beberapa cerita rakyat
suku Tialo, ada beberapa yang memiliki pesan kearifan lingkugan di dalamnya,
yaitu ; (1) Raja Tombolotutu, (2) Nandu (3) Kasiasih (4) Pohon Sagu dan Aren (5)
Pohon Tak Berbuah.

PEMBAHASAN
Hubungan Sastra dengan Upaya Pelestarian Alam
Banyaknya cerita rakyat yang memuat tentang alam dan lingkungan
menunjukkan bahwa sastra dan lingkungan sangat erat kaitannya dan tidak
terpisahkan. Para sastrawan dan orang yang hidup di zaman dahulu menunjukkan
bahwa sudah dari dahulu kala mereka peduli terhadap alam.
(Data 1)
Pada saat acara keramaian di adakan di lapangan tomini maka hujan lebat
serta petir akan beguncang dengan kencang, karena menyebabkan tempat
pelantikan raja tombolotutu tidak mengiginkan tempat pelantikanya di kotori oleh
orang-orang.(CR Batu Raja Tomini) Kutipan tersebut mengungkapan bahwa raja
tombolotutu sangat peduli tetntang kebersihan lingkugan. Lapangan yang tadinya
bersih saat di adakan keramaian maka akan menjadi kotor akibat ulah manusia.
(Data 2)
Para warga tidak lagi mengadakan keramaian di tempat pelantikanya.
Akibat keramaian tersebut raja Tombolotutu menjadi murka karena tempat
pelantikanya menjadi kotor akibat banyak sampah berserahkan, raja Tombolotutu
memberi isyarat dengan menurunkan hujan lebat,angin kencang serta petir yang
begitu keras. . (CR Batu Raja Tomini). Berdasarkan kutipan tersebut bahwa Raja
Tombolotutu mengiginkan tempat pelantikanya agar digunakan dengan
selayaknya karena bertepatan di lapangan sebaiknya digunakan untuk
pertandingan sepakbola bukan untuk tempat hiburan yang tidak bermanfaat bagi
orang banyak.
(Data 3)
Kasih Mantipili kangkai siamanyo neampa mo me’ane Pe’ani Kasih
Mantipili kangkai siamanyo ginaade la’e lugite nu bolagone manu bolaonge,
jimote mosusah tajenga’a pe’ane kangkai taliurate no poo mondagate.
Kasih Mantipili bersama ayahnya pergi memancing dikarenakan alat
pancingya tidak ada ahkirnya alat pancing mereka hanya terbuat dari sebuah duri
rotan dan talinya hanya sebuah rumput jalar. (CR Kasihasih).
Dari cerita tersebut bahwa alam menyediakan segalanya untuk bisa
bertahan hidup jangankan untuk bahan makanan alat untuk memancing pun di
sediakan. Dari kisah Kasih Mantipili dan ayahnya alam harus di jaga dengan
sebaik-baiknya karna alam dapat menyediakan apapun yang dapat kita butuhkan.
(Data 4)
Tak lama kemudian datanglah seekor burung yang bersarang dipohon
manga itu. si burung bermohon : Tuan janganlah kau tebang pohon manga ini,
Sebab di dalamnya kami bersarang. kami bertelur dan telur kami anak-anak tuan
bisa manfaatkan untuk mainan mereka. lagi pula banyak orang yang bernaung di
bawah pohon ini termasuk keluarga tuan sendiri. Mendengar permintaan si
burung, pemilik pohon cuman menertawakan, ia tetap berniat menebangnya.
Belum lagi ia mengayunkan kapaknya datanglah beberapa ekor lebah, memohon
kiranya pemilik menunda menebang pohon. Sebab lebah-lebah itu pun
menggunakanya sebagai tempat bersarang yang dapat memberi madu bagi
keluarga pemilik. Bila pemilik menebang pohon maka lebah-lebah akan pindah ke
pohon milik orang lain kata mereka. (CR Pohon tak berbuah).
Dongeng ini memiliki pesan ekologi tentang pentingnya kegunaan sebuah
pohon, teks cerita rakyat ini sangat mudah dipahami oleh semua kalangan karena
mengangkat kisah yang sederhana tetapi syarat akan pesan/makna. Dalam
kehidupan manusia akan selalu bergantung pada keberadaan pohon, begitu juga
sebaliknya. Masing-masing dari keduanya memiliki peran penting dalam
menjaga keseimbangan lingkungan. Pohon yang memberikan kehidupan dan
berbagai sumber daya untuk manusia dan manusia yang menjaga serta merawat
pohon. Tak hanya manusia, hewan sebagai makhluk hidup juga bergantung pada
keberadaan pohon sebagai sumber makanan, tempat tinggal dan juga sebagai
sumber oksigen bagi dunia. Melalui cerita ini, pesan tentang menjaga dan
merawat pohon berkaitan dengan pesan akan bagaimana menjaga kelestarian
hutan. Di masa kini penebangan hutan secara legal maupun ilegal cenderung tidak
terkontrol. Kebutuhan kayu sebagai industri serta pengolahan hutan sebagai
ladang pertanian secara besar-besaran mengakibatkan terancamnya keberadaan
serta keberlangsungan ekosistem hutan. Bencana alam terjadi dimana-mana
seperti banjir tanah longsor serta pemanasan global, hal ini merupakan nyata dari
kerusakan lingkungan hutan yang cukup parah.
Hubungan Sastra dengan Alam sebagai Sumber Kehidupan Manusia
Lingkungan adalah pusat dari kehidupan yang memiliki keharmonisan
dengan segala aspek yang mengelilinginya, seperti manusia, hewan, tanah, air,
udara, dan lain-lain. Selama manusia dapat menempatkan posisinya sebagai
bagian dari lingkungan, maka akan tercipta keharmonisan dalam kehidupan.
(Data 5)
Ada sebuah keluarga yang tinggal dihutan tepatnya di gunung sopi sehari-
harinya mereka hanya mengonsumsi sayur labu untuk makanan pokok. Letak
kampung ini berada di desa Ambesia Kecamatan Tomini. (CR Kasihasih) Ulasan
diatas menggambarkan sebuah kondisi keluarga kala itu, suku Tialo pada
umumnya hanya tinggal di hutan dikarenakan hutan adalah sumber kehidupan
bagi masyarakat suku Tialo.
(Data 6)
Keluarga Kaihasih beraktivitas setiap hari untuk memenuhi kebutuhan
didup mereka dengan memancing di sungai. (CR Kasihasi) Kehidupan pekerjaan
Masyarakat suku Tialo, pertanian, perkebunan dan juga sebagai nelayan menjadi
mata pencharian utama suku Tialo. Adapun hasil pertanian/perkebunan
masyarakat yang paling utama ialah Coklat dan Cengkeh. Sementara mata
pencharian lainya adalah nelayan.
(Data 7)
Watu mai ooo manusia nelampa jo’ononyo ma’a monobonge ayu, ayu mai
pinomeane nuu anynyuange manu ma’manu’e, ma’mau’e niu nongalampa
mongkoinge sau na’ano ininjoanyo ontougonyo I punu ayi mai. taje netiu la’e
main nodua’e mnusia monobonge ayu mai watu main manusia noi si siapomo
monobonge sanga noo dua’e ma’manu’e nio nogombo’e nyaa notobonge assi ayu
nio boi ii nio pomeno’u kangkai unga’u unjo no tobongi mio naa uu ba gaunga’a
u baru tiapo ne moso mai. Jadi poate nuu manusia nio boda oo mai pongkinge
pomeane tantani. Taje ne tiu moje noo dua’e anyunyuange nomotae nyaa
notobonge ayu niu yau teule mo mea ii nio onu imbalanonyo hasilu madu’u
gadomo emiu asalonyo nyaa no tobonge ayu nio. Ma’manu’e teule nomotae eiye
tutu mai onu imbalano’u unjoneemosomu unga’u gadomo songu nopogisinga’a
unga miu.
Waktu itu ada seorang maunusia pergi ke kebunya untuk menebang
pohon, sedangkan pohon tersebut di tinggal se’ekor burung dan juga lebah. Saat
itu si burung pergi mencari makan. Tidal lama berselang datanglah manusia untuk
menebang pohon itu, pada saat ia mengayunkan kapaknya datanglah burung yang
tinggal di pohon itu dan berkata, wahai manusia jangalah kau tebang pohon ini
jika kau tebang saya dan anak saya akan tinggal dimana? manusia menjawab itu
bukan urusanku, carilah tempat tinggal lain. Lalu tiba-tiba se’ekor lebah datang
dan berkata ia kami mohon janglah kau tebang pohon ini sebab saya membuat
sarang di tempat ini juga sebagai imbalnya kau bisa mengambil madu saya. dan si
burung juga berkata ia kau juga bisa mengambil anak saya sebagai mainan anak-
anakmu. (CR Pohon Tak Berbuah).
Cerita tersebut menggambarkan bahwa hewan dan manusia bisa saling
menguntungkan. Karena manusia yang memeiliki pohon yang sedang di tinggali
burung dan juga lebah memberi madu dan juga anaknya untu memenuhi
kebutuhan manusia. Makna ekologi yang dapat diambil dari cerita ini ialah
keterikan antara mahkluk hidup dan lingkungan sangatlah erat dan saling
menguntungkan. Binatang, tumbuhan, lingkungan bergantung pada manusia,
bagaimana cara manusia hidup dan merawat alamnya begitu juga mahkluk hidup
lainnya bisa hidup dan mendapat keuntungan dari alam sebagai tempat mereka
hidup dan sumber kehidupan mereka.
(Data 8)
Watu mai ooo koluarga nome’a ii buu’yu sopi, jimote montoi lapi
sosoloyonyo ponggamani jimote mo jo’one. Montoilapinio taje oo unga, Pada
watu mai jimote neampa jo’one ma’a aimai tatangamo oloyo si beinonyo nio
neteulemo lulu labonga’a, aimai nonopomo si lapinyo neteulemu teuloe aimai no
dua’e ii labonge taje ii mai lapinyo, pinengkiongonyo dinua’e ii pipitu bota’e ma
nombiamo taje netio la’e mai nebalimo pun’u labia. Si lapinyo nio nogme’e ii
bota’e mai tiamo ne selunyo neteule aimai nosampuate siniga’anyo ma’a
nembuamo teule lali maa ne balimo punu bagise iiyyyoooo.
Waktu itu ada sebuah keluarga pasangan suami istri tinggal di gunung
sopi, mereka tidak memiliki anak pekerjaan sehari-hari mereka adalah berkebun.
Suatu hari mereka pergi ke kebun pada siang hari istrinya lebih dulu pulang ke
rumah untuk memasak. Di sore hari suaminya pun kembali ke rumah dan
sesampainya di rumah ia tidak melihat istrinya, lalu ia pergi mencarinya dan ia
dapatkan istrinya berada di sungai dan telah di tumbuhi akar. Setelah beberapa
saat istrinya berubah menjadi pohon sagu, Saking sedihnya si suami tak kunjung
balik dan menetap di pinggir sungai setelah beberapa hari ia di tumbuhi akar dan
berubah menjadi poho Enau. tak lama kemudian di sekeliling mereka berdua di
tumbuhi poho sagu dan enau. (CR Pohon Sagu Dan Enau)
Ulasan untuk cerita Pohon Sagu dan Enau adalah sebuah cerita asli suku
tialo yang berada di desa Ambesia Kecamatan Tomini, kedua pohon tersebut
sampai sekarang ini sangat bermanfaat untuk masyarakat sebabnya, Sagu dapat di
buat berbagai macam aneka kue dan sebagianya sedangan Enau bia menjadi gula
aren.
Bentuk Ekologi Budaya
Aspek kedua dalam ekologi sastra yaitu ekologi budaya. ekologi yang
dipakai dalam pengertian ekologi budaya yang ditentukan oleh pola hidup dan
perbedaaan karakteristik wilayah. Ekologi budaya adalah studi tentang adaptasi
manusia untuk lingkungan sosial dan fisik. Manusia adaptasi mengacu pada kedua
proses biologis dan budaya yang memungkinkan populasi untuk bertahan hidup
dan bereproduksi dalam lingkungan tertentu atau mengubah.
Berdasarkan penelitian, analisis dan pendataan yang dilakukan oleh
peneliti terdapat beberapa aspek yang termasuk ke dalam Ekologi budaya yaitu
hubungan sastra dengan adat-istiadat dan hubungan sastra dengan
kepercayaan/mitos.
Hubungan Sastra dan Adat Istiadat
Dalam cerita rakyat, terdapat berbagai macam tradisi atau kebudayaan di
dalamnya baik itu secara tulisan maupun lisan. Dalam memaknai suatu cerita, ada
istilah makna kultural. Makna kultural merupakan pemaknaan pada konteks
ekoritik sastra yang mengedepankan umur tradisi kebudayaan masyarakat yang
terdapat dalam suatu teks sastra. (Endraswara, 2016:81).
(Data 9)
Watu mai oo keluarga nome’a ii buu’yu panatalan jimote so koluarga 3
too songu unga topenyon si Nandu. Nandu no utanya soboi sinaanyo oo so unga-
unga ito niu tajenga’a? potae nii sinanyo eiye oo sounga-unga ito. Tapi staga
mate mo lampa mai ma’a aaa sau momate ii jajane deisa. AImai si Nandu
nabasagomo nopuse pinateanonyo bintatange-binatange sau momate ii dagate
manu bawa’ne.
Waktu itu ada sebuah keluarga tinggal di gunung panatalan mereka tinggal
bertiga bersama seorang anak laki-laki bernama Nandu. Nandu bertnya ke ibunya
apkah kita memiliki keluarga? ibunya menjawab iyaa kita memiliki keluarga akan
tetapi tidak ada jalan untuk menjagkaunya, sebab di luar sana banya bintang buas
yang akan memangsa. Setalah beberapa saat Nandu berpamitan ke ayah dan
ibunya untuk pergi membasmi binatang-binatanag buas yang ada di laut dan juga
darat untuk mencari jalan menuju keluarganya.
Sampai sekarang ini Masyarakat Tialo masih mengadakan upacara Adat
istiadat dengan Molapase Peangane. Dalam artian melepas psrahu untuk memberi
makan para binatang penunggu laut dan juga darat. Perahu adalah wadah untu
tempat menyimpan sesajian dalam bentuk makanan dan di hiasi janur kuning serta
berbagai macam alat tajam dalam bentuk kayu.
(Data 10)
Menurut kepercayaan masyarakat Tialo, Nandu ialah seorang yang
memiliki kesaktian tiada tandinganya yang mendapatkan kepercayaan dari tuhan
untuk menjaga gunug dan juga lautan dan juga bisa berbicara dengan hewan
penunggu darat dan lautan. Nandu adalah seorang anak yang memiliki kesaktian.
setelah ia meninggal ia menyampaikan ke masyarakat agar setiap tahunaya
mereke mengadakan upacara pelepasan perahu untuk memberi makan penunggu
lautan. Dan setelah pelepasan selama 3 hari tidak boleh ada yang melakukan
kegiatan seperti memancing atau berkebun.
Hubungan Sastra dan Kepercayaan/Mitos
Mitos sampai saat ini masih dipercaya oleh seluruh masyarakat sekitar
yang mengetahui tentang cerita rakyat di suatu daerah sehingga menjadi kontrol
mereka dalam berperilaku arif terhadap lingkungan. Sastra dan lingkungan tidak
dapat dipisahkan karena fenomena-fenomena lingkunganlah yang menghidupkan
sastra dan mitos.
(Data 11)
Nandu noo motae soboi too deisa moo’ma’ane sau mabaraka’e ii dagate
manu baa’wane, supaya jimote tiaje mongade tumbale.
Nandu menghimbau ke seluruh masyarakat Tialo, agar mengadakan
upacara pelepasan perahu untuk memberi makan para penunggu laut dan juga
daratan dalam bentuk sesajian agar para penunggu tersebut tidak mempermainkan
atau mengambil tumbal ke warga suku Tialo. (CR Nandu)
Kejadian diatas masih dilakukan walaupun di era sekarang yang sudah
beragama sebab masyarakat Tialo mempercayai bahwa di bumi ini bukan hanya di
huni manusia dan juga mahluk hidup lainya, akan tetapi ada juga mahluk halus
yang menempati tempat tertentu di darat maupun di lautan.
(Data 12)
Polu polantian’e puange sau nomea ii tatanga nu lapangane. Watu mai
doluo polu ginaaede ii bota’u tomini sau nomile mai siopu lulu, aimai
tombolotutu ii lanti’e polu mai no baraka’e. unjo moolongo cerita nu too unjo too
maja’e mongade polu maim mo cilaka iyoo ii jajane unjo tiaje moluangu oga la’e
polu mai.
Batu tempat untuk melantik raja Tombolotutu yang sekarang berada di
lapangan Tomini. Di zaman dahulu batu tersebut di ambil nenek moyang
terdahulu, begitu raja Tombolotutu dilantik batu tersebut menjadi keramat.
Menurut cerita orang-orang jika seseorang yang bersifat negatif ke batu tersebut
maka di perjalanan akan mendapatkan musibah atau biasanya batu tersebut
memancarkan air dari dalamnya. (CR Raja Tombolotutu)
Berdasrkan cerita diatas menceritakan tentang kekeramatan batu raja
tempat pelantikan Raja Tombolotutu yang berada di tengah-tengah lapangan
Tomini. Banyak kisah yang terjadi di batu ter sebut yang mungkin tidak dapat di
jelaskan oleh nalar tapi banyak di percaya oleh kalangan masyarakat bahwa itu
benar-benar terjadi..

KESIMPULAN
Setelah penulis melaksanakan penelitian dengan judul Ekologi Cerita
Rakyat Suku Tialo‖ dan setelah melalui proses analisis data, ditemukan 8 cerita
rakyat, dimana 5 (lima) diantaranya yang memiliki pesan kearifan lingkungan di
dalamnya. Untuk mendapatkan hasil berupa ekologi cerita rakyat yang dikaji,
maka ekologi cerita rakyat suku Pamona akan dikaji melalui analisis tiap-tiap
cerita rakyat. Penulis mendapatkan 12 data nilai ekologi dari 5 cerita rakyat yang
menjadi objek penelitian. Nilai ekologi tersebut terbagi menjadi 1) Hubungan
antara sastra dengan alam sebagai sumber kehidupan manusia, meliputi
pentingnya peranan pohon Sagu dan Enau sebagai sumber makanan bagi
masyarakat suku Tialo dan hasil panen dan berburu masyarakat suku Tialo yang
memiliki keunikan yaitu padi dan jagung sebagai hasil berkebun/bertani dan juga
memancing/nelayan 2) Hubungan antara sastra dengan adat istiadat, meliputi
berbagai tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat suku Tialo seperti tradisi
3) Lepas Perahu, dan norma-norma sosial yang terdapat di kehidupan masyarakat
suku Tialo 4)Hubungan antara sastra dengan keperecayaan/mitos, meliputi asal
usul batu pelantikan raja Tomboltutu yang keramat. dan juga kepercayaan tentang
mahluk penghuni darat dan lautan.

DAFTAR PUSTAKA
Afifudin, Beni Ahmad Saebani. (2009). Metodologi Penelitian Kualitataif.
Bandung: Pustaka Setia.
Aminuddin. (2010). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung. Sinar Baru
Algensindo.
Asyifah, N. (2018). Kajian Ekologi Sastra (Ekokritik) Dalam Puisi Antologi
Merupa Tanah Di Ujung Timur Tanah Jawa. [Online], 12halaman.
Tersedia:https://jurnal.unej.ac.id/index.php/fkipepro/article/view/9121/608
Endraswara, Suwardi. (2016). Metodologi Penelitian Ekologi
Sastra:Konsep, Langkah dan Terapan. Yogyakarta: CAPS.
Harsono,Siswo. (2008). Jurnal Ekokritik: “Kritik Sastra Berwawasan
Lingkungan”. Semarang : Universitas Diponegoro
Hutomo, S.H (1991).Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Sastra Lisan.
Surabaya. Penerbit HISKI Jawa Timur.
Kartina. (2018). Model Ekologi Cerita Rakyat Multikultural di Buol. Skripsi
Universitas Tadulako Fkip Palu: Tidak diterbitkan.
Lestari, U.F.R. (2015). Pesan Kearifan Lingkungan Dalam Buku 366 Cerita
Rakyat Nusantara (Sebuah Ekokritik Sastra). Jayapura : Balai Bahasa
Papua
Saryono, Djoko. (2009). Dasar Apresiasi Sastra. Malang: Elmatera Publishing.
Sugiono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Zaimar, O.K.S. (2015). “Metodologi Penelitian Sastra Lisan” dalam Metodologi
Kajian Sastra Lisan (edisi revisi). Pedentia MPSS (ed). Jakarta:Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

You might also like