You are on page 1of 11

Potensi Foklor untuk Pengembangan Ekowisata

POTENSI FOLKLOR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA


DI KABUPATEN MAPPI PROVINSI PAPUA

(Potentials Folklore to The Development of Ecotourims in Mappi Region, Papua Province)

BAMBANG EKO SUSILO1), RICKY AVENZORA2) DAN RACHMAD HERMAWAN3)


1)
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Daerah Kabupaten Mappi Provinsi Papua
2,3)
Dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, IPB

Email: abengnitusceae@gmail.com

Diterima 01 Desember 2017 / Disetujui 24 April 2018

ABSTRACT
*HQHUDOO\ DOO WKH VRFLHW\¶V Hlements in Mappi Region recognize the existence of folklor which is rich with the value of life philosophy. Data
analysis method used was one score one criteria scoring system which was followed by using SWOT analysis as the basic consideration in stating
optimization strategy of the eco-cultural tourism development. The result of the study revealed that various potential of folklore with material and
immaterial heritage had good meanings and reasonable to be fostered in all aspects of tourism development. The high motivation of the society also
indicated the great enthusiasm of eco-cultural tourism development in mappi region. It was different in terms of preference and participation in which
score was far from the optimum value. This indicated the local sRFLHW\¶V ORZ NQRZOHGJH RI WKH LPSRUWDQFH RI FXOWXUH DQG IRONORUH XWLOL]DWLRQ DV
ecotourism resources. Therefore, the integration of stakeholders to optimize various development of eco-cultural tourism is needed in order to create
multiplier effect. The strategy of eco-cultural tourism development in mappi region which needs to be done is by optimizing perspective of regional
development, perspective of social culture, perspective of marketing and perspective of activities and ecotourism program.

Keywords: ecotourism, mappi folklor, one score one criteria scoring system, Papua

ABSTRAK

Secara umum, seluruh elemen masyarakat di Mappi mengetahui tentang adanya folklor yang di dalamnya kaya dengan nilai falsafah hidup.
Metode analisis data yang digunakan adalah one score one criteria scoring system yang dilanjutkan analisis SWOT sebagai dasar pertimbangan dalam
merumuskan strategi optimasi pengembangan ekowisata budaya. Hasil studi menunjukan bahwa berbagai potensi folklor erat kaitannya dengan
material dan immaterial herritage adalah bermakna baik dan layak untuk dikembangkan dalam pembangunan kepariwisataan. Tingginya motivasi
masyarakat mengindikasikan besarnya antusiasme pengembangan ekowisata budaya di Mappi. Hal berbeda jika dipandang dari segi preferensi dan
partisipasi menghasilkan skor jauh dari nilai baik. Hal ini mengindikasikan rendahnya pengetahuan masyarakat lokal akan pentingnya pemanfaatan
budaya dan folklor sebagai sumberdaya ekowisata. Atas hal itu, maka dibutuhkan integrasi parapihak untuk mengoptimasi berbagai pengembangan
ekowisata budaya agar mampu memberikan multiplier effect. Strategi pengembangan ekowisata budaya di Mappi yang harus dilakukan adalah dengan
mengoptimasi perspektif pembangunan kewilayahan, perspektif sosial budaya, perspektif pemasaran dan perspektif kegiatan dan program ekowisata.

Kata kunci: ekowisata, mappi foklor, one score one criteria scoring system, Papua

PENDAHULUAN untuk mengukur keaslian suku bangsa seseorang di


Papua karena generasi muda Papua hari ini banyak yang
Dalam satu dekade terakhir, perkembangan tidak lagi menuturkan bahasa sukunya.
globalisasi di Indonesia, khususnya di Papua telah Beberapa elemen budaya yang sangat melekat
membawa berbagai implikasi yang mengarah pada dalam dinamika kehidupan masyarakat lokal di Mappi
degradasi teradisi masyarakat lokal. Deda dan Mofu adalah foklor. Hal ini digunakan sebagai alat atau
(2014) menyatakan bahwa degradasi nilai-nilai keaslian gambaran tata nilai sosio-kultural masyarakat Papua
tradisi orang Papua terjadi sebagai akibat dari intervensi yang tertuang dalam aturan atau pun norma-norma
kekuasaan asing dan hal degradasi itu dimungkinkan kehidupan sehari-hari. Eksistensi folklor di Papua,
karena lemahnya pengendalian kekuasaan masyarakat khususnya di Mappi dalam beberapa tahun kedepan,
setempat terhadap intervensi tersebut. Deda dan Mofu bukan tidak mungkin jika keberadaannya mengalami
(2014) juga memaparkan bahwa dalam hal berbahasa degradasi mengingat era digital dewasa ini telah
masyarakat asli Papua di wilayah Provinsi Papua dan membawa daya tarik tersendiri melalui audio-visual yang
Papua Barat dapat dikatakan bahwa secara teratur dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan nilai moral dan
berangsur-angsur telah mengalami peralihan berbahasa edukasi yang terkadung di dalamnya. Folklor merupakan
shifting code dari bahasa ibu atau bahasa pertama menuju serangkaian kegiatan dari budaya yang masih
bahasa Melayu atau pun Bahasa Indonesia. Bahasa berkembang hingga saat ini di Mappi. Danandjaja (2003)
adalah identitas seseorang telah dan akan pasti tidak sah

18
Media Konservasi Vol. 23 No. 1 April 2018: 18-27

menyatakan bahwa folklor adalah sebagian dari METODE PENELITIAN


kebudayaan secara kolektif yang tersebar dan diwariskan
turun-temurun di antara kolektif folklor apa saja, secara Penelitian dilaksanakan pada 7 suku asli meliputi
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk Auyu, Yachai, Wiagar, Tamario, Citak, Korowai dan
lisan, maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat Kombai di Kabupaten Mappi. Lamanya waktu di lokasi
pembantu pengingat. Folklor digunakan sebagai alat atau penelitian adalah empat bulan, terhitung dari bulan April
gambaran tata nilai sosio-kultural masyarakat Papua 2017 hingga Juli 2017. Data primer penelitian
yang tertuang dalam aturan - aturan atau pun norma- dikumpulkan menggunakan kuesioner pola tertutup
norma kehidupan sehari-hari. Bascom (1968) di dalam (closed ended questionaire), panduan Skala Likert 1-7
Danandjaja (1984) menyatakan bahwa bentuk- bentuk yang merupakan hasil modifikasi Avenzora (2008)
folklor mempunyai fungsi sebagai: 1) sistem proyeksi; 2) dengan pertimbangan masyarakat Indonesia yang
alat pengesahan budaya; 3) alat paedagogik; 4) alat mengartikulasikan nilai sangat mendetail. Adapun data
pemaksa berlakunya norma-norma dan pengendalian dokumentasi berupa rekaman audio-visual dilakukan
masyarakat. Hal yang menjadi tantangan mendasar yang peneliti menggunakan handycam dan camera digital
harus dijawab adalah: pertama, bagaimana fungsi folklor sebagai bentuk pengkayaan data studi. Data sekunder
yang pada umumnya bersifat etnik itu dapat berfungsi meliputi data RTRW, data program kegiatan folklor, data
secara praktis dan pragmatik dalam masyarakat global kependudukan, persebaran penduduk, serta data sebaran
saat ini. Hal ini mengidetifikasikan folklor harus obyek wisata diperoleh dari pemerintahan Kabupaten
konsisten dan resisten dengan perkembangan jaman, baik Mappi (Bappeda, Dinas Pariwisata dan Kepemudaan,
dalam bentuk dan model baru yang menarik dan Kantor Statistik, Dinas Pencatatan Sipil). Pendekatan
diminati. Ben Botkin (1938: 23) di dalam Davis (2010) penelitian menggunakan metode fenomenologi, yaitu
menyatakan tentang pengertian folklor adalah merupakan serangkaian metode untuk mempelajari fenomena
suatu penciptaan tradisional cerita rakyat dalam satu manusia dan perilaku sosialnya (Altinay dan Paraskevas
komunitas terkait kebiasan dan aturan-aturan adat, dan 2008). Pemilihan sampel penelitian menggunakan
dimasukkan sebagai budaya mereka sendiri dari satu metode purposive sampling sebagaimana Altinay dan
generasi ke generasi berikutnya. Hal tersebut merupakan Paraskevas (2008) menyatakan bahwa dalam penggunaan
identitas masyarakat. Dengan demikian yang menjadi metode purposive sampling, sampel merupakan orang
objek penelitian folklor adalah dari folk atau tradisi yang yang memiliki kesesuaian pengetahuan, pengalaman
ada di Indonesia. Termasuk halnya penelitian folklor di dengan kajian yang diteliti, sampel dapat menjawab
daerah Kabupaten Mappi. Kedua, konsep normatif tujuan pada penelitian. Jumlah total responden yang
seperti apa yang harus terapkan agar eksistensi foklor di diambil sebanyak 100 orang, terdiri atas 70 orang
masa kini dan di masa mendatang menjadi semakin masyarakat Mappi dan 30 orang pegawai negeri sipil
tumbuh berkembang (Endaswara 2013). daerah.
Dataran Papua memiliki keragaman suku yang tidak Metode analisis data yang digunakan adalah one
kurang dari 250 suku, khususnya di Kabupaten Mappi score one criteria, yaitu suatu model analisis digunakan
yang memiliki 7 suku lokalnya yaitu: Auyu, Yachai, melalui pengembangan elaborasi rangkaian kuisioner
Wiagar, Tamario, Citak, Korowai dan Kombai yang tertutup dalam pengumpulan data dan mengevaluasi
menjadikan wilayah bagian paling timur Indonesia ini berbagai variabel yang telah ditetapkan oleh peneliti
kaya akan potensi folklor. Kekayaan folklor tersebut, (Avenzora 2008). Adapun analisis SWOT digunakan
dapat lebih berwarna dan menarik jika dalam sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan strategi
pemanfaatannya dimanifestasikan kedalam serangkaian optimasi pengembangan ekowisata di Kabupaten Mappi.
bentuk kegiatan ekowisata di Papua, khususnya di
Mappi. Melalui kegiatan ekowisata, eksistensi folklor di HASIL DAN PEMBAHASAN
Mappi bukan saja mampu memberikan benefit ekonomi
semata, melainkan mampu merevitalisasi eksistensi 1. Keragaman Potensi Folklor
folklor yang telah lama hilang atau luntur untuk mencuat
menjadi eksis kembali. Atas dinamika persoalan yang Dalam rangka menumbuh kembangkan tata nilai
dipaparkan pada paragraf terdahulu, maka tujuan dalam sosial budaya masyarakat, maka kajian keragaman
penelitian adalah: 1) menganalisis kajian keragaman potensi folklor menjadi sangat penting untuk kaji guna
potensi folklor (cerita rakyat) di Mappi; 2) melakukan mengetahui pesan atau kandungan moral yang terdapat
analisis pesan moral, persepsi, motivasi dan preferensi dalam folklor tersebut. Keragaman pesan morol folklor
masyarakat lokal. Hal ini terkait tentang dinamika dan kategori menceritakanya terkait konservasi alam,
kehidupan yang mereka miliki seperti tergambarkan atau dapat dilihat pada Tabel 1.
terindikasi atau terikat dalam setiap folklor; 3)
merencanakan strategi optimasi pengembangan
ekowisata.

19
Potensi Foklor untuk Pengembangan Ekowisata

Tabel 1. Pesan moral folklor dan kategori dalam menceritakan terkait konservasi alam
No Judul folklor Pesan moral folklor Kategori
1 Terjadinya kus-kus, Dalam menyelesaikan suatu persoalan, sebaiknya tidak dilakukan I
burung wanghai, ikan dengan jalan kekerasan tetapi dilakukan dengan cara musyawarah.
sembilan dan ikan kakap
2 Terjadi tupai, burung 1) Harus berbagi makanan kepada yang memerlukan; 2) perbuatan baik I
pahit dan kumbang sagu memberikan ketenangan jiwa dan kelegaan batin; 3) persahabatan harus
selalu dijaga.
3 Terjadinya burung 1) Ketika menjadi pemimpin harus bijaksana; 2) kesombongan akan I
elang, tupai dan ikan menghancurkan segalanya; 3) menjadi bawahan harus disiplin, tepat
sembilan waktu melaksanakan perintah dengan sepenuh hati; 4) atasan dan
bawahan harus saling menghargai satu sama-lainnya.
4 Burung emas Sifat serakah dapat mengakibatkan kehancuran di kemudian hari yang I
berujung pada penyesalan dan kesakitan.
5 Burung kasuari Perbuatan baik dan tulus diberikan orang lain sudah seharusnya kita I
hargai dan hormati karena sejatinya kita sebagai manusia tidak boleh
lupa diri.
6 Burung tahun-tahun dan Dalam berbicara kita harus berhati-hati sehingga tidak menyinggung I
kaka tua hitam perasaan orang lain. Kedua, kita tetap harus baik hati kepada orang lain
walaupun orang tersebut telah melukai hati kita.
7 Ikan duri Banyak mengkonsumsi ikan adalah baik untuk kesehatan. Makna II
lainnya adalah hendaknya kita menjaga kebersihan, yaitu dengan tidak
membuang sampah sembarangan di sungai.
8 Kangguru (boheyimu) Seseorang yang menjalankan tata nilai pergaulannya dengan baik, maka II
ia akan mendapatkan jodoh atau pendaping hidup yang baik pula.
9 Kakatua putih Baik pria atau pun wanita, sudah menjadi keharusan untuk dibekali II
keahlian seperti membuat rumah haray, berburu, memasak dan
sebaginya.
10 Tuban Janganlah kita mudah percaya kepada orang yang tidak memiliki II
komitmen dan konsistensi.
11 Buaya merah Kebersamaan dan kekompakan dalam keluarga, ras dan suku akan II
mendatangkan persatuan dan kebahagiaan.
12 Seekor anak saham Janganlah mencintai seseorang secara berlebihan, karena jika di II
hutan kemudian hari ia diambil nyawanya oleh Yang Maha Kuasa, kita dapat
bersikap ikhlas dan berlapang dada.
13 Pohon kayu Persahabatan harus saling membantu dan melindungi. Makna lainnya II
adalah jangan menjual pembicaraan teman kepada orang lain karena
tidak akan memberikan manfaat apapun.
14 Terjadinya lengkuang, Sebagai manusia, hendaknya kita bersikap konsisten dan siap menerima II
kunyit dan pohon konsekuensi apapun yang terjadi di hari esok.
nibung
15 Jagung tua Hendaknya kita menerapkan etika berpakaian baik sebagai perwujudan II
tegaknya tata nilai pergaulan yang baik.
16 Pohon nyiur Menjelaskan suatu hal dengan maksud yang sama tetapi bahasa yang II
beda berpotensi menghasilkan kesalah-pahaman. Makna lainnya adalah
segala masalah harus diselesaikan dengan baik dan bersama-sama.
17 Sayur malinjo Komunikasi yang baik dapat menyelesaikan persoalan dan hendaklah II
saling menghargai dan melindungi antar sesama
18 Ubi ungus Sesungguhnya Tuhan telah memberikan rejeki kepada setiap orang II
dengan sangat adil. Kedua, hendaknya kita saling memberi
menghormati dan menghargai kepada manusia.
19 Siluman buaya Barang siapa yang berbuat jahat, kelak ia akan menanggung akibatnya. III
20 Manusia biawak Manusia dilahirkan sebagai mahluk sosial sehingga dalam dinamika III
kehidupannya dibutuhkan teman atau sahabat.
21 Manusia jadi babi Hendaknya kita menghargai diri kita sendiri, sehingga dapat III
mensyukuri nikmat dalam hidup.
22 Manusia jadi ikan duri Kepercayaan yang diberikan seseorang hendaknya dijaga dengan baik III
dan tidak disalahgunakan.

20
Media Konservasi Vol. 23 No. 1 April 2018: 18-27

No Judul folklor Pesan moral folklor Kategori


23 Perkawinan burung Jangan mudah percaya dengan rayuan gombal seseorang karena III
cendrawasih dan ular dikhawatirkan akan berujung pada kepahitan dan penyiksaan.
patola
24 Abri yang jahat Jangan lah kamu bersikap keji dan dengki terhadap sesama manusia. III
25 Anak yatim piatu Hendaknya setiap manusia memiliki tata nilai pergaulan yang baik III
seperti tanggung jawab, rendah hati, sopan, tidak sombong dan saling
mengasihi dalam kehidupan sehari-hari.
26 Gamichi (anak laki-laki) Kelicikan dan niat yang jahat akan ketahuan juga. Makna lainnya III
adalah jika kamu berbuat jahat, maka kamu akan dijahati oleh orang
lain karena hukum karma itu ada.
27 Busur panah Membalas kejahatan dengan kejahatan adalah tidak berguna sama III
sekali. Makna lainnya adalah ketika membantu orang lain, kita harus
didasari rasa tulus dan ikhlas.
28 Anak berbadan luka- Tidak diperkenankan menghina sesama manusia yang memiliki cacat III
luka fisik. Makna kedua adalah kita harus menghargai sesama kita (manusia)
dalam menjalankan kehidupan.
Keterangan: I : Menceritakan Fauna, II: menceritakan Flora, III: menceritakan Kultur budaya

Keragaman potensi moral folklor dan kategori di wilayah Mappi merupakan penutur kelompok bahasa
menceritakannya yang berkaitan dengan konservasi alam (language family) Trans- New Guinea.
pada Tabel 1 adalah beberapa cerita rakyat yang ada di Setelah diidentifikasi atas kesukuan asli (suku
Mappi. Berbagai ragam dan bentuk folklor lokal) di Mappi terdapat 7 suku yang berdomisili dan
mendeskripsikan kecintaan dan keperdulian masyarakat memiliki hak ulayat penuh di Mappi, mereka adalah:
lokal dalam menjaga, melindungi dan melestarikan Auyu, Yaghai, Tamario, Citak, Wiyagar, Kombai dan
alamnya, baik secara flora, fauna dan kultur budayanya. Korowai. Setiap suku lokal memiliki turunan lagi yang
Berbagai folklor yang diidentifikasi tersebut merupakan terdiri atas beberapa subsuku yang dapat dibedakan dari
studi awal yang bertujuan mengangkat atau dialek penuturan bahasa masing-masing.
memperkenalkan folklor yang telah lama tersimpan. Tata Kehidupan suku-suku lokal di Mappi secara
nilai pergaulan yang tertuang dalam berbagai folklor komprehensif sudah mulai bergeser dari peramu, dengan
tersebut dapat dijadikan pedoman hidup masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam dan hutan sebagai
lokal, sehingga mampu memaknai segala bentuk sumber utama memenuhi kebutuhan keluarga menjadi
kehidupan secara utuh terhadap kultur dan konservasi petani tradisional berpindah-pindah tempat (subsisten).
alam. Suku-suku lokal Mappi memiliki tradisi dan adat Pola pergeseran budaya mulai terlihat dari proses
yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup dan bergesernya pola konsumsi makanan pokok dari
konservasinya, yakni yang biasa menjaga dan melindungi konsumsi sagu sebagai makanan utama beralih pada ubi-
alam semesta adalah dengan adannya sasi. ubian yang ditanam pada lahan kebun di hutan. Hal ini
Sasi merupakan adat khusus yang berlaku dan terjadi karena perlahan sumberdaya hutan sudah mulai
dipatuhi pemenuhannya hampir di seluruh wilayah pulau berkurang ketersediannya. Secara tradisi budaya dan
Papua, terkhusus di Mappi meliputi semua bagian adat, hutan berperan sangat penting dalam kehidupan
wilayah suku-suku lokalnya. Sasi juga dikenal sebagai masyarakat suku-suku lokal, karena hampir sebagian
cara pengolahan sumberdaya alam di desa/kampung besar kehidupan masyarakat tergantung di dalamnya.
seluruh Papua. Deda dan Mofu (2014) menyatakan sasi Masyarakat berangapan hutan diibaratkan sebagai
merupakan serangkaian perilaku terlarang atau tabu seorang mama atau ibu yang memberikan makanan
dimana terdapat kecenderungan kuat yang terdapat kepada anak-anaknya, sehingga secara aturan adat terkait
di dalam alam bawah sadar. Tabu memang dianggap sasi hutan dibuat oleh masyarakat lokal sebagai perekat
erat kaitannya dengan hal-hal kotor dan keramat, hubungan sosial budaya antara suku dan marga serta
sehingga tiak boleh dilanggar. Karena jika melanggar memiliki norma-norma didalamnya.
tabu akan mengalami hal buruk yang menimpa seseorang Keterkaitan folklor dalam perspektif gender pada
atau kelompoknya yang melanggar tabu tersebut. pengelolaan sumberdaya alam dan hutan adalah hal yang
sangat berharga bagi masyarakat lokal. Pada jaman
2. Folklor dalam Prespektif Konservasi Sumber dahulu berasal dari nenek-moyang mereka, secara
Daya Alam Hutan dan Lingkungan mitologis perempuan dapat disimbolkan dengan flora dan
Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia fauna alam yang indah seperti: tumbuhan, bunga, kuskus,
ditujukan untuk mempertahankan kehidupan dan burung kakatua, burung cendrawasih dan burung emas.
kebudayaannya. Sistem pengetahuan mampu beradaptasi Hal ini masih berlaku sampai saat ini, bagaimana
dan bertahan dengan lingkungan hidupnya disebut sesungguhnya masyarakat suku lokal Mappi
dengan pengetahuan lokal. Suku-suku lokal yang berada menempatkan perempuan sangat berharga dalam

21
Potensi Foklor untuk Pengembangan Ekowisata

kehidupan mereka. Hal ini tersirat juga dalam berbagai mentalitas. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari semuanya
tarian dan nyanyian (eb) yang mereka ciptakan. diambil dari alam dengan sistem meramu dengan
Menurut Dananjaja (1989), mitos diartikan sebagai memperhatikan ketentuan atau norma adat yang sudah
cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta digariskan.
dan nasib serta tujuan hidup, penjelasan-penjelasan yang Sagu (Metroxylon sp.) merupakan tumbuhan pokok
diberikan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak yang digunakan sebagai makanan sehari-hari dan hanya
mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citra alam di dapatkan di hutan rawa. Pelestarian hutan rawa sagu
dan tujuan hidup manusia. Pemakaian istilah zaman sebagai habitat sagu mutlak diperlukan agar
dahulu dalam pengertian mitos menandakan bahwa mitos keberlanjutannya dapat dipertahankan. Selain sagu,
merupakan peristiwa atau ceritera yang sudah usang, beberapa komoditas hasil alam yang sering digunakan
namun masih relevan sampai sekarang oleh masyarakat dan dimanfaatkan oleh warga yaitu kayu Gaharu
suku lokal Mappi. Berkaitan dengan kepercayaan, isi (Aquilaria sp.). Kayu gaharu digunakan sebagai bahan
mitos menyangkut kepahlawanan atau kekaguman akan wewangian, bahan kosmetik, campuran pewangi, wangi-
segala sesuatu. Mitos dijadikan sebagai pedoman dan wangian untuk ibadah, dupa. Kayu gaharu
arah bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari- diperdagangkan dan mulai diperjual belikan. Cara
hari agar berlaku lebih bijaksana. Mitos menjadikan pengambilan gaharu yang semula hanya mengambil
masyarakat pengikutnya menjadi patuh dan taat terhadap beberapa bagian dari pohon mulai bergeser dengan cara
ajaran-ajaran yang dianutnya, untuk menciptakan mengambil gaharu dari akarnya. Selain kualitas gaharu
serangkaian kesadaran akan tingkah laku dan keselarasan menjadi menurun, pohon gaharu juga mati.
dalam hidup bermasyarakat. Mitos juga dapat dipahami Beberapa jenis hewan endemik dilindungi, dapat
sebagai realitas kultur yang kompleks dengan kiasan atau dilihat pada (Gambar 1). Hewan dilindungi tersebut
cerita sakral yang berhubungan dengan waktu primodial, merupakan sumber protein dengan cara berburu, antara
yaitu waktu permulaan yang mengacu pada asal mula lain; Kura-kura moncong babi (Carettochelys insclupta),
segala sesuatu. Kasuari (Casuarius casuarius) diambil daging dan
Pola kehidupan masyarakat tidak terlepas dari telurnya, Rusa (Cervus timorensis), Buaya (Crocodylus
budaya dan hubungan yang erat dengan alam sekitarnya. sp.) burung cendrawasih (Paradisea sp.). Pengambilan
Usaha pemanfaatan sumber daya alam merupakan salah hewan-hewan endemik dan dilindungi dapat menurunkan
satu cara yang dilakukan untuk mengawasi wilayah hak populasi di alam sehingga dibutuhkan pengendalian.
tanah adatnya. Ketergantungan terhadap sumber daya Selain itu, adanya jenis-jenis invasif diketahui telah
alam dalam pandangan masyarakat adalah suatu menurunkan populasi hewan lokal sehingga jika
keterikatan yang kompleks baik secara fisik, spiritual dan berlangsung lama dapat menghilangkan spesies lokal.

(a) (b)
Gambar 1. Hewan yang dilindungi oleh pemerintah agar tetap lestari (a) Carettochelys insclupta (b) Casuarius
casuarius

Berdasarkan Laporan hasil identifikasi dan lebih kurang lima tahun, hutan yang ada akan
penilaian kawasan bernilai konservasi tinggi di menghilang bersama dengan spesies satwanya.
Kabupaten Asmat dan Mappi yang disusun oleh WWF Daerah Mur belakang kampung merupakan
Indonesia (2013), tidak semua daerah di Mappi yang perkebunan karet masyarakat juga tidak dapat
habitatnya dapat dipertahankan karena terdesak oleh dipertahankan sebagai habitat burung. Daerah Gabagai
pembangunan. Daerah Akam dan Simpang Akam ke merupakan tempat yang terisolir di seberang kali dimana
Kampung Dagemon merupakan habitat burung ditemukan burung cendrawasih besar (P. apoda)
cendrawasih, kasuari dan Megapoda yang mulai punah. mengalami kerusakan habitat karena banyak pohon
Daerah-daerah ini merupakan dataran kering yang berada ditebang untuk bahan bangunan. Daerah ini sebaiknya
dekat jalan raya, merupakan sasaran hunian/ tempat diproteksi sebagai habitat burung cendrawasih karena
membangun rumah. Banyak tempat di daerah ini sudah letaknya yang strategis didepan Mur sehingga dapat
dikapling untuk rumah, diperkirakan dalam jangka waktu dijadikan tempat wisata burung misalnya bird watching.

22
Media Konservasi Vol. 23 No. 1 April 2018: 18-27

Daerah sepanjang kiri dan kanan kali Nambioman Setelah itu, penetapan habitat flora dan fauna endemik
merupakan hutan rawa yang sangat menarik dimana sebagai kawasan konservasi perlu dilakukan. Strategi
ditemukan banyak spesies burung, antara lain jenis elang, konservasi yang mumpuni di Mappi adalah konservasi
raja udang dan paruh bengkok. Daerah ini nampaknya yang berbasis masyarakat lokal. Masyarakat lokal ini
belum dijamah karena berair dan berawa; sebaiknya yang sangat bergantung pada sumberdaya alam dan
dipertahankan. Daerah Monana pada jalan setapak dekat hutannya yang tentunya mempunyai mekanisme aturan
kayu bus merah merupakan habitat berkembang biak adat dalam konservasi dan pemanfaatan flora dan
burung Namdur Cokelat. Ketika melakukan penelitian ini faunanya.
ditemukan beberapa sarang burung tersebut di sekitar
hutan bus merah tersebut dan oleh sebab itu sebaiknya 3. Persepsi, Motivasi dan Preferensi terkait Folklor
dipertahankan agar burung ini dapat terus berkembang
a. Persepsi atas folklor
biak. Pemerintah bersama masyarakat perlu membuat
strategi konservasi dan potensi satwa yang dapat menarik Secara umum, masyarakat lokal di Mappi
kunjungan wisatawan mancanegara seperti yang terjadi sesungguhnya mengetahui tentang adanya folklor. Hal ini
pada wisata burung pintar di Kampung Syoubri dibuktikan dengan tingginya nilai persepsi (skor 6) atas
Kabupaten Manokwari. Daerah Tagaimon akan terisolir, pengetahuan adanya folklor. Selain itu, dapat dikatakan
hutannya masih bagus, terdapat pohon-pohon besar. Pada bahwa keberadaan folklor yang erat kaitannya dengan
tempat ini juga dapat ditemukan burung Cendrawasih berbagai unsur budaya (material dan immaterial
besar, Kasuari, dan Megapoda. Sebaiknya hutan disini herritage) hingga saat ini masih melekat sebagai tata
dipertahankan karena mulai menjadi incaran pengusaha nilai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Papua,
kayu untuk mengambil kayu besi dan sejenis lainnya khususnya Kabupaten Mappi. Nilai bermakna baik
untuk pembangunan rumah dan jembatan. Daerah tersebut juga merupakan bentuk apresiatif masyarakat
Kumasma dan Bagaven merupakan habitat cendrawasih Papua atas harta budaya yang diwariskan secara turun-
besar (P. apoda) dan cendrawasih mati kawat (S. temurun dari nenek moyangnya dalam membimbing
Melanoleuca). Di sana dapat ditemukan hutan primer segala bentuk tata nilai kehidupan masyarakat itu sendiri.
yang masih utuh dengan pohon-pohon berdiameter besar. Brunvand (1996) menyatakan bahwa folklor dapat
Seperti halnya di Mappi, katak di Papua belum ada mengungkapkan kepada kita secara terselubung
yang masuk dalam daftar IUCN (International Union for (dongeng, legenda dan mitos) secara terbuka umum atau
Conservation of Natural Resources), sedangkan reptilia melalui peribahasa dengan esensial penting di dalamnya
ada beberapa yang sudah masuk dalam daftar tersebut. dengan menonjolkan unsur kebudayaan itu sendiri.
Spesies yang masuk dalam daftar IUCN, artinya spesies Persepsi atas folklor di Kabupaten Mappi dapat dilihat
tersebut memerlukan perhatian khusus karena dapat pada Tabel 2.
menjadi langka atau punah. Identifikasi flora dan fauna
perlu dilakukan dengan segera di Kabupaten Mappi.

Tabel 2. Persepsi atas folklor di Kabupaten Mappi


No. Uraian Skor skala sikap
1 Pengetahuan tentang folklor 6
2 Material folklor 6
3 Immaterial folklor 6
Keterangan: Skala Sikap: 1=Sangat buruk; 2=Buruk; 3=Agak buruk; 4=Biasa saja; 5=Agak baik; 6=Baik; dan 7=Sangat baik

b. Penilaian potensi folklor tinggi dan berbeda dengan daerah lainnya sehingga
Hasil studi menunjukan bahwa berbagai potensi pantas untuk dikembangan dalam kegiatan ekowisata.
folklor yang erat kaitannya dengan material dan Darusman et al. (2013) memaparkan bahwa berbagai
immaterial herritage di Mappi dapat dikatakan bermakna potensi material-culture dan immaterial culture yang
baik dan menjadi layak untuk dikembangkan dalam dimiliki oleh masyarakat lokal juga sangat bernilai dan
segenap pembangunan kepariwisataan. Tingginya nilai berharga untuk dijadikan sebagai atraksi budaya yang
yang diperoleh tersebut juga mengindikasikan bahwa melengkapai berbagai kegiatan ekowisata. Penilaian
berbagai potensi folklor yang dimiliki masyarakat potensi folklor hubungannya dengan material dan
Kabupaten Mappi memiliki originalitas budaya yang immaterial herritage dapat dilihat pada Tabel 3.

23
Potensi Foklor untuk Pengembangan Ekowisata

Tabel 3. Penilaian potensi Folklor hubungannya dengan material dan immaterial herritage
No Aspek penilaian Material herritage Immaterial herritage
1 Keunikan 6 6
2 Kelangkaan 6 6
3 Keindahan 6 6
4 Seasonalitas 6 5
5 Aksesibilitas 6 6
6 Sensitifitas 5 5
7 Fungsi Sosil 5 6
Keterangan: Skala Sikap: 1=Sangat buruk; 2=Buruk; 3=Agak buruk; 4=Biasa saja; 5=Agak baik; 6=Baik; dan 7=Sangat baik

c. Persepsi atas pengembangan ekowisata kedepan dapat menimbulkan evolusi sikap masyarakat
Dalam berbagai aspek, data menunjukan bahwa yang mengarah pada negative thinking sebagaimana
masyarakat hanya memiliki sikap apathy (skor 4) atas Holloway et al. (2009) menyatakan bahwa dampak
upaya pengembangan ekowisata di Mappi. Hal ini tersebut secara terstruktur tertuang dalam irridex model
mengindikasikan adanya kekhawatiran masyarakat atas of stress relative to tourism development; meliputi sikap
berbagai pembangunan ekowisata yang mengarah pada apatis dan antagonis. Persepsi masyarakat atas
terdegradasinya nilai-nilai sosial budaya Papua di pengembangan ekowisata di Kabupaten Mappi disajikan
Kabupaten Mappi. Selain itu, bukan tidak mungkin jika pada Tabel 4.

Tabel 4. Persepsi pengembangan ekowisata di Kabupaten Mappi


No. Uraian S Skor skala sikap
1 Perspektif infrastruktur 5
2 Perspektif fasilitas 4
3 Perspektif manajemen 4
Keterangan: Skala Sikap: 1=Sangat buruk; 2=Buruk; 3=Agak buruk; 4=Biasa saja; 5=Agak baik; 6=Baik; dan 7=Sangat baik

d. Motivasi pengembangan ekowisata dimanfaatkan sebagai atraksi ekowisata adalah berada


Hasil studi menunjukan nilai rata-rata yang pada sulitnya membuat warga dalam memahami
didapatkan atas motivasi pengembangan ekowisata di sumberdaya arkeologi di wilayah mereka dapat laku
Mappi adalah bermakna baik (skor 6). Hal ini GLMXDO 3HPLNLUDQ ³WUDGLVLRQDO-LQWXLWLI´ PHUHND
mengindikasikan bahwa masyarakat memiliki antusiasme sesungguhnya bukan lah dijadikan sebagai kendala
yang cukup tinggi untuk pengembangan ekowisata di dalam meraih pembangunan pariwisata berkelanjutan,
Kabupaten Mappi. Secara mendasar mereka juga melainkan harus dijadikan motivasi yang kuat bagi
memiliki keraguan bila folklor dimanfaatkan sebagai pemerintah daerah dalam mengeksekusi sosialisasi
daya tarik ekowisata. Sebagai gambaran, Deda dan Mofu pemanfaatan folklor sebagai daya tarik ekowisata dalam
(2014) memaparkan bahwa bagi pemerintah daerah, berbagai bentuk. Penilaian berbagai aspek motivasi
persoalan penelitian dan pengembangan arkeologi untuk pengembangan ekowisata budaya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Motivasi pengembangan ekowisata (material and immaterial herritage)


No Aspek penilaian Material herritage Immaterial herritage
1 Ekonomi 5 5
2 Ekologi kelangkaan 6 5
3 Sosial budaya 6 6
Keterangan: Skala Sikap: 1=Sangat buruk; 2=Buruk; 3=Agak buruk; 4=Biasa saja; 5=Agak baik; 6=Baik; dan 7=Sangat baik

e. Preferensi pengembangan ekowisata bahwa dimensi kepariwisataan merupakan hal baru yang
Secara umum, berbagai aspek preferensi yang dapat juga dikatakan berpotensi memberikan dampak
diperoleh hanya mampu menghasilkan skala sikap 4 atau negatif. Tingginya kecurigaan masyarakat lokal terhadap
bermakna sedang. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat orang luar, juga merupakan salah satu faktor rendahnya
Papua di Kabupaten Mappi tidak memiliki pengetahuan nilai berbagai preferensi yang didapatkan. Nilai
yang kompeherensif atas pentingnya berbagai manfaat preferensi pengembangan ekowisata folklor disajikan
pembangunan ekowisata budaya. Selain itu, diduga kuat pada Tabel 6.

24
Media Konservasi Vol. 23 No. 1 April 2018: 18-27

Tabel 6. Prefensi pengembangan ekowisata di Kabupaten Mappi


No. Uraian SSkor skala sikap
1 Infrastruktur dan fasilitas 5
2 Pelatihan masyarakat lokal 4
3 Pemberdayaan ekonomi lokal 4
4 Pembangunan image ekowisata 4
5 Monitoring & kontroling ekowisata 4
Keterangan: Skala Sikap: 1=Sangat buruk; 2=Buruk; 3=Agak buruk; 4=Biasa saja; 5=Agak baik; 6=Baik; dan 7=Sangat baik

f. Partisipasi pengembangan ekowisata Soekanto (2012) menyatakan bahwa salah satu ciri
Dalam berbagai aspek, hasil studi menunjukan masyarakat pedesaan adalah karena keterkaitan pada
bahwa partisipasi parapihak dalam pengembangan lingkungan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada, sehingga
ekowisata folklor hanya mampu menghasilkan skor 4 mereka mudah curiga terhadap sesuatu yang lain dari
atau bermakna sedang. Hal ini mengindikasikan tidak yang biasa terutama terhadap hal-hal yang lebih
adanya pengetahuan secara kompeherensif akan menuntut rasionalitas. Penilaian partisipasi pihak yang
pentingnya partisipasi pihak yang berkepentingan dalam berkepentingan dalam pengembangan ekowisata dapat
pembangunan ekowisata budaya di Kabupaten Mappi. dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Partisipasi pengembangan ekowisata di Kabupaten Mappi


No. Uraian S Skor skala sikap
1 Wisatawan 4
2 Pemerintah 4
3 Masyarakat terlibat langsung 5
4 Masyarakat tidak terlibat langsung 4
Keterangan: Skala Sikap: 1=Sangat buruk; 2=Buruk; 3=Agak buruk; 4=Biasa saja; 5=Agak baik; 6=Baik; dan 7=Sangat baik

4. Strategi Optimasi Pengembangan Ekowisata jangkau pada beberapa titik lokasi yang mengharuskan
dijangkau dengan menggunakan moda transportasi air.
Sumber daya alam hutan, dalam keterkaitannya
Selanjutnya, berbagai pembangunan fasilitas umum
dengan folklor memiliki potensi wisata berbasis
ekowisata juga harus dibangun guna mempermudah
ekologi maupun ekowisata yang tinggi, sehingga
setiap wisatawan yang mengunjungi daerah tersebut.
diperlukan suatu upaya strategi optimasi dalam
Darusman et al. (2013) menyatakan bahwa kelemahan
pengembangannya. Keberagaman potensi folklor di
utama wilayah terpencil bukan hanya berkaitan dengan
Mappi dalam ceritanya yang terkait flora, fauna dan
masalah keterasingan wilayah tersebut dari titik pusat
sosial budaya yang terkandung di dalammya, akan
pasar industri barang dan jasa, melainkan juga
mendatangkan nilai ekonomis yang baik bagi
disebabkan oleh keterasingannya dari para penyalur
masyarakat Mappi. Beberapa folklor berikut
barang dan jasa.
merupakan judul yang dapat dijadikan objek dalam
Untuk mempercepat pembangunan wilayah
strategi optimasi pengembangan ekowisata di Mappi,
tersebut, kiranya menjadi baik untuk melibatkan pihak
sebagai berikut: 1) terjadi tupai, burung pahit dan
yang berkepentingan seperti pihak swasta untuk
kumbang sagu, 2) burung kasuari, 3) burung tahun-
berinvestasi. Namun demikian, pola investasi yang
tahun, kakatua hitam dan kakatua putih 4) kangguru,
digencarkan oleh pihak swasta bukan lah mengadopsi
5) buaya merah, 6) tuban, 7) lengkuang, kunyit dan
³SDKDP NDSLWDOLVPH´ VHEDJDLPDQD EDQ\DN WHUMDGL GL
pohon nibung, 8) pohon nyiur 9) manusia biawak, 10)
berbagai daerah Indonesia, melainkan harus didorong
busur panah.
menuju kemerataan distribusi manfaat yang didapatkan
Mempertimbangkan hasil analisis SWOT, maka
seluruh pihak terkait sehingga mampu memberikan
strategi pengembangan ekowisata yang harus dilakukan
manfaat berganda secara menyeluruh.
di Kabupaten Mappi adalah dengan menerapkan
strategi agresif, yaitu dengan mengoptimasi berbagai b. Perspektif sosial budaya
perspektif sebagai berikut. Pembangunan ekowisata di Kabupaten Mappi
a. Perspektif pembangunan kewilayahan harus ditujukan untuk membangun kesadaran kolektif
tentang pentingnya folklor dalam dinamika sosial
Untuk mempermudah menikmati daya tarik
budaya seluruh elemen masyarakat. Berbagai folklor
ekowisata budaya dan folklor yang ada di wilayah
yang ada di wilayah pedesaan, merupakan akar
mudah di jangkau, maka pembangunan sarana dan
berkembang-tumbuhnya dalam tatanan adat masyarakat
prasarana menjadi mutlak harus dikedepankan
lokal agar mampu menyuguhkan kepada para penikmat
mengingat luasnya Kabupaten Mappi dan sulitnya daya
ekowisata budaya yang lebih original dan religus.

25
Potensi Foklor untuk Pengembangan Ekowisata

Lebih jauh, Darusmann et al. (2013) mengingatkan hal itu, menjadi sangat penting keikutsertaan parapihak
bahwa interaksi masyarakat lokal dengan para ekoturis lainnya, baik (pemerintah, masyarakat, investor,
adalah sangat potensial untuk menciptakan transfer operator wisata dan institusi lainnya untuk
pengetahuan dan budaya dari para ekoturis kepada berkolaborasi dalam menentukan orientasi
masyarakat secara positif. pengembangan ekowisata terintegrasi. Adapun promosi
c. Perspektif pemasaran yang harus dilakukan adalah dengan
mempertimbangkan berbagai media cetak dan
Berdasarkan penilaian studi potensi ekowisata
elektronik (digital) mengingat dewasa ini telah pula
budaya (material dan immaterial herritage) dengan
berkembang sosial media di seluruh daerah Indonesia.
kesimpulan bermakna baik, maka dapat dikatakan
Dengan memanfaatkan unsur audio visual, maka
bahwa berbagai potensi ekowisata budaya yang di
diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih
dalamnya termuat pula elemen folklor adalah layak dan
menarik dan edukatif dalam pengembangan promosi
pantas untuk dikembangkan dan dipasarkan dalam
ekowisata di Kabupaten Mappi.
kancah regional maupun nasional. Oleh karena itu,
strategi pemasaran yang baik adalah menetapkan d. Perspektif kegiatan dan program ekowisata
strategi branding dan marketing mixed sebagai langkah Dalam upaya pengembangan ekowisata di
awal perumusan potential demand. Kabupaten Mappi, maka berbagai kegiatan ekowisata
Branding. Strategi branding dilakukan oleh tersebut hendaknya dilakukan secara terintegrasi
pemerintah selaku regulator dan katalisator melalui praktek kolaborasi dan partnership parapihak
pembangunan dengan promotor utamanya adalah terkait, khususnya operator wisata, masyarakat dan
SKPD Pariwisata Daerah. Kemudian, berbagai elemen pemerintah. Program festival budaya yang
budaya (folklor) yang sifatnya original atau memiliki diselenggarakan setiap tahun hendaknya dilakukan
keunikan yang hanya ditemui di Kabupaten Mappi, secara terbuka dan terkonsep secara terintegrasi guna
hendaknya dipatenkan melalui hak cipta secara menumbuh kembangkan diversifikasi produk
regional hingga nasional sebagai bentuk apresiatif dan ekowisata yang lebih beragam dan bermakna.
kebanggaan terhadap budaya bangsa Indonesia, Dengan semakin berkembangnya wisata konvensi
khususnya Kabupaten Mappi atau biasa dikenal dengan terminologi Meetings,
Marketing mixed. Untuk meningkatkan daya Incentive, Conference and Exhibition (MICE), maka
tarik ekowisata budaya sebagai potensial demand, akan menjadi sangat menarik jika pada sesi opening
maka berbagai folklor yang dinyatakan sebagai ceremony atau pun closing ceremony dituangkan
penyedia wisata tersebut sebaiknya dirangkai dalam atraksi ekowisata folklor (eco-folklor-tourism). Adapun
satu-kesatuan kegiatan ekowisata (paket wisata); serangkaian kegiatan ekowisata yang dilakukan pada
sehingga mampu memberikan kesan yang lebih outdoor area akan menjadi lebih berwarna bila
berwarna serta diharapkan mampu mengoptimasi disuguhkan atraksi ekowisata folklor yang beriringan
empat pilar ekowisata (kenangan, pengalaman, dengan berakhirnya kegiatan pada suatu destinasi atau
kepuasan dan pendidikan). Waktu yang baik untuk pun rekoleksi. Dengan demikian, manfaat yang
disuguhkan kepada wisatawan adalah pada saat didapatkan adalah bukan saja mampu memperkaya
opening ceremony atau pun closing ceremony aktual demand pada suatu destinasi, melainkan juga
rangkaian kegiatan wisata itu berlangsung. Kemudian mampu memberikan nilai tambah berupa citra (image)
dalam hal harga, maka sebaiknya ditawarkan dengan ekowisata di Mappi menjadi lebih berharga dan
pertimbangan karakteristik psikografis dan demografis bernilai.
calon wisatawan itu sendiri. Lebih lanjut, Darusmann e. Visi dan Misi
et al. (2013) menyatakan bahwa penentuan harga
Mempertimbangkan tingginya skor penilaian
sebaiknya adalah tidak ditentukan secara partial-
potensi material dan immaterial herritage yang
service atau pun ala carte menu melainkan ditetapkan
terdapat di Mappi, maka sebaiknya Visi yang harus
sebagai total services atau all you can eat menu dan
dirumuskan adalah sebagai berikut:
buffet menu.
³0HZXMXGNDQ SHPEDQJXQDQ HNRZLVDWD \DQJ
Karakteristik place dengan kondisi geografis yang
teritegrasi dan multifungsi sehingga mampu
berbeda satu sama lainnya di Kabupaten Mappi,
memberikan multiplier effect yang berkesinambungan
VHKLQJJD PHQJKDUXVNDQ SDUD ZLVDWDZDQ ³EHUVusah
secara ekonomi serta adaptif secara ekologi dan sosial
SD\DK´ XQWXN PHQLNPDWL VXPEHUGD\D HNRZLVDWD
EXGD\D GL .DEXSDWHQ 0DSSL´
tersebut. Namun sesungguhnya hal tersebut bukan
Untuk mencapai visi tersebut, maka beberapa hal
Mmerupakan kendala besar, melainkan dijadikan
penting dapat ditetapkan sebagai misi, adalah: 1)
sebagai daya tarik dalam proses perjalanan yang
Meningkatkan kualitas fungsi estetis dan estetika
sifanya adventure traveling. Csapo (2012) menyatakan
berbagai material dan immaterial herritage; 2)
bahwa tourists increasingly say that they want to
Mengoptimalkan nilai tambah setiap material dan
experience local culture, to live like locals and to find
immaterial herritage melalui berbagai program
RXW DERXW WKH UHDO LGHQWLW\ RI WKH SODFHV WKH\ YLVLW ´ $WDV
ekowisata dapat diterima secara ekologi alamiah; 3)

26
Media Konservasi Vol. 23 No. 1 April 2018: 18-27

Mengoptimalkan nilai tambah material dan immaterial ekowisata, 2). regulasi kebijakan pemerintah daerah
herritage melalui berbagai program ekowisata dalam mengatur pengembangan ekowisatanya., 3)
berwujud harmonisasi pilar sosio-kultural; 4) perlu adanya pembuatan dan perbaikan fasilitas sarana
Mengoptimalkan nilai tambah material dan immaterial prasarana pendukung kegiatan ekowisata., 4) Perlu
herritage melalui berbagai program ekowisata demi dilakukan pembentukan lembaga adat dari keseluran
meraih keuntungan ekonomi jangka panjang; 5) suku-suku lokal Mappi, yang dikoordinir oleh
Mengoptimalkan peran aktif dan kemandirian pemerintah daerah melaluai SKPD dan Dinas
masyarakat dalam segala bentuk kegiatan program teknisnya.
penyelenggaraan ekowisata dengan memanfaatkan
folklor sebagai atraksi wisatanya.
DAFTAR PUSTAKA

SIMPULAN Altinay L, Paraskevas A. 2008. Planning Research in


Hospitality and Tourism. Burlington (US):
Secara umum masyarakat Mappi mengetahui Butterworth-Heinemann.
adanya folklor, mereka menggunakan dan penerapanya Avenzora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek. BPR
dalam kehidupan kolektifnya. Folklor adalah identitas NAD-NIAS. Banda Aceh.
yang kuat pada masyarakat lokal Mappi. Keragaman Brunvand, Jan Harold. 1996. American Folklor: An
potensi foklor yang terdapat di Mappi berada pada Encyclopedia. Ney York and London (USA &
makna baik (nilai skor 6). Hal ini dikarenakan seluruh UK): Garland Publishing Inc.
elemen masyarakat di Mappi masih menggunakan dan Csapo J. 2012. The Role and Importance of Cultural
melestarikan tradisi berbagai elemen folklor mereka Tourism in Modern Tourism industry, Strategies
dalam dinamika kehidupannyai. Untuk masyarakat for Tourism Industry-Micro and Macro
Mappi, keberadaan foklor menjadi salah satu cara dan Perspective, Dr. Murat Kasimoglu (Ed.) Rijeka
acuan dalam menjalankan hidup secara kolektif karena (Croatia): Journals of Intech. ISBN 978-953-51-
sesungguhnya substansi foklor adalah kaya dengan 0566-4.
nilai-nilai falsafah hidup. Darusman D, Avenzora R, Nitibaskara U Tb. 2013.
Hasil studi menunjukan bahwa berbagai potensi Optimalisasi Manfaat Hutan Produksi Melalui
folklor sangat erat kaitannya dengan material dan Ekowisata. Di dalam: Dadursman D, Avenzora R,
immaterial herritage di Mappi adalah tergolong editor. Pembangunan Ekowisata Pada Kawasan
bermakna baik dan menjadi layak untuk dikembangkan Hutan Produksi; Potensi dan Pemikiran. Bogor
dalam segenap pembangunan kepariwisataan. Adapun (ID): Program Studi Pasca Sarjana Manajemen
nilai rata-rata dari motivasi, preferensi dan partisipasi Ekowisata dan Jasa Lingkungan Fakultas
atas pengembangan ekowisata yang menghasilkan Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
simpulan jauh dari nilai baik (skor 5). Hal ini Danandjaja, J. 1984. Folklor Indonesia (Ilmu Gosip,
mengindikasikan rendahnya pengetahuan masyarakat Dongeng, dan Lain-Lain). Jakarta (ID): Grafiti
lokal terkait pentingnya pemanfaatan folklor sebagai Pres.
daya tarik dan atraksi ekowisata. Selain itu, dapat Danandjaja J. 1989. Kebudayan Petani Desa Trunyan
dikatakan bahwa berbagai kegiatan ekowisata di Mappi Di Bali. Jakarta (ID): UI Press.
hingga saat ini adalah tergolong pada kondisi ³]HUR Danandjaja J. 2003. Folklor Amerika. Jakarta (ID):
PDQDJHPHQW´ sehingga dibutuhkan integrasi para multi PT. Pusaka Utama Grafiti.
pihak untuk mengoptimasi berbagai pengembangan Davis S* %HQ %RWNLQ¶V )%, )LOHV Journal of
ekowisata sehingga dapat memberikan manfaat yang American Folklor. Pg. 122-487.
baik. Deda JA, Mofu SS. 2014. Masyarakat hukum adat dan
Strategi pengembangan ekowisata di Mappi hak ulayat di Provinsi Papua Barat sebagai orang
adalah dengan melakukan optimasi dalam perspektif asli Papua ditinjau dari sisi adat dan budaya;
pembangunan kewilayahan, perspektif sosial budaya, sebuah kajian etnografi kekinian. Jurnal
perspektif pemasaran, perspektif kegiatan dan optimasi Administrasi Publik. 11 (2).
pengembangan ekowisata. Dengan semakin Endaswara S. 2013. Folklor Nusantara; Hakikat,
berkembangnya Meetings, Incentive, Conference and Bentuk dan Fungsi. Yogyakarta (ID): Penerbit
Exhibition (MICE), maka akan menjadi sangat menarik Ombak (Anggota IKAPI).
dan berwarna jika pada sesi opening ceremony atau pun Holloway CJ, Humphreys C, Davidson R. 2009. The
closing ceremony dituangkan atraksi ekowisata folklor Bussines of Tourism. Eight Edition. England
(eco-folklor-tourism). (UK): Pearson Education Limited.
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini Soekanto S. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar (cetakan
adalah: 1). dibutuhkan integrasi berbagai pihak dalam ke-44). Jakarta (ID): Rajawali Pers.
menyusun pengembangan ekowisata secara WWF Indonesia. 2013. Pemetaan Partisipatif Tempat
kompehernsif dan sitematis sehingga mampu Penting Masyarakat Adat di Kabupaten Mappi..
memberikan multiplier effect dengan tujuh pilar Mappi (ID): WWF Sahul Mappi.

27
Potensi Foklor untuk Pengembangan Ekowisata

28

You might also like