You are on page 1of 8

WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373

Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91


Desember 2014

KEARIFAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI


DESA RANO KECAMATAN BALAESANG TANJUNG KABUPATEN
DONGGALA

Ariyanto1), Imran Rachman2), Bau Toknok 2)


Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako
Jl. Soekarno Hatta Km.9 Palu, Sulawesi Tengah 94118
1)
Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako
Korespondensi: arhy_yanto@yahoo.co.id
2)
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

Abstract

The local wisdom is a knowledge obtained in hereditary that becomes a custom and based on the
values and based on the values and norms of society. As the To`Balaesan ethnic or the original
ethnic in Rano village inhibiting Tanjung Balaesang cluster lies on viscous culture covering
language, religion system, and a little different physics from the other society in the area of
Balaesang Tanjung sub district. The method employed was explorative descriptive with a
qualitative approach through the exploration of key informants information. Thus it can describe a
certain situation or a group of human systematically, factually, and accurately based on the fact in
the field. The data were collected through observation and interview with a good structured
guidance or free interview. The population was the Rano people. The selection of the informants
was by using snow-ball sampling. The result indicates that Rano people still uphold their tradition
they know from the past, seen from the land selection process, land opening and the farming
process. All of it accumulated in a topomaradia tradition institution which contains a set of rules
and inferences as the attitude manager norms and behavior of the ethnic society to`balaesang in
Rano village.
Key words: Local Wisdom, ethnic of ta`Balaesan, Rano Village

PENDAHULUAN daerah memiliki kesamaan fungsi sebagai


pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk
Latar Belakang berperilaku dan berinteraksi dengan alam
Indonesia kaya akan budaya dan kearifan Menurut Zakaria (1994) dalam Fauzi (2013)
lokal masyarakat. Setiap daerah di Indonesia mendefinisikan kearifan tradisional sebagai
memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda, pengetahuan kebudayaan yang dimiliki suatu
perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah
dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, pengetahuan kebudayaan.
sehingga pengalamannya dalam memenuhi Kearifan lokal merupakan suatu bentuk
kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai warisan budaya Indonesia. Kearifan lokal
sistem pengetahuan baik yang berhubungan terbentuk sebagai proses interaksi antara
dengan lingkungan maupun sosial. Tantangan manusia dengan lingkungannya dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan hutan di memenuhi berbagai kebutuhannya (Qandhi,
Indonesia tersebut seringkali datang dari 2012).
masyarakat lokal di sekitar hutan. Padahal Namun demikian kearifan lokal juga tidak
kelestarian pengelolaan hutan sangat tergantung lepas dari berbagai tantangan seperti bertambah
kepada partisipasi masyarakat lokal dalam jumlah penduduk, teknologi modern dan budaya
pengelolaan. (Magdalena, 2013). Namun luar, modal besar serta kemiskinan dan
demikian setiap keraifan lokal di berbagai kesenjangan.

84
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

Kearifan lokal merupakan suatu bentuk memiliki ketaatan dalam menjunjung aturan
kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan adat-istiadat yang diwariskan secara turun-
bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi temurun.
merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu Pengelolaan hutan lembaga adat
(Suhartini, 2009). Topomaradia bagi etnik To`Balaesan sangat
Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia, berperan penting terutama dalam fungsinya.
kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis Sebagai lembaga yang menjaga dan
melainkan berubah sejalan dengan waktu, menegakkan keberlangsungan ide-ide yang
tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya mengkonsepsikan hal-hal paling bernilai dalam
yang ada di masyarakat. Sementara itu Keraf kehidupan dalam ruang lingkup yang terbatas.
(2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah Dalam pengelolaan hutan, campur tangan
semua bentuk pengetahuan, keyakinan, lembaga adat sangat diperlukan sebagai
pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan pengendali atau pengontrol dalam pengelolaan
atau etika yang menuntun perilaku manusia tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan–
dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. penyimpangan yang disebabkan atau yang dapat
Pemahaman mengenai kearifan lokal di atas menimbulkan sengketa atau konflik bagi warga
semakin menegaskan bahwa kearifan lokal masyarakat.
menjadi modal penting dalam pengelolaan Rumusan Masalah
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Adapun rumusan masalah berdasarkan latar
Masyarakat tradisional di Indonesia maupun belakang yang telah dikemukakan di atas adalah
dibagian dunia lainya, sering dijadikan sebagai bagaimana kearifan masyarakat lokal dalam
tersangka utama atas terjadinya perusakan lahan pengelolaan hutan di Desa Rano Kecamatan
hutan akibat sistem perladangan yang mereka Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala.
lakukan. Namun jika diperhatikan secara Tujuan dan Kegunaan
seksama, sesungguhnya sistem perladangan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
masyarakat tradisional ini tidak berpengaruh Kearifan Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan
besar terhadap kerusakan hutan. Karena dalam Hutan Di Desa Rano Kecamatan Balaesang
kehidupan masyarakat tradisional ini terdapat Tanjung Kabupaten Donggala.
juga aturan-aturan adat yang mengatur tentang
sistem pengelolaan dan pemanfaatan lahan METODE PENELITIAN
(hutan) tersebut Lobja (2003) dalam Barau
(2013). Waktu dan Tempat
Seperti halnya etnik To`Balaesan atau etnik Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan
asli yang ada di Desa Rano yang mendiami yaitu dari bulan April 2014 sampai bulan Juni
tanjung Manimbaya yang terletak di Kecamatan 2014. Penelitian ini bertempat di Desa Rano
Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten
merupakan suatu komunitas dengan identitas Donggala
budaya yang sangat kental meliputi bahasa, Alat dan Bahan
sistem religi serta fisik sedikit berbeda dengan Alat yang digunakan dalam penelitian ini
masyarakat sekitar di wilayah Kecamatan yaitu: alat tulis menulis (polpen dan buku), dan
Balaesang Tanjung. kamera sebagai dokumentasi. Sedangkan bahan
Etnik To`Balaesan memiliki sebuah lembaga yang digunakan dalam penelitian ini adalah
adat yang disebut `Topomaradia` yang kusioner.
berfungsi sebagai pengatur dan pengikat Metode Penelitian
masyarakat dalam bertindak dan berprilaku. Hal Penelitian ini bersifat eksploratif deskriptif
yang menarik dari etnik ini ialah diera dengan pendekatan kualitatif melalui penggalian
perkembangan zaman yang serba modern informasi responden kunci (key Informan),
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sehingga penelitian ini dapat menggambarkan
serba canggih akan tetapi mereka masih suatu atau kondisi tertentu atau suatu kelompok

85
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

manuasia secara sistematis, faktual dan akurat memahami kearifan-kearifan dalam pengelolaan
berdasarkan fakta di lapangan. dan pemanfaatan sumberdaya hutan.
Jenis Dan Sumber Data Selain itu analisis ini diarahkan untuk
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini mengetahui seluk beluk terbentuknya
terdiri atas data primer dan data sekunder. Data pemukiman, asal usul penduduk yang bermukim
primer terdiri atas kearifan masyarakat lokal saat ini dan perkembangannya, sejarah
dalam pengelolaan hutan, data diperoleh melalui organisasi masyarakat seperti kelembagaan
pengamatan langsung dilapangan, serta hasil adat, ketergantungan masyarakat hutan.
wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh
dari aparat desa terkait, serta hasil kajian HASIL DAN PEMBAHASAN
pustaka. Data sekunder meliputi gambaran
umum lokasi (kondisi demografi, sosial Eksistensi Masyarakat Desa Rano.
ekonomi, budaya masyarakat), serta data-data Masyarakat Desa Rano merupakan
lainya yang dapat menunjang penelitian. masyarakat Etnik To`balaesan. Dimana etnik
Teknik Pengumpulan Data mendiami tanjung manimbaya yang terletak di
Penentuan sampel dilakukan dengan metode Kecamatan Balaesang Kabupaten Donggala.
Snow-ball sampling. Snowball Sampling Hal yang manarik dari etnik To`balaesang yakni
merupakan salah satu metode penentuan mereka memiliki ciri yang sedikit berbeda dari
responden yang dilakukan secara berantai (multi etnik yang lainya seperti Kaili, Bajo, Pendau,
level) artinya peneliti mengumpulkan informasi dan lain-lain yang ada di wilayah Kecamatan
dari salah satu responden yang sebelumnya Balaesang. Ciri tersebut secara fisik memiliki
telah ditentukan oleh peneliti yaitu Kepala Desa hidung yang agak mancung, kulit sawo matang
Rano, selanjutnya dari responden tersebut dengan bahasa dan adat istiadat yang masih
peneliti akan menentukan responden berikutnya kental dan dijunjung tinggi oleh warganya.
berdasarkan informasi yang diperoleh dari Adapun nama etnik to`Balaesan berasal dari
responden terdahulu. Adapun responden yang kata `to` artinya orang dan `Balaesan` yakni
dipilih dalam penelitian ini adalah nama yang menurut cerita merupakan nenek
masyarakat/penduduk Desa Rano, sehingga moyang dari etnik To`Balaesan, dalam
total responde sebanyak 15 orang. perkembangannya masyarakat melakukan
Bungin (2011) mengemukakan bahwa dalam adaptasi terhadap lingkungannya dengan
suatu survei penelitian, tidaklah harus diteliti mengembangkan suatu kearifan yang berwujud
semua individu yang ada dalam populasi objek pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan
tersebut. Dalam hal ini hanya di perlukan norma adat, nilai budaya, aktivitas mengelola
sampel atau contoh sebagai representasi lingkungan guna mencukupi kebutuhan
penelitian. hidupnya (Renjaan, dkk, 2013).
Analisis Data Umumnya masyarakat Desa Rano bermata
Analisis data yang digunakan dalam pencaharian sebagai petani tradisional. Sejak
penelitian ini adalah Analisis Deskriptif. dahulu masyarakat memanfaatkan hutan sebagai
Menurut Nazir (2003) dalam Juslianty (2012), sumber mata pencaharian. Kebutuhan akan
tujuan analisis deskriptif adalah untuk membuat pangan dipenuhi dengan memanfaatkan hutan
deskripsi, gambaran atau lukisan secara untuk berkebun, menanam jagung, padi, tomat,
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta- lombok, dan sayur-sayuran. Potensi hutan alam
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
yang diselidiki, yakni menggambarkan fakta masyarakat seperti kayu, rotan, bambu, sagu,
yang berdasarkan kecenderungan informasi dan lain-lain.
yang ada, untuk menggambarkan kearifan- Menurut Warta (2002) dalam Ariesti (2013)
kearifan masyarakat adat to-Balaesan secara kenyataannya, sering ditemui fenomena yang
umum dan secara khusus mengetahui dan menunjukkan kenyataan bahwa semakin dekat
masyarakat dengan hutan, maka akan semakin

86
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

banyak ditemui masyarakat miskin. Sangat Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden Di


disayangkan karena hutan dengan segenap Desa Rano
kekayaan yang terdapat didalamnya seharusnya Jenjang Jumlah
No %
dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat pendidikan (orang)
yang bermukim di sekitarnya. 1. Tamat SD 12 48
Sejarah Pengelolaan Sumber Daya Hutan 2. SLTP 3 12
yang Berkembang di Masyarakat Desa 3. SLTA 6 24
Rano. 4 Diploma/S1 4 16
Tingkat pengetahuan seseorang sangat Jumlah 25 100
mempengaruhi tindakannya dalam melakukan Tabel 3 di atas terlihat bahwa pendidikan
aktivitas termasuk pengelolaan sumber daya masyarakat di Desa Rano tergolong rendah atau
hutan. Secara umum orang yang tingkat berpendidikan rendah dengan tingkat
pengetahuannya tinggi/baik mempunyai pendidikan terbesar yaitu tamat SD berjumlah
kapasitas untuk memahami dan 12 orang (48%) kondisi seperti ini
menginterprestasikan dengan baik hasil mempengaruhi pola pikir masyarakat Desa
pengamatan maupun pengalaman sehingga Rano dan berdampak pada kreativitas dalam
dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan mencari sumber mata pencaharian. Untuk
dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga meningkatkan pengetahuan masyarakat
akan tercemin dengan baik dalam teknik bertani diperlukan bentuk pendidikan non formal
maupun ketrampilannya dalam mengelola seperti penyuluhan dan pelatihan. Akan tetapi
sumberdaya alam. pengetahuan tidak hanya sebatas pada apa yang
Memahami kondisi terkini kearifan dicerminkan dalam metoe dan teknik bertani
tradisional dan nilai-nilai budaya lokal tidak saja, tetapi juga mencakup tentang pemahama,
bisa dipisahkan dari kondisi pemilik dan persepsi dan suara hati atau perasaan yang
pengguna utamanya, yaitu masyarakat adat. berkaitan dengan lingkungan (Sunaryo, 2003)
Mereka adalah salah satu kelompok utama dalam Anwar (2007).
penduduk negeri ini yang paling banyak Bentuk-Bentuk Kearifan Lokal
menderita dirugikan dari segi nilai materil dan Proses Pemilihan Lahan
spritual atas penerapan politik pembangunan Kearifan lokal dibangun dari nilai-nilai
yang selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir. sosial yang dijunjung dalam struktur sosial
Penindasan terhadap masyarakat adat ini terjadi masyarakat sendiri dan memiliki fungsi sebagai
baik di bidang ekonomi, politik, hukum, pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk
maupun di bidang sosial dan budaya lainnya berperilaku dalam berbagai dimensi kehidupan
(Nababan, 2003). baik saat berhubungan dengan sesama maupun
Secara umum semakin tinggi pendidikan dengan alam (Santoso, 2009).
formal seseorang maka akan lebih paham Masyarakat Desa Rano dalam hal pemilihan
tentang fungsi dan tujuan konservasi. Semakin lahan yang baik dan subur untuk diolah menjadi
terbukanya lapangan pekerjaan dan alternatif tanah pertanian atau perkebunan. dilakukan
pendapatan, akan memungkinkan semakin dengan membaca tanda-tanda yang diberikan
mudahnya seseorang menyerap atau menerima oleh alam dan petunjuk dari nenek moyang
inovasi teknologi yang ditawarkan. Hasil melalui mimpi.
penelitian. mengenai tingkat pengetahuan Menurut pengetahuan masyarakat ada dua
formal responden dapat dilihat pada Tabel 3. kriteria mimpi yang akan menjadi pertimbangan
yakni mimpi baik dan mimpi buruk. Mimpi baik
antara lain, (mendaki gunung, berjalan melewati
sungai, diberikan sesuatu dan mendapat hadiah).
Selanjutnya yang termasuk mimpi buruk antara
lain bertemu (malaikat, ada orang meninggal
dunia). Jika pada malam itu ia bermimpi baik

87
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

maka keesokan paginya ia dapat melaksanakan Selain hal itu menurut masyarakat Desa
niatnya untuk memeriksa lahan. Rano terdapat larangan tidak diperbolehkan
Dalam proses untuk melihat lahan tersebut yaitu tidak boleh mendahului Sobo dan tuntung
ada beberapa pantangan-pantangan yang harus dalam melakukan pemarasan.
dipatuhi oleh masyarakat Desa Rano. Pantangan Sobo dan Tuntung menurut masyarakat desa
tersebut antara lain: ketika sedang berjalan tiba- rano adalah pemimpin para petani, bertindak
tiba dihalangi dahan yang jatuh dari pohon, sebagai ketua adalah Sobo dan wakilnya adalah
bertemu binatang yang telah mati, atau disegat Tuntung keduanya adalah bagian dari struktur
binatang berbisa. Jika ketiga pantangan tersebut dari lembaga adat.
ditemui maka ini bermakna suatu pertanda yang Selain menjadi ketua para petani, Sobo
tidak baik sehingga pembukaan lahan tersebut mempunyai tugas untuk mendatangi para
diundur sampai batas waktu yang tidak bisa pemangku adat, untuk menentukan kapan
ditentukan yakni satu atau dua bulan, setahun dilakukan pemarasan (montarah), waktu
atau lebih bahkan kadang-kadang pembukaan penanaman (membula) dan setelah ditentukan
lahan tersebut dibatalkan. oleh lembaga adat, kemudian pemarasan dan
Menurut masyarakat Desa Rano bahwa penanaman akan diawali oleh Sobo dan tuntung
dalam hal ini apabila tidak menemui pantangan- sebagai ketua dan wakil ketua para petani.
pantangan yang dijelaskan di atas masih ada Pola Perladangan Masyarakat Desa Rano
lagi tahap terakhir untuk mengetahui bahwa Masyarakat Desa Rano adalah petani ladang
lahan tersebut cocok untuk diolah yaitu sejak turun temurun. Setiap masyarakat Desa
membawa air yang bersumber dari mata air Rano memiliki kebun. Terutama untuk
yang meskipun musim kemarau tidak pernah menaman padi (Boah), jagung (Katela), kacang
kering, kemudian air tersebut ditanah ditutupi (canggoreng), ubi kayu (Moloku kayu), ubi jalar
dengan daun lebar di tanah yang akan kita (Moloku Tingganafar), Cabe (Sasave), Kacang
kelola. Bila keesokan harinya air tersebut air panjang (Lombi), ketimun (Atimung), dan lain-
yang berada dalam botol tersebut berkurang lain.
maka menurut mereka suatu pertanda hasil Pada awalnya mereka menanam padi yang
pertanian itu tidak memuaskan, akan tetapi bila kemudian dipanen setelah 4 bulan 15 hari
air tersebut meluap, maka mereka percaya setelah itu, lahan yang sama diganti dengan
bahwa lahan itu sangat baik untuk dijadikan tanaman jagung, ubi, lombo, kacang, dan lain-
lahan pertanian dan perkebunan. lain.
Dari beberapa tahap yang dilalui dalam Dan sampai sekarang masyarakat Desa Rano
proses pemilihan lahan, dapat memberikan mempunyai tradisi untuk membuahkan tumbuh-
gambaran kepada kita bahwa masyarakat Desa tumbuhan seperti durian langsat, rambutan
Rano masih memegang teguh tata cara yang mangga, jengkeh, kelapa, dan semua tanaman
diajarkan oleh nenek moyang mereka dalam hal atau tembuhan yang berada di Desa Rano
untuk membuka lahan. dengan melakukan ritual yaitu Upacara
Pembukaan Lahan Mompalit Rano (Upacara Mengelilingi Danau).
Menurut masyarakat Desa Rano setelah Sanksi-Sanksi
pemilik lahan sudah mendapat izin dari Bagi mereka yang melakukan penebangan
pemangku adat, kemudian dilakukan upacara hutan di kenakan sanksi berupa seluruh
pembukaan lahan yakni mengajak salah seorang peralatan yang digunakan di sita oleh lembaga
yang dituakan dalam masyarakat untuk adat selain itu juga akan dikenakan sanksi
memeriksa lahan tersebut. Satu hari setelah salampale yakni, 1 2 Pes kain putih, 1 buah
pemeriksaan kemudian dilakukan pembacaan parang, 1buah dulang, 3 kantung beras, uang
mantra-mantra dilahan tersebut, ini bermakna tunai 5 real. Denda tersebut dapat digantikan
memohon izin kepada mereka (makhluk gaib) dengan uang tunai sebanyak Rp. 150.000.000,-
yang mediami areal tersebut. kearifan lokal merupakan pandangan dan
pengetahuan tradisional yang menjadi acuan

88
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

dalam berprilaku dan telah dipraktekkan secara Tabel 4. Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh
turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan dan masyarakat Desa Rano
tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat. No Hasil hutan Pemanfaatan
Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam 1 Kayu Kayu digunakan untuk
masyarakat baik dalam pelestarian sumber daya membangun rumah,
alam dan manusia, mempertahankan adat dan membuat pagar,
budaya, serta bermanfaat untuk kehidupan membuat perabotan
(Permana, dkk. 2011). rumah tangga seperti
Pandangan Masyarakat Desa Rano bangku, kursi, meja,
Terhadap Hutan lemari.
Hutan bagi masyarakat Desa Rano bukan
hanya merupakan Sumberdaya ekonomi, tetapi 2 Non Kayu
juga berkaitan dengan kehidupan mereka.
a. Rotan Dimanfaatkan untuk
Masyarakat Desa Rano juga sangat bergantung
membuat kursi,
pada hutan, sandang, papan dan pangan. Dari
mengikat pagar dan
hutan, masyarakat Desa Rano membutuhkan
dijual
berbagai jenis kayu, bambu dan rotan untuk
b. Bambu Dimanfaatkan untuk
keperluan membangun rumah dan berbagai
membuat atap rumah,
peralatan rumah tangga.
dinding rumah
Kesadaran arti penting hutan bagi kehidupan
c. Sagu Daunnya untuk
keseharian mereka menyebabkan masyarakat
membuat atap rumah,
Desa Rano melihat hutan bukan sebagai objek
isi dari pohon sagu di
eksplorasi untuk memenuhi kebutuhan. Perilaku
jadikan tempung
alam terhadap kehidupan mereka disadari
membuat kue dan
sebagai konsekuensi dari sikap dan perbuatan
diolah menjadi
mereka terhadap hutan dan lingkungan. Hal ini
makanan
misalnya tercermin dari adanya upacara ritual
d. Madu Dimanfaatkan untuk
adat, pada saat membuka hutan untuk keperluan
obat, dan dijual
perladangan. Upacara tersebut pada dasarnya
Dari tabel 4. di atas terlihat bahwa
dimaksudkan sebagai bentuk permohonan izin
masyarakat Desa Rano masih mengantungkan
sekaligus pemohonan kepada para mahluk yang
hidupnya terhadap hutan, dimana masyarakat
mediami hutan. Dengan upacara tersebut juga
sangat memanfaatkan hasil hasil dari hutan
dimaksudkan agar kelak dikemudian hari tidak
seperti kayu, dan hasil hutan non kayu, (rotan,
ada ganggunan terhadap tanaman diladang, baik
bambu, sagu, madu).
berupa peyakit ataupun serangan hewan (liar
Hutan juga menyediakan berbagai jenis obat-
dan peliharaan).
obatan dan pangan. Sebagai sarana rekreasi dan
Sementara hasil hutan yang dimanfaatkan
pariwisata, hutan merupakan sebuah tempat
oleh masyarakat Desa Rano untuk memenuhi
rekreasi yang bebas pencemaran. Fungsi
berbagai kebutuhan sehari-hari dapat lihat
pelestarian alam, salah satunya adalah
dalam tabel berikut ini.
memenuhi kebutuhan tersebut yaitu tempat
rekreasi di alam terbuka, misalnya Taman
Nasional (Siombo, 2011).
Peran Lembaga Adat Topomaradia Dalam
Pengelolaan Lingkungan
Menurut Aulia dan Dharmawan (2010)
Komunitas Adat juga merupakan kelompok
sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar
serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan

89
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

dan pelayanan, baik social ekonomi maupun Maradia Tombong yang bertindak sebagai
Politik. wakilnya.
Desa Rano sudah mempunyai lembaga adat Maradia Malolo adalah pemangku adat yang
yang sangat kuat yakni Lembaga Adat mengatur hubungan manausia dengan
Topomaradia. Topomaradia adalah merupakan lingkungan sosial. Jadi segala persoalan sosial
lembaga normatif yang di dalamnya misalnya ada seorang ynag membuka kebun
menghimpun pranata sosial yang berupa norma, baru kemudian mengakibatkan kerusakan pada
kaidah dan sistem nilai yang digunakan sebagai kebun milik orang lain sehingga menyebabkan
wadah pengatur sikap dan perilaku warganya. perselisihan diantara keduanya maka yang
Sebagai sistem pranta, lembaga adat pertama menangani persoalan ini terlebih
Topomaradia memiliki legitimasi dari dahulu adalah maradia malolo.
masyarakat melalui kemauan kolektif etnik Sedangkan Maradia Mogurang adalah
To`balaesan, yang didalamnya terdapat sebagai hakim dalam musyawarah, dari para
perangkat aturan serta sanksi-sanksi dimana pemangku beliau yang mengambil keputusan
etnik To`balaesan menghormatinya. dan Imam Ada adalah pemangku adat yang
Lembaga Adat Topomaradia dilaksanakan di bertindak sebagai imam adat yang memimpin
tiga desa yakni Desa Rano, Desa Ketong, Desa masyarakat dalam persoalan keagamaan baik
Kamonji. Dimana Desa Rano merupakan desa yang menyangkut ibadah dan kegiatan-kegiatan
tertua, atau yang dikenal dengan Desa Adat agama lainya, Patola sendiri bertindak sebagai
sehingga dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya Humas dalam lembaga ini.
para pemangku adat (Maradia) juga berasal dari Pada dasarnya Etnik To`Balaesan selalu
tiga daerah tersebut berikut dikemukakan berupaya agar adat-istiadat yang mereka miliki
Strukur Lembaga Adat Topomaradia dengan tetap dilestarikan. Dan untuk keharusan tersebut
asal desanya yang memimpin saat ini : dengan adanya lembaga Topomaradia maka
Struktur Lembaga Adat Topomaradia secara konsisten menginventarisasi kebiasaan
1. Magau: Moh Said (Ketong) dan kearifan masa lampau untuk dijadikan dan
2. Pabicara: Bustamin (Ketong) ditetapkan sebagai hukum adat untuk mengatur
3. Passipi Magau: Jamaludin Gandau (Ketong) lingkunganya. Meskipun demikian lembaga
4. Maradia Tombong: Penonto (Kamonji) adat yang ada bukan menjadikan adat dan
5. Maradian Moguran: Hasil (Rano) sanksi-sanksinya itu adalah sesuatu yang
6. Maradia Malolo: Adam Sadari (Rano) dogmatis, namun atas dasar musyawarah.
7. Siamang M Tombong : Abdullah. P (Rano)
8. Siman Ada: Abidin Petompoi (Ketong) KESIMPULAN
9. Patola: Sidik Kintar (Ketong)
Masing-masing komponen pemangku adat Dari pembahasan di atas, maka dapat
tersebut melaksanakan tugas berdasarkan diambil beberapa kesimpulan tentang kearifan
fungsinya, dimana Magau adalah pemimpin lokal masyarakat Desa Rano yaitu sebagai
bagi lembaga ini. Dalam lembaga kenegaraan berikut :
beliau bertindak sebagai eksekutif atau presiden. 1. Masyarakat Desa Rano dengan kearifan
Pabicara bertindak sebagai sekretaris yang akan lokalnya secara kuat memegang teguh
mengemukakan segala persoalan didalm daerah, tradisi, yang diperoleh dari nenek moyang,
Passipi Magau sebagai pengawal dari magau, ini terlihat dalam proses pemilihan lahan,
apabila magau mempunyai musuh maka Passipi pembukaan lahan, dan proses perladangan.
Magau ini lah ynag terlebih dahulu melawat 2. Masyarakat Desa Rano dalam melakukan
atau melindungi magau. penebangan pohon dengan kearifan lokal,
Maradia Tombong adalah pemangku adat yang dituangkan dalam lembaga Adat
ynag menangani persoalan yang menyangkut Topomaradia, harus sesuai ketentuan adat,
manusia dengan lingkungan alam meliputi : agar tidak diberi sanksi adat.
tanah, darat, laut. Beliau dibantu ole siamang

90
WARTA RIMBA ISSN: 2406-8373
Volume 2, Nomor 2 Hal:84-91
Desember 2014

DAFTAR PUSTAKA Nababan. A. 2003, Pengelolaan Sumberdaya


Alam Berbasis Masyarakat. http : / /
Ariesti, M. D 2013. Kajian Keberhasilan Hutan www. ulayat. or .id / artikel / pengelolaan
Kemasyarakatan (HKM)/Hutan Desa Di – sumberdaya – alam – berbasis –
Propinsi Bengkulu. http : / / urip santoso. masyarakat – adat / (diakses 28, Juli,
wordpress. Com / 2013 / 01 / 16 / kajian – 2014).
keberhasilan – hutan – kemasyarakatan Permana, C. E., Nasution, I. P., & Gunawijaya,
hkm hutan – desa – di – propinsi – J. (2011). Kearifan Lokal Tentang
bengkulu / (diakses 28 Juli 2014). Mitigasi Bencana Pada Masyarakat
Anwar, S 2007. Identifikasi Kearifan Lokal Baduy. Jurnal. Jurusan Arkeologi
Masyarakat Adat Ngata Toro dalam Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
Pengelolaan Hutan. Skripsi. Fakultas Universitas Indonesia.
Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu. Qandhi, F. F. 2012. Pentingnya Kearifan Lokal
Aulia, T. O. S., & Dharmawan, A. H.& Masyarakat Dalam Pengelolaan
Dharmawan, A. H. 2010. Kearifan Lokal Sumberdaya Alam dan lingkungan Di
dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di Pedesaan. http : / / fika fatia qandhi.
Kampung Kuta. Jurnal Departemen Sains wordpress. Com / 2012 / 05 / 07 /
komunikasi dan Pengembangan pentingnya – kearifan – lokal –
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. masyarakat – dalam – pengelolaan –
IPB. sumberdaya – alam – dan – lingkungan –
Barau, B. A 2013. Kearifan Lokal Etnis Lokal di – pedesaan / (diakses 4 Mei 2014).
Dalam Mendukung Kawasan Konservasi Renjaan, M. J., Purnaweni, H., & Anggoro, D.
Taman Nasional Lore Lindu. Studi Kasus D. 2013. Studi Kearifan Lokal Sasi
Desa Katu, Kecamatan Lore Tengah Kelapa pada Masyarakat Adat Di Desa
Kabupaten Donggala. Skripsi. Fakultas Ngilngof Kabupaten Maluku Tenggara.
Kehutanan, Universitas Tadulako, Palu Jurnal. Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Bungin, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Teknik, Universitas Diponegoro,
PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Semarang.
Fauzi, Hamdani. 2013. Pembangunan Hutan Santoso, I. 2009. Eksistensi Kearifan Lokal
Berbasis Kehuitanan Sosial. Karya Putra Pada Petani Tepian Hutan dalam
Darwati Bandung. Memelihara Lingkungan Kelestarian
Juslianty, 2012. Analisis Rencana Pemanfaatan Ekosistem Sumberdaya Hutan
Hutan Produksi Untuk Pengembangan Siombo, M. A 2011. Kearifan lokal dalam
Hutan Tanaman Rakyat Pada KPH Perspektif Hukum Lingkungan. Jurnal.
Model Dampelas-Tinombo. Desa Jurusan Hukum Fakultas Hukum,
Kambayang Kecamatan Dampelas. Universitas Tadulako. Untad
Skripsi. Fakultas Kehutanan, Universitas Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal
Tadulako, Palu. Masyarakat dalam Pengelolaan
Keraf, S. 2006. Etika Lingkungan. Kompas Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Jakarta. Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan
Maqdalena. 2013. Peran Hukum dalam dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,
pengelolaan dan Perlindungan hutan Di Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei
Desa Sesaot, nusa Tenggara Barat dan 2009
Desa Setulang Kalimantan Timur. Jurnal.

91

You might also like