You are on page 1of 31

MANTRA BERKEBUN PADA MASYARAKAT MUNA DI DESA

UNIT PEMUKIMAN KOTANO WUNA KECAMATAN TONGKUNO


KABUPATEN MUNA

PROPOSAL

OLEH

LA ODE TARSANI
N1E119028

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk


dipresentasikan dalam Seminar Proposal Penelitian pada Jurusan Tradisi
Lisan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo.

Nama : La Ode Tarsani


Nomor Stambuk : N1E119028
Jurusan : Tradisi Lisan
Judul : Mantra Berkebun Pada Masyarakat Muda Di Desa
Unit Pemukiman Kotano Wuna Kecamatan
Tongkuno KabupatenMuna

Kendari, 2023
Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II

Dr. Rahmat Sewa Suraya. S.Sos.,M.Si Shinta Arjunita Saputri.S.Ip.,M.Sos


NIP: 1980020920080111007 NIP: 198910262019032016

Mengetahui,
Ketua Jurusan Tradisi Lisan

Dr. Rahmat Sewa Suraya, S.Sos.,M.Si


NIP: 19800209 200801 1 007

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
....................................................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...............................9
2.1 Tinjauan Pustaka............................................................................................9
2.1.1 Penelitian Relevan.................................................................................9
2.1.2 Tradisi Lisan..........................................................................................13
2.1.3 Sitem Perkebunan..................................................................................14
2.1.4 Mantra...................................................................................................15
2.1.5 Ritual.....................................................................................................18
2.2 Landasan Teori...............................................................................................19
2.2.1 Teori Fungsionalisme............................................................................19
2. 3.2 Kerang Pikir.........................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................24
3.1 Jenis Penelitian...............................................................................................24
3.2 Lokasi Penelitian............................................................................................24
3.3 Sumber Data...................................................................................................24
3.3.1 Data Primer...........................................................................................24
3.3.2 Data Sekunder.......................................................................................24
3.4 Teknik Pengumpulan data..............................................................................24
3.5 Teknik Pengumpulan Informan......................................................................27
3.6 Teknik Analisis Data......................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

ii
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Adanya kelompok sosial yang beragam seperti suku, agama atau

kepercayaan, adat istiadat, dan budaya merupakan ciri khas masyarakat Indonesia.

Kepulaua ini di tempati oleh keragaman ini. Indonesia juga memiliki beragam

peradaban yang semuanya memiliki bentuk yang berbeda-beda. Keberagaman

yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai budaya dan adat istiadat

serta bahasa daerah yang berbeda di setiap pulau ini tersebar di seluruh nusantara.

Eksistensi manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan,dan Sulawesi

Tenggara merupakan bagaian dari kebudayaan nasional yang mencerminkan

keregaman tersebut. Eksistensi manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan,

dan Sulawesi Tenggara merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang

mencerminkan keragaman tersebut.

Setiap daerah di indonesia memiliki budayanya masing-masing yang

berbeda antara daerah dengan daerah lainnya. Menurut Zulvita (dalam Harnita

et.,2019,: 19), manusia membangun kebudayaan sebagai alat untuk

mengakomodasi perubahan dalam konteks sosialnya selain berfungsi sebagai

mekanis adaptasi terhadap perubahan lingkungan biologis dan geofisika. Karena

itu budaya cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok orang tertentu.

Meski ada kesamaan dalam tataletak, tradisi bervariasi dari satu daerah ke

daerah lain di indonesia. Tradisi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Tradisi Menurut Rodliyah ( dalam Harnita et al.,2019,: 12), mencakup semua


3

amalan, kebiasaan, dan pelajaran, yang sebagian di wariskan dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Sesuai dengan tradisi petani tradisional, yang mengutamakan

kebutuhan sendiri di atas hasil panen yang mereka kelola di lahan perkebunannya.

Seperti halnya dalam berkebun atau bercocok tanam, masyarakat biasanya

mencari nafkah sesuai dengan kondisi daerah tempat tinggalnya yang berada di

daratan dan perbukitan, sehingga masyarakat bermata pencaharian sebagai petani.

Menurut Anwas (dalam Harnita et al., 2019, : 12) Petani adalah orang yang

memanfaatkan tanah pertaniannya untuk bercocok tanam atau beternak untuk

mencari nafkah. Sumber jurnal penelitian budaya. Selain untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, petani juga menggunakan hasil pertanian untuk memenuhi

kebutuhan lainnya. Contohnya adalah bercocok tanam di ladang atau sawah.

Sebuah Ritual seperti pembacaan mantra karena sudah menjadi salah satu tradisi

Dan di dalam melaksanakan kegiatan bercocok tanam atau berkebun pasti

sebelumnya masyarakat muna melakukan masyarakat muna.

Penduduk setempat percaya akan keberadaan setan, jin, hantu. Mereka

percaya bahwa hantu, jin, dan setan tentu baik dan ada juga yang tidak baik terus-

menerus mengganggu kehidupan manusia. Makhluk gaib yang baik ini benar-

benardapat mendukung usaha manusia seperti bercocok tanam, dan berburu.

Hanya jika manusia mahir dalam mantra tertentu hal ini mungkin terjadi. Artinya,

mengucapkan kalimat tertentu dapat menimbulkan dampak yang magis dalam

Hodliyah (Uniawati, 2007:12).

Mantra merupakan ungkapan atau keyakinan yang muncul dari kebudayaa.

Mantra telah dimasukan ke dalam cara hidup masyarakat tradisional. Misalnya,

seorang pawang atau dukun yang ingin membasmi atau menyembukan suatu
4

penyakit melakukannyandengan mengucapkan mantra. Mantra biasanya

diucapkan saat orang terlihat dalam berbagai aktifitas, terutama yang terkait

dengan adat. Hal ini tidak mengherankan mengingat mereka memegang konsep

bahwa mengucapkan mantra dapat mendatangkan berkah. Selain itu, mereka

beranggapan bahwa membaca mantra adalah upaya untuk mencapai kemakmuran

dan keselamatan. Karena itu, keberadaan mantra sangat penting dan terkait erat

dengan kehidupan individu.

Pada dasarnya mantra ada beberapa macam tergantung dari tujuan dan

sifatnya. Mantrabertani, pemurnian, laut, dan hal-hal lain ada di antara mereka.

Tregantung pada kepercayaan penggunanya, setiap jenis mantra dikatakan

memiliki tujuan tertentu. Misalnya, mantra ini digunakan sehubungan dengan

operasi pertanian. Mantra ini hanya digunakan saat melakukan tugas yang

berhubungan dengan pertanian.

Kebiasaan “Maitai Allo Macoa” merupakan adat istiadat yang sudah sejak

lama berkembang dan dijadikan secara turun-temurun oleh masyarakatnya yang

menggunakan naska “Maitai Allo Macoa” dalam memilih waktu dan hari yang

baik untuk melakukan berbagai, seperti pergi berdagang untuk menjual barang ,

mencari pekerjaan atau belajar di luar negeri, memilih waktu dan memilih waktu

dan hari yang baik untuk memulai upacara pernikahan atau menbangun rumah,

dan memilih tempat tinggal. Waktu dan hari yang baik untuk melakukan kegiatan

ritual. (Aswad et al., 2017, : 4–5). Tradisi Nyarang Hujan Pada masyarakat

Muslim Baten Kabupaten Pandelang. Masih banyak yang terjadi di beberapa

daerah yang ada di Kabupaten Pandeglang. Nyarang hujan biasa dilakukan oleh

berbagai masyarakat ketika mereka akan melaksanakan acara hajatan. Tradisi


5

nyarang hujan ini dilakukan oleh masyarakat mereka mengharapkan ketika acara

berlangsung hujan tidak akan turun (Purwanti, 2013, : 3).

Orang Muna masih memegang teguh nama mereka, menjunjung tinggi

nilai,norma, adat istiadat, dan kebiasaan lokal. Nilai, norma, adat istiadat, dan

kebiasaan yang selama ini menjadi pedoman hidup masyarakat tidak terhapuskan

oleh perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini. Msyarakat Muna masih

menggunakan cara-cara tradisional untuk berbagai pekerjaan, khususnya bercocok

tanam. Dalam proses berkebun di masyarakat Muna, petani masih menggunakan

teknik tradisional hingga panen. Di tempat dimana kegiatan hortikultura seperti

menanam dan memanen dapat segera dimulai. Warga di kecamatan tongkuno

rutin melakukan kegiatan menanam jagung dan kacang tanah karena hal tersebut.

Berdasarkan wawancara prapenelitian dengan Bapak La Rato (63 tahun)

dikatakan bahwa dalam tahap pembukaan lahan harus membaca mantra.

Pembancaan mantra tersebut dimaksudkan agar para mahluk ghaib yang berada di

hutan tersebut diusir atau di pindahkan ketempat lain,apabila tidak di pindahkan

ketempat lain maka akan memganggu. Setalah pembukaan lahan maka dilakukan

pembabatan rumput, dan pembakaran rumput sampai pembersihan, tidak

menggunakan pembacaan mantra. Apa bila dalam salah satu tahap proses

berkebun tidak membacakan mantra seperti pada saat pemasangan pagar, maka

saat tanaman jagung berbuah akan mengalami penyakit, diserang babi, akan

tetapi ketika mantra di bacakan maka tanaman jagung akan menjadi subur.

Masyarakat Kotano Wuna mempunyai kepercayaan terhadap mantra karena

masyarakat Kotano Wuna dalam hal setiap kegiatan mereka menggunakanan

mantra seperti dalam proses berkebun.


6

Bagi masyarakat Muna, proses berkebun dimulai dengan defelentu gholeo

metaano ( mencari hari baik) dimana mereka mencari waktu yang baik untuk

membuka lahan ketika membuka lahan baru dan waktu yang mengutungkan untuk

menanam ketika waktu tanam tersedia. Dimana mereka mencari hari baik masih

menggunakan tradisional yaitu dengan melihat bulan. Sebelum membuka lahan

untuk dijadikanlahan berkebun, dilakukan ritual yang dikenal dengan

detambori( ritual pembersihan lahan). Pada lahan yang akan dijadikan

taman,sebagian rumput dipotong sebagai bagian dari proses detambori. Para

petani kegiatan detambori yang di mulai dengan pembacakan mantra. Jadi di

setiap proses berkebun harus ada pembacaan mantra maupun dalam proses

penanaman jagung (kafematai) karena sudah menjadi salah satu kebiasaan

mereka.

Hutan di Muna banyak makhluk dunia lain yang memiliki kekuatan untuk

mengganggu kehidupan manusia disana dan tumbuhan yang ada didalam lahan

tersebut. Mereka pun mengakui keberadaan mahluk gaib tersebut memiliki hak

dan kewajiban bahkan mereka memiliki peran penting di tengah-tengah kehidupan

masyarakat. Disitu juga mereka mempunyai kepercayaan bahwa dalam

pembacaan mantra tersebut yakni untuk menggusir mahluk-mahluk gaib tersebut

yang berada di lahan itu. Apa bila tidak membacakan mantra pada saat pembuka

lahan tersebut maka mereka akan di ganggu oleh mahluk gaib.

Setiap daerah memiliki ritual khasnya masing-masing, begitu pula dengan

masyarakat Muna yang bertempat tinggal Di Desa Unit Pemukiman Kotano Wuna

Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna, menpunyai fenomena dimana

masyarakat disana sangat bergantungan kepada mantra dalam halnya melakukan


7

proses bercocok tanam, dan fenomena lain yaitu tidak boleh dilakukan dalam

berkebun yaitu tidak bisa ribut pada saat masuk kebun apabila ribut malamnya

akan masuk babi. Sebelunya melakukan ritual yang namanya pembukaan lahan

baru di hutan. Dimana praktek tersebut berkembang menjadi salah satukebiasaan

masyarakat Muna. Masyarakat di sana masih menggunakan tradisional dalam hal

menyuburkan tanaman jagung mereka,dan disana masih kurang menggunakan

pupuk untuk menyuburkan tanaman jagung mereka, tapi masyarakat di sana

masih membiarkan begitu saja hanya mereka membersikan rumput yang ada di

sekitar tanaman jagung tersebut. Tradisi pembukaan lahan di hutan, dari pra panen

hingga pasca panen, harus mengikuti proses ritual. Bahwa mahluk gaib yang

memiliki kemampuan untuk mencelakai kehidupan masyarakat atau pemilik tanah

di sekitar yang berada didalam hutan yang akan dimanfaatkan sebagai lahan

pertanian.

Berdaarkan penjelasan di atas, masyarakat Desa Unit Pemukiman Kota

Wuna masih mempertahankan tradisi mereka dalam hal melakukan proses

berkebun dengan cara menggunakan mantra. Jadi disetiap tahapan proses

berkebun pada masyarakat Muna harus membacakan mantra. Dan di sana juga

mereka tidak melewatkan tiap tahap ritual dalam proses berkebun dari zaman dulu

sampai saat sekarang ini, tidak di tinggalkan. Karena sudah menjadi kebiasan

mereka sejak dulu. Oleh karena itu peneliti mau meneliti lebih dalam lagi tentang

proses Mantra berkebun pada masyarakat Muna di Desa Unit Pemukiman Kota

Wuna Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna.

1.2 Rumusan Masalah


8

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mantra apa saja yang digunakan dalam proses berkebun pada

Masyarakat muna di Desa Unit Pemukiman Kotano Wuna.?

b. Bagaimana fungsi Mantra dalam proses berkebun pada masyarakat

Muna di Desa Unit Pemukiman Kotano Wuna.?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui Mantra apa saja yang digunakan dalam Proses

Berkebun pada Masyarakat Muna di Desa Unit Pemukiman Kotano

Wuna.

b. Untuk mendeskripsikan fungsi Mantra Dalam Proses Berkebun pada

Muna di Desa Pemukiman Masyarakat Kotan Wuna.

1.4 Manfaat penelitian

Setelah menyelesaikan ini, keuntungan berikut diharapkan:

a. Sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya terutama menyakut

mantra berkebun

b. Sebagai bahan informasi tentang mantra di desa Unit Pemukiman

Kotano Wuna
10

BAB II

TINJAUAN DOKUMEN, TEORI, DAN KERANGKA


2.1 Tinjuan Dokumen
2.1.1 Studi yang relevan
Proposal ini meneliti tentang Mantra berkebun pada masyarakat muna. Ada

beberapa penelitian relevan Terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut

Kajian terkait yang pertama “Nilai-nilai Budaya pada mantra bercocok

tanam padi di Desa Ronggo, Kecamatan Jaken, Kabupaten Pati, Jawa Tengah”dan

dilakukan oleh Sorayah (dalam Rukesi & Sunoto, 2017,:26-27). Bertujuan bahwa

mantra bercocok tanam padi memiliki nilai budaya yang terlihat dari pola

hubungan manusia, yaitu nilai budaya memiliki enam bentuk hubungan diri

sendiri, enam bentuk hubungan dengan Tuhan,dan satu bentuk hubungan dengan

orang lain.

Memiliki persamaan dan perbedaan yang di lakukan peneliti,ditinjau dari

segi fokus kajian terdapat persamaan, yakni sama-sama mengkaji mengenai

mantra berkebun yang berkaitan dengan suatu tradisi dalam suatu masyarakat

dengan menggunakan metode kualitatif. Adapun perbedaannya Terletak pada

pengkajian yang diteliti oleh Sorayah yaitu berfokus mengenai nilai mantra padi

di Desa Ronggo, Kecamatan Jaken, Kabupaten pati jawa Tengah dilandasi oleh

nilai-nilai budaya, dimana penelitian saya berfokus pada mantra berkebun pada

Masyarakat suku Muna, kaitannya dengan Masyarakat Muna yang bertempat

tinggal di desa unit pemukiman kotano Wuna Kecamatan Tongkuno Kabupaten


11

Muna. Berdasarkan pada hasil penelitian Sorayah tersebut dapat di jadikan

sebagai panduan kepustakaan.

Pada Penelitian relevan ke dua yaitu penelitian yang dilakukan Uniwati

(2007 : 2-5) yang berjudul Mantra Melaut Suku Bajo sebagaimana yang di

tafsirkan oleh Riffaterre dalam istilah semiotik. Studi ini dilakukan sebagai bagain

dari program pascasarjana Universitas ponegoro semarang. Melalui pembacaan

heuristik dan hermeneutik, karya ini bermaksud untuk menjelaskan makna yang

terkandung dalam mantra laut suku Bajo, mengidentifikasi mantra dan model

yang terkandung dalam mantra laut, serta menemukan hubungan intertekstual

antara mantra laut dengan lainnya. Temuan penelitian ini menunjukkan

pentingnya mantra laut suku bajo dalam kehidupan sehar-hari. Yang diucapkan

oleh suku bajo sebagai penutur mantra laut, menunjukan adanya multienistik yang

berkembang di lingkungan mereka.

Pada penelitian Uniwati, memiliki persamaan dan perbedaan, pada

penelitian di lihat dari segi fokus kajian terdapat persamaan, yakni sama-sama

mengkaji mantra. Perbedaan pengkajian yang di teliti oleh Uniwati dengan

penelitian saya, dimana penelitian saya yaitu mengenai tentang Mantra berkebun

pada Masyarakat Muna di Desa pemukiman Kotano Wuna Kecamatan Tongkuno

Kabupaten Muna, dengan menggunakan Teori Fungsionalisme, Metode Kualitatif.

Sedangkan penelitian Uniwati lebih fokus pada Mantra Melaut Suku Bajo dengan

menggunakan pendekatan semiotik. Penelitian Uniwati bisa di jadikan sebagai

kepustakaan utama, dan bahan perbandingan selanjutnya dalam penyusunan hasil

penelitian.
12

Pada Penelitian relevan ke tiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Nurul

Fitria 2022 et al.,2022,: 1-3), yang berjudul Fungsi dan Makna Mantra

Hembula’a Bagi masyarakat Kalidupa. Kajian ini mencoba menguraikan maksud

dan mantra dari tuturan hembula’a masyarakat kalidupa. Pendekatan semiotik

Roland Barther diterapkan dalam metodologi deskriptif kualitatif. Temuan

penelitian ini mengungkap berbagai hal, antara lain fakta bahwa setiap usaha tani

masyarakat kaledupa difasilitasi oleh fungsi dan mantra tuturan

Hembula’a.Artinya, dan tujuan tuturan hembula’a memiliki fungsi religius, fungsi

sosial, dan fungsi ekonomi. Ritual Hembula’a pada masyarakat kaledupa secara

umum. Ritual hembula’a merupakan bagain yang integral dari kehidupan petani

yang menggantungkan mata pencariannya tergantung pada mata pencariannya

pada hasil panen di ladang.

Memiliki persamaan dan perbedaan yang dilakukan peneliti, ditinjau dari

segi fokus kajian terdapat persamaan, yakni sama-sama mengkaji mengenai

mantra. Adapun perbedaannya terletak pada pengkajian yang di teliti Nurul Fitria

yaitu berfokus pada fungsi dan makna mantra hembula’a pada masyarakat

kalidupa, dimana penelitian yang saya teliti berfokus pada mantra berkebun pada

masyarakat Muna Desa Unit Pemukiman Kotano Wuna Kecamatan Tongkuno

Kabupaten Muna dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Sedangkan

Penelitian Nurul Fitria menggunakan Metode deskriptif kualitatif dengan

pendekatan semiotik Roland Barthes.

Penelitian relevan ke empat yang berjudul Upacara Kapontasu di Kabupaten

Muna, sekelompok petani padi etnis. Belajar untuk Program Pascasarjana


13

Udayana, penelitian ini sedang dilakukan. Saat menanam di ladang, suku Muna

melakukan ritual yang di kenal dengan ritual kapontasu yang dipimpin oleh

seorang parika ( pemimpin ritual). Upacara ini penting bagi masyarakat suku

Muna karena dianggap sebagai cara seorang parika berkomunikasi dengan

makhluk gaib secara trans-ebidental sehingga ladangan petani dapat dipanen

secara efektif tanpa diganggu oleh mahkluk gaib (jin). Suku Muna yang masih

terikat oleh alam mistis melakukan ritual kapontasu dalam bercocok tanam padi

sawa. Eenergi vital kapontasu berubah seiring waktu.

Penelitian Hardin mengenai Sistem perladangan masyarakat muna termasuk

ritual kapontasu, memiliki persamaan dan perbedaan, Di lihat dari segi fokus

kajian terdapat persamaan yaitu sama-sama mengkaji mengenai sistem

perladangan pada masyarakat muna. Sedangkan perbedaan pengkajian yang di

teliti oleh Hardin yaitu Ritual Kapontasu pada sistem perladangan Masyarakat

etnik Muna dengan menggunakan metode kualitatif, Dimana Penelitian saya

berfokus pada mantra proses berkebun pada masyarakat Muna, di desa Unit Kota

Wuna Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna menggunakan metode kualitatif.

2.1.2 Tradisi lisan

Tradisi, yang dalam bentuknya yang paling sederhana menunjukan sesuatu

yang telah dilakukan dalam waktu yang sangat lama dan merupakan bagian dari

kehidupan sekelompok orang, biasanya berasal dari bangsa, budaya, waktu, atau

agama yang sama, adalah kata yang berasal dari latin. Aspek tradisi yang paling

mendasar adalah adanya pengetahuan yang di transmisikan secara lisan dan


14

tertulis dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tanpa ini, adat akan hilang

(Astian Rahayu, 2019,: 109)

Berbagai pengetahuan dan praktik di wariskan secara lisan dari satu generasi

ke generasi berikutnta. Lebih lanjut Hoed menyatakan bahwa tradisi lisan

mencakup hal-hal seperti yang di kemukakan oleh Roger Tol dan Pudentia

(Astian Rahayu, 2019,: 123) bahwa tradisi lisan meliputi hal-hal kearifan

lokal,sistem nilai, pengetahuan tradisional, mantra, sejarah, pengetahuan hukum

adat, pengetahuan dan sistem religi, astrologi, dan berbagai hal lain yang

berkaitan dengan kehidupan pemilik dan kehidupan komunikasi.

Saya dapat menyimpulkan dari beberapa pandangan para ahli tersebut di atas

bahwa tradisi lisan mengacu pada wacana yang di ucapkan atau di wariskan

secara lisan, terutama dalam karakter yang di transmisikan secara lisan. Ini juga

terbukti dalam mantra berkebun yang di transmisikan secara verbal.

2.1.3 Sistem Perladangan

Sistem perladangan merupakan usaha komunal yang selalu dikaitkan dengan

lahan dan vegetasi. Setidaknya ada pemahaman dasar pertanian yang dapat kita

fokuskan baik untuk penggunaan sehari-hari maupun untuk tujuan penelitian padi,

jagung, sayuran, kacang tanah, dan penggunaan lahan pertanian lainnya termasuk

di dalamnya. Selain itu, dari perspektif ilmiah, pertanian mencakup kegiatan yang

lebih luas, seperti pertanian (seperti yang di jelaskan), penangkapan ikan,

peternakan, kehutanan, pengelolaan perkebunan barang pertanian, dan pemasaran

hasil pertanian (Mirna,2017: 20).


15

Awalnya, kehidupan manusia bergerak dan semata-mata bergantung pada

anugerah alam, yang siap berubah seiring waktu dan menyediakan sumber

pendapatan tetap. Pada tahap perkembangan ini, orang mulai menanam tanaman

di tanah. Menebang pohon dan semak untuk bercocok tanam di ladang. Batang

dan dahan yang sudah kering kemudian dibakar. Dan itu disebut sebagai

pembacaan mantra dalam setiap tindakan.

Masyarakat petani yang hidupnya bergantung pada hasil pertanian memiliki

tradisi yang dilakukan secara turun temurun dalam memulai suatu perkebunan.

Seperti halnya pada setiap suku lain, berkebun pada masyarakat Muna memiliki

berbagai macam proses perkebunan. Tradisi perkebunan merupakan suatu tradisi

yang sudah ada sejak dahulu kala. Setiap petani memiliki proses pertanian yang

berbeda antara suku yang satu dengan suku yang lainnya, seperti proses

perkebunan pada masyarakat Muna yang dikenal dengan tradisi Kasambuno wite.

Setiap petani dipengaruhi oleh tradisi kasambuno wite, sebuah kearifan lokal

yang dipegang dan digunakan oleh masyarakat Muna memulai setiap usaha

penanaman. Petani memulai praktik ini setelah mereka memulai menanam.

2.1.4 Mantra

Mantra merupakan salah satu jenis budaya yang masih banyak dipraktekan

di seluruh nusantara. Mantra selalu berbicara secara lisab dan menggunakan kosa

kata tertentu, artinya hanya dapat di pastikan setelah penelitian buadaya dan

ilmiah yang ekstensi berdasarkan budaya di mana mantra itu dipraktekan. Mantra

adalah semua jenis nyanyian yang berbeda yang berbentuk puisi atau ritme dan
16

memiliki komponen magis. Mereka digunakan oleh orang-orang tertentu untuk

mencapai tujuan tertentu atau sebaliknya. Untuk memehami mantra sebagai sastra

lisan, atau lebih tepatnya sebagai tradisi lisan, seseorang harus mengenal simbol-

simbol sendiri.

Mantara merupakan asalah satu genre sastra lisan yang berkembang di Riau

menurut Sastrowardoyo dalam (Mirna, 2017,: 23). J. S. Badudu (Mirna, 2017,:24)

hanya orang-orang tertentu, seperti dukun atau penangan yang boleh

mengucapkan mantra, yaitu kata-kata dengan kalimat dan kekuatan gaib atau

magis. Mnatra adalah produk sampingan dari sastra kuno berupa puisi, yang dapat

memiliki jumlah baris yangtidak berbatas dan digunakan untuk berbagai hal,

termasuk mengendalikan hewan liar dan menbuat orang sakit.

Penggunaan puisi mantra yang sudah berlangsung lama dalam budaya

melayu tidak terlalu berkaitan dengan sastra dan lebih banyak berkaitandengan

tradisi dan kepercayaan (Rizal, 2010:1). Mantra adalah sastra lisan yang menyebar

melalui mulut ke mulut atau secara lisan. Mantra, menurut badudu ( dalam Astian

Rahayu, 2019,:6), “merupakan aawal dari jenis puisi tradisional”. Mantra adalah

salah satu puisi tradisional, dan jika di bandingkan degan bentuk puisi tradisional

lainnya, dianggap memiliki kualitas yang unik.

Kata-kata juga di katakan berasal dari Tuhan, sedangkan mantra dianggap

sebagai produk dari roh leluhur (mahakuasa). Tuham berkomunikasi dengan

leluhur melalui berbagai saluran komunikasi. Pesan tersebut sebuah ucapan yang

mungkin bisa disebut sebagai ritual ketika nenek moyang mengartikulasikan.


17

Mantra kemudian menjadi saluran komunikasi yang dapat digunakan untuk

menjangkau mahkluk-mahluk super sekaligus sumber kekuatan dari kekuatan

tersembunyi. Dengan cara yang sama seperti nenek moyang kuno, melantukan

mantra atau formula dari masa lalu dapat membangkitkan kekuatan spiritual.

Setiap kelompok masyarakat tentu memiliki tradisi dan sastra lisan.

Demikian pula dengan kelompok masyarakat suku Muna. Pada umumnya

Masyarakat Muna di Desa Unit Pemukiman Kotano Wuna menetap di daerah

yang tandus karena terkait dengan mata pencarian yang mayoritas masyarakatnya

tergantung pada hasil pertanian. Pola hidup seperti itu turut pada mempengaruhi

perkembangan sastra khususnya sastra lisan di daerah tersebut,misalnya

mantra .Hal itu dapat memberikan gambaran bahwa dalam lingkaran masyarakat

suku Muna ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada dasarnya

matra terdiri atas beberapa macam berdasarkan jenis dan fungsinya, diantaranya

mantra berkebun, mantra pengasih dan lain sebagaianya.

Mantra jenis apapun diyakini memiliki makna tersendiri sesuai dengan

keyakinan pemakaiannya. Mantra berladang merupakan mantra yang digunakan

dalam bercocok tanam. Dalam kaitannya dengan perladangan, suatu mantra

seringkali kita temukan,yang biasa di sebut dengan doa-doa yang dibacakan oleh

seorang parika untuk memulai suatu perladangan.

2.1.5 Ritual

Ritual merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. Ritual

menciptakan dan memelihara suatu kepercayaan seperti mitos, juga adat sosial
18

dan agama,karena ritual merupakan agama dalam tindakan seperti halnya Ritual

pribadi atau berkelompok, serta membentuk disposisi pribadi dari pelaku ritual

sesuai dengan adat dan budaya masing-masing. Jadi ritual adalah Dari segala yang

berhubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan, seperti upacara

kelahiran, kematian, pernikahan dan juga ritual sehari-hari untuk menunjukan diri

kepada kesakralan sesuatu yang di lakukan secara umum.

Menurut (Astian Rahayu, 2019, : 125) ritual ada beberapa tata cara tertentu

yang bisa dilakukan seperti, acara penyambutan,pemerkatan, kelahiran,

perkawinan dan ritus yang paling sering dilakukan adalah doa. Ritual sampai saat

ini dianggap sebagai adat kebiasaan yang sudah timul dan di percayai dalam

keagamaan dan berkembang hingga masa sekarang ini. Susane Longer, yang

dikutip oleh Mariasusai Dhavarnony, mengatakan bahwa ritual adalah sesuatu

ungkapan yang lebih bersifat logis dari pada yang bersifat psikologi, ritual

memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobjekkan, simbol-simbol ini

memperlihatkan perilaku dan peranan serta bentuk pribadi para pemuja dan

mengikuti masing-masing.

2.2 Landasan Teori


Bagi masyarakat Kecenderungan terhadap teori fungsonalis di kemukakan

oleh Bronislaw Malinowski. Yang percaya atau percaya bahwa semua aspek

budaya bermanfaat. Mempunya manfaat bagi masyarakat dimana masyarakat

mendapatkan manfaat dari hasil bercocok tanam. Manfaat yang lain di dapatkan

adalah hasil panen Mereka. Disitu juga masyarakt mempunyai manfaat dari fungsi

pembacaan mantra dalam proses berkebun. Manfaat yang di dapat masyarakat


19

dalam mantra berkebun, memberikan manfaat kepada petani dalam hal mengusir

mahluk gaib,menyuburkan tanaman dan terhindar dari penyakit. Mempunyai

hubung dengan judul saya yaitu membahas fungsi dari mantra dalam proses

berkebun. Karna dalam fungsi dari mantra dalam proses berkebun mempunyai

juga manfaat bagi masyarakat.

Selain itu Malinowski berpendapat bahwa kerangka teori untuk menganalisis

fungsi dan kebudayaan manusia,yang disebutnya suatu teori fungsional tentang

kebudayaan atau “afunctional theory of Culuture. Pemikiran Malinowski bahwa

konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia,dan pranata

sosial,yang kemudian ia membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi.

a. Fungsi sosial dari suatu adat dan pranata sosial berkaitan dengan dampak

pranata sosial dan perilaku manusia terhadap masyarakat.

b. Fungsi sosial suatu adat, pranata sosial pada abstrak tingkat

kedua,berkaitan dengan dampak suatu keharusan bagi suatu adat yang

sejalan dengan pengertian masyarakat yang bersangkutan.

c. Fungsi sosial institusi sosial berfokus pada bagaimana hal itu mengetahui

kebutuhan mutlak bagi sistem sosial tertentu untuk berfungsi secara

keseluruhan.

Berikut adalah beberapa komponen mendasar dari kebudayaan yang di

kemukakan oleh Bronislaw Malinowski: (1) Suatu sistem normatif, atau

seperangkat aturan yang mendorong kerjasama antar anggota masyarakat untuk

mengelola alam di sekitar mereka. (2) Struktur ekonomi.(3) Mesin dan lembaga
20

pendidikan, yaitu alat petugas atau lembaga pendidikan. Misalnya, selain lembaga

pemerintah yang sudah ada, keluarga berfungsi sebagai lembaga pendidikan

utama. (4) Bagaimana diatur, sebagai pendukung teori fungsional Bronislaw

Malinowski senantiasa mencari tujuan atau aplikasi dari setiap komponen budaya

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Semua tindakan elemen budaya bertujuan

untuk memuaskan semua keinginan manusia dan memenuhi kebutuhan manusia

pada umumnya.

Mantra Berkebun pada masyarakat muna Di Desa Unit Pemukiman Kotano

Wuna kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna,mempunyai pendekatan karena

teori Malinowski menegaskan bahwa masyarakat mendapatkan manfaat dari

semua aspek budaya. Studi tentang masyarakat dan budaya manusia adalah salah

salah satu metode yang digunakan. Pendekatan berdasarkan fungsionalisme dan

fungsionalisme strukturak. Dia juga sampai pada kesimpulan bahwa setiap aspek

budaya memiliki tujuan sosial dalam hubungannya dengan aspek budaya lainnya.
21

2.3 Kerangka Pikir

Untuk membantu pengembangan penelitian ini, di berikan penjelasan

tentang mantra-mantra berkebun bagi masyarakat Muna di Desa Unit

Permukiman, Kota Wuna, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna.

Masyarakat Muna Di desa Unit Pemukiman


Kota Wuna Kecamatan Tongkuno
Kabupaten Muna

Mantra berkebun

Jenis-jenis mantra Fungsi Dari Mantara


berkebun Berkebun

Konsep
Sistem Perkebunan
Tradisi Lisan
Mantra
Ritual

Teori Fungsionalisme Malinowski

Hasil Penelitian

Bagan 1. Kerangka Pikir

Berdasarkan urain diatas mengenai kerangka pikir tersebut, maka dapat di

jelaskan bahwa penelitian ini dilakukan dengan objek penelitian mantra berkebun

pada masyarakat muna, dimana menjelaskan tentang jenis-jenis mantra berkebun

dan serta untuk mengetahui fungsi dari mantra dalam proses berkebun. Dengan
22

menggunakan konsep sistem perkebunan,tradisi lisan,mantra, ritual dan

menggunakan Teori Malinowski. Dengan teori tersebut diharapkan akan

menghasilkan sebuah penelitian yang berjudul mantra berkebun pada masyarakat

muna di Desa unit pemukiman kotano wuna kecamatan tongkuno kabupaten

muna.
25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif sebagai metodologinya.

Karena metodologi kualitatif mempertahankan bahwa setiap masalah akan unik

dangan cara sendiri, metode penelitian ini memiliki untuk menggunakan prosedur

analisis mendalam, seperti mempelajari masalah satu per satu (Sugiyono.,2013,:

32).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakasanakan di Desa Unit Pemukiman Kotano

Wuna, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna. Alasan pemilihan lokasi tersebut,

yakni masyarakat Desa Kotano Wuna bermata pencaharian sebagai petani, dalam

melakukan aktivitasnya sebagai petani, masyarakat Desa Kotano Wuna masih

mempercayai hal-hal ghaib, sehingga dalam setiap melakukan aktivitas bertani,

tidak luput dibarengi dengan mantra. Penggunna mantra tersebut dimaksudkan

untuk menghindarkan diri dari segala mara bahaya serta mengharapkan hasil yang

maksimal dari kegiatan Bertani.

3.3 Sumber Data

Adapun Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder.


26

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dilapangan secara langsung

dengan menggunakan informasi dengan cara melakukan pengamatan di

lapangan,interview maupun dokumentasi merupakan pengertian dari data primer.

Sugiono menggungkapkan bahwa data primer adalah data yang bersumber

langsung dari informan serta proses pengumpulan data. Data primer merupakan

hasil dari wawancara dengan subjek penelitian dan pengamatan langsung

dilapangan (Sugiyono., 2016, : 225). Penelitian melakukan wawancara terhadap

informan yaitu dukun pembaca mantra berkebun dan di bantu dengan alat kamera.

3.3.2 Data Sekunder

Dara sekunder adalah data penelitian yang didapat dari sumber lain

seperti,jurnal,data desa maupun media. Menurut Hasan adalah data yang

difungsikan untuk menjadi pendukung data primer yang didapat dari

perpustakaan, literature, penelitian relevan,buku dan lain-lain. (Hasan, 2016: 225)

Penelitian juga memperoleh informasi dari berbagai penelitian-penelitian tentang

mantra berkebun terdahulu,jurnal,internet ataupun sumber lainnya. Untuk

kelengkapan data tentang penelitian Mantra berkebun.

3.4 Teknik Pengumpulan data

Metode lapangan adalah cara pengumpulan data yang digunakan dalam

penyelidikan. Penelitian akan menggunakan metode observasi, wawancara

lapangan, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data kajian dari lapangan.


27

1.Observasi

Observasi merupakan teknik penelitian dengan menggumpulkan data secara

langsung dilapangan. Menurut Sugiono (2017: 203) observasi adalah teknik

pengumpulan data yang memiliki karakter paling dasar jika di bandingkan dengan

teknik lain. Observasi dikerjakan dengan memeriksa langsung keadaan

dilapangan. Dimana objek penelitian yang akan di amati yaitu Mantra berkebun.

Adapun Objek permasalahanya yaitu untuk mnengetahui jenis-jenis mantra

berkebun dan fungsi mantra berkebun. Dimana objek yang akan diamati

berlokasi/tempat penelitian yaitu di Kecamatan Tongkuno, Unit Pemukiman

Kotano Wuna, Kabupaten Muna.

2.Wawancara (interview)

Wawancara yang dilakukan menggunakan teknik wawancara terbuka yaitu

dengan mengadakan komunikasi langsung dan mengembangkan setiap pertanyaan

yang di berikan kepada informasi. Dimana penentuan informasi menggunakan

seperti pemerintah. Yang berkaitan dengan Masyarakat dan pihak-pihak setempat

yang berada di sekitar lokasi tersebut yang mengetahui tentang Mantra berkebun

pada masyarakat muna di Desa Unit Pemukiman Kota Wuna, Kecamatan

Tongkuno, Kabupaten Muna. Diman teknik saya gunakan yaitu purposevi.

3. Dokumentasi

Dokementasi merupakan pengumpulan data yang di lakukan dengan secara

rekaman video dan foto. Dokumentasi yaitu sebuah cara yang dilakukan dalam
28

mendapatkan data dan informasi dalam bentuk dokumentasi yaitu foto, gambar,

dan rekaman video Sugiyono., 2015, : 329). Untuk mendukung penelitian ini,

Maka dari itu peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam pada saat

diwawancara dukun tersebut, dan merekan proses pembacaan mantra.

3.5 Teknik Penentuan informan

Adapun teknik yang saya gunakan yaitu Purposive Sampling. Purposive atau

memiliki informan mana yang akan dimasukan, mengetahui tentang sebuah objek

yang kita teliti dilapangan (Sugiyono., 2013, : 368) maka dari itu peneliti

menentukan empat informan yang dipilih yaitu (1) informan dukun yang

mengetahui pembacaan mantra berkebun sebagai informasi kunci,(2) informan

yang mempunyai lahan kebun, kedua informan lainnya sebagai informan

pendukung..

3.6. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif untuk mengkarakterisasi semua penelitian untuk menjawab

permasalahan yang diteliti. Analisis dan interpretasi data yang berasal dari temuan

studi akan mempertimbangkan hubungan antara konsep-konsep berbeda yang

ditemukan melalui data primer dan sekunder. Informan yang dikumpulkan bersifat

menyeluruh, deskriptif, dan mudah di pahami. Huberman dan Miles (1984 :246-

252).

1. Kompresi Data (data reduction)


29

Kompresi data yaitu mengumpulkan data serta merangkum dan memilih

hal-ahl penting dari data yang telah didapatkan selama melakukan

observasi, dan wawancara terhadap informasi serta berfokus kepada hal-

hal yang di anggap penting dan berkaitan densgan masalah-masalah yang

telah diteliti dari semua data yang dikumpul dilapangan.

2. Penyajian data (data display)

Penyajian data yaitu menamilkan sebuah data yang telah direduksi dan

bersifat teroganisasikan serta mudah dipahami,adapun data yang telah

didapatkan dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk kutipan

wawancara dengan maksud menjaga keaslian data.

3. Penarikan Kesimpulan (conclusion drawing verivication)

Penarikan kesimpulan yaitu dengan disertai bukti-bukti yang telah

diperoleh dari rekaman sehingga didalam penelitian kualitatif dapatmenjawab

masalah-masalah yang disusun sejak pertama dan dapat memberikan gambaran

tentang proses pembacaan mantra berkebun.


DAFTAR PUSTAKA

Astian Rahayu. (2019). Ritual Kasaraka Pada Etnis Muna Di Desa Lasosodo
Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat. Universitas Halu Oleo.
Aswad, H., Nurhayati, & Said, I. (2017). Penggunaan Mantra Dalam Tradisi
Maitai Allo Macoa Pada The Use of Mantra in the tradition of Maitai Allo
Macoa in Ongko people Campalagian subdistrict Polman regecny : A review
of the Semiotics Hajaratul Aswad , 2 Nurhayaty , 3 Ikhwan said Program
Studi l. Universitas Hasanuddin Makassar.
Nurul Fitria, Amirudin Rahim, & La ode Syukur (2022). Fungsi Dan Makna
Mantra Hembula'a Pada Masyarakat Kaledupa.
Hardin. (2016). Komunikasi Transendental Dalam Ritual Kapontasu Pada Sistem
Perladangan Masyarakat Etnik Muna. Universitas Halu Oleo.
Harnita, H., Anwar, H., & Hak, P. (2019). Ritual Dalam Tradisi Pertanian (Galu)
Pada Masyarakat Desa Bone Tondo Kecamatan Bone Kabupaten Muna
(1979-2017). Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO, 3(2), 11–22.
https://doi.org/10.36709/jpps.v3i2.12072
Mirna, Y. (2017). Ritual Kasambuno Wite Pada Tradisi Perladangan Masyarakat
Muna di Desa Lupia Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna. Universitas
Haku Oleo.
Pomili, H. D., Hafsah, S., & Alim, A. (2020). Proses Degalu (Berkebun) Pada
Etnik Muna Di Kabupaten Muna Barat. Jurnal Penelitian Budaya, 5(1), 59–
64. https://doi.org/10.33772/jpeb.v5i1.9097
Purwanti, E. (2013). Tradisi “Nyarang Hujan” Masyarakat Muslim Banten (Studi
Di Kecamatan Cimanuk Kabupaten Pandeglang). In Alqalam (Vol. 30, Issue
3).
Rizal, Y. (2010). Apresiasi Puisi dan Sastra Indonesia. In Grafika Mulia (Vol. 5,
Issue 2, p. 107). Grafika Mulia.
Rukesi, & Sunoto. (2017). Nilai Budaya dalam Mantra Bercocok Tanam Padi.
Jurnal Kajian, Sastra Indonesia Dan Pembelajarannya, 1(1), 1–14.
Sugiono. (2016). Metode Penelitian Kualitatif,kuantitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Sugiono. (2017). Metode Penelitian Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung
Alfabeta, CV.
Sugiono (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung, Alfabeta.
Sugiono. (2015) Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta.
Uniawati. (2007). Mantra melaut suku bajo: interpretasi semiotik riffaterre.
Universitas Diponegoro Semarang.
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bapak, Ibu apa itu Mantra.?

2. Bapak,Ibu mantra apa yang biasa digunakan dalam proses berkebun.?

3. Bapak, Ibu Apa fungsi dan tujuan dalam pembacaan mantra berkebun.?

4. Bapak, Ibu Mengapa harus menggunakan mantra dalam proses berkun.?

5. Bapak, Ibu Apabila ada yang di melewat satu satu dalam pembacaan

mantra proses berkebun apakah akan mengalami gangguan.?

6. Bapak, Ibu Apakah dalam proses pembacaan mantra berkebun, ada

pantangannya?

7. Bapak, Ibu apa pantangan-pantanga dari mantra berkebun.?

You might also like