You are on page 1of 9

Kearifan lokal terhadap kelukup dan jernang sebagai mata pencaharian.

Fathiya Nurul haq (fathiyanurul02@gmail.com), Nurul jannah


(nrljannah13@gmail.com), R depry agung parynatha (depryagung29@gmail.com), Selfiana
dewi (selfianadewi484@gmail.com), Venny aiyuma safira (vennyaiyumasafira@gmail.com),
Wenes khidmatul ul’ya (weneskhidmatul151@gmail.com)

Program studi pendidikan biologi, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, universitas
islam riau, jl. Kharuddin nasution no.113 perhentian marpoyan telp.(0761)72127 fax
(0761)674834 pekanbaru-28284

ABSTRACT

The tropics have the largest proportion of the world's biodiversity. Industrial countries
also depend on tropical natural resources, both as industrial raw materials, breeding materials,
medicines, local tourists, as well as various tangible or real benefits. The Talang Mamak tribe
is spread in Riau province and Jambi province. In the Riau provinces, including in the
Indragiri Hulu area, namely in Batang Gansal sub-district, Batang cenaku, kelayang, Rengat
Barat, Rakit kulim. This research is based on background 1) to study the forms of local
wisdom towards kelukup and jernang as mamak talang tribal livelihoods 2) to analyze the
meaning of local wisdom carried out in environmental relations. The source of life in the
talang mamak tribe is indeed diverse both from the clear and sufficient. Every source that
obtains high values tends to cause the mamak gutters to have enough to live from generation
to generation. The research method used was a survey method using qualitative data collected
through observation, interviews and direct interviews with the native population of the talam
mamak and the village head. Determination of informants is done intentionally by
researchers.

The results of the study are 1) the function of rattan other than the stem used as a craft
with high economic prices, the fruit turns out that rattan also has a much higher economic
function and price. such as petai, rubber, oil palm, and other forest products.

ABSTRAK

Daerah tropika memiliki bagian tersebesar proporsi keanekaragaman hayati dunia.


Negara-negara industri juga tergantung kepada sumber daya alam tropis, baik sebagai bahan
baku industri, bahan pemuliaan, obat-obatan, daerah turis, maupun berbagai keuntungan-
keuntungan yang nyata maupun yang tidak nyata. SukuTalang Mamak tersebar di daerah provinsi
Riau dan provinsi Jambi. Di daerahprovinsi Riau terdapat di daerah Indragiri Hulu yaitu di
kecamatan Batang gansal,Batang cenaku, kelayang, Rengat Barat, Rakit kulim. Penelitian ini di
latar belakangi oleh 1) untuk mengetahui bentuk-bentuk kearifan local terhadap kelukup dan
jernang sebagai mata pencaharian suku talang mamak 2) menganalisis makna kearifan lokal
yang dilakukan dalam memelihara ekosistem lingkungan. Sumber kehidupan pada suku
talang mamak memang beraneka ragam baik yang bersumber dari jernang maupun kelukup.
Setiap sumber yang di dapatkan memiliki nilai-nilai harga yang yan tinggi sehinggan
menyebabkan suku talang mamak memiliki kecukupan untuk hidup hingga turun temurun.
Metode penelitian yang di gunakan adalah metode survey dengan pendekatan kualitatif yang
mengumpulkan data melalui observasi, dokumentasi dan wawancara langsung kepada
penduduk asli talang mamak dan kepala desa. Penentuan informan di lakukan dengan sengaja
oleh peneliti.

Hasil penelitian adalah 1) fungsi dari rotan selain batangnya yang digunakan sebagai
kerajinan dengan harga ekonomi yang tinggi, ternyata buah rotan juga memiliki fungsi dan
harga ekonomi yang jauh lebih tinggi lagi harganya 2) selain jernang suku Talang Mamak
juga memanfaatkan hasil hutannya untuk kelangsungan hidupnya dengan mengambilnya
kehutan seperti petai, karet, sawit, dan hasil hutan lainnya.

PENDAHULUAN

Kekayaan bangsa Indonesia akan kearifanlokal (tradisional) sudah ada dari nenek
moyang kita terdahulu hanya pengimplementasiannya sudah semakin tergedrasi oleh
perubahan zaman dan pengaruh budaya asing. Seyogyanya kearifan local ini tidak hanya
dipandang sebagai mozaik yang indah tapi dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk
menyelenggarakan pembangunan yang selaras dan harmoni dengan alam. Kelompok-
kelompok masyarakat dalam adaptasi lingkungan mengembangkan modal sosial (social
capital) untuk mengelola lingkungan, seperti pengetahuan tradisional, etika lingkungan, nilai,
norma, cerita rakyat, tradisi, dan ritual keagamaan. Kearifan lingkungan itu sangat dalam
maknanya dan erat kaitannya dengan pranata kebudayaan, terutama pranata kepercayaan
(agama), organisasi sosial, kekerabatan dan hukum (adat istiadat). Kearifan local terhadap
lingkungan saat ini sedang mengalami proses eliminasi yang ditandai terjadinya perubahan
tatanan sosial, berkurangnya nilai kemanusiaan, berkurangnya kemandirian masyarakat,
kemiskinan etika lingkungan pendukung kehidupan manusia. Selainitu, kearifan tradisional
yang sarat dengan nilai-nilai moral ini tidak boleh dinafikan atau dihilangkan semata-mata
karena dianggap tidak Masyarakat lokal di daerah tertentu sangat tergantung pada tanaman
yang tumbuh di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan,
pakaian, bahan bangunan, obat-obatan, dll. Pengetahuan masyarakat tentang tanaman
dimanfaatkan terutama sebagai bahan obat yang diturunkan dari generasi kegenerasi. Nilai-
nilai tabu yang dimiliki sekelompok masyarakat terhadap suatu tindakan yang berpotensi
merusak alam justru harus ditransformasikan kedalam khasanah budaya masa kini dengan
mencari penjelasan melalui teori teori atau paradigm ilmu lingkungan. Tiap-tiap masyarakat
mempunyai kearifan lokal, kearifan tradisional, pengetahuan lokal (lokalexpertice) atau
kecerdasan lokal (lokal genius) dan kearifan asli pribumi (indigenous knowledge) yang
berguna dalam kehidupan mereka. Kearifan local itu dapat diwujudkan dalam berbagai aspek
kehidupan baik langsung maupun tidak langsung. Kearifan lokal juga dapat berkembang
dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan ajaran dari orang tua.

Orang Talang atau Suku Talang Mamak termasuk salah satu komunitas adat terpencil
yang ada di daerah Riau, selain Suku Sakai, dan SukuLaut. Suku Talang Mamak merupakan
satu dari masyarakat adat di provinsi Riau  yang mana menurut sejarah mereka
ini dikelompokkan sebagai kelompok proto melayu atau melayu tua.Pengalamannya dalam
memenuhi kebutuhan hidup menimbulkan pengetahuan yang baik terhadap menjaga
ekosistem alam. Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia,kearifan local bukanlah suatu
hal yang statis melainkan dinamis sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan
social budaya yang ada di masyarakat & berdasarkan kebiasaan suku Talang Mamak maka
penelitian ini diperlukan agar tercipta sosialita yang tinggi terhadap alam sebagaimana yang
dilakukan oleh orang talang mamak dalam menjaga kelestarian alamnya.(hadi,zamil:2013).
Beragam Hasil Hutan memegang peran penting dalam perdagangan internasional karena nilai
gunanya. Salah satu hasil hutan tersebut adalah rotan jernang yang dikenal dengan nama
perdagangan dragon's blood. Jernang merupakan resin dengan warna merah tua yang telah
lama digunakan pada berbagai budaya dan bernilai karena kelangkaan, kedalaman warna dan
asosiasi alkimia (Edward, De Oliveira, & Quye, 2001). Dragon's blood dihasilkan dari jenis
rotan jernang Daemonorops (Palmaceae), Dracaena (Dracaenaceae), Croton (Euphorbiaceae),
Pterocarpus (Fabaceae) (Gupta, Bleakley, & Gupta, 2007; Pearson & Prendergast, 2001).
Selain bermanfaat untuk berbagai pengobatan tradisional, bagi masyarakat sekitar hutan rotan
jernang juga sebagai sumber bahan pangan. Umbut (batang muda) jernang sudah lama
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dimasak sehingga dapat menjadi sumber ketahanan
pangan dan nutrisi bagi rumah tangga (Sunderland et al., 2013).

Jernang yang dikenal dengan nama dragon’s blood palm (palemdarahnaga)


merupakan salah satu jenis rotan dioecious yang berumpun. Jika pemanfaatan rotan pada
umumnya adalah bagian batangnya, maka pemanfaatan jernang adalah resin yang terdapat
pada buahnya yang hanya dihasilkan dari individu betina mempunyai harga jual
bekisarantaraRp. 2.800.000,- sampaiRp. 3.000.000,-/kg (Asra et al., 2012). Kini keberadaan
jernang di alam sudah langka. Berdasarkan IUCN red list spesies(2006) jenis ini sudah
termasuk dalam kategori threatened species (Gupta et al., 2007). Selama ini rotan jernang
umumnya dipungut (diekstraksi) dari hutan tropis Asia Tenggara (Pearson & Prendergast,
2001) termasuk sepanjang Pegunungan Bukit Barisan Selatan. Kegiatan pemanenan dan
pengolahan hasil hutan dapat memberikan pekerjaan dan pendapatan musiman bagi
masyarakat (John, 2005), dapat mengurangi 30% ketidaksetaraan pendapatan namun tidak
mengurangi kemiskinan (Margoluis, 1994 dalam Neumann & Hirsch, 2000) terutama untuk
masyarakat dengan pendapatan rendah dan luas lahan yang sempit (Piya, Maharjan, Joshi, &
Dangol, 2011) HHBK memiliki peran yang sangat penting bagi penopang perekonomian
rumah tangga di masa-masa paceklik (Mutenje, Ortmann, & Ferrer, 2011) karena sebagian
besar masyarakat kurang mampu akan terus berusaha untuk mendapatkan tambahan
pendapatan, bahan makanan dan obat-obatan, dengan mengumpulkan dan menjual HHBK
(Uprety et al., 2010) (Gupta et al., 2007). Kondisi tersebut merupakan salah satu upaya
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai sumber daya milik bersama, maka
rotan jernang alam akan cenderung mengalami kerusakan apabila pengambilannya dilakukan
secara berlebihan tanpa adanya pembatasan dan pengaturan. Akses pasar semakin mudah dan
permintaan semakin banyak menyebabkan harga pun semakin tinggi. Dampaknya, jernang
alam akan diambil semakin intensif oleh masyarakat. Hal ini mengakibatkan ketersediaannya
di alam akan terus menurun (Mutenje et al., 2011a) ). Di sisi lain, komersialisasi komoditi
dapat juga mengancam keanekaragaman hayati dan degradasi (Lenzen et al., 2012).
Kerusakan hutan dan alih fungsi hutan untuk perkebunan mengakibatkan rusaknya habitat
alami rotan jernang, sehingga semakin lama populasi rotan jernang alam akan berkurang.
Akhirnya hal ini akan berdampak pada menurunnya produksi dan untuk mendapatkan rotan
jernang akan semakin sulit. Di sisi lain, komersialisasi komoditi dapat juga mengancam
keanekaragaman hayati dan degradasi (Lenzen et al., 2012). Kerusakan hutan dan alih fungsi
hutan untuk perkebunan mengakibatkan rusaknya habitat alami rotan jernang, sehingga
semakin lama populasi rotan jernang alam akan berkurang. Akhirnya hal ini akan berdampak
pada menurunnya produksi dan untuk mendapatkan rotan jernang akan semakin sulit.
Masyarakat Talang Mamak salah satu komunitas yang menjadi pelaku utama dalam
menerapkan prinsip hidup keserasian dengan alam melalui adat istiadat.Masyarakat Talang
Mamak sangat tergantung kepada alam, alam merupakan tempat hidup, melangsungkan
kehidupan, berproduksi, berinteraksi dan bersosialisasi. Ada beberapa kegiatan kehidupan
sehari-harinya langsung bersentuhan dengan alam salah satunya adalah memanen hasil alam
yang di percaya berasal dari penanaman yang di tanam oleh nenek moyang terdahulunya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekayaan alam yang dimiliki oleh sukutalang
mamak yang berasala dari hasil hutan yang mendominasi jernang dan kelukup sebagai mata
pencahariannya, namun sudah mulai berkurang sebab banyak masyarakat suku talang mamak
tersebut maupun masyarakat luar dari suku talang mamak yang berminat untuk mencarinya

METEDOLOGI

2.1 gambaran umum


Desa penelitian ini berada di daerah Indragiri Hulu yaitu di kecamatan
Batang gansal,Batang cenaku, kelayang, Rengat Barat, Rakit kulim.

Hasil dan Pembahasan

Kabupaten Indragiri Hulu ibukota Rengat bebatasan dengan kabupaten


Indragiri Hilir. Pelalawan, Kabupaten Kuansing, dan provinsi Jambi. Penduduk kabupaten ini
terdiri dari banyak suku diantaranya suku Melayu, Jawa, Minang, serta suku lainnya. Pada
kabupaten ini juga memiliki suku terasing yaitu suku Talang Mamak. Suku Talang Mamak
salah satu perkumpulan orang asli yang bermukim di dalam Taman Nasional Bukit 30
Indragiri Hulu, kelompok ini merupakan satu-satunya suku pedalaman yang masih hidup dan
berkembang dipedalamankecamatan Seberida dan Pasir Penyu dengan populasi relatif kecil. (
Roza dkk,

Suku Talang Mamak memiliki anutan kepercayaan tersendiri, biasa mereka


menyebutnya dengan agama Talang Mamak, karena telah sebagian besar orang suku ini
berpindah dari tempat asal mereka sehingga sekarang orang suku Talang Mamak telah
memiliki KTP. Meskipun sudah berpindah tidak sedikit dari mereka yang masih menganut
agama Talang Mamak, namun keterangan agama di KTP ditulis beragama kristen. Sebagian
besar suku Talang Mamak yang berpindah atau meninggalkan tenpat asal mereka juga
menikah dengan wanita atau lelaki muslim dan sekarang kebanyakan dari mereka beragama
muslim.

Selain berdampak pada perubahan agama akibat berpindah, orang-orang suku


Talang Mamak juga berkebun yang berbeda dengan tumbuhan yang biasanya mereka panen
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang ditanam oleh nenek-nenek mereka yang terdahulu
hingga sekarang. Pada pemukiman suku Talang Mamak yang telah berpindah, sebagian besar
mereka berkebun sawit dan karet yang akan dijual keluar atau ke Seberida dengan jarak
tempuh yang sangat jauh dan akses jalan yang tidak lancar. Selain itu, pendapatan terbesar
mereka karena berkebun juga terdapat pada tanaman kaluku dan jernang yang memiliki
penghasilan yang banyak. Suku Talang Mamak juga memanfaatkan hasil hutannya untuk
kelangsungan hidupnya dengan mengambilnya kehutan seperti petai.
Gambar : Pohon Jernang
Jernang adalah salah satu dari sekian banyak jenis tanaman rotan, namun lebih
kepada pemanfaatan buah sejenis resin yang dihasilkan dari beberapa spesies rotan dari
marga Daemonorops. Resin berwarna merah ini telah sejak lamma diperdagangkan dan
dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, dupa, dan bahan obat tradisional. Terutama dihasilkan
dari pulau Sumatera dan Kalimantan. (Dilimunanzar, 2017)

Gambar : jernang dan kelukup dijemur sebelum di produksi.

Gambar : resin dari jernang dan kelukup


Buah dari rotan jernag dan rotan kelukup yang di ambil dari hutan rimba, akan di
keringkan terlebih dahulu lalu keringkan selama 3-4 hari hingga jernang dan kelukup itu
kering, lalu setelah buah tersebut kering maka akan di ayak sehingga resin dari buah tersebut
akan keluar dan resin tersebut akan berwarna merah. Dari wawancara yang di dapatkan dari
buk nalin “ getah kelukup ini bisa di jual dengan harga 2,8 juta, biasanya kalau orang cina di
jadikan obat sebagai obat kecing manis”.

Penghasilan Suku Talang Mamak dengan Berkebun

Jernang
Sawit
Karet
Hasil lain

Tabel Pengamatan Diagram

Nama Tanaman Haarga per KG


Jernang 2,800.000 -3.000.000,-
Sawit 800.000
Karet 10.000
Hasil Hutan kecuali yang diatas Tidak menentu

Buah jernang sangat tinggi harganya sehingga menyebabkan banyak penduduk


menjadikan jernang sebagai mata pencaharian nya. Namun selama beberapa tahun ini buah
jernag sangat sulit di temukan di hutan rimba. Kondisi tersebut merupakan salah satu upaya
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai sumber daya milik bersama, maka
rotan jernang alam akan cenderung mengalami kerusakan apabila pengambilannya dilakukan
secara berlebihan tanpa adanya pembatasan dan pengaturan. Akses pasar semakin mudah dan
permintaan semakin banyak menyebabkan harga pun semakin tinggi. Dampaknya, jernang
alam akan diambil semakin intensif oleh masyarakat. Hal ini mengakibatkan ketersediaannya
di alam akan terus menurun.
KESIMPULAN

Suku Talang Mamak memiliki anutan kepercayaan tersendiri, biasa mereka


menyebutnya dengan agama Talang Mamak, karena telah sebagian besar orang suku ini
berpindah dari tempat asal mereka sehingga sekarang orang suku Talang Mamak telah
memiliki KTP. Sebagian suku talang mamak yang sudah pindah dari dalam hutan ke kota
mereka kebanyakan menikah dengan orang yang berbeda suku dengan mereka dan ada juga
yang masih tetap menikah dengan sesama suku talang mamak, suku talang mamak yang
sudah pindah ke perkotaan mereka mulai mengamut agama islam dan kristen. Untuk sumber
mata pencaharian suku talang mamak masih memanfaatkan alam salah satu contohnya adalah
resin dari jernang atau getah jernang yang berwarna merah tua, untuk mendapatkan getah
jernang ini mereka harus memasuki daerah hutan. Harga untuk 1 kg getah jernang bisa
mencapai 2,8 juta, namun untuk mendapatkan 1 kg getah jernang suku talang mamak
membutuhkan waktu sekitar 1 bulan lamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Asra, R., Syamsuardi, S., Mansyurdin, M., &RidhoWitono, J. 2012


RasioSeksJernang (Daemonorops Draco (Willd.) blume) Pada PopulasiAlami Dan
Budidaya: ImplikasiUntukProduksiBiji. Botanic Gardens Bulletin, 15(1), 1-9.

Edward, H. G. M., De Oliveira, L. F. C., & Quye, A. (2001). Raman


spectroscopy of coloured resins used in antiquity: Dragon’s blood and related
substances. Spectrochimica Acta - Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy,
57(14), 2831–2842. https://doi. org/10.1016/S1386-1425(01)00602-3.

Gupta, D., Bleakley, B., & Gupta, R. K. (2007). Dragon’s blood: Botany,
chemistry and therapeutic uses. Journal of Ethnopharmacology, 115, 361–380.
https://doi.org/10.1016/j. jep.2007.10.018.

Hadi, zamil N, (2017) kearifan local suku talang mamak dalam mengelolaan
sumber day alam

John, L. (2005). The potential of non timber forest products to contribute to


rural livelihoods in the windward islands of the Caribbean. (CANARI Technical
Report No. 334). Laventille, Trinidad: Caribbean Natural Resources Institute.

Lenzen, M., Moran, D., Kanemoto, K., Foran, B., Lobefaro, L., & Geschke, A.
(2012). International trade drives biodiversity threats in developing nations. Nature,
486, 109–112. https://doi.org/10.1038/nature11145.
Mutenje, M. J., Ortmann, G. F., & Ferrer, S. R. D. (2011). Management of
non-timber forestry products extraction: Local institutions, ecological knowledge and
market structure in south-eastern Zimbabwe. Ecological Economics, 70(3), 454–461.
https://doi. org/10.1016/j.ecolecon.2010.09.036

Pearson, J., & Prendergast, H. D. V. (2001). Daemonorops, Dracaena and


other Dragon's blood. Economic Botany, 55(4), 474–477

Piya, L., Maharjan, K. , Joshi, N., & Dangol, D. . (2011). Collection and
marketing of non-timber forest products by Chepang community in Nepal. The
Journal Agriculture and Environment, 12, 10–21

Setyowati, francisca murti; wardah (2007) keanekaragaman tumbuhan obat


masyarakat talang mamak sekitar taman nasional bukit tigapuluh,riau, 8(3), 228-232

Shackleton, C. M., Shackleton, S. E., & Cousins, B. (2001). The role of land-
based strategies in rural livelihoods : The contribution of arable production , animal
husbandry and natural resource harvesting in communal areas in South Africa.
Development Southern Africa, 18(5), 581–604. https://doi.
org/10.1080/03768350120097441.

sulasmi, I.S; nisyawati; purwanto, Y; Fatimah,siti (2012) The population of


Jernang rattan (Daemonorops draco) in Jebak Village, Batanghari District, Jambi
Province, Indonesia, 13(4) 205-213.

Uprety, Y., Boon, E. K., Poudel, R. C., Shrestha, K. K., Ahenkan, A., &
Tiwari, N. N. (2010). Nontimber forest products in Bardiya District of Nepal:
Indigenous use, trade and conservation. Journal of Human Ecology, 30(3), 143–158.

You might also like