You are on page 1of 14

Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):

HADIS DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

Leni Andariati
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto, Papringan, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta 55281
Leniandariati061996@gmail.com

Abstract:
The orientation of this article is to discuss the understanding of hadith and its development. The tradition
of writing hadith has occurred from the time of the Prophet. The Companions accepted the hadith from the
Prophet then recorded what the Prophet had said. But the number of friends who can write is still very
small, so the recorded hadith material was limited. In addition, the attention of the friends who still rely on
the maintenance of the Qur'an, making the hadith record only spread to companion sahifah. The way the
narrators in obtaining and delivering the hadith experience the difference between the Prophet time and the
period of Khulafa’ al-Rasyidin. Likewise, the narration of the hadith in the companion period is not the
same as the transmission of the hadith in the period afterward. The narration of the hadith during the
Prophet's time was freer because of the absence of conditions that must be fulfilled. Because at the time of
the Prophet there was no definitive evidence of the occurrence of hadith counterfeiting, and also the time
of the Prophet was easier to examine if there were any hadith that was doubtful. During the Khulafa’ al-
Rasyidin period there was a simplification of the narration of the hadith, where the narrators who wished to
narrate the hadith had to take an oath or present a witness if the hadith were written was true of the
Prophet. Whereas for the period of Tabi’in and Tabi’ al-Tabi’in there has been a gathering of hadiths,
although there is still a mixture of the Prophet's hadith, sayings of friends and Fatwa Tabi’in. It was only
when the Caliph Umar ibn Abdul Aziz became caliph, the hadith began to experience codification.
Keywords: Hadith, propet, Khulafa’ al-Rasyidin,Tabi’in, Tabi’i al-Tabi’in
Abstrak:
Orientasi dari artikel ini adalah untuk mendiskusikan pengertian hadis serta perkembangannya. Tradisi
penulisan hadis telah terjadi dari masa Nabi. Para sahabat menerima hadis dari Nabi kemudian mencatat
apa yang telah dikatakan oleh Nabi. Namun jumlah sahabat yang bisa menulis masih sangat sedikit,
sehingga materi hadis yang tercatat pun terbatas. Selain itu juga perhatian para sahabat yang masih
bertumpu pada pemeliharaan al-Qur’an, menjadikan catatan hadis hanya tersebar pada sahifah sahabat.
Cara periwayat dalam memperoleh dan menyampaikan hadis mengalami perbedaan antara masa Nabi
dengan masa Khulafa’ al-Rasyidin. Begitu juga periwayatan hadis pada masa sahabat tidak sama dengan
periwayatan hadis pada masa sesudahnya. Periwayatan hadis pada masa Nabi lebih terbebas karena
ketiadaan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Karena pada masa Nabi tidak ada bukti yang pasti tentang
telah terjadinya pemalsuan hadis, dan juga masa Nabi lebih mudah dalam melakukan pemeriksaan
sekiranya ada hadis yang diragukan keshahihannya. Pada masa Khulafa’ al-rasyidin terjadi
penyederhanaan periwayatan hadis, dimana periwayat yang ingin meriwayatkan hadis harus melakukan
sumpah ataupun menghadirkan saksi jika hadis yang ditulis adalah benar dari Nabi. Sedangkan untuk masa
Tabi’in dan Tabi’i al-Tabi’in telah terjadi penghimpunan hadis, meskipun masih ada percampuran antara
hadis Nabi, perkataan sahabat dan fatwa Tabi’in. Barulah ketika Khalifah Umar ibn Abdul Aziz menjadi
khalifah, hadis mulai mengalami pengkodifikasian.
Keywords: Hadis,Nabi SAW, Khulafa’ al-Rasyidin,Tabi’in, Tabi’i al-Tabi’in

A. PENDAHULUAN disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.,


berupa sabda, perbuatan, persetujuan, dan
Hadis merupakan sumber ajaran
sifatnya (fisik ataupun psikis), baik yang
Islam kedua setelah al-Qur’an. Istilah hadis
biasanya mengacu pada segala sesuatu yang
154 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

terjadi sebelum maupun setelah Nabi adalah adanya interaksi Rasullah


1
kenabiannya. Terma hadis terkadang sebagai mubayyin (pemberi penjelasan)
2 terhadap ayat-ayat al-Qur’an kepada sahabat
dipertukarkan dengan istilah sunnah.
Sebagian ulama hadis menganggap kedua atau umat lainnya, dalam rangka
istilah tersebut adalah sinonim (mutaradif), penyampaian risalah, dan juga karena adanya
sementara sebagian yang lainnya ada yang berbagai persoalan hidup yang dihadapi oleh
3
membedakan antara keduanya. umat dan dibutuhkan solusi atau jalan
Sejarah dan perkembangan hadis pemecahannya dari Nabi SAW, lalu para
dapat dilihat dari dua aspek penting, yaitu sahabat memahami dan menghafal apa yang
8
periwayatan dan pen-dewan-annya. Dari telah diterimanya dari Nabi SAW.
keduanya dapat diketahui proses dan Sepeninggal Nabi Muhammad SAW,
transformasi yang berkaitan dengan kalangan sahabat sangat berhati-hati dalam
perkataan, perbuatan, hal ihwal, sifat dan menerima dan meriwayatkan hadis. Hal ini
taqrir dari Nabi SAW kepada para sahabat dimaksudkan sebagai upaya menjaga kemur-
dan seterusnya hingga munculnya kitab-kitab nian al-Qur’an agar tidak tercampur dengan
himpunan hadis untuk dijadikan pedoman
dalam kehidupan ini. Terkait dengan masa hadis, selain itu juga untuk menjaga keor-
9
pertumbuhan dan perkembangan hadis, para isinalitas hadis tersebut. Keadaan di era tabi’in
ulama berbeda dalam menyusunnya. sedikit berbeda dengan apa yang ter-jadi di era
4
M.M.Azamiy dan Ajjaj al-khatib membagi- sahabat. Karena al-Qur’an ketika itu telah
5 disebarluaskan ke seluruh negeri Islam,
nya dalam dua periode , dan Muhammad
Abd al-Ra’uf membaginya ke dalam lima sehingga tabi’in bisa mulai menfo-kuskan diri
6 dalam mempelajari hadis dari para sahabat
periode, sedangkan Hasbi Ash-Shiddieqy
7 yang mulai bersebaran ke suluruh penjuru
membaginya dalam tujuh periode. dunia Islam. Dengan demikian, pada masa
Kelahiran hadis sebagaimana Tabi’in sudah mulai berkembang
dimaksud terkait langsung dengan pribadi penghimpunan hadis (al-jam’u wa al-tadwin),
Nabi Muhammad SAW, sebagai sumber meskipun masih ada percampuran antara ha-dis
hadis, dimana beliau telah membina umatnya Nabi dengan fatwa sahabat. Barulah di era tabi’
selama kurang lebih 23 tahun, dan masa al-tabi’in hadis telah dibukukan, bahkan era ini
tersebut merupakan kurun waktu turunnya menjadi masa kejayaan kodifikasi hadis.
wahyu (al-Qur’an), berbarengan dengan itu Kodifikasi dilakukan berdasar perintah khalifah
keluar pula hadis. Lahirnya hadis pada masa Umar bin Abdul Aziz, khalifah

1
Lihat misalnya definisi hadis yang M.M.Azamiy, Dirasat fi al-Hadi al-Nabawi wa
dikemukakan oleh sejumlah sarjana hadis, Muhammad Tarikh Tadwinih, yang diterjemahkan oleh Ali
ibn Muhammad Abu Syahbah, al-Wasit fi Ulum wa Mustafa Ya’qub dengan judul Hadis Nabawi dan
Mustalah al-Hadis (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, t.t), Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
15; Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, as-Sunnah qabl at- 2006), 123-300
Tadwin (Kairo:Maktabah Wahbah, 1963), 16 5
2 Ajjaj al-Khatib membaginya dalam dua
Selain istilah hadis dan sunnah, sebenarnya periode, yaitu hadis masa Nabi SAW, dan hadis pada
ada beberapa istilah lain lagi yang dikenal seperti masa sahabat dan tabi’in.
khabar (berita) dan asar (peninggalan). Namun, kedua 6
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis,
istilah tersebut tidak begitu berkembang di kalangan (Bandung: Angkasa, 1994), 69
masyarakat muslim. 7
3 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
Distingsi hadis dan sunnah tersebut dapat Perkembangan Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988),
dilihat dalam pernyataan Abd al-Rahman ibn Mahdi 1-133
seperti yang dikutip al-Zarqani, disebutkan bahwa 8
Mahmud Thahhan, Ulumul Hadis: Studi
Sufyan al-Tsawri di kenal sebagai Imam fi al-hadis Kompleksitas Hadis Nabi, (Yogyakarta: Titian Ilahi
dan bukan imam fi al-sunnah, sementara al-Awza’i di Press, 1997), 18
kenal sebagai imam fi al-sunnah dan bukan imam fi 9
Khotimah Suryani, Metode Pembelajaran
al-hadis, dan Malik ibn Anas di kenal sebagai imam fi
dalam Perspektif Hadis Nabi, Dar el-Ilmi: Jurnal
hima jami’an. Studi Keagamaan, Pendidikan, dan Humaniora,
4
Periode pertama dirinci dalam empat fase, Volume. 5, Nomor. 2, (Oktober 2018), 139
dan periode kedua dirinci dalam 3 fase. Lihat
Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166 155

kedelapan Bani Umayyah yang kebijakannya Para sahabat pun dapat secara langsung
ditindaklanjuti oleh ulama diberbagai daerah memperoleh hadis dari Rasulullah SAW
hingga pada masa berikutnya hadis sebagai sumber hadis. Tempat yang dijadikan
10
terbukukan dalam kitab hadis. Nabi dalam menyampaikan hadis sangat
Setelah era tabi’ al-tabi’in, yaitu masa fleksibel, terkadang hadis disampaikan ketika
abad II, III, IV-VII dan seterusnya yang Nabi bertemu dengan sahabatnya di Masjid,
terjadi pada hadis adalah penghimpunan dan pasar, ketika dalam perjalanan, dan terkadang
penerbitan secara sistematik (al-jam’u wa at- juga di rumah Nabi sendiri. Selain itu, ada
tartib wa at-tanzhim). Dengan demikian, beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan
bagaimana perkembangan tradisi hadis kepada para sahabat, yaitu: Pertama,
periwayatan hadis dari masa ke masa itulah melalui majlis ilmu, yakni temat pengajian
yang akan menjadi sorotan dalam artikel ini. yang diadakan oleh Nabi Muhammad SAW
untuk membina para jamaah. Kedua, dalam
B. PEMBAHASAN banyak kesempatan Rasulullah SAW juga
1. Hadis pada Masa Rasulullah SAW menyampaikan hadis-nya melalui para sahabat
Hadis pada masa dikenal dengan tertentu, yang kemudian disampaikannya
Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yakni masa kepada orang lain. Jika hadis yang disampaikan
turun wahyu dan pembentukan masyarakat berkaitan dengan persoalan keluarga dan
11 kebutuhan biologis, maka hadis tersebut
Islam. Keadaan seperti ini menuntut
keseriusan dan kehati-hatian para sahabat disampaikan melalui istri-istri Nabi sendiri.
sebagai pewaris pertama jaran Islam. Wahyu Ketiga, melalui ceramah atau pidato di tempat
yang diturunkan Allah dijelaskan Nabi terbuka, misalnya ketika haji wada’ dan fath
melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. al-Makkah. Ketika menunaikan ibadah haji
Sehingga apa yang didengar dan disaksikan pada tahun 10 H, Nabi menyampaikan khatbah
oleh para sahabat merupakan pedoman bagi yang sangat bersejarah di depan ratusan ribu
12
amaliah dan ubudiah mereka. Rasulullah kaum muslimin yang sedang melakukan ibadah
SAW juga memerintahkan kepada para haji, isinya terkait dengan bidang muamalah,
sahabatnya untuk menghafal, menyampaikan ubudiyah, siyasah, jinayah, dan HAM yang
dan menyebar-luaskan hadis-hadis. Nabi meliputi kemanusiaan, per-samaan, keadilan
sendiri tidak hanya memerintahkan, namun sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan
beliau juga banyak memberi spirit melalui solidaritas. Selain itu juga ada-nya larangan
doa-doanya, dan tak jarang Nabi juga dari Nabi untuk menumpahkan darah, larangan
menjanjikan kebaikan akhirat bagi mereka riba, menganiaya, dan juga perintah untuk
yang menghafal hadis dan menyampaikannya menegakkan persaudaraan sesama manusia,
kepada orang lain.
13
Hal itulah yang serta untuk selalu berpegang teguh pada al-
15
kemudian memotivasi para sahabat untuk Qur’an dan Hadis.
menghafalkan hadis, disamping para sahabat
adalah orang Arab tulen yang mayoritas tidak Respon sahabat dalam menerima dan
bisa baca-tulis, namun demikian mereka menguasai hadis tidak selalu sama. Hal
mempunyai kemampuan hafalan yang luar tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
biasa, karena menghafal merupakan budaya adanya perbedaan di antara mereka dalam soal
14
bangsa Arab yang telah diwarisinya. kesempatan bersama Rasulullah SAW, dan
10 Idris, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana,
2010), 14 Muhammad Abu Zahwi, al-Hadis
93 wa al-Muhaddisun al-Inayah al-Ummah al-Islamiyah
11 bi al-sunnah bi al-Muhammadiyyah, (Mesir: Dar al-
Muhammad Alfatih Suryadilaga, Ulumul Fikr al-Arabi, t.t), 49
Hadis, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 50 15
12 Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa
Munzir Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Permulaan dan Penghimpunannya, Jurnal Driya al-
Rajawali Press, 2010), 70 Afkar, Volume 2, Nomor 01, (Juni 2014), 5 (diakses
13
Ahmad Isnaeni, Historisitas Hadis dalam pada 02 Mei 2019)
Kacamata M. Mustafa Azami, QUHAS: Jurnal of
Qur’an and Hadith Studies, Volume 3, Nomor 1,
(2014), 233 (diakses pada 2 Mei 2019)
156 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

juga soal kesanggupan bertanya pada sahabat Pada masa Nabi SAW, hadis tidak
lain, serta berbedanya waktu masuk Islam dan ditulis secara resmi sebagaimana al-Qur’an,
jarak tempat tinggal dari masjid Rasulullah hal ini dikarenakan adanya larangan dari
SAW. Ada beberapa sahabat yang tercatat Nabi. Larangan menulis hadis dari Rasul
sebagai sahabat yang banyak menerima hadis sendiri sebagaimana diriwayatkan oleh Abu
dari Rasulullah, misalnya para sahabat yang Said al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW
tergolong kelompok Al-Sabiqun al-Awwalun bersabda:
(Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn ‫هاور( هحميلف نارقال ريغ ائيش يّنع اوبتكتال )دمحأ‬
Affan, Ali ibn Abi Thalib, dan Ibn Mas’ud),
Ummahat al-Mukminin (Siti Aisyah dan
Rasulullah SAW telah bersabda,
Ummu Salamah), sahabat yang meskipun tidak
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang
lama bersama Nabi, akan tetapi banyak berasal daripadaku, kecuali al-Qur’an, dan
bertanya kepada para sahabat lainnya secara barangsiapa telah menulis daripadaku selain
sungguh-sungguh seperti Abu Hurairah, dan al-Qur’an, maka hendaklah ia menghapus-
Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik, dan 18
Abdullah ibn Abbas yang merupakan sahabat
kannya.”
yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis Pelarangan Nabi dalam penulisan hadis
Nabi, banyak bertanya kepada sahabat lain tersebut secara implisit menunjukkan adanya
meskipun dari sudut usia tergolong jauh dari kekhawatiran dari Nabi apabila hadis yang
16 ditulis akan bercampur baur dengan catatan
masa hidup Nabi. ayat-ayat al-Qur’an. Meskipun demi-kian, ada
Hadis yang disampaikan Nabi kepada juga riwayat-riwayat yang menyata-kan bahwa
para sahabat melalui beberapa cara, menurut pada masa Rasul ada sebagian sahabat yang
Muhammad Mustafa Azami ada tiga cara, memiliki lembaran-lembaran (sahifah) yang
yaitu: Pertama, menyampaikan hadis dengan berisi tentang catatan hadis, misalnya Abdullah
kata-kata. Rasul banyak mengadakan ibn Amr ibn al-Ash dengan lembarannya yang
pengajaran-pengajaran kepada sahabat, dan diberi nama al-Sahifah al-Shadiqah,
bahkan dalam rangka untuk memudahkan dinamakan demikian karena ia menulis secara
pemahaman dan daya ingat para sahabat, Nabi langsung dari Ra-sulullah sendiri, sehingga
mengulang-ulang perkataannya sampai tiga periwayatannya di percaya kebenarannya.
19
kali. Kedua, menyampaikan hadis melalui Begitu juga dengan Ali ibn Abi Thalib dan
media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada Anas ibn Malik, keduanya sama-sama memiliki
sahabat yang pandai menulis. Hal ini meny- catatan hadis. Hal ini bukan berarti mereka
angkut seluruh surat Nabi yang ditujukan ke- melanggar akan larangan Rasul tentang
pada para raja, penguasa, gubernur-gubernur penulisan hadis, namun karena memang ada
muslim. Beberapa surat tersebut berisi tentang riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasul
ketetapan hukum Islam, seperti ketentuan mengizinkan para sahabat untuk menulis hadis,
tentang zakat dan tata cara peribadatan. Ketiga, sebagaimana diriwayatkan bahwa para sahabat
menyampaikan hadis dengan mem-praktek melarang Abdullah ibn Amr ibn al-Ash yang
secara langsung di depan para saha-bat, selalu menulis apa saja yang didengarkannya
misalnya ketika beliau mengajarkan cara dari Rasulullah, karena menurut mereka Rasul
berwudhu, shalat, puasa, menunaikan ibadah terkadang dalam keadaan marah, sehingga
17
haji dan sebagainya. ucapannya tidak termasuk ajaran syar’i, tetapi

16
M.M.Azamiy, Dirasat fi al-Hadi al- 18
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim, al-
Nabawi wa Tarikh Tadwinih, yang diterjemahkan oleh Darimi dan Ahmad ibn Hanbal. A.J.Wensinck, al-
Ali Mustafa Ya’qub dengan judul Hadis Nabawi dan Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadis al-Nabawi VI,
Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, (Leiden: E.J. Brill, 1936), 176
2006), 78 19 Al-Hasani Abd al-Majid Hasyim, Ushul al-Hadis al-
17
Muhammad Mustafa Azami, Studies In Nabawi, (Kairo: al-Hadisah li al Thaba’ah, t.t), 15
Hadith Methodology and Literature, (Indiana:
American Trust Publications, 1977), 10
Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166 157

setelah diadukan pada Rasulullah, beliau ber- 2. Hadis pada Masa Khulafa’ al-Rasyidin
sabda: Periode kedua sejarah perkembangan
“Tulislah apa yang kamu dengar da- hadis adalah masa Khulafa’ Rasyidin (Abu
riku, demi zat yang jiwaku berada ditangan-
Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan,
Nya, tidak keluar dari mulutku kecuali
20 dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung
kebenaran.” sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H.
Dari sini dapat dilihat bahwa ada dua Masa ini disebut dengan masa sahabat
riwayat yang berbeda, satu riwayat menyatakan 23
besar. Pengertian sahabat menurut istilah
bahwa Nabi melarang penulisan hadis dan di
ilmu hadis yang disepakati oleh mayoritas
riwayat lain menyatakan bahwa Rasul
ulama hadis, adalah orang Islam yang pernah
mengizinkannya. Dalam memandang hal ini,
bergaul atau melihat Nabi dan meninggal
para ulama berbeda pendapat, dan secara garis
dalam keadaan beragama Islam. Keterlibatan
besar terdapat dua pendapat. Pendapat pertama
sahabat Nabi dalam proses diterimanya hadis
menyatakan bahwa riwayat yang melarang
adalah sebuah keniscayaan. Baik hadis yang
penulisan hadis dinasakh oleh riwayat yang
diriwayatkan secara lisan maupun tulisan,
mengizinkannya. Menurut mereka, pelarangan
kesemuanya itu melalui informasi yang
penulisan hadis oleh Nabi terjadi pada awal-
disampaikan para sahabat dari Nabi SAW.
awal Islam, karena dikhawatirkan adanya
Melalui informasi yang disampaikan para
percampuran antara hadis dan ayat al-Qur’an, sahabat itu, materi (matan) hadis yang
jadi hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga diterima secara berantai dari satu generasi ke
21
kemurnian ayat al-Qur’an. Namun ketika generasi berikutnya. Tanpa kehadiran
kekhawatiran tersebut mulai hilang karena para sahabat, maka mustahil pesan-pesan Nabi
sahabat telah mengetahui dan terbiasa dengan akan sampai kepada generasi selanjutnya.
susunan kalimat-kalimat al-Qur’an, sehingga
mereka bisa membedakan mana ayat al-Qur’an Pada masa ini perhatian para sahabat
dan mana yang bukan, maka Rasul masih terfokus pada pemeliharaan dan
mengizinkan mereka untuk menuliskan hadis. penye-baran al-Qur’an, maka periwayatan
Pendapat kedua menyatakan bahwa pada hadis be-lum begitu berkembang dan masih
dasarnya kedua riwayat tersebut tidak ada pem-batasan dalam periwayatan. Oleh
bertentangan. Mereka menyatakan bahwa karena itu para ulama menganggap masa ini
24
larangan itu dikhususkan kepada mereka yang sebagai masa pembatasan periwayatan.
dikhawa-tirkan akan mencampur adukkan a. Abu Bakar al-Shiddiq
hadis dan al-Qur’an, dan diizinkan bagi mereka
yang tidak dikhawatirkan mencampur adukkan Abu Bakar adalah sahabat Nabi yang
kedua-nya, yaitu izin seperti yang dilakukan pertama-tama menunjukkan kehati-hatiannya
Nabi kepada Abdullah ibn Amr ibn al-Ash. dalam periwayatan hadis. Pernyataan ini
Atau dalam kata lain Rasul melarang penulisan berdasar pada pengalaman Abu Bakar tatkala
hadis secara resmi, tetapi tetap mengizinkan menghadapi kasus seorang nenek. Suatu ketika,
para sahabat menulis hadis untuk diri sendiri. ada seorang nenek menghadapnya, nenek
Jadi larangan itu bersifat umum sedangkan izin tersebut meminta hak waris dari harta yang
22 ditinggalkan cucunya. Abu Bakar men-jawab
hanya berlaku untuk sahabat tertentu.
bahwa dia tidak melihat petunjuk dalam al-
Demikianlah, hadis pada masa Rasul tidak
Qur’an dan praktek Nabi yang memberi bagian
tertulis kecuali hanya sedikit saja.
harta warisan kepada nenek. Setelah itu Abu
Bakar bertanya kepada para sahabat, al-
Mughirah Ibn Syu’bah menyatakan kepada

22
20
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu
Pengantar Hadis,60 Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), 37
21 23 M. Agus Sholihin dan Agus Suyadi,
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Ulumul Hadis, (Bandung, Pustaka Setia, 2013), 59
Amzah, 2008), 45 24
Munzier Suparta, Ilmu Hadits,59
158 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

Abu Bakar bahwa Nabi telah memberikan menghalangi orang-orang yang tidak
bagian waris kepada nenek sebesar seperenam bertanggungjawab untuk melakukan
bagian. Mendengar pernyataan al-Mughirah, 27
pemalsuan-pemalsuan hadis.
Abu Bakar memintanya untuk menghadirkan
c. Usman ibn Affan
seorang saksi, lalu Muhammad ibn Salamah
memberikan kesaksian atas kebenaran per- Secara umum, kebijakan Usman
nyataan al-Mughirah tersebut. akhirnya Abu tentang periwayatan hadis tidak jauh berbeda
Bakar menetapkan nenek sebagai ahli waris dengan kebijakan dua khalifah sebelumnya.
dengan memberikan seperenam bagian ber- Hal ini terbukti ketika Usman memiliki
dasarkan hadis Nabi yang disampaikan oleh al- kesempatan untuk berkhutbah, dalam
Mughirah.
25
Dari sini tergambar bahwa khutbahnya Usman meminta kepada para
sahabat untuk tidak banyak meriwayatkan
ternyata Abu Bakar sangat berhati-hati dalam
hadis yang mereka tidak pernah mendengar
periwayatan suatu hadis, hal ini terbukti be-liau
hadis itu pada masa Abu Bakar dan Umar.
tidak bersegera menerima riwayat hadis dari al-
Umar sendiri memang tampaknya tidak
Mughirah sebelum meneliti periwayat-nya.
banyak meriwayatkan hadis. Ahmad ibn
Dan dalam melakukan penelitian pun Abu
Hanbal meriwayatkan hadis Nabi yang ber-
Bakar meminta periwayat hadis untuk
asal dari riwayat Usman sekitar empat puluh
menghadirkan saksi.
hadis saja. Itu pun banyak matan hadis yang
Sikap Abu Bakar yang sangat berhati- 28
terulang, dikarenakan perbedaan sanad.
hati dalam periwayatan hadis mengakibatkan Dengan demikian, jumlah hadis yang diriwa-
hadis yang diriwayatkan pun relative sedikit. yatkan oleh Usman tidak sebanyak jumlah
padahal Abu Bakar adalah sahabat yang telah hadis yang diriwayatkan oleh Umar ibn al-
lama bergaul dan sangat akrab dengan Nabi, Khattab.
mulai dari masa sebelum Nabi hijrah sampai
Nabi wafat. Selain faktor kehati-hatian, Dari sini terlihat bahwa pada masa
faktor lain yang menyebabkan Abu Bakar Usman ibn Affan, kegiatan umat Islam dalam
hanya meriwayatkan hadis sedikit adalah, periwayatan hadis telah lebih banyak bila
pertama, Abu Bakar selalu sibuk ketika dibandingkan dengan kegiatan periwayatan
menjabat sebagai khalifah. Kedua, kebutuhan pada masa Umar. Dalam khutbahnya Usman
hadis tidak sebanyak pada masa sesudahnya. telah menyampaikan seruan agar umat Islam
Ketiga, jarak waktu antara kewafatannya berhati-hati dalam meriwayatkan hadis.
26 Namun seruan tersebut nampaknya tidak
dengan kewafatan Nabi sangat singkat. begitu besar pengaruhnya terhadap periwayat
b. Umar ibn al-Khattab tertentu yang bersikap longgar dalam peri-
Umar juga dikenal sebagai sahabat wayatan hadis. Hal ini terjadi karena selain
yang sangat berhati-hati dalam periwayatan pribadi Usman tidak sekeras pribadi Umar,
hadis, seperti halnya Abu Bakar. Selain itu, juga karena wilayah Islam sudah mulai
Umar juga menekankan kepada para sahabat meluas. Luasnya wilayah Islam mengakibat-
agar tidak memperbanyak periwayatan hadis di kan bertambahnya kesulitan dalam mengen-
masyarakat, dengan alasan supaya konsen-trasi dalikan periwayatan hadis secara ketat.
masyarakat tidak terpecah dalam mem-baca d. Ali ibn Abi Thalib
dan mendalami al-Qur’an, selain itu juga
supaya umat Islam tidak melakukan keke- Perkembangan hadis pada masa
liruan dalam periwayatan hadis. Kebijak- Khalifah Ali ibn Abi Thalib pun tidak jauh
sanaan Umar inilah yang kemudian mampu berbeda dengan khalifah pendahulunya ten-
tang periwayatan hadis. Ali hanya bersedia
27
25
Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ ats al- Nuruddin ‘Itr, Manhaj an-Naqd Fii Uluum
Sajistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), al-Hadis, (Damaskus: Dar al-Fikr,t.t), 38
28
juz III, 121 Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa
26
K. Ali, A Study of Islamic History, (Delhi: Permulaan dan Penghimpunannya, ,15 (diakses pada
Idarah al-Adabiyat Delhi, 1980), 83-86 02 Mei 2019)
Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166 159

menerima riwayat hadis setelah periwayat hadis, terutama pada masa khalifah Umar ibn
hadis yang bersangkutan mengucapkan sum- Khattab, tujuannya supaya periwayat
pah, bahwa hadis yang disampaikannya itu bersikap selektif dalam meriwayatkan hadis
benar-benar berasal dari Nabi. Ali tidak dan supaya perhatian masyarakat tidak
mem-inta sumpah hanya jika periwayat berpaling dari al-Qur’an. Ketiga, pengucapan
benar-benar telah dipercayainya. Dengan sumpah ataupun penghadiran saksi bagi
demikian dapat-lah dinyatakan bahwa fungsi periwayat hadis merupakan salah satu cara
sumpah dalam periwayatan hadis bagi Ali untuk mene-liti riwayat hadis. Periwayat
tidaklah dijadikan sebagai syarat mutlak yang dirasa memiliki kredibilitas yang tinggi
keabsahan periwayatan hadis. Sumpah tidak di-bebani kewajiban mengajukan
dianggap tidak diperlukan apabila orang yang sumpah atau pun saksi. Keempat, kesemua
menyampaikan riwayat hadis telah benar- khalifah telah meriwayatkan hadis, hanya
29 saja tiga khalifah yang pertama (Abu Bakar,
benar diyakini tidak mung-kin keliru.
Umar, Usman) meriwayatkan hadis secara
Ali ibn Abi Thalib sendiri cukup
lisan, hanya Ali yang meriwayatkan hadis
banyak meriwayatkan hadis Nabi, baik dalam
secara lisan dan tulisan.
bentuk lisan maupun tulisan. Hadis yang
berbentuk tulisan berkisar tentang hukuman 3. Hadis pada Masa Tabi’in
denda (diyat), pembebasan orang Islam yang Selain para sahabat yang sudah banyak
ditawan oleh orang kafir, serta larangan mengoleksi hadis Nabi, ada juga para Tabi’in
melakukan hukum kisas terhadap orang yang nota benenya adalah para murid sahabat
30
Islam yang membunuh orang kafir. juga banyak mengoleksi hadis-hadis Nabi,
Pada masa khalifah Ali sama dengan bahkan pengoleksiannya sudah mulai disusun
masa sebelumnya, yaitu adanya sikap kehati- dalam sebuah kitab yang beraturan.
hatian dari para khalifah dalam periwayatan Sebagaimana sahabat, para Tabi’in pun cukup
hadis. Namun situasi umat Islam yang berhati-hati dalam hal periwayatan hadis.
dihadapi Ali telah berbeda dengan masa Hanya saja ada perbedaan beban yang dihadapi
sebelumnya. Pada masa Ali, pertentangan oleh sahabat dan Tabi’in, dan beban sahabat
politik semakin menajam dikalangan umat tentu lebih berat jika dibandingkan oleh
muslim, yaitu terjadinya peperangan antara Tabi’in. Karena di masa Tabi’in, al-Qur’an
kelompok pendukung Ali dan pendukung telah dukumpulkan dalam satu mushaf, selain
Muawiyah. Dan kejadian tersebut yang itu juga pada masa akhir periode al-Khulafa al-
akhirnya membawa dampak negatif dalam Rasyidin (terkhusus pada masa Usman ibn
bidang periwayatan hadis. Kepentingan pol- Affan), para sahabat ahli hadis telah menyebar
itik telah mendorong pihak-pihak tertentu un- ke berbagai wilayah negara Islam. Sejalan
31
tuk melakukan pemalsuan hadis. Itulah dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan
yang menjadikan periwayat hadis tidak dapat Islam, penye-baran sahabat-sahabat ke
diper-caya riwayatnya secara keseluruhan. berbagai daerah pun terus meningkat, hal ini
kemudian berim-plikasi juga pada
Dari uraian tersebut dapat dinyatakan
meningkatnya penyebaran hadis. Oleh karena
bahwa kebijakan al-Khulafa al-Rasyidin
itulah, masa ini dikenal sebagai masa
tentang periwayatan hadis terdapat empat
menyebarnya periwayatan hadis. Ini
bentuk, yaitu: Pertama, seluruh khalifah
merupakan sebuah kemudahan bagi para
sepakat tentang pentingnya sikap hati-hati
Tabi’in untuk mempelajari hadis. Metode yang
dalam periwayatan hadis. Kedua, kesemuanya
dilakukan para Tabi’in dalam mengoleksi dan
melarang untuk memperbanyak periwayatan
mencatat hadis yaitu melalui

29 31
Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Alamsyah, Pemalsuan Hadis dan Upaya
Hadis,285 Mengatasinya, al-Hikmah: Jurnal UIN Alauddin,
30
Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa Volume 14, Nomor 2, (2013), 202 (diakses pada 02
Permulaan dan Penghimpunannya, ,16 (diakses pada Mei 2019)
02 Mei 2019)
160 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

pertemuan-pertemuan dengan para sahabat, masa tabi’in. Kodifikasi pada masa ini telah
selanjutnya mereka mencatat apa yang telah menggunakan metode yang sistematis, yaitu
32 dengan mengelompokkan hadis-hadis yang
di dapat dari pertemuan tersebut.
Para Tabi’in menerima hadis Nabi ada sesuai dengan bidang bahasan, walaupun
dari sahabat dalam berbagai bentuk, jika dalam penyusunannya masih bercampur
disebutkan ada yang dalam bentuk catatan antara hadis Nabi dengan qaul sahabat dan
atau tulisan dan ada juga yang harus dihafal, tabi’in. Sebagaimana yang terdapat dalam
di samping itu dalam bentuk yang sudah kitab al-Muwattha’ Imam Malik. Barulah
terpolakan dalam ibadah dan amaliah para pada awal abad kedua hijriah, dalam
sahabat, lalu Tabi’in menyaksikan dan kodifikasinya, hadis telah dipisahkan dari
mengikutinya. Dengan demikian, tidak ada qaul sahabat dan tabi’in.
satu hadis pun yang tercecer apalagi Selain riwayat bi al-lafdzi, ada juga
33
terlupakan. Perihal menulis hadis, di sistem penerimaan dan periwayatan hadis
samping melakukan hafalan secara teratur, dengan sistem isnad. Maraknya pemalsuan
para Tabi’in juga menulis sebagian hadis- hadis yang terjadi di akhir masa tabi’in yang
hadis yang telah diterimanya. Selain itu, terus berlanjut sampai masa sesudahnya
mereka juga memiliki catatan-catatan atau menjadikan para ulama untuk meneliti
surat-surat yang mereka terima langsung dari keontetikan hadis, cara yang ditempuh para
34 ulama yaitu dengan meneliti perawi-perawinya.
para sahabat sebagai gurunya.
Ada beberapa kota yang dijadikan Dari penelitian tersebut memun-culkan istilah
pusat pembinaan dalam periwayatan hadis, isnad sebagaimana yang dikenal hingga saat
yang kemudian dijadikan sebagai tempat ini. Menurut Abu Zahrah, sanad yang
tujuan para Tabi’in dalam mencari hadis. disampaikan pada masa tabi’in sering
Kota-kota tersebut adalah Madinah al- menyampaikan sebuah hadis dengan tanpa
Munawwarah, Makkah al-Mukaramah, menyebut sahabat yang meriwayatkannya.
Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan C. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
35
Andalusia, serta Yaman dan Khurasan. KODIFIKASI HADIS
Pusat pembinaan pertama yaitu di Madinah, Kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal
karena di Madinah lah Rasulullah menetap
dengan al-tadwin yang berarto codification,
setelah hijrah dan Rasulullah juga membina
yaitu mengumpulkan dan menyusun. Sedang-
masyarakat Islam yang didalamnya terdiri
kan menurur istilah, kodifikasi adalah penu-
atas kaum Muhajirin dan Anshor. Di antara
lisan dan pembukuan hadis Nabi secara resmi
para sahabat yang menetap di Madinah
yang berdasar pada perintah khalifah dengan
adalah Khulafa’ Rasyidin, Abu Hurairah, Siti
Aisyah, Abdullah ibn Umar dan Abu Said al- melibatkan beberapa personil yang ahli di bi-
36 dang hadis, bukan di lakukan secara indi-
Khudri, dan lain sebagainya. vidual ataupun demi kepentingan sendiri.
4. Hadis pada Masa Tabi’i al-Tabi’in Jadi, kodifikasi hadis adalah penulisan, peng-
Masa tabi’i al-tabi’in dimulai dengan himpunan, dan pembukuan hadis Nabi Mu-
berakhirnya masa tabi’in, tabi’in terakhir hammad SAW yang dilakukan atas perintah
adalah tabi’in yang bertemu dengan sahabat resmi dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz,
yang meninggal paling akhir. Cara peri- khalifah kedelapan dari Bani Umayyah yang
wayatan hadis pada masa tabi’i al-tabi’in kemudian kebijakannya ditindaklanjuti oleh
adalah bi lafdzi, yaitu dengan lafadz. Karena para ulama di berbagai daerah sampai pada
37
kodifikasi hadis mulai dilakukan di akhir masa hadis terbukukan dalam kitab hadis.

32 35
Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu
Studi Hadis Praktis, (Malang: Malang Press, 2008), 25 Hadis,63
33 36
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadis,
Gaya Media Pratama, 1996), 62 (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), 70
34 37 Idris, studi Hadis.., 93
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, 65
Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166 161

D. KODIFIKASI HADIS SECARA RESMI sahabat dalam menerima hadis.


Dengan kondisi yang seperti itu
Sebagaimana yang telah diketahui dikhawatirkan akan terjadi
bahwa pada abad pertama hijriah, yakni masa penambah-an dan pengurangan pada
Nabi, masa al-khulafa’ al-rasyidin hingga 41
berakhirnya abad pertama hijriah, tradisi pen- lafadz hadis yang diriwayatkan.
ulisan serta penyebaran hadis masih bergan- c. Semakin meluasnya kekuasaan Islam
tung pada hafalan para sahabat dan tulisan- ke berbagai negara yang kemudian
38 memiliki pengaruh besar pada tiga
tulisan pribadi mereka. Barulah ketika
pemerintahan sampai pada Umar ibn Abdul benua, yaitu Asia, Afrika dan sebagian
Aziz yang terkenal dengan adil dan wara’, benua Eropa. Dengan demikian juga
tergerak hatinya untuk membukukan hadis. menjadikan para sahabat tersebar ke
Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan secara negara-negara tersebut. Dari sana
resmi dan massal kepada para gubernur untuk muncul berbagai masalah yang ber-
membukukan hadis. Dikatakan resmi karena beda yang dihadapi para sahabat, yang
dalam kegiatan penghimpunan hadis tersebut berefek pada melemahnya hafalan
merupakan kebijakan dari kepala negara, dan mereka. Belum lagi banyak sahabat
dikatakan massal karena perintah kepala yang meninggal di medan perang demi
negara tersebut ditujukan kepada para guber- membela panji-panji keislaman, untuk
nur dan ulama ahli hadis pada zamannya.
39 itulah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz
merasa cemas dan khawatir kalau
Yang melatarbelakangi kebijakan hafalan para sahabat hilang begitu
Umar ibn Abdul Aziz untuk membukukan 42
hadis secara resmi, adalah: saja.
d. Banyak bermunculan hadis-hadis palsu,
a. Sebelumnya hadis tersebar dalam terutama setelah wafatnya kha-lifah Ali
lembaran dan catatan masing-masing ibn Abi Thalib sampai pada masa
sahabat, misalnya sahifah yang di- dinasti Umayyah, yang membuat umat
miliki Abdullah ibn Umar, Jabir dan Islam terpecah menjadi beberapa
Hammam ibn Munabbih. Ahli hadis golongan yang membawa mereka un-
menyerahkan semua yang berurusan tuk mendatangkan keterangan hadis
tentang penulisan hadis kepada hafal- yang diperlukan untuk mengabsahkan
an para sahabat yang lafadznya mere- 43
ka terima dari Nabi, namun ada juga sebagai golongan yang paling benar.
sahabat yang hanya tahu maknanya Khalifah Umar ibn Abdul Aziz
dan tidak pada lafadznya, hal itulah menginstruksikan kepada qadhi-nya di Madi-
yang kemudian menjadikan adanya nah yang bernama Abu Bakar ibn Hazm yang
perselisihan riwayat penukilan sekali- berprofesi menjadi guru Ma’mar, al-Lais, al-
gus rawinya. Dari situ ada kekhawat- Auza’i, Malik ibn Annas, Ibn Ishaq dan Ibn
iran dari Umar ibn Abdul Aziz kalau- Dzi’bin supaya membukukan hadis yang ter-
kalau nati hadis Nabi disia-siakan dapat pada penghafal wanita yang terkenal,
40 sekaligus seorang ahli fiqih yang merupakan
oleh umatnya.
b. Penulisan dan penyebaran hadis yang
terjadi dari masa Nabi sampai masa
sahabat masih bersifat kolektif indi-
vidual, dan juga ada perbedaan para

38
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan 41
Pengantar Hadis,78 Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan
39 Pengantar Hadis, 68
M. Syuhudi Ismail, metodologi Penelitian 42
Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 17 Muhammad muhammad Abu Zahwi, al-
40 Hadis wa Muhaddisin, (Mesir: Dar al-fikr al-Arabi,
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan t.t), 245
Pengantar Hadis,68 43
Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Hadis,77
162 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

murid Aisyah ra, yaitu Amrah bint Rahman dengan Musnad nya, dan Asar Imam
44 Muhammad ibn Hasan al-Syabani dengan
ibn Saad Zurarah ibn Ades.
Kitab hadis yang ditulis Ibn Hazm gerakan penyusunan hadis secara lengkap,
merupakan kitab hadis pertama, ditulis ber- mulai dari hadis Nabi sampai dengan
47
dasarkan perintah kepala negara, namun kitab perkataan sahabat dan fatwa tabi’in.
tersebut tidak mencakup secara keseluruhan Pembukuan hadis pada abad ke II
45
peredaran hadis yang ada di Madinah. belum tersusun secara sistematis dalam bab-
Adap-un yang membukukan hadis yang ada bab tertentu. Dalam penyusunannya, mereka
di Madinah secara keseluruhan adalah masih memasukkan perkataan sahabat dan
Muham-mad ibn Muslim ibn Shihab al- fatwa tabi’in di samping hadis dari Nabi
Zuhri, seorang ulama terkenal di masanya. Muhammad SAW. Kesemuanya dibukukan
Setelah generasi Shihab al-Zuhri dan Abu secara bersamaan, dari situlah kemudian
Bakar ibn Hazm berakhir, muncul generasi terdapat kitab hadis yang marfu’, mauquf dan
selanjutnya yang kemudian melanjutkan maqthi’. Di antara kitab-kitab hadis abad ke
46 II H yang mendapat perhatian ulama secara
upaya pembukuan. Para ulama yang
melanjutkan kegiatan pembukuan antara lain, umum adalah kitab al-Muwatha’ yang di-
di Mekah muncul Abu Muhammad Abd al- susun oleh Imam Malik, al-Musnad dan
Malik ibn Abd al-Aziz ibn Zuraij al-Bisyri Mukhtalif al-Hadis yang disusun Imam asy-
(150 H), di Madinah muncul Muhammad ibn Syafi’i serta as-Sirah an-Nabawiyah atau al-
Ishaq (151 H) dan Malik ibn Annas, di Maghazi wa as-Siyar susunan Ibnu Ishaq.
Basrah muncul Said ibn Abi Arabah (156 H), Dari kesemuanya, al-Muwatha’ lah yang
Rabi’ ibn Shabi’ (160 H), dan Hammad ibn paling terkenal dan mendapat sambutan yang
Salamah (167 H), di Kuffah muncul sofyan paling meriah dari para ulama, karena banyak
al-Sauri (161 H), di Syam muncul Abu Umar para ahli yang membuat penjelasan (syarah)
al-Auza’i (157 H), di Yaman muncul Hasyim dan ringkasannya (mukhtashar). Dalam kitab
(173 H) dan Ma’mar ibn Asyid (153 H), di ini mengandung 1.726 rangkaian khabar dari
Khurasan muncul Jarir ibn Abdul Hamid Nabi, sahabat, dan tabi’in. Khabar yang
(188 H) dan Ibn al-Mubarak (181 H), di musnad sejumlah 600, yang mursal sejumlah
Wasit muncul Hasyim ibn Basyir (104-173 228, yang mauquf sejumlah 613 dan 285
H), di Ray muncul Jarir ibn Abd al-Hamid 48
yang maqthu’.
(110-188 H), dan di Mesir muncul Abdullah
ibn Wahhab (125-197 H). Adapun kitab-kitab hadis yang telah
dibukukan dan dikumpulkan pada abad ke
Nama-nama tersebut adalah ahli hadis dua cukup banyak jumlahnya, namun yang
yang membukukan hadis pada abad ke dua mashur di kalangan ahli hadis hanya
hijriah, kemudian mereka mengembangkan beberapa, yaitu:
pengajaran hadis di kota-kota dimana mereka
1. Al-Muwattha’, karangan Imam Malik
berdiam diri, dan tempat itulah yang kemu-dian
ibn Anas (95-179 H)
menjadi pusat-pusat pengembangan kajian
2. Al-Maghazi wa al-Siyar, karangan
hadis. Pembukuan hadis terus berlanjut hingga
Muhammad ibn Ishaq (150 H)
akhir pemerintahan Bani Umayyah, namun
3. Al-Jami’, karangan Abd al-Razak al-
keadaan semakin sempurna ketika Bani Abbas
san’ani (211 H)
datang sekitar pertengahan abad ke dua.
4. Al-Mushannaf, karangan Syu’bah ibn
Dengan munculnya kembali Imam Malik
Hajjaj (160 H)
dengan al-Muwatha’ nya, Imam Syafi’i

44 46
Fatihunnada, Hadis dan Sirah dalam Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu
Literatur Sejarawan Nusantara, Jurnal Living Hadis, Hadis,57
Volume 1, Nomor 2, (Oktober 2016), 386 47
Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu
45
Muhammad Mudzakir, Ulumul Hadis, Hadis, 59
(Bandung: Pustaka Setia, 1998), 32 48
Hasbi ash-shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Hadis, 57
Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166 163

5. Al-Mushannaf, karang Sufyan ibn adalah al-Jarir Amir al-Sya’bi, beliau menyu-
Uyainah (198 H) sun kitab hadis khusus tentang talak. Kemu-
6. Al-Mushannaf, karangan al-Lais ibn dian diteruskan oleh Abdullah ibn Musa al-
Sa’ad (175 H) Abasy al-Kufi, Musaddad al-Basry, Asad ibn
7. Al-Mushannaf, karangan al-Auza’i Musa dan Na’im ibn Hammad al-Khaza’i.
(150 H) Pada abad ketiga ini muncul berbagai kitab
8. Al-Mushannaf, karangan al-Humaidi hadis, maka diadakan kritik terhadap matan
(219 H) dan sanad hadis serta jarh wa ta’dil dalam
9. Al-Maghazi al-Nabawuyyah, suatu hadis. Usaha ini kemudian dikenal
karangan Muhammad ibn Wagid al- dengan istilah pen-tashih-an dan penyaringan
Aslami (130-207 H) hadis dengan kriteria tertentu, sebagaimana
10. Al-Musnad, karangan Abu Hanifah yang dilakukan oleh al-Bukhari dan beberapa
(150 H) orang muridnya, sehingga hadis yang dipro-
11. Al-Musnad, karangan Zaid ibn Ali duksi termasuk hadis yang berskala nilainya.
12. Al-Musnad, karangan Imam al-Safi’i Al-Siba’i menyatakan bahwa setelah masa al-
(204 H) Bukhari kegiatan pembukuan dan pengum-
13. Mukhtalif al-Hadis, karangan Imam pulan hadis terhenti. Yang berkembang
al-Syafi’i (204 H).
49 hanya tradisi penyempurnaan dan
51
Setelah sepeninggalan para tabi’in, pengembangan hadis.
yaitu pada permulaan abad ke III hijriah, para Adapun kitab-kitab yang disusun dan
ulama mulai berusaha menyusun kitab-kitab dibukukan pada abad ke III H, yang terkenal
musnad yang memuat hadis Nabi dan memi- yaitu:
sahkannya dari perkataan sahabat dan fatwa
tabi’in. Penyusun kitabnya adalah Abu Daud 1. Al-Jami’ al-Shahih, karya Imam al-
al-Tayalisi (202 H). Kitab yang sejenis dan Bukhari (256 H)
paling memadai adalah adalah Musnad Imam 2. Al-Jami’ al-Shahih, karya Imam
Ahmad ibn Hanbal, meskipun Imam Ahmad Muslim (261 H)
hidup pada masa sesudahnya. Walaupun su- 3. Al-Sunan, karya Ibn Majah (273 H)
dah dipisahkan dari perkataan sahabat dan 4. Al-Sunan, karya Abu Daud (275 H)
fatwa tabi’in, hadis dalam kitab musnad 5. Al-Sunan, karya al-Tirmidzi
masih bercampur antara hadis yang shahih 6. Al-Sunan, karya al-Nasa’i (303 H)
dan yang tidak shahih. Oleh karena itu pada 7. Al-Musnad, karya Ahmad ibn Hanbal
masa pertengahan abad ke III H disusunlah 8. Al-Musnad, karya al-Darimi
kitab yang didalamnya benar-benar termuat 9. Al-Musnad, karya Abu Daud al-
hadis yang shahih, misalnya Shahih Bukhari, 52
Tayalisi.
Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Dengan usaha para ulama besar abad
Abu Daud, Sunan Ibn Madjah, dan Sunan al- ke tiga, tersusunlah tiga macam kitab hadis,
50 53
Nasa’i. Orang yang pertama menulis dan yaitu: kitab-kitab Shahih, kitab-kitab
mengumpulkan hadis dalam satu bab tertentu 54
Sunan serta kitab-kitab Musnad.
55

49
Hasbi ash-shiddieqy, Sejarah dan 53 Kitab-kitab Shahih adalah kitab yang
Pengantar Hadis, 83 disusun dengan memasukkan hadis-hadis yang
50
Masturi Ilham, Sistematika Kodifikasi dipandang shahih saja.
Hadis Nabi dari Tinjauan Sejarah, ADDIN: Media 54 Kitab-kitab Sunan adalah kitab yang
Dialektika Ilmu Islam, Volume 7, Nomor 2, (Agustus disusun dengan memasukkan hadis yang dipandang
2013), 287 (diakses pada 02 Mei 2019) shahih, juga hadis dhaif selain munkar termuat
51
Agus Sholahudin, Ulumul Hadis, (Bandung: didalamnya, dan kebanyakan diterangkan
Pustaka Setia, 2008), 45 kedhaifannya oleh penulis.
52 55
Ahmad Hasyimi, Sejarah Kebudayaan Kitab-kitab Musnad adalah kitab yang
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 268 memuat sederetan hadis-hadis yang diterima, tanpa
menyaring dan menerangkan derajat-derajat hadis,
karena dipandang cakap dibidangnya.
164 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

Sedangkan abad IV-VI merupakan E. KESIMPULAN


masa pemeliharaan, penertiban, penambahan,
Hadis merupakan ucapan, perbuatan
dan penghimpunan (ashr al-tahdzib wa al-
atau penetapan yang dinisbatkan kepada
tartib wa al-istidrak wa al-jam’u). Dengan
Nabi, segala sesuatu yang ada pada Nabi
karakteristik penulisan hadis berbentuk
Muhammad SAW. Sejarah perkembangan
Mu’jam (Ensiklopedi), Shahih (himpunan
hadis mengalami lima periode, yaitu:
Shahih saja), mustadrak (susulan shahih),
Sunan al-Jam’u (gabungan antara dua atau No Periode Perkem Karak Model
beberapa kitab hadis), ikhtishar (resume), bangan teristik Buku
istikhraj dan syarah (ulasan). Pada masa Penulisan
berikutnya, yakni abad ke VII-VIII H dan
berikutnya disebut dengan masa peng- 1 Masa Nabi Larangan Hadis Catatan
himpunan dan pembukuan hadis secara sis- Muhammad penulisan dihafal di pribadi
56 SAW (Nahyu al- luar kepala bentuk
tematik (al-Jam’u wa at-Tanzhim). Setelah Kitabah) shahifah
pemerintahan Abbasiyyah jatuh ke bangsa (lembaran)
Tartar pada tahun 656 H, maka pusat
pemerintahan pindah dari Baghdad ke Cairo, 2 Masa Penyederhan Disertai Catatan
Mesir dan India. Pada masa ini banyak kepala Khulafa’ al- aan sumpah dan pribadi
pemerintahan yang berkecimpung dalam bid- Rasyidin periwayatan saksi pada dalam
ang ilmu hadis, seperti al-Barquq. Di samping (Taqlil ar- masa bentuk
Riwayat) Khulafa’ shahifah
itu ada juga usaha dari ulama India dalam
al-Rasyidin (lembaran)
mengembangkan kitab-kitab hadis. Di antara-
nya Ulumul Hadis karangan al-Hakim. Demi- 3 Masa Penghimpun Bercampur Shahifah,
kian perkembangan penulisan dan peng- Tabi’in an hadis (al- antara hadis mushannaf,
kodifikasian hadis sampai abad 12 H. Mulai Jam’u wa al- Nabi dan Muwatha’,
abad terakhir ini sampai sekarang dapat Tadwin) fatwa musnad,
sahabat dan jami’
dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari
serta aqwal
para ulama dalam bidang hadis, kecuali hanya sahabat
membaca, memahami, takhrij, dan mem-
berikan syarah hadis-hadis yang telah terhim-
4 Masa Tabi’ Kejayaan Filterisasi Musnad,
57
pun sebelumnya. al-tabi’in kodifikasi dan Jami’, dan
hadis (Azha’ klasifikasi Sunan
Al-Ushur (Ashr al-
Sunnah) Jami’ wa
at-Tashhih)

5 Masa Penghimpun Bereferensi Mu’jam,


setelah an dan (Muraja’ah Mustadrak,
Tabi’ al- penertiban ) pada Mustakhraj
Tabi’in secara buku-buku , Istikhsar,
(abad II- sistematik sebelumny dan Syarah
seterusnya) (al-Jam’u a tetapi
wa at-Tartib lebih
wa at- sistematik
Tanzhim)

56 57
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,61 Abdul Majid Khon, 63
Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166 165

DAFTAR PUSTAKA Isnaeni, Ahmad, Historisitas Hadis dalam


Abd al-Majid, Al-Hasani Hasyim, Ushul al- Kacamata M. Mustafa Azami, QUHAS:
Hadis al-Nabawi, Kairo: al-Hadisah li Jurnal of Qur’an and Hadith Studies,
al Thaba’ah, t.t Volume 3, Nomor 1, 2014

Abu Syahbah, Muhammad ibn Muhammad, ‘Itr, Nuruddin, Manhaj an-Naqd Fii Uluum
al-Wasit fi Ulum wa Mustalah al- al-Hadis, Damaskus: Dar al-Fikr,t.t
Hadis, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, t.t Majid, Abdul Khon, Ulumul Hadis, Jakarta:
Abu Zahwi, Muhammad, al-Hadis wa al- Amzah, 2008
Muhaddisun al-Inayah al-Ummah al- Mudzakir, Muhammad, Ulumul Hadis,
Islamiyah bi al-sunnah bi al- Bandung: Pustaka Setia, 1998
Muhammadiyyah, Mesir: Dar al-Fikr
Muhammad, muhammad Abu Zahwi, al-
al-Arabi, t.t
Hadis wa Muhaddisin, Mesir: Dar al-
Agus, M. Sholihin dan Agus Suyadi, Ulumul fikr al-Arabi, t.t
Hadis, Bandung, Pustaka Setia, 2013
Mustafa, Muhammad Azami, Studies In
Ajjaj, Muhammad al-Khatib, as-Sunnah qabl Hadith Methodology and Literature,
at-Tadwin, Kairo:Maktabah Wahbah, Indiana: American Trust Publications,
1963 1977
Alamsyah, Pemalsuan Hadis dan Upaya
Mengatasinya, al-Hikmah: Jurnal Musthafa, M. Azamiy, Dirasat fi al-Hadi al-
UIN Alauddin, Volume 14, Nomor 2, Nabawi wa Tarikh Tadwinih, yang
2013 diterjemahkan oleh Ali Mustafa
Alfatih, Muhammad Suryadilaga, Ulumul Ya’qub dengan judul Hadis Nabawi
Hadis, Yogyakarta: Kalimedia, 2015 dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2006
Ali, K., A Study of Islamic History, Delhi:
Idarah al-Adabiyat Delhi, 1980 Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadis, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1996
As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu
Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009 Sholahudin, Agus, Ulumul Hadis, Bandung:
Pustaka Setia, 2008
Dawud, Abu Sulaiman ibn al-Asy’ ats al-
Sajistani, Sunan Abu Dawud, Beirut: Smeer, Zeid B., Ulumul Hadis: Pengantar
Dar al-Fikr, t.t, juz III, Studi Hadis Praktis, Malang: Malang
Press, 2008
Fatihunnada, Hadis dan Sirah dalam Literatur
Sejarawan Nusantara, Jurnal Living Sulaiman, Noor, Antologi Ilmu Hadis, Jakarta:
Hadis, Volume 1, Nomor 2, 2016 Gaung Persada Press, 2009
Hasbi, T.M. Ash-Shiddieqy, Sejarah Suparta, Munzir, Ilmu Hadis, Jakarta:
Perkembangan Hadis, Jakarta: Bulan Rajawali Press, 2010
Bintang, 1988) Suryani, Khotimah, Metode Pembelajaran
Hasyimi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, dalam Perspektif Hadis Nabi, Dar el-
Jakarta: Bulan Bintang, 1993 Ilmi: Jurnal Studi Keagamaan,
Pendidikan, dan Humaniora, Volume.
Idris, Studi Hadis, Jakarta: Kencana, 2010 5, Nomor. 2, 2018
Ilham, Masturi, Sistematika Kodifikasi Hadis Syuhudi, M. Ismail, Pengantar Ilmu Hadis,
Nabi dari Tinjauan Sejarah, ADDIN: Bandung: Angkasa, 1994
Media Dialektika Ilmu Islam, Volume
7, Nomor 2, 2013 Syuhudi, M. Ismail, metodologi Penelitian
Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang,
1992
166 Leni Andariati / Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 4, 2 (Maret 2020):153-166

Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis: Studi


Kompleksitas Hadis Nabi,
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997
Wensinck, A.J., al-Mu’jam al-Mufahras li
Alfazh al-Hadis al-Nabawi VI, Leiden:
E.J. Brill, 1936
Zain, Lukman, Sejarah Hadis pada Masa
Permulaan dan Penghimpunannya,
Jurnal Driya al-Afkar, Volume 2,
Nomor 01, 2014

You might also like