You are on page 1of 13

PENGERTIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH

PERTUMBUHANNYA

Syahrul Gufron
Fakultas Ushuluddin dan Adab
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Syahrulgufron424@gmail.com

Abstract

The tradition of writing hadiths has occurred from the time of the Prophet SAW. The
companions received the hadith from the Prophet and then recorded what the Prophet had
said. However, the number of friends who could write was still very few, so that the material
of the hadiths recorded was limited. Besides that, the attention of the friends who still relied
on the maintenance of the Qur'an, made the hadith records only spread to the sahifah of
friends. The method of narrators in obtaining and conveying hadith experiences the
difference between the time of the Prophet and the time of Khulafa 'al-Rashidin. Likewise,
the narration of hadith during the time of the companions was not the same as the narration of
hadith in the period after that. This causes many differences in the theme of the hadiths, but
it is the same in showing the meaning of the other traditions. Thematic hadith or hadith
maudu'i can also be said. It is a hadith that deals with one topic or purpose. The thematic
approach in understanding this hadith is aimed at understanding the meaning contained in the
hadith by studying other traditions related to the discussion of the same hadith in one theme
and paying attention to the differences between the two so that a complete understanding is
obtained. Therefore, the aim of this researcher is to find out the history and development of
thematic traditions from time to time.

Key word: Thematic, Hadith, Khulafa ar-Rasyidin, codification

Abstrak

Tradisi penulisan hadis telah terjadi dari masa Nabi SAW. Para sahabat menerima hadis dari
Nabi kemudian mencatat apa yang telah dikatakan oleh Nabi. Namun jumlah sahabat yang
bisa menulis masih sangatlah sedikit, sehingga materi hadis yang tercatat pun terbatas. Selain
itu juga perhatian para sahabat yang masih bertumpu pada pemeliharaan al-Qur’an,
menjadikan catatan hadis hanya tersebar pada sahifah sahabat. Cara periwayat dalam
memperoleh dan menyampaikan hadis mengalami perbedaan antara masa Nabi dengan masa
Khulafa’ al-Rasyidin. Begitu juga periwayatan hadis pada masa sahabat tidak sama dengan
periwayatan hadis pada masa sesudahnya. Hal ini menyebabkan banyaknya perbedaan-
perbedaan dalam tema hadis, akan tetapi sama dalam menunjukan maksud dari hadis-hadis
lainnya. Hadis tematik atau juga bisa dikatakan hadis maudu’i. Ialah hadis yang berkaitan
dengan satu topik pembahasan atau satu tujuan. Pendekatan tematik dalam pemahaman hadis
ini ialah bertujuan untuk memahami maksud yang terkandung dalam hadis dengan cara
mempelajari hadis-hadis lain yang terkait dalam pembahasan hadis yang sama dalam satu
tema dan memperhatikan perbedaan diantara keduanya sehingga diperoleh pemahaman yang
utuh. Oleh karena itu, tujuan peneliti ini untuk mengetahui sejarah serta perkembangan hadis-
hadis tematik dari masa ke masa.

kata kunci: Tematik, Hadis, Khulafa ar-Rasyidin, kodifikasi

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 1


Pendahuluan

Hadis menurut pengertian bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu “jadid” (sesuatu
yang baru) lawan kata dari “qadiim” (sesuatu yang lama). “qarib” (dekat) lawan kata dari
“ba’id” (jauh), dan “khabar” (berita) yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan hadis menurut istilah, ada perbedaan pendapat antara ahli Hadis dan Ahli
Ushul. Menurut ahli Hadis ialah “seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi
Muhammad SAW. sedangkan menurut yang lainnya ialah segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi, baik yang berupa perkataan, perbatan, maupun ketetapannya”.
Sedangkan ahli Ushul, definisi hadis ialah “semua perkataan, perbuatan, taqrir Nabi
Muhammad SAW. yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.1
Dalam sejarah penghimpunan dan kodifikasi hadis mengalami perkembangan yang
agak lamban dan bertahap dibandingkan perkembangan kodifikasi Al-Qur’an. Hal ini wajar
saja karena Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. sudah tercatat seluruhnya,
sekalipun sangat sederhana, dan mulai dibukukan pada masa Abu Bakar, Khalifah pertama
dari Khulafa’ ar-Rasyidiin sekalipun dalam penyempurnaannya dilakukan pada masa Utsman
bin ‘Affan yang disebut dengan tulisan Utsmani. Sedangkan penulisan hadis pada masa Nabi
secara umum justru malah dilarang. Masa pembukuannya pun terlambat sampai pada masa
abad ke-2 hijriyah dan mengalami kejayaan pada abad ke-3 hijriyah.2
Berbagai kalangan menempatkan hadis sebagai objek kajian ilmu-ilmu modern
sekalipun selama ini ilmu hadis dinilai sudah matang. Dalam hal ini, penulis mengambil
perhatian pada sejarah perkembangan hadis dari Masa sahabat Rasulullah SAW. hingga era
modern saat ini.

Definsi Hadis Tematik

Hadis Tematik atau dalam bahasa arab yaitu “Maudu’i”. Secara bahasa berasal dari
kata “maudu’un” (‫ )موضوع‬yang merupaka isim maf’ul dari kata wada’a yang berarti masalah
atau pokok permasalahan.dan secara etimologi, kata “maudu’i” berarti meletakkan sesuatu
atau merendahkannya, sehingga kata tersebut merupakan lawan kata dari “al-Raf’u”
(mengangkat). Maka, yang di maksud tematik atau maudu’i ialah mengumpulkan hadis-hadis
yang terpecah-pecah dalam kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik tertentu kemudian

1
Nur Kholis, Kuliah Ulumul Hadis: pengantar Studi Hadith, (Yogyakarta: Semesta Ilmu, 2013) cet. 1, hlm. 1-3.
2
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) cet.1, hlm. 46

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 2


disusun dengan sebab-sebab munculnya atau dan pemahamannya dengan penjelasan dan
pengkajian dalam masalah tertentu.
metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode tafsir tematik (al-tafsir al-
maudhu’i) yaitu salah satu cara yang digunakan untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an. hanya
saja dalam metode hadis tematik seseorang harus menyeleksi kualitas hadis terlebih dahulu
apakah ia hadis shahih atau tidak. Sedangkan dalam metode tafsir tematik hal itu tidak
diperlukan karena al-Quran sudah pasti kebenarannya. Metode ini perlu dilakukan karena
mengingat Nabi Muhammad terkadang menyampaikan perkataannya kepada beberapa orang
sahabat yang tidak disampaikan kepada sahabat yang lain, terkadang pula sebuah hadis dalam
riwayat yang satu (jalur sanad) berbeda dengan riwayat yang kedua. Begitu pula terdapat
banyak riwayat hadis yang kadang-kadang disampaikan secara ringkas sedangkan dalam satu
riwayat sedangkan dalam riwayat yang lain disampaikan dengan panjang lebar padahal ia
satu tema.
Imam Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) pernah menjelaskan, “sebagian perawi hadis
ada yang meringkas hadis. Oleh karennya, setiap orang yang berbicara tentang hadis maka
hendaklah baginya untuk mengumpulkan seluruh jalur periwayatannya (sanad) kemudian
mengumpulkan lafaz-lafaz matannya, jika sanad-sanad hadis tersebut dapat dipertanggung
jawabkan keshahihannya, maka ia kemudian menjelaskannya bahwa itu sebenarnya adalah
satu hadis yang sama. Karena pada dasarnya yang lebih berhak untuk menjelaskan maksud
sebuah hadis adalah hadis itu sendiri”.
Selain itu di dalam hadis nabi banyak ditemukan redaksi yang bersifat umum
sedangkan dalam riwayat yang lain dengan topik yang sama bersifat khusus. Maka dalam
kasus seperti ini hadis yang bersifat umum tersebut harus dipahami secara khusus. Sama
halnya ketika terdapat hadis dengan redaksi yang bersifat muthlaq (pengertian
luas), muqayyad (pengertian terbatas), mujmal (global), mubayyin (penjelas) pada topik
hadis yang sama.3

Hadis pada masa Nabi Muhammad SAW


Hadis yang disampaikan Nabi kepada para sahabat melalui beberapa cara, menurut
Muhammad Mustafa Azami ada tiga cara, yaitu:
Pertama, menyampaikan hadis dengan kata-kata. Rasul banyak mengadakan
pengajaran-pengajaran kepada sahabat, dan bahkan dalam rangka untuk memudahkan

3
https://bincangsyariah.com/kalam/cara-memahami-hadis-menggunakan-metode-hadis-tematik

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 3


pemahaman dan daya ingat para sahabat, Nabi mengulang-ulang perkataannya sampai tiga
kali.
Kedua, menyampaikan hadis melalui media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada
sahabat yang pandai menulis. Hal ini menyangkut seluruh surat Nabi yang ditujukan kepada
para raja, penguasa, gubernur-gubernur muslim. Beberapa surat tersebut berisi tentang
ketetapan hukum Islam, seperti ketentuan tentang zakat dan tata cara peribadatan.
Ketiga, menyampaikan hadis dengan mempraktek secara langsung di depan para
sahabat, misalnya ketika beliau mengajarkan cara berwudhu, shalat, puasa, menunaikan
ibadah haji dan sebagainya.4
Pada masa Nabi SAW, hadis tidak ditulis secara resmi sebagaimana al-Qur’an, hal ini
dikarenakan adanya larangan dari Nabi. Larangan menulis hadis dari Rasul sendiri
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫سعِي ٍد‬َ ‫ َعنْ أَ ِبي‬،‫ار‬ َ ‫ َعنْ َع َطاءِ ْب ِن َي‬،‫ َعنْ َز ْي ِد ْب ِن أَ ْسلَ َم‬،‫ َحدَّ َث َنا َه َّما ٌم‬،‫ِي‬
ٍ ‫س‬ ُّ ‫اب ْبنُ َخالِ ٍد األَ ْزد‬ ُ َّ‫َحدَّ َث َنا هَد‬
َ ‫سول َ هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم َقال‬ ُ ‫ أَنَّ َر‬،‫ي‬ ِّ ‫ا ْل ُخدْ ِر‬ 
"َ ‫ َقال‬- ‫آن َف ْل َي ْم ُح ُه َو َحدِّ ُثوا َع ِّني َوالَ َح َر َج َو َمنْ َك َذ َب َعلَ َّى‬
ِ ‫الَ َت ْك ُت ُبوا َع ِّني َو َمنْ َك َت َب َع ِّني َغ ْي َر ا ْلقُ ْر‬
" ‫ار‬ ِ ‫ ُم َت َع ِّمدًا َف ْل َي َت َب َّو ْأ َم ْق َعدَ هُ مِنَ ال َّن‬- َ ‫َه َّما ٌم أَ ْحسِ ُب ُه َقال‬
 
Diceritakan dari Haddab bin Kholid al-Zurdiyi, di ceritakan Hammam, dari Zaid bin
Aslam, dari ‘Atho’ bin Yasar, dari Abi Sa’id Al-Khudriy, sesungguhnya Rasulullah SAW.
bersabda: “Jangan mengambil apapun dariku, dan dia yang menurunkan apapun dariku
kecuali Alquran, dia harus menghapus itu dan meriwayatkan dariku, karena tidak ada
salahnya di dalamnya dan dia yang mengaitkan kepalsuan apa pun denganku - dan
Hammam berkata : Saya pikir dia juga berkata: "dengan sengaja" -dia sebenarnya harus
menemukan tempat tinggalnya di Neraka-Api”.5(H.R. Muslim).
Pelarangan Nabi dalam penulisan hadis tersebut secara implisit menunjukkan adanya
kekhawatiran dari Nabi apabila hadis yang ditulis akan bercampur baur dengan catatan ayat-
ayat al-Qur’an. Meskipun demikian, ada juga riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa pada
masa Rasul ada sebagian sahabat yang memiliki lembaran-lembaran (sahifah) yang berisi
tentang catatan hadis, misalnya Abdullah ibn Amr ibn al-Ash dengan lembarannya yang
diberi nama alSahifah al-Shadiqah, dinamakan demikian karena ia menulis secara langsung
dari Rasulullah sendiri, sehingga periwayatannya di percaya kebenarannya.

4
Muhammad Mustafa Azami, Studies In Hadith Methodology and Literature, (Indiana: American Trust
Publications, 1977), hlm.10
5
https://sunnah.com/muslim/55/92

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 4


Namun di akhir hayatnya Rasulullah mengizinkan penulisan hadits seperti yang
diriwayatkan, dari Abdullah bin bin Amr bin ‘Ash, be diriwayatkan, liau mengatakan.

ِ ‫ َع ِن ا ْل َولِي ِد ْب ِن َع ْب ِد هَّللا‬،‫س‬ ِ ‫ َعنْ ُع َب ْي ِد هَّللا ِ ْب ِن األَ ْخ َن‬،‫ش ْي َب َة َقاالَ َح َّد َث َنا َي ْح َيى‬ َ ‫ َوأَ ُبو َب ْك ِر ْبنُ أَ ِبي‬،ٌ‫س َّدد‬
َ ‫َح َّد َث َنا ُم‬
ْ‫ش ْى ٍء أَ ْس َم ُع ُه مِن‬ َ َّ ‫ب ُك ل‬ُ ‫ت أَ ْك ُت‬ ُ ‫ َق ال َ ُك ْن‬،‫ َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو‬،‫ف ْب ِن َما َه َك‬ َ ‫وس‬ ُ ‫ َعنْ ُي‬،ٍ‫ْب ِن أَبِي ُمغِيث‬
ِ ‫س ول ُ هَّللا‬ ُ ‫ش ْى ٍء َت ْس َم ُع ُه َو َر‬ َ َّ ‫ب ُك ل‬ ُ ‫ش َو َقالُوا أَ َت ْك ُت‬ ٌ ‫ول هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم أ ُ ِري ُد ِح ْف َظ ُه َف َن َه ْتنِي قُ َر ْي‬ ِ ‫س‬ ُ ‫َر‬
‫ول هَّللا ِ ص لى‬ ِ ‫س‬ ُ ‫ت َذلِ َك ل َِر‬ ُ ‫ب َف َذ َك ْر‬ ِ ‫ت َع ِن ا ْل ِك َتا‬ ُ ‫س ْك‬َ ‫ضا َفأ َ ْم‬
َ ‫الر‬
ِّ ‫ب َو‬ ِ ‫ض‬ َ ‫ش ٌر َي َت َكلَّ ُم فِي ا ْل َغ‬َ ‫صلى هللا عليه وسلم َب‬
‫ج ِم ْن ُه إِالَّ َح ٌّق‬ ُ ‫ص ُب ِع ِه إِلَى فِي ِه َف َق ال َ " ا ْك ُت ْب َف َوالَّذِي َن ْف ِس ي ِب َي ِد ِه َم ا َي ْخ ُر‬ ْ ُ ‫"هللا علي ه وس لم َفأ َ ْو َم أ َ ِبأ‬

“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah karena aku ingin
menghafalnya. Kemudian orang orang Quraisy melarangku, mereka berkata, “Engkau
menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah? Dan Rasulullah adalah seorang manusia,
kadang berbicara karena marah, kadang berbicara dalam keadaan lapang”. Mulai dari sejak
itu akupun tidak menulis lagi, sampai aku bertemu dengan Rasulullah dan mengadukan
masalah ini, kemudian beliau bersabda sambil menunjukkan jarinya ke mulutnya, “ tulislah!
Demi yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah keluar dari mulutku ini kecuali kebenaran ”.
(HR. Adu Dawud, Ahmad, Al Hakim). 6
Dari sini dapat dilihat bahwa ada dua riwayat yang berbeda, satu riwayat menyatakan
bahwa Nabi melarang penulisan hadis dan di riwayat lain menyatakan bahwa Rasul
mengizinkannya. Dalam memandang hal ini, para ulama berbeda pendapat, dan secara garis
besar terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa riwayat yang melarang
penulisan hadis dinasakh oleh riwayat yang mengizinkannya. Menurut mereka, pelarangan
penulisan hadis oleh Nabi terjadi pada awal-awal Islam, karena dikhawatirkan adanya
percampuran antara hadis dan ayat al-Qur’an, jadi hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga
kemurnian ayat al-Qur’an.7

Hadis pada masa Khulaf al-Rasyidin


Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa Khulafa’ Rasyidin (Abu
Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung
sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini disebut dengan masa sahabat besar. 8
Pengertian sahabat menurut istilah ilmu hadis yang disepakati oleh mayoritas ulama hadis,
adalah orang Islam yang pernah bergaul atau melihat Nabi dan meninggal dalam keadaan
beragama Islam. Keterlibatan sahabat Nabi dalam proses diterimanya hadis adalah sebuah

6
https://sunnah.com/abudawud/26/6
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008), cet. 1, hlm. 45
8
M. Agus Sholihin. Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung, Pustaka Setia, 2013), hlm.59

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 5


keniscayaan. Baik hadis yang diriwayatkan secara lisan maupun tulisan, kesemuanya itu
melalui informasi yang disampaikan para sahabat dari Nabi SAW. Melalui informasi yang
disampaikan para sahabat itu, materi (matan) hadis yang diterima secara berantai dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Tanpa kehadiran sahabat, maka mustahil pesan-pesan Nabi
akan sampai kepada generasi selanjutnya.
Pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan
penyebaran al-Qur’an, maka periwayatan hadis belum begitu berkembang dan masih ada
pembatasan dalam periwayatan. Oleh karena itu para ulama menganggap masa ini sebagai
masa pembatasan periwayatan.9
Pembatasan penyederhanaan hadis, yang di tunjukkan oleh para sahabat dengan sikap
kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad
SAW. yaitu:
1. Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis
seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan apabila mereka
hafal benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW.
2. Periwayatan Maknawi adalah hadis yang matannya tidak persis sama dengan yang di
dengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara
utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. tanpa ada peruubahan
sedikitpun.10
Dengan demikian, para Sahabat Nabi Muhammad SAW. sangat kritis dan hati-hati
dalam periwayatan hadis. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa mereka sangat peduli tentang
kebenaran dalam periwayatan hadis, di antaranya:
1. Para Sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu riwayat. Ini
dikarenakan meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW. merupakan hal penting,
sebagai wujud kewajiban taat kepadanya.
2. Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat maupun isi
riwayat itu sendiri.
3. Para Sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar as-Shiddiq, mengharuskan adanya
saksi dalam periwayatan hadis.
4. Para Sahabat, sebagaimana dipelopori Ali ibn Abi Thalib, meminta sumpah dari
periwayatan hadis.
5. Para sahabat menerima riwayat dari satu orang terpercaya.

9
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 79
10
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm. 83-84

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 6


6. Di antara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis tanpa pengecekan
terlebih dahulu apakah benar dari Nabi atau perkataan orang lain dikarenakan mereka
memiliki agama yang kuat sehingga tidak mungkin berdusta.11

Masa Kodifikasi Hadis


Kata “kodifikasi” dalam bahasa Arab dikenal dengan “al-tadwin” yang berarti
mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan
hadis Nabi Muhammad SAW. secara resmi berdasar perintah khalifah dengan melibatkan
beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara perseorangan
atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, kodifikasi hadis adalah penghimpunan,
penulisan dan pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari Khalifah, bukan dilakukan atas
inisiatif sendiri. Tujuannya untuk menjaga hadis Nabi Muhammad SAW. dari kepunahan dan
kehilangan baik karena banyaknya periwayat penghafal hadis yang meninggal maupun
karena adanya hadis palsu yang dapat mengacau balaukan keberadaan hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW.12

Kodifikaasi Hadis Abad II Hijriyah


1. Tokoh-tokoh Hadis di abad ke-2 Hiriyah
Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur ialah Malik, Yahya ibn Said al-Qaththan,
Waki’ ibn al-Jarrah, Sufyan ats-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu’bah ibn Hajjaj, Abd ar-
Rahman ibn Mahdy, al-Auza’y, al-Laits, abu Hanifah, asy-Syafi’i.
2. Kitab-kitab hadis yang terkenal dalam abad ke-2 Hijriyah
Adapun kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal dikalangan ahli Hadis
ialah:
a. Al-Muwaththa’ susunan Imam Malik (95-179 H)
b. Al-Maghazi wa as-Syiar susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
c. Al-Jami’ susunan Abd Al-Razzaq ash-Shan’any (211 H)
d. Al-Mushannaf susunan Syu’bah ibn Hajjaj (160 H)
e. Al-Mushannaf susunan Sufyan ibn Uyainah (198 H)
f. Al-Mushannaf susunan al-Laits ibn Sa’ad (175 H)
g. Al-Mushannaf susunan Al-Auza’y (150 H)
h. Al-Mushannaf susunan al-Humaidy (219 H)

11
Idri, studi hadis, (Jakarta: Kencana, 2010) cet.1, hlm. 40-41
12
Idri, studi hadis, (Jakarta: Kencana, 2010) cet.1, hlm. 93

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 7


i. Al-Maghazi an-Nabawiyah susunan Muhammad ibn Waqid al-Aslamy (130-207
H)
j. Al-Musnad susunan Abu Hanfah (150 H)
k. Al-Musnad susunan Zaid Ibn ‘Ali
l. Al-Musnad susunan Imam asy-Syafi’i13

Kodifikasi Hadis Abad III Hijriyah


Abad ke-3 hijriyah merupakan puncak usaha pembukuan hadis. Ulama hadis yang
muncul pada abad ini di gelari “Muqaddimin”, yang mengumpulkan hadis dengan semata-
mata berpegang pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri dengan menemui para
penghafalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru Negara Arab, Persia, dan lain-lain.
1. Tokoh-tokoh hadis abad ke-3 hijriyah
Di antara tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini ialah Ali Ibn al-Madiny, Abu
Hatim ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir ath-Thabary, Muhanmad Ibn Sa'ad, Ishaq Ibn
Rahawaih, Ahmad, Al-Bukhary, Muslim, An-Nasa'y, Abu Daud, Ibnu Madjah, Ibnu
Qutaibah, Ad-Daimury.
2. Kitab-kitab yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di antaranya:
a. Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy
b. Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
c. Al-Musnad, susunan Abu Daud ath- Thayalisy (kitab ini dikumpulkan oleh para
penghafal hadis berdasar kepada riwayat Yunus Ibn Habib dari Ath-Thayalisy)
d. Al-Musnad, susunan Nu'aim Ibn Hammad.
e. Al-Musnad susunan Abu Ya’la al-Maushily.
f. Al-Musnad, susunan Al-Humaidy.
g. Al-Musnad, susunan Ali al-Madiny.
h. Al-Musnad, susunan Abed Ibn Humaid.
i. Al-Musnad al-Mu’allal, susunan Al-Bazzar.
j. Al-Musnad, susunan Baqy lbn Makhlad (201-296 H). musnad ini paling luas
isinya daripada musnad-musnad yanng lain.
k. Al-Musnad, susunan Ibnu Rahawaih (237 H).
l. Al-Musnad, susunan Ahmad Ibn Hanbal.
m. Al-Musnad, susunan Muhammad Ibn Nashr al-Marwazy.

13
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2009) hlm. 55-58

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 8


n. Al-Musnad, susunan Abu Bakar lbn Abi Syaibah (235 H).
o. Al-Musnad, susunan Abu al- Qasim al- Baghawy (214 H).
p. Al-Musnad, susunan Utsman Ibn Abi Syaibah (293 H).
q. Al-Musnad, susunan Abu al-Husain Ibn Muhan mad al-Masarkhasy (298 H).
Dalam nusnad ini dikumpulkan seluruh hadis Az-Zuhry.
r. Al-Musnad, susunan Ad-Darimy. Musnad ini disusun menurut bab demi bab.
Seharusnya digolongkan ke dalam mushannaf. Dinamakan musnad karena hadis
yang diriwayatkannya secara musnad. Al-Bukhary pun menamai kitabnya dengan
Al-Musnad ash-Shahih.
s. Al-Musnad, susunan Said Ibn Manshur.
t. Al-Musnad, susunan Al- Imam Ibn Jabir.

Maka dengan usaha ulama besar abad ke-3, tersusunlah kitab hadis dalam tiga
macam, yaitu:
1. Kitab-kitab shahih ialah kitab-kitab yang penyusunannya tidak memasukkan
kedalamnya, selain hadis-hadis yang shahih saja.
2. Kitab-kitab sunan ialah kitab-kitab yang penulisnya tidak dimasukkan kedalam hadis-
hadis yang munkar dan yang sepertinya.
3. Kitab-katab musnad ialah kitab-litab yang penyusunannya memasukkan kedalamnya
segala rupa hadis-hadis yang diterima, dengan tidak menyaring dan tidak
menerangkan erajat-derajatnya. Oleh karena itu, derajatnya di bawah derajat kitab
sunan.14

Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa disebut Kutub al-Sittah, yaitu:
1. Al-Jami 'al-Shahih karya Imam al- Bukhari (194-252 H).
2. Al-Jami' al-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H).
3. Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261 H).
4. Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
5. Al-Sunan karya al- Nasa ie (215-302 H).
6. Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).15

Kodifikasi Hadis Abad IV-VII H


14
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2009) hlm. 69-70
15
Atang Abd. Hakim. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 92

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 9


Masa ini adalah masa pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan penghimpunan
('ashr al-tahzib wa al-tartib wa al-istidrak wa al-jam 'u) dan berlangsung sekitar dua
setengah abad, yaitu antara abad keempat sampai pertengahan abad ketujuh Masehi, saat
jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke tangan Khulagu Khan tahun 656 H/1258 M. Gerakan ulama
hadis pada masa ini sebenarnya tidak jauh beda dengan gerakan ulama pada masa
sebelumnya.
1. Tokoh-tokoh hadis abad IV-VII hijriyah
Di antara ulama hadits yang terkenal dalam masa ini adalah Sulaiman bin Ahmad al-
Thabari, 'Abd al-Hasan Ali bin Unar bin Ahmad al-Daruquhni, Abu Awanah Ya’kub al-
Safrayani, Ibnu Khuzaimah Muharnmad bin Ishaq, Abu Bakr Ahmad bin Husain Ali al-
Baihaqi, Majuddin al-Harrani, Al-Syaukani, Al-Munziri, Al-Shiddiqi, Muhyiddin Abi
Zakaria al-Nawawi.
2. Kitab-kitab yang tersusun dalam abad IV-VII hijriyah di antaranya:
a. Kitab Syarah ialah kitab hadis yang memperjelas dan mengomentari hadits-
hadits tertentu yang sudah tersusun dalam beberapa kitab hadits sebelumnya.
b. Kitab Mustakhrij ialah kitab hadits yang metode pengumpulan haditsnya
dengan cara mengambil hadits dari ulama tertentu lalu meriwayatkannya
dengan sanad sendiri yang berbeda dari sanad ulama hadits tersebut.
c. Kitab Athraf ialah kitab hadis yang hanya memuat sebagian matan hadits,
tetapi sanadnya ditulis lengkap.
d. Kitab Mustadrak ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang memenuhi
syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau sy'arat salah satu dari keduanya.
e. Kitab Jami ialah kitab yang memuat badits-badits yang telah termuat dalam
kitab-kitab yang telah ada.

Kodifikasi Hadis Abad VII H hingga Sekarang


Masa ini adalah masa persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan ('Ahd al-syarh
wa aljamu'wa al-takhrij wa al-bahts). Ulama pada masa ini mulai mensistemisasi hadits-
hadits menurut kehendak penyusun, memperbarui kitab-kitab mustakhraj dengan cara
membagi hadits menurut kualitasnya.16
1. Tokoh-tokoh hadis abad VII hijriyah hingga sekarang
Di antara ulama hadis yang terkenal dalam masa ini ialah Az-Zahaby (748 H),
Ibnu Sayyid an-Nas (734 H), Ibnu Daqiq al-Ied, Mughlathai (862 H), Al-Asqalany

16
Atang Abd. Hakim. Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 93

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 10


(852 H), Ad-Dimyaty (705 H), Al-Ainy (855 H), As-Sayuthy (911 H), Az-Zarkasy
(794 H), Al-Mizzy (742 H), Al-Ala'y (761 H), Ibnu Katsr (744 H), Az-Zaila'y (762
H), Ibnu Rajab (795 H), Ibnu Mulaqqin (804 H), Al-Bulqiny (805 H), Al-Iragy (806
H), Al-Haitsamy (807 H), Abu Zur ah (806 H).

2. Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad VII hijriyah sampai sekarang
a. Kitab hadits yang disusun dalam abad ke-7 Hijriyah
 Ath-Targhib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim Ibn Abd al-Qawy Ibn
Abdullah al-Mundziry (656 H).
 Al-jami' baina ash-Shahihain, susunan Ahmad Ibn Muhammad al-
Qurthuby, yang ter kenal dengan nama Ibnu Hujah (642 H).
 Muntaqa Al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majduddin Abul Barakab Abd
as-Salam Ibn Abdillah Ibn Abi al-Qasim al-Harrany (652 H).
 Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdil Wahid al-Maqdisy (643 H)
yang mentashih hadis yang belum ditashih oleh ulama sebelumnya.
 Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini telah disyarahkan
oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam kitab Dalil al-Falihin.
 Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh banyak ulama, di
antaranya Ahnad Hijazy al-Faryany dalam kitab Al-Majelis ats-Tsaniyah
‘ala al- Arba’in an-Nawawiyah.
b. Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-8 Hijriyah
 Jami' al-Masanid was-Sunan al-Hadis ila Aqrwami Sanan, susunan Al-
Hafzh Ibnu Katsir.
 Al- Imam fi Ahadis al-Ahkam, susunan Al-Imam Ibnu Daqiq al-Ied (792
H). Kitab ini telah disyarahkan oleh penulisnya dalam kitabnya Al-Imam.
c. Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-10 Hijriyah
 Ith-haf al-Khiyar bi Zawa'id al-Masanid al- 'Asyrah, susunan Muhanmad
Ibn Abu Bakar al-Baghawy (804 H).
 Bulugh Al-Maram, susunan Al-Hafizh Al-Asqalany. Di dalamnya
dikumpulkan sejumlah 1.400 hadis.
 Majma' az-Zawa’id wa Mamba' al- Fawa’id, susunan Al-Hafizh Abu al-
Hasan Ali Ibn Abi Bakr Ibn Sulaiman asy-Syafi'y al-Haitamay (1303 H).

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 11


Di dalamnya dikumpulkan Zawa’id dari musnad-musnad Ahmad, Abu
Ya’la, Al-Bazzar dan mu' jam Ath-Thabrany.17

Kesimpulan
Hadis Tematik atau dalam bahasa arab yaitu “Maudu’i”. Secara bahasa berasal dari
kata “maudu’un” (‫ )موضوع‬yang merupaka isim maf’ul dari kata wada’a yang berarti masalah
atau pokok permasalahan.dan secara etimologi, kata “maudu’i” berarti meletakkan sesuatu
atau merendahkannya, sehingga kata tersebut merupakan lawan kata dari “al-Raf’u”
(mengangkat). Maka, yang di maksud tematik atau maudu’i ialah mengumpulkan hadis-hadis
yang terpecah-pecah dalam kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik tertentu kemudian
disusun dengan sebab-sebab munculnya atau dan pemahamannya dengan penjelasan dan
pengkajian dalam masalah tertentu.
Hadis yang disampaikan Nabi kepada para sahabat melalui beberapa cara, menurut
Muhammad Mustafa Azami ada tiga cara, yaitu:
Pertama, menyampaikan hadis dengan kata-kata. Kedua, menyampaikan hadis
melalui media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada sahabat yang pandai menulis. Ketiga,
menyampaikan hadis dengan mempraktek secara langsung di depan para sahabat.
Pembatasan penyederhanaan hadis, yang di tunjukkan oleh para sahabat dengan sikap
kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad
SAW. yaitu: Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya
persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan apabila mereka
hafal benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW. Periwayatan Maknawi adalah hadis yang
matannya tidak persis sama dengan yang di dengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi
atau maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah
SAW. tanpa ada peruubahan sedikitpun.
Kata “kodifikasi” dalam bahasa Arab dikenal dengan “al-tadwin” yang berarti
mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan
hadis Nabi Muhammad SAW. secara resmi berdasar perintah khalifah dengan melibatkan
beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara perseorangan
atau untuk kepentingan pribadi.

17
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2009) hlm. 88-93.

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 12


Daftar Pustaka
Ash-Shiddieqy. Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2009)
Azami. Muhammad Mustafa, Studies In Hadith Methodology and Literature, (Indiana:
American Trust Publications, 1977)
Hakim. Atang Abdurohman, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012)
Idri, studi hadis, (Jakarta: Kencana, 2010) cet.1
Khon. Abdul Majid, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2008), cet. 1
Kholis. Nur, Kuliah Ulumul Hadis: pengantar Studi Hadith, (Yogyakarta: Semesta Ilmu,
2013) cet. 1,
Sholihin. M. Agus, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung, Pustaka Setia, 2013)
Suparta. Munzier, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Pres, 2010)

https://sunnah.com
https://bincangsyariah.com/kalam/cara-memahami-hadis-menggunakan-metode-hadis-
tematik

PENGETIAN HADIS TEMATIK DAN SEJARAH PERTUMBUHANNYA| 13

You might also like