You are on page 1of 12

PENGARUH SUMBER-SUMBER KEKUASAAN

TERHADAP POLITIK ORGANISASI


Machin1, Khoiruddin2, Muzajjad3
1
Fakulas Ekonomi Universitas Darul ‘Ulum Jombang, Email: machinse6@gmail.com
2
Fakulas Ekonomi Universitas Darul ‘Ulum Jombang Email: khoirudin.ep@undar.ac.id
3
Fakulas Ekonomi Universitas Darul ‘Ulum Jombang Email akhmadmuzad17@gmail.com

Abstract
The study aims to enhance the understanding of organizational political behavior through sources of power.
The research subjects were 138 sub-district office staff and village offices. Organizational political behavior
and sources of power are measured by questionnaires scaled. The data of research variables were analyzed
by multiple regression analysis. The results of the analysis show: (1) F = 9,841, R = 0,478, R2 = 0,228, and p
= 0,000 (p <0,01), legitimate power, reward power, expert power and referent power simultaneously have
positive and highly significant effect on organizational political behavior with 22.8% contribution; (2)
Regression coefficient of legitimate power = - 0,036 and p = 0,994 (p> 0,05), indicating legitimate power
has no effect on organizational political behavior; (3) The regression coefficient of reward power = 0,983
and p = 0,000 (p <0,01) show the reward power very significantly have positive effect on the political
behavior of the organization; (4) Regression coefficient of expert power = 1,331 and p = 0.016 (p <0.05)
indicates that expert power significantly affects positively on organizational political behavior, and (5)
Regression coefficient of referent power = - 0.128 and p = 0.697 (p> 0.05) indicates that referent power has
no effect on the organization's political behavior. Research is discussed in the context of organizational
behavior.

Keywords: Sources of Power, Organizational Politics

Latar Belakang Masalah


Para sarjana di bidang manajemen menyatakan kekuasaan dan pengaruh
merupakan faktor penting untuk memahami perilaku organisasi dan efektivitas
manajerial (Yukl & Falbe, 1991). Oleh karenanya, determinan penting efektivitas
menajerial adalah faktor keberhasilan dalam mempengaruhi bawahan, rekan, dan
atasan (Yukl & Falbe, 1990) serta keberhasilan dalam mempengaruhi dan
mengembangkan komitmen orang untuk mencapai tujuan kerja (Yukl & Tracey,
1992) dengan demikian kecakapan dalam mempengaruhi bawahan, rekan, dan
atasan adalah determinan utama manajer yang efektif (Yukl dkk., 1996).
Konsisten dengan itu, perilaku politik atau taktik mempengaruhi dan persepsi
individu terhadap politik adalah aspek penting untuk memahami organisasi
(Parker dkk., 1995). Hal ini menjadi dasar mengapa politik organisasi menjadi
topik penting dan populer dalam literatur manajemen (Maslyn & Fedor, 1998).
Menurut Pfeffer (dalam Tossi dkk., 1990) ketika kekuasaan digunakan
dalam organisasi, hal itu disebut politik organisasi. Pfeffer (dalam Varman &
Bhatnagar, 1999) lebih lanjut menyatakan satu fokus penting aktivitas politik
dalam organisasi adalah menciptakan perangkat-perangkat yang membenarkan
posisi kekuasaan beberapa partisipan, membenarkan dan merasionalisasikan
keputusan dan tindakan, serta mendiskreditkan motivasi atau informasi (pe)lawan.
Model kekuasaan dielaborasi melalui teori strategi-kontingensi yang
memandang kekuasaan sebagai suatu yang terjadi pada sub-sub organisasi
(individual, departemen) yang melingkupi problem kritis organisasi. Kekuasaan
digunakan oleh sub-unit–sub-unit, tentu saja digunakan oleh semua yang memiliki
kekuasaan untuk mempertinggi kelangsungan hidup diri sendiri yang selanjutnya
mengendalikan sumber-sumber ketakutan yang sifatnya kritis, terus

1
2

mempertahankan sekutu dalam posisi kunci, dan selanjutnya merumuskan


problem dan kebijakan organisasi. Akibat dari proses pengembangan kekuasaan,
organisasi menjadi lebih selaras atau tidak selaras dengan lingkungan. Kontradiksi
ini kebanyakan memperhatikan aspek kekuasaan organisasi dan membuat
administrasi lebih sulit bekerja (DuBrind dkk., 1996).
Sejalan dengan kemajuan karier, perspektif struktur organisasi menyediakan
suatu dasar analisis sumber-sumber kekuasaan di lingkungan kerja merupakan
sumber-sumber yang langka dan menjadi perebutan setiap aktor melalui aktivitas
politik. DuBrind dkk., (1996) secara implisit mengemukakan indikator kemajuan
karier adalah meningkatnya sumber-sumber kekuasaan yang melekat pada jabatan
seseorang. Pilihan penempatan pada jabatan yang lebih tinggi dengan tingkat
tanggung jawab dan resiko yang lebih besar mempertimbangkan keahlian seorang
aktor dibidang pekerjaannya (expert power) dan kemampuan mempengaruhi
melalui kekuatan kepribadian (referent power). Lebih dari itu, sejalan dengan
peningkatan karier dan bertambahnya kekuasaan, meningkat pula kekuasaan
legitimasi (legitimate power) seseorang yang memampukannya untuk berperilaku
koersif (coercive power) dan memberikan ganjaran (reward power).
Penelitian Chen, dkk (2001). menjelaskan hubungan kekuasaan atasan–
bawahan di dalam organisasi; (a) kekuasaan atasan menjadi tinggi ketika
kewenangannya tinggi; (b) kekuasaan atasan menjadi tinggi ketika legitimasi dari
bawahan tinggi; (c) kekuasaan atasan menjadi tinggi ketika sumber-sumber
alternatip kekaryaan bawahan rendah; (d) kekuasaan atasan menjadi tinggi ketika
sumber-sumber alternatip kekaryaan atasan tinggi; (e) kekuasaan bawahan
menjadi tinggi ketika kewenangan atasan rendah; (f) kekuasaan bawahan menjadi
tinggi ketika legitimasi atasan rendah; (g) kekuasaan bawahan menjadi tinggi
ketika sumber-sumber alternatip kekaryaan atasan rendah; (h) kekuasaan bawahan
menjadi tinggi ketika sumber-sumber alternatip kekaryaan bawahan tinggi.
Konsisten dengan temuan penelitian tersebut di atas, kualitas hubungan
atasan–bawahan yang tinggi berkorelasi positip dengan penggunaan strategi
mempengaruhi ke atas seperti tawar-menawar, strategi yang rasional, dan
perkawanan, dan berkorelasi negatip dengan strategi asertif, kewenangan yang
tinggi dan koalisi (Deluga & Perry, 1991). Fung (dalam Somech & Drach-Zahavy,
2002) menyatakan pilihan agen pada strategi mempengaruhi didasarkan atas
evaluasi relatip agen/ target. Ansari dan Kapoor (dalam Cable & Judge, 2003)
menemukan individu akan menggunakan taktik mempengaruhi yang rasional
ketika target partisipatif, tetapi akan menggunakan taktik mencari muka ketika
target otoritarian. Temuan penelitian Somech dan Drach-Zahavy (2002) lebih
lanjut menunjukkan ; (a) atasan yang memiliki kekuasaan tinggi lebih sering
menggunakan strategi yang keras pada bawahan, ketimbang atasan yang kurang
memiliki kekuasaan; (b) atasan yang kurang memiliki kekuasaan lebih sering
menggunakan strategi yang lembut dan rasional, ketimbang atasan yang sangat
berkuasa; (c) atasan lebih sering menggunakan strategi yang keras pada bawahan
yang kurang memiliki kekuasaan, ketimbang pada bawahan yang memiliki
kekuasaan yang tinggi; (d) atasan akan lebih sering menggunakan strategi yang
lembut dan rasional pada bawahan yang kurang memiliki kekuasaan.
Temuan-temuan penelitian di atas merupakan fakta empiris yang
menjelaskan variasi hubungan kekuasaan antara atasan–bawahan yang didasarkan
atas sumber-sumber kekuasaan di lingkungan kerja; legitimate power dan reward
3

power sebagai representasi kekuasaan posisional, serta expert power dan referent
power sebagai representasi kekuasaan personal menjadi perebutan antara aktor
sekaligus menentukan pilihan taktik dan strategi politik mempengaruhi. Dinamika
hubungan kerja tersebut terobservasi pada isi butir-butir dalam skala persepsi
politik (Ferris & Kacmar, 1992). Butir-butir dalam dimensi perilaku atasan dan
dimensi praktik dan kebijakan organisasi secara implisit maupun eksplisit
memperlihatkan bagaimana atasan menggunakan mekanisme kekuasaan
posisional dan kekuasaan personal dalam mempengaruhi bawahan, serta pada
butir-butir dalam dimensi perilaku rekan dan klik memperlihatkan bagaimana
mekanisme politik mikro perebutan kekuasaan antar rekan dan klik untuk
memperoleh akses pada dimensi praktik dan kebijakan organisasi. Konsisten
dengan itu adalah pada isi butir-butir dalam skala perilaku politik (Wayne &
Ferris, 1990). Taktik yang berfokus pada jabatan, atasan, dan taktik yang berfokus
pada diri sendiri menunjukkan bagaimana individu mempengaruhi atasan untuk
memperoleh akses pada sumber-sumber kekuasaan.
Berdasarkan latar urian di atas, permasalahan yang akan dijawab melalui
penelitian adalah bagaimana Legitimate power, reward power, expert power, dan
referent power secara simultan berpengaruh pada politik organisasi?., tujuan
penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh simultan legitimate power, reward
power, expert power, dan referent power pada politik organisasi.

Kajian Teori
Politik Organisasi
Politik organisasi adalah cara individu dalam berfikir, bersikap, berperilaku,
dan pilihan bahasa yang berliku-liku dan penuh intrik kepentingan diri sendiri.
Kepentingan pribadi yang secara tersamar berhubungan dengan kekuasaan dan
pengaruh dalam latar organisasional, baik untuk tujuan jangka pendek, jangka
menengah, maupun kepentingan jangka panjang, tujuan yang bersifat konkrit
maupun tujuan yang bersifat abstrak yang tidak disetujui tetapi secara
organisasional juga tidak dilarang.
Taktik politik yang digunakan dalam penelitian ini adalah taktik yang
berdimensi internal–lateral–vertikal–disfungsional. Politik organisasi di tingkat
persepsi relevansinya ada pada dimensi persepsi politik organisasi yang
dikemukakan oleh Ferris dan Kacmar (1992) yaitu dimensi perilaku atasan
(vertikal) dimensi perilaku rekan dan klik (lateral) dan dimensi praktik dan
kebijakan organisasi (disfungsional). Politik organisasi di tingkat perilaku
relevansinya ada pada taktik politik mempengaruhi dengan menggunakan
manajemen kesan (Wayne & Ferris, 1990) terdiri dari dimensi taktik yang
berfokus pada atasan (vertikal) taktik yang berfokus pada jabatan (vertikal-lateral)
dan taktik yang berfokus pada diri sendiri (disfungsional). Dimensi-dimensi
persepsi politik perilaku politik organisasi semuanya berada dalam dimensi
internal dalam terma self-interest.

Sumber-sumber Kekuasaan
Pengertian kekuasaan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai tinggi-
rendahnya kemampuan dan usaha mempengaruhi, besar-kecil dan luas-sempitnya
pengaruh seorang aktor atau kelompok agar aktor atau kelompok lain menentukan
pilihan dan berperilaku sesuai dengan pola-pola yang dinginkan, serta mencegah
4

pola-pola pengubahan sikap, dan perilaku yang dapat dilakukan oleh kelompok
lain tersebut.
Dalam penelitian yang dimaksud sumber-sumber kekuasaan adalah atribut
pengaruh dan kekuasaan sosial, organisasional, dan individual yang melekat
dalam kewenangan dan muncul sebagai konsekwensi atas legitimasi (legitimate
power) referensi (referent power) hak memaksa (coercive power) dan keahlian
(expert power) yang dimiliki seseorang. Clegg (dalam Fincam, 1992),Rourke
(dalam Wilson, 1999), Gleen (1975), Kudisch (1995), Bass (dalam Yukl & Falbe,
1991) dan (Atwater & Yammarino, 1996).

Metode Penelitian
Tujuan penelitian adalah menguji bagaimanakah dinamika naik turunnya
politik organisasi (variabel dependen) dalam latar organisasi birokrasi yang dinilai
politis (variabel independen). Penelitian merupakan penelitian penjelasan
(Explanatory Research), menggunakan rancangan survey penelitian korelasional.
Kerangka konseptual mendasari pengajuan hipotesis. Instrumen pengukuran
diberikan kepada sampel untuk memperoleh data variabel penelitian. Data
penelitian dianalisis dengan Analisis Regresi Ganda untuk menguji hipotesis.
Penelitian dilaksanakan di Kantor Kecamatan Sumobito dan Kantor Desa di
Kecamatan Sumobito Kabuaten Jombang dengan. Populasi penelitian adalah
seluruh staf pegawai di lingkungan Kantor Kecamatan Sumobito dan seluruh
perangkat desa di Kecamatan Sumobito tahun 2020., dengan menggunakan
teknik Total Sampling berjumlah 138 orang. Dengan variabel peneltian Variabel
Tergantug (Variabel Endogen) yaitu Perilaku politik organisasi (Y) dan Variabel
Bebas (Variabel Eksogen) yaitu Legitimate power (X1), Reward power (X2),
Expert power (X3) dan Referent power (X4).
Data-data yang terkumpul dalam penelitian diperoleh dari kuesioner
sumber-sumber kekuasaan dan kuesioner perilaku politik. Kuesioner
menggunakan skala tipe Likert dan penentuan isi respon disesuaikan dengan isi
butir. Data variabel penelitian dikumpulkan dengan teknik survey. Peneliti
mengumpulkan melalui kuesioner. data penelitian dilakukan pengujian validitas
butir. Metode analisis data yang digunakan dalam uji hipotesis adalah Multiple
Regression Analyses.

Hasil Penelitian
hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian diterima dan hasil uji
validitas dan reliabilitas diterima.

Hasil Analisis Regresi


Estimasi model regresi dapat diperoleh secara adekuat melalui uji asumsi
normaltas sebaran, linieritas hubungan dan multi-ko-lnieritas terpenuhi.
1. Uji Asumsi
a. Sampel diambil secara random dari populasinya asumsi terpenuhi. b. Variabel
tergantung dan variabel-variabel independennya bersifat continuous (rasio,
interval, dan atau ordinal) dengan vaiabel tergantung perilaku politik organisasi
dan variabel bebas sumber-sumber kekuasaan adalah data skala interval,
asumsi terpenuhi. c.Variabel dependennya berdistribusi normal, Uji normalitas
5

sebaran variabel dependen nilai One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test = 1,279


dan p = 0,074 (p > 0,5) menunjukkan data variabel perilaku politik organisasi
berdistribusi normal, asumsi terpenuhi. c.Sifat pengaruh masing-masing
variabel independen dengan variabel dependennya adalah linier, Asumsi
linieritas hubungan semua variabel bebas dengan variabel tergantung,
terpenuhi.Secara eksak tidak terdapat hubungan multi-kolinier yang sempurna
antara dua atau lebih variabel bebas. d. Eigenvalue memberikan indikasi
seberapa banyak terdapat pembedaan dimensi diantara variabel bebas. Nilai
eigenvalue mendekati nol menunjukkan dimensi-dimensi dalam variabel bebas
berinterkorelasi sangat kuat dan perubahan kecil nilai data dapat mengarah
pada perubahan besar estimasi koefisien. Condition Index adalah akar kuadrat
dari nilai rasio eigenvalue yang besar pada setiap successive eigenvalue.
Condition Index > 15, merupakan indikasi adanya kemungkinan masalah ko-
linieritas. Condition Index > 30, merupakan indikator masalah ko-linieritas
yang serius.

Uji Hipotesis
Pengaruh simultan Legitimate Power, Reward Power, Expert Power, dan
Referent Power pada Perilaku Politik Organisasi. Koefisien determinasi (R2) =
0,228, menunjukkan 22,8% proporsi variasi dalam perilaku politik organisasi
dapat dijelaskan melalui Legitimate Power, Reward Power, Expert Power, dan
Referent Power. Sisanya (100% – 22,8%) = 77,2% dijelaskan faktor lain. Nilai R
= 0,478 dan F = 9,841 dan p = 0,000 (p < 0,01) menunjukkan Legitimate Power,
Reward Power, Expert Power, dan Referent Power secara simultan berpengaruh
positif pada perilaku politik organisasi. Hipoteisis Legitimate power, reward
power, expert power, dan referent power secara simultan berpengaruh pada politik
organisasi, diterima. Akan tetapi pada uji Parsial Pengaruh Legitimate Power pada
Perilaku Politik Organisasi βX1Y = – 0,036 dan p = 0,994 (p > 0,05) menunjukkan
tidak ada pengaruh Legitimate Power pada Perilaku Politik Organisasi. Hasil
analisis menjelaskan tinggi rendahnya perilaku politik organisasi tidak dapat
diprediksi dari tinggi rendahnya Legitimate Power. Hal ini berarti Legitimate
Power tidak menimbulkan perilaku politik organisasi. Pengaruh Reward Power
pada Perilaku Politik Organisasi βX2Y = 0,983 dan p = 0,000 (p < 0,01)
menunjukkan Reward Power secara sangat signifikan berpengaruh positif pada
Perilaku Politik Organisasi. Reward power secara parsial berpengaruh positif pada
politik organisasi, diterima. Hasil analisis menjelaskan tinggi rendahnya perilaku
politik organisasi dapat diprediksi dari tinggi rendahnya Reward Power. Semakin
tinggi Reward Power, semakin tinggi perilaku politik organisasi. Sebaliknya,
semakin rendah Reward Power, maka semakin rendah perilaku politik organisasi.
Pengaruh Expert Power pada Perilaku Politik Organisasi βX3Y = 1,331 dan p =
0,016 (p < 0,05) menunjukkan Expert Power secara signifikan berpengaruh positif
pada perilaku politik organisasi. Expert power secara parsial berpengaruh negatif
pada politik organisasi, ditolak. Hasil analisis menjelaskan tinggi rendahnya
perilaku politik organisasi dapat diprediksi dari tinggi rendahnya Expert Power.
Semakin tinggi Expert Power, maka akan semakin tinggi perilaku politik
organisasi. Hubungan Referent Power dengan Perilaku Politik Organisasi βX4Y =
– 0,128 dan p = 0,687 (p > 0,05) menunjukkan Referent Power tidak berpengaruh
pada perilaku politik organisasi. Referent power secara parsial berpengaruh
6

negatif pada politik organisasi, ditolak. Hasil analisis menjelaskan tinggi


rendahnya perilaku politik organisasi tidak dapat diprediksi dari tinggi rendahnya
Referent Power.

Pembahasan
Temuan penelitian menunjukkan sumber-sumber kekuasaan di
lingkungan kerja yang terdiri dari legitimate power, reward power, expert power,
dan referent power secara simultan berpengaruh positif pada perilaku politik
organisasi. Dinamika pengaruh positif tersebut dapat diteropong dari dimensi
sumber-sumber kekuasaan yang juga berfungsi sebagai taktik dan strategi politik
organisasi. Hal ini karena kekuasaan itu sendiri dapat memfasilitasi taktik dan
strategi mempengaruhi (Kotter, 1999). McClelland (dalam Wilson, 1995)
menyatakan secara fundamental satu cara pimpinan menggunakan kekuasaan
adalah melalui dominasi, penaklukan atau penundukan, dan memperlemah
bawahan. Pimpinan membunuh semangat, inisiatip, dan kreativitas bawahan. Yukl
(1981) menyatakan sepanjang organisasi menggunakan cara-cara kepemimpinan
seperti itu, akan mengurangi inisiatip dan kreativitas dalam menghadapi masalah-
masalah baru. Jika bawahan mulai merasa bosan dengan kertergantungan dan
mulai marah dan benci karena kurangnya otonomi, bawahan akan memberontak
pada atasan.
Yukl dan Falbe (1990) lebih lanjut menemukan individu menggunakan
taktik yang berbeda dalam usaha mempengaruhi ke atas, ke bawah, dan
menyamping sesuai dengan tujuan perilakunya. Pilihan taktik mempengaruhi ke
atas, utamanya ditentukan oleh karakteristik kepemimpinan, taktik mempengaruhi
kesamping dan kebawah utamanya dipengaruhi konteks. Temuan penelitian Yukl
dan Falbe (1991) menunjukkan manajer yang lebih berkuasa dibanding bawahan
dan rekan menggunakan reward power dalam hubungan kebawah. Legitimate
power dan expert power adalah pilihan utama rekan dan atasan dalam hubungan
kebawah dan menyamping. Temuan penelitian Yukl, dkk., (1996) juga
menunjukkan taktik mempengaruhi dan kekuasaan agen masing-masing
berpengaruh terhadap hasil-hasil yang didapatkan dari perilaku mempengaruhi.
Agen yang memiliki referent power yang kuat akan menggunakan taktik politik
seperti konsultasi, taktik inspirasional, dan membentuk persuasi rasional, serta
tidak menggunakan taktik tekanan.
Temuan penelitian Stahelski dan Paynton (1995) menunjukkan agen
yang berada pada posisi rendah menggunakan taktik mempengaruhi, dan agen
yang berada pada posisi atas dalam struktur organisasi akan menggunakan
sumber-sumber kekuasaan karena pengaruh sosial dan kekuasaan sosial adalah
strategi yang berbeda. Pilihan strategi mempengaruhi agen utamanya didasarkan
atas evaluasinya terhadap parameter hubungan agen-target. Termasuk didalamnya
adalah status kekuasaan relatip setiap individu. Status mempengaruhi perilaku
agen dan target dapat berbeda pada posisi status tinggi-rendah. Pilihan strategi
mempengaruhi secara parsial ditentukan oleh karakteristik status hubungan agen-
target. Walaupun interaksi agen-target dapat terjadi pada status yang sama, peran
yang menonjol dapat dilihat ketika status agen-target tidak sama.
Temuan penelitian memperlihatkan legitimate power tidak berpengaruh
pada perilaku politik organisasi. Temuan penelitian tidak konsisten dengan
7

temuan penelitian terdahulu. Teori dan temuan penelitian terdahulu mengarah


pada pengaruh positif legitimate power pada perilaku politik organisasi.
Legitimate power adalah kekuasaan yang bersumber dari posisi organisasi.
Atasan, pimpinan, atau penyelia menggunakan pengaruh dan kekuasaan untuk
memperkuat legitimasinya dari atas, dari samping, dan dari bawah. Atasan pada
saat bersamaan menggunakan kekuasaan untuk memberikan ganjaran atau
hukuman dan dapat bermanfaatkan untuk memperoleh legitimasi dan
mempertegas kekuasaan posisinya. Proses selanjutnya adalah memperoleh
kemungkinan mobilitas ke atas karena dukungan dari berbagai lini. Analisis ini
konsisten dengan temuan penelitian Atwater dan Yammarino (1996) bahwa
kekuasaan posisional berkorelasi positip dengan kepemimpinan transaksional.
Usaha-usaha untuk memperkuat legitimasi kekuasaan posisional atau
organisasional tersebut merupakan aktivitas politik yang dilakukan atasan, dan
dengan cara demikian menimbulkan mendorong bawahan untuk mengembangkan
taktik yang berfokus pada atasan, jabatan dan taktik yang berfokus pada diri
sendiri. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa dalam konteks hubungan ke atas,
kebawah, dan menyamping, masing-masing partisipan menggunakan taktik yang
sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi untuk memperoleh hasil-hasil yang
dinginkan dari perilaku mempengaruhi. Oleh karenanya, hubungan tersebut
sebenarnya adalah hubungan pertukaran antara atasan–bawahan–rekan yang
dilakukan dengan taktik dan strategi politik mempengaruhi. Analisis ini konsisten
dengan temuan penelitian Martin dan Hunt (dalam Atwater & Yammarino, 1996)
legitimate power berhubungan dengan kurangnya pertimbangan.
Tidak adanya pengaruh legitimae power pada perilaku politik organisasi
kemungkinan karena para pimpinan sudah diangap legitimate, sah untuk
menduduki kursi kepemimpinan. Legitimasi muncul dari kemampuan memimpin,
penerimaan para staf bawahan, dan pemimpinan yang lahir dari dinamika
organisasi, pemimpin yang memiliki komitmen dengan organisasi, dan buukan
pemimpin karbitan yang lahir dari patronase. Sifat buruk kekuasaan yang melekat
dalam legitimate power kemungkinan juga sudah tergerus oleh kemampuan
memimpin dan kemampuan pimpinan untuk mengembangkan politik yang lebih
fungsional dan berguna bagi organisasi.
Adanya pengaruh positif reward power pada perilaku politik organisasi
konsisten dengan teori dan temuan penelitian terdahulu. Teori dan temuan
penelitian terdahulu mengarah pada pengaruh positif reward power pada perilaku
politik organisasi. Reward power adalah kekuasaan yang bersumber dari posisi
organisasi. Atasan menggunakan kekuasaan untuk memberikan ganjaran atau
hukuman untuk mempertegas kekuasaan posisinya. Proses selanjutnya adalah
semacam transaksi untuk memperoleh kemungkinan mobilitas ke atas karena
dukungan dari berbagai lini. Analisis ini konsisten dengan temuan penelitian
Atwater dan Yammarino (1996) bahwa kekuasaan posisional berkorelasi positip
dengan kepemimpinan transaksional. Oleh karenanya, reward power
menimbulkan perilaku politik. Analisis ini konsisten dengan temuan penelitian
Martin dan Hunt (dalam Atwater & Yammarino, 1996) reward power tidak
berpengaruh pada pengukuran gaya kepemimpinan.
Tjosvold dan Sun (2001) menyatakan komunikasi yang tidak
menyenangkan menghasilkan perasaan tidak hormat, pengembangan hubungan
persaingan, pandangan yang berlawanan, dan proses tawar–menawar. Ford dan
8

Johnson (1998) menyatakan kekuasaan atasan akan menjadi tinggi ketika terdapat
dukungan dari atasan yang lebih tinggi dan kekuasaan atasan akan menjadi tinggi
ketika kewenangannya tinggi.
Analisis tersebut konsisten dengan pernyataan Pfeffer (dalam Wilson,
1995) kekuasaan organisasional merupakan fungsi struktur. Kekuasaan melekat
pada posisi struktural yang memberikan akses pada orang-orang, informasi, dan
sumber-sumber finansial (budget). Kekuasaan berada dalam area kekuasaan
dengan cara memperkuat eksistensi struktur organisasi.
Birokrasi pemerintah (publik) memiliki latar yang unik pada studi
kekuasaan dan politik organisasi. Para pekerja di sektor publik memberikan
kesempatan kepada manajer atau ekskutip untuk terlibat dalam implementasi
kebijakan publik. Kebijakan dan program-program publik didorong oleh
perjuangan kekuasaan dan politik. Manajer sebagai seorang pelaksana suatu
kebijakan mau tidak mau harus melibatkan diri dalam aktivitas politik karena
implementasi dan proses-proses manajerial itu sendiri melibatkan aktivitas politik
dan perjuangan kekuasaan. Manajemen yang melibatkan implementasi kebijakan
itu sendiri juga merupakan aktivitas politik (Wilson, 1995).
Green dan Liden (1980) menyatakan penyelia berkeyakinan sebab-sebab
buruknya kinerja bawahan dipengaruhi oleh fokus dan intensifnya tindakan yang
diambil penyelia dan digunakan untuk mengontrol impelementasi kebijakan.
Kontrol kebijakan sangat berpengaruh dan cenderung berhubungan dengan
atribusi dalam membentuk tindakan penyelia. Penyelia dan bawahan lebih
terpuaskan dengan tindakan yang diambil dalam kondisi, dimana terdapat alasan
bahwa masalah kinerja yang sedang dialami bersumber dari faktor-faktor yang
ada luar kekuasaan bawahan. Temuan penelitian tersebut dapat diinterpretasi
bahwa kualitas hubungan pengawasan implementasi kebijakan dengan dasar
reward power berpengaruh buruk pada penilaian bawahan terhadap penyelia.
Oleh karenanya, bawahan merasa tidak puas dengan kualitas hubungan
pengawasan, dan perilaku penyelia dipersepsi politis.
Bawahan merespon situasi tersebut dengan cara berperilaku politik
mempengaruhi yang berfokus pada penyelia, berfokus pada jabatan, dan berfokus
pada diri sendiri (Wayne & Ferris, 1990). Proses tersebut terus berlanjut karena
menurut Harrell-Cook, dkk., (1999) perilaku politik dapat digunakan sebagai
bentuk kontrol atau sebagai mekanisme dalam menghadapi tingginya politik di
lingkungan organisasi yang dirasa individu tidak menyenangkan.
Konsisten dengan analisis di atas, pada atmosfer organisasi yang lebih
tinggi, Stone (dalam Wilson, 1995) menyatakan proses implementasi adalah
sebuah proses politik. Implementasi adalah aktivitas konkrit sebagai kelanjutan
dari sebuah latar tujuan implementasi tujuan sebelumnya. Implementasi sebagai
proses yang berkelanjutan dari spesifikasi dan penilaian kembali, proses
implementasi tersebut tidak dapat dielakkan akan menghasilkan modifikasi tujuan
dan menjadi sebuah proses politik. Proses implementasi adalah bagian yang
signifikan dari proses pengambilan keputusan, dalam perannya sebagai
implementator, maka karier ekskutip menjadi "instrument" proses politik. Sebagai
instrumen, anggota ekskutip terjerat atau terperangkap dalam sebuah jaringan
(sebuah politik memperebutkan "kursi panas") yang meliputi banyak konflik dan
persaingan tujuan, nilai, dan tuntutan. Antara tujuan-tujuan tersebut dan proses
implementasi yang sebenarnya terpusat pada kekuasaan, misalnya pemilihan
9

kepala kantor, kepentingan kelompok khusus, hak-hak pribadi, dan birokrasi


profesional, masing-masing berkompetisi memperjuangkan kepentingannya.
Expert power berhubungan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada tugas dan expert power dapat dikategorikan sebagai taktik mempengaruhi
(Yukl & Falbe, 1991). Expert power lebih dekat dengan sumber kekuasaan
personal yang berasosiasi dengan taktik inspirasional dan taktik yang rasional.
Analisis tersebut diperkuat dengan temuan-temuan penelitian yang
memperlihatkan bahwa expert power berhubungan sangat kuat dengan taktik
persuasi rasional (Yukl & Falbe, 1991) Agen mengunakan expert power melalui
taktik-taktik rasional dan inspirasional untuk mempengaruhi dan menciptakan
ketergantungan target. Target dengan demikian akan mengembangkan taktik yang
berfokus pada atasan untuk mendekati agen dan taktik berfokus pada jabatan atau
pekerjaan sebagai usaha untuk mengurangi ketergantungan pada agen. Temuan
penelitian Martin dan Hunt (dalam Atwater & Yammarino, 1996) konsisten
dengan itu menunjukkan expert power berhubungan dengan pengajuan struktur.
Adanya pengaruh positif expert power pada perilaku politik organisasi
merupakan indikasi bahwa expert power adalah sumber kekuasaan yang
menginspirasi bawahan untuk berinisiasi, berinisiatif, bereksplorasi dan
bereksperimentasi dalam mengembangkan taktik politik mempengaruhi. Expert
power akan membuat pegawai lebih rasional dan inspiratif dalam berperilaku
politik dan tampak akan lebih ahli, lebih licil dan lebih tersamar dalam berperilaku
politik.
Tidak adanya pengaruh referent power pada perilaku politik organisasi
dapat dijelaskan oleh temuan penelitian Atwater dan Yammarino (1996). Referent
power berhubungan dengan gaya kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan
partisipatif berarti pimpinan mengunakan teknik kecenderungan partisipasi
pengambilan keputusan (Parnell & Bell, 1994). Partisipasi pengambilan keputusan
merupakan teknik untuk mengendalikan lingkungan kerja dan organisasi.
Bawahan yang aktif terlibat dalam proses pembuatan keputusan akan mengalami
peningkatan pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan organisasi dan dengan cara demikian mengalami penurunan perasaan
politik. Temuan penelitian ini juga membuktikan partisipasi pengambilan
keputusan menurunkan perilaku politik organisasi. Peningkatan pemahanan
karena partisipasi pengambilan keputusan pada tingkat tertentu dapat
menghilangkan perilaku politik organisasi. Oleh karenanya, referent power yang
identik dengan gaya kepemimpinan partisipatif akan menurunkan perilaku politik
organisasi.
Referent power merupakan sumber kekuasaan personal dan berkorelasi
positip dengan kepemimpinan transaksional (Atwater & Yammarino, 1996).
Walapun masih terjadi perdebatan teoritis, antara expert dan referent power
dianggap dua konsep yang mendekati charisma (Kudisch, 1995). Beberapa
kelebihan kharisma sebagai kombinasi expert dan referent power diantaranya
adalah bahwa orang yang dipersepsi kharismatik dianggap dapat dipercaya
memegang posisi kepemimpinan (Yukl & Falbe, 1991). Kharisma terlihat
memiliki kemampuan yang luar biasa, pada saat tertentu memperlihatkan
kekuatan supranatural, dan dipatuhi oleh pengikut-pengikutnya (Gleen, 1975).
Pemimpin yang kharismatik bersedia berkorban dengan berperilaku baik
mengikuti apa yang oleh pengikut dianggap tepat untuk diyakini, dedikaksi, dan
10

diapresiasi. Pengaruh kharisma dan referent power didasarkan atas rasa


penerimaan personal (Kudisch, 1995). Penerimaan sumber-sumber kekuasaan
atasan berkorelasi positip dengan motivasi kerja bawahan dan berkorelasi negatip
dengan stres bawahan (Elangovan & Xie, 1999). Oleh karenanya melalui
mekanisme psikologis seperti itu, expert power pada batas-batas tertentu tidak
dianggap sebagai taktik politik, dan dengan demikian tidak berpengaruh pada
perilaku politik organisasi. Analisis tersebut konsisten dengan temuan penelitian
Yukl, dkk., (1996) bahwa agen yang memiliki referent power yang kuat akan
menggunakan taktik perilaku mempengaruhi seperti konsultasi, taktik dukungan
inspirasional, dan membentuk persuasi rasional. Temuan penelitian Martin dan
Hunt (dalam Atwater & Yammarino, 1996) konsisten dengan itu menunjukkan
referent power berkaitan dengan pangajuan struktur. Yukl (1981) menyatakan
bahwa pimpinan yang efektif berusaha menghindari kekuasaan koersif, karena
akan menciptakan dendam dan mengikis referent power.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sumber-
sumber kekuasaan yang terdiri dari legitimate power, reward power, expert
power, dan referent power secara simultan berpengaruh positif pada perilaku
politik organisasi, karena tidak mendorong aktivitas politik di lingkungan kerja.
Reward power berpengaruh positif pada perilaku politik organisasi,
karena semakin tinggi Reward power merupakan kekuasaan
posisional/organisasional. Aktivitas politik pegawai dalam organisasi dapat
diprediksi untuk mempertahankan dan meningkatkan akses terhadap kekuasaan
posisional.
Expert power bepengaruh positif pada perilaku politik organisasi, karena
kekuasaan yang menginspirasi bawahan untuk berinisiasi, berinisiatif,
bereksplorasi dan bereksperimentasi dalam mengembangkan taktik politik
mempengaruhi.
Referent power tidak berpengaruh pada persepsi politik. Pegawai yang
memiliki kekuatan kepribadian sebagai sumber kekuasaannya dan mampu
berperan serta menampilkan diri sebagai sumber acuan dalam organisasi, tidak
mengembangkan perilaku dan taktik politik mempengaruhi dalam karir kerjanya.

Saran
Pengambilan sampel penelitian dari berbagai organisasi diperlukan agar
diperoleh generalisasi hasil penelitian yang tinggi. Penelitian lanjutan akan sangat
baik bila dilakukan pada tipe struktur organisasi yang berbeda-beda ditinjau dari
struktur organisasi dan ukuran organisasi, jenis organisasi pemerintah, bisnis, dan
pelayanan.
Penelitian lanjutan disarankan untuk menaruh perhatian pada isu-isu dan
implikasi politik dan peran manajemen personalia/sumber daya manusia, serta
pada bidang pengambilan keputusan penting yang lain. Misalnya, diantara sistem
nilai manusia yang menguasasi cara hidup individu, sistem nilai yang mana
diperlukan dan cocok bagi karakteristik tipe-tipe struktur organisasi yang berbeda-
beda ditinjau dari elemen-elemen struktural dan elemen-elemen situasional.
Misalnya; konfigurasi struktur sederhana, birokrasi mesin, birokrasi profesional,
bentuk divisional, atau tipe adhokrasi.
11

Para praktisi manajemen disarankan berhati-hati dalam menterjemahkan


reward power dan expert power sebagai penerapkan kepemimpinan. Hal ini
karena kedua sumber kekuasaan di lingkungan kerja tersebut berperan
mempertinggi perilaku politik di lingkungan kerja suatu orgaanisasi Sebaliknya
penerapan kepemimpinan yang didasarkan pada legitimate dan referent power
dapat dipertimbangkan dalam membina hubungan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Atwater, L. E., & Yammarino, F. J. (1995). Bases of Power in Relation to Leader


Behavior: A Filed Investigation. Journal of Business and Psychology, 11(1)
3–22.
Cable, D. M., & Judge, T. A. (2003). Manager’s upward influence tactic
strategies: the role of manager personality and supervisor leadership style.
Journal of Organizational Behavior, 24, 197–214.
Chen, S., Lee-Chai, A. Y., and Bargh, J. A. (2001). Relationship Orientation as a
Moderator the Effects of Social Power. Journal of Personality and Social
Psychology, 80(2), 173–187.
Deluga, R. J., & Perry, J. T. (1991). The relationship of subordinate upward
influencing behavior, satisfaction and perceived superior effectiveness with
leader–member exchange. Journal of Occupational Psychology, 64, 239–252.
DuBrind, A. J., Ireland, R. D., and Williams, J. C. (1996). Management &
Organization. Cinciati, Ohio: South–Western Publishing Co.
Ferris, G. R., & Kacmar, K. M. (1992). Perceptions of Organization Politics.
Journal of Management, 18(1), 93–116.
Fincham, R. (1992). Perspectives on Power: Processual, Institutional, and
‘Internal’ Forms of Organizational Power. Journal of Management Studies,
29, 741–759.
Gleen, F. (1975). The Social Psychology of Organization. In Peter Herriest
(General Ed.). Essential Psychology. London: Metheum & Co., Ltd.
Kudisch, J. D., Poteet, M. L., Dobbins, G. H., Rush, M. C., and Russell, J. E. A.
(1995). Expert Power, Referent Power, and Charisma: Toward the Resolution
of a Theoretical Debate. Journal of Business and Psychology, 10(2), 177–195.
Maslyn, J. M., & Fedor, D. B. (1998). Perceptions of Politics: Does Measuring
Different Foci Matter?. Journal of Applied Psychology, 84(4), 645–653.
Parker, C. P., Dipboye, R. L., and Jackson, S L. (1995). Perceptions of
Organizational Politics: An Investigation of Antecedents and Consequences.
Journal of Management, 21(5), 891–912.
Somech, A., & Drach-Zahavy, A (2002). Relative power and influence strategy:
the effects of agent/target organizational power on superiors’ choices of
influence strategies. Journal of Organizational Behavior, 23, 167–179.
Tossi, H. L., Rizzo, J. R., and Carrol, S. P. (1990). Managing Organizational
Behavior. New York: Harper Collins Publishers.
Varman, R., & Bhatnagar, D. (1999). Power and Politics in Grievance Resolution:
Managing Meaning of Due process in an Organization. Human Relations, 52
(3), 349 – 382.
Wayne, S. J., & Ferris, G. R. (1990). Influence Tactics, Affect, and Exchange
Quality in Supervisors–Subordinate Interactions: A Laboratory Experiment
12

and Field Study. Journal of Applied Psychology, 75(5), 487–499.


Wilson, P. A. (1995). The Effects of Politics and Power on The Organizational
Commitment of Federal Executives. Journal of Management, 21(1), 101–
118.
Wilson, P. A. (1999). A Theory of Power and Politics and Their Effect on
Organizational Commitment of Senior Executive Service Members.
Administration & Society, 31(1), 120–141.
Yukl, G., & Falbe, C. M. (1990). Influence Tactics and Objectives in Upward,
Downward, and Lateral Influence Attempts. Journal of Applied Psychology,
75(2), 32–140.
Yukl, G., & Falbe, C. M. (1991). Importance of Different Power Sources in
Downward and Lateral Relations. Journal of Applied Psychology, 76(3), 416–
423.
Yukl, G., & Tracey, J. B. (1992). Consequences of Influence Tactics Used With
Subordinates, Peer, and the Boss. Journal of Applied Psychology, 77(4), 525–
535.
Yukl, G., Kim, H., and Falbe, C. M. (1996). Antecedent of Influence Outcomes.
Journal of Applied Psychology, 81(3), 309–317.

You might also like