Professional Documents
Culture Documents
) SEBAGAI
PEWARNA ALAMI TERHADAP DAYA TERIMA DAN
KANDUNGAN
ZAT GIZI KERUPUK MERAH
ABSTRACT
PENDAHULUAN
2
ketebalan 1 mm dan dikeringkan
METODE PENELITIAN dengan menggunakan oven selama 4
jam dengan suhu 70°C. Kerupuk
Penelitian ini menggunakan mentah yang dihasilkan kemudian
jenis eksperimen, dimana hanya digoreng dan dilakukan uji daya
memilki satu perlakuan yaitu terima pada panelis.
penambahan sari bit pada pembuatan
kerupuk, yang berbeda hanya
HASIL DAN PEMBAHASAN
konsentrasi yang digunakan dalam
penelitian. Konsentrasi yang dipilih Karakteristik Kerupuk
yaitu 25 % dan 50 %. Data yang
diperoleh dianalisis dengan Karakteristik kerupuk dengan
menggunakan analisis deskriptif penambahan sari bit 25 %
kualitatif persentase yaitu kualitatif (perbandingan antara tepung tapioka
yang diperoleh dari panelis harus 50 % dan sari bit 25 %) bewarna
dianalisis dahulu untuk dijadikan data merah muda keputihan, beraroma khas
kuantitatif (Hanafiah, 2014). kerupuk, rasanya gurih dan khas
Adapun bahan-bahan yang kerupuk, dan teksturnya renyah.
digunakan untuk pembuatan kerupuk Sedangkan kerupuk dengan
dalam penelitian ini terdiri dari tepung penambahan sari bit 50 %
tapioka, air, garam dan sari bit. (perbandingan antara tepung tapioka
50 % dan sari bit 50 %) bewarna
Pembuatan Sari Bit merah, beraroma khas kerupuk,
rasanya gurih dan berasa manis bit,
Pembuatan sari bit dimulai
teksturnya renyah.
dengan mengupas bit terlebih dahulu.
Kemudian bit di cuci dan dikukus
Hasil Uji Organoleptik
selama 5 menit, setelah itu bit
diblender dengan air (jumlah air
setengah dari berat bit). Bubur bit Persentase Uji Organoleptik Kerupuk
yang diperoleh dari pemblenderan
74.981.6
P1 (25 %) P2 (50 %) 79.1
disaring sehingga hanya tinggal ampas 67.562.5
75.7 71.6
dan diperoleh sari bit. Panaskan sari 64.9
bit untuk pasteurisasi dari mikrobia.
Pembuatan Kerupuk
Sari bit yang dihasilkan Aroma Warna Rasa Tekstur
digunakan sebagai pewarna pada Gambar 1. Persentase Uji Organoleptik
pembuatan kerupuk (dengan Kerupuk
konsentrasi 25 % dan 50 %),
kemudian dicampur dengan bahan- Dari hasil uji organoleptik oleh
bahan yaitu tepung tapioka dan garam panelis terhadap aroma, warna, rasa
hingga terbentuk adonan yang dan tekstur, kerupuk P2 (penambahan
homogen. Setelah itu adonan dicetak, sari bit 50 %) memiliki skor persentase
dikukus selama ± 2 jam, didinginkan
selama satu hari, diiris dengan
lebih tinggi dibandingkan kerupuk P1 sari bit 25 % dan kerupuk dengan
(penambahan sari bit 25 %). penambahan sari bit 50 %
Kerupuk dengan penambahan menghasilkan aroma seperti aroma
3
kerupuk pada umumnya. Pada dan interaksi dengan komponen rasa
dasarnya bit memiliki bau yang langu, lain.
namun pada proses pembuatan sari bit, Tekstur kerupuk yang renyah
bit dikukus sehingga dapat dikarenakan penggunaan tepung
menghilangkan bau langu. Sesuai tapioka. Tepung tapioka mengandung
dengan Astawan (2009) bahwa bau amilopektin yang dapat mempengaruhi
langu dapat hilang ketika terkena suhu daya kembang kerupuk. Kerupuk
panas atau proses pemasakan dengan dengan penambahan sari bit 25 % dan
suhu tinggi. 50 % memiliki kerenyahan yang baik
Warna merah yang dihasilkan dan hampir sama, dikarenakan
pada kerupuk dipengaruhi oleh bahan penggunaan tepung tapioka dengan
yang digunakan yaitu bit. Bit konsentrasi yang sama. Namun pada
mengandung pigmen betalain yang kerupuk dengan penambahan sari bit
dapat memberikan warna merah alami. 50 % memiliki tekstur yang sedikit
Perbedaan warna yang dihasilkan pada padat, dikarenakan proporsi
kedua perlakuan dikarenakan, kerupuk penggunaan sari bit yang lebih banyak.
dengan penambahan sari bit 50 %
penggunaan air digantikan seluruhnya
oleh sari bit sehingga menghasilkan Kandungan Zat Gizi Kerupuk
warna kerupuk yang lebih merah. dengan Penambahan Sari Bit
Sedangkan kerupuk dengan
penambahan sari bit 25 % adanya Berdasarkan hasil pemeriksaan
pencampuran sari bit dengan air laboratorium Biokimia FMIPA USU
sehingga pada saat dilakukan kandungan zat gizi yang terkandung
pemanasan pada adonan akan dalam setiap 100 gram kerupuk
menghasilkan warna yang kurang dengan penambahan sari bit dapat
merah. dilihat pada tabel 1 berikut.
5
Sedangkan pada kerupuk P2 tidak KESIMPULAN
ditambahkan air lagi pada adonan
kerupuk, sehingga memiliki kadar air 1. Berdasarkan uji daya terima
yang lebih sedikit. terhadap aroma, warna, rasa dan
Apabila kerupuk dengan tekstur kerupuk yang disukai oleh
penambahan sari bit dibandingan panelis adalah kerupuk P2.
dengan kerupuk menurut Standar 2. Kerupuk dengan penambahan sari
Nasional Indonesia (SNI), kadar air bit 50 % memiliki kadar serat,
kerupuk pada kedua perlakuan yaitu P1 protein, dan vitamin C yang lebih
sebesar 0,24 % dan P2 sebesar 0,03 % tinggi dibandingkan dengan
masih dalam standar SNI sebesar penambahan sari bit 25 %.
maksimal 12 % ketika kerupuk sudah 3. Kerupuk dengan penambahan sari
digoreng. Makin rendah kadar airnya bit 25 % memiliki kadar lemak dan
maka umur simpan akan semakin air yang lebih tinggi dibandingkan
lama. dengan penambahan sari bit 50 %.
Kadar abu pada kerupuk P1 dan 4. Kerupuk terbaik diperoleh dari
P2 memiliki kadar yang sama yaitu kerupuk P2 yaitu kerupuk dengan
0,33 %. Apabila dibandingkan dengan perbandingan 50 % sari bit dan 50
kerupuk menurut Standar Industri % tepung tapioka, menghasilkan
Nasional (SNI), Kadar abu dari kerupuk dengan warna merah,
kerupuk dengan penambahan sari bit beraroma khas kerupuk, berasa
pada kedua perlakuan (25 % dan 50 gurih dan khas manis bit serta
%) yaitu sebesar 0,33 %, masih dalam renyah.
ketentuan SNI yaitu sebesar maksimal
2 %. SARAN
Penentuan kadar abu
dilakukan dengan tujuan untuk 1. Agar masyarakat menjadikan
menentukan baik tidaknya suatu kerupuk dengan penambahan sari
proses pengolahan, mengetahui jenis bit sebagai alternatif variasi
bahan yang digunakan, serta dijadikan pangan ditingkat rumah tangga
parameter nilai gizi bahan makanan ataupun tingkat industri.
(Budiyanto, 2002). Menurut Muchtadi 2. Perlu dilakukan upaya untuk lebih
(1989) kandungan abu dari suatu memperkenalkan kerupuk dengan
bahan menunjukkan kadar mineral penambahan sari bit sebagai
dalam bahan tersebut. Kandungan pewarna yang aman kepada
kadar abu yang kecil pada produk masyarakat seperti bekerjasama
kerupuk yang dihasilkan, disebabkan dengan produsen kerupuk merah
adanya proses pemanasan yang untuk memproduksi kerupuk
dilakukan dengan pengovenan, merah dengan menggunakan
sehingga tidak menghasilkan zat pewarna dari bit.
anorganik yang merupakan sisa-sisa 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
hasil pembakaran suatu bahan organik terkait kandungan gizi lain dalam
(Budiyanto, 2002). kerupuk dengan penambahan sari
bit sebagai pewarna.
DAFTAR PUSTAKA Science and Technology
(SEAFAST) Center, Institut
Andarwulan, N dan Faradila, RH. F. Pertanian Bogor
2012. Pewarna Alami Untuk
Pangan. Bogor : South East Astawan, M. 2009. Sehat dengan
Asian Food and Agricultural Hidangan Kacang dan Biji-
6
Bijian. Depok : Penebar Kusumaningrum, I. 2009. Analisa
Swadaya Faktor Daya Kembang Dan
Budiyanto, M. A. K. 2002. Dasar- Daya Serap Kerupuk Rumput
Dasar Ilmu Gizi. Malang : Laut Pada Variasi Proporsi
UMM Press Rumput Laut. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. IV No. 2
Dalimunthe, I. 2010. Analisis
Rhodamin B Pada Jajanan Murtiyanti, M.F. 2012. Identifikasi
Anak Sekolah Dasar di Penggunaan Zat Pewarna Pada
Kabupaten Labuhan Batu Pembuatan Kerupuk Dan
Selatan, Sumatera Utara. Faktor Perilaku Produsen.
Skripsi Fakultas Farmasi Skripsi Fakultas Keolahragaan
Universitas Sumatera Utara, Jurusan Ilmu Kesehatan
Medan Masyarakat Universitas Negeri
Semarang, Semarang
Hanafiah, K.A. 2014. Rancangan
Percobaan Teori dan Aplikasi. Wahyono, R., Marzuki. 2000.
Cetakan ke-15. Jakarta : Pembuatan Aneka Kerupuk.
Rajawali Pers Surabaya : Trubus Agrisarana