You are on page 1of 9

J. Ilmiah Agrosains Tropis 8 (6), 261-271.

September 2015

Perubahan Komposisi Kimia dan Sifat Organoleptik Jamur Tiram Putih


(Pleurotus ostreatus) Selama Pengolahan

Changes in Chemical Composition and Organoleptic Properties


of White Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus)
Has Been Processing

Sutikarini1, Sri Anggrahini2, Eni Harmayani2


1
Fakultas Pertanian, Universitas Panca Bhakti Pontianak
2
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRACT

White oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) is easily cultivated and


favored by most people because of its high nutritional value. The Chemical
composition of oyster mushrooms will change if it is processed. The aim of this
study was to determine changes in chemical composition, and organoleptic
properties of white oyster mushroom which has treated with baking, frying and
and boiling.
Firstly, white oyster mushrooms was simmered for 30 minutes before
treated by baking, frying and boiling with variations in processing time: 5, 10 and
15 minutes. White oyster mushrooms then analyzed in content of water, ash,
protein, fat, carbohydrates, dietary fiber and organoleptic properties.
The results showed that the amount of ash, protein, carbohydrates, and
dietary fiber in fried white oyster mushrooms, significantly decreased. While, the
fat content significantly increased compared with raw, baked and boiled white
oyster mushrooms. Variations in processing time did not have significant effect on
ash content, protein, fat, carbohydrates and dietary fiber of white oyster
mushroom treated by baking, frying, and boiling. The assessment using panelist
on level of preference for color and texture was highest in boiled white oyster
mushroom and for flavor and overall found on the fried white oyster mushroom.

Keywords: Pleurotus ostreatus, chemical composition, organoleptic properties.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah lainnya. Jamur ini biasanya


satu negara yang dikenal sebagai dimanfaatkan sebagai bahan
penghasil jamur di dunia. Salah satu makanan ataupun bahan obat
jamur yang telah dibudidayakan dan (Djariyah dan Djariyah, 2001).
dikenal masyarakat adalah jamur Jamur tiram putih mengandung
tiram putih (Pleurotus ostreatus). vitamin, mineral, protein,
Jamur tiram putih merupakan jenis karbohidrat, asam lemak tak jenuh
jamur kayu yang memiliki (oleat dan asam linoleat), serat
kandungan gizi yang lebih tinggi pangan dan sering dianggap sebagai
dibandingkan jenis jamur kayu makanan sehat untuk seseorang
dengan kolesterol tinggi dan 1999). Jamur tiram putih memiliki
hipertensi (Manzi and Pizzoferrato, kandungan protein
yang lebih tinggi (30,4%) gizi yang dikandung bahan pangan
dibandingkan dengan jamur pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara
lainnya, seperti jamur merang maksimal. Kedua adalah agar bahan
(16,0%), jamur kuping (7,7%) dan pangan tersebut dapat diterima,
jamur shiitake (17,7%) (Chang dan khususnya diterima secara sensori,
Miles, 1997 dalam Widodo, 2007). yang meliputi penampakan, aroma,
Synytsya et al, (2008) melaporkan rasa dan tekstur.
jamur tiram putih mempunyai Pengolahan jamur tiram putih
kandungan total serat pangan sebesar yang dapat mempertahankan
38,9-64,8% dengan kandungan serat kandungan gizi maupun sifat
larut sebesar 2,0-4,9% dan serat tidak fungsionalnya perlu diketahui. Oleh
larut sebesar 31,8-61,4%. sebab itu, penelitian dilakukan untuk
Ada dua hal penting yang perlu mengetahui sejauh mana proses
dipertimbangkan dalam pengolahan pemanggangan, penggorengan dan
pangan. Pertama adalah untuk perebusan mempengaruhi perubahan
mendapatkan bahan pangan yang komposisi kimia dan sifat
aman untuk dimakan sehingga nilai organoleptik jamur tiram putih.
Penelitian ini bertujuan untuk : menit, 2) untuk mengetahui tingkat
1) mengetahui perubahan komposisi kesukaan panelis terhadap jamur
kimia jamur tiram putih yang diolah tiram putih yang diolah dengan cara
dengan cara pemanggangan, pemanggangan, penggorengan dan
penggorengan dan perebusan dengan perebusan dengan lama proses
lama proses pengolahan 5, 10 dan 15 pengolahan 5, 10 dan 15 menit.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3)
metode analisis komposisi kimia dan agak tidak suka, (4) netral, (5) agak
uji organoleptik. Metode analisis suka, (6) suka, dan (7) sangat suka.
kimia dilakukan untuk mengetahui Alat yang digunakan dalam
kadar air, kadar protein, kadar lemak, penelitian ini adalah
kadar abu, kadar karbohidrat (by spektrofotometer Genesys TM20,
difference), dan serat pangan ( serat timbangan analitik Shimadzu AW
terlarut dan tidak terlarut) pada jamur 220 yang telah terkalibrasi, food
tiram mentah dan produk olahan processor, waterbath bergoyang
jamur tiram. Uji organoleptik Kottermann Labortechnik
dilakukan untuk mengetahui tingkat (Germany). Oil bath Tav, cabinet
kesukaan hedonik pada produk dryer, gas convection oven, dan
olahan jamur tiram yang meliputi blender Philips digunakan dalam
warna, rasa, tekstur dan keseluruhan. pengolahan jamur.
Panelis yang menilai adalah panelis Bahan yang digunakan untuk
tidak terlatih sebanyak 30 orang. penelitian adalah jamur tiram putih
Pengujian tingkat kesukaan (Pleurotus ostreatus) dari petani di
menggunakan skala hedonik yaitu (1) Jl. Kringinan, kelurahan
Sardonoharjo, kecamatan Ngaglik, 8-11 cm. Bahan kimia yang
kabupaten Sleman, Yogyakarta. digunakan bahan kimia grade
Jamur tiram yang digunakan analysis (Sigma).
berwarna putih berdiameter berkisar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Komposisi kimia


Analisis proksimat yang by difference. Hasil analisis kadar
dilakukan dalam penelitian ini adalah proksimat dapat dilihat pada Tabel
analisis kadar abu, kadar protein, 3.1.
kadar lemak dan kadar karbohidrat

Tabel 3.1. Kadar proksimat pada produk olahan jamur tiram putih

Jenis proses Lama waktu Kadar Kadar Kadar Kadar


pengolahan pengolahan abu Protein lemak karbohidrat
(menit) (% db) (% db) (% db) (% db)
Pemanggangan 5 3,17 ab 17,88 b 2,80 a 76,14 a
10 3,32 b 16,85 b 2,34a 77,48 a
15 3,41 b 17,57 b 2,51 a 76,50 a
Penggorengan 5 1,84 a 7,76 a 39,65 b 50,74 b
10 1,81 a 9,10 a 36,56 b 52,53 b
15 1,77 a 8,84 a 39,02 b 50,36 b
Perebusan 5 2,35ab 16,44b 2,42 a 78,79 a
10 2,89ab 15,12 b 2,15 a 79,83 a
15 3,08 ab 16,92b 2,34 a 77,65 a
Pra perlakuan 30 3,31 b 16,22b 2,47 a 77,99 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf α 0,05

Hasil pengujian kadar abu ini sesuai dengan penelitian Harris


jamur tiram putih mentah sebesar dan Kasmas (1989) bahwa mineral
7,75% db, sedangkan kadar abu bersifat mantap atau tidak rusak
(Tabel 3.1) produk olahan jamur karena pengolahan, namun
tiram putih mengalami penurunan. pengolahan dapat menyebabkan
Hal ini diduga karena senyawa susut mineral maksimal sebesar 3 %
penyusun abu banyak yang bersifat pada beberapa jenis sumber
larut dalam air sehingga pada saat makanan.
perebusan 30 menit komponen Jika dilihat dari jenis
penyusun kadar abu larut dalam air pengolahannya maka pada
perebusan. Kadar abu pada jenis pengolahan yang digoreng berbeda
pengolahan yang sama dengan nyata terhadap kadar abu jamur yang
variasi waktu yang berbeda diolah dengan pemanggangan tapi
menunjukkan tidak beda nyata. Hal tidak beda nyata dengan jamur rebus.

263
Pada jamur goreng memiliki kadar menyebabkan kadar lemak jamur
abu terendah karena dipengaruhi oleh tiram putih meningkat secara
kadar lemak yang tinggi. Kadar abu signifikan dibandingkan dengan
jamur tiram putih hasil penggorengan perlakuan pengolahan lain yang
masih dalam komposisi kimia yang tanpa menggunakan media minyak
proporsional berbasis kering jika untuk proses pengolahan.
direfleksikan dengan kadar lemak Berdasarkan hasil penelitian
yang tinggi. kadar karbohidrat terendah
Hasil pengujian kadar protein ditunjukkan pada jamur tiram putih
(Tabel 3.1) produk olahan jamur hasil penggorengan. Kadar
tiram putih mengalami penurunan karbohidrat jamur goreng berbeda
signifikan pada jamur yang digoreng. nyata terhadap jamur pra perlakuan,
Kadar protein jamur yang diolah rebus dan panggang. Sedangkan
dengan proses perebusan dan kadar karbohidrat pada jamur rebus
pemanggangan tidak beda nyata dan panggang tidak berbeda nyata
dengan jamur pada perlakuan namun terhadap jamur pra perlakuan.
dengan jamur yang diolah dengan Kandungan karbohidrat ditentukan
penggorengan berbeda nyata. secara by difference sehingga
Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya kandungan karbohidrat
dengan pemanasan pada suhu yang ditentukan oleh banyaknya
tinggi senyawa N yang ada di dalam komponen lain seperti kadar abu,
protein kemungkinan banyak yang protein dan lemak yang terkandung
berubah menjadi senyawa yang di dalam jamur tiram putih.
mudah menguap. Selain itu, kadar Analisis kadar serat pangan
protein dipengaruhi oleh kadar lemak yang dilakukan adalah analisis kadar
yang tinggi sehingga kadar protein serat tidak larut (IDF) dan kadar
tersebut masih dalam komposisi serat larut (SDF) serta total serat
kimia yang proporsional berbasis (TDF). Hasil penelitian kadar serat
kering jika direfleksikan dengan pangan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
kadar lemak yang tinggi. Pada Tabel Serat tidak larut (IDF) produk
4.1 menunjukkan kadar protein olahan jamur tiram putih berkisar
jamur tiram putih olahan tidak antara 30,20 % sampai 70,07%. IDF
berbeda nyata dengan variasi lama tertinggi pada jamur tiram putih
waktu pengolahan, yang berarti rebus sedangkan IDF terendah
bahwa lama waktu pengolahan tidak terdapat pada jamur goreng. IDF
mempengaruhi kadar protein pada terdiri dari komponen hemiselulosa,
produk. selulosa dan lignin. Peningkatan IDF
Kadar lemak produk olahan terjadi pada jamur panggang maupun
jamur tiram putih berkisar antara jamur rebus. Hal ini diduga karena
0,98% sampai 39,65%. Kadar lemak terbentuk polimer hasil reaksi
tertinggi terdapat pada jamur tiram pencoklatan non-enzimatis. Menurut
putih yang digoreng, sedangkan Stasse dan Wolthuis (1981) dalam
kadar lemak terendah terdapat pada Raharja et al, 2002 serat yang
jamur mentah. Hal ini disebabkan terkandung dalam bahan pangan
karena adanya penyerapan minyak dapat meningkat akibat proses
selama proses penggorengan pemanasan yang melibatkan proses

264
pencoklatan atau reaksi maillard dari IDF, oleh karena itu
antara asam amino dan produk hasil pembentukan senyawa mirip lignin
degradasi gula. Hal tersebut tersebut terukur sebagai IDF
menyebabkan terbentuknya senyawa sehingga kadar IDF meningkat pada
mirip lignin yang terukur sebagai jamur panggang.
lignin. Lignin merupakan komponen

Tabel 3.2. Kadar serat pada jamur tiram putih mentah dan produk olahan
jamur tiram putih
Jenis proses Lama waktu IDF SDF TDF
pengolahan pengolahan (% db) (% db) (% db)
(menit)
Pemanggangan 5 65,96 c 4,45 c 70,41 c
10 67,52 c 3,45 bc 70,90 c
15 69,19 c 3,21 bc 72,40 c
penggorengan 5 32.51 a 1,62 ab 34,13 a
10 34,07 a 0,26 a 34,33 a
15 30,20 a 0,16 a 30,36 a
Perebusan 5 58,74 bc 3,75 bc 62,49 bc
10 67,59 c 3,15 bc 70,75 c
15 70,07 c 3,09 bc 73,16 c
Jamur mentah 53,66 b 3,25 bc 56,91 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf α 0,05

Pada jamur goreng memiliki (Mahardhikaningrum dan Yuanita,


kadar IDF yang berbeda signifikan 2012). Hal tersebut mengakibatkan
terhadap jamur panggang. Hal ini IDF pada jamur rebus cenderung
disebabkan terjadinya perubahan meningkat.
proporsi komposisi dan berat total Serat pangan larut (SDF)
bahan jamur tiram setelah dilakukan produk olahan jamur tiram putih
penggorengan. Proses penggorengan berkisar antara 0,16 % sampai
menyebabkan terjadinya penyerapan 4,45%. SDF tertinggi pada jamur
minyak didalam produk sehingga tiram putih panggang sedangkan
perbandingan IDF terhadap berat SDF terendah terdapat pada
total menurun. perlakuan jamur goreng. Nilai SDF
Proses perebusan pada jamur goreng berbeda
mengakibatkan kerusakan dinding signifikan terhadap perlakuan
sel, pecahnya middle lamela dan lainnya, hal ini diduga akibat proses
gelatinisasi pati. Bahan makanan pemanasan dengan suhu tinggi pada
yang telah mengalami proses media minyak sehingga terjadi reaksi
pengeringan menyebabkan maillard.
terbentuknya pati tidak tercerna Total serat pangan (TDF)
(resistant starch) yang bersifat tidak produk olahan jamur tiram putih
larut dan sulit didegradasi oleh enzim berkisar antara 30,36 % sampai
amilase. Pembentukan pati tak 73,16 %. TDF tertinggi yaitu pada
tercerna ini terukur sebagai selulosa jamur tiram putih rebus sedangkan

265
TDF terendah terdapat pada merupakan komponen dari TDF.
perlakuan jamur goreng. Nilai TDF Adapun hasil uji organoleptik dari
sangat erat hubungannya dengan IDF beberapa produk olahan jamur tiram
dan SDF karena IDF dan SDF putih dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Sifat organoleptik dengan pengujian tingkat kesukaan pada


produk olahan jamur tiram putih
Jenis Lama Waktu Rasa Tekstur Keseluruhan
Pengolahan Pengolahan Warna
(menit)
Pemanggangan 5 3,50 3,57 4,20 3,70
10 3,10 3,60 3,97 3,70
15 3,10 3,20 3,20 3,03
Penggorengan 5 3,57 4,07 3,93 4,10
10 4,50 4,70 3,93 4,60
15 3,93 4,17 4,40 4,13
Perebusan 5 4,40 3,23 4,53 3,83
10 4,47 3,30 4,67 3,93
15 4,43 3,23 4,33 3,80
Keterangan : Angka pada tabel menunjukkan (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak
tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka.

Kesukaan panelis terhadap warna gula reduksi yang terkandung


produk olahan jamur tiram putih bersama-sama protein.
berkisar antara 3,10 (agak tidak suka) Kandungan protein dan
sampai 4,50 (mendekati agak suka). karbohidrat merupakan sumber asam
Kesukaan panelis terhadap warna amino dan gula reduksi. Pada jamur
tertinggi pada jamur tiram putih tiram putih kandungan protein dan
digoreng selama 10 menit, karbohidrat cukup tinggi sehingga
sedangkan kesukaan panelis terhadap reaksi maillard dapat terjadi akibat
warna terendah terdapat pada proses pemanasan. Tingkat kesukaan
perlakuan jamur yang di panggang panelis terhadap jamur yang
10 dan 15 menit. Tingkat kesukaan dipanggang berkisar antara 3,10 –
panelis terhadap warna jamur yang 3,50 (agak tidak suka – mendekati
digoreng berkisar antara 3,57 - netral) karena pada jamur panggang
4,50% (mendekati netral- agak suka) juga terjadi proses pencoklatan
karena warna pada jamur kuning namun jamur kelihatan kering seperti
kecoklatan sampai coklat. Perubahan terbakar sehingga mengurangi
warna terjadi akibat proses reaksi tingkat kesukaan. Sedangkan tingkat
maillard. Reaksi maillard merupakan kesukaan panelis terhadap jamur
reaksi antara amino group dari asam yang direbus berkisar antara 4,43 –
amino esensial seperti lisin dengan 4,47 (cenderung netral) karena tidak

266
ada perubahan warna yang signifikan mendekati suka). Tingkat kesukaan
sehingga panelis tidak dapat panelis terhadap tekstur yang
membedakan warna jamur rebus. memiliki nilai mendekati suka
Kesukaan panelis terhadap terdapat pada jamur tiram putih
rasa produk olahan jamur tiram putih direbus dan digoreng, sedangkan
berkisar antara 3,20 (agak tidak suka) tingkat kesukaan tekstur terendah
sampai 4,70 (netral mendekati suka). terdapat pada perlakuan jamur
Tingkat kesukaan panelis terhadap dipanggang.
rasa tertinggi pada jamur tiram putih Pada jamur digoreng
digoreng selama 10 menit, memiliki tingkat kesukaan cukup
sedangkan tingkat kesukaan panelis tinggi dikarenakan tekstur jamur
terhadap rasa terendah terdapat pada tersebut memiliki kerenyahan yang
perlakuan jamur dipanggang dan sesuai dengan kesukaan panelis.
rebus. Tekstur hasil olahan jamur
Jamur goreng memiliki dipengaruhi oleh protein, lemak dan
tingkat kesukaan tertinggi berkisar karbohidrat. Perubahan dipengaruhi
antara 4,07 – 4,70 (netral - oleh kandungan protein yang
mendekati agak suka) karena pada mengalami reaksi maillard, sebagian
jamur goreng menghasilkan sensasi mineral hilang dan lemak yang
yang gurih akibat adanya minyak masuk dalam bahan dapat mencapai
yang bereaksi dengan komposisi 39% berat bahan. Selain itu,
kimia pada jamur misalnya antara perubahan tekstur juga berhubungan
minyak dan protein. Protein dalam erat dengan kandungan karbohidrat
jamur tiram putih terdiri dari pada jamur tiram putih yang cukup
beberapa asam amino, salah satunya tinggi. Karbohidrat mengandung
adalah glutamat. Reaksi antara komponen pati dimana jika terjadi
minyak dan glutamat menghasilkan proses pemanasan pati tersebut akan
rasa gurih atau umami sehingga mengalami proses gelatinisasi
tingkat kesukaan panelis meningkat. sehingga akan mempengaruhi tekstur
Tingkat kesukaan panelis jamur.
terhadap rasa jamur rebus berkisar Pada jamur rebus kurang
antara 3,23 – 3,30 (agak tidak disukai karena teksturnya lunak,
suka) karena rasa jamur rebus seperti sedangkan jamur panggang kurang
daging mentah. Sedangkan tingkat disukai karena teksturnya keras dan
kesukaan terhadap jamur panggang jamur tiram putih menjadi kering
berkisar 3,20 – 3,60 (agak tidak suka tidak merata. Proses perebusan
– mendekati netral ) karena jamur mengkibatkan protein terdenaturasi
panggang ada rasa seperti terbakar. dan beberapa senyawa kimia ikut
Hal ini karena panas udara pada oven larut dalam air rebusan, hal ini akan
kontak langsung dengan bahan mempengaruhi tekstur jamur
sehingga jamur menjadi kering dan tersebut. Bagian luar jamur panggang
memiliki rasa terbakar. terkesan keras sedangkan bagian
Tingkat kesukaan panelis dalamnya masih lunak sehingga
terhadap tekstur produk olahan jamur panelis kurang menyukai jamur
tiram putih berkisar antara 3,20 (agak pangang. Tekstur adalah sifat benda
tidak suka) sampai 4,67 (netral yang meliputi kerenyahan, kekerasan

267
dan keelastisan. Hal ini sangat Hal tersebut sangat
menentukan penerimaan panelis dipengaruhi oleh warna, rasa dan
terhadap tekstur produk jamur yang tekstur. Pada jamur digoreng disukai
dihasilkan. karena dari rasa, warna maupun
Tingkat kesukaan panelis tekstur memiliki nilai kesukaan yang
terhadap keseluruhan produk olahan cukup tinggi dari jamur olahan
jamur tiram putih berkisar antara lainnya. Tingkat kesukaan pada
3,03 (agak tidak suka) sampai 4,60 jamur rebus secara keseluruhan
(netral mendekati suka). Tingkat bersifat netral karena panelis masih
kesukaan panelis terhadap dapat menerima baik dari segi warna,
keseluruhan tertinggi pada jamur rasa maupun tekstur. Sedangkan
tiram putih yang digoreng, pada jamur yang dipanggang tidak
sedangkan tingkat kesukaan panelis disukai oleh panelis baik dari warna,
terhadap keseluruhan terendah rasa maupun tekstur.
terdapat pada perlakuan jamur
panggang.
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang kesukaan panelis terhadap warna dan


dilakukan, diperoleh kesimpulan tekstur tertinggi pada jamur tiram
sebagai berikut : 1) Kadar abu, rebus dan tingkat kesukaan panelis
protein, karbohidrat dan serat pangan terhadap rasa dan secara keseluruhan
jamur tiram putih hasil penggorengan terdapat pada jamur goreng.
mengalami penurunan yang Perlunya penelitian mengenai
signifikan dibandingkan jamur tiram aktivitas antioksidan jamur tiram
putih hasil pemanggangan dan putih yang diolah dengan
perebusan, 2) variasi waktu penambahan bumbu baik secara in
pengolahan selama 5, 10 dan 15 vitro maupun in vivo agar dapat
menit tidak berpengaruh nyata diperoleh informasi yang lebih
terhadap kadar abu, protein, lemak, lengkap mengenai efeknya setelah
karbohidrat dan serat pangan pada dikonsumsi.
semua jenis pengolahan, 3) tingkat

DAFTAR PUSTAKA

Djariyah, N.M., dan Djariyah, A.S. 2001. Budi Daya Jamur Tiram: Pembibitan
Pemeliharaan dan Pengendalian Hama Penyakit. Jogjakarta: Penerbit
Kanisius.

Harris, R.S. dan Kasmas, E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan
Pangan. Terbitan ke 2. Penerbit ITB. Bandung

268
Mahardikaningrum, S dan Yuanita, L. 2012. Aktivitas Enzim Amilase Rattus
norvegicus Pada Diet Tinggi Serat Pangan : Variasi Ph dan Lama
Perebusan. Journal of Chemistry 1: 1.

Manzi, P., Gambelli, L., Marconi, S., Vivanti, V., and Pizzoferrato, L. 1999.
Nutrients in Edible Mushrooms: An Inter-Species Comparative Study.
Food Chemistry, 65: 477–482.

Raharja, S., I. Paryanto, dan F. Yuliani. 2004. Ekstraksi dan Analisa Dietary
Fiber Dari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia). Jurnal Teknologi Industri
Pertanian 14(1): 30−39.

Synytsya, A., Mickova, K., Jablonsky, I., Slukova, M., and Copikova, J. 2008.
Mushrooms of Genus Pleurotus as a Source of Fibres and Glucans For
Food Supplements. Journal of Food Science, 26(6): 441–446.

Widodo, N. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid yang Terkandung


Dalam Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Semarang : Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang.

Xu B.J and Chang S.K.C (2007). A Comparative Study on Phenolic Profiles and
Antioxidant Activities of Legumes as Affected by Extraction Solvents.
Journal Food Science 72: S159-S166.

269

You might also like