You are on page 1of 16

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Petugas Komisi Kesesuaian

Format Artikel

Ir. Hasanuddin, M.Sc. Ir. Marniza, M.Si. Dra. Devi Silsia, M.Si.

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN UDANG DENGAN EKSTRAK


BAWANG PUTIH SELAMA PENYIMPANAN DAGING AYAM
BROILER

THE EFFECT OF ADDITIONAL SHRIMP CHITOS WITH GARLIC


EXTRACT DURING STORAGE OF BROILER CHICKEN MEAT

Rika Oktavia*, Hasanuddin dan Marniza


Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
*Email korespondensi : via02037@gmail.com

ABSTRACT

Broiler chicken meat is a meat type product with the highest consumption and production rates
in Indonesian. Chitosan and garlic are antimicrobial and antibacterial ingredients that can be used to
maintain the shelf life and quality of broiler chicken meat products. The purpose of this study was to
determine the effect of the addition of shrimp chitosan with garlic extract on the quality and shelf life
of broiler chicken drumstick meat which included organoleptic tests (color, texture, and aroma),
physical properties (water content), chemical properties (fat content and pH), and microbiological
properties (Total Plate Count (TPC)). This study used a non-factorial Randomized Block Design
(RBD) and the treatment applied was the soaking of broiler chicken drumstick meat in a solution of
20% garlic extract and chitosan at a chitosan concentration of 0%, 0.5%, 1%, 1.5%, and 2% with
three repetitions. The data obtained were analyzed by the analysis of variance (ANOVA) method by
testing how much effect chitosan has with garlic extract which is related to shelf life at a significant
level of 5% and if there are differences, it is continued with Duncan's Multiple Range Test (DMRT).
The results of organoleptic observations (color, texture, and flavor) were analyzed using the Friedman
test. Meanwhile, the Total Plate Count (TPC) results on microbiological characteristics are presented
in the form of a table and analyzed descriptively. In organoleptic tests, it had a significant effect on the
level of liking for color, but it had no noticeable effect on aroma and texture. Physical properties
(moisture content) have no significant effect. The chemical properties (fat content) have a real
influence but have no real effect on chemical properties (pH). In the nature of microbiology (TPC)
where during total storage microbes are increasing slowly.

Keywords: broiler chicken meat, chitosan, garlic extract

ABSTRAK

Daging ayam broiler merupakan produk jenis daging dengan tingkat konsumsi dan produksi
paling tinggi di Indonesia. Kitosan dan bawang putih merupakan bahan antimikroba dan antibakteri
yang bisa digunakan untuk mempertahankan umur simpan dan mutu produk daging ayam broiler.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pengaruh penambahan kitosan udang dengan ekstrak
bawang putih terhadap mutu dan umur simpan daging paha ayam broiler yang meliputi uji
organoleptik (warna, tekstur, dan aroma), sifat fisik (kadar air), sifat kimia (kadar lemak dan pH), dan
sifat mikrobiologi (Total Plate Count (TPC)). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) non faktorial dan perlakuan yang diterapkan yaitu perendaman daging paha ayam broiler
dalam larutan ekstrak bawang putih 20% dan kitosan pada  konsentrasi kitosan 0% ,0,5%, 1%, 1,5%,
dan 2% dengan tiga kali pengulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis of
variance (ANOVA) dengan menguji seberapa besar berpengaruh kitosan dengan ekstrak bawang putih
yang berhubungan dengan umur simpan pada taraf signifikan 5% dan jika terdapat perbedaan maka
dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil pengamatan organoleptik
(warna, tekstur, dan aroma) dianalisis menggunakan uji Friedman. Sedangan hasil Total Plate Count
(TPC) pada karakteristik mikrobiologi disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.
Pada uji organoleptik berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan untuk warna, namun namun tidak
berpengaruh nyata terhadap aroma dan tekstur. Sifat fisik (kadar air) tidak berpengaruh nyata. Pada
sifat kimia (kadar lemak) memberikan pengaruh nyata namun tidak berpengaruh nyata terhadap sifat
kimia (pH). Pada sifat mikrobiologi (TPC) dimana selama penyimpanan total mikroba semakin
meningkat secara perlahan.

Kata Kunci: daging ayam broiler, ekstrak bawang putih, kitosan

PENDAHULUAN

Ayam ras atau broiler menjadi komoditas utama karena merupakan ayam unggulan
dengan pertumbuhannya yang cepat serta mempunyai prospek pasar yang baik karena
didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat selaku
konsumen. Selain faktor harga dan preferensi konsumen, kandungan gizi yang lengkap daging
ayam broiler mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh, mudah diperoleh, dan harga
yang terjangkau (Liur & Tagueha, 2020).
Daging ayam segar perlu mendapatkan perlakuan khusus karena merupakan salah satu
bahan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme. Tanda-tanda kerusakan daging
ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen
(perubahan warna), dan perubahan rasa (Anggeraini, 2018). Kontaminasi dari
mikroorganisme dapat menimbulkan perubahan kualitas pada daging ayam baik kualitas fisik,
kualitas kimia, dan kualitas mikrobiologis. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya
pembusukan perlu dilakukannya penanganan seperti pemberian bahan pengawet makanan
alami seperti penggunaan kitosan (Pestariati, 2008).
Kitosan dapat digunakan untuk pengawet bahan makanan sebagai pengganti formalin.
Kitosan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim
lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan
efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan
bakteri disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan kapang (Nurhikmawati et al., 2014). Kitosan udang dapat digunakan
sebagai bahan pengawet daging ayam, tanpa mengubah rasa dan aroma khas daging ayam.
Berdasarkan penelitian Sembiring (2020), tentang pengaruh kitosan terhadap umur simpan
daging dada ayam broiler yang menunjukkan bahwa perendaman pada daging dada ayam
broiler selama 3 menit dengan konsentrasi kitosan 1,5% berpengaruh terhadap mutu daging
dada ayam broiler serta dapat mempertahankan umur simpan sampai 12 jam pada suhu ruang.
Selain menggunakan kitosan sebagai bahan pengawet kita juga dapat memanfaatkan bawang
putih sebagai bahan pengawet alami.
Bawang putih dapat dijadikan sebagai bahan untuk pengawetan karena bawang putih
merupakan tanaman sumber antioksidan yang mengandung senyawa bioaktif seperti dialil
disulfida, dialil trisulfida, alil propil disulfida, dietil disulfida, dialil polisulfida, alinin, serta
allicin. Bawang putih berpotensi untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk dan hasil
penggunaan bawang putih menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
penggunaan jahe dan kunyit (Suharti, 2004).
Anggeraini (2018), menyatakan bahwa pemberian ekstrak bawang putih terhadap
daging broiler sebagai bahan pengawet menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih
sampai dosis 20% dengan lama waktu perendaman selama 6 menit sebagai bahan pengawet
tidak berpengaruh nyata terhadap daya suka panelis pada komponen warna, aroma, dan rasa
daging broiler.
Pencampuran ekstrak bawang putih dengan kitosan juga pernah dilakukan oleh Hadi et
al. (2014), tentang aplikasi kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih sebagai
pengawet dan pelapis edible bakso sapi menunjukkan bahwa penambahan ekstrak bawang
putih 2% dengan kitosan 1% mampu meningkatkan penghambatan pertumbuhan mikroba
dibandingkan hanya menggunakan satu jenis antibakteri (larutan kitosan 1%) serta
penambahan ekstrak bawang putih pada adonan bakso meningkatkan umur simpan selama 12
jam, sedangkan aplikasi sebagai edible coating mampu meningkatkan umur simpan selama 24
jam pada penyimpanan dalam suhu ruang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
penambahan kitosan udang dengan ekstrak bawang putih terhadap lama penyimpanan daging
ayam broiler pada sifat organoleptik yaitu warna, aroma, dan tekstur, pada sifat fisik yaitu
kadar air, pada sifat kimia yaitu kadar lemak dan pH dan sifat mikrobiologi yaitu total jumlah
mikroba atau Total Plate Count (TPC).

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, baskom plastik, timbangan
analitik, oven, stopwatch, autoclave, kertas saring, tisu, alumunium foil, kompor listrik,
pemanas spritus, batang pengaduk, talenan, pipet tetes, pH meter, sarung tangan, kapas, kain
lab, mortal, soxhlet, labu takar, karet, gelas ukur, erlenmeyer, cawan cawan petridish, tabung
reaksi, desikator, labu kjedahl 500 ml dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam broiler dari
Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah, alkohol 95%, ekstrak bawang putih dari toko
Ukhtipermata , kitosan udang dari toko Pharmapreneustore dengan deasetilasinya yaitu 99%,
asam asetat 2%, pelarut heksan, Natrium agar, dan aquades.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) non faktorial. Faktornya yaitu konsentrasi kitosan udang (P) dengan
konsentrasi kitosan udang 0% (P0), konsentrasi kitosan udang 0,5% (P1), konsentrasi kitosan
udang 1% (P2), konsentrasi kitosan udang 1,5% (P3) dan konsentrasi kitosan udang 2% (P4).
Terdapat 5 taraf perlakuan dan 3 kali pengulangan sehingga dihasilkan sebanyak 15 unit
percobaan.
Tahap Penelitian
Tahapan Proses Perendaman Ayam Broiler
Daging paha ayam difilet kemudian dicuci. Kemudian daging paha ayam dipotong
seberat 60 gram. Membuat larutan kitosan udang dengan konsentrasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan
2% dengan cara menimbang jumlah kitosan udang sesuai dengan konentrasi yang diinginkan
kemudian ditambahkan larutan asetat 2% hingga 100 ml. Membuat ekstrak bawang putih
dengan konsentrasi 20% dengan cara menimbang sebanyak 20 gram ekstrak bawang putih
dan ditambahkan aquades hingga 100 ml. Melakukan perendaman terhadap daging paha ayam
pada larutan kitosan udang konsentrasi 0%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dengan ekstrak bawang
putih konsentrasi 20% yang telah dicampurkan selama 30 menit. Setelah melakukan
perendaman terhadap daging paha ayam broiler kemudian melakukan pengamatan terhadap
waktu simpan yaitu selama 0 jam, 6 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam pada suhu ruang.

Parameter Pengamatan
Organoleptik
Uji organoleptik menggunakan uji hedonik yang dilakukan untuk menentukan aroma,
warna dan tekstur. Pengujian secara hedonik menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 20
hingga 25 panelis. Pengujian terhadap warna, aroma, dan tekstur dilakukan dengan cara
menyiapkan wadah dengan potongan daging paha ayam broiler mentah dengan berat masing-
masing 10 gram yang telah dilakukan perendaman dengan kitosan udang dan ekstrak bawang
putih sebelumnya dan memberikan kode pada masing-masing wadah sampel. Dimana sampel
yang digunakan pada uji organoleptik yaitu daging paha ayam broiler yang telah direndam
selama 30 menit dengan konsentrasi kitosan udang 0%, 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% dengan
masing-masing penambahan ekstrak bawang putih dengan konsentrasi 20%. Skala hedonik
menggunakan skala angka dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Skala organoleptik


Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat suka 5
Suka 4
Netral 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
Sumber : Setyaningsih et al, 2010 dalam Jutralita, 2022

Sifat Fisik
Kadar Air
Pengecekan kadar air pada daging ayam dapat dilakukan dengan menggunakan oven.
Langkah-langkah dalam melakukan pengukuran kadar air daging ayam dengan menimbang
sebanyak 5 gram daging paha ayam broiler dengan berat wadah yang sudah diketahui. Daging
paha ayam yang telah ditimbang tersebut dibungkus dengan menggunakan alumunium foil
kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 oC selama 3-5 jam. Setelah itu,
dinginkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya. Daging yang telah
ditimbang dimasukkan kembali kedalam oven dan di timbang sampai diperoleh berat bobot
tetap. Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
( Berat Bahan+ berat cawankosong )−Berat Akhir
% KadarAir = X 100
Berat Bahan awal
(Sudarmadji et al., 1997).

Sifat Kimia
Kadar Lemak
Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan ditimbang juga kertas saring bebas lemak (Wa).
Sampel dibungkus menggunakan kertas saring yang dibentuk seperti puyer (Wb) dan
dipanaskan ke dalam oven dengan suhu 105oC. selanjutnya sampel ditimbang dalam keadaan
panas (Wc). Kemudian dimasukan ke dalam soxhlet, ditambahkan heksan dan dipanaskan
selama 16 jam sampai berwarna jernih. Selanjutnya soxhlet diangkat dan bungkusan
dikeluarkan dan di angin-anginkan sampai sisa hexsan menguap. Bungkusan dimasukan lagi
ke dalam oven selama 6 jam dengan suhu 105oC. kemudian sampel dikeluarkan dan
ditimbang dalam keadaan panas (Wd). Kadar lemak dihitung dengan rumus :
Wc−Wd
Kadar Lemak ( %) = × 100 %
Wb−Wa
(AOAC, 2016).

pH
Pengujian derajat asam basa (pH) dilakukan menggunakan alat pH meter larutan,
prosedur pengujiannya dilakukan dengan cara menimbang daging paha ayam broiler sebanyak
2 gram. Kemudian haluskan dengan menggunakan pisau hingga daging paha ayam broiler
tercincang halus. Bahan yang telah halus selanjutnya dilarutkan kedalam akuades sebanyak 10
ml dan dihomogenkan. Kemudian celupkan pH meter kedalam larutan dan lihat angka yang
keluar di display pH meter (AOAC, 1995).
Total Plate Count (TPC)
TPC (Total Plate Count) adalah menghitung pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil
setelah sampel makanan ditanam pada lempeng media. Media dalam cawan yang telah berisi
sampel dibiarkan hingga memadat dan diinkubasi dengan posisi terbalik selama 24-48 jam
pada suhu 37oC. Penghitungan total mikroba digunakan perhitungan koloni berdasarkan
ketentuan Standard Plate Count (SPC) (Hajrawati et al., 2016).
Menimbang sample sebanyak 5 gram. Menyiapkan sebanyak 6 tabung reaksi, kemudian
isi dengan aquades masing-masing sebanyak 9 ml, kemudian diaduk hingga homogen
sehingga akan diperoleh larutan sampel dengan konsentrasi 10-1 dan masukkan ke dalam
tabung pegenceran secara aseptis. Mengambil 1 ml sampel konsentrasi 10-1 dan memasukkan
kedalam tabung pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan hingga 10-6. Selanjutnya,
mengambil Ambil 0,1 ml sampel dari setiap pengenceran, tanamkan pada permukaan cawan
petri. Ambil media NA yang encer sebanyak 10-15 ml, masukkan ke dalam cawan petri dan
tutup kembali. Tunggu hingga benar-benar memadat. Setelah sampel meresap ke dalam agar
(diamkan sekurang-kurangnya 1 jam), inkubasikan cawan-cawan tersebut dalam posisi
terbalik pada suhu ruang selama 2 x 24 jam (Kurniati et al., 2018). Perhitungan Angka
Lempeng Total (ALT) sebagai berikut:

ΣC
N=
[ ( 1 x n1 )+ ( 0,1 x n2 ) ] x (d )
(Abdi, 2021).
Keterangan :

N = Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g
C = Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 = Jumlah cawan pada pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = Jumlah cawan pada pada pengenceran kedua yang dihitung
d = Jumlah pengenceran yang digunakan
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis of variance (ANOVA)
menggunakan aplikasi SPSS 25,0 dengan menguji seberapa besar berpengaruh kitosan dengan
ekstrak bawang putih yang berhubungan dengan umur simpan pada taraf signifikan 5% dan
jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan metode Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT). Hasil pengamatan organoleptik (warna, tekstur, dan aroma) dianalisis menggunakan
uji Friedman. Sedangan hasil Total Plate Count (TPC) pada karakteristik mikrobiologi
disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Organoleptik
Warna
Hasil uji organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap warna pengaruh penambahan
kitosan udang dengan ekstrak bawang putih selama penyimpanan daging ayam broiler yang
dihasilkan dengan nilai rata-rata rentang antara 2,84 (tidak suka hingga netral) - 3,84 (netral
hingga suka). Tingkat kesukaan warna paling tinggi terhadap daging ayam broiler terdapat
pada perlakuan penambahan ekstrak bawang putih 20% dengan kitosan 0% yaitu 3,84 (netral
hingga suka), sedangkan tingkat kesukaan warna paling rendah terhadap daging ayam broiler
terdapat pada perlakuan penambahan ekstrak bawang putih 20% dengan kitosan 0,5% yaitu
2,84 (tidak suka hingga netral). Hasil organoleptik warna terhadap pengaruh penambahan
kitosan udang dengan ekstrak bawang putih selama penyimpanan daging ayam broiler dapat
dilihat pada Gambar 1.
T ing ka t K e suka a n W a r na

4.5
4 3.84
3.44 3.4 3.56
3.5 3.24
3 2.84
2.5
2
1.5
1
0.5
0
kontrol 0% 0,5% 1% 1,5% 2%

Konsentrasi Kitosan (%)

Gambar 1. Rata-rata nilai organoleptik pada tingkat kesukaan warna daging paha ayam
broiler menggunakan berbagai konsentrasi kitosan dengan ekstrak bawang putih
Hasil uji Friedman pada warna menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kitosan
udang dengan ekstrak bawang putih berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis pada
warna daging ayam broiler yang dihasilkan dengan nilai signifikan yaitu (p<0,05). Hasil uji
Friedman tersebut menunjukan bahwa perlakuan yang paling disukai panelis pada konsentrasi
kitosan 0% dengan ekstrak bawang putih 20%, ini menunjukkan bahwa panelis lebih
cenderung menyukai warna daging ayam broiler tanpa penggunaan kitosan.
Hal ini sesuai dengan uji kadar air yang telah dilakukan, pada konsentrasi kitosan 0%
kadar air yang didapat yaitu sebesar 78,57% lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi
kitosan 2% dengan nilai kadar air sebesar 81,09% ini dapat menyebabkan warna yang
terdapat pada daging paha ayam boiler dengan konsentrasi 0% lebih cerah dibandingkan
daging paha ayam broiler dengan konsentrasi 2% yang mengandung lebih banyak air
sehingga daging ayam tampak sedikit lebih pucat diandingkan dengan konsentrasi 0%.
Menurut Qiao (2001), warna pada daging juga dapat dipengaruhi oleh kadar air dan pH pada
daging. Menurut Anggraeni (2012), menyebutkan bahwa penyimpanan daging ayam yang
terlalu lama dapat menyebabkan warna pada daging tampak lebih kusam. Hal ini sesuai
dengan penelitian Baeza (2004), menyatakan bahwa timbulnya perubahan warna daging ayam
disebabkan adanya interaksi antara pigmen warna daging ayam dengan oksigen.

Aroma
Hasil uji organoleptik aroma pada tingkat kesukaan panelis terhadap pengaruh
penambahan kitosan udang dengan ekstrak bawang putih selama penyimpanan daging ayam
broiler yang dihasilkan dengan nilai rata-rata rentang antara 2,76 (tidak suka hingga netral) -
3,16 (netral hingga suka). Tingkat kesukaan warna paling tinggi terhadap daging ayam broiler
terdapat pada perlakuan penambahan ekstrak bawang putih 20% dengan kitosan 0% yaitu
3,16 (netral hingga suka), sedangkan tingkat kesukaan warna paling rendah terhadap daging
ayam broiler terdapat pada perlakuan penambahan ekstrak bawang putih 20% dengan kitosan
0,5% yaitu 2,76 (tidak suka hingga netral). Hasil organoleptik warna terhadap pengaruh
penambahan kitosan udang dengan ekstrak bawang putih selama penyimpanan daging ayam
broiler dapat dilihat pada Gambar 2.
Tingkat Kesukaan Aroma

5.00
4.50
4.00
3.50 3.16 3.12
2.8 2.92 2.96
3.00 2.76
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
kontrol 0% 0,5% 1% 1,5% 2%

Konsentrasi Kitosan (%)

Gambar 2. Rata-rata nilai organoleptik pada tingkat kesukaan aroma daging paha ayam
broiler menggunakan berbagai konsentrasi kitosan dengan ekstrak bawang putih
Hasil uji Friedman pada aroma menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kitosan
udang dengan ekstrak bawang putih berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kesukaan
panelis pada aroma daging ayam broiler yang dihasilkan dengan nilai signifikan yaitu (P>
0,05). Hasil uji Friedman tersebut menunjukan bahwa perlakuan yang paling disukai panelis
pada konsentrasi kitosan 0% dengan ekstrak bawang putih 20%. Hal ini dapat dikarenakan
oleh perendaman daging ayam broiler hanya dengan ekstrak bawang putih, dimana bawang
putih mampu menyamarkan bau amis yang terdapat pada daging ayam broiler, sehingga lebih
efektif dibandingkan dengan penambahan kitosan yang akan sedikit mengurangi aroma khas
dari bawang putih karena bertambahnya jumlah air dalam perlakuannya sehingga aroma khas
bawang putih sedikit berkurang. Akan tetapi penambahan kitosan dengan konsenrasi 0,5%,
1%, 1,5% dan 2% panelis masih menilai bahwa daging ayam broiler dengan penambahan
kitosan masih memiliki aroma seperti daging kontrol (daging segar). Ini dapat disebabkan
oleh karena kitosan udang tidak memiliki bau, sehingga aroma khas daging ayam tetap bisa
tercium oleh panelis tanpa mengurangi fungsi dari kitosan sebagai pelapis makanan.
Hal ini sesuai dengan penelitian Cahyadi (2006), kitosan memiliki fungsi tidak
menurunkan aroma dan bau bahan yang diawetkan yakni melapisi, sehingga pengaruh dari
luarpun dapat dihambat oleh kitosan tersebut termasuk faktor aroma bahan yang diawetkan.
Menurut Nirmala et al. (2016), menyebutkan bahwa nilai organoleptik aroma dengan kitosan
lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa kitosan. Meningkatnya jumlah bakteri
pada setiap jam pengamatan juga dapat mempengaruhi terhadap aroma daging ayam yang
semakin tidak enak atau bahkan berbau busuk.
Tekstur
Hasil uji organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur daging ayam broiler
yang dihasilkan dengan nilai rata-rata rentang antara 3,08 (netral) - 3,56 (netral hinggat suka).
Tingkat kesukaan yang paling tinggi terhadap tekstur daging ayam broiler terdapat pada
perlakuan penambahan konsentrasi kitosan 0% dengan ekstrak bawang putih 20% yaitu 3,56.
Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan penambahan kitosan udang sebanyak 0,5%
dengan ekstrak bawang putih 20%. Hasil uji organoleptik tekstur daging ayam broiler dapat
dilihat pada Gambar 3.
T ing ka t Kesuka an T ekstur

5
4.5
4 3.56
3.32 3.4 3.36
3.5 3.16 3.08
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
kontrol 0% 0,5% 1% 1,5% 2%

Kosentrasi Kitosan (%)

Gambar 3. Rata-rata nilai organoleptik pada tingkat kesukaan tekstur daging paha ayam
broiler menggunakan berbagai konsentrasi kitosan dengan ekstrak bawang putih

Hasil uji Friedman pada tekstur menunjukkan bahwa perlakuan penambahan kitosan
udang dengan ekstrak bawang putih berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat kesukaan
panelis pada tekstur daging ayam broiler yang dihasilkan dengan nilai signifikan (P>0,05).
Hal ini dapat dikarenakan oleh semakin tingginya konsentrasi kitosan yang digunakan maka
nilai pH yang didapatkan akan semakin tinggi dibandingkan perlakuan tanpa menggunakan
kitosan. Hal ini sesuai dengan penelitian Soeparno (2005), menyatakan bahwa keempukan
daging dapat berhubungan dengan pH dimana daging yang memiliki pH lebih besar diatas 6,0
lebih empuk dibandingkan daging yang pHnya dibawah 6,0. Menurut Purwati (2007),
menyebutkan bahwa tekstur merupakan kualitas yang berkaitan erat dengan keempukan
daging. Menurut Harjanti (2014), kerusakan dan perubahan yang terjadi pada tekstur daging
ayam dapat diakibatkan oleh adanya mikroorganisme yang merusak struktur daging ayam
sehingga daging ayam menjadi lebih lunak dan berair.

Sifat Fisik
Kadar Air
Kadar air pada ayam broiler dengan penambahan kiosan udang dengan ekstrak bawang
putih berkisar antara 76,76% sampai 78,91%. Hasil perhitungan dengan menggunakan Anova
menunjukan bahwa penambahan kitosan udang dengan ekstrak bawang putih selama
penyimpanan daging ayam broiler tidak berpegaruh nyata terhadap perubahan kadar air
daging paha ayam broiler dengan taraf signifikan yaitu 0,34 (p>0,05). Kadar air daging paha
ayam dapat dilihat pada Gambar 4.
90.00
80.00 78.57 77.69 77.11 75.79
77.88 78.29 74.64
81.28 77.60 76.75
70.00 78.69 78.33
80.32 76.63 75.23
79.22 77.45 75.87 Konsentrasi
60.00 80,49 79.84 79.19 76.80
81.09 77.90 76.53 Kitosan
50.00
Kadar Air

0%
40.00
0,5%
30.00
1%
20.00
1,5%
10.00
2%
0.00
0 Jam 6 Jam 12 Jam 18 Jam 24 Jam
Waktu Pengamatan
Gambar 4. Kadar air daging paha ayam broiler menggunakan berbagai konsentrasi kitosan
dengan ekstrak bawang putih
Penggunaaan kitosan udang dengan berbagai konsentrasi dengan ekstrak bawang putih
tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada peningkatan kadar air pada daging ayam
broiler. Hal ini menunjukkan bahwa serapan daging paha ayam broiler terhadap berbagai
konsentrasi kitosan hingga 2% dengan ekstrak bawang putih 20% belum begitu efektif dalam
penyerapannya. Hal ini dapat dikarenakan tekstur kitosan dengan konsentrasi 2% dan ekstrak
bawang putih tidak terlalu cair sehingga campuran yang dihasilkan dari kitosan udang dengan
ekstrak bawang putih yang dihasilkan masih bertekstur mengental sehingga dalam
penyerapannya belum terlalu maksimal, serta kemampuan mengikat air yang terdapat pada
kitosan mengakibatkan semakin tingginya konsentrasi yang digunakan maka kemampuan
dalam mengikat air juga akan semakin meningkat dan kadar air yang didapatkan semakin
menurun. Sehingga pengunaan kitosan udang pada penyimpanan daging paha ayam broiler
terhadap kadar air yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan penyimpanan daging paha ayam
broiler tanpa mengunakan kitosan.
Hal ini sesuai dengan Sembiring et al. (2015), yang menyatakan bahwa semakin lama
daging disimpan maka daya ikat air semakin tinggi dan kadar air pada daging akan semakin
menurun. Suradi (2012), menyatakan bahwa glikogen pada daging akan diubah menjadi asam
amino sampai glikogen nantinya. Penurunan glikogen tersebut juga berpengaruh terhadap
daya ikat air yang semakin lama akan semakin kecil dan akan banyak air yang dilepas atau
menguap. Selain itu, Mustapa et al. (2017), juga menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi kitosan yang digunakan maka kadar air yang diperoleh akan semakin menurun,
penurunan ini disebabkan karena adanya kemampuan kitosan yang tinggi untuk mengikat air.
Sifat Kimia
Kadar Lemak
Jumlah kadar lemak yang terdapat pada daging paha ayam broiler berkisar antara 8,24%
hingga 47,19%. Nilai rata-rata kadar lemak daging paha ayam broiler dengan perendaman
kitosan udang dengan ekstrak bawang putih dapat dilihat pada Gambar 5.
40
d
35 33.80 d
32.30
30 33.65 konsentrasi
31.75 c
31.51 27.79 26.03 kitosan
Kadar Lemak

25 29.73 27.35 26.54 b 0%


29.73 25.68 26.11 0,5%
20 24.86 18.54 17.33 a 1%
23.03 23.70 15.75
15 20.50 14.12 1,5%
17.84 10.62
10 17.13 2%
8.24
5

0
0 Jam 6 Jam 12 Jam 18 Jam 24 Jam
Waktu Pengamatan

Gambar 5. Kadar lemak daging paha ayam broiler menggunakan berbagai konsentrasi
kitosan dengan ekstrak bawang putih

Hasil uji Anova pada kadar lemak menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi kitosan
dengan ekstrak bawang putih berpengaruh terhadap kadar lemak daging paha ayam broiler
dengan taraf signifikan (P<0,05). Hal ini diduga karena kitosan mempunyai kemampuan
untuk mempertahankan serta meyerap lemak, Sehingga kitosan dapat mempertahankan nilai
kadar kadar lemak. Hal ini sesuai dengan penelitian menurut Knorr (1982), kitosan memiliki
gugus amino pada C-2 menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi, sehingga
kitosan memiliki sifat hidrofobik atau kemampuan untuk mengikat lemak. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Hargoto et al. (2008), yang menyebutkan bahwa kitosan dapat
menyerap lemak yang terdapat pada daging. Menurut Anggraeni (2012), Pemberian perlakuan
dengan menggunakan kitosan menyebabkan nilai kadar lemak daging ayam lebih rendah
dibandingkan dengan kadar lemak daging kontrol.
Pengunaan ekstrak bawang putih selama penyimpanan pada daging ayam broiler juga
dapat menghambat terjadinya kerusakan pada lemak daging ayam broiler karena pada
tumbuhan bawang putih terdapat kandungan fenol yang dapat mencegah terjadinya oksidasi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Sanger (2010), bahwa senyawa fenol dapat menghambat
oksidasi lemak sehingga mencegah kerusakan lemak, Selama penyimpanan kadar lemak akan
cenderung menurun, ini menunjukkan mulai terjadi penguraian lemak karena proses oksidasi
atau hidrolisis yang keduanya dapat terjadi secara autolisis maupun kegiatan mikroba.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan semakin lama waktu penyimpanan pada
daging paha ayam broiler maka nilai kadar lemak yang diperoleh akan semakin menurun
akibat jumlah mikroba yang semakin tinggi sesuai dengan hasil uji total plate count (TPC)
yang telah dilakukan dimana semakin lama penimpanan maka jumlah mikroba akan semakin
tinggi. Menurut Winarno (1997), yang nenyebutkan bahwa dengan terjadinya proses oksidasi
lemak akibat adanya kontak udara dengan asam lemak yang dapat mengakibatkan terjadinya
proses kerusakan.
pH
Nilai pH pada suatu pangan dapat digunakan untuk menunjukkan kebesaan ataupun
keasaman pada bahan pangan, semakain rendah nilai pH (<7) maka akan semakin besar
derajat keasaman dan sebaliknya jika pH semakin besar (>) maka semakin besar derajat
kebasaan suatu bahan pangan. Hasil analisis pH pada daging paha ayam broiler dapat dilihat
pada Gambar 6.

7.00
6.57
6.00 6.20 6.50
6.00 5.77 5.90 5.97 6.10
5.70 5.90 6.43
5.60 5.77 6.40 Konsentrasi
5.00 5.70 5.73 5.90 6.00 6.40 Kitosan
5.70 5.93 5.93 6.10
4.00 5.57 5.83
0%
pH

3.00 0,5%
1%
2.00 1,5%
1.00 2%

0.00
0 Jam 6 Jam 12 Jam 18 Jam 24 Jam
Waktu Pengamatan

Gambar 6. pH daging paha ayam broiler menggunakan berbagai konsentrasi kitosan dengan
ekstrak bawang putih

Nilai rata-rata pH menunjukkan bahwa pH daging paha ayam broiler berkisar antar
5,91% sampai 6,09%. Berdasarkan hasil analisis Anova menunjukkan bahwa penambahan
beragam konsentrasi kitosan udang dengan ekstrak bawang putih pada pH tidak berpengaruh
nyata yaitu 0,91 (0,91>0,05). Nilai pH dan analisis statistik yang didapatkan sesuai dengan
penelitian Eldaly et al (2018) dimana semakin bertambahnya waktu maka pH daging akan
semakin mendekati netral dan berpengaruh tidak nyata.
Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin lama waktu penimpanan maka pH daging paha
ayam broiler semakin meningkat, hal ini dapat disebabkan oleh beriringnya nilai pada kadar
protein yang semakin menurun. Perubahan pH menjadi lebih basa karena adanya keterlibatan
antara bakteri pada proses penguraian protein secara enzimatis. Hal ini sesuai dengan
penelitian Sembiring (2020), pH daging ayam yang tidak diberikan kitosan memiliki nilai pH
yang lebih tinggi. Daging dada ayam broiler dengan kitosan dan tanpa kitosan sama-sama
mengalami peningkatan pH yang mendekati netral. Hal ini diduga karena faktor intrinsik
bahan. Glikogen pada daging yang telah dipotong akan terus pecah menjadi asam laktat
sampai glikogen dalam daging tersebut habis. Habisnya glikogen akan diikuti proses
netralisasi oleh senyawa alkali dari hasil metabolisme mikroba sehingga dengan perlakukan
atau tanpa perlakukan sekalipun pH daging ayam pada masa simpan akan tetap mendekati
netral atau naik. Menurut Nuraini et al. (2014) terjadi peningkatan pH pada produk lamanya
penyimpanan daging paha ayam dapat menyebabkan terjadinya fermentasi yang diduga
disebabkan adanya penguraian protein oleh bakteri menjadi senyawa-senyawa nitrogen yang
lebih sederhana seperti trimethylamin, dimethylamin dan ammonia. Senyawa-senyawa
nitrogen seperti asam amino memecah menjadi komponen basa yang mudah menguap seperti
ammonia, senyawa itulah yang menyebabkan terjadi peningkatan pH.

Uji Mikrobiologi
Total Plate Count (TPC)
Uji Total Plate Count (TPC) ini bertujuan untuk menentukan jumlah mikroba yang
terdapat pada produk pangan yang ditumbuhkan pada media agar dan dilakukan penghitungan
dengan menggunakan alat colony counter. Hasil TPC pada penambahan kitosan udang dengan
ekstrak bawang putih selama penyimpanan daging ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil TPC daging paha ayam broiler selama penyimpanan


Jumlah koloni bakteri (cfu/g)
Waktu Pengamatan
0% 0,5% 1% 1,5% 2%
0 jam 0,38 x10 6
0,37 x10 6
0,34 x10 6
0,34 x106 0,31 x106
6 jam 0,43 x106 0,37 x106 0,35 x106 0,34 x106 0,32 x106
12 jam 0,48 x106 0,46 x106 0,40 x106 0,37 x106 0,37 x106
18 jam 0,99 x106 0,98 x106 0,97 x106 0,96 x106 0,87 x106
24 jam 3,02 x106 3,00 x106 2,12 x106 1,97 x106 1,23 x106

Menurut SNI 3924:2009 (BSN, 2009) batas maksimum jumlah koloni menggunakan uji
Total Plate Count adalah 1x106 (1 juta koloni/gram). Artinya daging ayam yang layak
konsumsi memiliki jumlah koloni bakteri di bawah angka yang sudah ditetapkan tersebut. Jika
jumlah koloni melebihi angka yang ditetapkan tersebut maka tidak layak konsumsi atau tidak
memenuhi standar yang sudah ditetapkan. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi kitosan maka jumlah koloni bakteri pada daging paha ayam broiler akan
semakin sedikit. Hal ini terlihat jelas pada jumlah bakteri daging paha ayam broiler pada masa
simpan sampai jam ke-24. Pengaruh perendaman daging paha ayam broiler dengan kitosan
udang dengan ekstrak bawang putih dapat menekan jumlah pertumbuhan bakteri yang
berbeda pada setiap perlakuannya. Menurut Penelitian Alhuur et al. (2020) semakin tinggi
konsentrasi kitosan maka semakin baik dalam menekan jumlah bakteri.
Tabel 4 menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme dengan jumlah koloni terbanyak
yaitu konsentrasi pada 0% yaitu pada selama penyimpanan 24 jam dengan nilai koloni 3,02
x106 dan jumlah koloni terkecil terdapat pada penyimpanan 0 jam dengan konsentrasi kitosan
2% dengan nilai 0,31x106. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa selama
penyimpanan, daging paha ayam broiler mengalami peningkatan jumlah total mikroba.
Tingginya jumlah mikroba kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas
air, sehingga mendukung pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai dengan Sembiring (2020)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan maka jumlah koloni bakteri pada
daging dada ayam broiler akan semakin sedikit.
Perbedaan jumlah koloni bakteri pada daging dengan kitosan dan tanpa kitosan
disebabkan oleh pengaruh dari sifat kitosan itu sendiri. Afrianti (2014) menyatakan bahwa
kitosan merupakan senyawa yang bermuatan positif yang akan berinteraksi dengan dinding
sel bakteri yang umumnya bermuatan negatif. Ikatan kitosan dengan DNA terjadi melalui
penetrasi kitosan ke dalam inti mikroba yang mempengaruhi sintesis mRNA dan protein
sehingga akhirnya menyebabkan kematian pada bakteri. Oleh karena itu, bahan dengan
perlakuan kitosan memiliki pertumbuhan koloni bakteri yang relatif kecil dibandingkan
dengan bahan tanpa perlakuan kitosan.
Pengaruh penggunaan kitosan udang dengan ekstrak bawang terlihat mulai menurun
pada jam ke-18 sampai jam ke-24 yang ditandai dengan peningkatan jumlah koloni yang
sangat tinggi. Sehingga dapat dikatakan pada jam ke-18 penggunaan kitosan udang dengan
ekstra bawang putih sudah tidak efektif lagi dalam menekan laju pertumbuhan bakteri.
Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Bakri & Douglas (2005), menyebutkan
bahwa bakteri Gram negatif lebih sensitif dibandingkan bakteri Gram positif terhadap bawang
putih khususnya senyawa allisin. Aplikasi kitosan dan bawang putih sebagai edible film
menunjukkan tidak adanya perubahan pada sifat mekanik dan fisik edible film yang
dihasilkan.

KESIMPULAN

Penambahan kitosan udang dengan ekstrak bawang putih berpengaruh nyata terhadap
uji organoleptik pada warna, namun berpengaruh tidak nyata terhadap aroma dan tekstur.
Penambahan kitosan udang dengan ekstak bawang putih berpengaruh tidak nyata terhadap
kadar air. Selama penyimpanan kadar air menurun. Penambahan kitosan udang dengan ekstak
bawang putih membeikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak, namun berpengaruh tidak
nyata terhadap pH. Selama penyimpanan pH meningkat sedangkan kadar lemak menurun.
Penambahan kitosan udang dengan ekstak bawang putih berpengaruh nyata terhadap TPC.
Selama penyimpanan total mikroba semakin meningkat dan perbedaan total mikroba pada
setiap konsentrasi kitosan pada paha ayam broiler dikarenakan masing-masing konsentrasi
kitosan memiliki keefektifan yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, Feri. (2021). Kemasan Terhadap Mutu Fisik , Kimia , Mikrobiologi , Dan Organoleptik
Samba Karambia (Makanan Khas Pasaman Barat). (Skripsi). Jurusan Teknologi
Pertanian Universitas Bengkulu.

Afrianti, L. H. (2014). Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung. 260 Hal.

Alhuur, K. R. G., Juniardi, E. M., & Suradi, K. (2020). Efektivitas Kitosan Sebagai Edible
Coating Karkas Ayam Broiler. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan, 1(1), 17–24.

Anggraeni, E. (2012). Pengaruh Kitosan Sebagai Pengawet Alami Terhadap Mutu Daging
Ayam Segar Selama Penyimpanan Suhu Ruang. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

Anggeraini, S. K. (2018). Efektivitas Ekstrak bawang Putih Sebagai Pengawet Terhadap Daya
Suka Organoleptik Daging Broiler. (Skripsi). Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung, Bandar lampung.

AOAC. (1995). Official Methods Of Analysis Of The Association Of Official Analytical.


Chemist, Washington. 771 Hal.

AOAC, I. (2016). Appendix F : Guidelines for Standard Mhetod performance Requirements
AOAC Official Methods of Analysis. AOAC International, 1–18.

Baeza. E. (2004). Measuring quality parameters. Dalam Poultry Meat Processing and Quality.
Mead GC (Ed). Cambridge, England: Woodhead Publishing Limited. Page 377.

Bakri, I. M., & Douglas, C. W. I. (2005). Inhibitory etfect of garlic extract on oral bacteria.
Archives of Oral Biology, 50, 645-651.

BSN. (2009). Mutu Karkas dan Daging Ayam. SNI 3924:2009. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.

Cahyadi, W. (2006). Analisis dan Aspek kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi aksara.
Jakarta. 297 Hal.

Eldaly, E. A., Mahmoud, A. F. A., & Abobakr, H. M.. (2018). Preservative Effect of Chitosan
Coating on Shelf Life and Sensory Properties of Chicken Fillets during Chilled
Storage. Journal of Nutrition and Food Security, 3(3), 139-148.

Hadi, Hana N. S. S., Suyatma, Nugraha E., & Syarief, Rizal. (2014). Aplikasi Kitosan dengan
Penambahan Ekstrak Bawang Putih Sebagai Pengawet dan Pelapis Edibel Bakso Sapi.
Jurnal Sains Terapan Edisi IV, 1(1), 35-45.

Hajrawati, H., M., Fadliah, Wahyuni, W., & Arief, I. I. (2016). Kualitas Fisik, Mikrobiologis,
dan Organoleptik Daging Ayam Broiler pada Pasar Tradisional di Bogor. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 4(3), 386–389.

Hargoto, Abdullah, & Sumantri, I. (2008). Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Udang
serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolesterol Lemak Kambing. Reaktor, 12(1), 53-
57.

Harjanti, R. S. (2014). Kitosan dari Limbah Udang sebagai Bahan Pengawet Ayam Goreng.
Jurnal Rekayasa Proses, 8(1), 12–19. doi.org/10.22146/jrekpros.5018

Jutralita, Yutika. (2022). Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Asam Sitrat Terhadap Mutu
Fisik, Kimia dan Organoleptik Marmalade Jeruk Rimau Gerga Lebong (Citrus nobilis
Sp). (Skripsi). Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu.

Knorr, Dietrich. (1982). Functional Properties of Chitin and Chitosan. Journal of Food
Chemistry, 47(2), 593-595.

Kurniati, E., Huy, Vo T., Anugroho, F., Sulianto, A. A., Amalia, N., & Nadhifa, A. R. (2018).
Analisis Pengaruh pH dan Suhu Pada Desinfeksi Air Menggunakan Microbubbble dan
Karbondioksida Bertekanan. Journal of Natural Resources and Environmental
Management, 10(2), 247-256. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.10.2.247-256

Liur, I. J., & Tagueha, A. D. (2020). Kualitas Kimia & Mikroorganisme Daging Ayam
Broiler. J. Sains dan Teknologi Pangan, 5(6), 3506-3514.
Mustapa, R., Restuhadi, F., & Efendi, R. (2017). Pemanfaatan Kitosan Sebagai Bahan Dasar
Pembuatan Edible Film Dari Pati Ubi Jalar Kuning. JOM FAPERTA, 4(2), 1-12.

Nirmala, D., Masithah, E. D., & Purwanto, D. A. (2016). Kitosan sebagai Alternatif Bahan
Pengawet Kamaboko Ikan Kurisi (Nemipterus nemathoporus) pada Penyimpanan
Suhu Dingin. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 8(2), 109-125.

Nuraini, A., Ibrahim, R., & Rianingsih, L. (2014). Pengaruh Penambahan Kosentrasi Sumber
Karbohidrat dari Nasi dan Gula Merah yang Berbeda terhadap Mutu Bekasam Ikan
Nila Merah (Oreochromis niloticus). Saintek Perikanan, 10(1), 19-25.

Nurhikmawati, F., Manurung, M., & Laksmiwati, M. A. (2014). Penggunaan Kitosan Dari
Limbah Kulit Udang Sebagai Inhibitor Keasaman Tuak. Jurnal Kimia, 8(2), 191-197.

Pestariati. (2008). Pengaruh Lama Penyimpanan Daging Ayam pada Suhu Refrigator terhadap
Jumlah Total Kuman, Salmonella sp, Kadar Protein dan Derajat Keasaman. (Tesis).
Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya.

Purwati. (2007). Efektivitas Poliprophy Lene Rigid Film Kedap Udara dalam Menghambat
Perubahan Kualitas Daging Ayam dan Daging Sapi Selama Penyimpanan Beku.
(Skripsi). IPB Bogor.

Qiao, M., Fletcher, D., Smith, D., & Northcutt, J. (2001). The effect of broiler breast meat
color on pH, moisture, waterholding capacity, and emulsification capacity. Poult Sci,
80(5), 676-680.

Sanger, G. (2010). Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (auxis tazard) selama Penyimpanan Dingin.
Warta WIPTEK, Nomor 35, 39-43.

Sembiring, Kornelius. (2020). Pengaruh Penambahan Kitosan Berbahan Cangkang Keong


Mas (Pomacea canaliculata) Terhadap Umur Daging Dada Ayam Broiler (Gallus
domesticus). (Skripsi). Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu.

Sembiring, U. R., Suada, I. K.., & Agustina, K. K.. (2015). Kualitas Daging Kambing yang
Disimpan pada Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Subjektif dan Objektif. Jurnal Indonesia
Medicus Veterinus, 4(2), 155-162.

Soeparno. (2005). Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 138 Hal.

Suharti, S. (2004). Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe, Bawang Putih Terhadap Bakteri
Salmonella typhimurium serta Pengaruh Bawang Putih Terhadap Performans dan
Respon Imun Ayam Pedaging. (Tesis). Institut Pertanian Bogor.

Suradi, Kusmajadi. (2012). Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Ruang Terhadap
Perubahan Nilai pH, TVB dan Total Bakteri Daging Kerbau. Jurnal Ilmu Ternak,
12(2), 9-12.

Susilorini, T. E., & Sawitri, M. E. (2006). Produk Olahan Susu. Penerbit Penebar Swadaya.
Malang.

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

You might also like