Professional Documents
Culture Documents
2
ISSN 0126-0472
Terakreditasi B SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008
ABSTRACT
abu dan rendemen yang hilang, tetapi dapat beberapa sifat fisik dan kimia dendeng daging
meningkatkan nilai daya mengikat air daging. giling.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan cara
pencucian yang tidak menyebabkan hilangnya MATERI DAN METODE
nutrisi daging.
Aplikasi pencucian (leaching) pada Penelitian ini menggunakan rancangan
produk semi basah belum dilakukan padahal acak lengkap (RAL) pola faktorial (3x3) de-
produk semi basah ini memiliki keunggulan, ngan 3 ulangan. Faktor pertama adalah pencu-
yaitu lebih tahan lama dibanding produk basah. cian, yaitu tidak dicuci dan daging langsung
Produk semi basah mudah mengalami oksi- digiling (L0), dicuci pada kondisi dicacah de-
dasi lemak dan dengan pencucian diharapkan ngan ukuran sekitar 1,5x1,5x1,5 cm kemudian
mampu mengurangi persoalan oksidasi lemak. digiling (L1) dan dicuci setelah digiling (L2).
Salah satu produk semi basah yang banyak Faktor kedua adalah jenis daging, yaitu daging
dibuat masyarakat Indonesia adalah dendeng. kuda, daging domba dan daging sapi.
Dendeng bisa dibuat dari berbagai macam Bahan utama yang digunakan pada pene-
jenis daging, termasuk daging sapi, kuda dan litian ini adalah daging kuda, domba dan sapi
domba. Penelitian ini mengevaluasi pengaruh bagian paha (topside dan silverside). Daging
cara pencucian dan jenis daging terhadap kuda diperoleh dari pasar Ciroyom Bandung
Dipotong-potong ukuran
1,5 x 1,5 x1,5 cm,
kemudian dicuci (L1)
Diperas
Di-curing semalam
(sendawa 0,3%)
Dicampur bumbu-bumbu
dan daging domba dan sapi diperoleh dari Kjeldahl-mikro dan lemak kasar ditetapkan
pasar Anyar Bogor. Daging yang diperoleh dengan ekstraksi Soxhlet; yang merupakan
berumur 12 jam postmortem dan kemudian analisis proksimat serta bilangan peroksida
disimpan dalam termos pendingin untuk ke- (Apriyantono et al., 1989). Bilangan peroksida
mudian dibawa ke laboratorium dan disimpan diukur pada hari kedua setelah dendeng selesai
beku hingga digunakan penelitian. Thawing dikeringkan.
dilakukan dengan menggunakan air mengalir Data diuji dengan analisis keragaman
suhu kamar. menggunakan software SPSS 11 for windows
Daging dipisahkan dari lemak dan dan apabila terdapat perbedaan nyata dengan
jaringan ikat, dan kemudian dikelompokkan selang kepercayaan 95% akan diuji lanjut de-
berdasarkan perlakuan. Pencucian dilakukan ngan Duncan’s new multiple range test.
satu kali dengan menggunakan air dingin ber-
suhu 5-10oC dengan perbandingan air dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
daging sebesar 3 : 1. Setelah dicuci, daging
diperas dengan menggunakan kain kasa. Nilai pH Dendeng
Daging yang telah digiling dan dicuci sesuai
perlakuan kemudian dicampur dengan garam Tabel 1 menampilkan nilai pH dendeng
sendawa (0,3% dari berat daging giling yang hasil penelitian. Hasil penelitian memperli-
siap dibuat dendeng) dan diperam (curing) hatkan bahwa faktor pencucian tidak mem-
semalam. Setelah diperam maka ditambahkan pengaruhi pH daging. Faktor jenis daging
bahan-bahan, yaitu garam (3%), gula pasir sangat nyata mempengaruhi nilai pH dendeng
(15%), ketumbar (2,5%), bawang putih (1,5%), (P<0,01), dan tidak terjadi interaksi antara
lengkuas (0,3%), merica (0,3%) dan asam jawa faktor pencucian dan jenis daging. Tidak ber-
(0,1%) yang dihitung berdasarkan berat daging bedanya pengaruh pencucian menunjukkan
giling yang akan dibuat dendeng. Alur proses bahwa pada penelitian ini pencucian tidak me-
pembuatan dendeng giling pada penelitian ini nyebabkan perubahan komponen-komponen
terdapat pada Gambar 1. daging yang turut mempengaruhi pH dendeng.
Peubah yang diamati pada penelitian ini Mega (2006a) juga menyatakan bahwa fak-
adalah: (a) pH dendeng, yaitu diukur dengan tor pencucian tidak mempengaruhi nilai pH
menggunakan pH meter merek Orion Model nikumi.
210A. Caranya sebanyak 5 g sampel dihalus- Faktor jenis daging sangat nyata mem-
kan kemudian dimasukkan ke dalam baker pengaruhi nilai pH dendeng. Nilai pH dendeng
glass, diencerkan dengan air sampai 50 ml, daging kuda sangat nyata lebih rendah daripa-
kemudian dihomogenkan dengan mixer selama da dendeng domba dan sapi, nilai pH dendeng
1 menit. Sebelumnya pH meter dikalibrasi de- domba dan sapi tidak berbeda nyata. Rataan
ngan buffer pH 4 dan 7, kemudian dilakukan nilai pH untuk dendeng daging kuda, domba
pengukuran pH dendeng dengan menempatkan dan sapi masing-masing berturut-turut adalah
elektroda pada sampel dan nilai pH tertera pada 5,16; 5,94 dan 5,83. Rendahnya pH dendeng
layar. (b) Uji kekerasan (Ranganna, 1986), di- kuda mungkin disebabkan oleh pH daging
lakukan dengan menggunakan texture analyzer kuda yang dipengaruhi oleh perlakuan sebelum
Rheoner RE-3305. Dendeng ditempatkan di penyembelihan. Ternak kuda biasanya ternak
atas meja penahan dan ditekan dengan alat yang dipekerjakan sehingga ketika disembelih
pemotong sampai terpotong menjadi dua de- masih dalam keadaan kelelahan yang meng-
ngan chart speed 250 mm/menit. Selama pros- akibatkan pH ultimat menjadi rendah. Paleari
es pemotongan akan terlihat grafik yang secara et al. (2003) menunjukkan bahwa pH daging
otomatis terhubung dengan komputer. Nilai kuda lebih rendah daripada daging kambing
tertinggi grafik merupakan nilai kekerasan. (c) dan sapi yaitu masing-masing 5,92; 6,27 dan
Kadar protein kasar ditetapkan dengan metode 5,97. Demikian pula halnya setelah daging di-
Pencucian
Peubah Jenis daging Rataan
L0 L1 L2
pH Kuda 5,17+0,03 5,16+0,03 5,14+0,02 5,16+0,03A
Domba 5,88+0,04 5,89+0,04 6,06+0,03 5,94+0,04B
Sapi 5,75+0,03 5,78+0,02 5,97+0,03 5,83+0,03B
Rataan 5,60+0,04 5,61+0,03 5,72+0,03 -
Kekerasan (gf) Kuda 751,22+82,60 994,19+86,57 975,00+94,42 906,81+88,51A
Domba 1305,55+85,36 1302,22+93,26 1358,33+91,79 1322,04+89,31B
Sapi 1518,89+93,35 1408,33+87,38 1541,67+87,73 1489,63+90,37B
Rataan 1191,89+ 88,54 1234,92+90,23 1291,67+91,08 -
Keterangan: superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
peram, yaitu menjadi 5,81; 6,48 dan 6,72 ma- mik. Karena protein sarkoplasmik mudah larut
sing-masing untuk daging kuda, kambing dan air maka kontribusinya terhadap tekstur daging
sapi. Menurut Hikmah (2003), pH daging kuda kurang penting.
6 jam postmortem adalah 5,79. Perbedaan- Rataan nilai kekerasan untuk daging
perbedaan nilai pH ini mungkin disebabkan kuda, domba dan sapi masing-masing adalah
oleh adanya perbedaan status fisiologis ternak 906,81; 1322,04 dan 1489,63 gf. Nilai kekera-
ketika dipotong, jenis dan bagian daging serta san dendeng daging kuda berbeda nyata lebih
proses pembuatan bahan adonan dan nikumi. rendah dibanding dendeng daging domba dan
sapi tetapi antara dendeng daging domba dan
Kekerasan sapi tidak berbeda nyata. Rendahnya nilai ke-
kerasan pada dendeng daging kuda menunjuk-
Nilai kekerasan dendeng tidak dipenga- kan bahwa dendeng daging kuda lebih empuk
ruhi oleh faktor pencucian, tetapi sangat nyata dibanding dengan yang lainnya. Suryaningsih
ditentukan oleh faktor jenis daging (P<0,01). (2006) menyatakan bahwa kekuatan gel ni-
Antara faktor pencucian dengan jenis daging kumi kuda lebih rendah dari pada kekuatan gel
tidak terjadi interaksi. Tidak berpengaruhnya domba dan sapi dimana kekuatan gel paralel
faktor pencucian terhadap nilai kekerasan dengan nilai kekerasan.
menunjukkan bahwa pencucian tidak mampu Daging kuda pada umumnya dianggap
mempengaruhi komponen yang dapat menghi- lebih keras daripada daging domba dan sapi
langkan kekerasan pada daging. mengingat kuda banyak digunakan sebagai
Salah satu faktor yang menentukan nilai hewan kerja dan biasanya dipotong pada umur
kekerasan daging adalah protein miofibrilar. tua. Hasil penelitian ini menunjukkan fakta
Pencucian diharapkan menghilangkan protein yang berbeda. Rendahnya nilai kekerasan den-
sarkoplamik dan meningkatkan persentase pro- deng daging kuda ini mungkin karena beberapa
tein miofibrilar. Dengan meningkatnya persen- hal seperti status fisiologis kuda yang berbeda
tase protein miofibrilar maka nilai kekerasan daripada domba dan sapi saat penyembelihan
bahan menjadi meningkat atau tidak empuk. dan setelah penyembelihan. Perbedaan-per-
Menurut Lawrie (1991), derajat keempukan bedaan ini mempengaruhi keempukan daging
dapat terkait dengan tiga kategori protein otot (Maltin et al., 2003). Daging kuda yang di-
yaitu, jaringan ikat (kolagen, elastin, retikulin, gunakan diduga berasal dari ternak kelelahan
mukopolisakarida matriks), miofibrilar (aktin, atau stres sehingga menghasilkan daging yang
miosin, tropomiosin) dan protein sarkoplas- lebih lembek dengan pH rendah.
Rendahnya nilai kekerasan dendeng rigor. Fakta ini yang diduga menyebabkan
daging kuda diduga karena kadar kolagen dendeng daging kuda lebih empuk dibanding
daging kuda lebih rendah dari pada sapi. dendeng sapi dan domba. Namun, kontribusi
Kolagen merupakan penyusun utama protein panjang sarkomer saja terhadap keempukan
jaringan ikat. Kekerasan daging tergantung belum begitu jelas. Menurut van Laack et al.
pada kandungan kolagennya (Lepetit, 2007). (2001) keempukan daging merupakan suatu
Semakin banyak kandungan kolagen maka karakteristik kualitas yang kompleks yang di-
daging menjadi lebih keras (Powell et al., pengaruhi oleh banyak faktor, termasuk faktor
2000; Torrescano et al., 2003). Kandungan biokimiawi sebelum dan setelah penyembeli-
kolagen daging kuda lebih rendah (35,32 mg/g han (Maher et al., 2004).
jaringan) dibanding kolagen sapi (43,75 mg/g
jaringan) (Arcos-Garcia et al., 2002). Selain Kadar Protein
rendahnya kandungan kolagen, tingginya ke-
larutan protein daging kuda juga menunjukkan Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
keempukan pada daging kuda (Tateo et al., kadar protein kasar dendeng tidak dipenga-
2008). ruhi oleh jenis daging maupun pencucian dan
Aberle et al. (2001) menyebutkan bahwa tidak terjadi interaksi antara keduanya. Secara
keempukan daging selain terkait dengan umum, hasil ini kurang menggambarkan
protein miofibrilar juga dipengaruhi oleh pengaruh pencucian terhadap kadar protein
status rigor dan integritas struktural miofibril. bahan. Pencucian semestinya menghilangkan
Pembentukan ikatan silang aktin dan miosin substansi yang larut air, seperti protein sarko-
selama rigor mortis menyebabkan peningkatan plasmik (Suzuki, 1981; Lee, 1984; Toyoda et
kekerasan daging secara tajam. Derajat keem-
al., 1992).
pukan juga dipengaruhi oleh status kontraksi
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan
pascarigor dan panjang sarkomer yang diten-
penelitian Uju et al. (2004) yang mendapatkan
tukan juga oleh banyaknya tensi otot selama
bahwa kadar protein bakso berbahan surimi
rigor berlangsung. Semakin panjang sarkomer
berkurang akibat pencucian pada pembuatan
maka keempukan daging meningkat. Daging
surimi. Mega (2006a) juga menyebutkan bah-
yang alot yang ditunjukkan oleh pendeknya
sarkomer bisa disebabkan oleh kontraksi otot wa pasta nikumi dipengaruhi oleh frekuensi
yang sedang berlangsung. Wick & Marriott pencucian saat pembuatan nikumi. Semakin
(1999) menekankan bahwa keadaan sarkomer banyak frekuensi pencucian maka semakin
sangat menentukan pertumbuhan dan perkem- menurunkan kadar protein pasta nikumi.
bangan otot serta keempukan ultimat daging. Menurunnya kadar protein bakso surimi dan
Bila ditinjau dari panjang sarkomer, pasta nikumi karena surimi atau nikumi yang
maka sarkomer kuda lebih panjang daripada digunakan mengalami penurunan kadar protein
sarkomer babi dan sapi. Panjang sarkomer akibat perlakuan pencucian. Sama halnya de-
kuda rata-rata sebesar 2,16 μm (Hikmah, ngan pengaruh jenis daging, Mega (2006a) me-
2003), sarkomer babi 1,85 μm (Monin et ngemukakan bahwa kadar protein pasta nikumi
al., 1999) dan panjang sarkomer sapi jenis sapi nyata lebih tinggi dibanding pasta nikumi
Angus dan Limousin adalah 1,84 dan 1,87 μm kuda. Perbedaan ini diduga karena pencucian
(Holton et al., 1998). Tschirhart-Hoelscher yang dilakukan pada penelitian ini hanya satu
et al. (2006) menunjukkan bahwa panjang kali dengan lama pencucian satu menit sehing-
sarkomer otot domba dari berbagai jenis otot ga belum cukup untuk melarutkan substansi
berkisar antara 1,7–3,1 μm. Panjang sarkomer larut air. Selain itu, pada penelitian ini pencu-
kuda tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan cian tidak menggunakan garam sehingga tidak
umur (Hikmah, 2003), tetapi lebih banyak memungkinkan protein larut garam, seperti
dipengaruhi oleh spesies, jenis otot dan status protein miofibril, akan larut dan tercuci.
Pencucian
Peubah Jenis daging Rataan
L0 L1 L2
Protein (% BK) Kuda 45,53+0,51 45,88+0,36 44,77+0,47 45,39+0,44
Domba 44,17+0,78 41,50+0,67 44,82+0,71 43,49+0,70
Sapi 46,72+0,68 46,21+0,59 46,57+0,63 46,50+0,63
Rataan 45,47+0,64 44,53+0,52 45,38+0,59 45,13+0,56
Lemak (% BK) Kuda 6,33+0,10 6,81+0,09 7,30+0,08 6,81+0,09A
Domba 8,37+0,09 10,02+0,10 8,21+0,08 8,87+0,10 B
Sapi 5,92+0,10 6,59+0,09 5,20+0,08 5,90+0,08A
Rataan 6,87+0,20a 7,81+0,10a 6,90+0,08a -
Bilangan perosida Kuda 142,32+6,01 138,44+6,79 140,32+6,04 140,36+6,21A
(mEq/1000 g) Domba 165,17+5,79 173,22+6,52 169,87+6,22 169,42+6,17B
Sapi 155,64+6,06 166,47+6,84 168,42+6,21 163,51+6,45B
Rataan 154,38+6,41 159,38+6,66 159,53+6,15 -
Keterangan: superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).
Rataan umum kadar protein dendeng ha- berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan de-
sil penelitian ini adalah 45,13%. Berdasarkan ngan daging kuda dan sapi, sementara kadar
jenis daging, kadar protein kasar dendeng dari lemak dendeng daging kuda dan sapi tidak ber-
daging kuda sebesar 45,39%, daging domba beda nyata. Suryaningsih (2006) menunjukkan
43,49% dan daging sapi 46,50% yang dihitung bahwa ada perbedaan nyata antara kadar lemak
berbasis bahan kering. Berdasarkan pengaruh kasar pasta nikumi dan produk-produk olahan
pencucian, kadar protein L0, L1 dan L2 ma- berbahan dasar nikumi yang dipengaruhi oleh
sing-masing berturut-turut 45,47%; 44,53% jenis daging. Hasil ini memperlihatkan bahwa
dan 45,38%. Hasil ini di atas standar SNI kadar lemak dendeng daging domba nyata
(1992) yang mensyaratkan kadar protein den- lebih besar dari pada daging kuda dan sapi.
deng sapi minimal 30% dan menurut Huang
& Nip (2001), kadar protein dendeng giling Bilangan Peroksida
adalah sebesar 35%.
Bilangan peroksida menunjukkan ba-
Kadar Lemak nyaknya ion iodium yang dibebaskan dari
kalium iodida (KI) melalui reaksi oksidasi
Kadar lemak hasil penelitian ini terdapat oleh peroksida dalam lemak/minyak pada suhu
pada Tabel 2. Faktor pencucian tidak mempe- ruang di dalam medium asam asetat/kloroform
ngaruhi kadar lemak dendeng, sedangkan fak- (Apriyantono, 1989). Banyaknya ion iodium
tor jenis daging berpengaruh terhadap kadar ini proporsional dengan peroksida yang ada
lemak dendeng (P<0,01), namun tidak ada dan menjadi indikator awal bahwa produk
interaksi antara faktor pencucian dan jenis sebentar lagi akan tengik (Purnomo, 1997;
daging. Shahidi & Wanasundara, 2002).
Rataan kadar lemak dendeng penelitian Hasil penelitian ini memperlihatkan bah-
ini dipengaruhi oleh jenis daging (P<0,01). wa faktor pencucian tidak berpengaruh nyata,
Kadar lemak kasar dendeng daging kuda dan faktor jenis daging berpengaruh sangat
sebesar 6,81%, domba 8,87%, dan sapi 5,90% nyata terhadap bilangan peroksida (P<0,01)
(Tabel 2). Kadar lemak dendeng daging domba serta tidak terdapat interaksi antara keduanya
Medina, J.R. & R.L. Garrote. 2001. Determining Suryaningsih, L. 2006. Pengaruh jenis daging,
washing conditions during the preparation of penambahan antidenaturan dan natrium
frozen surimi from suribi (pseudoplatystome trifolifosfat pada nikumi terhadap karakte-
coruscans) using response surface ristik produk daging olahan. Disertasi.
methodology. J. Food Sci. 67: 1455-1461. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Mega, O. 2006a. Beberapa karakteristik fisiko- Bogor, Bogor.
kimia nukimi kuda dan sapi pada beberapa Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing
frekuensi pencucian. J. Indon.Trop.Anim. Technology. Applied Science, London.
Agric. 31: 15-20. Tateo, A., P. de Palo, E. Ceci & P. Centoducati.
Mega, O. 2006b. Stabilitas emulsi, susut masak 2008. Physicochemical properties of
dan karakteristik organoleptik pasta nikumi meat of Italian Heavy Draught Horses
kuda dan sapi. J. Sain Peternakan Indonesia (I.H.D.H.) slaughtered at the age of 11
1: 39-44. months. J. Anim. Sci. http://jas.fass.org/cgi/
Monin, G., C. Larzul, P. Le Roy, J. Clioli, J. content/abstract/jas.2007-0629v1.
Mourot, S. Rousset-Akrim, A. Talmant, Torrescano, G., A. Sanches-Escalante, B.
C. Touraille & P. Sellier. 1999. Effect of Gimenez, P. Roncales & J.A. Beltran.
halothene genotype and slaughter weight on 2003. Shear value of raw sample of 14
texture of pork. J. Anim. Sci. 77: 408-415. bovine muscles and their relation to muscle
Nawar, W.W. 1996. Lipids. In: O.R. Fennema collagen charateristics. Meat Sci. 64: 85-91.
(Ed). Food Chemistry. Marcel Dekker, New
Toyoda, K., I. Kimura, T. Fujita, S.F. Noguchi &
York – Basel.
C.M. Lee. 1992. The surimi manufacturing
Paleari, M.A., V.M. Moretti, G. Beretta, T.
process. In: T.C. Lanier & C.M. Lee (Eds).
Mentasti & C. Bersani. 2003. Cured
product from different animal species. Meat Surimi Technology. Mercel Dekker, New
Sci. 63: 485-489. York-Basel-Hong Kong.
Powell, T.H., M.E. Dikeman & M.C. Hunt. Tschirhart-Hoelscher, T.E., B.E. Baird, D.A.
2000. Tenderness and collagen composition King, D.R. McKenna & J.W. Savell.
of beef semitendinosus roasts cooked by 2006. Physical, chemical, and histological
conventional convective cooking and characteristics of 18 lamb muscles. Meat Sci.
modeled, multi-stage, convective cooking. 73: 48-54.
Meat Sci. 55: 421-425. Uju, R. Nitibaskara & B. Ibrahim. 2004.
Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas Pengaruh frekuensi pencucian terhadap mutu
protein daging kering dan dendeng selama produk bakso ikan Jangilus (Istiophorus sp.).
penyimpanan. Laporan penelitian. FP- Buletin Teknologi Hasil Perikanan VIII: 1-9.
Unibraw Press, Malang. van Laack, R.L. J.M., S.G. Stevens & K.J.
Ranganna, S. 1986. Handbook of Analysis and Stalders. 2001. The influence of ultimate
Quality Control for Fruit and Vegetables pH and intramuscular fat content on pork
Product. Avi Publishing, Connecticut. tenderness and tenderization. J. Anim. Sci
Shahidi, F. & U.N. Wanasundara. 2002. Methods 79: 392-397.
for measuring oxidative rancidity in fats and Wick, W. & N.G. Marriott. 1999. The relationship
oils. In: C.C. Akoh & D.B. Min (Eds). Food of the sarcomeric architecture to meat
Lipids. Marcel Dekker, New York – Basel. tenderness. Bulletin Res. Rev.: Meat 1999.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. SNI 01- [Special circular 172-99] http://ohioline.osu.
2908-1992, Dendeng Sapi. BSN, Jakarta. edu/sc172/sc172_3.html [25 Jul 2006].