You are on page 1of 22

KEBIJAKAN INDONESIA MENOLAK MENGGUNAKAN MEKANISME AATHP

JOINT EMERGENCY RESPONSE DALAM MENGATASI KEBAKARAN HUTAN DAN


LAHAN 2015

Luerdi dan Melly Wulandari

Printed version available at: https://ojs.unikom.ac.id/index.php/jipsi/article/view/5252

Citation as:
Luerdi, L. & Wulandari, M. (2021). Kebijakan Indonesia Menolak Menggunakan Mekanisme
AATHP Joint Emergency Response dalam Mengatasi Kebakaran Hutan dan Lahan 2015. JIPSi:
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, 11(2), 48-78.
KEBIJAKAN INDONESIA MENOLAK
MENGGUNAKAN MEKANISME AATHP
JOINT EMERGENCY RESPONSE
DALAM MENGATASI KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN 2015

Penulis: Luerdi & Melly Wulandari

Laporan Penelitian, 2020

Prodi Ilmu Hubungan Internasional


Universitas Abdurrab
KEBIJAKAN INDONESIA MENOLAK MENGGUNAKAN
MEKANISME AATHP JOINT EMERGENCY RESPONSE DALAM
MENGATASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN 2015

Luerdi1, Melly Wulandari2


1,2
Prodi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Abdurrab, Indonesia

Email: luerdi@univrab.ac.id

Abstract

This paper aims to explain Indonesia’s rejection to resolve its 2015 forest and land fire disaster under the
mechanism of Joint Emergency Response provided in the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution.
The haze caused by forest and land fires in Indonesia raised threats to not only itself but also states in the
region of Southeast Asia. As it was declared as a regional problem, ASEAN then responded by creating a
common framework called the ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution in 2002 and Indonesia was
the last ratifying the agreement in 2014; more than a decade after its inception. Indonesia, however, refused to
pick the AATHP Joint Emergency Response to tackle the 2015 disaster within its territorry despite its most
serious recurring disaster since 1997. This research applied the qualitative method with a causal correlation
analysis. The research applied Charles O. Lerche and Abdul A. Said’s national interest theory. The research
found that Indonesia’s rejection was driven by its national interests such as image, economy and politics which
were much more important than others. Instead, Indonesia preferred the domestic efforts and bilateral
cooperation to respond to it. The paper argues that the Southeast Asian regional institution is not able to offer
incentives overtaking states’ domestic-oriented national interests.

Keywords: Forest and land fire, haze, Joint Emergency Response, national interest.

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan penolakan Indonesia dalam mengatasi bencana kebakaran
hutan dan lahan yang terjadi pada 2015 dengan mekanisme Joint Emergency Response yang terdapat pada
ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia telah menyebabkan ancaman tidak hanya bagi Indonesia sendiri tapi juga bagi negara-negara di
kawasan Asia Tenggara. Ketika masalah tersebut menjadi isu regional, ASEAN kemudian merespon dengan
membuat satu kerangka kerja yang disebut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution pada 2002
dan Indonesia merupakan pihak yang paling akhir meratifikasi perjanjian tersebut. Namun, Indonesia menolak
untuk menerapkan mekanisme Joint Emergency Response dalam mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan
2015 di wilayahnya walaupun bencana tersebut merupakan yang terparah sejak 1997. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan analisis korelatif kausal. Penelitian ini menggunakan teori kepentingan
nasional oleh Charles O. Lerche dan Abdul A. Said. Temuan penelitian ini adalah kepentingan nasional seperti
citra, ekonomi dan politik mendorong Indonesia untuk menolak menggunakan mekanisme tersebut dalam
mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan 2015. Sebaliknya, Indonesia lebih memilih menerapkan upaya-
upaya domestik dan kerjasama bilateral dalam merespon bencana tersebut. Tulisan ini memiliki argumen bahwa
institusi regional Asia Tenggara belum mampu memberikan insentif yang melebihi kepentingan nasional negara
yang berorientasi domestik.

Kata kunci: Kebakaran hutan dan lahan; kabut asap; Joint Emergency Response; kepentingan nasional.

1. Pendahuluan Wahyudi, 2019). Laporan World Wild


Fund (WWF) menyebutkan karhutla
Indonesia merupakan negara di kawasan menjadi salah satu kontributor utama
Asia Tenggara di mana kebakaran hutan dalam penyusutan sejumlah 1,1 juta ha
dan lahan (karhutla) telah sering terjadi atau 2 persen hutan di Indonesia setiap
sejak 1970-an (Alfajri, Setiawan & tahunnya (Sari & Nirmala, 2019). Karhutla
tidak hanya menjadi ancaman bagi with the provisions of this
Indonesia, tetapi juga berdampak pada Agreement” (AATHP, n.d).
negara-negara tetangga khususnya
Singapura dan Malaysia. Kedua negara Dari pasal di atas, dapat diketahui
tersebut telah sering menyampaikan bahwa tujuan AATHP adalah untuk
keberatan berkaitan dengan dampak mencegah dan memonitor polusi kabut
ekonomi dan kesehatan warga negara asap lintas batas yang disebabkan oleh
mereka. Tensi politik antara Indonesia dan karhutla yang seharusnya dimitigasi. Pasal
negara ASEAN lainnya juga sering terjadi. tersebut juga menekankan bahwa upaya
Misalnya pada tahun 2013, Menkokesra mengatasi karhutla tetap mengutamakan
Agung Laksono menyatakan Singapura upaya pemerintahan nasional negara yang
‘terlalu kekanak-kanakan’ dan ‘suka bersangkutan, kemudian diintensifkan
mengeluh’, namun akhirnya Presiden SBY dengan kerjasama regional dan
menyatakan permintaan maaf kepada internasional.
Singapura dan Malaysia atas bencana Malaysia adalah negara pertama
kabut asap yang disebabkan oleh karhutla yang berkomitmen terhadap AATHP
di Indonesia (Gunawan, 2014). dengan melakukan ratifikasi pada tahun
Kabut asap akibat karhutla telah yang sama ketika perjanjian tersebut
membawa Indonesia dan negara-negara di disepakati. Langkah Malaysia kemudian
kawasan untuk membicarakan solusi diikuti oleh negara-negara ASEAN
dalam wadah ASEAN. Pada 2002, negara- lainnya. Namun, AATHP yang mulai
negara anggota ASEAN berkumpul untuk berlaku pada 2003 belum dianggap efektif
menciptakan satu kerangka kerja demi karena Indonesia yang hutan dan lahannya
mengatasi kabut asap di kawasan yang sering mengalami kebakaran belum
dikenal dengan Perjanjian ASEAN tentang meratifikasi perjanjian tersebut selama 12
Polusi Kabut Asap Lintas Batas (ASEAN tahun sejak disepakati. Selama itu pula
Agreement on Transboundary Haze Indonesia berdalih bahwa kerangka
Pollution – AATHP). Kerangka tersebut regional tersebut tidak akan berfungsi
dirancang untuk mengatasi kabut asap dengan baik untuk mengatasi kabut asap
yang memuat “monitoring and karena perdebatan diantara negara-negara
assessment, prevention, preparedness, anggota.
national and joint emergency response, Keengganan Indonesia untuk
procedures for deployment of people, meratifikasi AATHP bertentangan dengan
materials and equipment across borders, keinginan ASEAN untuk mewujudkan
technical cooperation and scientific kawasan yang bersih dan hijau yang
research” (Purwendah & Mangku, 2018; merujuk pada pembangunan berkelanjutan
AATHP, n.d). Adapun tujuan dari AATHP dan ramah lingkungan. Sedangkan,
adalah seperti yang tertulis pada pasal 3: kebijakan regional ASEAN pada dasarnya
bertujuan untuk memelihara eksistensi
“The objective of this Agreement organisasi dan kepercayaan negara-negara
is to prevent and monitor anggota. Untuk mewujudkan kerjasama
transboundary haze pollution as a regional tersebut, ASEAN telah membujuk
result of land and/or forest fires Indonesia agar melakukan ratifikasi karena
which should be mitigated, AATHP tidak hanya bermanfaat bagi
through concerted national efforts kawasan secara keseluruhan, tapi juga
and intensified regional and dapat menjadi solusi bagi masalah karhutla
international co-operation. This di wilayah Indonesia. Bila saja Indonesia
should be pursued in the overall telah meratifikasi AATHP, maka karhutla
context of sustainable tidak lagi menjadi tanggungjawab
development and in accordance Indonesia semata, tapi seluruh anggota
ASEAN. Dengan demikian, ASEAN akan Dauvergne (1998) juga telah mengkaji
lebih efektif mengelola polusi kabut asap ekonomi politik bencana karhutla 1997.
lintas batas (Jerger Jr, 2014). Indonesia Beberapa literatur secara khusus
akhirnya meratifikasi AATHP pada 14 juga telah mengkaji sikap Indonesia
Oktober 2014 yang dituangkan dalam terhadap AATHP. Pada awalnya Indonesia
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2014. menolak meratifikasi AATHP disebabkan
Namun, paska ratifikasi masalah oleh faktor pembangunan ekonomi,
karhutla di Indonesia semakin rumit, kelompok kepentingan dan persaingan
tepatnya pada 2015 ketika bencana antar elit (Febriyani, 2019) dan prinsip
tersebut kembali terjadi dan merupakan non-interference yang melekat pada
yang terlama dan terparah dalam sejarah ASEAN (Ahmadi, 2012). Hurley dan Lee
bencana kerhutla Indonesia setelah (2020) mengkaji penundaan tersebut
peristiwa karhutla 1997 (Burki, 2017). dengan melihat proses ratifikasi oleh DPR.
Mekanisme multilateral yang tersedia pada Institusi tersebut baru melihat dukungan
AATHP berupa Joint Emergency aktor-aktor domestik dan tekanan
Response (JER) pun tidak digunakan oleh internasional yang kuat pada 2010-an
Indonesia. sebagai alasan ratifikasi AATHP (Hurley
Beberapa literatur telah mengkaji & Lee, 2020).
faktor penyebab bencana karhutla dan Di saat kritik terhadap AATHP,
kabut asap. Kajian sekuritisasi isu-isu ASEAN masih dianggap sebagai aktor
lingkungan di Asia Tenggara telah penting di kawasan. Perubahan sikap
dilakukan oleh Apriwan (2012). Namun, Indonesia yang ditandai dengan ratifikasi
ketidakberhasilan upaya sekurititasi kabut AATHP tidak terlepas dari peran
asap oleh pemerintah Indonesia menjadi independen ASEAN sebagai aktor yang
penyebab bencana karhutla dan kabut asap mampu menekan Indonesia (Suartini et al.,
terjadi berulang-ulang (Edwards & 2018). Namun, Shidiq (2016) melihat
Heiduk, 2015). Desentralisasi dan perubahan sikap tersebut sebagai bentuk
distribusi power dalam rezim politik pengaruh tekanan kelompok masyarakat
berkontribusi terhadap ketidakberhasilan dalam menuntut pertanggungjawaban
sekuritasi tersebut (Edwards & Heiduk, negara. Permasalahan paska ratifikasi oleh
2015). Ketidakoptimalan pemerintah Indonesia telah dikaji oleh Heilmann
Indonesia menjadikan bencana sebagai (2015) dan Ghani et al (2017). Sifat non-
instrumen diplomasi juga menjadi binding AATHP ternyata masih menjadi
penyebab bencana karhutla (Fathun, masalah utama paska ratifikasi oleh
2016). Indonesia (Heilmann, 2015; Ghani et al.,
Sementara Anggarwal dan Chow 2017). Varkkey (2017) bahkan melihat
(2010) dan Varkkey (2012a) melihat kebijakan domestik Indonesia di era
permasalahan kabut asap di tingkat Presiden Joko Widodo dalam penanganan
regional. ASEAN way menjadi penghambat masalah karhutla berimplikasi pada
kerjasama lingkungan di kawasan peminggiran peran ASEAN dan negara-
(Anggarwal & Chow, 2010) dan telah negara anggotanya. Walaupun demikian,
mampu menjaga kepentingan elit politik Yani dan Robertua (2018) melihat
dan ekonomi melalui berbagai inisiatif ratifikasi AATHP oleh Indonesia sebagai
yang malahan menjadi penghambat salah satu fondasi pemerintahan
mitigasi kabut asap (Varkkey, 2012a). lingkungan regional di Asia Tenggara
Norma ini lah yang menjadi constraint dalam pandangan English School.
Singapura sebagai korban dalam Kajian bencana karhutla dan
berinteraksi dengan Indonesia dan ASEAN kabut asap regional di tingkat daerah,
terkait karhutla dan kabut asap (Varkkey, seperti Riau telah dilakukan oleh beberapa
2011). Melihat jauh ke belakang, peneliti. Kebijakan pemerintah propinsi
Riau dalam mewujudkan tujuan AATHP mencoba menganalisa kebijakan Indonesia
tidak terlepas dari dukungan dan tuntutan untuk menolak menggunakan mekanisme
dari aktor lokal. Namun, tuntutan yang JER yang ada pada AATHP dalam
berasal dari kelompok masyarakat sipil merespon bencana karhutla 2015 dengan
lokal tidak memberikan perubahan melihat variabel kepentingan nasional.
signifikan terhadap kebijakan pemerintah Kajian Varkkey (2012a) telah
Riau dalam masalah karhutla dan kabut menyentuh kepentingan nasional. Kajian
asap (Alfajri, Setiawan & Wahyudi, 2020). tersebut mampu menjelaskan hubungan
Walaupun berbagai kebijakan telah dibuat tradisional antara elit politik dan ekonomi
oleh pemerintah daerah beberapa tahun dibalik rasionalisasi kepentingan nasional
belakangan, implementasi di lapangan ketika sektor industri kelapa sawit menjadi
yang lemah dan rumit serta perilaku elit semakin penting (Varkkey, 2012a).
dan publik Riau yang abai terhadap Namun, kajian tersebut tidak secara
bencana tetap memberikan pekerjaan khusus menjelaskan kepentingan nasional
rumah paska ASEAN’s haze-free roadmap Indonesia dan kepentingan tersebut
2020 yang akan berdampak pada dianalisis sebelum ratifikasi AATHP oleh
diplomasi Indonesia (Alfajri, Setiawan & Indonesia. Selain itu, kajian tersebut hanya
Wahyudi, 2021). Kajian-kajian tersebut menyentuh dimensi kepentingan ekonomi
mencoba menempatkan aktor-aktor lokal negara. Sedangkan penelitian ini melihat
'penting' dalam isu kawasan, selain aktor kepentingan nasional Indonesia yang lebih
nasional dan regional. luas meliputi citra, ekonomi dan politik
Kajian-kajian terdahulu di atas paska ratifikasi AATHP.
mengkonfirmasi bahwa Indonesia Tulisan ini akan menjawab
merupakan aktor utama dalam pertanyaan: “Mengapa Indonesia menolak
permasalahan kabut asap lintas batas di untuk menyelesaikan bencana karhutla
Asia Tenggara. Bencana kabut asap akibat 2015 dengan mekanisme JER yang
karhutla di Indonesia dan AATHP terdapat dalam AATHP?” Tulisan ini akan
merupakan isu penting dalam hubungan berkontribusi dalam memahami perilaku
internasional di kawasan baik sebelum Indonesia ditengah-tengah ekspektasi
ataupun sesudah ratifikasi oleh Indonesia. aktor-aktor regional terhadap kawasan
AATHP menjadi harapan bagi ASEAN bebas kabut asap serta bargaining position
dan negara-negara anggota untuk Indonesia terhadap aktor-aktor tersebut
menciptakan kawasan bebas kabut asap. melalui AATHP.
Di sisi lain, AATHP juga menunjukkan
ketidakefektifan dalam mewujudkan 2. Kerangka Teoritis
agenda tersebut. Namun, kajian-kajian
tersebut tidak memberikan penjelasan Kajian tentang kepentingan
tentang preferensi Indonesia menolak nasional sering disamakan dengan kajian
bekerjasama secara multilateral di bawah tentang negara pada politik internasional.
payung AATHP, sedangkan Indonesia Politik luar negeri satu negara
telah meratifikasi perjanjian tersebut pada merefleksikan kebijakan nasionalnya,
2014. sedangkan kebijakan nasional tersebut
Kajian-kajian terdahulu juga tidak tergantung pada kepentingan nasional.
secara tegas menyebutkan posisi JER yang Untuk memahami perilaku Indonesia
ada pada AATHP. Penelitian ini dalam merespon bencana karhutla 2015,
menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya penelitian ini menggunkan teori
memiliki pilihan untuk berkerjasama kepentingan nasional yang dikembangkan
secara kolektif dalam menangani bencana oleh Charles O. Lerche dan Abdul A. Said.
karhutla dan kabut asap 2015 melalui Teori ini menekankan pada konsep
mekanisme tersebut. Penelitian ini objective dari kepentingan nasional dalam
proposisi “an objective flows from the JER yang ada pada AATHP didorong oleh
application of national interest to the serangkaian kepentingan nasional; yaitu
generalized situation in which policy is citra (status atau prestise), ekonomi dan
being made” (Lerche & Said, 1995). politik. Berkaitan dengan kepentingan
Intended action merupakan citra, bila Indonesia meminta bantuan
respon negara dalam wujud kebijakan kepada ASEAN, maka keputusan tersebut
yang selalu diarahkan untuk memperoleh akan menimbulkan citra bahwa Indonesia
tujuan tertentu yang berasal dari secara tidak langsung mengakui
kepentingan nasional. Kepentingan ketidakmampuannya dalam mengatasi
nasional tetap penting untuk menjelaskan, karhutla yang terjadi di wilayahnya.
mendeskripsikan, meramalkan dan Kebijakan untuk menerapkan mekanisme
mempreskripsikan kebijakan dalam JER juga akan menganggu ekonomi
panggung politik internasional. Seperti nasional. Melalui JER, ASEAN dan
yang teori ini argumentasikan, kebijakan negara-negara anggota memiliki potensi
nasional tidak dapat dipisahkan dari melakukan intervensi terhadap ekonomi
kepentingan nasional karena political Indonesia setelah mengakses data strategis
objective dari negara adalah untuk nasional berkaitan dengan industri
mengejar dan mempertahankan perkebunan dan kehutanan di wilayahnya.
kepentingan nasional (Lerche & Said, Perkebunan kelapa sawit dan hutan
1995). Sedangkan kepentingan nasional itu tanaman industri telah berkontribusi
sendiri tidaklah berwujud tunggal, seperti menjaga stabilitas ekonomi dan menjadi
yang diungkapkan Lerche dan Said (1995): sumber pendapatan (devisa dan non-
devisa) bagi Indonesia selain menciptakan
“Self preservation (on the lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal.
collective entity of the state and Sedangkan untuk pertimbangan politik,
its human and territorial Indonesia menginginkan mutual advantage
manifestation), security, well di tengah isu bencana karhutla dan kabut
being prestige, power, the asap, yaitu keinginan agar Singapura
promotion and or protection of mewujudkan perjanjian ekstradisi dengan
ideology or any other as defined Indonesia.
synthesized and giving form by Selama proses pembentukan
the decision makers of the country kepentingan nasional, pembuat keputusan
is considered as the general, long harus melihat situasi ketika kebijakan
term, in countinuing purpose dibuat sehingga objective sejalan dengan
which the state, the nation and the kepentingan nasional. Walaupun AATHP
government all see themselves as didorong oleh keinginan dan komitemen
serving”. kolektif negara-negara anggota ASEAN
untuk mewujudkan kawasan bebas kabut
Bentuk kepentingan nasional asap, perjanjian tersebut tetap saja
dapat beragam seperti self-preservation di berdasarkan prinsip umum ASEAN, yaitu
mana negara dan orang di dalamnya dapat non-interference dan konsensus
bertahan hidup, keamanan, prestise, (Heilmann, 2015). Dengan demikian,
promosi dan perlindungan ideologi dan ASEAN tidak dapat memaksa satu negara
bentuk lainnya. Tujuan dari kepentingan anggota pun untuk menerapkan
nasional akan dipertahankan dan dikejar mekanisme JER walaupun bencana
secara konsisten oleh pemerintah negara karhutla yang parah terjadi di wilayahnya
atau pembuat kebijakan untuk dan kabut asap menyelimuti langit
keberlanjutan atau eksistensi negara. kawasan. Sebaliknya, hanya bila negara
Dalam penelitian ini, Indonesia anggota yang bersangkutan secara suka
menolak untuk menggunakan mekanisme rela menyatakan status darurat nasional,
kemudian negara tersebut dapat tahap reduksi data, peneliti memilah dan
menerapkan mekanisme JER dan memilih data agar dapat mengajukan
bekerjasama dengan negara-negara pertanyaan kritis sehingga fenomena yang
anggota ASEAN lainnya setelah meminta dikaji lebih spesifik. Adapun pertanyaan
bantuan kepada ASEAN Centre. kritis yang diajukan peneliti adalah seputar
Untuk menjaga kepentingan respon Indonesia terhadap bencana
nasional di atas, Indonesia lebih memilih karhutla 2015 dan penolakan terhadap
upaya-upaya nasional atau inisiatif mekanisme JER yang ada pada AATHP.
domestik dan kerjasama bilateral dalam Pada tahap penyajian data, peneliti
mengatasi karhutla 2015. Indonesia menyusun informasi untuk memungkinkan
mengumumkan kesanggupan untuk mengambil kesimpulan sementara. Peneliti
mengatasi masalah tersebut dengan tetap melakukan pengumpulan dan reduksi
sumber daya domestik, tapi juga data secara bersamaan. Pada tahap
menyambut dengan selektif bantuan verifikasi, kesimpulan mulai terlihat jelas
negara-negara lain secara bilateral. Selain dan kuat setelah peneliti mencari arti,
itu, Indonesia konsisten menyuarakan mencatat keteraturan, pola-pola
ketidakefektifan AATHP sebagai penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat
pembenaran untuk tidak mendeklarasikan dan proposisi. Adapun kesimpulan
bencana karhutla 2015 sebagai darurat (temuan) dalam penelitian ini adalah
nasional sehingga tidak ada kewajiban kepentingan nasional mendorong
bagi Indonesia untuk meminta bantuan Indonesia untuk menolak menerapkan
kepada ASEAN dan menerapkan mekanisme JER yang terdapat pada
mekanisme JER. AATHP dalam menangani bencana
karhutla 2015.
3. Metode Penelitian
4. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan analisis 4.1. Situasi Karhutla dan Kabut Asap
korelatif kausal di mana peneliti mencari 2015 dan Mekanisme JER pada
hubungan sebab akibat dari dua variabel. AATHP
Kepentingan nasional merupakan variabel
independen (unit eksplanasi), sedangkan Bencana karhutla 2015 telah
sikap penolakan merupakan variabel menyebabkan hilangnya lebih dari 2,6 juta
dependen (unit analisa) dalam penelitian ha lahan dan hutan; angka tersebut seluas
ini. Penelitian ini merupakan penelitian 4,5 kali pulau Bali (Glauber et al., 2016)
kepustakaan di mana data diperoleh dari atau berdasarkan laporan Badan Nasional
artikel jurnal, buku, dokumen resmi dan Penanganan Bencana (BNPB) seluas 32
sumber-sumber lainnya yang relevan. kali propinsi DKI Jakarta (Zulaeha, 2016).
Sedangkan data dianalisa dengan Dari 34 propinsi di Indonesia hanya tiga
menggunkan teknik analisa interaktif yang bebas dari karhutla ketika itu, yaitu
Miles-Hubberman yang terdiri dari DKI Jakarta, Kepulauan Riau dan
beberapa tahapan yaitu pengumpulan data, Yogyakarta; sedangkan yang terparah
reduksi data, penyajian data dan verifikasi sebarannya berada di Sumatera dan
atau pengambilan kesimpulan (Idrus, Kalimantan (Sipongi, 2015).
2009). Selain menyebabkan 24 anak-anak
Pada tahap pengumpulan data, dan dewasa meninggal dunia (Purnomo et
peneliti mengumpulkan sebanyak mungkin al., 2019), ratusan ribu orang menderita
data yang berkaitan dengan fenomena masalah kesehatan dan penutupan sekolah-
karhutla yang terjadi di Indonesia dan sekolah, World Bank mencatat Indonesia
kabut asap lintas batas serta AATHP. Pada menderita kerugian ekonomi senilai lebih
dari USD 16 miliar (Glauber et al., 2016). Oktober 2015 saja, telah tercatat lebih dari
Sedangkan kerugian lingkungan akibat 100 ribu kasus karhutla dan diperkirakan
kemusnahan keanekaragaman hayati lebih dari 1,7 miliar ton karbon dilepaskan
diperkirakan dapat mencapai USD 295 juta ke atmosfer; angka tersebut setara dengan
(Gunardi, Masman & Martono, 2017). jumlah yang dihasilkan oleh Brasil selama
Nilai kerugian ekonomi tersebut dua kali 1 tahun (BBC Indonesia, 2016). Badan
lebih besar ketimbang kerugian akibat Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
bencana tsunami Aceh 2004 silam atau (BMKG) bahkan melabeli bencana
setara dengan 1,8 persen GDP Indonesia karhutla dan kabut asap 2015 sebagai
(Gunawan & Yogar, 2019). Bebarapa sebuah kejahatan luar biasa terhadap
daerah telah mencapai indeks standar kemanusiaan (Tay, Chen & Yi, 2016).
pencemaran udara (ISPU) pada level Fenomena El Nino di Asia Tenggara dan
tertinggi yaitu sangat berbahaya seperti luasnya lahan gambut di Indonesia yang
Riau, Jambi, Sumsel, Kalsel, Kalteng dan terbakar semakin mempersulit upaya untuk
Kalbar (Kementerian Kesehatan RI, 2015). mengatasi bencana tersebut. El Nino
Kabut asap beracun akibat karhutla merupakan fenomena peningkatan
2015 menyelimuti sebagian wilayah temparatur permukaan laut yang
Indonesia dan beberapa negara tetangga menyebabkan tingkat curah hujan
seperti Singapura, Malaysia, Thailand, menurun, sedangkan intensitas kekeringan
Filipina dan Brunei Darussalam selama meningkat (Ku Yusof et al., 2017).
beberapa minggu. Selama bulan Juni-

Gambar 1.
Citra Satelit NASA yang Menunjukan Tutupan Kabut Asap pada 27 September 2015

Sumber: (Sarmiasih & Pratama, 2019)

AATHP terdiri dari 4 bagian “The ASEAN Centre shall work


dengan 32 pasal dan 1 lampiran. Pada on the basis that the national
bagian ke-dua tentang monitoring, authority will act first to put out
assessment, prevention and response pasal the fires. When the national
ke-5 tertulis seperti di bawah ini: authority declares an emergency
situation, it may make a request
to the ASEAN Centre to provide enggan meminta bantuan ASEAN bahkan
assistance” (AATHP, n.d). sering menolak bantuan yang ditawarkan
individual negara-negara ASEAN lainnya
Dengan melihat pasal di atas dan dengan alasan paket bantuan yang
mempertimbangkan tingkat keparahan diajukan tidak sesuai dengan apa yang
bencana, paska ratifikasi oleh Indonesia, dibutuhkan.
ASEAN seharusnya dapat terlibat lebih Walaupun sering ditolak, negara-
aktif dan kerjasama multilateral dapat negara tersebut sering pula
dilaksanakan dalam mengatasi bencana mempertanyakan kebutuhan seperti apa
karhutla dan kabut asap 2015 bila saja yang diinginkan Indonesia agar bencana
Indonesia memilih untuk menggunakan karhutla dan kabut asap dapat diatasi
mekanisme JER. JER merupakan dengan cepat. Bila Indonesia meminta
mekanisme kolektif atau multilateral bantuan kepada ASEAN dalam upaya
manajemen penyelesaiakan masalah kabut memadamkan karhutla, opini negatif
asap yang disebabkan oleh karhutla di masyarakat global dan khususnya Asia
bawah payung ASEAN bila negara Tenggara terhadap Indonesia akan
anggota tidak mampu menyelesaikan terbentuk bahwa Indonesia tidak memiliki
masalah tersebut dengan kebijakan kemampuan mengatasi permasalahan
nasional. Namun, Indonesia menolak domestiknya. Begitu pula bila Indonesia
untuk menggunakan JER seperti yang menerima bantuan yang tidak sesuai
diharapkan oleh ASEAN dan khususnya dengan kebutuhan dan terkesan menafikan
Malaysia dan Singapura. Sebaliknya, upaya-upaya domestik yang sedang
Indonesia menyatakan masih mampu dilakukan ketika itu. Seperti yang
menyelesaikan karhutla di wilayahnya dinyatakan oleh Sekretaris Kabinet
sehingga tidak menyatakan situasi darurat Pramono Anung, pemerintah Indonesia
nasional. Kritik terhadap kelambanan dan tidak menghendaki upaya yang sedang
ketidakmampuan Indonesia juga datang dilakukan diklaim oleh asing di masa yang
dari dalam negeri mengingat bencana akan datang (Kompas, 2015). Tentunya hal
berlangsung dalam waktu yang cukup tersebut dapat mencoreng citra Indonesia
lama dan dampak yang begitu luas bagi sebagai negara yang berdaulat.
masyarakat. Karhutla dan kabut asap 2015 Kepentingan citra mendorong Indonesia
hanya berkurang secara signifikan ketika menolak mengatasi karhutla dan kabut
memasuki musim penghujan di akhir asap 2015 bersama-sama dengan negara
Oktober dan berlangsung sepanjang ASEAN lainnya dengan mekanisme JER.
November 2015 (Jakarta Globe, 2015). Sikap Indonesia sesuai dengan
Sikap penolakan tersebut didorong oleh argumen Wang (2006) bahwa citra
kepentingan nasional yang ingin menjadi penting bagi negara dalam
dipertahankan oleh Indonesia, berupa hubungan internasional. Reputasi negara
kepentingan citra, ekonomi dan politik. akan dapat dilihat dengan indikator opini
tentang negara tersebut yang diberikan
4.2. Kepentingan Nasional Indonesia oleh publik luar negeri. Mengelola reputasi
nasional sudah menjadi bagian terintegral
4.2.1. Kepentingan Mempertahankan dalam politik luar negeri dan diplomasi
Citra (Wang, 2006). Dengan demikian, negara
akan senantiasa menjaga reputasi ‘baik’
Paska ratifikasi AATHP, dalam berhubungan dengan aktor lain,
Indonesia seharusnya dapat mengatasi termasuk dalam hal mengatasi masalah
karhutla 2015 dengan mekanisme JER domestik.
yang ada pada AATHP mengingat tingkat
keparahan bencana. Namun, Indonesia 4.2.2. Kepentingan Ekonomi
Permintaan global dan domestik terhadap
Indonesia merupakan salah satu kelapa sawit dan bubur kertas menjadi
produsen sekaligus eksportir kelapa sawit determinan utama perluasan sektor
dan bubur kertas terbesar di dunia dan perkebunan dan hutan tanaman industri di
kedua industri tersebut merupakan sektor Indonesia.
yang berkontribusi terhadap perekonomian Gabungan Asosiasi Pengusaha
nasional. Ekspansi perkebunan kelapa Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan
sawit dan hutan tanaman industri Kementerian Pertanian telah mencatat
memberikan keuntungan ekonomi produksi, ekspor dan luas area perkebunan
walaupun keduanya juga sering berpotensi kelapa sawit seperti di bawah ini:
menyebabkan kerusakan lingkungan.

Tabel 1.
Produksi, Ekspor dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 2008-2016

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


Production
(million 19.2 19.4 21.8 23.5 26.5 30.0 31.5 32.5 32.0
tons)
Export
(million 15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 22.4 21.7 26.4 27.0
tons)
Export
(in USD 15.6 10.0 16.4 20.2 21.6 20.6 21.1 18.6 18.6
billion)
Plantation
size (in n.a. n.a. n.a. n.a. 9.6 10.5 10.7 11.4 11.8
million ha)
Sumber: (Indonesia Investments, 2017a)

Kurang dari satu dekade, 2016 masing-masing senilai USD 18,6


Indonesia telah mengalami peningkatan miliar dan sektor ini merupakan salah satu
produksi, ekspor dan luas perkebunan pendapatan devisa cukup besar bagi
kelapa sawit secara bersamaan. Pada tahun Indonesia. Industri kelapa sawit telah
2008, Indonesia menghasilkan 19,2 juta memberikan kontribusi terhadap GDP
ton dan produksi meningkat sampai 32,5 antara 1,5 dan 2,5 persen (Indonesia
juta ton pada 2015. Lebih lanjut GAPKI Investments, 2017a) selain menyediakan
memperkiraakan produksi tersebut akan lapangan pekerjaaan bagi 8 juta penduduk
mencapai tidak kurang dari 40 juta ton khususnya di daerah pedesaan pada 2016
mulai 2020 (Indonesia Investments, (Schleicher et al., 2019).
2017a). Peningkatan produksi tidak hanya Industri kelapa sawit tak dapat
didorong oleh tujuan ekspor tapi juga dipisahkan oleh peran investasi swasta
konsumsi domestik di mana adanya termasuk yang berasal dari luar negeri.
peningkatan pertumbuhan populasi kelas Sebagian besar perkebunan kelapa sawit
menengah dan pengembangan program yaitu 52,88 persen merupakan Big Private
biodiesel oleh pemerintah Indonesia Plantations (BPP); sedangkan 40,49
(Indonesia Investments, 2017a). Hanya persen dimiliki oleh Smallholder Farmers
pada tahun 2016, produksi kelapa sawit (SF) dan 6,63 persen dimiliki oleh Big
sedikit menurun. Ekspor mencapai 26,4 State-Owned Plantations (BSOP)
juta ton pada 2015 dan 27 juta ton pada (Indonesia Investments, 2017a).
Perkebunan tersebut beroperasi di pulau dengan adanya praktik patronase oleh
Sumatera dan Kalimantan. otoritas Indonesia walaupun ada bukti
Sama halnya seperti industri keterlibatan perusahan tersebut
kelapa sawit, industri bubur kertas telah menerapkan metode membakar lahan.
memainkan peran penting dalam Selain itu, frekuensi titik panas terbesar
perekonomian Indonesia. Indonesia selalu berada pada area perkebunan kelapa
memberikan perhatian terhadap Industri sawit, hutan tanaman industri dan konsesi
tersebut karena adanya peningkatan global perkayuan (Purnomo et al., 2019;
terhadap bubur dan kertas dan Sambodo, 2015).
menargetkan peningkatan kapasitas Sesuai dengan AATHP, bila
produksi antara 7,93 juta ton sampai 10,53 Indonesia meminta bantuan regional
juta ton per tahun (Indonesia Investments, kepada ASEAN, pemerintah Indonesia
2017b). Konsesi diberikan kepada investor memiliki tanggungjawab untuk
domestik dan asing. Sekitar 60 persen dari menyediakan akses terhadap semua
ouput bubur kertas diekspor ke luar negeri sumber daya kepada ASEAN dan pihak-
dan selebihnya untuk kebutuhan dometik pihak yang membantu untuk mengatasi
(Indonesia Investments, 2017b). Pada karhutla. Akses tersebut juga dapat berupa
2017 industri bubur kertas memberikan data berkaitan dengan perusahan nasional
kontribusi sebesar USD 5,8 miliar dan asing yang beroperasi di sektor
terhadap devisa nasional (Tempo, 2018). perkebunan dan kehutanan di Indonesia.
Industri tersebut dapat menyerap 126 ribu AATHP mendorong data sharing dan
pekerja langsung dan 1,1 juta pekerja tak transparansi terhadap informasi kunci
langsung (Indonesia Investments, 2017b). berkaitan kabut asap dan sumber-
Pada 2018, industri bubur kertas sumbernya (Putraditama, 2014).
memberikan kontribusi sebesar 1,3 persen Bagi Indonesia, data tersebut
terhadap GDP (Setiawati, 2018). merupakan hal yang sensitif karena
Satelit independen berkaitan dengan proyeksi strategis
memperkirakan keseluruhan lahan nasional terhadap pertanian dan kehutanan.
perkebunan kelapa sawit dan hutan Sebagai institusi yang memfasilitasi dan
tanaman industri mencapai 24 juta hektar, mengkoordinasikan kerjasama dengan
atau 12 persen dari total luas daratan mekanisme JER, ASEAN Centre dapat
Indonesia (Alisjahbana & Busch, 2017). meminta komitmen Indonesia atau
Namun, bertentangan dengan kontribusi membicarakan rekomendasi berupa sanksi
yang diberikan, perusahaan-perusahaan mulai dari bentuk denda sampai pada
yang bergerak di kedua sektor industri pencabutan konsesi perusahaan-
tersebut juga memberikan andil perusahaan yang menerapkan metode
menyebabkan karhutla di Indonesia membakar dalam membersihkan lahan
dengan menerapkan metode membakar mereka. Sanksi dan pencabutan konsesi
(slash and burning) untuk membersihkan dapat berdampak pada perekonomian
lahan di area konsesi mereka, termasuk nasional dan penerimaan devisa. Tidak
perusahaan-perusahan Singapura dan hanya merugikan kepentingan ekonomi,
Malaysia. Pemerintah Indonesia telah transfer data kepada ASEAN dapat
mengambil berbagai tindakan hukum mengancam kedaulatan ekonomi karena
terhadap pelaku kejahatan karhutla, namun organisai regional tersebut dan negara-
kasus yang sama tetap terjadi setiap negara anggota lainnya dapat melakukan
tahunnya. Lebih jauh Varkkey (2012b; intervensi dalam pembuatan keputusan
2013) mengungkapkan bahwa investor strategis Indonesia.
Malaysia dan Singapura menguasai lebih Industri kelapa sawit dan bubur
dari dua per tiga perkebunan kelapa sawit kertas merupakan program prioritas karena
di Indonesia dan mereka terlindungi kontribusi yang diberikan terhadap
perekonomian Indonesia. Kedua industri bencana karhutla dan kabut asap karena
tersebut telah membantu pemerintah selalu menjadi korban hampir setiap tahun.
Indonesia dalam mewujudkan Keinginan Indonesia mengadakan
pertumbuhan ekonomi dan distribusi perjanjian ekstradisi dengan Singapura
pendapatan negara. Selain memberikan disebabkan oleh semakin meningkatnya
kontribusi yang signifikan terhadap sektor tindak pidana korupsi dan pencucian uang
pertanian, industri kelapa sawit juga sering serta capital flight oleh pemangkir pajak.
dipromosikan sebagai kontributor utama Saat ini Singapura menjadi salah satu
dalam upaya mengurangi kemiskinan dan negara terdekat yang menjadi sasaran bagi
wewujudkan kemandirian pangan dan pejabat, politisi dan pengusaha Indonesia
energi oleh pemerintah (Pirker et al., yang terlibat tindak korupsi dan pencucian
2016). Sementara itu, industri bubur kertas uang serta pemangkir pajak. Selain alasan
memberikan kontribusi yang signifikan kedekatan geografis, Singapura dijadikan
pula terhadap sektor kehutanan nasional. tempat persembunyian karena tidak
Dengan demikian, Indonesia akan menjaga adanya perjanjian ektradisi antara kedua
kedua sektor tersebut tetap beroperasi negara tersebut. Dalam kasus korupsi,
tanpa gangguan ataupun intervensi asing. laporan Indonesian Corruption Watch
Dari pertimbangan ekonomi, (ICW) menyebutkan telah ada sekitar 43
penerapan mekanisme JER yang ada orang yang terlibat kasus korupsi
dalam AATHP dapat mengancam melarikan diri ke Singapura sejak tahun
pertumbuhan dan program pengembangan 2001 (Ismail & Nggilu, 2019). Dengan
ekonomi di sektor pertanian dan tidak adanya perjanjian ekstradisi,
kehutanaan, begitu juga dengan kebutuhan Singapura juga tidak memiliki kewajiban
domestik. Sikap penolakan Indonesia terhadap Indonesia untuk mengembalikan
dalam hal ini sesuai dengan argumen Wu asset illegal yang disimpan di sana.
(2017) bahwa perkembangan ekonomi Menkeu Bambang Brojonegoro dalam
menjadi salah satu kepentingan spesifik sebuah wawancara mengatakan jumlah
yang diturunkan dari beberapa tujuan asset tersebut bisa mencapai USD 300
utama yang dikejar oleh pemerintah miliar (Desker, 2015).
negara. Dengan mempertimbangkan Hubungan diplomatik Indonesia
kepentingan ekonomi, Indonesia menolak dan Singapura telah mengalami pasang
menggunakan JER yang terdapat pada surut. Kedua negara telah bersitegang
AATHP. dalam berbagai isu mulai dari kabut asap,
ekspor pasir dan perjanjian ekstradisi
4.2.3. Kepentingan Politik (Laksmana, 2012). Singapura pernah
membawa masalah kabut asap akibat
AATHP memungkinkan Indonesia karhutla dalam sidang umum PBB pada 20
dan negara anggota ASEAN lainnya Oktober 2006 dan mendapatkan kecaman
menghukum perusahaan yang berasal dari dari Indonesia karena dianggap
salah satu negara ASEAN yang membakar menciptakan preseden buruk bagi
hutan dan lahan di Indonesia, khususnya Indonesia (Suryani, 2012). Pada tahun
bila menggunakan mekanisme JER. 2007, Indonesia mengeluarkan kebijakan
Namun, Indonesia menjadikan isu kabut melarang ekspor pasir ke Singapura
asap dan AATHP untuk menaikkan setelah mempertimbangkan degradasi
bargaining position-nya untuk menekan lingkungan yang disebabkan oleh
Singapura agar kembali membicarakan penggalian pasir di sekitar Kepulauan
penjanjian ekstradisi yang selama ini Riau. Indonesia sebelumnya merupakan
dihindari oleh negara tersebut. Singapura salah satu pemasok utama pasir untuk
termasuk negara yang sangat proyek-proyek reklamasi daratan
berkepentingan dalam penanggulangan Singapura.
Reklamasi pantai telah THPA memungkinkan Singapura
menyebabkan daratan Singapura maju mengadili dan menghukum individu
sejauh 12 mil menjorok ke wilayah ataupun perusahaan di luar yurisdiksinya,
perairan Indonesia, bergeser dari original termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam
base line perjanjian perbatasan Indonesia- menyebabkan karhutla di Indonesia.
Singapura pada 1973 (Wicaksono, 2016) Langkah Singapura tersebut dianggap
dan berpotensi menjadi konflik delimitasi tidak menghormati kedaulatan dan
perbatasan kedua negara di masa depan merendahkan yurusdiksi hukum Indonesia
(Yudha AR, 2007). Menanggapi kebijakan karena otoritas hukum yang dibuat oleh
tersebut, Singapura meminta Indonesia pemerintah berdaulat hanya berlaku bagi
tidak hanya peduli pada kerusakan warga negaranya. Singapura merespon
lingkungannya, tapi juga masalah kabut Indonesia dengan mengangkat isu karhutla
asap akibat bencana karhutla yang terjadi di forum ASEAN, sebaliknya Indonesia
di Indonesia. Singapura juga menyatakan merespon dengan mengangkat isu
keberatannya bila kebijakan pelarangan perjanjian ektradisi yang sampai saat ini
ekspor pasir dijadikan alat untuk menekan enggan disepakati oleh Singapura.
negara tersebut agar menyetujui perjanjian Singapura menolak meratifikasi
ekstradisi dengan Indonesia. perjanjian ekstradisi dengan Indonesia
Hubungan bilateral Indonesia dan selama Indonesia masih menolak
Singapura kembali membaik ditandai meratifikasi DCA. Sebaliknya, Indonesia
dengan pertemuan antara kedua negara menjadikan bencana kabut asap 2015
dalam penandatanganan MoU perjanjian untuk melihat respon Singapura. Bila
ekstradisi, dua bulan setelah larangan Singapura menderita kerugian dari kabut
ekspor pasir oleh Indonesia tepatnya pada asap akibat karhutla yang terjadi di
27 April 2007. Perjanjian tersebut berisi 31 Indonesia, maka Indonesia juga dirugikan
jenis kejahatan, termasuk korupsi (Ismail selama Singapura masih menjadi tempat
& Nggilu, 2019). Namun, Singapura yang aman bagi kriminal Indonesia
menambah syarat agar kesepakatan walaupun Singapura memiliki reputasi
ekstradisi tercapai berupa Defense sebagai salah satu negara dengan tingkat
Cooperation Agreement (DCA) yang persepsi korupsi terendah ataupun clean
memungkinkan Singapura menggunakan government tertinggi di dunia. Bagi
wilayah Indonesia sebagai tempat latihan Indonesia, menyepakati perjanjian
perang angkatan bersenjatanya termasuk ekstradisi akan memberikan manfaat bagi
melibatkan pihak ketiga (Milia, Kurniawan kepentingan nasional kedua negara
& Poespitohadi, 2018). Barter DCA (Juwana, 2007).
dengan perjanjian ekstradisi merupakan Tarik-menarik kepentingan politik
strategi Singapura menggagalkan upaya menjadi lumrah dalam hubungan antar
Indonesia mewujudkan perjanjian negara. Negara menggunakan satu isu
ekstradisi karena Indonesia tidak akan untuk menaikkan posisinya terhadap isu
menyetujui perjanjian DCA yang lain. Peneliti melihat penolakan Indonesia
merugikan kedaulatannya dan memberikan untuk menerapkan mekanisme JER
keuntungan yang lebih besar kepada sebagai strategi Indonesia agar dapat
Singapura. Dengan ditolaknya perjanjian menjadikan isu kabut asap sebagai alat
DCA oleh DPR RI, maka perjanjian menekan balik pemerintah Singapura
ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dalam urusan perjanjian ekstradisi karena
tidak dapat dilanjutkan. negara tersebut yang paling berkeinginan
Pada 2014 hubungan Indonesia dan agar Indonesia serius mengatasi bencana
Singapura kembali menegang setelah karhutla, termasuk optimalisasi peran
parlemen Singapura mengesahkan ASEAN dan AATHP. Dengan demikian,
Transbondary Haze Pollution Act (THPA). penolakan Indonesia menggunakan JER
juga didorong oleh kepentingan politik pengambilan keputusan ASEAN harus
terhadap Singapura. melalui konsensus. Sesuai dengan
mekanisme tersebut, Indonesia terlebih
4.3. Kebijakan Indonesia Menolak dahulu harus meminta bantuan dengan
Menggunakan Mekanisme JER surat permohonan dalam menanggulangi
karhutla, kemudian pertemuan dengan
4.3.1. Pernyataan Menolak seluruh anggota ASEAN baru dapat
Menggunakan Mekanisme JER dilaksanakan. Lalu dari pertemuan tersebut
diambil keputusan untuk menentukan
Indonesia menolak menggunakan langkah yang akan ditempuh untuk
mekanisme JER dalam menangani memberikan bantuan kepada Indonesia
bencana karhutla 2015 sehingga ASEAN dalam menanggulangi karhutla dan kabut
tidak dapat berperan lebih besar seperti asap. Prosedur permintaan bantuan dan
yang tertuang dalam AATHP. ASEAN pemberitahuan kepada seluruh negara
hanya dapat memberikan bantuan jika anggota ASEAN membuat Indonesia
Indonesia meminta setelah menyatakan enggan untuk memilih mekanisme JER.
status darurat nasional. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia sering
Indonesia menganggap rumitnya menyampaikan kepada publik bahwa
mekanisme permintaan bantuan dalam Indonesia mampu dalam mengatasi
AATHP untuk mengatasi bencana tersebut bencana karhutla sehingga tidak
menjadi penguat keputusan Indonesia membutuhkan bantuan ASEAN ataupun
untuk tidak menggunakan skema JER. negara-negara anggotanya. Misalnya
Pasal 12 dalam AATHP yang seperti yang disampaikan oleh Juru Bicara
mengatur mengenai mekanisme JER, Kemlu Armanatha Nasir, “Mereka
sebagai berikut: (Singapura) memang menawarkan bantuan
dengan sistem yang mereka punya, tapi
“(1) If a Party needs assistance in Indonesia masih bisa” (Tempo, 2015a).
the event of land and/or forest fires Begitu juga Menteri Lingkungan Hidup
or haze pollution arising from such dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam
fires within its territory, it may merespon tawaran pesawat C-130 dan
request such assistance from any pesawat Chinooks untuk membuat hujan
other Party, directly or through the buatan: “Pemerintah menolak bantuan
ASEAN Centre, or, where tersebut dengan alasan masih sanggup
appropriate, from other States or menanganinya” (Tempo, 2015b).
international organisations; (2) Pernyataan ‘percaya diri’ sudah
Assistance can only be employed at lazim disampaikan Indonesia dalam
the request of and with the consent berbagai peristiwa karhutla di wilayahnya.
of the requesting Party, or, when Sedangkan Pernyataan Indonesia yang
offered by another Party or meragukan efektifitas AATHP dan
Parties, with the consent of the keengganan meminta bantuan kepada
receiving Party;........” (AATHP, ASEAN merupakan wujud kebijakan
n.d). menolak penanganan bencana dengan
mekanisme JER. Pernyaatan ini kemudian
Dari gambaran di atas, bantuan diikuti oleh keengganan Indonesia
hanya dapat diberikan atas permohonan menerima bantuan yang datang dari
dari dan dengan persetujuan pihak khususnya negara-negara ASEAN.
pemohon atau bila ditawarkan oleh pihak Indonesia lebih memilih mengandalkan
lain dengan persetujuan dari pihak kemampuan domestik walaupun akhirnya
penerima bantuan. Selain karena rumitnya menerima bantuan asing secara selektif
mekanisme JER tersebut, mekanisme
melalui kerjasama bilateral ketika situasi menyulitkan proses pemadaman. Sulitnya
bencana semakin sulit untuk diatasi. penanganan karhutla dan dampak dari
kabut asap yang semakin buruk serta
4.3.2. Penanganan Karhutla dan tuntutan dari berbagai elemen domestik
Kabut Asap Secara Nasional mendorong Indonesia bersedia menerima
bantuan negara asing yang dituangkan
Keinginan Indonesia untuk dalam kerjasama bilateral agar
menyelesaikan masalah bencana karhutla mempercepat pemadaman karena upaya-
tanpa keterlibatan ASEAN sudah tersirat upaya domestik membutuhkan waktu yang
di awal-awal pemerintahan Presiden Joko lebih lama dan tidak menunjukkan
Widodo ketika ia menyatakan akan keberhasilan yang signifikan.
menyelesaikan masalah tersebut dalam Preferensi Indonesia dalam
waktu tiga tahun (Varkkey, 2017). mengatasi karhutla secara domestik
Pemerintah Indonesia menyanggah merupakan upaya untuk menghindari
kritikan dari negara-negara anggota intervensi asing dan diperkuat oleh
ASEAN yang menyatakan sentimen nasionalisme elit domestik.
ketidakmampuan Indonesia menangani Dengan demikian, Indonesia dapat secara
bencana kabut asap. Indonesia beralasan bebas menentukan strategi domestik dalam
lambatnya pemadaman karhutla penanganan bencana tersebut demi
dikarenakan faktor cuaca. Dalam upaya menjaga kepentingan nasional. Dengan
penanganan bencana karhutla dan kabut melihat preferensi tersebut, Indonesia
asap 2015, pemerintah pusat bekerja sama merupakan pendukung utama norma non-
dengan pemerintah daerah baik dengan interference di kawasan bila terkait isu
sentralisasi ataupun desentralisasi lingkungan (Varkkey, 2009).
kebijakan serta melibatkan masyarakat
tempatan. Indonesia tidak menyatakan 4.3.3. Penangangan Karhutla dan
status tanggap darurat nasional, namun Kabut Asap Secara Bilateral
megizinkan beberapa propinsi menyatakan
status siaga darurat maupun tanggap Dalam mengatasi karhutla 2015,
dururat daerah (Alfajri & Luerdi, 2016). Indonesia akhirnya menerima bantuan dari
Salah satu langkah penanggulangan negara-negara asing. Enam negara yang
karhutla yang dilakukan adalah memberikan bantuan antara lain
penggunaan bahan kimia sebanyak 40 ton Singapura, Malaysia, Australia, Cina,
untuk memadamkan karhutla, khususnya Jepang dan Rusia melalui kerjasama
di wilayah Sumatera dan Kalimantan bilateral. Sebelumnya, Indonesia sempat
dengan mengerahkan lebih dari 22 ribu menolak beberapa kali tawaran Singapura
aparat termasuk TNI dan Polri (VOA karena ketidaksesuaian antara bantuan
Indonesia, 2015). Selain penggunaan yang ditawarkan dengan kebutuhan di
bahan kimia dan water bombing yang lapangan. Dalam menerima bantuan asing,
diikuti upaya pemadaman di darat, Indonesia melakukannya secara selektif
modifikasi cuaca untuk hujan buatan juga agar benar-benar efektif pada upaya
dilakukan. Indonesia telah mengerahkan pemadaman karhutla di tengah-tengah
25 unit pesawat untuk memadamkan api situasi cuaca yang ekstrim. Bantuan yang
dan menyemai awan untuk membuat hujan paling krusial adalah alat pengangkut air
(DW Indonesia, 2015a). dengan kapasitas besar yang akan
Sejak awal Indonesia telah dikonsentrasikan di Sumatera (DW
berupaya untuk menangani karhutla 2015. Indonesia, 2015b).
Namun, jarak pandang yang buruk, awan Singapura telah mengirimkan
yang tidak cukup untuk disemai dan bantuan berupa pesawat Chinook
keterbatasan air akibat faktor cuaca pengangkut air bermuatan 5 ribu liter,
Malaysia telah mengirimkan bantuan Tulisan ini ingin menegaskan
berupa satu unit pesawat jenis bombardir bahwa Indonesia memiliki pilihan skema
415 MP dengan kapasitas 6 ribu liter, JER dalam merespon bencana karhutla
Australia memberikan bantuan berupa satu 2015 secara multilateral sebagai ‘insentif’
unit pesawat Hercules dengan kapasitas 15 dari ratifikasi AATHP. Namun, berbeda
ribu liter, Jepang memberikan bantuan dengan optimisme Jerger Jr (2014)
berupa bahan kimia untuk mempercepat terhadap peran besar Indonesia dan
proses pemadaman beserta tenaga ahlinya, ASEAN, ratifikasi oleh Indonesia tidak
dan Rusia mengirimkan bantuan berupa serta merta menjadi game changer bagi
dua unit pesawat amfibi BE-200 yang bisa ASEAN untuk bebas dari polusi kabut
mengangkut 12 ribu liter (Winnetnews, asap (Heilmann, 2015). Herley dan Lee
2015). Kerjasama yang dilakukan oleh (2020) menilai ratifikasi AATHP oleh
Indonesia dengan negara-negara tersebut Indonesia sekedar gestur simbolik ‘niat
berlangsung selama lebih kurang dua baik’ terhadap masalah lingkungan di
minggu. kawasan. Dalam merespon bencana
Mekanisme penanganan bencana tersebut, kebijakan menolak menggunakan
karhutla bilateral lebih disukai oleh mekanisme JER yang ada pada AATHP
Indonesia ketimbang secara multilateral dianggap sebagai keputusan yang terbaik
dengan mekanisme JER yang ada pada bagi Indonesia demi mempertahankan
AATHP. Bantuan dari berbagai negara kepentingan nasional yang jauh lebih
asing ternyata dibutuhkan oleh Indonesia penting ketimbang komitmen terhadap
mengingat minimnya peralatan khususnya AATHP yang telah diratifikasi setahun
pesawat yang mengangkut air bila sebelumnya. Kepentingan nasional
dibandingkan dengan luas lahan yang tersebut tidak hanya berdimensi ekonomi,
dilanda kebakaran. Pilihan penyelesaian tapi juga mempertahankan reputasi negara
bencana 2015 secara bilateral juga sebagai dan meningkatkan daya tawar politik.
indikator Indonesia pada dasarnya tidak Prinsip-prinsip yang dipegang oleh
menginginkan mekanisme JER yang akan ASEAN juga merupakan celah bagi
melibatkan peran ASEAN secara lebih Indonesia untuk menghindari skema JER
besar. sehingga upaya nasional dan bilateral
Inisiatif bilateral dalam masih menjadi prioritas. Sikap ini akan
mengahadapi bencana karhutla sudah tetap berlanjut di masa yang akan datang
menjadi institusi dalam politik luar negeri selagi tidak ada forces yang efektif
Indonesia baik dalam hal pencegahan menekan Indonesia.
maupun mitigasi. Artinya, bila melihat Tulisan ini dapat menggambarkan
peristiwa-peristiwa karhutla di masa lalu, bargaining position Indonesia di tengah-
kerjasama bilateral dianggap lebih efektif tengah ekspektasi aktor regional terhadap
dan tidak menciderai kedaulatan negara perilakunya terkait masalah karhutla dan
atau kepentingan nasional, serta selaras kabut asap. Walaupun dapat
dengan prinsip-prinsip yang dipegang oleh menggambarkan titik kelemahan dari
ASEAN. Singapura, misalnya, sebagai AATHP dan preferensi kebijakan
salah satu pihak yang dirugikan menyadari Indonesia, tulisan ini masih menyisakan
keengganan Indonesia menyelesaikan celah berupa kekosongan penjelasan
karhutla secara multilateral sehingga tentang dinamika aktor-aktor domestik
terpaksa memilih mekanisme two-track dalam mempengaruhi proses pembuatan
engagement antar kedua negara yang keputusan terkait penyelesaian bencana
melahirkan Singapore-Jambi Master Plan karhutla dan kabut asap paska ratifikasi
(Varkkey, 2011). AATHP. Penelitian di masa yang akan
datang diharapkan mampu mengisi
5. Kesimpulan kekosongan tersebut. Secara umum,
tulisan ini bermanfaat bagi peneliti dan Alisjahbana, A.S., & Busch, J.M. (2017).
penstudi regionalisme dan politik Forestry, Forest Fires and Climate
lingkungan di Asia Tenggara. Change in Indonesia. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, 53(2),
Tentang Penulis 111-136.
Luerdi, S.IP., M.Si merupakan dosen pada Anggarwal, V.K., & Chow, J.T. (2010).
Program Studi Ilmu Hubungan The Perils of Consensus: How
Internasional Universitas Abdurrab. ASEAN's Meta-Regime Undermines
Economic and Environmental
Melly Wulandari, S.IP merupakan alumni Cooperation. Review of International
Program Studi Ilmu Hubungan Political Economy, 17(2), 262-290.
Internasional Universitas Abdurrab. Apriwan, A. (2012). The Securitization of
Environmental Issues in Southeast
Ucapan Terima Kasih Asia. Andalas Journal of
Tim peneliti mengucapkan terima kasih International Studies, 1(1), 20-35.
kepada seluruh kolega pada Prodi Ilmu ASEAN Agreement on Transboundary
Hubungan Internasional Universitas Haze Pollution (AATHP). (n.d).
Abdurrab yang telah memberikan masukan ASEAN Secretariat. Diperoleh dari:
dalam penyusunan naskah ini. http://haze.asean.org/?wpfb_dl=32
BBC Indonesia. (2016). “Dapatkah
Referensi Kebakaran Hutan di Indonesia
Diakhiri?” 15 Maret. Diperoleh dari:
Ahmadi, S. (2012). Prinsip Non- https://www.bbc.com/indonesia/berit
Interference ASEAN dan Problem a_indonesia/2016/03/160314_indone
Efektivitas Asean Agreement on sia_kebakaran_hutan_2016
Transboundary Haze Pollution. Burki, T.K. (2017). The Pressing Problem
Jurnal Hubungan Internasional, of Indonesia's Forest Fires. The
1(2), 187-195. Lancet, 5(9), 685-686.
Alfajri, A., & Luerdi, L. (2016). Riau Dauvergne, P. (1998). The Political
Government's Policies to Realize the Economy of Indonesia's 1997 Forest
AATHP's Goals (2015-2016). Fires. Australian Journal of
Prosiding Seminar Hasil Penelitian International Affairs, 52(1), 13-17.
Universitas Abdurrab, 187-198. Desker, B. (2015). Challenging Times in
Alfajri, A., Setiawan, A., & Wahyudi, H. Singapore-Indonesia Relations, RIS
(2019). Civil Society Organizations Commentary, 14 October.
(CSOs) Perspective and Haze-Free Singapore: Nanyang Technological
ASEAN 2020: Evidences from Riau. University.
The Malaysian Journal of DW Indonesia. (2015a). Indonesia
International Relations, 7(1), 21-56. Kembali Tolak Bantuan Singapura. 1
Alfajri, A., Setiawan, A., & Wahyudi, H. Oktober. Diperoleh dari:
(2021). The Post – ASEAN’s Haze- https://www.dw.com/id/indonesia-
Free Roadmap 2020 and kembali-tolak-bantuan-singapura/a-
Implementation of Precautionary 18752664
Principle in Indonesia’s DW Indonesia. (2015b). Bantuan
Environmental Diplomacy: Riau’s Internasional Tiba di Indonesia. 12
Perspective. Berumpun: Oktober. Diperoleh dari:
International Journal of Social, https://www.dw.com/id/bantuan-
Politics, and Humanities, 4(1), 15- internasional-tiba-di-indonesia/a-
39. 18776204
Edwards, S.A., & Heiduk, F. (2015). Hazy Pollution and Its Effectiveness As a
Days: Forest Fires and the Politics of Regional Environmental Governance
Environmental Security in Indonesia. Tool. Journal of Current Southeast
Journal of Current Southeast Asian Asian Affairs, 34(3), 95–121.
Affairs, 34(3), 65–94. Hurley, A., & Lee, T. (2020). Delayed
Fathun, L.M. (2016). Bencana Hutan Ratification in Environmental
dalam Hubungan Internasional. Regimes: Indonesia’s Ratification of
Andalas Journal of International the ASEAN Agreement on
Studies, 5(1), 84-107. Transboundary Haze Pollution. The
Febriyani, N. (2019). Analisis Kebijakan Pacific Review, 1-30.
Indonesia Terkait Penundaan dalam Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu
Meratifikasi ASEAN Agreement on Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Transboundary Haze Pollution Kuantitatif, Edisi Kedua. Jakarta:
(AATHP) Tahun 2002-2014. Jurnal Penerbit Erlangga.
Studi Diplomasi dan Keamanan, Indonesia Investments. (2017a).
2(2), 73-87. Indonesian Palm Oil Production and
Ghani, F.A., et al. (2017). Review on Export. Diperoleh dari:
ASEAN Transboundary Haze https://www.indonesia-
Pollution Agreement 2002: Problems investments.com/business/commodit
and Solutions. Journal of ies/palm-oil/item166
Humanities, Language, Culture and Indonesia Investments. (2017b). Pulp and
Business, 1(1), 153-161. Paper Industry Indonesia:
Glauber, A.J., et al. (2016). Kerugian dari Challenges and Opportunities.
Kebakaran Hutan: Analisa Dampak Diperoleh dari:
Ekonomi dari Krisis Kebakaran https://www.indonesia-
tahun 2015, Laporan Pengetahuan investments.com/news/todays-
Lanskap Berkelanjutan Indonesia, headlines/pulp-and-paper-industry-
Februari. Jakarta: World Bank. indonesia-challenges-and-
Gunardi, G., Masman, R.R., & Martono, opportunities/item7738
M. (2017). Legal Aspects, Economic Ismail, D.E., & Nggilu, N.M. (2019). The
and Aircraft’s Water Bombing Urgency of Indonesia-Singapore’s
Related to Forest Fires in Indonesia. Extradition Agreement in the
International Journal of Business Corruption Law Enforcement.
and Management Invention, 6(3), 7- Proceedings of the 3rd International
18. Conference on Globalization of Law
Gunawan, Y. (2014). Transboundary Haze and Local Wisdom, 358, 157-160.
Pollution in the Perspective of Jakarta Globe. (2015). Haze Is Gone but
International Law of State Answers Remain Thin. 14
Responsibility. Jurnal Media December. Diperoleh dari
Hukum, 21(2), 170-180. https://jakartaglobe.id/news/haze-
Gunawan, Y., & Yogar, H.N.A. (2019). gone-answers-remain-thin/
The Responsibility of Indonesia Jerger Jr, D.B. (2014). Indonesia’s Role in
towards Transboundary Haze Realizing the Goals of ASEAN’s
Pollution After the AATHP Agreement on Transboundary Haze
Ratification. The European Pollution. Sustainable Development
Proceedings of Social and Law and Policy, 14(1), 35-45.
Behavioural Sciences, 206-217. Juwana, H. (2007). Is the Extradition
Heilmann, D. (2015). After Indonesia’s Treaty in the Interest of Singapore.
Ratification: The ASEAN Jakarta Post, 8 Agustus, hal.5.
Agreement on Transboundary Haze
0

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Countries. International Journal of


Masalah Kesehatan Akibat Kabut Business, Economics and Law,
Asap Kebakaran Hutan dan Lahan 17(4), 8-14.
Tahun 2015. Jakarta: Pusat Data dan Putraditama, A. (2014). Law Enforcement
Informasi Kementerian Kesehatan 'Essential' to Indonesia's Fight
RI. against Haze. Wawancara oleh DW,
Kompas. (2015). Terima Bantuan Asing, 23 September. Diperoleh dari:
Pemerintah Akui Kebakaran Hutan https://www.dw.com/en/law-
Sulit Diatasi. 12 Oktober. Diperoleh enforcement-essential-to-indonesias-
dari: fight-against-haze/a-17948828
https://nasional.kompas.com/read/20 Sambodo, M.T. (2015). Indonesia Has
15/10/12/13085721/Terima.Bantuan. Ratified the Asean Agreement on
Asing.Pemerintah.Akui.Kebakaran. Transboundary Haze Pollution: Will
Hutan.Sulit.Diatasi the Haze Disappear? Review of
Ku Yusof, K.M.K., et al. (2017). An Indonesian Economic and Business
Overview of Transboundary Haze Studies, 6(1), 1-28.
Studies: The Underlying Causes and Sari, S., & Nirmala, N.P. (2019).
Regional Disputes on Southeast Asia Kerjasama Indonesia - Uni Eropa
Region. Malaysian Journal of Dalam Mengoptimalkan
Fundamental and Applied Sciences, Implementasi Reducing Emissions
13(4), 747-753. From Deforestation And Forest
Laksmana, E.A. (2012). Regional Order by Degradation (Redd+): Studi Kasus
Other Means? Examining the Rise of Hutan Ulu Masen Aceh Tahun 2013-
Defense Diplomacy in Southeast 2017. Dinamika Global: Jurnal Ilmu
Asia. Asian Security, 8(3), 2012, Hubungan Internasional, 4(2), 249-
251–270. 268.
Lerche, C.O., & Said, A.A. (1995). Sarmiasih, M., & Pratama, P.Y. (2019).
Concepts of International Politics, The Problematics Mitigation of
4th Edition. Englewood Cliffs: Forest and Land Fire District
Prentice Halls. (Kerhutla) in Policy Perspective (A
Milia, J., Kurniawan, Y., & Poespitohadi, Case Study: Kalimantan and
W. (2018). Analysis of Defense Sumatra in Period 2015-2019).
Cooperation Agreement between Journal of Governance and Public
Indonesia and Singapore in 2007– Policy, 6(3), 270-292.
2017 through Defense Diplomacy Schleicher, T., et al. (2019). Production of
Goal Variable. Jurnal Pertahanan, Palm Oil in Indonesia: Country-
4(2), 104-119. Focused Commodity Analysis in the
Pirker, J., et al. (2016). What Are the Context of the Bio-Macht Project,
Limits to Oil Palm Expansion? Final Report. Freiburg: Oeko-Institut
Global Environmental Change, 40, e.V.
73-81. Setyawati, A. (2018). Analysis: Pulp,
Purnomo, H., et al. (2019). Forest and Paper Industry Remains Strong
Land Fires, Toxic Haze and Local Despite Challenges. 19 September.
Politics in Indonesia. International Diperoleh dari:
Forestry Review, 21(4), 1-15. https://www.thejakartapost.com/new
Purwendah, E.K., & Mangku, D.G.S. s/2018/09/19/analysis-pulp-paper-
(2018). The Implementation of industry-remains-strong-despite-
Agreement on Transboundary Haze challenges.html
Pollution in the Southeast Asia Shidiq, M.A. (2016). Alasan Indonesia
Region for ASEAN Member Meratifikasi ASEAN Agreement on
1

Transboundary Haze Pollution industry-becomes-priority


(AATHP) dalam Penanganan Kabut Varkkey, H.M. (2009). Indonesian
Asap Lintas Batas. Global and Perspectives on Managing the Asean
Policy: Journal of International Haze. Jurnal Sarjana, 24(1), 83-101.
Relations, 4(1), 1-22. Varkkey, H.M. (2011). Addressing
Sipongi. (2015). Rekapitulasi Luas Transboundary Haze Through
Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) ASEAN: Singapore’s Normative
Per Provinsi di Indonesia Tahun Constraints. Journal of International
2015-2020. Diperoleh dari: Studies, 7, 83-101.
http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/l Varkkey, H,M. (2012a). The ASEAN Way
uas_kebakaran and Haze Mitigation Efforts. Journal
Suartini, N.P.G., Sushanti, S., & of International Studies, 8, 77-97.
Priadarsini, N.W.R. (2018). Peran Varkkey, H,M. (2012b). Patronage Politics
ASEAN dalam Mempengaruhi as A Driver of Economic
Indonesia untuk Meratifikasi Regionalisation: The Indonesian Oil
ASEAN Agreement on Palm Sector and Transboundary
Transboundary Haze Pollution Haze. Asia Pacific Viewpoint, 53(3),
(AATHP). Jurnal Hubungan 314–329.
Internasional, 1(2), 1-14. Varkkey, H,M. (2013). Malaysian
Suryani, A.S. (2012). Penanganan Asap Investors in the Indonesian Oil Palm
Kabut Akibat Kebakaran Hutan di Plantation Sector: Home State
Wilayah Perbatasan Indonesia. Facilitation and Transboundary
Jurnal Aspirasi, 3(1), 59-75. Haze. Asia Pacific Business Review,
Tay, S., Chen, L.C., & Yi, L.X. (2016). 19(3), 381–401.
Southeast Asia’s Burning Issue: Varkkey, H,M. (2017). In 3 Years We
From the 2015 Haze Crisis to A Would Have Solved This: Jokowi,
More Robust System, Policy Brief, ASEAN and Transboundary Haze.
April. Singapore: Singapore Institute Jurnal Studi Pemerintahan, 8(3),
of International Affairs (SIIA). 277-295.
Tempo. (2015a). Kebakaran Hutan Kian VOA Indonesia. (2015). BNPB Akan
Meluas, Indonesia Tolak Bantuan Gunakan Bahan Kimia untuk Atasi
Asing. 17 September. Diperoleh Kebakaran Hutan.” 6 Oktober.
dari: Diperoleh dari:
https://nasional.tempo.co/read/70152 https://www.voaindonesia.com/a/bn
5/kebakaran-hutan-kian-meluas- pb-akan-gunakan-bahan-kimia-
indonesia-tolak-bantuan- untuk-atasi-kebakaran-
asing/full&view=ok hutan/2993276.html
Tempo. (2015b). Alasan Jokowi Tolak Wang, J. (2006). Managing National
Bantuan Negara Lain Padamkan Reputation and International
Kebakaran. 7 Oktober. Diperoleh Relations in the Global Era: Public
dari: Diplomacy Revisited. Public
https://nasional.tempo.co/read/70730 Relations Review, 32, 91-96.
3/alasan-jokowi-tolak-bantuan- Wicaksono, A. (2016). Mengatur
negara-lain-padamkan- Perbatasan Antar Negara Pasca
kebakaran/full&view=ok Reklamasi Singapura: Integrasi
Tempo. (2018). Development of Pulp and Pengelolaan Aspek Ruang di
Paper Industry Becomes Priority. 12 Kepulauan Riau. Jejaring
November. Diperoleh dari: Administrasi Publik, 8(1), 867-880.
https://en.tempo.co/read/923347/dev Winnetnews. (2015). Uluran Tangan
elopment-of-pulp-and-paper- Negara-Negara Sahabat untuk
2

Padamkan Api di Hutan Indonesia. School: Case Study of Forest Fires in


12 Oktober. Diperoleh dari: Indonesia and Transboundary Haze
https://www.winnetnews.com/post/u in Southeast Asia. Journal of ASEAN
luran-tangan-negara-negara-sahabat- Studies, 6(1), 117-135.
untuk-padamkan-api-di-hutan- Yudha AR, W. (2007). Reklamasi
indonesia Singapura sebagai Potensi Konflik
Wu, C.C.H. (2017). Understanding the Delimitasi Perbatasan Wilayah
Structures and Contents of National Indonesia-Singapura. Global dan
Interests: An Analysis of Structural Strategis, 1(2), 120-137.
Equation Modeling. The Korean Zulaeha, M. (2016). Mengatasi Kabut
Journal of International Studies, Asap Melalui Mekanisme Citizen
15(3), 391-420. Lawsuit. Jurnal Hukum Lingkungan,
Yani, Y.M., & Robertua, V. (2018). 3(1), 87-106.
Environmental Studies of English

You might also like