You are on page 1of 56

NAMA : FATMAWATI TAADAN

NIM : 2320191022
MK : BAKTERIOLOGI T
KELAS :A/4
ANALISA JURNAL 1 METODE DILUSI

JUDUL

Kajian Pustaka : Uji Kepekaan Antibiotik pada Corynebacterium diphtheriae

Kambang Sariadji1, Masri Sembiring1


1
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes
RI

*E-mail: kambang_sar@yahoo.com

Abstract

One treatment strategy for bacterial infection cases of the genus Corynebacterium either
potentially pathogenic or not pathogenic for humans is by giving antibiotics. The antibiotics
susceptibility test to determine whether antibiotics that have been used for the treatment is
still effective or already decreased activity should be conducted before treatment. The
susceptibility test for Corynebacterium spp and C.diphtheriae in laboratory have some
obstacles. The aims of thias is to review the selection of method susceptibility test for
Corynebacterium and C.diptheria based on and produce a recommendation of test that can
be implemented in laboratory. The MIC (minimum inhibitory concentration) dilution broth
method is the gold standard for susceptibility test. However this technique is laborious. The
automatically technique is simpler, but for some limited setting laboratory the automatic
machine is costly. The comparison of liquid dilution method, agar diffusion strips E-test
method and disk diffusion method showed that the agreement those method above 94%. Then
the diffusion strips E-test method and disk diffusion method have 95.1% agreement.
Furthermore, the liquid dilution method has 95.2% agreement. Because those methods have
good level agreement, the diffusion agar method either the disk or strip (E-Test) could be
used as an alternative method in the laboratory.

Key Words : Corynebacterium diphtheriae, Antimicrobial, Susceptibility

Abstrak
Salah satu strategi pengobatan pada kasus infeksi bakteri dari genus Corynebacterium baik
yang berpotensi patogen atau tidak patogen pada manusia adalah dengan cara pemberian
antibiotik. Pemantauan antibiotik harus terus dilakukan dengan melakukan uji kepekaan
antibiotik secara invitro untuk mengetahui apakah antibiotik yang selama ini digunakan untuk
pengobatan masih efektif atau sudah mengalami penurunan aktifitasnya. Permasalahan dalam
uji kepekaan antibiotik di laboratorium terhadap Corynebacterium spp termasuk
C.diphtheriae adalah pada pemilihan metode , jenis antibiotik, dan penentuan breakpoints .
Kajian ini bertujuan untuk menentukan pemilihan metode uji kepekaan antibiotik terhadap
Corynebacterium spp dan C.diphtheriae, sehingga metode tersebut dapat diterapkan di
laboratorium. Penelusuran pustaka menunjukkan Metode MIC (minimum inhibitory
concentration ) dilusi agar cair merupakan baku standar dalam uji kepekaan antibiotik.
Metode ini jika dilakukan secara konvensional memerlukan waktu dan tenaga yang tidak
sedikit serta tingkat kesalahannya yang tinggi. Jika dilakukan secara otomatis, walaupun
cukup baik, namun biayanya cukup mahal. Hasil yang didapat dalam membandingkan
metode agar dilusi cair, agar difusi strips E-test dan agar difusi disk menunjukkan kesesuian
diatas 94%, sementara metode agar difusi strips E-test dan agar difusi disk mempunyai
kesesuain 95,1%, sedangkan dengan metode agar dilusi cair didapatkan kesesuaian sebesar
95,2%. Dengan tingkat kesesuaian yang cukup baik ini, maka penggunaan metode difusi agar
dengan disk dan strip (E-Test) menjadi alternative yang lebih mudah dan murah dilakukan di
laboratorium.

Kata Kunci : Corynebacterium diphtheriae, Antimikroba, Kepekaan

Pendahuluan merupakan patogen pada manusia dan


Pada tahun 1896 genus hewan dan sebagian yang lain merupakan
Corynebacterium pertama kali flora normal di berbagai organ terutama
disampaikan oleh Lehman and Neumann kulit dan saluran napas. Corynebacterium
meliputi minimal 46 spesies dan 31 di
1896. Genus Corynebacterium terdiri dari
antaranya berhubungan dengan kesehatan.1
berbagai kelompok bakteri yang Umumnya mereka ditemukan di tanah dan
air serta tinggal di kulit dan membran imunokompromise. Bakteri ini juga dilaporkan
mukosa manusia dan hewan. sebagai bakteri yang bertanggung jawab
Corynebacterium diphtheriae merupakan terhadap infeksi saluran napas seperti
spesies utama yang menyebabkan penyakit pneumoniae dan bronchitis pada pasien yang
pada manusia. Selain Corynebacterium imunokompromise, sehingga penanganan
diphtheriae ada spesies lain yang mampu pengobatan perlu dijadikan perhatian. 1,2,3
memproduksi toksin difteri, yaitu Strategi pengobatan pada kasus infeksi
Corynebacterium ulcerans dan bakteri dari genus Corynebacterium baik yang
Corynebacterium pseudotuberculosis.1 berpotensi patogen atau tidak patogen pada
Corynebacterium lainnya yang tidak manusia dan hewan adalah dengan cara
patogen manusia dan hewan dan sebagian pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik
yang lain merupakan flora normal di pada umumnya adalah mengeliminasi bakteri,
berbagai organ terutama kulit dan saluran sementara pada C.diphtheriae pemberian
napas. Walaupun demikian jenis bakteri antibiotik tidak hanya untuk mengeliminasi
yang tidak patogen tersebut dapat menjadi bakteri tapi juga untuk menetralisasi toksin
patogen oportunistik pada predisposisi yang beredar dalam darah atau yang belum
pasien dengan kondisi yang berikatan dengan sel/jaringan serta mencegah
penularan di masyarakat sekitarnya. penicillin dan makrolide di Indonesia
Beberapa antibiotik pilihan yang masih dianggap sensitif, namun resistensi
digunakan untuk kasus infeksi terhadap tetracyclin sangat tinggi.6
Corynebacterium adalah Penicillin dan Penelitian lainnya melaporkan bahwa
Eritromicin, antibiotik lainnya adalah adanya resisten terhadap penicillin G,
Trimetrhropin sulfamethoxazale, oxacillin, erythromycin, dan antibiotik
tetracyclin, clindamycin dan lainnya yang digunakan sebagai
4,5
vancomicyn. pengobatan infeksi C.diphtheriae seperti
Kasus resistensi antibiotik pada genus rifampicin, tetracycline, dan
Corynebacterium sering dilaporkan clindamycin. 5,6
Pada kasus endokarditis
diantaranya pada kasus difteri yang dan kasus infeksi sistemik yang
disebabkan oleh C.diphtheriae. Pengujian disebabkan oleh C.diphtheriae. pemberian
resistensi antibiotik terhadap antibiotik penisilin menjadi pertimbangan
C.diphtheriae pada tahun 1982 bila diketahui terdapat resistensi dari
menunjukkan jenis penisilin, karena berdampak pada
kegagalan pengobatan.5 Pada penelitian
lainnya menyebutkan bahwa jenis spesies
Corynebacterium yang berhubungan
dengan penyakit opportunistik
menunjukkan resistensi antibiotik lebih
tinggi dibandingkan dengan
Corynebacterium yang berpotensi patogen
seperti C.diphteriae toksigenik dan non
toksigenik.7,8 Timbulnya kasus Multidrugs
resistance (MDR) pada genus
Corynebacterium akan menambah
permasalahan dalam pengobatan yang
disebabkan oleh infeksi corynebacterium
termasuk C.diphtheriae.
Pemantauan antibiotik secara berkala
harus dilakukan dengan melakukan uji
kepekaan antibiotik secara invitro. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah
antibiotik yang selama ini digunakan untuk
pengobatan masih efektif atau sudah
mengalami penurunan aktifitasnya
terhadap Corynebacterium spp termasuk
C.diphtheriae. Permasalahan dalam uji
kepekaan antibiotik di laboratorium
terhadap Corynebacterium spp termasuk
C.diphtheriae adalah pada pemilihan
metode, pemilihan jenis antibiotik,
penggunaan pedoman uji antibiotik dan
penentuan breakpoints. Kajian ini
bertujuan untuk menentukan hal-hal yang
menjadi perhatian dalam uji antibiotik
Corynebacterium termasuk C.diptheriae
secara invitro, sehingga dalam pelaksanaan
uji antibiotik dapat disesuaikan dengan
kondisi dan metode yang ada.
Metode pencarian informasi ilmiah terkait metode uji
Penulusuran literatur dilakukan melalui kepekaan antibiotik terhadap Corynebacterium
diphtheriae yang diterapkan di Committee on Antimicrobial Susceptibility
laboratorium dalam periode 1982-2018.
Hasil penelusuran literatur dilakukan Testing (EUCAST). Coryebacterium
analisa secara deskriptif diphtheriae mempunyai breakpoints
tergantung metode yang digunakan.
Hasil Berikut beberapa metode pengujian
Dari pencarian literatur berupa buku, kepekaan dan nilai breakpoints
jurnal dan packed insert (petunjuk berdasarkan beberapa rujukan khusus
pabrikan) melalui kepustakaan didapatkan untuk Corynebacterium diphtheriae.
terbitan antara tahun 1982–2018 yang
terdiri dari 8 buku yang membahas secara Beberapa metode uji kepekaan yang
mendalam tentang karakteristik dilakukan berdasarkan rujukan adalah
Corynebacterium diphtheriae dan sebagai berikut:
pedoman pengujian kepekaan antibiotik, 1. Metode Dilusi Agar Cair
kemudian ada 14 jurnal internasional dan 3 Metode dilusi agar cair/broth dilution
packed insert yang membahas penggunaan test (serial dilution): metode ini mengukur
dan perbandingan metode pengujian MIC (minimum inhibitory concentration)
kepekaan antibiotik. KHM (kadar hambat minimum) dan MBC
(minimum bactericidal concentration).
Pembahasan Prosedur uji ini dilakukan dengan
menumbuhkan bakteri murni pada medium
Kriteria sampel yang digunakan dalam
cair yang mengandung pengenceran
setiap metode pengujian kepekaan
bertingkat suatu agen antibiotika. Nilai
Corynebacterium menggunakan biakan
KHM ditentukan berdasarkan konsentrasi
bakteri murni dari Corynebacterium
terendah yang mampu menghambat
diphtheriae atau jenis Corynebacterium
pertumbuhan bakteri. Hambatan
lainnya. Biakan bakteri murni yang
pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan
diperkenankan harus berumur 18-24 jam.
media nampak jernih. Penentuan nilai
Setelah bakteri murni disiapkan kemudian
KHM dilakukan dengan menumbuhkan
dilanjutkan dengan pengujian sesuai
ulang bakteri yang ada di dalam tabung
dengan metode yang ditentukan .
KHM dalam media cair yang tidak
Nilai breakpoints adalah nilai range ditambahkan antibiotika dan diinkubasi
yang digunakan dalam penentuan pada suhu 35-37°C selama 18-24 jam.
konsentrasi antibiotik pada uji kepekaan Pada media cair yang tetap terlihat jernih
apakah bakteri yang diuji masuk dalam setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.
Metode ini merupakan standar baku emas
kategori resisten, intermediate atau
dalam pengujian kepekaan antibiotik.9,10
sensitif. Nilai breakpoints ini untuk
metode difusi agar dan dilusi agar Metode dilusi agar cair dapat
dilakukan secara manual atau
berbeda. Tiap-tiap spesies bakteri juga
menggunakan alat otomatis seperti Vitex,
mempunyai atau bahkan juga sama nilai Phoenix, Sensititre.11 Metode dilusi agar
breakpoints-nya. Nilai breakpoints dapat cair secara manual dianggap kurang efektif
dilihat pada Clinical and Laboratory dan efisien karena dalam persiapannya di
Standards Institute (CLSI) dulunya laboratorium memerlukan banyak waktu
bernama National Commite For clinical dan tenaga serta kemungkinan tingkat
kesalahannya lebih tinggi.11,12 Pada
Laboratory Standard (NCLSI) atau dapat
metode dilusi cair dengan alat otomatis
juga mengacu pada referensi European mempunyai tingkat kepercayaan yang
cukup baik, namun perlu dipertimbangkan
dari sisi biaya, efisiensi dan efektifitas
aplikasinya dilapangan, mengingat
mahalnya alat otomatis, ketersediaan Broth-Lysed Horse Blood 2,5% - 5 % V/V
bahan dan masih jarangnya uji resistensi (CAMHB-LHB), konsentrasi inokulum
antibiotik untuk Corynebacterium. Metode
0,5 McFarland, suhu inkubasi 35°C, 24-48
uji antibiotik Corynebacterium yang
direkomendasikan berdasarkan CLSI jam serta menggunakan Quality Control :
terkini adalah CLSI M45. Kriteria yang Streptococcuus pneumoniae ATCC 49619
digunakan untuk uji antibiotik sesuai CLSI dan E.coli ATCC 25922 (untuk
M45 adalah: menggunakan menggunakan gentamicin).13 Sementara nilai cut off nilai
Medium Cation-Adjusted Mueller Hinton breakpoints dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Nilai breakpoints Corynebacterium spp (termasuk C.diphtheriae) metode dilusi


agar cair mengacu pada CLSI M45 edisi ketiga, Oktober 201514

No Nama Antibiotik Nilai (Breakpoints) MIC dalam ug/mL


S I R
1 Penisilin ≤ 0,12 0,25-2 ≥4
2 Ciprofloksasin ≤ 1 2 ≥4
3 Gentamisin ≤ 4 8 ≥ 16
4 Vancomisin ≤ 2 - -
5 Tetrasiklin ≤ 4 8 ≥ 16
6 Klindamisin ≤ 0,5 1-2 ≥4
7 Linezolid ≤ 2 - -
8 Rifampin ≤ 1 2 ≥4
9 Trimetrhropin sulfamethoxazale ≤ 2/38 - ≥ 4/76
10 Eritromisin ≤ 0,5 1 ≥4
Keterangan : S: sensitif, I: Intermediate, R: Resisten

hasilnya lebih akurat dibandingkan dengan


2. Metode Difusi Agar Strip/psilometer metode MIC dilusi agar. Keterbatasan dari
(E-test) metode difusi agar strip ini adalah harganya
Metode difusi agar strip/epsilometer mahal. Produk E-test yang dapat dijumpai
(E-test) merupakan pengujian kuantitatif adalah produk E-test (Biomereux) dan Ezy
yang digunakan untuk mengestimasi MIC MIC (Himedia). Beberapa bahan dan tahap
atau KHM. Konsentrasi minimal penting dalam panduan dalam pengujian
(MIC/KHM) suatu agen antibiotik untuk kepekaan antibiotik Corynebacterium
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. diphtheriae yang mengacu pada CLSI 45A
Pada metode ini digunakan strip plastik tahun 2006, diantaranya; menggunakan
yang mengandung agen antibiotik dengan medium: Muhler Hinton Agar darah dengan
kadar konsentrasi terendah sampai 5 % darah domba atau kuda, konsentrasi
tertinggi dan diletakkan pada permukaan Inokulum : 0,5 McFarland, suhu Inkubasi
media agar yang telah diinokulasikan 37°C, 18-20 jam serta menggunakan Quality
bakteri yang dimaksud.11 Pengamatan dan Control : Streptococcuus pneumoniae ATCC
pengukuran dilakukan pada area jernih 49619 dan penggunaan E.coli ATCC 25922
yang ditimbulkannya yang menunjukkan (untuk gentamicin ).13
kadar agen antibiotik yang menghambat Metode difusi agar strip/epsilometer
pertumbuhan bakteri. Metode agar strip (E-test) digunakan sebagai alternatif dari
ini lebih praktis, mudah digunakan dan metode baku dilusi agar cair dan
mempunyai kesesuaian yang baik. Kedua 94,9%.4 Metode difusi agar cakram dapat
metode (E-test dan difusi agar cakram) dapat juga digunakan untuk penentuan profile
digunakan untuk uji kepekaan multiresistensi. Kedua metode tersebut sama-
Coryebacterium spp termasuk sama menggunakan media Mueller Hinton
C.diphtherae dengan pertimbangan efisien Agar dengan penambahan darah domba 3-
dan efektifitas di lapangan, karena kedua 5%.4
metode tersebut mempunyai kesesuaian

Tabel 2. Quality Control untuk MIC agar dilusi cair dan MIC E-Test : Streptococcuus
pneumoniae ATCC 49619 dan E.coli ATCC 25922 (untuk gentamicin) mengacu
pada CLSI M45 edisi ketiga, Oktober 201512

MIC QC Range (ug/mL)


Nama Antibiotik ATCC 49619 ATCC 25923
S.pneumoniae E.co
li
Amoxicillin 0,03 - 0,12 -
Amoxicillin-clavulanate 0,03/0,015 - -
0,12/0,06
Ampicillin 0,06 - 0,25 -
Ampicillin-sulbactam - -
Azthromycin 0,06 - 0,25 -
Cefipime 0,03 - 0,25 -
Cefotaxime 0,03 - 0,12 -
Ceftriaxone 0,03 - 0,12 -
Chloramphenicol 2 - 8 -
Ciprofloxacin 0,25 – 1 -
Clarithromycin 0,03 - 0,12 -
Clindamycin 0,03 - 0,12 -
Daptomycin 0,06 - 0,5 -
Doxycycline 0,15 - 0,12 -
Erythromycin 0,03 - 0,12 -
Gatifloxacin 0,12 - 0,5 -
Gentamicin - 0,25 - 1
Imipenem 0,03 - 0,12 -
Levofloxacin 0,5 - 2 -
Linezolid 0,25 - 2 -
Meropenem 0,06 - 0,25 -
Minocycline - 0,25 - 1
Moxifloxacin 0,06 - 0,25 -
Penicillin 0,25 - 1 -
Quinupristin-dalfopristin 0,25 - 1 -
Rifampin 0,015 - 0,06 -
Tetracycline 0,06 - 0,5 -
Trimethoprim-sulfamethoxazole 0,12/2,4 - 1/19 -
Vancomycin 0,12 - 0,5 -

Tabel 2 ini merupakan tabel Quality terhadap C.diphtheriae, menggunakan bakteri


control pengujian kepekaan antibiotik
kontrol Streptococcuus pneumoniae ATCC 25922. Jika nilai kontrol bakteri
ATCC 49619 dan E.coli tersebut diantara nilai range table
tersebut, maka pemeriksaan pengujian
kepekaan bakteri C.diphtheriae dianggap
valid.
Tabel 3. Nilai breakpoints Corynebacterium spp (termasuk C.diphtheriae ) metode difusi agar
Strip E-Test mengacu pada CLSI M45-A , 2006 dan CLSI M45 edisi ketiga, Oktober
201512

No Nama Antibiotik Nilai (Breakpoints)MIC dalam ug/mL


S I R
1 Penisilin ≤ 1 2 ≥4
2 Ciprofloksasin* ≤ 1 2 ≥4
3 Gentamisin * ≤ 4 8 ≥ 16
4 Vancomisin ≤ 4 - -
5 Tetrasiklin ≤ 4 8 ≥ 16
6 Klindamisin ≤ 0,5 1–2 ≥4
7 Linezolid ≤ 2 - -
8 Rifampin ≤ 1 2 ≥4
9 Trimetrhropin sulfamethoxazale ≤ 2 - ≥4
10 Eritromisin ≤ 0,5 1 ≥2
Keterangan : * : nilai antibiotik yang mengacu pada CLSI M45 edisi ketiga, Oktober
2015 : S: sensitif, I: Intermediate, R: Resisten

3. Metode Difusi Cakram (Uji Kirby kuda, konsentrasi inokulum 0,5


Bauer) McFarland, suhu inkubasi 37°C, 18-20
Metode ini merupakan penentuan jam dan menggunakan Quality Control :
aktivitas agen antibiotik terhadap bakteri. Staphylococcus aureus ATCC 25923 atau
Cakram yang berisi agen antibiotik Streptococcus pneumoniae ATCC
4,15-17
diletakkan pada media agar yang telah 49619.
diinokulasikan bakteri tertentu yang akan Penelitian uji kepekaan antibiotik
berdifusi pada agar media tersebut. menggunakan ketiga metode diatas pernah
Adanya area jernih menunjukkan adanya dilakukan oleh Carolyn N Baker
daya hambat pertumbuhan bakteri oleh menggunakan 195 bakteri gram negatif
agen antibiotik pada permukaan agar dan gram positif dengan 14 jenis
darah. Metode ini dalam penerapannya di antibiotik. Hasil yang didapat dalam
laboratorium sangat mudah dan murah. membandingkan metode agar dilusi cair,
Kriteria dalam interpretasi lebih agar difusi strips E-test dan agar difusi
direkomendasikan untuk gram positif disk menunjukkan kesesuaian diatas 94%.
seperti dari Streptococcus dan sementara metode agar difusi strips E-test
Staphylococcus. Karena tidak adanya dan agar difusi disk mempunyai
panduan uji kepekaan antibiotik untuk kesesuaian 95,1%, sedangkan dengan
Corynebacterium diphtheriae metode metode agar dilusi cair didapatkan
difusi disk dalam CLSI, namun beberapa kesesuaian sebesar 95,2%. Penelitian yang
jurnal menyebutkan bahan dan metode sama menggunakan bakteri Corynebacteria
pengujian kepekaan antibiotik dalam membandingkan antara agar difusi
Corynebacterium diantaranya adalah strip E-test dan agar difusi disk didapatkan
menggunakan medium : Muhler Hinton perbedaan 5,1%.
Agar darah dengan 5 % darah domba atau
Tabel 4. Quality Control untuk difusi cakram Staphylococcus aureus 25923 mengacu
pada CLSI M45 edisi ketiga, Oktober 201512
Nilai QC Range difusi cakram
Nama Antibiotik Konsentrasi Disk ATCC
(ug/mL) 25923
S.aureus (diameter dalam mm)
Amikacin 30 20 - 26
Amoxicillin-clavulanate 20 / 10 28 - 36
Ampicillin 10 27 - 35
Ampicillin-sulbactam 10 / 10 29 - 37
Azthromycin 15 21 - 26
Aztreonam 30 -
Cefazolin 30 29 - 35
Cefepine 30 23 - 29
Cefotaxime 30 25 - 31
Cefoxitin 30 23 - 29
Ceftazidine 30 16 - 20
Ceftriaxone 30 22 - 28
Cefuroxime 30 27 - 35
Cephalothin 30 29 - 37
Chloramphenicol 30 19 - 26
Ciprofloxacin 5 22 - 30
Clarithromycin 15 26 - 32
Doxycycline 30 23 - 29
Ertapenem 10 24 - 31
Erythromycin 15 22 - 30
Gentamicin 10 19 - 27
Imipenem 10 -
Levofloxacin 5 25 - 30
Meropenem 10 29 - 37
Ofloxacin 5 24 – 28
Piperacillin 100 -
Piperacillin-tazobactam 100/10 27 – 36
Tetracycline 30 24 – 30
Trimethoprim-sulfamethoxazole 1,25/23,75 24 – 32

Tabel 5. Nilai breakpoints Corynebacterium spp (termasuk C.diphtheriae ) metode difusi agar
cakram mengacu pada CLSI M100-S25 tahun 2015 untuk bakteri Streptococcus
pneumoniae dan Staphylococcus aureus.15
No Nama Antibiotik Nilai (Breakpoints)dalam mm
S I R
1 Penisilin 10 ug ≥ 20 - ≤ 25
2 Ciproflokasin 5 ug * ≥ 21 16 – 20 ≤ 15
3 Moksifloksasin 5 ug ≥ 18 15 – 17 ≤ 14
4 Gentamisin 10 ug * ≥ 15 13 – 14 ≤ 12
5 Vancomisin 30 ug ≥ 17 - ≤ 17
6 Tetrasiklin 30 ug ≥ 28 25 – 27 ≤ 24
7 Klindamisin 2 ug ≥ 19 16 – 18 ≤ 15
8 Linezolid 30 ug ≥ 21 - ≤ 22
9 Rifampin 5 ug ≥ 19 17 – 18 ≤ 16
10 Trimetrhropin ≥ 19 16 – 18 ≤ 15
sulfamethoxazale
11 Eritromisin 15 ug ≥ 15 16 – 20 ≤ 15
Keterangan : * nilai antibiotik yang mengacu pada nilai range Staphylococcus aureus, S:
sensitif, I: Intermediate, R: Resisten
Tabel 6. Perbandingan metode pemeriksaan pengujian kepekaan antibiotik terhadap
Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium lainnya

Dilusi agar cair Difusi agar strip Difusi cakram


MIC yang merupakan Standar
baku MIC setara dengan baku Tidak rekomendasi
emas emas
Kontaminasi dapat
tingkat kontaminasinya tinggi kontaminasi dapat dikendalikan
dikendalikan
memerlukan persiapan waktu Waktu persiapan
yang Waktu persiapan singkat singkat
banyak
Sukar dilakukan Mudah dilakukan Mudah dilakukan
Murah Mahal Murah
Ketiga metode mempunyai Kesesuainya mencapai 94%
Metode difusi agar strip dan difusi cakram mempunyai kesesuai mencapai 95,1%
Metode dilusi agar cair dan difusi agar strip mempunyai kesesuai mencapai 95,2%

Perkembangan teknologi identifikasi


Pemilihan Antibiotik Untuk Uji Kepekaan bakteri termasuk uji kepekaan antibiotik secara
Beberapa pertimbangan pemilihan agen fenotik telah berkembang dengan
antibiotik untuk uji kepekaan pesat. Perkembangan ini didasari banyaknya
Corynebacterium spp termasuk jenis bakteri patogen yang secara
C.diphtheriae berdasarkan pertimbangan konvensional sukar dideteksi. Metode
spektrum antibakteri obat tersebut, sifat konvensional juga terkesan kurang efektif
farmakokinetik, toksisitas, efektivitas, dan dan efisien serta memerlukan waktu dan
ketersediaannya, serta biayanya bagi jumlah personil yang tidak sedikit.
pasien dan komunitas. Namun saat ini Penggunaan alat otomatis identifikasi dan uji
beberapa panduan dalam pemeriksaan uji kepekaan bakteri dapat meningkatkan
kepekaan antibiotik terhadap kemampuan temuan bakteri patogen yang
Corynebacterium spp dan C.diphtheriae dimaksud. Beberapa alat automatik saat ini
dari CLSI dan EUCAST telah tersedia. telah tersedia sebagai pengganti identifikasi
Prioritas pemilihan antibiotik terutama dan uji kepekaan antibiotik secara
pada jenis penisilin, eritromisin, konvensional. Penggunaan metode
gentamisin dan vankomisin. Beberapa konvensional juga tidak serta merta
antibiotik lainnya dapat berupa rifampisin, ditinggalkan, dalam pelaksanaannya dalam
linezolid, klindamisin, ciprofloksasin, identifikasi dan uji kepekaan antibiotik
moksifloksasin dan tetrasiklin. Pada kasus bakteri juga diperlukan, karena penggunaan
infeksi C.diphtheriae antibiotik yang alat otomatis tidak 100% persen otomatis
digunakan sesuai program yang diantaranya pemilihan medium selektif,
direkomendasikan adalah penisilin dan pemilihan koloni spesifik dan pertumbuhan
eritromisin. Pertimbangan lainnya untuk koloni murni. 20,21
uji kepekaan adalah didasarkan pada Beberapa pertimbangan dalam
pemilihan antibiotik secara empirik pada pemilihan alat identifikasi dan uji
kasus infeksi saluran pernafasan akut kepekaan antibiotik bakteri berdasarkan
diantaranya septriakson dan
14,15,17-18 tujuan dari penggunaan alat tersebut,
penisilin. apakah memang sesuai dengan kebutuhan
Pertimbangan Pemilihan Alat Otomatis rutinitas pekerjaan atau tidak, selanjutnya
ketersedian ruangan yang memadai dan
teknisi yang mengoperasionalkan alat, perhatian pengguna. Makin banyak tingkat
serta populasi distribusi alat. Hal ini populasi makin mudah kita mendapatkan
sangat penting berkenaan dengan ketersedia
ketersediaan bahan pendukung dan
bahan. Makin banyak pengguna alat makin dan masih banyak lagi.20 Alat-alat tersebut
banyak informasi yang kita dapat tentang alat mampu dalam identifikasi dan uji
tersebut. Seberapa banyak sampel yang dapat kepekaan antibiotik bakteri, namun dalam
dikerjakan dan seberapa cepat alat tersebut beberapa hal mungkin mempunyai
dapat menyelesaikan pemeriksaan. Data base kemampuan yang berbeda khususnya
jenis spesies bakteri yang diidentifikasi dan untuk identifikasi dan uji kepekaan
beberapa alat ada yang hanya mampu antibiotik bakteri Corynebacterium
identifikasi sampai tingkat genus, perhatikan termasuk Corynebacterium diphtheriae.
juga kesesuaian cartride deteksi dengan Penulis mencoba menyampaikan
target bakteri yang dicari, apakah pada pengalaman tentang penggunaan alat
cartride untuk identifikasi gram Sensititre ARIS (Automated Reading and
negatif/positif atau khusus bakteri tertentu Incubation System) khusus untuk
(disesuaikan kebutuhan pemeriksaan). Untuk identifikasi Corynebacterium termasuk
uji kepekaan antibiotik, perhatikan juga Corynebacterium diphtheriae.
ketersediaan jenis antibiotik, kesesuaian nilai
Alat Sensititre ARIS ini adalah suatu
range dengan nilai rujukan di CLSI (makin
alat yang digunakan untuk pembacaan
lebar nilai rangenya, makin baik). Perhatikan
pertumbuhan bakteri secara fluorescent.
juga ketersediaan media pendukung pabrikan
Kombinasi dan perpaduan alat ini
seperti Muhler Hinton Agar broth dengan
menjadikan pembacaan untuk identifikasi
penambahan darah kuda 2,5-5%. Perhatikan
dan uji kepekaan antibiotik menjadi lebih
juga jenis harga alat dan konsumable.22-24
mudah. Untuk identifikasi bakteri, produk
Saat ini ada beberapa alat otomatis ini dilengkapi dengan plate uji biokimia
yang menawarkan pemeriksaaan masing-masing untuk identifikasi gram
identifikasi dan uji kepekaan antibiotik negatif dan gram positif.19 Uji biokimia ini
diantaranya Vitek, Sensititer, Phoenix, masing-masing terdiri dari 32 test, untuk
Microscan WalkAway System, TDR-300B identifikasi gram positif uji biokimia yang
dilakukan seperti pada table 7.20

Tabel 7. Daftar kemampuan alat sensititre ARIS dengan 32 Uji Biokimia


1 2 3 4
A Urea ( 13g/L) Esculin (0,02g/L) Arginine (10g/L) β-D Galactopyranoside
MU (0,1 g/L) FR13
B β-D-Ribofuranoside Rhamnose ( 9g/L) Alanin AMC Mannitol ( 9g/L)
MU (0,11 g/L) FR16 ( 0,04 g/L)
FR15
C β-D- trehalose ( 9g/L) D-Alanin AMC ( Maltose ( 9g/L)
Glucopyranoside 0,05 g/L) FR17
MU (0,1 g/L)
FR14
D β-D- Ornithine Arginine AMC β-D-Glucuronide MU
Mannopyranoside AMC ( 0,05 ( 0,05 g/L) (0,1 g/L) FR21
MU (0,07 g/L) g/L) FR19 FR20
FR17
E α-D- cystine AMC Glicerol ( 10g/L) Threonine AMC ( 0,05
Glucopyranoside ( 0,05 g/L) g/L) FR24
MU (0,1 g/L) FR23
FR22
F Methionine AMC Glucose ( 9g/L) Sucrose ( 9g/L) Proline AMC ( 0,05
( 0,05 g/L) FR25 g/L) FR26
G Serine AMC ( 0,05 β- Methyl Citruline AMC Pyroglutamate AMC
g/L) FR27 Glucoside MU ( 9 ( 0,05 g/L) ( 0,05 g/L) FR29
g/L) FR21 FR28
H Sorbitol ( 9g/L) Tyrosine Leucine AMC Valine AMC ( 0,05
AMC ( 0,05 ( 0,05 g/L) g/L) FR32
g/L) FR30 FR31
Jika identifikasi Corynebacterium spp metode dilusi agar cair MIC yang perlu
termasuk C.diphtheriae menggunakan juga dipertimbangkan, mengingat nilai
cartride plate tersebut, maka alat tersebut range jenis antibiotik yang tersedia pada
hanya mampu identifikasi sampai tingkat kemasan terlalu sempit, sehingga sulit
genus dan tidak mampu sampai tingkat untuk diinterpretasikan. Tidak hanya itu
spesies. Beberapa test untuk kelengkapan penggunaan kontrol untuk uji kepekaan
identifikasi Corynebacterium spp termasuk antibiotik Corynebacterium spp termasuk
C.diphtheriae seperti uji nitrate, uji C.diphtheriae yakni Streptococcuus
Pyrazinamidase, pada cartride plate pneumoniae ATCC 49619 beberapa nilai
tersebut tidak tersedia. Uji kepekaan kontrol antibiotik tidak tersedia pada
antibiotik menggunakan alat Sensititre database kit Plate cartride produk alat
ARIS merupakan pengujian dengan sensititre.

Tabel 8, Perbandingan nilai ketersedian jenis antibiotik produk sensititre (GPN3F G+ dan
GPALL1F G+ ) dengan nilai kontrol Streptococcuus pneumoniae ATCC 49619 12,24,25

Kode Antimikroba GPN3F GPALL1F Streptococcus


G+ G+ Pneumoniae
(untuk (untuk gram ATCC
gram positif) 49619
negatif) (dalam
ug/mL)
AMI Amikacin
AMO Amoxicillin 0,03 - 0,12
AUG Amoxicillin-clavulanate 0,03/0,015-
0,12/0,06
AMP Ampicillin 0,12-16 0,12-16 0,06 - 0,25
A/S2 Ampicillin-sulbactam -
AZI Azthromycin 0,06 - 0,25
AZT Aztreonam
CAR Carbenicillin
FAC Cefaclor
FAZ Cefazolin
FEP Cefipime 0,03 - 0,25
FIX Cefixime
FOP Cefoperazone
FOT Cefotaxime 0,03 - 0,12
F/C Cefotaxime/ clavulanate
TANS Cefotetan Na
FOX Cefoxitin
FOXS Cefoxitin Screen
POD Cefpodoxime
TAZ Ceftazidine
T/C Ceftazidine/ clavulanate
Acid
AXO Ceptriaxone 8 - 64 0,03 - 0,12
FUR Cefuroxime
CEP Cephalotin
CHL Chlorophenicol 2 - 16 2-8
CIP Ciprofloxacin 0,5 - 2 1-2 0,25 - 1
CLA Chlaritomycin 0,03 - 0,12
CLI Clindamycin 0,12 - 2 0,5 - 2 0,03 - 0,12
COL Colistin
DAP Daptomycin 0,25 - 8 0,5 - 4 0,06 - 0,5
DOR Doripenem
DOX Doxycyline 0,015 - 0,12
DT1,2 D-Test
ERY Erytromycin 0,25 - 4 0,25 - 4 0,03 - 0,12
ETP Ertapenem
GAT Gatifloxacin 1-8 0,12 - 0,5
GEN Gentamicin 2 - 16 2 - 16 -
IMI Imipenem 0,03 - 0,12
LEVO Levoploxacin 0,25 - 8 0,25 - 4 0,5 - 2
LZD Linezolid 0,5 - 8 1-8 0,5 - 2
LOM Lomefloxacin
MER Meropenem 0,06 - 0,25
O
MIN Minocyclin -
MXF Moxifloxacin 0,25 - 4 0,06 - 0,25
NIT Nitrofurantion 32 - 46
OXA+ Oxacillin+2%NaCal 0,25 - 8 0,25 - 4
PEN Penicillin 0,06 - 8 0,06 - 8 0,25 - 1
PIP Piperacillin
P/T4 Piperacillin/Tazobactam
POL Polymixin B
SYN Quinopristin/dalfopristin 0,12 - 4 0,5 - 4 0,25 - 1
RIF Rifampin 0,5 - 4 0,5 - 4 0,015 - 0,06
SPA Sparfloxacin
STR Streptomicin
FIS Sulfisoxazone
TET Tetracycline 2 - 16 2 - 16 0,12 - 0,5
TIC Ticarcillin
TIM2 Ticarcillin/ clavulanic Acid
TGC Tigecycline 0,03 - 0,5
TOB Tobramycin
SXT trimetroprim/Sulfamethoxa 0,5/9,5 0,5/9,5 - 0,12/2,4 -
zole - 4/76 1/19
4/76
VAN Vancomycin 1 - 128 0,25 - 32 0,12 - 0,5

Pada table 7 terlihat nilai range seperti Mueller Hinton Broth dengan lysis
konsentrasi cartride plate yang sempit, horse blood 2,5%-5% yang merupakan syarat
sehingga tidak bisa digunakan pada mutlak pengujian kepekaan
pengujian kontrol bakteri seperti kontrol
ATCC Streptococcus pneumoniae 49619 antibiotik juga tidak tersedia sebagai satu
kesatuan pengujian dengan alat Sensititre
sesuai petunjuk CLSI M45 edisi ketiga, ARIS. Pembuatan Mueller Hinton broth
Oktober 2015. Beberapa additional media dengan lysis horse blood 2,5%-5% pernah
juga penulis lakukan dengan melakukan dapat dikatakan bahwa alat sensititre tidak
beberapa variasi perlakuan, namun bisa digunakan untuk kepentingan
hasilnya tidak memuaskan. Sehingga identifikasi
dan uji kepekaan antibiotik Corynebacterium 3. Sunarno, Pracoyo NE, Sariadji K, Putranto
termasuk C.diphtheriae. RH. Pengembangan Metode Diagnostik
Cepat Laboratorium, Untuk Identifikasi
Beberapa alat otomatis seperti Vitek Penyebab Difteri, Aplikasi PCR
dan TDR-300B mungkin bisa digunakan Multipleks Untuk Identifikasi Cepat
untuk kepentingan identifikasi dan uji Penyebab Difteri. 2015. Jakarta: Yayasan
kepekaan antibiotik Corynebacterium Pustaka Obor Indonesia.
termasuk C.diphtheriae,26, namun Pereira GA, Pimenta FP, dos Santos FRW,
sehubungan keterbatasan penulis terhadap
Damasco PV, Júnior RH, Mattos-Guaraldi AL.
alat tersebut, kiranya perlu
dipertimbangkan syarat-syarat umum Antimicrobial resistance among Brazilian
seperti yang telah disampaikan diatas. Corynebacterium diphtheriae strains. Mem
Perlu dipastikan juga ketersedian bahan Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro.
dan alat pendukung dari alat tersebut di 2008;103(5): 507-510.
Indonesia.
4. Beach MW, Gamble WBJr, Zemp
Kesimpulan CHJr, and Jenkins MQ. Erithromycin
Pengujian untuk identifikasi dan uji in the threatment of diphtheria and
kepekaan antibiotik bakteri menggunakan diphtheria carrier state. Pediatrics.
berbagai alat otomatis telah tersedia untuk 1995;16:335-344.
meningkatkan kemampuan deteksi, 5. Rockhill RC, Sumarmo, Hadiputranto H,
efisiensi dan efektifitas pemeriksaan. Siregar SP, and Muslihun B. Tetrasikline
Penggunaan alat-alat otomatis harus resistance of Corynebacterium diphtheriae
diperhatikan spesifikasi plate identifikasi, isolated from diphtheria patients in Jakarta,
konsentrasi plate antibiotik sampai dengan Indonesia. Antimicrob Agents Chemother.
ketersediaan bahan pendukung yang satu 1982;21(5):842-843.
kesatuan dengan alat tersebut seperti 6. Hunolstein CV, Alfarone G, Scopetti
Mueller Hinton broth dengan lysis horse F, Pataracchia M,La Valle R, Franchi
blood 2,5%-5%. Metode MIC (minimum F, et al. Molecular epidemiology and
inhibitory concentration ) dilusi agar cair characteristics of Corynebacterium
merupakan baku standar dalam uji diphtheriae and
kepekaan antibiotik. Corynebacterium ulcerans strains
isolated in Italy during the 1990s.
Saran Journal of Medical Microbiology
Perlu pertimbangan secara menyeluruh (2003), 52, 181–188
untuk alternatif penggantinya 7. Wojewoda CM, Koval CE,, Wilson
menggunakan metode difusi agar DA, Chakos MH,Harrington SM.
menggunakan disk dan strip (E-Test) . Bloodstream Infection Caused by
Nontoxigenic
Daftar Rujukan Corynebacteriumdiphtheriae in
1. Acang N. Difteri. Dalam: Noer HMS, an Immunocompromised Host in the
editor. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 United States. Journal of Clinical
Ed. ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Microbiology June 2012 Volume 50
FKUI; 1996. Number 6 . p. 2170–2172.
2. Putranto RH, Sariadji K, Sunarno, 8. Jawetz, Melnick, and Adelberg.
Roselinda. Corynebacterium Mikrobiologi Kedokteran, Penerbit
diphtheriae: diagnosis laboratorium Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004
bakteriologi. 2014. Jakarta: Yayasan 9. Pratiwi ST. Mikrobiologi Farmasi.
Pustaka Obor Indonesia. Penerbit Erlangga, Jakarta 2012
10. Packed Insert Produc HiMedia
Laboratories. Ezy MIC™ Strips
India
11. Stager CE, Davis JE. Automated
Systems for Identification of
Microorganisms. Clinical
Microbiology Reviews,vol 5 no3,
july 1992.
12. Sutton S, Qualification of a Microbial
Identification System. Journal of
Validation Technology.2011.
13. CLSI. Methods for Antimicrobial
Dilution and Disk Susceptibility
Testing of Infrequently Isolated or
Fastidious Bacteria; Approved
Guideline—Second Edition. CLSI
document M45 3rd Edition. Wayne,
PA: Clinical and Laboratory Standards
Institute; Oktober 2015.
14. CLSI. Methods for Antimicrobial
Dilution and Disk Susceptibility
Testing of Infrequently Isolated or
Fastidious Bacteria; Approved
Guideline—Second Edition. CLSI
document M45-A2. Wayne, PA:
Clinical and Laboratory Standards
Institute; 2010.
15. Mina NV, Burdz T, Wiebe D, Rai
JS, Rahim T, Shing F,et al.
Canada’s First Case of a
Multidrug-Resistant
Corynebacterium diphtheriae
Strain, Isolated from a Skin
Abscess. Journal Of Clinical
Microbiology, Nov. 2011, P. 4003–
4005.

16. Efstratiou A, George RC.


Laboratory guidelines for
the diagnosis of infections
caused by Corynebacterium
diphtheriae and
C. ulcerans. Commun Dis
Public Health. 1999: 2: 250-
7.

17. Sharma NC, Banavaliker


JN, Ranjan R, and Kumar R.
Bacteriological &
epidemiological
characteristic of diphtheria
cases in & around Delhi – A
retrospective study. Indian J
Med Res. 2007;126:545-552.
18. Kneen R, Giao PN,
Solomon T, Van TT,
Nguyen T, Long TB,
Wain J, Nicholas P. J.
et.al. Penisilin vs.
Eritromisin in the
Treatment of Diphtheria.
Clinical Infectious
Diseases 1998;27:845–50
19. Olinder A, Antibiotic
Resistance and Detection of
the Most Common
Mechanism of Resistance
(MLSB) of Opportunistic
Corynebacterium.

Chemotherapy
2013;59:294–306.
20. CLSI. Performance
Standars for Susceptibility
Testing, Twenty Fifth
Informational Supplement.
CLSI document M100-S25.
Wayne, PA: Clinical and
Laboratory Standards
Institute; 2015.
21. Dunne M, Greub G, Novak
SM, Patel R. Automation in
the Clinical Microbiology
Laboratory. Clinical
Chemistry 59:12. 2013.
22. Trek Diagnostic System.
GPID Identification Plate
For Gram Positive
Organisms Sensititre.
23. Packed Insert More
Antimicrobials, More
Testing Options. Thermo
Scientific Sensititre
Standard Formularies.
24. Biomerieux. The VITEK® 2
Anaerobic and
Corynebacteria
identification card (ANC) is
intended for use with
VITEK. 2018
25. Aryati. Identification and
Antimcrobial Susceptibility
in Microbiology Automation
in The Role of Clinical
Pathologist In Disease
Control. Simposium
Suramade7. Juli 2017.
REVIEW JURNAL 1 METODE DILUSI

Kata kunci : Corynebacterium diphtheriae, Antimicrobial, Susceptibility

1. Abstrak

Salah satu strategi pengobatan pada kasus infeksi bakteri dari genus

Corynebacterium baik yang berpotensi patogen atau tidak patogen pada

manusia adalah dengan cara pemberian antibiotic.

2. Pendahuluan

Pemantauan antibiotik harus terus dilakukan dengan melakukan uji kepekaan

antibiotik secara invitro untuk mengetahui apakah antibiotik yang selama ini

digunakan untuk pengobatan masih efektif atau sudah mengalami penurunan

aktifitasnya Permasalahan dalam uji kepekaan antibiotik di laboratorium

terhadap Corynebacterium spp termasuk C.diphtheriae adalah pada pemilihan

metode , jenis antibiotik, dan penentuan breakpoints

3. Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk menentukan pemilihan metode uji kepekaan

antibiotic terhadap Corynebacterium spp dan C.diphtheriae, sehingga

metode tersebut dapat diterapkan di laboratorium Dengan tingkat

kesesuaian yang cukup baik ini, maka penggunaan metode dilusi agar

dengan disk dan strip (E-Test) menjadi alternative yang lebih mudah dan

murah dilakukan di laboratorium Genus Corynebacterium terdiri dari

berbagai kelompok bakteri yang merupakan patogen pada manusia dan

hewan dan sebagian yang lain merupakan flora normal di berbagai organ

terutama kulit dan saluran napas pengujian resistensi antibiotik terhadap

C.diphtheriae pada tahun 1982 menunjukkan jenis penicillin dan


makrolide di Indonesia masih dianggap sensitif, namun resistensi terhadap

tetracyclin sangat tinggi.

6 Penelitian lainnya melaporkan bahwa adanya resisten terhadap penicillin

G, oxacillin, erythromycin, dan antibiotik lainnya yang digunakan sebagai

pengobatan infeksi C.diphtheriae seperti rifampicin, tetracycline, dan

clindamycin.5,6 Pada kasus endokarditis dan kasus infeksi sistemik yang

disebabkan oleh C.diphtheriae. pemberian antibiotik penisilin menjadi

pertimbangan bila diketahui terdapat resistensi dari penisilin, karena

berdampak pada kegagalan pengobatan.5 Pada penelitian lainnya

menyebutkan bahwa jenis spesies Corynebacterium yang berhubungan

dengan penyakit opportunistik menunjukkan resistensi antibiotik lebih

tinggi dibandingkan dengan Corynebacterium yang berpotensi patogen

seperti C.diphteriae toksigenik dan non toksigenik.7,8 Timbulnya kasus

Multidrugs resistance (MDR) pada genus Corynebacterium akan

menambah permasalahan dalam pengobatan yang disebabkan oleh infeksi

corynebacterium termasuk C.diphtheriae Permasalahan dalam uji

kepekaan antibiotik di laboratorium terhadap Corynebacterium spp

termasuk C.diphtheriae adalah pada pemilihan metode, pemilihan jenis

antibiotik, penggunaan pedoman uji antibiotik dan penentuan breakpoints

Kajian ini bertujuan untuk menentukan hal-hal yang menjadi perhatian

dalam uji antibiotik Corynebacterium termasuk C.diptheriae secara invitro,

sehingga dalam pelaksanaan uji antibiotik dapat disesuaikan dengan

kondisi dan metode yang ada Pembahasan Kriteria sampel yang digunakan

dalam setiap metode pengujian kepekaan Corynebacterium menggunakan

biakan bakteri murni dari Corynebacterium diphtheriae atau jenis

Corynebacterium lainnya Setelah bakteri murni disiapkan kemudian

dilanjutkan dengan pengujian sesuai dengan metode yang ditentukan Nilai


breakpoints adalah nilai range yang digunakan dalam penentuan

konsentrasi antibiotik pada uji kepekaan apakah bakteri yang diuji masuk

dalam kategori resisten, intermediate atau sensitive.

Pelaksanaan uji antibiotik dapat disesuaikan dengan kondisi dan metode

yang ada. Metode dilusi agar cair/broth dilution test (serial dilution): metode

ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration) KHM (kadar hambat

minimum) dan MBC (minimum bactericidal concentration). Prosedur uji ini

dilakukan dengan menumbuhkan bakteri murni pada medium cair yang

mengandung pengenceran bertingkat suatu agen antibiotika. Nilai KHM

ditentukan berdasarkan konsentrasi terendah yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri. Hambatan pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan

media nampak jernih. Penentuan nilai KHM dilakukan dengan menumbuhkan

ulang bakteri yang ada di dalam tabung KHM dalam media cair yang tidak

ditambahkan antibiotika dan diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 18-24 jam.

Pada media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai

KBM. Metode ini merupakan standar baku emas dalam pengujian kepekaan

antibiotik
NAMA : FATMAWATI TAADAN

NIM : 2320191022

MK : BAKTERIOLOGI T

KELAS :A/4

ANALISIS JURNAL 2 METODE ANTIICROBIAL GRADIENT

JUDUL

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI DAUN SIRIH (PIPER BETLE L)


TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS SECARA IN
VITRO

1
Willia Novita
1
Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK Universitas Jambi

Email: wilianovitaer@yahoo.co.id

Abstract

One of natural ingredient that is often used as a medicinal plant is betel leaf (Piper betle L). Streptococcus
mutans is a gram-positive bacteria and normal flora of the oral cavity. Dental caries is a disease that is localized
dental hard tissue damage that occurs due to the interaction between the host (teeth), bacteria, substrate (diet), and
time. The purpose of this study was to determine the effectiveness of antibacterial fraction of betel leaf (Piper betle L)
againt Streptococcus mutans bacterial growth in vitro. This research includes laboratory experimental study in vitro.
The samples were bacterium Streptococcus mutans. Fraction of betel leaf samples were divided in 6 concentration,
10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml, 0,3125 mg/ml with a comparison of ciprofloxacin. Analyze
data using homogeneity test using Levene test/Smirnov Kolmogorof, T test , Anova and post thoc, all analyzes using
SPSS . The results of this study showed that the active fraction is N-hexane. N-hexane fraction had a MIC value of
1,25 mg/ml against Streptococcus mutans bacteria. Class of active compounds are contained phenol. Based on the
results of statistical tests ciprofloxacin was more effective when compared with N-hexane fraction of the bacteria
Streptococcus mutans with p value < 0.05

Keywords : Streptococcus mutans , betel leaf (Piper betle L), experimental studies, in vitro.

Abstrak

Salah satu bahan alam yang sering digunakan sebagai tanaman obat adalah daun sirih (Piper
betle L ). Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif dan merupakan flora normal rongga mulut. Karies gigi
merupakan penyakit gigi terlokalisir yang merusak jaringan keras gigi yang terjadi karena adanya interaksi antara
host (gigi), bakteri, substrat (diet), dan waktu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antibakteri
fraksi daun sirih (Piper betle L) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara in vitro.Penelitian ini
termasuk penelitian eksperimental laboratoris in vitro. Sampel penelitian adalah bakteri Streptococcus mutans.
Sampel fraksi daun sirih dibagi menjdi 6 konsentrasi yaitu 10 mg/ml, 5 mg/ml, 2,5 mg/ml, 1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml,
0,3125 mg/ml dengan pembanding siprofloksasin. Analisa data menggunakan uji homogenitas dengan menggunakan
uji Levene/Smirnov Kolmogorof, Uji T, Anova dan Post hoc, semua analisa menggunakan program SPSS. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi yang aktif adalah N-heksan. Fraksi N-heksan memiliki nilai KHM 1,25
mg/ml terhadap bakteri Streptococcus mutans. Golongan senyawa aktif yang terkandung adalah fenol. Berdasarkan
hasil uji statistik siprofloksasin masih lebih efektif bila dibandingkan dengan fraksi N-heksan terhadap bakteri
Streptococcus mutans dengan p value < 0,05.

Kata Kunci : Streptococcus mutans, daun sirih (Piper betle L), penelitian eksperimen, in vitro.

PENDAHULUAN juga dapat bermanifestasi menjadi


Kesehatan gigi dan mulut penyakit sistemik karena gigi yang
merupakan faktor yang sangat penting berlubang dapat menjadi sumber infeksi.
untuk diperhatikan. Bila kesehatan gigi Bakteri yang berperan penting dalam
dan mulut diabaikan bisa menimbulkan pembentukan plak adalah bakteri yang
masalah baik pada gigi dan mulut itu mampu membentuk polisakarida
sendiri maupun kesehatan tubuh secara ekstraseluler, yaitu bakteri dari genus
umum. Salah satu bentuk kerusakan gigi Streptococcus. Proses karies ditandai
adalah karies gigi. Karies gigi atau gigi dengan terjadinya demineralisasi pada
berlubang merupakan penyakit gigi jaringan keras gigi, diikuti dengan
terlokalisir yang merusak jaringan keras kerusakan bahan organiknya. Koloni
gigi yang terjadi karena adanya interaksi Streptococcus mutans memfermentasi
dari beberapa faktor, yaitu host (gigi), sukrosa menjadi asam. Asam yang
bakteri, substrat (diet), dan waktu. dihasilkan dapat mempercepat pemasakan
Karies disebabkan karena terabaikannya plak yang berakibat pada turunnya pH
kebersihan rongga mulut sehingga permukaan gigi. Apabila pH tersebut
terjadi penumpukan plak. Plak adalah terus turun hingga
lapisan tipis yang melekat erat angka kritis (5,2-5,5), maka email gigi akan
dipermukaan gigi serta mengandung larut dan timbulah karies gigi. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan
kumpulan bakteri (Beighton, 2007). kerusakan jaringan pulpa serta penyebaran
Penyakit ini tersebar di seluruh ke jaringan periapikal dan menimbulkan
rasa sakit atau nyeri (Marsh, 2005).
dunia dan berdampak menimbulkan Streptococcus mutans
gangguan pada tubuh, seperti gangguan merupakan bakteri gram positif, bersifat
fungsi pengunyahan, penyerapan nonmotil, dan anaerob fakultatif yang
makanan, dan pencernaan. Selain itu dapat memetabolisme karbohidrat (Fani
dkk., 2007). Streptococcus mutans bahan alam yang mampu
pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh menyembuhkan berbagai macam
Clark pada tahun 1924. Clark penyakit. Selain itu, bahan alami herbal
menyatakan bahwa bakteri menjadi pilihan alternatif karena mudah
Streptococcus mutans merupakan didapat, harga relatif murah, dan jarang
bakteri utama penyebab terjadinya menimbulkan efek samping
karies (McCracken & Cawson, 1983). dibandingkan obat-obatan yang dibuat
Tumbuhan obat merupakan dari bahan sintetis (Fauzi, 2008).
sumber bahan obat tradisional yang Daun sirih merupakan tumbuhan
banyak digunakan secara turun- obat tradisional disekitar kita.
temurun. Pemanfaatan bahan alam Masyarakat Indonesia sendiri telah
dapat dipilih sebagai salah satu mengenal daun sirih sebagai bahan untuk
alternatif pencegahan karies gigi. Bahan menginang dengan keyakinan bahwa
alam dimanfaatkan karena sejak dahulu daun sirih dapat menguatkan gigi,
masyarakat sudah mempercayai bahan- menyembuhkan luka-luka kecil di mulut,
menghilangkan bau badJ

menghentikan perdarahan gusi, dan turunannya, salah satunya adalah kavikol


sebgaai obat kumur (Yendriwati, 2008). yang memiliki daya bakterisida lima
Jenis-jenis sirih yang ada kali lebih kuat dibandingkan fenol
di Indonesia antara lain sirih (Hasim, 2003).
hijau, sirih merah, sirih hitam, sirih Di kawasan Asia Tenggara, Piper
kuning, dan sirih perak ( Reveny, betle L merupakan salah satu tanaman
2011). Berbagai komponen utama dari yang telah dikaitkan dalam pengendalian
daun sirih menunjukkan adanya efek karies, penyakit periodontal dan
antiseptik, bakterisidal, dan mengontrol halitosis. Beberapa bukti
antioksidan. Kandungan menunjukkan bahwa daun sirih memiliki
kimianya bersifat antiseptik kemampuan untuk meningkatkan imun
karena daun sirih mengandung tubuh seperti anti- kanker dan anti-
minyak atsiri. Daya antibakteri bakteri. Berbagai komponen utama dari
minyak atisiri daun sirih disebabkan daun sirih juga menunjukkan adanya efek
kandungan senyawa fenol dan antiseptik, bakterisidal, dan antioksidan
turunannya yang dapat mendenaturasi dalam daun sirih. Kandungan kimianya
protein sel bakteri. Heyne bersifat antiseptik karena daun sirih
(1987) menyebutkan, mengandung minyak atsiri. Daya
komponen utama minyak atsiri terdiri antibakteri minyak atisiri daun sirih
dari fenol dan senyawa disebabkan kandungan senyawa fenol dan
turunannya yang dapat mendenaturasi erlenmeyer, pinset, pipet tetes, jarum
protein sel bakteri. Heyne (1987) ose, kertas cakram berdiameter 6 mm,
menyebutkan, komponen utama minyak kertas label, kertas saring, plat silica gel
atsiri terdiri dari fenol dan senyawa CF254, penangas air, megnetic stirrer,

turunannya, salah satunya adalah shaker, soxhlet, inkubator, jangka sorong


dengan ketelitian 0,05 mm, timbangan
kavikol
analitik, autoklaf, kromatografi cair
yang memiliki daya bakterisida vakum (KCV). Bahan yang digunakan
limkali lebih kuat dibandingkan fenol adalah bakteri Streptococcus mutans,
(Hasim, 2003). simplisia daun sirih (Piper betle L),
metanol 96%, aquades, blood agar base,
METODE PENELITIAN pelarut N- heksan, etilasetat, etanol,
Penelitian ini merupakan siprofloksasin 5 µg, bakteri
penelitian eksperimental dalam bentuk Streptococcus mutans,, darah domba,
in vitro. Pembuatan ekstrak dan fraksi pelarut dimetilsulfoksida (DMSO) dan
dilakukan di Laboratorium Bersama H2SO4.
FMIPA Universitas Sriwijaya Indralaya
dan uji efektivitas antibakteri dilakukan
di Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Palembang.
Sampel penelitian menggunakan
bakteri Streptococcus mutans yang
diperoleh dari Balai Besar Laboratorium
Kesehatan Palembang. Besar sampel
penelitian ditentukan dengan
menggunakan rumus Federer yaitu: (t-1)
(r-1)≥15
Pada penelitian ini kelompok
perlakuan adalah konsentrasi pelarut
dalam enam gradien konsentrasi. Untuk
kontrol positif digunakan siprofloksasin
(5µg) dan untuk kontrol negatif
digunakan aquades.
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah cawan petri, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur,
kapas lidi steril, lampu spiritus, labu
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi Daun Sirih (Piper betle L)

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Simplisia Daun Sirih (Piper betle L)

No Berat Berat Persen


Simplisia Ekstrak Berat
(gram) (gram) Ekstrak
(%)
1 250 78,2 31,28

Dari tabel 1 dapat dilihat simplisia larut. Menurut Harborne (1987), metode
daun sirih (Piper betle L) sebanyak 250 maserasi digunakan untuk mengekstrak
gram setelah dilakukan ekstraksi maka jaringan tanaman yang belum diketahui
diperoleh berat ekstrak sebanyak 78,2 kandungan senyawanya yang
gram (31,28 %). Ekstrak yang diperoleh kemungkinan bersifat tidak tahan panas
diuji aktivitasantibakterinya sehingga kerusakan komponen tersebut
terhadap Streptococcus dapat dihindari.
mutans dan didapatkan hasil bahwa Proses yang terjadi selama ekstraksi
ekstrak daun sirih (Piper betle L) dapat adalah pemisahan senyawa-senyawa
menghambat pertumbuhan bakteri dalam simplisia keluar dari simplisia dan
Streptococcus mutans secara in vitro melarutnya kandungan senyawa kimia
yang dibuktikan dengan terbentuknya oleh pelarut keluar dari sel tanaman
zona hambat disekitar kertas cakram melalui proses difusi dengan 3 tahapan
sebesar 6 mm. yaitu : penentrasi pelarut ke dalam sel
Metode ekstraksi yang digunakan tanaman sehingga terjadi pengembangan
adalah ekstraksi cara dingin (maserasi) (swelling) sel tanaman.
yaitu maserasi merupakan Pada tahap kedua adalah proses
proses pengekstraksian disolusi yaitu melarutnya kandungan
sederhana dengan cara merendam senyawa didalam pelarut, Isi sel akan
simplisia daun sirih dengan pelarut larut karena adanya perbedaan
metanol sebanyak 1000 ml selama 24 konsentrasi antara larutan di dalam sel
jam sehingga sampel menjadi lunak dan
dengan di luar sel. Tahap ketiga adalah
difusi dari senyawa tanaman, keluar dari
sel tanaman (simplisia), larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak
keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi rendah

B. Fraksinasi Ekstrak Daun Sirih (Piper


betle L)
Berdasarkan hasil fraksinasi cair-
cair ekstrak daun sirih didapatkan berat
fraksi yang dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2. Hasil Fraksinasi Ekstrak Daun Sirih
No Pelarut Berat Fraksi (gram) Persen berat (%)

1 N-heksan 17,5 23,33


2 Etil asetat 27,5 36,67
3 Metanol 30 40
digunakan pada fraksinasi adalah pelarut
N-
Dari Tabel 2 dapat dilihat hasil yang tidak bercampur. Solut akan
fraksinasi ekstrak daun sirih (Piper betle terdistribusi dengan sendirinya ke dalam
L) dengan pelarut metanol memiliki dua pelarut tersebut setelah dikocok dan
berat yang lebih besar yaitu 30 gram dibiarkan terpisah. Pelarut yang
(40%) dibandingkan dengan berat etil heksan, etil asetat dan metanol. Pelarut-
asetat 27,5 gram (36,67%) dan N-heksan pelarut ini mempunyai kemampuan untuk
sebesar 17,5 gram (23,33%). Berat fraksi menarik senyawa yang terdapat dalam
yang didapatkan berbeda-beda
tergantung dari pelarut yang digunakan, ekstrak secara berbeda-beda. N-heksan
namun besar kecilnya kemampuan adalah pelarut non polar akan
antibakteri suatu fraksi tidak dipengaruhi melarutkan senyawa non polar, etil asetat
oleh berat fraksi. Fraksinasi cair-cair adalah pelarut semi polar akan
bertujuan untuk memisahkan senyawa- melarutkan senyawa semi polar dan
senyawa kimia dalam campuran senyawa metanol adalah pelarut polar akan
dengan menggunakan beberapa metode melarutkan senyawa polar. (Laksono,
pemisahan. Fraksinasi dilakukan dengan 2012).
bertahap, fraksinasi dapat dilakukan
dengan memperhatikan kepolaran C. Uji Sensitifitas Bakteri Streptococcus mutans

pelarut yang digunakan dengan metode Bakteri Streptococcus mutans

cair-cair. Berat fraksi yang didapatkan terlebih dahulu dilakukan uji

berbeda-beda tergantung dari pelarut sensitivitas dengan menggunakan

yang digunakan, namun besar kecilnya kertas cakram yang mengandung

kemampuan antibakteri suatu fraksi tidak Siprofloksasin. Uji sentivitas bakteri

dipengaruhi oleh berat fraksi. Metode merupakan suatu metode untuk

fraksinasi ini melibatkan distribusi suatu menentukan tingkat kerentanan

zat terlarut (solut) di antara dua pelarut bakteri terhadap zat antibakteri dan
untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas antibakteri
Tabel 3. Hasil Uji Sensitifitas Streptococcus mutans dengan Siprofloksasin

No Antibiotik Diameter Hambat (mm)


1 Siprofloksasin 20
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa
siprofloksasin menghasilkan diameter
tersebut (Capuccino, J.G & Sherman, N.
hambat terhadap bakteri Streptococcus
1992).
mutans sebesar 20 mm.
Sensitivitas merupakan zona D. Uji Aktivitas Antibaktei fraksi Daun

hambat yang terjadi pada antibiotik sirih(Piper betle L)

terhadap bakteri sedangkan resistensi Uji aktivitas antibakteri dari fraksi

merupakan zona hambat antibiotik yang N- heksan, etil asetat dan metanol air

tidak terjadi terhadap bakteri. Apabila dilakukan dengan metode difusi agar

tampak adanya zona hambatan untuk mengetahui dalam fraksi mana

pertumbuhan kuman disekeliling cakram senyawa aktif berada. Konsentrasi fraksi

antibiotika, maka kuman yang diperiksa yang digunakan adalah 10 mg/ml dengan

sensitif terhadap antibiotika pelarut dimetilsulfoksida.

Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi N-heksan, Etil asetat dan Metanol
No Jenis Fraksi Diameter Hambat (mm)

1 Fraksi N-heksan 16
2 Fraksi Etil asetat 9
3 Fraksi Metanol air -

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa bakteri Streptococcus mutans. Metode


fraksi N-heksan mempunyai diameter difusi cakram adalah metode yang paling
zona hambatan terbesar terhadap sering digunakan dimana cara kerja difusi
Streptococcus mutans yaitu sebesar 16 cakram yaitu antibakteri fraksi yang akan
mm, fraksi etilasetat 9 mm sedangkan diuji diserapkan pada kertas cakram dan
fraksi methanol dan aquades tidak
mempunyai diameter zona hambat.
Berdasarkan hasil pengukuran diameter
hambat menunjukkan bahwa fraksi N-
heksan daun sirih (Piper betle L)
memiliki daya hambat kuat terhadap
ditempelkan pada media agar yang telah antibakteri yaitu 20 mm atau lebih
dihomogenkan dengan bakteri berarti sangat kuat, 10-20 mm berarti
kemudian diinkubasi sampai terlihat kuat, 5-10 mm berarti sedang dan 5 mm
zona hambat didaerah sekitar cakram. atau kurang berarti lemah.
Penentuan kriteria ini berdasarkan
Davis dan Stout (1971) yang E. Penentuan Konsentrasi Hambat

menyebutkan bahwa kekuatan daya Minimum (KHM) Fraksi N-heksan daun


sirih (Piper betle L)

Hasil uji aktifitas antibakteri untuk mengetahui jumlah terkecil zat


menunjukkan bahwa fraksi N-heksan aktif aktif antibakteri yang diperlukan untuk
terhadap Streptococcus mutans. Dalam menghambat pertumbuhan organisme
penelitian ini penentuan konsentrasi yang diuji. KHM dinyatakan sebagai
hambat minimum berdasarkan penurunan konsentrasi terendah dari zat antibakteri
konsentrasi yang dimulai dari 10 mg/ml, fraksi N-heksan dari daun sirih (Piper
5 mg/ml, 2,5 mg/ml, betle L) yang masih mampu
1,25 mg/ml, 0,625 mg/ml, 0,3125 mg/ml menghambat pertumbuhan bakteri.
dengan 5 kali pengulangan.
Tujuannya

Tabel 5. Rerata diameter hambat (mm) fraksi N-heksan terhadap Streptococcus mutans

pada berbagai konsentrasi.

Konsentrasi N Rerata + standar deviasi diameter


(mg/ml) hambat fraksi etil asetat

10 5 16,00 ± 1,41

5 5 12,40 ± 1,14
2,5 5 10,00 ± 1,41
1,25 5 7,20 ± 1,09
0,625 5 1,40 ± 1,14
0,3125 5 0,60 ± 0,54

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa fraksi N-heksan dengan konsentrasi 10


mg/ml mempunyai diameter hambat semakin banyak bakteri yang dapat
terbesar yaitu 16 mm terhadap bakteri dihambat pada pertumbuhannya oleh zat
Streptococcus mutans. Zona bening uji. Pada penelitian ini konsentrasi fraksi
menunjukkan adanya diameter hambat N-heksan yang masih menghambat
pada masing-masing konsentrasi dimana pertumbuhan bakteri Streptococcus
diameter hambat dari masing-masing mutans adalah 1,25 mg/ml dengan
konsentrasi mengalami penurunan sesuai diameter hambat 7,20 mm, konsentrasi
dengan penurunan nilai konsentrasi ini dinyatakan sebagai nilai KHM. Pada
sehingga dapat diketahui bahwa penelitian sebelumnya ekstrak daun sirih
besarnya konsentrasi dan diameter dapat menghambat pertumbuhan bakteri
hambat memiliki hubungan yang Streptococcus mutans secara in vitro
berbanding lurus satu sama lain. (Pratiwi, 2008). Jika dilihat dari
Semakin besar diameter hambat maka perbedaan konsentrasi tersebut, hal ini
semakin aktif zat uji tersebut sebagai dapat menunjukkan bahwa proses
antibakteri yang menunjukkan bahwa fraksinasi lebih baik daya hambatnya
dibandingkan dengan proses ekstraksi,
konsentrasi yang dapat menghambat
pertumbuhan jamur

pada proses fraksinasi lebih kecil aktivitas metabolik mikroorganisme


dibandingkan konsentrasi yang (Salni, 2011).
digunakan pada proses ekstraksi. Dari hasil pengukuran diameter
Perbedaan besarnya zona hambat pada hambat tersebut fraksi N-heksan
masing-masing konsentrasi dapat memiliki daya hambat sedang hingga
diakibatkan antara lain perbedaan besar kuat terhadap bakteri Streptococcus
kecilnya konsentrasi atau sedikitnya mutans. Menurut Volk et al., (1993)
kandungan zat aktif antimikroba yang konsentrasi senyawa antibakteri yang
terkandung di dalam fraksi, kecepatan terkandung dalam fraksi akan
difusi bahan antimikroba ke dalam mempengaruhi aktivitas antibakteri.
medium, kepekaan pertumbuhan bakteri, Untuk mengetahui perbandingan rata-
reaksi antara bahan aktif dengan medium rata diameter hambat fraksi N-heksan
dan temperatur inkubasi, pH lingkungan, daun sirih (Piper betle L) terhadap
komponen media, waktu inkubasi, dan bakteri Streptococcus mutans pada
berbagai konsentrasi dapat dilihat pada
table dibawah ini.

Tabel 6. Perbandingan efektifitas fraksi N-heksan terhadap bakteri Streptococcus mutans.


Konsentrasi fraksi Konsentrasi fraksi p value
(mg/ml) (mg/ml)

10 5 0.025
2,5 0.001
1,25 0.000
0,625 0.000
0,3125 0.000
5 2,5 0.099
1,25 0.000
0,625 0.000
0,3125 0.000
2,5 1,25 0.052
0,625 0.001
0,3125 0.000
1,25 0,625 0.000
0,3125 0.000
0,625 0,3125 0.242
Uji t p=0,05

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa heksan menunjukkan ada perbedaan


konsentrasi N-heksan yang paling efektif yang bermakna maka dilanjutkan dengan
adalah konsentrasi 1,25 mg/ml. Setelah analisis post hoc untuk melihat
dilakukan uji t tidak berpasangan maka perbedaan rata-rata diameter hamabat
dilanjutkan dengan uji oneway anova pada masing-masing konsentrasi dan
berdasarkan uji tersebut didapatkan dibandingkan dengan siprofloksasin.
perbandingan diameter hambat fraksi N-

Tabel Uji 7. Kesesuaian dosis antara fraksi N-heksan dan siprofloksasin terhadap bakteri
Streptococcus mutans
Konsentrasi Konsentrasi p value
(mg/ml)
10 5 0.000
2,5 0.000
1,25 0.000
0,625 0.000
0,3125 0.000
5* 0.021
5 2,5 0.021
1,25 0.000
0,625 0.000
0,3125 0.000
5* 0.000
2,5 1,25 0.004
0,625 0.000
0,3125 0.000
5* 0.000
1,25 0,625 0.000
0,3125 0.000
5* 0.000
0,625 0,3125 0.926

5*
0.000

0,3125 5* 0.000
Uji Post hoc p=0,05

Siprofloksasin*
Dari tabel 7 dapat disimpulkan Hasil uji aktivitas antibakteri
bahwa siprofloksasin lebih efektif bila menunjukkan bahwa fraksi aktif daun
dibandingkan dengan fraksi N-heksan (p sirih adalah fraksi N-heksan, selanjutnya
value < 0,05). Sehingga perlu dilakukan dilakukan uji bioautografi. Uji
upaya untuk meningkatkan efektivitas bioautografi dilakukan untuk mengetahui
fraksi daun sirih, salah satunya dengan golongan senyawa dan harga Retordansi
jalan isolasi senyawa aktif dari larutan factor (Rf)
uji. Isolasi senyawa akan menghasilkan
senyawa yang lebih spesifik sehingga
aktivitasnya akan lebih spesifik karena
tidak ada lagi senyawa-senyawa lain
yang bisa mengganggu aktivitas
antibakteri larutan uji.
F. Uji bioautografi dan penentuan
golongan senyawa
senyawa aktif antibakteri dengan bioaktif yang terbentuk setelah ada
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis pemisahan diletakkan ke dalam cawan
(KLT) plat silika gel GF254 dengan petri, dibiarkan menempel pada medium
menggunakan perbandingan eluen yang adar selama 1 jam supaya bahan bioaktif
sesuai sebagai fase gerak dan H2SO4 berdifusi kedalam agar. Setelah
10% untuk penampak bercak yang kromatogram diangkat dari cawan petri
memiliki aktivitas antijamur (Pratiwi, kemudian diinkubasi selama 24 jam
2008). Pada cawan petri yang telah seelah 24 jam dilihat zona bening yang
berisi biakan bakteri, bercak bahan merupakan daerah aktif berada.

Tabel 8. Hasil Uji Bioautografi Dan Penentuan Golongan Senyawa Aktif Daun sirih

(Piperbetle L)
Jenis fraksi Eluen 8:2 Rf Warna Senyawa aktif
N-heksan N-heksan:etil asetat 0,42 Kuning muda Fenol

Terbentuknya zona bening pada mengakibatkan struktur protein menjadi


uji bioautografi pada media uji rusak. Dimana sebagian besar struktur
menunjukkan hambatan pertumbuhan dinding sel dan membran sitoplasma
bakteri yang merupakan daerah senyawa bakteri mengandung protein dan lemak
aktif. Dari tabel 8, pada fraksi aktif N- (Singh, 2005). Ketidakstabilan pada
heksan terdapat bercak kuning muda ini dinding sel dan membran sitoplasma
menunjukkan bahwa dalam fraksi N- bakteri menyebabkan fungsi
heksan terdapat senyawa fenol dengan permeabilitas selektif, fungsi
nilai Rf 0,42. pengangkutan aktif, pengendalian
Senyawa fenol memiliki susunan protein dan sel bakteri menjadi
mekanisme kerja dalam menghambat terganggu yang akan berakibat pada
pertumbuhan bakteri dengan cara lolosnya makromolekul dan ion dari sel
inaktivasi protein pada membran sel. sehingga sel bakteri kehilangan
Fenol berikatan dengan protein melalui bentuknya dan terjadilah lisis (Susanti,
ikatan hidrogen sehingga 2008)

Senyawa fenol sebagai sitoplasma dan menyebabkan kebocoran


antibakteri pada konsentrasi rendah pada inti sel, sedangkan pada konsentrasi
adalah dengan merusak membran tinggi senyawa fenol berkoagulasi dengan
protein seluler. Aktivitas tersebut sngat essensial sehingga sel bakteri mengalami
efektif ketika bakteri pada tahap kematian (Pratiwi, 2008). Mekanisme
pembelahan dimana lapisan fosfolipid fenol sebagai agen anti bakteri berperan
diseliling sel sedang dalam kondisi sebagai toksin dalam protoplasma,
sangat tipis sehingga fenol dengan
mudah merusak isi sel (Volk & Wheller,
1984)
Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Nalina, dkk
(2006) daun sirih mengandung minyak
atsiri di mana komponen utamanya
terdiri atas fenol dan senyawa
turunannya seperti kavikol, kavibetol,
karvakol, eugenol, dan allilpyrocatekol.
Selain minyak atsiri, daun sirih juga
mengandung karoten, tiamin, riboflavin,
asam nikotinat, vitamin C, tanin, gula,
pati, dan asam amino.
Minyak atsiri menghambat
biosintesa protein dan asam nukleat,
gangguan pada pembentukan protein dan
asam nukleat akan menyebabkan
kerusakan total pada sel. Menurut
Siswandono dan Bambang, turunan fenol
berinteraksi dengan sel bakteri melalui
proses absorbsi yang melibatkan ikatan
hidrogen. Pada konsentrasi tertentu
terbentuk kompleks protein fenol ke
dalam sel bakteri dan menyebabkan
koagulasi protein membrane sehingga
membrane sel bakteri menjadi lisis,
selain itu dapat juga menyebabkan
timbulnya kebocoran konstituen sel yang
merusak dan menembus dinding serta menyebabkan kematian. Corn and
mengendapkan protein sel bakteri. Fenol Stumpf 1976 dalam Rahayu (2009)
dapat menyebabkan kerusakan pada sel menyatakan bahwa dinding sel bakteri
bakteri, denaturasi protein, gram positif akan bermuatan negatif
menginaktifkan enzim dan menyebabkan sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat
kebocoran sel (Hariana, 2007). dari polisakarida pada dinding struktur
Bakteri gram positif memiliki dinding selnya. Senyawa fenol pada pH
dinding sel dengan peptidoglikan lebih rendah akan bermuatan positif, sehingga
banyak, sedikit lipid dan dinding sel fenol tidak akan terionisasi. Perbedaaan
mengandung polisakarida. Ikatan muatan ini menyebabkan terjadinya tarik
peptidoglikan ini secara mekanis menarik antara fenol dengan dinding sel,
membei kekuatan pada sel bakteri. sehingga fenol secara keseluruhan akan
Senyawa fenol mampu memutuskan lebih melekat atau melewati dinding sel
ikatan peptidoglikan saat menerobos bakteri gram positif.
dinding sel (Dewi, 2010). Peptidoglikan
merupakan lapisan esensial bagi KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan efektivitas
keberlangsungan hidup bakteri pada
antibakteri fraksi daun sirih (Piper betle
lingkungan hipotonis. Kerusakan
L) dengan siprofloksasin terhadap
lapisan ini mengakibatkan kekakuan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
diding sel bakteri, sehingga

2. Fraksi daun sirih (Piper betle L) yang


Saran
memiliki aktivitas tertinggi terhadap
1. Penelitian mengenai isolasi senyawa
pertumbuhan bakteri Streptococcus
aktif yang akan menghasilkan senyawa yang
mutans adalah fraksi N- heksan.
lebih efektif.
3. Nilai konsentrasi hambat minimum
2. Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut
(KHM) dari fraksi aktif daun sirih (Piper
mengenai kesetaraan dosis antibakteri dengan
betle L) adalah pada konsentrasi 1,25
konsentrasi dari fraksi daun sirirh (Piper betle
mg/ml.
L).
4. Golongan senyawa yang mempunyai
3. Sebaiknya dilakukan pengujian lebih
aktivitas sebagai antibakteri Streptococcus
lanjut toksisitas fraksi dan senyawa murni
mutans adalah fenol.
daun sirih (Piper betle L) yang diperoleh
5. Siprofloksasin (5µg) masih lebih efektif
terhadap hewan percobaan secara in vivo dan
bila dibandingkan dengan fraksi aktif daun
dilanjutkan dengan pengujian secara klinis.
sirih (Piper betle L) 1,25 mg/ml dalam
menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
Daftar Pustaka

1. Ajizah A., 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava
L.Bioscientiae, Vol. 1, No. 1 : 31-8.
2. Andarwulan, N., C.H. Wijaya, dan D. T. Cahyono. 1996. Aktivitas Antioksidan Daun Sirih (Piper betle L.)
Buletin tehnologi dan industri pangan, Fakultas Tehnologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3. Backer,C.A., Bakhuzien van den Brink,Jr, R,C.1963. Flora of Java. Vol I. Wolters-Noordhoff N.V
Gronigen, Netherlands.
4. Beighton, D.B. 2007. Dental caries and pulpitis. In: Ireland R, eds. Dental hygiene and therapy. Oxford:
Blackwell Munksgaard,: 76, 83, 86-90.
5. Brooks GF, Butel JS dan Morse SA. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Alih bahasa: Mudihardi E,
Kuntaman, Wasito EB, et al. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika: 301-8, 317-26.
6. Carranza FA. 2006. Clinical Periodontology. St. Louis, Missouri : Saunders Elsevier, Inc. 9. p. 24.
7. Cawson, R.A dan Odell. 2002. Essential of Oral Pathology an Oral Medicine. 7th Spain : Churchill
Livingstone.
8. Caludio MP, Joyce PM, Paula NR, Alberto MJ, Roberto FML, Gluseppe AR. 2003. Clinical effect of a
herbal dentifrice on the control of plaque and gingivitis a double blind study. Pesqui Odontol Bras: 17(4);
316-7.
9. Cowan, M. M., 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiologi Reviews.
10. Da Silva DD, Goncalo CS, De Sousa MLR, Wada RS. 2004. Aggregation of plaque disclosing agent in a
dentifrice. J Appl Oral Sci; 12(2): 154–8.
11. Davis & Stout. (1971). Disc Plate Method Of Microbiological Antibiotic Essay. Journal Of
Microbiology. Vol 22 No 4.
12. Dharma, AR .2001. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Balai Pustaka.Jakarta
13. Edberg, S.C. 1986. Tes Kerentanan Antimikroba In vitro. Terjemahan oleh: Andrianto, P. EGC, Jakarta.
14. Fani MM, Kohanteb J, Dayaghhi M. 2007. Inhibitory activity of garlic (Allium sativum) extract on
multidrug-resistant Streptococcus mutans. J Indian soc Pedod Prevent Dent: 164.
15. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia. hal. 107-108.
16. Farnsworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical
Sciences vol 55 number 3.
17. Fathilah, A.R. Piper betle l and psidium guajava l in oral health maintenance. Journal Of Medical Plants
Research. 2011: 5(2), p 156-63.
18. Fauzi, Ahmad Dodi. 2008. Panduan lengkap manfaat tanaman obat. Edsa Mahkota. Jakarta.
19. Featherstone JDB.2006. Caries prevention and reversal based on the caries balance. Pediatric Dentistry;
28 (2)
20. Forrest J O. 1995. Pencegahan Penyakit Mulut. Jakarta : Hipokrates:p.38 – 70.
21. Gunawan, I.W.A. ,2009. Potensi Buah Pare ( Momordica charantia) Sebagai Antibakteri Salmonella
Typhimurium.Universitas Mahasaraswati, Denpasar
22. Gupta, 1990, Mikrobiologi Dasar edisi III, diterjemahkam oleh Julius, E.S., Binarupa Aksara, Jakarta.
23. Gurenlian, J. A. R. 2007. The Role of Dental Plaque Biofilm in Oral Health: J of Dent. Hyg. 4 – 5.
24. Haake SK, Meyer DH, Paula M, Fives-Taylor, Schenkein H.2000. Periodontal disease. In: Lamont RJ,
Lantz MS, Burne RA, LeBlanc DJ. Oral microbiology and immunology. Washington DC:ASM Press:253-
94.
25. Hamid, Fahmi M. 2008. Dental Plaque. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Jawa timur.
26. Harbone, J.B. 1994. Pytochemical Methode : Aguide to modern teqniques of plant analysis. chapman and
Hall. New York.
27. Hariana, A. H. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar Swadaya.
28. Hasim. 2003. Daun Sirih sebagai Antibakteri dalam Pasta Gigi. http://www.kompas.com [diakses 2
Februari 2012].
29. Hermawan A, Eliyani H, Tyasningsih W. Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L) terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Eschericia coli dengan metode difusi disk. Artikel Ilmiah.
Surabaya: Universitas Airlangga, 2007: 2.
30. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan I. Yayasan Sarana Wana Jaya Jakarta:
622-627.
31. Indrawati, R. Retno.1999. Prevalensi Serotipe Streptococcus mutans yang Dominan pada Anak- Anak TK
di Surabaya.Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Edisi Khusus FORIL VI. Hal: 11-15.
32. Ira W. 2011.Sukses agribisnis minyak atsiri. Yogyakarta
33. Irmasari, A.2002. Perbandingan Daya Antibakteri Antara Gerusan Daun Sirih Hitam, Sirih Jawa Dengan
Oksitetrasiklin Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga. Surabaya. Skripsi
34. Jawetz. Melnick. Adelberg. (2008). Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta : EGC.
35. Kartasapoetra,G. 2004. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat,
36. Rineka cipta.Jakarta.25-26
37. Kenneth Todar University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology. 2007. The Bacterial Flora
of Humans. http://www.textbookofbacteriology.net/normalflora.html. (diakses 5 agustus 2013).
38. Kidd E A M, Bechal S J. 2003. Dasar – Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya (Alih bahasa :
Narlan Sumawinata dan Saffida Faruk). Jakarta : EGC. p . 2 – 4 : 76.
39. Klaus H, Rateitschak E M, Wolf H F, Hassel T M. 1989. Color Atlas of Dental Medicine Periodontology.
New York : Thieme Medical Publisher, Inc. p.11 – 32.
40. Koesmiati, S. 1966. Daun sirih (Piperbetle Linn) sebagai desinfektan. Skripsi. Departemen Farmasi. Institut
Teknologi Bandung. Bandung. 65 hal.
41. Lay,B.W.1994. Analisis Mikroba di Laboratorium.PT.Raja Grafindo Persada. Jakata.
42. Laksono Bags Darahony, 2012. Fraksinasi ekstrak halmida sp dengan menggunakan pelarut metanola dan
heksan, Universitas Padjajaran.
43. Madigan M.T., dkk. 2006. Biology Of Microorganism. 11th Edition. New Jersey. Pearson Prentice Hall.
44. Manson, J. D., Eley, B. M. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta : Hipokrates. p .22- 26 : 44 – 53.
45. Mapanggara, Surijana, dkk. 2005. Pengaruh konsentrasi dan lama pemberian chlorhexidine terhadap daya
hambat pertumbuhan streptococcus sanguis. M.I. Kedokteran gigi 61:118
46. Marsh P.D., 2005. Dental Plaque: Biological Significance Of A Biofilm And Community Life-Style.
Blackwell Munksgaard. Halaman 12.
47. Masduki, I. 1996, Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S. Aureus dan E. coli,
Cermin Dunia Kedokteran, 109, 21-4 Educational and Professional Publishing Ltd; 2009: 15.
48. McCracken AW, Cawson RA. Clinical and oral microbiology. London: Hemisphere Publishing
Corporation, 1983: 475.
49. Megananda, H.P., Herijulianti, E., Nurjanah, N. 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
Jaringan Pendukung Gigi. Bandung : JKG Poltekkes Depkes. p. 57– 80 : 111 – 114.
50. Moeljanto RD, Mulyono. Khasiat dan manfaat daun sirih obat mujarab dari masa ke masa. Jakarta:
Agromedia Pustaka, 2003, p 9.
51. Moerfiah, Fira DSS.2011. Pengaruh ekstrak daun sirih merah (piper cf. fragile benth) terhadap bakteri
penyebab sakit gigi. Ekologia: 11, p 30-5.
52. Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Malaria. PT. Penebar Swadaya, Jakarta
53. Naini, Amiyatu. 2006. Pengaruh ekstrak daun jambu biji (psidium guajava linn). Terhadap pertumbuhan
streptococcus mutans. Indonesian Journal of Dentistry;12(2):95-98.
54. Nalina T, Sarah P, Nick ZHA.2003. The Crude aqueous extract of pipper betle l and its antibacterial effect
towards Streptococcus mutans. Am J Biochem & Biotech: 3(7), p 105.
55. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Carranza’s clinical periodontology 10th ed.
Philadelphia: W.B Saunders Company. 2006, p 46-63, 356-60, 362-4.
56. Nugraha, A. W. 2010. Streptococcus mutans Si Plak Dimana – mana. Yogyakarta : Fakultas Farmasi USD.
57. Nurmala ST. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas hidup Available from
http://library.usu.ac.id.html Diakses 6 Desember 2012.
58. Oswald, T.T 1981 Tumbuhan Obat. Penerbit Bahratara Karya Aksara. Jakarta.
59. Oxoid Agents & Main Distribution,1998. The Oxoid Manual. Eight Edition. Oxoid Limited Wade Road.
Hampshire. England.
60. Pelczar. M.J.dan E.C.S.Chan.2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
61. Picman, and Towers. 1990. Antibacterial Activity of Sesquiterpene Lactones. J. Nat Prod.
62. Piddock, Laura. 1990. Techniques used for the determination of antimicrobial resistance and sensitivity in
bacteria. Journal of Applied Bacteriology. 68: 307-18
63. Pintauli, Sondang, Taizo Hamada. 2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan dan
Pemeliharaan.Medan: USU Press
64. Pocock , S. J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. England : Jhon Wiley & Sons Ltd. The Atrium,
South Gate, Chichester, West Sussex.
65. Prahasanti, C. 2000. Pengaruh Pasta Gigi yang Mengandung Ekstrak Daun Sirih terhadap Pertumbuhan
Plak Gigi.Majalah Kedokteran Gigivol.33 No.4.
66. Pratama, 2008, Pengaruh Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Salvadora Persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Streptococcus Mutans Dan Staphylococcus Aureus Dengan Metode Difusi Agar, ITS. Surabaya.
67. Pratiwi, R. 2008. Perbedaan Daya Hambat Terhadap Streptococcus mutans dari Beberapa Pasta Gigi
yang Mengandung Herbal. Vol. 38 No. 2 April – Juni : Maj. Ked. Gigi: 64 - 67.
68. Rahayu. 2009. Budi Daya dan pengolahan Rosela. Agromedia Pustaka, Jakarta.
69. Reveny J. Daya antimikroba ekstrak dan frakasi daun sirih (piper betle linn.). Jurnal Ilmu Dasar. 2011: 12,
p 6-12.
70. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (terj.), ed. 4, h. 157-62, Penerbit ITB Press,
Bandung.
71. Rostiana, O., S. M. Rosita, dan D. Sitepu. 1991. Keanekaragaman genotipa sirih (Piper betle Linn) asal
dan penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia I (1) : 16-18.
72. Salni dkk, 2011. Isolasi Senyawa Antibakteri dari Daun Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan
penentuan Nilai KHM-nya. Jurusan Biologi FMIPA.Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan.Indonesia.
73. Samaranayake, Lakshman. 2009. Essential Microbiology for Dentistry. Philadelphia : Elsevier.
74. Sastroamidjojo, S. 1997. Obat Asli Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta
75. Schlegel, H.G., 1994. Mikrobiologi Umum, Edisi keenam, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
76. Scheld WM.2003.Mantaining Fluoroquinolon Class Efficacy: Review of Influencing Factors. Emerging
Infectious Disease. Vol 9, No.1, January 2.
77. Setiabudy R. 1995.Antimikroba Lain. Dalam: Ganiswara SG. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta: 682-5
78. Singh, I.P.bharate.2005.Anti HIV Natural Product. Journal Current Science.
79. Soedibyo, M. 1991. Manfaat sirih dalam perawatan kesehatan dan kecantikan. Warta Tumbuhan Obat
Indonesia I (1) : 11-12.
80. Sudiro TM, Karuniawati A,2004. editor. Hasil Uji Resistensi Bakteri terhadap Berbagai Antibiotika di
Laboratorium Klinik Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
81. Suprastiwi E. 2010. Efek Antimikroba Polifenol dari Teh Hijau Jepang Terhadap Streptococcus mutans.
Dep.1. Konsevasi Gigi FKG UI.
82. Susanti. 2008. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas Terhadap Esherichia coli. Jurnal Universitas
Airlangga.
83. Syukur, C. dan Hernani. 1999. Budidaya Tanaman Obat Tradisional. PT.Penebar Swadaya, Jakarta.
84. The Human Health Impact of Fluoroquinolone-Resistant Campylobacter. FDA
85. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek- efek Sampingnya
Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media Komputindo.
86. Tortora, G.J. 2002, Microbiology an Introduction, Addison Wesley Longman Inc., San Fransisco, USA
87. Volk, W.A dan Wheller. 1993. Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
88. Waluyo. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiyah. Malang.
89. Widarto, A. 1990. Pengaruh Mirryak Atsirih Daun Sirih (Piper betle L.)Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Escherichia Coli dan Staphylococcus aureus. S, Institut Pertanian Bogor.Bogor.
90. Wijayakusuma, H. M. H., S. Dalimartha dan A.S Wirian.1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid I.
Pustaka Kartini. Jakarta.
91. Willett, N. P., White, R. R., Rosen, S. 1991. Essential Dental Microbiology. Connecticut : Appleton & Lange A
Publishing Division of Prentice Hall.p. 326 – 334 : 337 – 338 : 346.
92. Yendriwati H. 2008. Efek antibakteri sediaan daun sirih (piper betle l), obat kumur minyak essensial dan povidone
iodine 1% terhadap streptococcus mutans. Dentika Dental Jurnal: 13(2), p 145-8.
93. Yunita DPS. Efek baking soda pasta gigi terhadap foetor ex ore. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2011: 6(2), p 3
REVIEUW JURNAL 2 METODE ANTIICROBIAL GRADIENT

KATA KUNCI

DAN, YANG, SIRIH, GIGI, STREPTOCOCCUS, STREPTOCOCCUS MUTANS,


DAUN SIRIH, ADALAH, PIPER, BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS

1. Abstrak

Salah satu bahan alam yang sering digunakan sebagai tanaman obat adalah daun sirih

(Piper betle L ). Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif dan merupakan flora

normal rongga mulut Karies gigi merupakan penyakit gigi terlokalisir yang merusak

jaringan keras gigi yang terjadi karena adanya interaksi antara host (gigi), bakteri,

substrat (diet), dan waktu

2. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antibakteri fraksi daun sirih (Piper

betle L) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara in

vitro.Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental laboratoris in vitro Sampel

penelitian adalah bakteri Streptococcus mutans

Kata Kunci : Streptococcus mutans, daun sirih (Piper betle L), penelitian

eksperimen, in vitro. Bila kesehatan gigi dan mulut diabaikan bisa menimbulkan

masalah baik pada gigi dan mulut itu sendiri maupun kesehatan tubuh secara umum

Salah satu bentuk kerusakan gigi adalah karies gigi Karies gigi atau gigi berlubang

merupakan penyakit gigi terlokalisir yang merusak jaringan keras gigi yang terjadi

karena adanya interaksi dari beberapa faktor, yaitu host (gigi), bakteri, substrat

(diet), dan waktu Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak adalah

bakteri yang mampu membentuk polisakarida ekstraseluler, yaitu bakteri dari genus

Streptococcus Asam yang dihasilkan dapat mempercepat pemasakan plak yang

berakibat pada turunnya pH permukaan gigi Jenis-jenis sirih yang ada di Indonesia
antara lain sirih hijau, sirih merah, sirih hitam, sirih kuning, dan sirih perak Berbagai

komponen utama dari daun sirih menunjukkan adanya efek antiseptik, bakterisidal,

dan antioksidan. Daya antibakteri minyak atisiri daun sirih disebabkan kandungan

senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri

Berbagai komponen utama dari daun sirih juga menunjukkan adanya efek antiseptik,

bakterisidal, dan antioksidan dalam daun sirih.... Sampel penelitian menggunakan

bakteri Streptococcus mutans yang diperoleh dari Balai Besar Laboratorium

Kesehatan Palembang. Bahan yang digunakan adalah bakteri Streptococcus mutans,

simplisia daun sirih (Piper betle L), metanol 96%, aquades, blood agar base, pelarut

Nheksan, etilasetat, etanol, siprofloksasin 5 μg, bakteri Streptococcus mutans,darah

domba, pelarut dimetilsulfoksida (DMSO) dan H2SO4.

Ekstrak yang diperoleh diuji aktivitas antibakterinya terhadap Streptococcus

mutans dan didapatkan hasil bahwa ekstrak daun sirih (Piper betle L) dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans secara in vitro yang

dibuktikan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram sebesar 6 mm.
NAMA : FATMAWATI TAADAN
NIM : 23201910
MK : BAKTERIOLOGI T
KELAS :A/4
ANALISA JURNAL 3 METODE SHORT AUTOMATED INSTRUMENT SYSTEM

Uji Teknik Difusi Menggunakan Kertas Saring Media Tampung Antibiotik dengan

Escherichia Coli Sebagai Bakteri Uji

:
Diterima 1 Juli 2019; Disetujui 8 Agustus 2019; Di Publikasi 9 Agustus 2019

Abstrak

Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji kepekaan suatu bakteri
terhadap suatu antibiotik. Uji sensitivitas bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari suatu antibiotik.
Uji sensitivitas dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: difusi cakram diffusion test), pengenceran
atau dilusi (dilusi test), antimicrobial gradient dan short automated instrumen system. Uji sensitivitas
dengan metode difusi agar plate dapat dilakukan dengan cara Kirby Bauer dengan teknik disc diffusion
(cakram disk) atau teknik sumuran. Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperiment dengan
melihat uji difusi menggunakan kertas saring sebagai media tampung antibiotik dengan menggunakan
E.coli sebagai bakteri uji. Data yang diperlukan adalah diameter zona hambat yang terbentuk pada
media MHA saat melakukan uji sensitivitas metode difusi sumuran dan teknik kertas saring sebagai
media tampung antibiotik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rerata diamater zona hambat
antibiotik ciprofloxacin terhadap bakteri E.coli dengan menggunakan metode difusi teknik sumuran
adalah 62 mm menunjukan hasil sensitif, rerata diameter zona hambat yang terbentuk dengan
menggunakan inovasi uji difusi menggunakan kertas saring sebagai media tampung antibiotik
ciprofloxacin adalah 39 mm menunjukan hasil sensitif. Rerata diameter zona hambat yang terbentuk
pada inovasi uji difusi menggunakan kertas saring sebagai media tampung antibiotik lebih kecil
dibandingkan dengan rerata diameter zona hambat menggunakan metode difusi teknik sumuran. Rata-
rata diameter zona hambat antibiotik dengan menggunakan kertas saring sebagai media tampung
adalah 39 mm. Perbedaan diameter zona hambat menggunakan teknik sumuran dengan teknik kertas
saring sebagai media tampung antibiotik adalah 62 mm dan 39 mm.

Kata Kunci : Uji Teknik Difusi; Kertas Saring; Escherichia Coli; Bakteri Uji

Diffusion Techniques Test


Using Medium Antibiotic Film Paper With Escherichia Coli As Bacteria Test
Abstract

The antibiotic sensitivity test is a used to test the sensitivity of a bacterium to an antibiotic.
The sensitivity test aims to determine the effectiveness of an antibiotic. Sensitivity tests can
do in several ways, namely: diffusion test), dilution or dilution (dilution test), antimicrobial
gradient, and short automated instrument system. Sensitivity test with diffusion method so
that the plate can be done by Kirby Bauer method with disc diffusion (disc disk) technique or
sump technique. The design of this study was experimental research by looking at the
diffusion test using filter paper as an antibiotic storage medium using E. coli as a test
bacterium. The data needed is the diameter of the inhibitory zone formed on the MHA media
when conducting sensitivity tests of the good diffusion method and filter paper technique as
an antibiotic storage medium. The results of this study indicate that the average diameters of
the ciprofloxacin antibiotic inhibitory zone against E. coli bacteria using the well diffusion
technique is 62 mm showing sensitive results, the average diameter of the inhibitory zone
formed by using diffusion test innovations using filter paper as ciprofloxacin antibiotic
storage medium is 39 mm shows sensitive results. The average diameter of the inhibitory zone
formed on the innovation of the diffusion test using
filter paper as an antibiotic storage medium is smaller than the average diameter of the
inhibition zone using the good diffusion technique. The average diameter of the antibiotic
inhibitory zone using filter paper as a storage medium is 39 mm. The difference in diameter of
the inhibition zone using a good technique with filter paper technique as a medium for
antibiotic storage was 62 mm and 39 mm.

Keywords: Diffusion Techiniques; Test; Film Paper; Escherichia Coli; Bakteria Test

sumuran. Teknik kerja dari metode Kirby


Pendahuluan
Bauer cukup sederhana dimana teknik disc
Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes
diffusion akan lebih mudah dikerjakan
yang digunakan untuk menguji kepekaan
dibandingakan dengan teknik sumuran, akan
suatu bakteri terhadap suatu antibiotik. Uji
tetapi uji sensitivitas menggunakan teknik
sensitivitas bertujuan untuk mengetahui
disc diffusion memiliki harga disk antibiotik
efektifitas dari suatu antibiotik (Wahyutomo,
yang relatif mahal sehingga tidak selalu
2009). Hasil sensitivitas suatu bakteri
tersedia ketika dibutuhkan untuk praktikum,
terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter
sehingga teknik sumuran menjadi lebih efisien
zona hambat yang terbentuk, semakin besar
untuk digunakan.
diameter zona hambat yang terbentuk maka
Uji sensitivitas dengan teknik sumuran
pertumbuhannya semakin terhambat
dilakukan dengan cara membuat suatu lubang
sehingga dibutuhkan standar acuan untuk
atau sumuran pada
menentukan apakah bakteri tersebut resisten
atau sensitive terhadap suatu antibiotik.
Beberapa faktor yang dapat mempengarui
diameter zona hambat diantaranya adalah
waktu peresapan bakteri dalam media agar,
konsentrasi antibiotik (Soemarno, 2000).
Uji sensitivitas bakteri terhadap suatu antibiotik
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: difusi
cakram (diffusion test), pengenceran atau dilusi (dilusi
test), antimicrobial gradient dan short automated
instrumen system. Uji sensitivitas dengan cara difusi
merupakan cara yang paling banyak digunakan karena
teknis pemeriksaan lebih mudah dilakukan.

Uji sensitivitas dengan metode difusi agar


plate dapat dilakukan dengan cara Kirby
Bauer dengan teknik disc diffusion (cakram
disk) atau bisa juga menggunakan teknik
tertentu (Notoatmodjo, 2010). Dalam
media agar plate sehingga antibiotik dapat
penelitian ini ingin diketahui hasil inovasi uji
dimasukkan, akan tetapi pada saat
difusi menggunakan kertas saring sebagai
pembuatan sumuran memiliki beberapa
media tampung antibiotik dengan
kesulitan seperti terdapatnya sisa- sisa agar
menggunakan E.coli sebagai bakteri uji.
pada suatu media yang digunakan untuk
Unit eksperimen dalam penelitian ini
membuat sumuran, selain itu juga besar
adalah sisa bolongan kertas saring yang
kemungkinan media agar retak atau pecah
disterilkan menggunakan metode tyndalisasi
disekitar lokasi sumuran sehingga dapat
lalu ditempelkan pada permukaan media
mengganggu proses peresapan antibiotik
MHA (Muller Hinton Agar) dan diteteskan
kedalam media yang akan mempengaruhi
dengan antibiotik.
terbentuknya diameter zona bening saat
Data yang di kumpulkan berupa:
melakukan uji sensitivitas, sehingga
diameter zona hambat yang terbentuk pada
diperlukan teknik yang cukup baik untuk
media MHA saat melakukan uji sensitivitas
mendapatkan sumuran utuh yang tidak
metode difusi sumuran. Diameter zona
mengganggu kerja dari uji sensitifitas
hambat yang terbentuk pada media MHA
antibiotik terhadap suatu bakteri.
saat melakukan uji sensitivitas dengan teknik
Metode
kertas saring sebagai media tampung
Rancangan yang digunakan dalam
antibiotik.
penelitian ini adalah penelitian eksperiment
Data dari hasil hitung diameter zona
yaitu penelitian yang bertujuan untuk
hambat pada masing-masing perlakuan yaitu
mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang
uji difusi
timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan

menggunakan teknik sumuran dengan uji antibiotik dalam membunuh bakteri


difusi menggunakan inovasi kertas saring
sebagai media tampung diukur dengan
analisis statistik independent sample T-test
dengan tingkat kepercayaan 95% (0,05).

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Uji sensitivitas antibiotik merupakan
tes yang digunakan untuk menguji kepekaan
suatu bakteri terhadap antibiotik. Uji
kepekaan/sensitivitas bertujuan untuk
mengetahui daya kerja/efektivitas dari suatu
(Wahyutomo,2009). Penelitian tentang pengulangan atau replikasi sebanyak 16 kali
inovasi uji difusi teknik sumuran pada setiap perlakuan. Kertas saring yang
menggunakan kertas saring sebagai media digunakan adalah kertas saring WHATMAN
tampung antibiotik e.coli sebagai bakteri uji Kelas 2 dengan menggunakan 14 tumpukan
telah dilakukan di laboratorium sehingga kertas saring yang telah dibuat
mikrobiologi poltekkes kemenkes. dapat menampung antibiotik sebanyak 75 µl.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan

Tabel 1 Data replikasi dan diameter zona hambat antibiotik ciprofloxacin terhadap
bakteri E.coli
Replikasi Perlakuan
T1 T2
1 62 41
2 65 39
3 63 29
4 62 40
5 60 41
6 63 41
7 62 40
8 62 39
9 64 30
10 60 41
11 62 40
12 64 40
13 64 37
14 61 40
15 60 39
16 63 39
Total diameter zona hambat (mm) 997 616

Rata-rata diameter zona hambat (mm) 62 39

0,005. Salah salah satu dari hasil uji


Uji normalitas dalam penelitian ini shapiro-wilk tersebut tidak signifikan
menggunkan uji Shapiro-wilk pada tingkat sehingga diartikan data tersebut tidak
kepercayaan 95% (α 0,05). Tabel hasil uji berdistribusi normal.
Shapiro- wilk menunjukkan data diameter Hasil uji Levene - Test menunjukkan
zona hambat pada hasil uji sensitivitas data hasil uji sensitivitas antibiotik
teknik sumuran adalah 0,236 > 0,05 dan ciprofloxacin terhadap bakteri E.coli
diameter zona hambat pada hasil uji menggunakan teknik sumuran dan teknik
sensitivitas teknik kertas saring adalah kertas saring sebagai media tampung
0,000 < antibiotik adalah 0,095 > 0,05 yang
menunjukan
bahwa data tersebut homogen. Dari hasil banyak sehingga antibiotik yang terserap ke
uji normalitas dan homogenitas permukaan media MHA tidak maksimal,
menunjukan salah satu dari data tersebut hal tersebut dapat mempengaruhi ukuran
tidak normal sehingga dilanjutkan dengan diameter zona hambat yang terbentuk.
menggunakan uji mann-whitney test. Selain jumlah tumpukan kertas saring, daya
hambat suatu antimikroba dalam uji
Dari nilai uji Mann-whitney nilai
sensitifitas secara in vitro dipengaruhi oleh
statistik uji Z yang kecil yaitu -4.856 dan
beberapa faktor yaitu: populasi bakteri,
nilai sig.(2-tailed) adalah 0,000 < 0,005.
konsentrasi antimikroba, komposisi media
Sehingga hasil uji yang didapatkan adalah
kultur, waktu inkubasi dan temperatur
signifikan secara statistik, dengan
(Greenwood et al, 2003).
demikian uji sensitivitas menggunakan
kertas saring sebagai media tampung dapat
digunakan.
Tabel tersebut menunjukan bahwa
rerata diamater zona hambat antibiotik
ciprofloxacin terhadap bakteri E.coli
dengan menggunakan metode difusi teknik
sumuran adalah 62 mm menunjukan hasil
sensitif, rerata diameter zona hambat yang
terbentuk dengan menggunakan inovasi uji
difusi menggunakan kertas saring sebagai
media tampung antibiotik ciprofloxacin
adalah 39 mm menunjukan hasil sensitif.

Kedua teknik uji tersebut


menunjukan hasil sensitif namun memiliki
angka rerata diameter zona hambat yang
berbeda, dimana rerata diameter zona
hambat yang terbentuk pada inovasi uji
difusi menggunakan kertas saring sebagai
media tampung antibiotik lebih kecil
dibandingkan dengan rerata diameter zona
hambat menggunakan metode difusi teknik
sumuran. Perbedaan tersebut disebabkan
karena tumpukan kertas saring yang terlalu
Faktor faktor tersebut secara
Brooks, G. F., Janet, S.B., Stephen, A.M. 2005.
keseluruhan dapat dikontrol saat prosedur Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology). Penerjemah: Eddi
pengujian berlangsung. Konsentrasi
Mudihardi, dkk. Jakarta: Salemba Medika.
mikroba dapat dikontrol dengan
Djide, M.N., dan Sartini. 2008. Dasar-Dasar
pemakaian inokulum standar dari suspensi Mikrobiologi Farmasi. Makassar: Lembaga
Penerbit UNHAS.
bakteri yang secara kualitatif sama
dengan kekeruhan warna larutan standar
Guillemot, Didier. Antibiotic use in
Mc Farland yaitu putih keruh (Febrika, humans and bacterial resistance.
2012). Current Opinion in Microbiology.
1999; 2:494–498.
Jawetz, E., Melnick, J. L., and Adelberg, E. A.
Kesimpulan
2000. Mikrobiologi Kedokteran, Buku 1 &
Rata-rata diameter zona hambat
antibiotik dengan menggunakan kertas
saring sebagai media tampung adalah 39
mm. Perbedaan diameter zona hambat
menggunakan teknik sumuran dengan
teknik kertas saring sebagai media
tampung antibiotik adalah 62 mm dan 39
mm.
.
Daftar Pustaka
Adila R, Nurmiati, Agustien A. 2013. Uji
Antimikroba Curcuma spp.
Terhadap Pertumbuhan
Candida
albicans,
Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.Jurnal Biologi
Universitas Andalas.

Asriadi, 2012. Uji Sensitivitas Beberapa


Antibiotik Terhadap Bakteri Penyebab
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di
RSUD Syech Yusuf di Kab.Gowa.
[SKRIPSI], UIN Alauddin Makassar.

Bari, S.B., Mahajan, B.M., dan Surana, S.J. 2008.


Resistance to Antibiotic: A Challenge In
Chemotherapy.Indian Journal
of
Pharmaceutical Education and Research
2008.
Buku 2, Bagian Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran. Universitas
Airlangga, Jakarta: Salemba Medika.

Jawetz et al. 2001. Mikrobiologi Kedokteran, Buku


I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian Mikrobiologi.
FKU Unair Jakarta: Salemba Medika.

Juliantina FR. 2008. Manfaat sirih merah


(piper crocatum) sebagai agen
antibakterial terhadap bakteri gram
positif dan gram negatif. JKKI –
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia.

Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D.


2000. Color Atlas of
nd
Pharmacology.2 .ed. New York :
Thieme.
Marliana, Herci. (2008). Optimasi Pereaksi
(Schryver) Menjadi Kertas Indikator.
Untuk Identifikasi Formalin Dalam
Sampel Makanan [SKRIPSI],
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia, Depok

Norajit K, Laohakunjit N, Kerdchoechuen


O. 2007. Antibacterial Effect of Five
Zingiberaceae Essential Oils.
Molecules.

Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi.


Jakarta : ErlanggaPERMENKES RI, 2011,
Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik,
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Sacher, R.A., McPherson, R.A. 2004. Tinjauan


Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Setiabudy, R., Gunawan, S. G., Nafrialdi


dan Elysabeth. 2009. Antimikroba.
In: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,
5 th ed. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Soemarno, 2000. Teknik Dasar Pemeliharaan


Mikroba. Jakarta: Intan Prawira

Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
REVIEW JURNAL 3 METODE SHORT AUTOMATED INSTRUMENT SYSTEM

Keywords:

UJI, ANTIBIOTIK, MEDIUM, YANG, DIAMETER, TEKNIK, TEST,

MENGGUNAKAN, Uji sensitivitas, dengan menggunakan

Digest: Rancangan penelitian ini adalah penelitian eksperiment dengan melihat uji difusi

menggunakan kertas saring sebagai media tampung antibiotik dengan menggunakan E.coli

sebagai bakteri uji Data yang diperlukan adalah diameter zona hambat yang terbentuk pada

media MHA saat melakukan uji sensitivitas metode difusi sumuran dan teknik kertas saring

sebagai media tampung antibiotic Rerata diameter zona hambat yang terbentuk pada inovasi uji

difusi menggunakan kertas saring sebagai media tampung antibiotik lebih kecil dibandingkan

dengan rerata diameter zona hambat menggunakan metode difusi teknik sumuran

Kata Kunci : Uji Teknik Difusi; Kertas Saring; Escherichia Coli; Bakteri Uji Diffusion

Techniques Test Using Medium Antibiotic Film Paper With Escherichia Coli As Bacteria Test

Abstract The antibiotic sensitivity test is a used to test the sensitivity of a bacterium to an

antibiotic Keywords: Diffusion Techiniques; Test; Film Paper; Escherichia Coli; Bakteria Test

Pendahuluan Uji sensitivitas antibiotik merupakan tes yang digunakan untuk menguji kepekaan

suatu bakteri terhadap suatu antibiotic Uji sensitivitas dengan metode difusi agar plate dapat

dilakukan dengan cara Kirby Bauer dengan teknik disc diffusion (cakram disk) atau bisa juga

menggunakan teknik sumuran Teknik kerja dari metode Kirby Bauer cukup sederhana dimana
teknik disc diffusion akan lebih mudah dikerjakan dibandingakan dengan teknik sumuran, akan

tetapi uji sensitivitas menggunakan teknik disc diffusion memiliki harga disk antibiotik yang

relatif mahal sehingga tidak selalu tersedia ketika dibutuhkan untuk praktikum, sehingga teknik

sumuran menjadi lebih efisien untuk digunakan Uji sensitivitas dengan teknik sumuran

dilakukan dengan cara membuat suatu lubang atau sumuran pada media agar plate sehingga

antibiotik dapat dimasukkan, akan tetapi pada saat pembuatan sumuran memiliki beberapa

kesulitan seperti terdapatnya sisasisa agar pada suatu media yang digunakan untuk membuat

sumuran, selain itu juga besar kemungkinan media agar retak atau pecah disekitar lokasi

sumuran sehingga dapat mengganggu proses peresapan antibiotik kedalam media yang akan

mempengaruhi terbentuknya diameter zona bening saat melakukan uji sensitivitas, sehingga

diperlukan teknik yang cukup baik untuk mendapatkan sumuran utuh yang tidak mengganggu

kerja dari uji sensitifitas antibiotik terhadap suatu bakteri

Dalam penelitian ini ingin diketahui hasil inovasi uji difusi menggunakan kertas saring sebagai

media tampung antibiotik dengan menggunakan E.coli sebagai bakteri uji. Data yang di

kumpulkan berupa: diameter zona hambat yang terbentuk pada media MHA saat melakukan uji

sensitivitas metode difusi sumuran Diameter zona hambat yang terbentuk pada media MHA saat

melakukan uji sensitivitas dengan teknik kertas saring sebagai media tampung antibiotik

You might also like