You are on page 1of 7

ARTIKEL PENELITIAN

Jurnal Oftalmologi 2021, Vol. 3, No. 2.


E-ISSN.2541-4283

KARAKTERISTIK DAN PENANGANAN PENDERITA


SINDROM RUBELLA KONGENITAL DI PUSAT MATA NASIONAL
RUMAH SAKIT MATA CICENDO
Mayasari Wahyu1,2, Feti Karfiati1,2, Irawati Irfani1,2, Primawita Oktarima Amiruddin1,2, Sesy Caesarya1,2
1
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
2
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

ABSTRACT
Introduction : Congenital rubella syndrome is a collection of symptoms caused by rubella virus infection
during pregnancy. Congenital rubella syndrome often associated with ocular and systemic disease that
are important for early diagnosis and management to prevent visual deprivation.
Purpose : To determine the characteristic, clinical manifestation and management associated with
congenital rubella syndrome in Cicendo Eye Hospital National Eye Center during January 2017 –
December 2020.
Methods :This was retrospective observational study and conducted from January 2017 – December
2020. The medical records of patients diagnosed with laboratory confirmed congenital rubella syndrome
were included. We studied the demographic profile, associated ocular and systemic manifestation, and
the management.
Results : The study included 137 eyes of 84 patients with congenital rubella syndrome. Median duration
of postoperative follow up was 9 months. Most patients were below 6 months of age and most patients
were presented with bilateral manifestation. Ocular manifestations were congenital cataract, congenital
glaucoma and pigmentary retinopathy. Non ocular manifestations were congenital heart disease, hearing
impairment, microcephaly and developmental delay. Irrigation aspiration with primary posterior
capsulotomy and anterior vitrectomy without intraocular lens implantation was the most frequent
technique. Visual axisopacity was complication that were found after surgery.
Conclusions :There were various ocular and systemic manifestation of congenital rubella syndrome.
Surgical management were performed in all cases with irrigation aspiration with primary posterior
capsulotomy and anterior vitrectomy was the most frequent technique.
Keywords : Congenital rubella syndrome, ocular and non ocular manifestation, cataract and glaucoma
surgery

PENDAHULUAN
Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah di Asia Tenggara sebanyak 48% dan
adalah suatu kumpulan gejala akibat infeksi di Afrika sebanyak 38%. Jumlah bayi yang
virus Rubella selama kehamilan. Virus dilahirkan dengan CRS di provinsi Jawa
Rubella umumnya menyebabkan Timur tanpa vaksinasi diperkirakan
manifestasi klinis yang ringan, 50% orang sebanyak 0,77 tiap 1000 kelahiran. Dengan
yang terinfeksi Rubella tidak terdiagnosis, vaksinasi, angka ini menurun menjadi
namun bila infeksi Rubella terjadi pada 0,0045 tiap 1000 kelahiran. Rumah Sakit dr.
masa kehamilan, virus Rubella dapat Sutomo Surabaya telah melakukan
menembus sawar plasenta dan menginfeksi surveilans CRS selama 15 tahun dengan
janin sehingga menyebabkan berbagai hasil tahun 1993-2003 sebanyak 39 kasus
kelainan pada janin. 1-4 CRS, tahun 2005-2008 sebanyak 29 kasus
CRS saat ini masih ditemukan di negara- CRS dan tahun 2011-2013 sebanyak 31
negara berkembang. Bayi lahir dengan CRS kasus CRS. 1-4
diperkirakan sebanyak 238.000 setiap Penyakit CRS dapat menyebabkan
tahun di dunia. Kejadian CRS tertinggi kelainan pada berbagai organ tubuh.

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.


ARTIKEL PENELITIAN

Kelainan yang paling sering dijumpai antara di (a) dan satu di (b). Kategori (a) adalah
lain gangguan pendengaran, gangguan katarak, glaukoma kongenital, penyakit
penglihatan dan gangguan jantung. jantung kongenital, gangguanpendengaran,
Manifestasi okular yang paling sering dan retinopati pigmentosa. Kategori (b)
ditemui antara lain katarak, retinopati adalah purpura, splenomegaly, mikrosefali,
pigmentosa bilateral dan glaukoma. retardasi mental, meningoensefalitis,
Penelitian observasional ini bertujuan untuk radiolucent bone disease, jaundice yang
menilai manifestasi klinis dan tatalaksana dimulai 24 jam setelah lahir.
pasien anak dengan CRS.1,5 Kasus konfirmasi laboratorium
didefinisikan semua anak dengan hasil
SUBJEK DAN METODE pemeriksaan laboratorium IgG dan IgM
Penelitian ini dilakukan di Pusat Mata Rubella positif.
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Pasien kemudian dilakukan follow up
dengan mengambil data rekam medis paska operasi untuk menilai komplikasi
pasien yang didiagnosis CRS pada bulan yang terjadi paska operasi. Hasil penelitian
Januari 2017 – Desember 2020. Data yang dicatat dalam Windows Microsoft Excel
diambil adalah usia, jenis kelamin, 2010 dan ditampilkan dalam bentuk tabel.
lateralitas, daerah asal penderita, kondisi
sistemik penyerta, kelainan okular penyerta, HASIL PENELITIAN
hasil pemeriksaan laboratorium, jenis Dari data penderita CRS selama periode
tindakan operasi, dan komplikasi pasca Januari 2017 – Desember 2020, didapatkan
operasi. 81 pasien suspek CRS, pasien CRS klinis
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah sebanyak 43 pasien dan sebanyak 41
seluruh anak yang terkonfirmasi CRS pasien yang didiagnosis dengan CRS
secara klinis dan laboratorium pada bulan laboratory confirmed.
Januari 2017 – Desember 2020. Kriteria Tabel 1 menampilkan karakteristik
eksklusi dari penelitian ini adalah pasien penderita CRS. Kasus CRS ditemukan
yang didiagnosis CRS dengan followup berjumlah sama antara laki-laki dan
pasca operasi kurang dari 1 bulan. perempuan, masing-masing sebanyak 42
Diagnosis CRS, katarak, dan kelainan penderita. Penyebaran usia pada penelitian
okular penyerta ditegakkan setelah ini paling banyak pada usia 0-6 bulan
dilakukan pemeriksaan oftalmologi segmen sebanyak 73 penderita (86,90%). Penderita
anterior dengan menggunakan lampu celah CRS lebih banyak terjadi secara bilateral
dan pemeriksaan segmen posterior dengan yaitu 53 penderita (63,10%). Pasien paling
oftalmoskopi indirek serta pemeriksaan banyak berasal dari provinsi Jawa Barat
ultrasonografi. Pemeriksaan kondisi yaitu 58 penderita (69,04%).
sistemik penyerta dilakukan oleh dokter
spesialis anak, dan pemeriksaan gangguan
pendengaran dilakukan oleh dokter
spesialis Telinga Hidung Tenggorokan.
Kasus konfirmasi klinis didefinisikan semua
anak yang dideteksi oleh dokter ahli
sekurang-kurangnya dua dari komplikasi
yang disebutkan pada bagian (a) atau satu

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.


ARTIKEL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik Penderita gangguan pendengaran sebanyak 30


Persentase pasien (35,71%). Penderita dengan
Karakteristik Jumlah
(%)(n=84) penyakit jantung kongenital sebanyak 13
JK
Laki-laki 42 50,00 pasien (15,47%). Penderita dengan
Perempuan 42 50,00 mikrosefali sebanyak 40 pasien (47,61%).
Usia (bulan) Penderita dengan keterlambatan
0-6 73 86,90 perkembangan sebanyak 30 pasien
7-11 11 13,10 (35,71%). Kelainan lain seperti
Lateralitas meningoensefalitis, purpura, splenomegali,
Unilateral 31 36,90 penyakit tulang radiolusen, dan ikterik
Bilateral 53 63,10 dalam 24 jam pasca kelahiran tidak
Asal Penderita
ditemukan.
Jawa Barat 58 69,04
Luar Jawa Tabel 3. Hasil Pemeriksaan
Barat 26 30,96 Laboratorium
Jumlah
Persentase
Hasil (n = 41
Tabel 2. Karakteristik Klinis Penderita CRS (%)
pasien)
Jumlah Jumlah IgM (+) dan
Kelainan (n = 84 (n = 137 IgG (+) 24 58,53
pasien) Mata) IgM (+) dan
I. Kelainan Okular IgG (-) 11 26,82
Katarak 73 IgM (-) dan
111 (81%)
Kongenital (86,9%) IgG (+) 6 14,65
Glaukoma 12
20 (14,6%)
Kongenital (14,3%)
RetinopatiPigm Tabel 3 menampilkan hasil pemeriksaan
6 (7,1%) 6 (4,4%) laboratorium. Pasien yang didapatkan hasil
entosa
II. Kelainan IgM dan IgG positif sebanyak 24 pasien.
Sistemik Pasien yang didapatkan hasil IgM positif
Gangguan dan IgG negatif sebanyak 11 pasien. Pasien
30 (35,7%)
Pendengaran
Penyakit yang didapatkan hasil IgM negatif dan IgG
JantungKonge 13 (15,5%) positif sebanyak 6 pasien.
nital
Mikrosefali 40 (47,6%) Tabel 4. Tindakan Operasi
Keterlambatan Jumlah
30 (35,7%) Tindakan Persentase
Perkembangan (n = 137
Operasi (%)
mata)
Tabel 2 menampilkan distribusi gejala AI+PPC+VA 117 85,40
pasien CRS berdasarkan kriteria World AI+PPC+VA+
1,59
Health Organization (WHO). Penderita Membranektomi 12
dengan katarak kongenital sebanyak 73 Trabekulektomi
1,59
trabekulotomi 8
pasien (86,90%) sebanyak 111 mata. Keterangan: AI = Aspirasi Irigasi, VA = Vitrektomi
Penderita dengan glaukoma kongenital anterior, PPC = primary posterior capsulotomy
sebanyak 12 pasien (14,28%) dengan 20
Tindakan operasi yang paling banyak
mata. Penderita dengan retinopati
dilakukan adalah ekstraksi lensa dengan
pigmentosa sebanyak 6 pasien (7,14%)
aspirasi irigasi dengan primary posterior
dengan 6 mata. Penderita dengan
capsulotomy (PPC) dan vitrektomi anterior

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.


ARTIKEL PENELITIAN

(VA) tanpa implantasi lensa intraokular bulan sebanyak 73 orang (86,90%), dan
(LIO) yaitu pada 61 mata (96,83%). yang berumur 7-12 bulan sebanyak 11
Sebanyak 1 mata (1,59%) dilakukan orang (13,10%). Penderita CRS umumnya
tindakan aspirasi irigasi + PPC + VA sudah dapat ditemukan pada umur awal
dengan tindakan tambahan kelahiran.6,7
membranektomi, dan sebanyak 1 mata Lateralitas dapat membantu
(1,59%) dengan glaukoma kongenital memperkirakan prognosis visual pada mata
dilakukan trabekulektomi trabekulotomi. penderita. Pada penelitian oleh Shah dkk
didapatkan penderita bilateral sebanyak 16
Tabel 5. Komplikasi Pasca Operasi orang dan unilateral sebanyak 5 orang.
Komplikasi Visual axisopacity Pada penelitian ini didapatkan penderita
Follow up 1 bulan 4 mata unilateral sebanyak 31 orang (36,90%) dan
penderita bilateral sebanyak 53 pasien
Follow up 3 bulan 1 mata
(63,10%). Walaupun prognosis visual pada
Follow up 6 bulan 1 mata
penderita CRS cenderung buruk, anak
Follow up 1 tahun 1 mata
dengan keterlibatan bilateral memiliki
prognosis yang cenderung lebih baik bila
Pada tabel 5 yaitu komplikasi pasca
dilakukan intervensi lebih dini. 1,2,5,6
operasi. Terdapat 7 pasien yang mengalami
Pada penelitian ini didapatkan asal dari
komplikasi pasca operasi. Pada follow up 1
pasien CRS yang berobat ke Rumah Sakit
bulan, muncul visual axis opacity (VAO)
Mata Cicendo, yaitu sebagian besar berasal
sebanyak 4 mata. Pada follow up 3 bulan,
dari provinsi Jawa Barat, yaitu sebanyak
muncul VAO sebanyak 1 mata. Pada follow
69,04% pasien. Hal ini mungkin disebabkan
up 6 bulan, muncul VAO sebanyak 1 mata.
letak rumah sakit Mata Cicendo yang
Pada follow up 1 tahun, terdapat VAO
berada di provinsi Jawa Barat.
sebanyak 1 mata.
WHO mengkategorikan CRS menjadi
kategori kasus CRS pasti, CRS klinis, CRS
DISKUSI
suspek dan bukan CRS berdasarkan alur
Penelitian tentang tatalaksana CRS pemeriksaan. Kasus CRS klinis adalah
pernah dibuat oleh Shah dkk dengan jumlah anak yang didapatkan setidaknya 2
sampel sebanyak 21 pasien. Pada komplikasi kelompok (a) atau satu tanda
penelitian oleh Shah dkk didapatkan komplikasi kelompok (a) dan satu tanda
penderita laki-laki sebanyak 11 orang dan komplikasi kelompok (b). Komplikasi
perempuan sebanyak 10 orang. Pada kelompok (a) ialah katarak kongenital,
penelitian ini penderita CRS laki-laki glaukoma kongenital, gangguan jantung
sebanyak 42 orang (50%) dan perempuan bawaan, gangguan pendengaran dan
sebanyak 42 orang (50%). Tidak ada retinopati pigmentosa. Komplikasi kelompok
kecenderungan jenis kelamin pada (b) yaitu purpura, splenomegali,
penderita CRS. Pada penelitian oleh Shah mikrosefalus, retardasi mental,
dkk pasien yang berumur 1-3 bulan meningoensefalitis, penyakit tulang
sebanyak 11 orang, pasien yang berumur 4- radiolusen, serta ikterik yang muncul pada
6 bulan sebanyak 8 orang dan yang 24 jam pertama setelah lahir. Pada
berumur 7-12 bulan sebanyak 2 orang. penelitian ini, anak yang ditemukan salah
Pada penelitian ini pasien yang berumur 1-6 satu tanda dari komplikasi kelompok (a)

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.


ARTIKEL PENELITIAN

atau (b) dikategorikan sebagai suspek CRS 40,90% pasien, gangguan pendengaran
yang kemudian dikonfirmasi dengan sebanyak 54,55%, pasien, mikrosefali
pemeriksaan laboratorium. Kasus CRS sebanyak 27,27% pasien dan
pasti pada bayi usia < 6 bulan adalah keterlambatan perkembangan sebanyak
suspek CRS dengan hasil positif 27,27% pasien. Hal ini sesuai dengan
pemeriksaan IgM. Kasus CRS pasti pada penelitian ini dimana kelainan sistemik yang
bayi usia 6-12 bulan adalah suspekCRS paling sering didapatkan adalah gangguan
dengan hasil positif pemeriksaan IgG dan pendengaran sebanyak 35,7% pasien.
IgM atau hasil positif pemeriksaan IgG 2x Pada penelitian ini juga didapatkan kelainan
berturut-turut. 4,7--11 sistemik lain yaitu penyakit jantung
Manifestasi klinis yang sering kongenital sebanyak 15,5% pasien,
ditemukan pada pasien CRS adalah mikrosefali sebanyak 49% pasien, dan
katarak. Hubungan antara katarak keterlambatan perkembangan sebanyak
kongenital dan infeksi Rubela pertama kali 35,7% pasien. 7,9,11
ditemukan oleh Norman Gregg pada tahun Pasien dengan CRS tidak memiliki
1941 ketika terjadi outbreak dari katarak tatalaksana yang spesifik. Tatalaksana
kongenital yang diduga terjadi karena pasien dengan katarak kongenital adalah
infeksi Rubela pada ibu hamil. Kelainan lain ekstraksi katarak dengan pembedahan.
pada pasien CRS antara lain penyakit Katarak yang signifikan sebaiknya dioperasi
jantung bawaan, gangguan pendengaran sebelum 6 minggu pada katarak unilateral
dan keterlambatan perkembangan. Pasien dan sebelum 10 minggu pada katarak
dengan CRS biasanya bermanifestasi lebih bilateral. Implantasi IOL dapat dilakukan
dari 1 kelainan, namun bisa saja hanya pada anak berumur diatas 1-2 tahun. Pada
terdapat 1 kelainan. Penelitian tentang penelitian ini, IOL tidak dipasang karena
manifestasi klinis CRS pernah dibuat oleh tidak ada pasien yang berumur lebih dari 1
Vijayalakhsmidkk dengan jumlah sampel tahun ketika operasi. 11-13
pasien CRS laboratory confirmed sebanyak Operasi katarak pada anak berumur
46 pasien. Pada penelitian tersebut, pasien kurang dari 4 tahun akan menimbulkan
CRS dengan kelainan okular, antara lain posterior capsular opacification (PCO).
katarak terdapat pada 93,1% mata, pasien Posterior capsular opacification
dengan glaukoma 6% mata dan pasien menyebabkan opasifikasi sekunder karena
dengan retinopati sebanyak 36% mata. Hal migrasi, proliferasi, dan diferensiasi dari sel-
ini sesuai dengan penelitian ini dimana sel epitel lensa. Posterior capsular
katarak merupakan manifestasi klinis yang opacification dapat menyebabkan gangguan
paling sering dijumpai, yaitu pada 86,9% penglihatan, terutama jika terjadi pada aksis
pasien. Dokter mata memiliki peran penting visual. Kapsulektomi posterior dan
pada pencegahan dan penanganan CRS vitrektomi anterior dilakukan untuk
karena gangguan okular dapat dijumpai mencegah terjadinya PCO. Menurut
pada awal kelahiran, berbeda dengan Vijayalakhsmi dkk, pendekatan operasi
kelainan sistemik yang biasanya dengan AI+PPC+VA merupakan teknik
bermanifestasi lebih lambat. Pada penelitian operasi yang paling sering dilakukan. Hal ini
lainnya oleh Vijayalakhsmi dkk, pasien sesuai dengan penelitian ini dimana teknik
dengan kelainan sistemik antara lain AI+PPC+VA merupakan teknik yang paling
kelainan jantung bawaan terdapat pada

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.


ARTIKEL PENELITIAN

banyak digunakan yaitu pada 85,40% mata berumur 1 tahun. Pada penelitian ini,
pasien. 12-14 terdapat VAO pada 7 mata (11,1%) dan
Pencegahan merupakan jalan terbaik dilakukan prosedur sekunder pada 6 mata
untuk menangani CRS. Menurut WHO, (9.5%) sebelum pasien berumur 1 tahun.
vaksinasi rubela dapat dilaksanakan Komplikasi VAO paling banyak didapatkan
bersama dengan vaksinasi campak dengan sewaktu follow up 1 bulan, sehingga
target bayi berumur 9-12 bulan hingga anak diperlukan follow up yang baik pada masa 1
berumur 15 tahun. Kemudian imunisasi juga bulan setelah operasi. 6,12,16
ditargetkan untuk populasi diatas umur 15 Pada penelitian Shah dkk didapatkan
tahun, baik laki-laki maupun perempuan komplikasi glaukoma sekunder sebanyak
dan juga mencakup tenaga kesehatan yang 43,2% mata. Sedangkan pada penelitian
belum diimunisasi. Menurut survei WHO, Vijayalakhsmi dkk didapatkan komplikasi
jumlah negara yang sudah memasukkan glaukoma sekunder sebanyak 12,5% mata.
vaksin rubela sebagai program nasional Pada penelitian ini tidak didapatkan
sudah meningkat, dari 83 negara pada glaukoma sekunder. Hal ini disebabkan
tahun 1997 menjadi 148 (76%) negara pada perbedaan metode pemeriksaan dan lama
tahun 2016. Deteksi dan penanganan sedini jangka waktu follow up paska operasi. Pada
mungkin sangat penting pada pasien CRS penelitian oleh Shah dkk dan Vijayalakhsmi
untuk mencegah deprivasi visual dan dkk dilakukan pemeriksaan tekanan
ambliopia. 6,11,15 intraokular menggunakan alat sedangkan
Visual axis opacification dapat pada penelitian ini pemeriksaan tekanan
menyebabkan ambliopia deprivatif sehingga intraokular sebagian besar menggunakan
penting untuk dicegah. Beberapa hal yang palpasi. Median durasi follow up pasca
dapat dilakukan untuk mencegah VAO operasi adalah 60,79 bulan pada penelitian
antara lain letak IOL in thebag, Shah dkk dan 68,5 bulan pada penelitian
pembersihan sisa massa lensa, Vijayalakhsmi dkk. Sedangkan median
hidrodiseksi, PPC dan VA. Visual axis durasi follow up pasca operasi pada
opacification merupakan komplikasi yang penelitian ini adalah 9 bulan. 6,15
paling banyak ditemukan pada operasi Keterbatasan penelitian ini yaitu
katarak anak dan bayi, walaupun sudah metode pengukuran tekanan intraokular
dilakukan PPC dan VA. Visual axis tidak seragam, ada yang dilakukan dengan
opacification terjadi karena proliferasi sel palpasi dan ada yang menggunakan Tono-
kapsul posterior lensa menuju aksis visual Pen, serta keterbatasan lamanya followup.
atau karena terbentuknya membran di pupil.
Jika terjadi VAO, dapat dilakukan YAG laser SIMPULAN
atau membranektomi. Prosedur YAG laser Karakteristik CRS pada penelitian ini
dapat dilakukan pada anak yang sudah paling banyak ditemukan pada usia < 6
kooperatif. Menurut Shah dkk, 5.4% dari bulan, dan terjadi secara bilateral. Gejala
mata yang dioperasi dilakukan prosedur okular yang didapatkan adalah katarak
sekunder untuk mengatasi VAO sebelum kongenital, glaukoma kongenital dan
pasien berumur 1 tahun. Sedangkan retinopati pigmentosa. Gejala sistemik yang
menurut Wilson dkk, 18.7% dari mata yang didapatkan adalah gangguan pendengaran,
dioperasi dilakukan prosedur sekunder gangguan jantung bawaan, mikrosefali dan
untuk mengatasi VAO sebelum pasien retardasi mental. Tindakan yang paling

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.


ARTIKEL PENELITIAN

banyak dilakukan adalah aspirasi irigasi 12. Vijayalakhsmi P, et al.Ocular Manifestations of


Congenital Rubella Syndrome in A Developing
dengan vitrektomi anterior dan primary Country. Indian J Ophthalmol 2002; 50: 307-11
posterior capsulotomy. 13. Cantor B, et al. Pediatric Ophthalmology and
Komplikasi pasca operasi yang Strabismus. Basic and Clinical Science Course.
2016. Hal 250-263.
didapatkan adalah visual axisopacity. Saran 14. Gasper C, et al. Complications of Pediatric
peneliti ialah diperlukan penelitian lebih Cataract Surgery. Ophthalmol. Basel, Karger,
2016, vol 57. Hal 69–84
lanjut dengan jangka waktu followup yang 15. Introducing rubella vaccine into national
lebih lama untuk dapat menilai hasil dari immunization programmes: a step by step guide.
tajam penglihatan pasien. World Health Organization. 2015. Hal 9-10.
16. Vijayalakhsmi P, et al. Visual Outcome of
Cataract Surgery in Children With Congenital
DAFTAR PUSTAKA Rubella Syndrome. J AAPOS 2003; 7: 91-95.

1. Lanzieri T, et al. Congenital Rubella Syndrome.


Center for Disease Control and Prevention.
National Center for Immunization and
Respiratory Disease. VPD Surveillance Manual
2. Kaushik A, Verma S, Kumar P. Congenital
rubella syndrome: A brief review of public health
perspectives. Indian J Public
Health 2018;62:52-4.
3. Wu Y, et al. Informing rubella vaccination
strategies in East Java, Indonesia through
transmission modelling. Vaccine. 2016. 1-7
4. Pedoman Surveilans Congenital Rubella
Syndrome (CRS). Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2016. 1-36.
5. Givens KT, et al. Congenital rubella syndrome :
Ophthalmic manifestations and associated
systemic disorders. British Journal of
Ophthalmology 1993; 77: 358-363.
6. Shah SK, etal. Long-term Longitudinal
Assessment of Postoperative Outcomes After
Congenital Cataract Surgery in Childrenwith
Congenital Rubella Syndrome. J Cataract
Refract Surg 2014; 40: 2091-98.
7. Vijayalakhsmi P, Rajasundari Amala T,
etal.Prevalence of Eyesigns dalam Congenital
Rubella Syndrome in South India : A Role for
Population Screening. Br J Ophthalmology 2007;
91: 1467-1470 SE, Cochi SL. The Evidencefor
The Elimination of Rubella and Congenital
Rubella Syndrome in The United States : A
Public Health Achievement. CIN 2006, 43: S123-
5.
8. Dewan P, Gupta P. Burden of Congenital
Rubella Syndrome (CRS) in India: A Systematic
Review. Indian Pediatr 2012; 49: 377-99.
9. World Health Organization. Global Measles and
Rubella Strategic Plan 2012-2020.
10. World Health Organization. Surveillance
Standards. Vaccine-Preventable Disease.
Lastupdated: September 5, 2018.Hal 1-16.
11. Department of Healthand Human Services,
center for Disease Control and Prevention.
Epidemiology and Prevention of Vaccine
Preventable Disease. 2005.

Jurnal Oftalmologi (2021), Vol. 3, No. 2, 10-16.

You might also like