Professional Documents
Culture Documents
10
11
12
13
14
15
16
17
19 Fisheries, Udayana University, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali, Indonesia, 80361
20 E-mail : widiastutikarim@unud.ac.id
21 Abstract
22
23 Besides the second largest community in the coral reef ecosystem, the attractive shapes and
24 colors of soft coral make it an export commodity for the marine ornamental aquarium. The
25 transplantation methods in soft coral are limited. Commonly method for soft coral
26 transplantation is attached to the artificial substrate followed by placed at table frame.
27 However, this method is easily covered by algae and costly. One of the alternative methods is
28 vertically hanging that commonly applied in hard coral. This study aimed to examine the
29 average differences of growth rates among different transplanted soft coral species, two
30 different locations, and the presence of interaction between soft coral species and location
31 towards the difference of growth rates. Moreover, it determined the average survival rates
32 among different transplanted soft coral species at two different locations. There were three
33 soft coral species, whereas there were no significantly different average growth rates
34 between S.asterolobata and L.strictum L. strictum, Sinularia polydactyla and S.
35 asterolobata. They were fragmented at initial size ± 25 cm2, hanging vertically in 1.5 m
36 length, and 0.0254 m diameter followed by located inside and outside the Pegametan bay,
37 Sumberkima village, Buleleng Regency. The increased size of each transplanted soft coral
38 species and the number of survivals and environmental parameters were observed every two
39 weeks for 12 weeks. The average in growth rates among species, location, and interaction was
40 analysed using Anova-two ways test, whereas the survival rates were tested using Log Rank
41 test. Results showed that the average growth rates of transplanted soft coral inside the bay
42 were significantly higher (3.47 cm2) than outside the bay (1.64 cm2). Moreover, the average
43 growth rates of transplanted S.polydactyla were significantly higher than others (3.65 cm2),
44 (respectively; 2.35 cm2 dan 1.7 cm2). It was also indicated that different locations and species
45 did not differentiate the transplanted soft corals' average growth rate. The survival rates of the
46 transplanted soft corals in different locations were not significantly different as well.
47
48 Key words : Soft coral, transplantation, Hanging Method, Growth Rate, Survival Rate,
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58 1. Pendahuluan
1 2
2
59 Karang lunak merupakan salah satu organisme utama penyusun ekosistem terumbu
60 karang selain karang keras. Karang lunak termasuk dalam ordo Alcyonacea, kelas Anthozoa
61 dan sub kelas Octocorallia, bersama dengan kipas laut (Sea fans), biota ini tersebar luas di
62 perairan Indo-Pasifik (Manuputty, 2008). Karang lunak khususnya jenis Sinularia sp.,
63 Lobophytum sp. dan Cladiella sp., juga telah terbukti memiliki senyawa, antimikroba, anti-
64 inflamasi, sitotoksik dan lainnya (Murniarsih, 2016). Selain itu, karang lunak memiliki warna
65 dan corak yang sangat menarik, sehingga dijadikan biota penghias akuarium dan dapat
66 diekspor ke berbagai negara di dunia, dengan harga jual yang relative tinggi (Ellis, 1999) .
67 Saat ini metode budidaya karang lunak umumnya masih dilakukan dengan cara
68 ditempelkan pada substrat dan kemudian diletakkan di atas meja transplan. Namun metode ini
69 masih memiliki banyak kekurangan, seperti gangguan alga dan mahalnya biaya instalasi.
70 Salah satu metode alternatif yang dapat dilakukan yaitu metode gantung secara vertikal
71 dimana, metode ini masih jarang dilakukan untuk budidaya karang lunak dan umumnya
72 digunakan untuk budidaya karang keras (hard coral) (Kenneth et al., 2011). Penelitian
73 dengan metode gantung pada karang keras menunjukan bahwa metode ini menghasilkan
74 tingkat kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan yang cukup tinggi, dengan pertumbuhan
75 meningkat sebesar 175% selama kurun waktu 1 tahun 9 bulan (Sumitro and Omer, 2016).
77 menghasilkan pertumbuhan yang cenderung lebih baik pada metode gantung jika
79 pada metode penempelan substrat sebesar 9,19cm. Selain metode budidaya, laju pertumbuhan
80 karang lunak juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu antara lain, jenis karang lunak dan
81 kondisi lingkungan budidaya. Kondisi lingkungan yaitu meliputi, kedalaman, cahaya dan
83 PT. Dinar Darum Lestari merupakan salah satu perusahaan budidaya biota laut hias,
84 salah satunya adalah karang lunak. Lokasi budidaya karang lunak PT. Dinar terdapat di dalam
85 dan luar Teluk Pengametan, Desa Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Namun, tidak diketahui
3 3
4
86 lokasi budidaya karang lunak terbaik diantara lokasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini
87 dilakukan untuk untuk mengetahui laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup
88 transplan karang lunak dengan jenis dan lokasi yang berbeda menggunakan metode gantung.
89 Jenis karang lunak yang digunakan merupakan beberapa jenis karang lunak yang
90 dibudidayakan PT. Dinar Darum Lestari. Selain itu lokasi budidaya transplan karang lunak
91 juga dilakukan di lokasi budidaya PT. Dinar Darum Lestari yaitu dalam dan luar Teluk
92 Pengametan.
93 2. Metode
95 Penelitan ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2020 di Perairan Desa
100 Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya : Alat SCUBA, kamera
101 underwater, jangka sorong, perahu, pipa pvc, tali nilon, pelampung berbahan plastik,
102 pemberat berupa batu berukuran besar, refraktometer, termometer, ph meter, dan gunting,
103 kemudian bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : Sinularia. polydactyla,
107 sarana transplantasi, 2) Pengambilan sampel karang lunak, 3) Transplantasi karang lunak, 4)
110 Pembuatan kerangka metode gantung mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
111 Omer (2016). Kerangka terbuat dari pipa PVC dengan ukuran panjang 1,5 dan diameter
112 0,0254 meter untuk bagian tiang utamanya dan pada bagian lengan terbuat dari pipa PVC
113 dengan ukuran panjang 1 meter dan diameter 0,0127 meter, kemudian kerangka tersebut
118 Sampel karang lunak berasal dari hasil budidaya PT. Dinar Darum Lestari. jumlah
119 fragmen karang lunak yang dibutuhkan untuk masih – masing jenis yaitu 3 fragmen per jenis.
120 Masing – masing jenis indukan karang lunak dipotong menjadi beberapa bagian
7 5
8
123 Fragmen karang lunak yang telah dipotong kemudian dijahit menggunakan tali nilon
124 yang kemudian diikat pada lengan kerangka pipa PVC dan masing – masing fragmen karang
127 Pertumbuhan karang lunak merupakan pertambahan luas permukaan yang merupakan
128 hasil perkalian panjang dan lebar (Arafat, 2009). Pengamatan pertumbuhan dilakukan selama
131 Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial 2 faktor.
132 Pertimbangan penggunaan RAK karena di alam terbuka membuat homoginitas kondisi di luar
133 perlakuan antar ulangan sangatlah sulit. Sementara itu, perlakuan (faktor) dalam penelitian ini
134 adalah jenis karang lunak (S) dan lokasi transplantasi (L). Perlakuan jenis karang lunak terdiri
136 perlakukan Lokasi terdiri dari 2, yaitu L1 (di luar teluk) dan L2 (di dalam teluk).
141 Keterangan :
144 L0 : Rata-rata Luas karang lunak pada saat awal penenaman (cm2)
156 Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan karang lunak digunakan
157 Analisis Varian (Anova) faktorial 2 faktor. Dalam analisis varian dapat dilihat pengaruh
158 faktor tunggal, yaitu jenis karang lunak dan lokasi penanaman dan interaksinya terhadap
159 pertumbuhan karang. Sebelum dilakukan analisis varian, terlebih dahulu dilakukan uji
160 normalitas data, karena analisia varian bisa dilakukan apabila data yang dianalisis terdistribusi
161 normal.
163 Apabila pengaruh perlakuan baik jenis karang lunak maupun lokasi penanaman
164 menunjukkan perbedaan yang nyata (nilai Sig < 0.05) terhadap pertumbuhan karang, maka
165 perlu dilakukan analisis lanjutan. Analisi lanjutan yang diperlukan adalah uji Beda Nyata
166 Terkecil (BNT). Uji BNT akan mengevaluasi ada tidak perbedaan yang nyata antar level
167 perlakuan.
169 Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk mengetahui fungsi survival yang
170 digunakan untuk membentuk kurva Survival Kaplan Meier (Kleinbaum and Klein, 2005).
171 Pada analisis survival selalu terjadi censored (data tersensor), yang merupakan informasi
172 mengenai suatu individu, dimana individu tersensor apabila suatu penelitian berakhir individu
173 tidak mengalami suatu kejadian (kematian). Setelah kurva tingkat kelangsungan hidup
176 3.1 Parameter Lingkungan Kualitas Perairan Lokasi Budidaya Transplan Karang Lunak
11 7
12
177 Nilai rata – rata Salinitas dan pH pada kedua lokasi budidaya berada pada kisaran yang sama.
178 Suhu perairan di kedua lokasi juga relatif sama sampai dengan minggu ke-6, dimana suhu
179 perairan di luar teluk lebih tinggi 2-4°C. Kekeruhan juga memilki rentang nilai yang tidak
180 jauh berbeda antar dua lokasi budidaya, namun nilai kekeruhan di dalam teluk sedikit lebih
181 tinggi daripada di luar teluk. Kondisi yang sama juga terlihat pada nutrien (nitrat dan fosfat)
182 dalam air laut, dimana konsentrasi nitrat dan fosfat sepanjang pengamatan menunjukkan
183 kisaran yang sama pada kedua lokasi. Pada penelitian ini nilai kecepatan arus lebih tinggi
184 pada lokasi pengamatan luar teluk dibandingkan dengan lokasi pengamatan dalam teluk.
185 Kecerahan pada kedua lokasi budidaya tergolong rendah dimana di dalam teluk <50%
187 Tabel 1. Data Rata – Rata Parameter Fisika dan Kimia di luar dan dalam Teluk Pengametan
189 Nilai salinitas, dan pH yang relatif sama di kedua lokasi budidaya diduga selama
190 pengamatan berlangsung, kondisi cuaca pada kedua lokasi budidaya cenderung sama.
191 menurut Nontji (2002), faktor yang mempengaruhi beda tingginya salinitas perairan adalah
192 cuaca, selain itu menurut Nybakken (1998), Air laut baik di pesisir maupun laut terbuka
193 memiliki pH yang relatif stabil. Nilai salinitas dan pH pada kedua lokasi budidaya berada
13 8
14
194 dalam kisaran baik untuk pertumbuhan karang lunak yaitu, pada salinitas 33 – 36 psu
196 Perbedaan suhu perairan pada minggu ke-8 diduga karena perubahan kecepatan arus
197 yang ada di lokasi budidaya luar teluk dimana mengalami peningkatan pada waktu yang
198 relatif sama. Menurut Hadikusumah (2008), variasi suhu dipengaruhi oleh pola arus yang
199 dihasilkan oleh pasang surut dan angin. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Gemilang et al.
200 (2017), dimana suhu perairan di dalam teluk lebih rendah dibandingkan dengan bagian di luar
201 teluk dikarenakan tidak adanya pengaruh angin atau arus. Namun, rata-rata suhu perairan
202 pada kedua lokasi budidaya berada pada kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan karang
204 Rendahnya kecerahan pada lokasi budidaya di luar teluk diduga disebabkan karena
205 teraduknya partikel yang disebabkan oleh arus. Hal ini terlihat dari kecepatan arus yang
206 mencapai 0,06 – 0,36 m/s, berdasarkan matriks kriteria parameter lingkungan biofisik
207 perairan untuk kesesuaian rahabilitasi terumbu karang, pengukuran yang berada pada lokasi
208 budidaya luar teluk masuk kedalam kategori sangat sesuai untuk dilakukannya transplantasi,
209 sedangkan kecepatan arus yang ada pada lokasi dalam teluk berkisar antara 0.005 – 0,097 m/s
210 matriks kriteria parameter lingkungan biofisik perairan untuk kesesuaian rahabilitasi terumbu
211 karang, pengukuran yang berada pada lokasi budidaya dalam teluk masuk kedalam kategori
212 sesuai untuk dilakukannya proses transplantasi (Sahetapy, 2016).Rendahnya kecerahan pada
213 lokasi budidaya di dalam teluk dapat disebabkan oleh adanya aktifitas keramba jaring apung.
214 Menurut Siagian (2018), rendahnya kecerahan pada perairan yang dekat dengan keramba
215 jaring apung, disebabkan oleh sisa – sisa pakan yang terbuang ke perairan sehingga
216 menyebabkan penurunan tingkat kecerahan perairan dan meningkatkan nilai kekeruhan. Nilai
217 kekeruhan di kedua lokasi budidaya masih berada di bawah baku mutu kualitas air untuk biota
218 laut yaitu <5 NTU (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang baku mutu kualitas air
15 9
16
220 Konsentrasi nitrat dalam air laut di kedua lokasi budidaya menunjukkan nilai yang
221 melebihi nilai standar baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup No.20
222 tahun 2004 yaitu 0,008 mg/l. Konsentrasi fosfat di air laut pada kedua lokasi secara umum
223 masih berada di bawah nilai standar baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan
224 Hidup No.20 tahun 2004 yaitu 0,015 mg/l, (Kementrian Lingkungan Hidup No.20 tahun
225 2004). Konsentrasi nitrat yang tinggi dapat berasal dari aktifitas keramba jaring apung yaitu
226 pakan sisa yang tidak habis dimakan oleh ikan (Kabalmay et al., 2017).
228 Data yang digunakan dalam analisis varian dengan rancagan acak kelompok (RAK).
229 Dimana secara keseluruhan dapat dilihat rata-rata laju pertumbuhan luar teluk lebih rendah
230 bila dibandingkan denga laju pertumbuhan rata – rata yang ada di dalam teluk.
231 3.2 Laju Pertumbuhan Transplan Karang Lunak Yang Ditransplantasikan Di Luar Dan
233 Rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak yang dibudidayakan di luar dan
234 dalam Teluk Pengametan selama 12 minggu ditunjukkan pada Tabel 2. Pertambahan ukuran
235 (augmentasi) akhir fragmen pada masing-masing jenis karang lunak dan lokasi budidaya
236 menunjukkan kisaran rata-rata 1 kali ukuran awal, kecuali pada transplan karang lunak S.
237 polydactyla yang mengalami pertambahan ukuran lebih besar dari jenis karang lunak yang
239 Tabel 2. Rata-rata (mean±stdv) laju pertumbuhan transplan karang lunak yang di
Laju
Ukuran Luas Awal Ukuran Luas Akhir Augmentasi
Spesies Lokasi Pertumbuhan
(cm2) (cm2) (cm2)
(cm2)
S.polydact Luar 25.09 ± 4.76 49.43 ± 9.26 2.23 ± 0.44 2.01 ± 0.36
yla
Dalam 21.78 ± 4.61 8.23 ± 2.59 8.22 ± 3.73 4.82 ± 1.61
Luar 28.38 ± 3.80 27.89 ± 20.24 0.94 ± 0.83 1.09 ± 0.84
L.strictum
Dalam 21.67 ± 4.09 32.31 ± 5.01 2.46 ± 1.22 1.53 ± 0.35
17 10
18
S.asterolob
Luar 27.46 ± 4.28 39.80 ± 15.95 1.74 ± 1.15 0.64 ± 0.90
ata Dalam 24.99 ± 3.93 44.58 ± 5.33 2.92 ± 0.32 1.26 ± 0.91
241
242 Berdasarkan uji ANOVA dua arah nilai rata – rata laju pertumbuhan terhadap lokasi
243 dan spesies mendapatkan nilai perbedaan yang signifikan (P<0,05) (Tabel 3) hal ini
244 menunjukan adanya perbedaan antar perlakuan, nilai P berturut turut sebesar P = 0,00053 dan
245 P = 0,0123, namun nilai rata – rata laju pertumbuhan terhadap interaksi antar perlakuan
246 mendapatkan nilai yang tidak signifikan (P>0,05), hal ini menunjukan tidak adanya
248
249
SK DB JK KT F-Hitung Sig
Ulangan 2 1,348 0,674 0,223 0,803
L 1 37,787 37,78 12,550 0,0053**
S 2 42,505 21,252 7,059 0,0123*
LxS 2 21,647 10,823 3,595 0,066
Galat 10 30,107 3,010
Total 17 133,394
251 Dimana: SK = Sumber keragaman, DB = Derajat bebas, JK = Jumlah kuadrat, KT = Kuadrat
252 tengah, Sig = tingkat signifikansi, S = jenis karang lunak, L = lokasi penanaman karang.
253 Berdasarkan hasil uji dua arah-ANOVA, rata-rata laju pertumbuhan semua jenis
254 transplan karang lunak berbeda signifikan (P<0,05) dimana berdasarkan Uji lanjut BNT, rata-
255 rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum lebih rendah secara signifikan
256 daripada laju pertumbuhan transplan karang lunak S. polydactyla (P<0,05) (Tabel 4), tetapi
257 tidak berbeda dengan rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak S. asterolobata pada
258 semua lokasi budidaya. Hasil Uji BNT juga menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan
259 transplan karang lunak S. polydactyla signifikan lebih tinggi daripada S. asterolobata
260 (P<0,05) (Tabel 9). Pola pertumbuhan berdasarkan data laju pertumbuhan rata-rata ketiga
19 11
20
261 jenis karang transplan pada lokasi budidaya berbeda ditampilkan pada Gambar 4 dimana
262 pertumbuhan tertinggi didominasi oleh karang lunak S.polydactyla dan terendah terdapat pada
264
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Minggu Ke-0 Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8
266 Gambar 4. Pola pertumbuhan transplan karang lunak S.polydactyla, S. asterolobata dan
267 L.strictum.
268
269 Rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak menunjukkan perbedaan yang
270 signifikan antar lokasi budidaya (P<0,05) (Tabel 3) dimana semua jenis transplan karang
271 lunak yang dibudidayakan di dalam teluk memiliki rata-rata laju pertumbuhan lebih tinggi
272 daripada di luar teluk (Tabel 2). Pola pertumbuhan berdasarkan data laju pertumbuhan rata-
273 rata ditampilkan pada Gambar 3. Pertumbuhan di dalam teluk menunjukkan pertumbuhan
274 yang lebih tinggi hingga minggu ke-8. Walaupun variable jenis karang lunak dan lokasi
276 karang lunak secara signifikan, tetapi secara bersama-sama kedua variable tersebut tidak
277 memberikan perbedaan yang signifikan pada rata-rata laju pertumbuhan semua jenis transplan
21 12
22
60
50
40
30
20
10
0
Minggu Ke-0 Minggu ke-2 Minggu ke-4 Minggu ke-6 Minggu ke-8
282 Rata – rata laju pertumbuhan transplan karang lunak L. strictum cenderung sama
283 dengan karang lunak S.asterolobata pada metode budidaya gantung, diduga karena kedua
284 jenis karang lunak ini memiliki daya adaptasi yang rendah pada kondisi atau lingkungan yang
285 baru. Stres pada kedua jenis terlihat dari bentuk yang mengkerut, dan kedua jenis karang
286 lunak ini kembali menunjukkan bentuk normal lebih lama daripada jenis S.polydactyla.
287 menurut Villanueva et al.(2012) stress pada karang lunak dapat terjadi karena adanya tekanan
288 dari lingkungan yang baru. Karang lunak akan melakukan proses adaptasi dengan cara
289 menjaga kestabilan tubuhnya dengan cara mengeluarkan lendir atau mucus, dan jika proses
290 adaptasi berhasil karang lunak akan mengalami kondisi homeostasis, tetapi bila tidak berhasil
291 melakukan adaptasi karang lunak akan mengalami stress kembali (Sarwono, 1992 in Rani C.,
292 1999). Karang lunak jenis Sinularia spp. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap perubahan
293 cahaya maupun lokasi yang ada di perairan (Mohammed et al., 2017). Berdasarkan penelitian
294 yang dilakukan Cunha (2006) mengenai transplantasi karang lunak Sinularia sp.dengan dua
295 metode yang berbeda yaitu dengan metode ikat dan metode tebar yang dilakukan di kolam
296 terkontrol, diperoleh nilai pertumbuhan selama 40 hari sebesar ± 3 cm untuk kedua metode,
297 berbeda dengan karang lunak Sinularia sp., hasil studi Prastiwi et al. (2012) menunjukkan
298 laju pertumbuhan rendah pada karang lunak L.strictum yang dibudidayakan pada system
299 resirkulasi dengan system cahaya yang berbeda di kolam terbuka selama 84 hari atau 12
23 13
24
300 minggu, dengan laju pertumbuhan tertinggi mencapai ± 1,35 cm/minggu, namun pada hari ke-
301 42 tejadi pertumbuhan yang menurun hingga -2,89 cm. Hal ini mengindikasikan kemampuan
302 adaptasi kedua jenis karang lunak yaitu tinggi pada karang lunak Sinularia sp. dan rendah
304 Transplan karang lunak S.asterolobata memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah
305 dari S.polydactyla, dapat disebabkan adanya alga yang menutupi permukaan S.asterolobata.
306 Karang lunak S.asterolobata memiliki struktur polip yang kaku menurut Verseveldt J. (1977),
307 dan pada pengamatan langsung karang lunak S.polydactyla memiliki tekstur yang lebih lunak
308 dibandingkan dengan S.asterolobata, sehingga diduga alga lebih mudah menempel pada jenis
309 S.asterolobata. hal ini sesuai dengan McCook et al.(2001) yaitu kemampuan karang
310 berkompetisi dengan alga juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik atau bentuk pertumbuhan
311 karang. Hasil studi Abdul (2001) juga menunjukkan hal yang sama dengan penelitian ini,
312 yaitu alga menutupi permukaan polip karang lunak yang akhirnya menyebabkan kematian
313 pada karang lunak tersebut. rendahnya laju pertumbuhan pada karang lunak L. strictum juga
314 diduga disebabkan penempelan alga dan rendahnya kemampuan adaptasi. menurut Abdul
315 (2001) L. strictum memiliki kemampuan adaptasi yang rendah terhadap kecepatan arus dan
316 pergerakan air di kolom perairan yang disebabkan oleh ukuran polip L.strictum cenderung
317 kecil, dan memiliki jarak antar polip yang sedikit berjauhan. Jarak antar polip tersebut
318 disebabkan densitas polip yang rendah pda jenis karang lunak in, densitas polyp yang rendah
319 dapat menurunkan produksi mucus. menurut Levinton, (1982) polip karang mengasilkan
320 mucus untuk melepaskan partikel yang mengendap pada permukaannya. Morfologi polyp
321 tersebut dapat menyebabkan kemampuan untuk menyingkirkan alga yang menempel dan
323 Rata-rata Laju pertumbuhan transplan karang lunak yang dibudidayakan di dalam
324 teluk lebih tinggi diduga disebabkan karena adanya perbedaan kondisi lingkungan, khususnya
325 kecepatan arus, dimana arus di luar teluk lebih tinggi (0,194 ± 0,13 m/s) dibandingkan di
326 dalam teluk (0,028 ± 0,03 m/s). metode budidaya yang digunakan yaitu metode gantung
25 14
26
327 dipengaruhi oleh arus. Kecepatan arus yang kencang akan menyebabkan gerakan berlebih
328 terhadap transplan karang lunak, sehingga dapat menyebabkan transplan karang lunak
329 mengalami stress pada masa awal transplan. SStress tersebut dapat mengalihkan energi yang
330 dibutuhkan untuk pertumbuhan sehingga menurunkan laju pertumbuhan, bahkan dapat
331 menyebabkan transplan mati atau hilang/lepas dari tali seperti yang terjadi pada penelitian ini.
332 Menurut Khalesi et al. (2007), kecepatan arus dapat mempengaruhi pertumbuhan karang
333 lunak dimana kecepatan arus yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan menurun
334 dikarenakan polyp tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Namun, kecepatan
335 arus yang rendah seperti yang terdapat di dalam teluk juga dapat menurunkan laju
336 pertumbuhan yang disebabkan oleh tutupan alga pada permukaan polip. alga yang lebih
337 dominan berada pada dalam teluk disebabkan oleh kecepatan arus yang lebih rendah
338 dibandingkan dengan kecepatan arus yang ada di luar teluk serta nutrient yang tinggi. menurut
339 Ariani et al. (2017) perairan tenang akan memudahkan spora makroalga menempel pada suatu
341
342 3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Transplan Karang Lunak yang dibudidayakan di Dalam dan
344 Hasil uji log rank menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
345 kelangsungan hidup transplan antar jenis karang lunak yang dibudidayakan pada lokasi
346 budidaya tidak berbeda (x2 = 8.183, P = 0.146). namun demikian, waktu kematian transplan
347 karang lunak bervariasi antar jenis karang lunak dan lokasi budidaya. Transplan karang lunak
348 S. polydactyla yang dibudidayakan di kedua lokasi budidaya tidak mengalami kematian
349 hingga akhir penelitian (100%) (Gambar 6). Dengan demikian, kelangsungan hidup transplan
350 karang lunak S. polydactyla pada kedua lokasi lebih dari 50%. Transplan karang lunak S.
351 asterolobata yang dibudidayakan di luar teluk mulai mengalami kematian sebesar 50% pada
352 minggu ke-6 sedangkan jenis yang sama dibudidayakan di dalam teluk mulai mengalami
355 Gambar 6. Kurva kelangsungan hidup transplan karang lunak S.polydactyla, L.strictum, dan
357 Keterangan : censored = transplan karang lunak yang hidup sampai akhir durasi pengamatan
358 Kematian transplan karang lunak jenis L. strictum mulai terjadi pada minggu ke-4
359 yang terjadi di lokasi budidaya luar teluk, untuk jenis yang sama pada lokasi budidaya dalam
360 teluk kematian mulai terjadi pada minggu yang berbeda yaitu minggu ke-8, tetapi kurang dari
361 50% karang lunak mampu bertahan sampai akhir pengamatan. Hal yang berbeda ditunjukkan
362 pada jenis yang sama tetapi dibudidayakan di luar teluk dimana lebih dari 50% transplan
364 Tingkat kelangsungan hidup transplan karang lunak diduga berhubungan dengan
365 morfologi polip, seperti ukuran polip yang relative kecil pada karang lunak L. strictum.
366 Rendahnya tingkat kelangsungan hidup umumnya disebabkan penutupan alga di permukaan
367 koloni transplan karang lunak dan lepas/hilang. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup di
368 luar teluk umumnya disebabkan oleh lepasnya/hilangnya transplan pada metode gantung
369 akibat kecepatan arus yang lebih tinggi, sedangkan penyebab rendahnya tingkat kelangsungan
370 hidup di dalam teluk umumnya akibat penutupan alga pada permukaan koloni transplan
29 16
30
371 karang lunak. Pertumbuhan alga yang cepat di dalam teluk dapat disebabkan nutrient yang
373
374 4. Kesimpulan
376 1. Rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak yang dibudidayakan dengan
377 metode gantung di dalam teluk secara signifikan lebih tinggi yaitu 4,53 cm 2 daripada
379 2. Rata-rata laju pertumbuhan transplan karang lunak S.polydactyla signifikan lebih
380 tinggi dibandingkan dua jenis karang lunak lainnya, yaitu 5,22 cm 2, sedangkan Rata-
381 rata laju pertumbuhan transplan karang lunak S.asterolobata dan L.strictum tidak
382 berbeda signifikan yaitu masing-masing 2,33 cm2 dan 1,7 cm2 .
383 3. Perbedaan lokasi budidaya dan jenis karang lunak Bersama-sama tidak memberikan
385 4. Tingkat kelangsungan hidup ketiga jenis transplan karang lunak yang dibudidayakan
387
389 Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT Dinar Darum Lestari yang telah
31 17
32
391 Daftar Pustaka
392 [MENKLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2008. Keputusan Menteri Negara
393 Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.jakarta
394 Abdul H. 2001. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmentasi Buatan
397 Pulau Pari, Kepulauan Seribu [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut
399 Ariani, Nurgayah W, Afu LOA. 2017. Komposisi Dan Distribusi Makroalga Berdasarkan
400 Tipe Substrat Di Perairan Desa Lalowaru Kecamatan Moramo Utara. Sapa Laut
402 Bayer FM, Grasshoff J, Verseveldt. 1983. Illustrated Trilingual Glossary Of Morphological
403 And Anatomical Terms Applied To Octocorallia. Netherlands : Brill Archive. 75 hal
404 Cunha LFDN. 2006. Propagation and Nutrition of the Soft Coral Sinularia sp. [Tesis].
408 Ellis S. 1999. Farming Soft Corals for the Marine Aquarium Trade. Center for Tropical and
410 Gemilang WA, Rahmawan GA, Wisha UJ. Kualitas Perairan Teluk Ambon Dalam
413 Hadikusumah. (2008). Variabilitas suhu dan salinitas di Perairan Cisadane. Makara Sains.
414 12(2):82-88.
415 Haris A, Rani C. 2019. Karang Lunak Anthozoa : Octocorallia. Sleman : Penerbit
33 18
34
417 Insafitri, Nugraha, Wahyu A. 2006. Laju Pertumbuhan Karang Porites lutea. Ilmu Kelautan.
419 Kabalmay AA, Pangemanan NPL, Undap SL. 2017. Pengaruh kualitas fisika kimia perairan
420 terhadap usaha budidaya ikan di Danau Bulilin Kabupaten Minahasa Tenggara.
422 Kenneth N, Kevin G, Stephanie R. 2011. Coral Tree Nursery©: An Innovative Approach To
425 Khalesi MK, Beeftink HH, Wijffels RH. 2007. Flow-dependent growth in the zooxanthellate
426 soft coral Sinularia flexibilis. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology
428 Levinton, J. S. 1982. Marine Ecology. Englewoods Cliffs. Prentice Hall. New Jersey 526 hal.
429 Manuputty AEW. 2008. Beberapa Aspek Ekologi Oktokoral. Oseana, Volume XXXIII,
431 McCook LJ, Jompa J, Pulido GD. 2001. Competition between corals and algae on coral reefs:
433 Mohammed TAA, Komi MME, Shokur FM, Arab MEE. 2017. Growth Rate Evaluation of
434 the Alcyonacean Soft Coral Sinularia polydactyla (Ehrenberg, 1834) at Hurghada,
435 Northern Red Sea, Egypt. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. Vol.7,
437 Murniasih, Tutik. (2016). Laporan Akhir Kegiatan Penelitian "Bio-mining" Metabolit
441 Nugroho SC. 2008. Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Transplantasi
442 Karang Lunak Sinularia dura dan Lobophytum strictum di Pulau Pramuka,
35 19
36
443 Kepulauan Seribu, Jakarta. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
445 Prastiwi, D.I., Soedharma, D. & Subhan, B. 2012. Growth of transplanted soft corals
448 Sahetapy D. 2016. Penzonasian dan Penatakelolaan Kawasan Konservasi Perairan Teluk
449 Tuhaha Berbasis Ekosistem. Proposal Disertasi. Program Doktor (S3). Ambon :
450 Program Studi Ilmu Kelautan, Pascasarjana Universitas Pattimura Hal: 88-92
451 Siagian M. 2018. Pengaruh Budidaya Keramba Jaring Apung Terhadap Struktur Komunitas
452 Perifiton pada Substrat yang Berbeda di Sekitar Dam Site Waduk Plta Koto
453 Panjang Kampar Riau. Jurnal Akuatika Indonesia Vol. 3 No. 1/ Maret 2018 (26-35)
454 Sumitro SEN, Yousif OM. 20106. Development of a coral nursery as a sustainable resource
455 for reef restoration in Abu Al Abyad Island, Abu Dhabi, United Arab Emirates,
456 Arabian Gulf. Galaxea, Journal of Coral Reef Studies Vol. 18: 3-8.
457 Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di WilayahPesisir
459 Villanueva RD, Baria MVB, Cruz DWD. 2012. Growth and survivorship of juvenile corals
462 Yunus BH, Wijayanti DP, Sabdono A. 2013. Transplantasi Karang Acropora Aspera Dengan
463 Metode Tali Di Perairan Teluk Awur, Jepara. Buletin Oseanografi Marina Juli
37 20
38