You are on page 1of 8

Biomassa, kandungan klorofil dan nitrogen

daun dua varietas cabai (Capsicum annum) pada


berbagai perlakuan pemupukan

DASIYEM FATHONAH1,♥, SUGIYARTO2

Fathonah D, Sugiyarto. 2009. Effect of IAA and GA3 toward the growing and saponin
content of purwaceng (Pimpinella alpina). Bioteknologi 6: 21-28. The aims of this
research are to examine (i) the effect of IAA and GA3 in different concentrations to
the growth of the plants and (ii) the saponin contained inside the P. alpina, leaves.
The research was done in Sikunang Village, Kejajar Subdistrict, Wonosobo District,
Central Java from July to November 2007. The experiment methods were used the
Completely Random Design with two factors were used to analyze this experiment.
♥ Alamat korespondensi: First treatment gives IAA and GA3, second was done by giving different IAA and
1 SMA Negeri 1 Sapuran, Jl. Purworejo GA3 concentration. These experiments were repeated three times. Variables measured
Km. 20 Sapuran, Wonosobo 56373, in this research were the growth of plant which is consisted of the number of leaves,
Jawa Tengah, Indonesia. Tel/Fax.: their height, width, wet weight as well as dry weight. The chemical compound of the
+92-286-611173 email: secondary metabolite in the form of leave saponin was employed. The result was
sma1sapuran@yahoo.co.id
analyzed by Analysis of Variance (ANOVA), then continued to Duncan Multiple
² Program Studi Biosains, Program
Pascasarjana, Universitas Sebelas
Range Test in 5% level to analyze the real difference between those treatments. The
Maret, Surakarta 57126, Jawa Tengah, result showed that giving IAA and GA3 differently affect the growth P. alpina. In
Indonesia variable of the height, the optimal wet weight and dry weight of the plant in GA3
treatment was 50 ppm; optimum number of leaves in GA3 treatment was 50 ppm
Manuskrip diterima: 23 December where as the leave width in IAA treatment was 200 ppm and GA3 treatment was 75
2008. Revision accepted: 4 February ppm and optimum saponin treatment was IAA 200 ppm and GA3 25 ppm.
2009.

Key words: Pimpinella alpina, IAA, GA, growth, saponin, Dieng.


♥♥
Edisi bahasa Indonesia dari:
Fathonah D, Sugiyarto. 2009. Effect Fathonah D, Sugiyarto. 2009. Pengaruh IAA dan GA3 terhadap pertumbuhan dan
of IAA and GA3 toward the growing kandungan saponin purwaceng (Pimpinella alpina). Bioteknologi 6: 21-28. Tujuan
and saponin content of purwaceng penelitian ini adalah untuk mengkaji (i) pengaruh IAA dan GA3 dengan konsentrasi
(Pimpinella alpina). Nusantara yang berbeda untuk pertumbuhan tanaman dan (ii) saponin yang terkandung di
Bioscience 1: 17-22.
dalam daun Pimpinella alpina. Penelitian dilakukan di Desa Sikunang, Kecamatan
Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah pada Juli-November 2007. Metode
percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor digunakan
untuk menganalisis percobaan ini. Pertama memberikan perlakuan IAA dan GA3,
kedua memberikan perlakuan IAA dan GA3 dengan konsentrasi berbeda. Percobaan
diulang tiga kali. Variabel yang diukur adalah pertumbuhan tanaman yang terdiri
dari jumlah daun, tinggi tanaman, lebar daun, berat basah maupun berat kering;
serta senyawa kimia metabolit sekunder dalam bentuk saponin. Hasil penelitian
ditelaah dengan Analisis Varian (ANAVA), kemudian dilanjutkan ke Uji Jarak
Berganda Duncan pada tingkat 5% untuk mengetahui perbedaan nyata antara
perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian IAA dan GA3 yang
berbeda mempengaruhi pertumbuhan P. alpina. Pada variabel tinggi, berat basah
dan berat kering tanaman perlakuan GA3 yang optimal adalah 50 ppm, jumlah daun
optimal dalam perlakuan GA3 adalah 50 ppm dimana lebar daun optimal pada
perlakuan IAA adalah 200 ppm dan pada perlakuan GA3 adalah 75 ppm, sedangkan
kadar saponin optimal adalah perlakuan IAA 200 ppm dan GA3 25 ppm.
Kata kunci: Pimpinella alpina, IAA, GA, pertumbuhan, saponin, Dieng.

belum banyak informasi mengenai kandungan


PENDAHULUAN
kimia dan senyawa yang bertanggung jawab
terhadap aktifitas biologisnya. Obat tradisional
Akhir-akhir ini tanaman obat tradisional
adalah bahan-bahan obat yang berasal dari alam
mulai digemari dan dicari masyarakat modern
baik dari tumbuhan, hewan maupun bahan-
(kota) karena dipercayai bahwa efek dari obat-
bahan mineral (Depkes RI 1981). Tanaman
obatan tradisional relatif lebih kecil jika
purwaceng (Pimpinella alpina Molk.) adalah salah
dibandingkan obat-obat modern. Namun salah
satu tanaman di yang memiliki khasiat sebagai
satu kelemahan obat-obatan tradisional adalah
obat tradisional yang keberadaannya secara tentang kandungan kimia saponin pada tanaman
alami sudah mulai langka di Dataran Tinggi purwoceng. Karena purwoceng adalah jenis
Dieng, seiring dengan hilangnya hutan lindung tanaman yang memiliki fleksibilitas rendah
di wilayah tersebut sebagai akibat aktifitas dalam hal adaptasi, maka perlu ada usaha
perambahan hutan yang tidak terkendali oleh budidaya tanaman purwaceng dengan memani-
masyarakat sekitar. Di Kabupaten Wonosobo, pulasi lingkungan agar diperoleh hasil yang
purwoceng secara alami hanya ditemukan di optimal. Faktor lingkungan yang optimal
Desa Sikunang, Siterus dan Desa Dieng, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan
Kecamatan Kejajar. Bahkan menurut Rahardjo purwaceng dan kandungan senyawa kimia
(2003) dan Syahid et al. (2004) tanaman tersebut metabolit sekundernya, sehingga produksi
hanya terdapat di areal budidaya yang sangat purwaceng diharapkan dapat meningkatkan
sempit di Desa Sikunang, tidak ditemukan lagi di nilai ekonomis bagi warga yang membudidaya-
habitat aslinya. Pada dasarnya tanaman ini dapat kannya.
tumbuh di area manapun di Dataran Tinggi Menurut Salisbury dan Ross (1995), intensitas
Dieng dan ditanam kapan saja bahkan pada cahaya yang tinggi meningkatkan kadar
musim kemarau sekalipun karena tidak karotinoid serta kandungan nitrogen,
membutuhkan penyiraman air sebanyak pada mengakibatkan permukaan daun menjadi lebih
budidaya kentang. terbuka, namun di sisi lain, intensitas cahaya
Purwoceng sebagai tanaman obat yang yang sangat tinggi dapat menurunkan kadar
mengandung senyawa aktif yang memberi efek klorofil daun. Beberapa pengetahuan yang
rasa hangat pada tubuh dan meningkatkan dibutuhkan dalam teknik budidaya tanaman
emosi. Simplisia ini telah dikenal sebagai obat adalah menyangkut faktor cahaya, pengetahuan
penggugah gairah seksual (afrodisiak) dan obat tanaman, jarak tanam dan pemanfaatan tanaman
peluruh air seni (diuretik) (Astuti 2005). pelindung.
Purwoceng mengandung kelompok fitokimia Selain cepat tumbuh diusahakan pula agar
utama berupa alkaloid, polifenol, flavonoid dan Purwaceng yang ditanam memiliki kandungan
saponin; meliputi bergapten, isobergapten, dan metabolit sekunder yang lebih tinggi, salah
sphondin yang semuanya termasuk ke dalam satunya dengan aplikasi zat pengatur tumbuh.
kelompok furanokumarin (Sidik et al. 1975), Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dikenal sebagai
kumarin, saponin, sterol, alkaloid, dan beberapa hormon tanaman (fitohormon) adalah “regulator”
macam senyawa gula (oligosakarida) yang dihasilkan oleh tanaman sendiri dan pada
(Caropeboka dan Lubis 1975), stigmasterol kadar rendah mengatur proses fisiologis tanaman
(Suzery et al. 2004), bergapten, marmesin, 4- secara biokimia, fisiologis dan morfologis oleh
hidroksi kumarin, umbeliferon, dan psoralen sebab itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan
(Hernani dan Rostiana (2004). hasil tanaman purwaceng diantaranya dengan
Saponin memiliki banyak peran, pada penggunaan ZPT, sehingga diharapkan agar
tanaman sehat berfungsi sebagai zat anti fungi pertumbuhan Purwaceng lebih optimal demikian
(Zehavi et al. 1993; Bowyer et al. 1995) dan anti juga dengan kandungan senyawa kimianya
virus (Wu et al. 2007). Saponin juga memiliki efek semakin meningkat. Penelitian ini mengkaji
anti mikrobial yang signifikan (Papadopoulou et bagaimana pengaruh pemberian IAA dan GA3
al. 1999). Molekul ini juga bertindak untuk terhadap pertumbuhan dan kandungan saponin
mengatasi serangan jantung. Beberapa saponin daun tanaman Purwaceng serta bagaimana
juga diketahui aktif terhadap serangan virus pengaruh interaksi pemberian IAA dan GA3
(Zao et al. 2008). Secara komersial, saponin terhadap pertumbuhan, dan kandungan saponin
digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel daun tanaman Purwaceng.
tumor dan menurunkan kolesterol darah (Ridker
2005). Rendahnya kolesterol serum darah di
Afrika Timur (yang mengkonsumsi makanan BAHAN DAN METODE
produk hewan banyak lemak dan kolesterol)
karena diimbangi dengan memakan herba kaya Bahan tanaman
dengan saponin (Oleszek dan Marston 2000; Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
Davidson 2004). adalah tanaman Purwaceng yang diperoleh dari
Dengan melihat kemampuan saponin yang Dataran Tinggi Dieng pada perbatasan
begitu banyak dalam membantu fungsi faali Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara.
tubuh, maka diperlukan penelitian lebih lanjut
Cara kerja masing-masing sebanyak 5 mL dengan 5 kali
Percobaan dilakukan dengan menggunakan penyemprotan dengan tekanan yang sama (Tabel 1).
Rancangan Acak Lengkap (RAL), faktor pertama Pengamatan. Variabel yang diukur dalam
berupa pemberian IAA dan GA3 dan faktor pengamatan meliputi jumlah daun yang
kedua adalah konsentrasi IAA dan GA3 yang diperoleh dengan menghitung semua daun yang
berbeda masing-masing dilakukan tiga kali ada pada tanaman., tinggi tanaman yang diukur
ulangan meliputi jumlah daun; tinggi tanaman; dari pangkal batang (pelepah daun) hingga
luas daun; berat basah; berat kering; sedangkan bagian tanaman tertinggi, daun dihitung dengan
senyawa metabolit sekundernya berupa metode grafimetri (Sitompul dan Guritno 1995)
kandungan saponin daun dan dianalisis yang dirumuskan sebagai berikut:
menggunakan analisis varian (ANAVA)
kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Ganda LD = Wr x
LK
Duncan (DMRT) pada taraf uji 5% untuk Wt
mengetahui beda nyata antar perlakuan.
LD = luas daun
Rancangan percobaan Wr = berat kertas replika daun
Pembenihan. Pembenihan dimulai dari Wt = berat total kertas
pembuatan media tanam dan persiapan lokasi Lk = luas total kertas
pembenihan pada petak-petak tanah berukuran
100 cm x 400 cm ditambah kompos dengan Variabel berikutnya adalah berat basah
perbandingan 3 : 1 di bawah pelindung/teduh. tanaman yang ditimbang dengan timbangan
Pembenihan dilakukan dengan memilih benih analitik, berat kering tanaman yang dihitung
yang baik yakni tidak pecah dan besarnya dengan cara setelah dipanen dan diukur berat
seragam. Biji disemai pada pagi hari dan pada basahnya dan dimasukkan dalam kantong kertas
awal penyemaian dilakukan penyiraman 2 hari kemudian dioven pada suhu 600 C sampai
sekali sampai tanaman berusia 6 minggu dan dicapai berat kering yang konstan yakni selama 5
siap dipindah ke polybag. hari, lalu ditimbang dengan timbangan analitik.
Penanaman. Penanaman dilakukan setelah Kemudian analisis kandungan saponin daun
bibit berusia 6 minggu pada media tanam yaitu yang dilakukan setelah panen (tanaman berumur
polybag berukuran 9 cm x 15 cm yang diisi 2 bulan) dengan metode spektrofotometer-UV
dengan tanah dan kompos dengan perbandingan dengan langkah sebagai berikut tahap ekstrasi
3 : 1. Pada tahap ini penyiraman dilakukan setiap yaitu daun kering digerus dengan mortar
3 hari sekali. dampai menjadi serbuk, kemudian 0,1 gram
serbuk yang telah dihaluskan diekstraksi dengan
Tabel 1. Rancangan percobaan 10 mililiter ethanol 70% diatas penangas air
dengan suhu 800 C selama 15 menit, tahap
Konsentrasi Konsentrasi GA3 (B) pembuatan kurva standard yaitu dengan cara
IAA (A) 0 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm dibuat larutan standard Saponin Merck dengan
(B 0) (B 1) (B 2) (B 3) konsentrasi 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10 ppm kemudian
0 ppm (A0) A0B0 A0B1 A0B2 A0B3
diukur absorbansinya dengan menggunakan
100 ppm (A1) A1B0 A1B1 A1B2 A1B3
200 ppm (A2) A2B0 A2B1 A2B2 A2B3
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
300 ppm (A3) A3B0 A3B1 A3B2 A3B3 gelombang 365 nm sehingga diperoleh kurva
standard saponin (Stahl 1985). Tahap
Perlakuan. Perlakuan dimulai setelah penghitungan kadar saponin daun, hasil
penanaman umur 4 minggu. Perlakuan meliputi: ekstraksi daun duhitung kadar saponinnya
penyemprotan IAA dan GA3 dengan kombinasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
sesuai rancangan percobaan pada umur tanaman berdasarkan kurva standard saponin Merck.
10 minggu selama 8 minggu dengan 8 kali Kadar yang diperoleh dikonversikan ke dalam
penyemprotan yaitu 1 minggu sekali pada waktu bentuk mg/g berat kering daun (Suskendriyati et
pagi hari jam 09.00 WIB. Perlakuan meliputi: al. 2004) dengan rumus sebagai berikut:
tanaman kontrol, penyemprotan IAA konsentrasi
0 ppm, 100 ppm 200 ppm dan 300 ppm pada Kadar saponin sampel x volume pengenceran
S=
polibag yang berbeda, penyemprotan GA3 Berat sampel daun
konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm juga pada
polibag yang berbeda. Penyemprotan dilakukan S = kadar saponin
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah daun
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa
Pertumbuhan tanaman perlakuan akan memberikan pengaruh nyata
Zat pengatur tumbuh tanaman atau hormon pada konsentrasi IAA 0 GA3 50 ppm secara
diyakini dapat mengatur proses-proses fisiologis keseluruhan pemberian IAA, GA3, ataupun
tanaman menurut Abidin (1994). Dikarenakan kombinasi IAA dan GA3 dan akan meningkatkan
hormon dapat mempengaruhi sintesis protein jumlah daun kecuali pada konsentrasi IAA 300
dan pengaturan aktifitas enzim. Adanya GA3 0 ppm. Hal ini dimungkinkan pemberian
peningkatan sintesis protein sebagai bahan baku pemberian hormon tumbuh IAA 300 ppm justru
penyusun enzim dalam proses metabolisme menghambat pertumbuhan. Hasil percobaan
tanaman akan meningkatkan pertumbuhan. Noggle dan Fritz (1983) menunjukan bahwa IAA
Proses ini dapat meningkatkan pertumbuhan eksogen berperan dalam menghambat dari ibu
yang nantinya dapat meningkatkan biosintesis tulang daun dan penghambatan pembentukan
metabolit sekunder (Taiz dan Zeiger 2006). ibu tulang daun juga akan menghambat
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pembentukan daun itu sendiri.
beberapa faktor, diantaranya faktor eksternal dan
internal. Faktor internal yang berpengaruh Tabel 2. Jumlah daun tanaman P. alpina pada
terhadap pertumbuhan diantaranya auksin (IAA) perlakuan IAA dan GA3
dan giberelin (GA3). Beberapa efek hormon
pertumbuhan terhadap sel tumbuhan adalah Konsentrasi Konsentrasi GA3 (ppm)
IAA (ppm) 0 25 50 75
sebagai berikut: efek rangsangan hormon
Jumlah daun
terhadap pertumbuhan ternyata sangat dihambat
0 7,67a 9,00cd 10,33e 8,67cd
oleh antibiotika aktinomiosin D. Zat tersebut 100 9,67de 9,00cd 8,67cd 8,00bc
mempergunakan pengaruhnya pada sel dengan 200 8,67cd 9,00cd 9,67de 9,67de
cara yang sangat tepat yakni dengan mengikat 300 7,00ab 8,33bc 8,33bc 8,00bc
DNA dalam inti dan mencegah kedua pita DNA
itu untuk berpisah sehingga DNA tidak dapat Luas daun tanaman
dijadikan cetakan untuk pembuatan, baik 0 24,20be 21,60bc 27,60f 26,40eg
molekul DNA tambahan maupun molekul RNA. 100 24,80bf 25,20cf 27,60f 26,60ef
200 25,40df 22,40bd 24,60bf 31,40g
Tanpa tambahan RNA yang baru, sintesis protein
300 19,00a 22,00bc 26,40ef 22,40bd
oleh sel akan terhenti dengan cepat (Kimball
1991). Pemahaman ini dapat dijadikan landasan Tinggi tanaman
pada pemanfaatan hormon eksogen dengan 0 12,00ab 14,33cd 20,50e 15,00de
konsentrasi tertentu untuk memacu ataupun 100 15,17dc 12,17de 15,83d 11, 83ab
menghambat pertumbuhan. Aktivitas gen 200 16,67c 15,33d 13,83ce 16,00de
dimulai dengan transkripsi DNA menjadi 300 10,83a 11,83a 11,67ab 12,67ac
mRNA. mRNA keluar dari inti ke sitosol dan
ditranslasikan di ribosom, sehingga terjadi Berat basah tanaman
0 2,57a 4,12gh 5,82i 3,88fg
sintesis protein. Sintesis protein membentuk
100 2,92ac 3,60ef 4,27h 2,93ac
enzim-enzim baru dan mengaktifkan enzim-
200 2,77ab 2,77ab 3,35de 3,91fg
enzim tertentu yang mempengaruhi proses 300 2,63a 3,25ee 3,26ce 3,10bd
metabolisme. Serangkaian proses metabolisme
akan mempengaruhi perkembangan tanaman Berat kering tanaman
(Salisbury dan Ross 1995). 0 0.38ab 0,53eg 0,74j 0,51e
Variabel pertumbuhan pada penelitian ini 100 0,49dc 0,55fh 0,57gi 0,52eg
meliputi: jumlah daun, luas daun, tinggi 200 0,41bc 0,62i 0,42bc 0,59hi
tanaman, berat basah, berat kering dan 300 0,35a 0,40ac 0,43bc 0,45cd
kandungan saponin. Perlakuan IAA dan dengan
Kandungan saponin tanaman
berbagai konsentrasi pada penelitian ini di
0 9,59e 8,92bc 8,92bc 8,78b
berikan pada tanaman Purwaceng berumur 3 100 9,28d 8,54a 11,16j 10,68h
bulan sampai saat panen muda yaitu umur 5 200 9,05c 12,00l 10,83i 10,54g
bulan. Hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 300 8,93b 11,53k 10,85i 10,38f
2.
Luas daun sehingga tanaman mengalami hambatan
Daun merupakan salah satu parameter pertumbuhan.
pertumbuhan yang bisa diamati karena
perubahan lingkungan. Perubahan daun sangat Berat basah tanaman
sensitif terhadap perubahan lingkungan. Semua hormon tanaman sintetik atau
Pertumbuhan daun sangat erat kaitannya dengan senyawa sintetik yang mempunyai sifat fisiologi
ketersediaan air dalam lingkungannya. dan biokimia yang serupa dengan hormon
Perkembangan daun sangat sensitif terhadap tanaman adalah ZPT (Zat Pengatur Tumbuh
perubahan lingkungan dan juga hormon Tanaman). Hormon tanaman dan ZPT pada
pertumbuhan baik indogen maupun eksogen. umumnya mendorong terjadi suatu
Berikut tabel hasil penelitian luas daun tanaman pertumbuhan dan perkembangan. Pengaruh ZPT
P. alpina pada perlakuan IAA dan GA3 yang bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi
berbeda. Pemberian kombinasi IAA dan GA3 ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan
diharapkan berpengaruh positif terhadap tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak
perubahan luas daun. Dari Tabel 2 diketahui bekerja sendiri dalam mempengaruhi
bahwa perlakuan kombinasi IAA dan GA3 pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari
luas daun. Luas daun yang tertinggi berada pada beberapa ZPT akan mengontrol pertumbuhan
perlakuan IAA 200 GA3 75, sehingga pada dan perkembangan tumbuhan (Kusumo 1989).
kapasitas tersebut menunjukan bahwa respon Dari Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan
pertumbuhan luas daun paling optimal kombinasi IAA dan GA3 memberikan pengaruh
dibanding dengan perlakuan yang lain. Pada yang signifikan terhadap berat basah tanaman.
perlakuan IAA 300 GA3 25 rata-rata luas daun Berat basah terendah terdapat pada perlakuan
paling sedikit, ini menunjukan bahwa pada kombinasi IAA 0 dan GA3 0 ppm. Berat basah
perlakuan tersebut respon tanaman terhadap tertinggi terjadi pada perlakuan IAA 0 GA3 50
hormon eksogen tersebut bersifat menghambat ppm. Ini berarti bahwa ZPT yang diberikan pada
pertumbuhan luas daun. konsentrasi tersebut berpengaruh optimal pada
hampir seluruh aspek pertumbuhan kecuali pada
Tinggi tanaman pertumbuhan luas daun.
Tinggi tanaman merupakan hal yang sangat
sensitif terhadap ketersediaan air dalam tanah. Berat kering tanaman
Tinggi tanaman merupakan parameter yang Berat kering tanaman tergantung dari
paling sering diamati untuk mengukur pengaruh kemampuan kecepatan sel-sel tersebut untuk
lingkungan (Sitompul dan Guritno 1995). membelah, membesar dan memanjang.
Perlakuan sel tumbuhan dengan auksin Kecepatan sel beraktifitas ini dapat dipengaruhi
menyebabkan peningkatan tidak hanya dalam oleh hormon tumbuh seperti auksin dan
sintesis RNA tetapi juga dalam sintesis protein. sitokinin endogen. Penambahan beberapa
Aplikasi giberelin sintetis pada sel-sel tanaman hormon tumbuh eksogen diperkirakan dapat
mula-mula mengakibatkan meledaknya sintesis mempercepat proses pertumbuhan. Pemberian
RNA yang kemudian diikuti oleh sintesis auksin mempengaruhi pertambahan panjang
berbagai enzim hidrolitik (Kimball 1999). batang, pertumbuhan, diferensiasi dan
Kegiatan tersebut memacu berbagai proses percabangan akar. Sedangkan pemberian
pertumbuhan baik akar, batang maupun daun. giberelin mendorong perkembangan kuncup,
Berikut tabel hasil penelitian tinggi tanaman P. pemanjangan batang dan pertumbuhan daun,
alpina pada perlakuan IAA dan GA3 yang mempengaruhi pertumbuhan dan juga
berbeda. Dari Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan deferensiasi akar, berat kering tanaman P. alpina.
kombinasi IAA dan GA3 memberikan pengaruh Dari Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan
yang signifikan terhadap tinggi tanaman. Rata- kombinasi IAA dan GA3 memberikan pengaruh
rata tinggi tanaman tertinggi terlihat pada yang signifikan terhadap berat kering tanaman.
kombinasi IAA 0 GA3 50. Ini menunjukan bahwa Berat kering tanaman tertinggi diperoleh pada
kombinasi IAA 0 GA3 50merupakan perlakuan kombinasi perlakuan IAA 0 GA3 50 ppm, ini
terbaik untuk variabel tinggi tanaman. menunjukan bahwa pada kombinasi tersebut
Pemberian IAA 300 GA3 0 menunjukan tinggi pertumbuhan optimal. Berat kering terendah
tanaman terendah, hal ini dimungkinkan pada terdapat pada perlakuan IAA 300 GA3 0 ppm.
kombinasi tersebut terdapat umpan balik negatif Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan
kombinasi tersebut pertumbuhan tidak terjadi pada konsentrasi rendah yaitu 100 ppm
secara optimal karena adanya gangguan memberikan beda nyata terhadap jumlah daun
metabolisme. yang terbentuk. Jumlah daun sangat dipengaruhi
oleh faktor genetik (Goldworthy dan Fisher
Kandungan saponin daun 1992). Pada percobaan ini perlakuan IAA 300
Metabolit sekunder terakumulasi dalam sel ppm menunjukan jumlah daun paling sedikit
tanaman dalam jumlah yang berbeda. meskipun tidak beda nyata dengan tanaman
Metabolisme sekunder berperan untuk kontrol. Semakin tinggi konsentrasi IAA yang
kelangsungan hidup, salah satunya adalah dalam diberikan, maka semakin sedikit jumlah daun
pertahanan diri (Manito 1992). Saponin yang terbentuk.
merupakan salah satu metabolit sekunder Berdasarkan penelitian diketahui perlakuan
golongan terpenoid yang disintesis melalui jalur akan memberikan pengaruh nyata terhadap luas
asam mevalonat dari jalur respirasi. Dari Tabel 2 daun pada konsentrasi IAA 200 ppm walaupun
diketahui bahwa perlakuan kombinasi IAA dan tidak beda nyata dengan konsentrasi 100 ppm.
GA3 memberikan pengaruh yang signifikan Pada pemberian IAA 300 ppm tinggi tanaman
terhadap kadar saponin daun. Kandungan lebih rendah meskipun tidak beda nyata dengan
saponin tertinggi terdapat pada perlakuan IAA tanaman kontrol. Pemberian IAA yang tidak
200 GA3 25 dan kandungan saponin terendah optimal justru akan menghambat pertumbuhan
pada perlakuan IAA 100 GA3 25 ppm. tanaman itu sendiri (Hopkins 1999). Pemberian
IAA 200 ppm menunjukkan jumlah daun
Pembahasan tertinggi walaupun tidak beda nyata dengan IAA
Hasil penelitian ini menunjukan pemberian 100 ppm maupun kontrol. Sedangkan pemberian
ZPT pada berbagai perlakuan berpengaruh nyata IAA 300 ppm beda nyata dengan kontrol.
terhadap pertumbuh-an dan kandungan saponin Pemberian IAA akan meningkatkan luas daun
tanaman P. alpina. Berikut tabel rata-rata yang terbentuk. IAA berperan memicu
perhitungan berat kering dan kadar saponin tiap pembentukan jaringan mesofil sehingga luas
tanaman pada masing-masing perlakuan (Tabel daun yang terbentuk juga bertambah. Pemberian
3). IAA konsentrasi 100 ppm memberikan berat
basah tertinggi meskipun tidak beda nyata
Tabel 3. Rata-rata perhitungan berat kering dan kadar dengan perlakuan IAA konsentrasi 200 ppm.
saponin tiap tanaman pada masing-masing perlakuan Pemberian IAA 300 ppm tidak beda nyata pada
berat basah. IAA berperan dalam pemanjangan
Kadar Kadar
Perlakuan
Berat
saponin saponin tiap
sel terutama pada arah vertikal. Pemanjangan ini
kering akan diikuti dengan pembesaran sel dan
mg/g tanaman
IAA 0 GA3 0 0,35 9,59 3,36 meningkatnya bobot basah. Peningkatan bobot
IAA 100 GA3 0 0,49 9,28 4,55** basah terutama disebabkan oleh meningkatnya
IAA 200 GA3 0 0,41 9,05 3,71 pengambilan air oleh sel tersebut (Noggle dan
IAA 300 GA3 0 0,38 8,93 3,39 Fritz 1983).
IAA 0 GA3 25 0,53 8,92 4,23 Pemberian IAA konsentrasi 100 ppm
IAA 0 GA3 50 0,74 8,85 6,55 ** memberikan berat lebih rendah dengan kontrol.
IAA 0 GA3 75 0,51 8,79 4,48
Sedangkan pemberian IAA 300 ppm tidak beda
IAA 100 GA3 25 0,55 8,54 4,70
IAA 200 GA3 25 0,62 12,00 7,44**
nyata dengan kontrol. Pertumbuhan berkaitan
IAA 300 GA3 25 0,40 11,53 4,61 dengan pertambahan volume dan jumlah sel,
IAA 100 GA3 50 0,57 11,16 6,36 pembentukan protoplasma, pertambahan berat
IAA 200 GA3 50 0,42 10,82 4,55 dan selanjutnya pertambahan berat kering.
IAA 300 GA350 0,43 10,85 4,67 Pengeringan bertujuan untuk menghentikan
IAA 100 GA3 75 0,52 10,68 5,55 metabolisme sel dari bahan tersebut (Sitompul
IAA 200 GA3 75 0,59 10,54 6,22 dan Guritno 1995). Pemberian IAA pada
IAA 300 GA3 75 0,45 10,38 4,67 tumbuhan P. alpina berpengaruh mempercepat
pertumbuhan pada konsentrasi 100-200 ppm
Pengaruh IAA tetapi tidak demikian dengan kandungan
IAA pada konsentrasi 100-200 ppm mem- saponin. Kandungan saponin pada penelitian ini
pengaruhi berbagai parameter pertumbuhan terbaik justru pada kondisi tanpa perlakuan yang
yang meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, luas kemudian diikuti pada konsentrasi 100 200 dan
daun dan berat basah tanaman. Pemberian IAA 300 ppm.
Pengaruh GA3 GA3. Pemberian IAA dan GA3 dalam waktu 8
Hasil penelitian ini menunjukan pertum- minggu berdampak pada proses pertumbuhan
buhan tanaman P. alpina sangat dipengaruhi oleh yang diperlihatkan pada bobot keringnya yakni
pemberian GA3. Pemberian GA3 dalam waktu 8 pada perlakuan IAA 200 GA3 25 ppm walaupun
minggu berdampak pada proses pertumbuhan- tidak beda nyata pada perlakuan ini. Perlakuan
nya. Dari parameter yang diamati, pemberian Kombinasi IAA dan GA3 secara umum akan
GA3 50 ppm mempunyai pertumbuhan yang meningkatkan pertumbuhan yang dapat dilihat
optimal meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, dari meningkatnya berat basah dan berat kering.
luas daun, berat basah, berat kering dan Perlakuan kombinasi antara IAA dan GA3
pengaruh ini berbanding terbalik dengan memungkinkan pengaruh IAA dan GA3 menjadi
kandungan saponinnya. Semakin tinggi optimal karena IAA dibutuhkan agar kerja GA3
konsentrasi GA3 yang diberikan kadar saponin memberikan efek yang maksimal. Hasil
yang dihasilkan semakin menurun. Penurunan Penelitian menunjukan kombinasi IAA 200 GA3
pada perlakuan 75 ppm dimungkinkan karena 25 ppm menghasilkan kandungan saponin
pada konsentrasi tersebut merupakan efek tertinggi. Hal ini berarti bahwa perlakuan
umpan balik negatif terhadap pertumbuhan kombinasi memberikan pengaruh nyata
primer. terhadap pertumbuhan dan juga kandungan
Taiz dan Zeiger (2006), menjelaskan bahwa saponin tanaman P. alpina pada konsentrasi IAA
pemberian GA3 yang tinggi akan menyebabkan 200 GA3 2 5 ppm.
terjadinya penurunan transkripsi GA20 oksidase
yang merupakan target utama dalam pengaturan
umpan balik. Apabila transkripsi senyawa ini KESIMPULAN
menurun, maka akan terjadi pengeblokan
biosintesis GA3 yang akan menyebabkan Pemberian ZPT yang berbeda mempengaruhi
aktivitas GA3 menjadi menurun. Hasil penelitian pertumbuhan tanaman P. alpina dan pada
ini sejalan dengan laporan Chairani (1988) bahwa variabel tinggi tanaman, jumlah daun, berat
aplikasi GA3 dengan konsentrasi 50 ppm basah, berat kering optimal pada perlakuan GA3
berpengaruh baik dalam meningkatkan biomassa 50 ppm, luas daun optimal pada perlakuan IAA
daun tanaman Mentha piperita. Pada konsentrasi 200 GA3 75 ppm, sedangkan kandungan saponin
50 ppm, berat kering daun 56% lebih tinggi optimal pada perlakuan IAA 200 GA3 25 ppm.
daripada kontrol dan berbeda dengan hasil Pemberian ZPT yang berbeda mempengaruhi
penelitian Khristyana et al. (2005) bahwa kandungan saponin daun P. alpina. Pada
perlakuan GA3 konsentrasi 75 ppm pada Plantago perlakuan tunggal kandungan saponin lebih
mayor menunjukan beda nyata dengan kontrol. rendah dari tanaman kontrol, sedangkan pada
Hasil analisis sidik ragam tanaman P. alpina perlakuan kombinasi IAA 200 GA3 25 ppm
menunjuk-kan bahwa GA3 memberikan kadar meningkatkan kandungan saponin daun yaitu 12
saponin berbeda nyata pada taraf uji 5%. mg/g.
Berdasarkan data hasil penelitian kadar saponin
tertinggi terdapat pada kontrol dan kadarnya
semakin menurun seiring dengan peningkatan DAFTAR PUSTAKA
konsentrasi GA3. GA3 mempengaruhi
Abidin. 1994. Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur
metabolisme asam nukleat yang berperan dalam
tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung.
sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim Astuti Y. 2005. Isolasi, identifikasi dan uji toksisitas senyawa
untuk pertumbuhan tanaman. Peningkatan aktif fraksi metilen klorida dari tanaman purwoceng
sintesis protein sebagai bahan baku penyusun (Pimpinella alpina Molk). [Tesis S1]. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Diponegoro. Semarang.
enzim pada proses metabolisme tanaman
Bowyer P, Clarke BR, Lunness P, Daniels MJ, Osbourn AE.
tersebut nantinya dapat meningkatkan 1995. Host range of a plant pathogenic fungus
biosintesis metabolit sekunder di antaranya determined by a saponin detoxifying enzyme. Science 267
saponin (Martin 1998). (5196): 371-374.
Caropeboka AM, Lubis I. 1975. Pemeriksaan pendahuluan
Pemberian kombinasi IAA dan GA3 pada
kandungan kimia akar Pimpinella alpina (purwoceng).
berbagai perlakuan berpengaruh nyata terhadap Simposium Tanaman Obat I, 8-9 Desember 1975, Bagian
pertumbuhan dan kandungan saponin tanaman Farmakologi. FKH, Institut Pertanian Bogor.
P. alpina. Hasil penelitian ini menunjukkan Chairani, F. 1998. Pengaruh aplikasi fitohormon asam
giberelat terhadap biomassa tajuk dan koefisien partisi
pertumbuhan tanaman P. alpina sangat
fotosintat tanaman pepermin. Pemberitaan Penelitian
dipengaruhi oleh perlakuan kombinasi IAA dan Tanaman Industri 14 (1-2): 28-33.
Davidson, M W. 2008. Saponin. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi tumbuhan. Jilid 3.
http://micro.magnet.fsu.edu/phytochemicals/pages/ Penerbit ITB. Bandung.
saponin.html (18 Mei 2008) Sidik, Sasongko, Kurnia E, Ursula. 1975. Usaha isolasi
Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 1981. Pemanfaatan turunan kumarin dari akar purwoceng (Pimpinella alpina
tanaman obat. edisi kedua. Departemen Kesehatan RI. Molk.) asal dataran tinggi Dieng. Simposium Tanaman
Jakarta. Obat I, 8-9 Desember 1975, Bagian Farmakologi. FKH,
Goldworthy PR, Fisher NM. 1992. Fisiologi tanaman Institut Pertanian Bogor.
budidaya tropik. Universitas Gajah Mada Press. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis pertumbuhan
Yogyakarta. tanaman. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Hernani, Rostiana O. 2004. Analisis kimia akar purwoceng Stahl E. 1985. Analisis obat secara kromatografi dan
(Pimpinella pruatjan). Seminar Indonesian Biopharmaca mikroskopis. Penerbit ITB. Bandung.
and Excibition Conference. Yogyakarta, 14-15 Juli 2004. Suskendriyati H, Solichatun, Setyawan AD. 2004.
Hopkins WG. 1999. Introduction to plant physiology. John Pertumbuhan dan produksi saponin kultur kalus Talinum
Willey and Sons. New York. paniculatum Gaertn. dengan variasi pemberian sumber
Khristyana L, Anggarwulan E, Marsusi 2005. Pertumbuhan, karbon. Biosmart 6 (1): 19-23.
kadar saponin dan nitrogen jaringan tanaman daun Suzery M, Cahyono B, Ngadiwiyana, Nurhasnawati H. 2004.
sendok (Plantago mayor L.) pada pemberian asam Senyawa stigmasterol dari Pimpinella alpina Molk.
giberelat (GA3). Biofarmasi 3 (1): 11-15. Suplemen 39 (1): 39-41.
Kimball JW. 1991. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Syahid SF, Rostiana O, Rohmah M. 2004. Pengaruh NAA dan
Kusumo S. 1989. Zat pengatur tumbuh tanaman. CV Yasa IBA terhadap perakaran purwoceng (Pimpinella alpina
Guna. Jakarta. Molk.) in vitro. Indonesian Biopharmaca Excibition and
Manitto, P. 1992. Biosaintesis produk alami. IKIP Press. Conference. Yogyakarta, 14-15 Juli 2004.
Semarang. Taiz L, Zeiger E. 2006. Plant physiology. 4th ed. Sinauer.
Martin R. 1998. Protein synthesis: methods and protocols. Sunderland.
Humana Press. Totowa, NJ. Wu ZJ, Ouyang MA, Wang CZ, Zhang YK, Shen JG. 2007.
Noggle GR, Fritz GJ. 1983. Introductory plant physiology. Anti-Tobacco Mosaic Virus (TMV) triterpenoid saponins
Prentice Hall. New Jersey. from the leaves of Ilex oblonga. J Agric Food Chem 55 (5):
Oleszek W, Marston A. 2000. Saponins in food, feedstuffs 1712–1717.
and medicinal plants. Springer. Amsterdam. Zehavi U, Ziv-Fecht O, Levy L, Naim M, Evron R, Polacheck
Papadopoulou K, Melton R E, Leggeff M, Daniels M J , I. 1993. Synthesis and antifungal activity of medicagenic
Osbourn AE. 1999. Compromise disease resistances in acid saponins on plant pathogens: modification of the
saponin-deficienct plants. Proc Nat Acad Sci USA 96 (22): saccharide moiety and the 23α substitution. Carbohydrate
12923-12928. Res 244 (1): 161-169.
Ridker PM, Nissen SE, Ehrenstein MR, Smith S Jr. 2005. Blood Zhao Y-L, Cai G-M, Hong X, Shan L-M, Xiao X-H. 2008. Anti-
test could help prevent heart deaths. New England J Med hepatitis B virus activities of triterpenoid saponin
352: 20-39. compound from Potentilla anserine L. Intl J Phytother
Phytopharmacol 15 (4): 253-258.

You might also like