You are on page 1of 12

PRAKTIK YOGA ARSITEK BADE:

MEMBACA PRAKTIK YOGA PENGLUKUNAN DASA AKSARA UNDAGI BADE

Oleh
I Putu Gede Suyoga
Sekolah Tinggi Desain Bali Denpasar
Email: pgsuyoga@gmail.com
ABSTRACT
Every profession has the realm of yoga applications that are relevant to the practice of their profession. An un-
dagi “architect” in addition to equipping himself with design skills and technical skills for “artifacts”, is also
obliged to master the mind (yoga), one of which is the literacy technique “union of ten scripts / holy letters”.
This study aims to uncover the phenomenon of undagi bade which is able to capture the knowledge behind the
script as a practice of yoga for spiritual practice, and manifested in the form of bade architectural artifacts.
This study is a qualitative study with a descriptive analytical approach. Collecting data by observation and
documentation. Determination of informants is done by purposive sampling. Data analysis was based on
Michel Foucault’s knowledge power relations theory. The results of the study showed that the architecture of
the bade was composed of pepalihan (parts) that compose parts of the body and roof. The shape varies there
are those who are not overlapping called a container and whose roof is overlapped is called a bade, some even
have no roof (open) called padma. This roof variant is the result of a deep contemplation of “yoga” literacy.
Knowledge of the dasa aksukan capturing was captured by undagi bade to be developed as power in the prac-
tice of his profession. This power of knowledge practice applies in the realm of Balinese society whose bodies
have been disciplined, obedient and useful in carrying out ceremonial cultural practices of death. Personally
the meaning of yoga in literacy is the practice of training the undagi self-discipline in seeking authenticity on
the path of Tantra.
Keywords: yoga, dasa aksara, undagi bade, bade architecture

ABSTRAK
Setiap profesi memiliki ranah aplikasi yoga yang relevan dengan praktik profesinya. Seorang undagi ‘arsitek’
disamping membekali dirinya dengan keahlian desain dan ketrampilan teknis untuk olah fisik “artefak”, juga
wajib menguasai olah bathin “yoga”, salah satunya teknik penglukunan dasa aksara ‘penyatuan sepuluh bija
aksara/huruf suci’. Studi ini bertujuan mengungkap fenomana undagi bade yang mampu menangkap peng-
etahuan dibalik dasa aksara sebagai praktik yoga untuk olah bathin, dan diwujudkan dalam bentuk artefak
arsitektur bade. Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Pengumpulan
data dengan observasi dan dokumentasi. Penentuan informan dilakukan dengan purposive sampling. Analisis
data dilandasi teori relasi kuasa pengetahuan Michel Foucault. Hasil penelitian menunjukkan arsitektur bade
tersusun atas pepalihan (bagian-bagian) yang menyusun bagian badan dan atapnya. Bentuknya bervariasi
ada yang tidak bertumpang disebut wadah dan yang atapnya bertumpang disebut bade, bahkan ada yang
tidak beratap (terbuka) disebut padma. Varian atap ini merupakan hasil kontemplasi mendalam “yoga” pen-
glukunan dasa aksara. Pengetahuan tentang penglukunan dasa aksara ditangkap oleh undagi bade untuk
dikembangkan sebagai kuasa dalam praktik profesinya. Praktik kuasa pengetahuan ini berlaku di ranah mas-
yarakat Bali yang tubuhnya telah disiplin, patuh dan berguna dalam menjalankan praktik kultural seremonial
kematian. Secara personal makna yoga penglukunan dasa aksara menjadi praktik pelatihan disiplin diri sang
undagi dalam mencari kesejatian di jalan Tantra.
Kata kunci: yoga, dasa aksara, undagi bade, arsitektur bade

YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018 97


I. PENDAHULUAN Bangunan pengusung jenasah atau disebut
Praktik ritus kematian merupakan hal arsitektur bade merupakan istilah baru yang
penting dan mendasar dalam relasi sosio-religius ditawarkan untuk merujuk salah satu bentuk
masyarakat manusia yang sudah berlangsung sejak bangunan pengantar jenasah menuju keburan atau
era purba. Masyarakat prasejarah Bali misalnya, tempat kremasi dalam praktik seremonial kematian
dengan segala kesederhanaan peradabannya telah masyarakat Bali. Seorang ahli bangunan “arsitek
memiliki cara perawatan jenasah, yang dibuktikan tradisional Bali” perancang karya arsitektur bade
dengan penemuan arkeolog berupa teknik kubur tersebut, secara tradisional dikenal dengan sebutan
batu, kubur tempayan terakota, sarkopagus, dan undagi bade atau undagi wadah.
yang lainnya. Seorang undagi bade memiliki tanggungjawab
Perkembangan kebudayaan Bali yang telah besar dalam menerjemahkan konsepsi yang sudah
dilandasi kepercayaan kepada roh suci leluhur tertulis dalam lontar terkait panduan membangun
yang tinggal di puncak-puncak bukit dan gunung, arsitektur bade. Panduan rancang bangun tersebut
berangsur-angsur dipermulia dengan konsepsi dibuat berdasarkan hasil kontemplasi mendalam
dalam ajaran Hindu. Ritual dan teknik ritus “yoga” sang kawi sastra yang juga seorang
kematian pun berkembang, tidak saja dengan undagi. Salah satu hasil internalisasi konsep
penguburan namun juga dengan dikremasi. yoga yang berhasil ditransformasikan ke dalam
Kedua ritual kematian ini pasti dilengkapi dengan konsep pengembangan rancang bangun arsitektur
bangunan pengusung jenasah dari bentuknya yang bade, adalah penglukunan dasa aksara ‘penyatuan
sangat sederhana sampai yang bentuknya rumit. sepuluh aksara suci’. Posisi dan perputaran aksara
Bentuk ini terinspirasi dari bentuk gunung sebagai suci di makrokosmik di yuj-kan dengan posisi dan
transformasi puncak gunung Maliawan. perputarannya di mikrokosmik tubuh undagi. Hal
ini merupakan sebuah kuasa pengetahuan dalam
Bentuk arsitektural bangunan pengusung pemikiran Foucault yang menarik digali proses
jenasahpun kemudian dirancang mengikuti aturan pembentukannya.
stratifikasi sosial tradisional yang berkembang
berlandaskan ajaran keagamaan Hindu. Konsep- Di samping itu, secara aplikatif luasnya
konsep dalam ajaran teologi Hindu yang kekuasaan seorang mendiang semasa hidupnya,
berkembang pesat di era Bali Pertengahan atau yang akan memakai sebuah bentuk wadah/bade
era Bali Majapahit (1343 M) semakin mewarnai tertentu, juga merupakan sebuah pengetahuan
keanekaragaman bentukan arsitektural bangunan yang harus dipertimbangkan undagi bade. Hal
kematian. Ketatnya hirarkhi kemasyarakatan menariknya adalah bagaimana pengetahuan
era kerajaan ini, mewujud dalam bentuk varian di balik dasa aksara itu ditangkap oleh undagi
bangunan pengusung jenasah mendiang. bade, kemudian dipaduserasikan dengan luasnya
Bentuknya disesuaikan dengan perbedaan profesi, kekuasaan (dalam arti harfiah) mendiang, untuk
jabatan di lingkup kerajaan, kepemimpinan di dijadikan kuasa dalam disain rancang bangun
tengah masyarakat desa, dan jasa baik yang wadah/bade yang akan dipakai mendiang dan
pernah dilakukan, atau bahkan sebaliknya, keturunannya kelak dikemudian hari.
prilaku yang dianggap sebagai penghianatan Foucault memahami, setiap pengetahuan
kepada kerajaan. Bangunan kematian kemudian mengandung kuasa, kekuasaan menghasilkan
dibedakan berdasarkan bentuknya, seperti pepaga, pengetahuan, dalam arti tidak ada kekuasaan tanpa
joli, bebaturan/lelimasan, wadah, bade, dan bade pengetahuan (Haryatmoko, 2016: 17), dengan
dengan nagabanda. demikian akan semakin menarik dikaji proses
pemaknaan sebuah artefak ‘benda budaya’ yang

98 YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018


dipakai dalam ritus kematian masyarakat Bali Lontar Asta Kosalaning Wong Pejah, dan Lontar
tersebut. Guna memudahkan, maka akan dimulai Asta Kosala Kosali. Selanjutnya analisis data
dari ontologinya, yakni dari wujud fisiknya yang dilandasi teori relasi kuasa pengetahuan Michel
terlihat. Foucault, dan juga pengembangan teori relasi
Arsitektur bade merupakan hasil karya undagi kuasa pengetahuan tersebut ke kuasa wacana,
bade yang dapat dipahami dalam wujud fisiknya maupun kuasa disiplin.
yang sekala ‘riil’ berupa karya arsitektural sarat II. PEMBAHASAN
simbolik, dan secara niskala ‘idiil’ dalam bentuk 2.1 Pengertian Dasa Aksara sebagai Praktik
olah bathin sebagai pendakian spiritual seorang Yoga
undagi. Proses pemaknaan inilah menjadi satu
fenomena menarik yang perlu diungkap utamanya Dasa Aksara merupakan sebuah jalan
terkait dengan pemahaman praktik yoga dalam Tantra yang salah satu tujuan utamanya adalah
praktik kultural masyarakat Bali tersebut. peningkatkan kesadaran ilahi, dengan merenungi
keilahian semua elemen alam semesta dan
Variasi bentuk bangunan kematian menyimpan keterhubungannya dengan diri sendiri. Praktik
sejumlah pengetahuan. Apa pengetahuan dan kuasa Tantra bertujuan melebarkan kesadaran, atau
di balik dasa aksara itu? Bagaimana pengetahuan dengan kata lain membuat peningkatan kesadaran,
itu ditangkap oleh aktor-aktor intelektual organik bukan hanya dewa di tempat suci yang sakral
untuk dijadikan kuasa dalam mengembangkan yang memiliki getaran spiritual, namun semua
wacana bangunan kematian? kemudian juga mahluk dan semua tempat di alam semesta,
menarik digali proses pendisiplinan tubuh-tubuh termasuk semua organ dalam diri serta semua
umat Hindu untuk senantiasa patuh dan berguna fungsi psikologis, merupakan elemen yang sakral
dalam praktik kultural ritus kematian tersebut, dan memiliki getaran spiritual, yang mana getaran
apakah karena kuatnya relasi kuasa pengetahuan spiritual di dalam diri (bhuana alit) dan di alam
tersebut? Sejumlah pertanyaan tersebut dapat semesta (bhuana agung) sejatinya adalah sama
dirumuskan sebagai pertanyaan penelitian sebagai dan satu.
berikut: (1) Bagaimana relasi kuasa pengetahuan
yoga penglukunan dasa aksara bertransformasi Yudiantara (2016: 207), menyatakan dalam
menjadi arsitektur bade? (2) Bagaimana kuasa ajaran Dasa Aksara semua aksara hanacaraka
pengetahuan dibalik yoga penglukunan dasa yang jumlahnya 20 akan disarikan dalam 10
aksara ditangkap dan dimaknai oleh undagi bade? aksara, lalu sepuluh aksara tersebut tersarikan lagi
menjadi panca brahma (sa, ba, ta, a, i), kemudian
Studi ini bertujuan mengungkap fenomena tersarikan menjadi triaksara, yaitu ang, ung, dan
laku yoga seorang undagi bade yang mampu mang, menjadi dwiaksara (ang, ah) dan kemudian
menangkap pengetahuan dibalik dasa aksara menunggal menjadi Ongkara. Dasa Aksara
sebagai teknik yoga untuk praktik olah bathin merupakan wija mantra yang terselip dan menjadi
dan diwujudkan dalam bentuk artefak arsitektur bagian tidak terpisahkan dari mantra-mantra dan
wadah/bade. Studi ini merupakan penelitian puja-puja doa orang Bali, baik untuk kepentingan
kualitatif dengan pendekatan deskriftif analitis. yadnya atau untuk kepentingan-kepentingan lain
Pengumpulan data dengan observasi dan yang lebih spesifik (pengiwa ‘ilmu kiri’, penengen
dokumentasi. Penentuan informan dilakukan ‘ilmu kanan’, pengusadhan ‘pengobatan’, dan lain
dengan purposive sampling. Guna memudahkan sebagainya).
pemahaman dan proses analisis sejumlah referensi
transliterasi lontar juga dipergunakan seperti: Setiap aksara suci tersebut memiliki
Lontar Dasa Aksara, Lontar Indik Mekarya Bade, tempatnya masing-masing di bhuana agung

YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018 99


(di sembilan arah mata angin, plus di tengah), pada waktu akan diusung dari rumah duka menuju
memiliki dewa penguasanya masing-masing dan ke kuburan (Sulistyawati, 2008: 102).
memiliki karakteristik teologis lainnya. Aksara Arsitektur bade tersusun atas pepalihan
tersebut juga memiliki tempatnya masing-masing (bagian-bagian) yang menyusun bagian badan
di bhuana alit di bagian-bagian tubuh (organ dan atapnya. Bentuknya bervariasi ada yang tidak
dalam). bertumpang dikenal dengan sebutan wadah dan
Aksara Sa ditempatkan di jantung, Ba di yang atapnya bertumpang disebut bade, bahkan
hati, Ta di lambung, A di empedu, I di dasar hati, ada yang tidak beratap (terbuka) yang disebut
Na di paru-paru, Ma di usu halus, Si di ginjal, padma.
Wa di kerongkongan dan Ya ditempatkan di Ketentuan jumlah tumpang bade ditetapkan
ujung hati (Yudiantara, 2016: 209-210; Anonim, dalam masing-masing prasasti atau babad klan/
1996a). Sejumlah aksara inilah kemudian diputar warga bersangkutan sebagai sebuah penugrahan
penempatannya dalam organ dalam, saat praktik raja pada masa kerajaan dahulu, yang masih
yoga dengan asana ‘sikap badan’ tertentu. Teknik mentradisi sampai sekarang. Tingkatan atap
khusus pelatihannya juga dikombinasikan dengan tumpang ini menunjukkan status sosial yang
olah nafas (pranayama) dan aspek astangga yoga bersangkutan di masyarakat adat atau jabatan
lainnya. Selengkapnya delapan tahapan praktik yang pernah dipangku semasa hidupnya.
yoga tersebut, yakni: yama, niyama, asana, Misalnya untuk raja berhak memakai tumpang
pranayama, pratyahara, dharana, dhyana, dan 11, para menteri tumpang 9, para patih tumpang
semadhi (Tim Penyusun, 2012: 24). 7, demikian pula warga Pasek memakai tumpang
7, mengingatkan tujuh orang leluhurnya adalah
2.2 Pengertian Bade sebagai Arsitektur Ban-
gunan Kematian para pandita agung di masa silam. Klan yang lain
memakai tumpang 5 atau 3 (Titib, 2001: 119-120).
Kata bade berasal dari kata wadah karena
huruf p, b, dan w adalah satu warga, yaitu sama- 2.3 Bentuk Arsitektur Bade
sama aksara labial. Dengan demikian istilah Bentuk bangunan untuk upacara ngaben
wadah dapat berubah menjadi kata badah, dari dipengaruhi oleh kedudukan seseorang dalam
kata badah menjadi kata bada yang artinya tempat/ strata sosial tradisional di masyarakat Bali, yakni
ruangan, sehingga ada istilah bada saang ‘tempat kelompok tri wangsa (brahmana, ksatria, dan
kayu bakar, bada celeng ‘kandang babi’, bada wesia), dan kelompok jaba wangsa.
motor ‘garase’ dan lain-lain. Kata bada kemudian
menjadi bade dalam pengertian tempat menaruh a. Arsitektur Bade Kaum Brahmana
jenazah sebagai salah satu sarana dalam upacara Kaum Brahmana dalam kontek ini dipahami
pengabenan (Wiana, 2004: 73). sebagai siapa saja yang sudah melakukan proses
Kata bade diartikan juga sebagai tempat penyucian diri baik ekajati maupun dwijati atau
besar dan tinggi untuk mengusung jenazah pinandita dan pandita yakni kaum rohaniawan
yang akan dibakar di kuburan (Anandakusuma, Hindu. Arsitektur bade untuk seorang rohaniawan
1986: 14). Wadah atau bade sebagai salah satu berbentuk padmasana atau padmasari. Penggunaan
pemereman ‘peraduan akhir’ secara arsitektural bentuk bangunan mirip pelinggih ‘bangunan
adalah suatu jenis/bentuk bangunan tradisional suci’ di tempat suci (pura dan pemerajan), hal ini
Bali yang bersifat sementara dan ringan berbentuk dimungkinkan karena diyakini pendeta adalah
bebaturan dan pepalihan, di atasnya berdiri balai- Sang Adi Guru Loka atau guru pengajian bagi umat
balai, dirancang khusus untuk tempat jenazah yang tugasnya mengabdi pada bidang keagamaan.

100 YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018


Bagi para orang suci ini, dalam upacara Besarnya bilangan tumpang juga merupakan
pengabenan-nya menggunakan arsitektur bade perlambang tingkat kekuasaan leluhur seseorang
berbentuk padma. Para Pandita ‘pendeta’ berhak dimasa lampau. Makin besar kekuasaannya makin
memakai bentuk Padmasana dan Padmanglayang tinggi tumpang yang boleh dipakai sesuai anugerah
yakni lengkap menggunakan bedawangnala, raja tertinggi. Disamping itu, jumlah tumpang
sedangkan bagi Pinandita ‘pemangku’ hanya juga menjadi lambang lapisan alam semesta dan
berhak menggunakan bentuk Padmasari tanpa dewa-dewa penguasa segala penjuru mata angin
bedawangnala. (astadikpalaka).
Bentuk tempat persemayaman orang suci Perbedaan bentuk bade bagi raja dan
ini disinggung dalam lontar Asta Kosala Kosali bawahannya dapat dilihat dari beberapa hal yakni
lembar no 56/b (Anonim, 1996b: 54), sebagai ornamen, keberadaan nagabanda dan jumlah
berikut: tumpang. Bade untuk raja memakai struktur
palih lima, selengkapnya dari atas ke bawah
“Iti wastan wadhah mautama, nga. Padmasana,
adalah: palih sari, palih taman, palih sancak,
Padmasari, Padmanglayang. Padmasana,
malengkyang maileh, macandi raras, palih karas, palih batur, dan tumpang atapnya
padmanglayang, nga.” sebanyak sebelas. Tingkat sebelas melambangkan
bahwa raja adalah pusat dari segala kekuasaan
Artinya:
dan memiliki kekuasaan mutlak seluruh penjuru
Inilah nama wadah atau bade yang utama.
mata angin kerajaan termasuk langit dan bumi.
Padmasana, Padmasari dan Padmanglayang.
Hal ini menyamai kekuasaan dewa tertinggi
Padmasana malengkyang keliling.
yaitu dewa Siwa. Keyakinan ini berkaitan dengan
Padmanglayang menggunakan hiasan candi
konsep dewa raja yang menganggap raja sebagai
raras.
penjelmaan dewa (Sulistyawati, 2008: 107).
b. Arsitektur Bade Kaum Kesatria
(2). Arsitektur Bade Raja di Bawah Penguasa
Arsitektur bade warga Ksatria dibagi menjadi Tunggal
dua yakni: arsitektur bade untuk raja penguasa
Bade untuk raja-raja lain setingkat di bawah
tunggal dan raja di bawah penguasa tunggal.
raja penguasa tunggal adalah bertingkat sembilan
(1). Arsitektur Bade Raja Penguasa Tunggal (megunung sia). Jumlah tumpang sembilan
(Raja di Raja) juga dipakai oleh sanak keluarga raja penguasa
Pemereman ‘persemayaman’ untuk raja-raja tunggal itu sendiri. Ini melambangkan bahwa
mengambil bentuk bade yang dilengkapi dengan luas kekuasaannya sampai ke sembilan penjuru
naga banda. Bade menggunakan atap bertingkat mata angin dari wilayah kerajaan seperti halnya
sebagai lambang alam semesta dengan berbagai kekuasaan para dewata (Sulistyawati, 2008: 107;
puncak gunung yang disimbolkan melalui Suyoga, 2014: ).
tumpang. Jumlah tingkat biasanya ganjil, yakni
c. Arsitektur Bade Warga Wesia
dari tertinggi sampai terendah adalah 11, 9, 7, 5, dan
3 yang sering disebut megunung solas, megunung Arsitektur bade untuk golongan wesia
sia, megunung pitu, megunung lima, megunung atau keluarga yang leluhurnya pernah menjadi
telu. Ini merupakan simbol agar roh orang yang punggawa atau pejabat yang sederajat, mengambil
diaben segera mencapai alam kedewataan yang wujud wadah dengan dasar bade, yaitu wadah
diyakini berada di puncak gunung tertinggi (Titib, yang dasarnya mempergunakan badawangnala
200: 119-120). atau ornamen saja (Sulistyawati, 2008: 110;
Suyoga, 2014: ).

YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018 101


d. Arsitektur Bade Warga Jaba yaitu sembilan manifestasi Siwa dalam sembilan
Ketiga klasifikasi di atas adalah untuk arah mata angin. Dalam lontar Usana Bali lembar
warga tri wangsa yang diistilahkan tinggal di 1b, yang dikutip Manuaba, (2006: 75), disebutkan
jeroan (dalam), sedangkan kelompok warga sebagai berikut:
lainnya yang tinggal di luar jeroan atau di luar “Iti teges ing bhuwana jagat, cinaritaken
tri wangsa disebut jaba wangsa. Arsitektur bade tingkahing Dewata Nawasanga munggwing
untuk warga jaba (masyarakat kebanyakan) pada bhuwana kabeh. Purwantu Iswara Dewa,
umumnya mengambil wujud wadah dengan dasar Aghneyantu Mahesora, Daksina Bhatara
babogeman, yang sering juga disebut bale-balean. Brahma, Neriti Rudra Dewata, Pascimantu
Bangunan temporer ini sangat sederhana, tidak Mahadewa, Wayabya Sangkara sthana, Uttara
Wisnu Dewata, Hairsanya Sambhu Dewata,
memakai bhoma dan paksi. Demikian pula ragam
Madya Siwa Dewa”.
hiasnya hanya dari bahan kertas tanpa memakai
kapas. Sanan ‘pemikulnya’ hanya satu gulung Artinya:
atau lapis ke arah muka-belakang ataupun ke “Ini adalah keadaan di dunia, dikisahkan Dewata
samping (Wikarman, 2002:106). Nawasanga dan kedudukannya di dunia. Di Timur
Dewa Iswara, di Tenggara Mahesora, di Selatan
Walaupun bentuk wadah diperbolehkan,
Bhatara Brahma, di Barat Daya Rudra Dewata,
namun banyak masyarakat golongan jaba lebih
di Barat Mahadewa, di Barat Laut adalah sthana
suka hanya memakai wadah berbentuk joli dan
Sangkara, di Utara Wisnu Dewata, di Timur Laut
pepaga. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh
Sambhu Dewata dan di Tengah Dewa Siwa”.
keberadaan ekonomi kaum jaba dahulunya
kebanyakan berada di bawah garis kemiskinan. Gunadha (1989:82) mengutip pernyataan
Namun meskipun dewasa ini keberadaan ekonomi Wojowasito (1954:150), menyatakan Dewata
mereka sudah meningkat bahkan ada yang hampir Nawasanga terdiri dari kata dewata yang berarti
menyamai atau bahkan melampaui golongan para dewa, kata nawa berarti sembilan dan sanga
tri wangsa, masih ada yang tetap patuh memilih berarti tinggi, ke atas, atau yang diangkat tinggi
bentuk joli dan pepaga (Jro Mangku Undagi I dalam Dewata Nawasanga merupakan sembilan
Nyoman Artana, wawancara 2018).
dewata tertinggi sebagai manifestasi Sang Hyang
III. DISKUSI Widhi sesuai dengan fungsi yang dinyatakan
Dasa Aksara yang dipahami sebagai sepuluh dalam posisi/letak pada sembilan penjuru. Dewata
huruf suci, merupakan penjabaran dan ajaran Nawasanga terdiri dari Panca Dewata, yaitu
terstruktur dari Ilmu Kebathinan Bali yang baik Brahma, Wisnu, Siwa, Iswara, dan Mahadewa,
secara psikologis maupun secara metafisik sangat ditambah Maheswara, Rudra, Sangkara, dan
besar manfaatnya. Dasa Aksara teraplikasi dalam Sambu.
ranah makrokosmik maupun mikrokosmik. Secara Kesembilan dewa tersebut dilambangkan
makrokosmos pengejawantahan Dasa Aksara dengan wijaksara: Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si,
dapat disepadankan dengan pengideran dalam Wa, dan Ya. Sa adalah Sadyojata atau Iswara di
konsep Pengider-Ideran Dewata Nawa Sang. Timur, Ba adalah Bhamadewa atau Brahma di
Pangider-ider berasal dari kata ider yang Selatan, A adalah Aghora atau Wisnu di Utara,
artinya berputar. Putaran purwa-daksina ini searah Ta adalah Tadpurusa atau Mahadewa di Barat, I
putaran jarum jam, mulai dari arah Timur ke adalah Isana, yaitu Siwa di Tengah, selanjutnya Na
Selatan dan kembali ke tengah. Adapun pangider- adalah Maheswara di Tenggara, Ma adalah Rudra
ider merupakan refleksi dari Dewata Nawasanga di Barat Daya, Si adalah Sangkara di Barat Laut,

102 YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018


Wa adalah Sambu di Timur Laut, dan Ya adalah Dewanya Sambu dan warnanya biru.
Siwa di Tengah. • Dan yang terakhir adalah Huruf suci Ya,
Titib (2001: 383) menyatakan dewata letaknya di Tengah Atas, Dewanya Ciwa
penguasa kiblat mata angin, disebut astadikpalaka dan warnanya juga campuran (panca
adalah berdasarkan Siwatattwa (Saiwa Siddhanta). warna/brumbun). Sedangkan panunggalan
Informasi ini juga dapat dijumpai dalam puja sepuluh huruf itu menjadi satu lambang
Astamahabhaya (Hooykaas, 1971:65 dalam aksara suci bagi umat Hindu, yaitu Omkara
Titib 2001:384), yaitu penguasa kiblat di Timur, (huruf suci Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
dewa Iswara membawa senjata bajra, Tenggara Yang Maha Esa).
Maheswara membawa senjata dhupa, Selatan Kuasa pengetahuan kesepuluh huruf suci
Brahma membawa senjata gada, Barat Daya dan huruf suci Omkara pada arsitektur bade
Rudra membawa senjata danda, Barat Mahadewa diinterpretasikan pada tumpang bade. Hal ini
membawa senjata nagapasa, Barat Laut Sangkara merujuk pemikiran Foucault yang memahami
membawa senjata angkus, Utara Wisnu membawa kekuasaan sebagai strategi. Strategi kekuasaan
senjata cakra, dan Timur Laut Sambhu membawa sebagai yang melekat pada kehendak untuk
senjata trisula. Di Tengah dewa Siwa membawa mengetahui; selanjutnya melalui wacana, kehendak
senjata padma. untuk mengetahui terumus dalam pengetahuan.
Sepuluh huruf suci tersebut diyakini sebagai Bahasa menjadi alat untuk mengartikulasikan
urip bhuana ‘jiwa alam’ yang letaknya di sepuluh kekuasaan pada saat kekeuasaan haru smengambil
penjuru alam semesta termasuk di tengah, bentuk pengetahuan. Pengejawantahan relasi
kesepuluh huruf itu adalah: kuasa pengetahun tersebut, dapat diuraikan
• Huruf suci Sa, letaknya di Timur, Dewanya sebagai berikut:
Iswara dan warnanya putih. • Bade beratap sebelas adalah lambang dari
• Huruf suci Ba, letaknya di Selatan, sebelas huruf suci, yaitu sepuluh huruf
Dewanya Brahma dan warnanya merah. suci (Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa,
Ya) ditambah huruf suci Omkara sebagai
• Huruf suci Ta, letaknya di Barat, Dewanya lambang Eka Dasa Dewata.
Mahadewa dan warnanya kuning.
• Bade beratap sembilan adalam lambang 8
• Huruf suci A, letaknya di Utara, Dewanya huruf di seluruh penjuru (Sa, Ba, Ta, A, Na,
Wisnu dan warnanya hitam. Ma, Si, Wa) ditambah huruf suci Omkara
• Huruf suci I, letaknya di Tengah, Dewanya di tengah, huruf 9 itu lambang Dewata
Ciwa dan warnanya campuran (panca Nawa Sanga.
warna/brumbun). • Bade beratap tujuh adalah lambang 4 huruf
• Huruf suci Na, letaknya di Tenggara, di penjuru Timur, Selatan, Barat dan Utara
Dewanya Mahesora dan warnanya merah (Sa, Ba, Ta, A) ditambah 3 huruf tengah (I,
muda (dadu). Omkara, Ya) 7 huruf ini lambang Sapta
Dewata atau Sapta Rsi.
• Huruf suci Ma, letaknya di Barat Daya,
Dewanya Rudra dan warnanya jingga. • Bade beratap lima adalah simbol dari lima
huruf yaitu penjuru Timur, Selatan, Barat,
• Huruf suci Si, letaknya di Barat Laut,
Utara, (Sa, Ba, Ta, A) ditambah satu huruf
Dewanya Sangkara dan warnanya hijau.
Omkara di tengah, lima huruf ini lambang
• Huruf suci Wa, letaknya di Timur Laut, Panca Dewata.

YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018 103


• Bade beratap tiga adalah simbol dari tiga Kekuasaan atas arah mata angin ini kemudian
huruf di tengah (I, Omkara, Ya) merupakan ditransformasikan pada tingkatan atap bangunan
lambang Tri Purusa yaitu Parama Siwa, bade. Proses transformasi ini juga tidak dapat
Sada Siwa dan Siwa. dipisahkan dengan simbolisasi pengelukunan dasa
• Bade beratap dua adalah simbol dari dua aksara (penyatuan sepuluh huruf suci) sebagai
huruf di tengah (I, Ya) adalah lambang dari jiwa ‘urip’ dari bade atau lapisan alam semesta
Purusa dan Pradhana (Bapak-Ibu). yang dilambangkan dengan tumpang atap bade
tersebut.
• Bade beratap satu adalah simbol dari
penunggalan kesepuluh huruf suci itu, Relasi kuasa pengetahuan melalui pemakaian
yaitu Om atau Omkara sebagai perlambang tumpang atap bade yang merupakan penglukunan
Sang Hyang Tunggal (Sang Hyang Widhi dasa aksara ‘penyatuan sepuluh huruf suci’,
Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa). mengandung harapan agar roh mendiang yang
diupacarai menuju ke alam kedewataan atau
Relasi kuasa pengetahuan dalam konsep
mencapai puncak astangga yoga, yakni maha
pengider-ider terkait dengan arsitektur bade, dapat
semadhi; sesuai dengan luasnya kekuasaan pada
dilihat dari jumlah tumpang atap bade yang sangat
masa hidupnya, seperti kekuasaan dewata atas
terkait dengan besar kecil atau luasnya kekuasaan
arah mata angin tersebut.
mendiang pada masa hidupnya. Sulistyawati
(2008: 107), menyatakan bahwa tingkat atap Berbeda halnya pada arsitektur
sebelas melambangkan bahwa raja adalah pusat bade persemayaman orang suci Hindu.
dari segala kekuasaan dan memiliki kekuasaan Persemayamannya berbentuk padma tanpa atap
mutlak seluruh penjuru mata angin kerajaan yang merupakan simbol windu (kosong). Atap
termasuk langit dan bumi. Hal ini menyamai sebagai simbol kekuasaan tidak lagi dipergunakan,
kekuasaan dewa tertinggi yaitu Dewa Siwa. karena para orang suci sudah tidak lagi diikat oleh
Pengetahuan tentang kultus Dewa Siwa sebagai keduniawian termasuk kekuasaan.
dewa tertinggi, ditangkap dan diartikulasikan
Secara semiotik, arsitektur bade adalah sebuah
menjadi pusat kekuasaan raja di raja dengan
simbol. Sebagai sebuah simbol, bade mengarahkan
pemakaian tumpang sebelas.
pada sesuatu yang transenden dan imanen. Sebagai
Jumlah tumpang sembilan melambangkan simbol transenden, bade merupakan simbolisasi
bahwa luas kekuasaannya sampai ke sembilan umat Hindu untuk menghubungkan dirinya
penjuru mata angin dari wilayah kerajaan, seperti dengan Yang Tunggal, Yang Tidak Terbayangkan,
halnya kekuasaan para dewata. Bilangan tujuh atau Achintya ‘tidak terpikirkan’, sebuah esensi
melambangkan kekuasaan atas Utara-Selatan, dari praktik yoga; karena itu, pada ulon ‘puncak
Timur-Barat, dan Bawah-Tengah-Atas. Bilangan dinding’ bade dan wadah diberi gambar Achintya.
lima melambangkan kekuasaan atas Utara-
Selatan, Timur-Barat dan Tengah. Tumpang tiga Cohen (1974 dalam Triguna, 2000: 24),
melambangkan kekuasaan dewata atas tiga dunia berpendapat bahwa simbol adalah sesuatu yang
yaitu: alam bawah, tengah dan atas. obyektif yang pada awalnya merupakan reaksi
spontan individu berdasarkan pengalaman
Kekuasaan seseorang (raja di raja, raja subyektif spesifik, dan mencapai obyektivasi dalam
bawahan, keluarga raja, mantri, patih, prebekel, interaksi sosial. Hal yang semula bersifat individu
dan para tokoh masyarakat lainnya) terhadap menjadi obyektif-kolektif. Hal ini dalam bahasa
luas wilayah tertentu di dunia, diinterpretasikan Foucault dipahami sebagai kuasa pengetahuan.
atas penguasaan arah penjuru mata angin. Kuasa pengetahuan itu tersebar, tidak dimiliki

104 YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018


seseorang semata. Ia dapat ditangkap oleh siapa “yoga” penglukunan dasa aksara. Jadi, dalam
saja dan dapat dijadikan kuasa oleh orang-orang bahasa Foucault dapat dinyatakan, pengetahuan
yang memiliki kuasa untuk “berbicara” (praktik tentang penglukunan dasa aksara ditangkap
profesi). Foucault menyatakan kekuasaan sebagai oleh undagi bade untuk dikembangkan sebagai
stategi kompleks dalam suatu masyarakat dengan kuasa dalam praktik profesinya. Praktik kuasa
perlengkapan, manuver, teknik, dan mekanisme pengetahuan ini berlaku di ranah masyarakat Bali
tertentu (Haryatmoko, 2016: 15). yang tubuhnya telah disiplin, patuh, dan berguna
dalam menjalankan praktik kultural berupa
Dalam kaitan arsitektur bade sebagai simbol,
seremonial kematian (ngaben).
mencatat, bahwa para kawi sastra yang juga
seorang undagi, menuangkan hasil kontemplasi 3.1 Makna Sosial
dalam yoga beliau yang mendalam “dharana- Kuasa pengetahuan dalam yoga penglukunan
dhyana-semadhi” menuju yang transenden, dasa aksara dapat dimaknai oleh seorang
telah menghasilkan sebuah wujud bangunan undagi bade, tidak hanya terbatas pada praktik
persemayaman sebagai simbol yang transenden. mewujudkan benda budaya atau artefak berbentuk
Wacana primer relasi kuasa pengetahuan tersebut bangunan wadah atau bade semata, namun
kemudian dituangkan dalam wacana sekunder relasinya masih jauh dapat berjalan menuju
berupa panduan desain arsitektur wadah dan ke kedalaman olah bathin. Internalisasi yoga
bade, dan sejumlah wacana tersier dalam praktik penglukunan dasa aksara menjadi proses pelatihan
ritualnya di tengah masyarakat. tubuh yang tiada henti bagi seorang undagi.
Relasi kuasa pengetahuan dalam wacana Praktik disiplin olah tubuh (olah badan/olah
sekunder ini, ditangkap oleh aktor-aktor intelektual raga) dan olah bathin melalui tahapan astangga
organik, seperti raja di raja, rohaniwan, undagi yoga mutlak dilakoni oleh seorang undagi dalam
dan tokoh masyarakat lainnya yang memiliki praktik profesinya. Lontar Asta Kosala Kosali
kuasa untuk berbicara atas nama pengetahuan dan juga lontar Indik Mekarya Bade dengan jelas
tersebut. Para aktor intelektual ini menangkap menegaskan hal ini. Jika seseorang melakukan
dan mengembangkan relasi kuasa pengetahuan praktik bangun membangun/ pertukangan
tersebut sebagai wacana sekunder, yang kemudian sebagai undagi ‘arsitek’, maka ia hendaknya
berkembang lagi menjadi wacana tersier dan mempertanggungjawabkan hasil karyanya baik
seterusnya. secara sekala ‘riil’ dan juga niskala ‘gaib’. Ia
mempersembahkan karyanya kepada mendiang,
Bade juga merupakan simbol yang bersifat keluarga mendiang, masyarakat, dan kepada
imanen, karena masyarakat Hindu Bali meyakini Bhagawan Wiwakarma sebagai perpanjangan
bahwa bade adalah tempat atau sebagai simbol tangan dari Dewa Siwa.
kendaraan roh menuju Yang Tunggal atau
Sang Hyang Widhi atau Paramasiwa. Mereka Dengan demikian praktik disiplin tubuh
berinteraksi secara simbolik dalam kancah melalui yoga penglukunan dasa aksara atau
masyarakat dalam praktik ritus keagamaan. dalam bahasa Foucault disebut kuasa disiplin
(Haryatmoko, 2016: 15). Proses kerja kuasa
Dengan demikian, arsitektur bade dengan disiplin pada seorang undagi akan membuat
bentuknya yang bervariasi, ada disebut wadah dirinya taat, patuh dan berguna dalam praktik
yang tidak bertumpang; yang atapnya bertumpang profesinya. Pengetahuan dibalik penglukunan dasa
disebut bade, dan yang tidak beratap (terbuka) aksara, ditangkap dan dijadikannya kuasa dalam
disebut padma. Varian atap inilah wujud relasi praktik profesinya. Pemahamannya terhadap
kuasa pengetahuan, hasil kontemplasi mendalam

YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018 105


esensi bija aksara dan proses penglukunannya
‘penyatuan aksara suci’ tersebut, menjadikan karya
Foucault menyatakan kuasa pengetahuan
arsitektur wadah/bade yang dirancangnya mampu
itu tidak dimiliki seseorang tapi tersebar dan ada
mewakili relasi kuasa pengetahuan yang bekerja
dimana-mana (Haryatmoko 2016: 15). Hal ini
di dalamnya. Kuasa mendiang semasa hidupnya
menekankan dalam relasi kuasa pengetahuan,
mampu diejawantahkan pada perwujudan secara
pengetahuan dapat ditangkap oleh siapa saja
arsitektural.
untuk menjadikannya kuasa dalam sebuah ranah
Bentuk pepalihan pengawak ‘bagian badan’ tertentu. Fakta empiris menunjukkan pengetahuan
wadah dan bade’, maupun jumlah atap wadah/ tersebut rupanya sudah ditangkap oleh kaum
bade yang menjadi simbolik kuasa mendiang kapitalis untuk menjadikannya kuasa dalam ranah
semasa hidup atau kuasa leluhurnya terdahulu di komersial. Proses komodifikasi arsitektur bade
era kerajaan, yang merupakan hasil pembacaan dapat dijumpai dalam berbagai sentra pengerajin
mendalam praktik yoga penglukunan dasa bade yang tersebar di hampir seluruh wilayah
aksara. Masyarakat Bali mampu berinteraksi Bali. Pola distribusi dan konsumsinyapun sudah
dengan kapital simbolik yang diwujudkan secara tersebar tidak saja di Bali dan luar Bali terkait
arsitektural tersebut. Kapital simbolik dalam kebutuhan ritual kematian, namun juga telah
pemikiran Bourdieu ini merupakan bentuk berkembang untuk kelengkapan museum baik di
modal simbolik yang dimiliki seseorang karena Bali maupun di luar negeri, seperti untuk museum
kebangsawanan, gelar, jabatan, kepemimpinan, Yadnya di Mengwi, museum budaya di Amerika,
dan nama besar keluarga. Kapital simbolik dan museum etnis di Jerman (Suyoga, 2014: 138-
akan menghasilkan kekuasaan simbolik. Maka, 139).
kekuasaan simbolik membutuhkan simbol-simbol
kekuasaan tersebut (Haryatmoko, 2016: 45). 3.2 Makna Internalisasi Personal
Kapital simbolik seseorang terkait arsitektur bade
Relasi kuasa pengetahuan penglukunan dasa
ini tertuang dalam wacana babad soroh, prasasti,
aksara juga menjadi latihan yoga keseharian
pamancangah, bhisama klan, atau bentuk transkrip
seorang undagi dalam upaya akhirnya untuk
keluarga besar lainnya.
memahami kesejatian Sang Diri Sejati “Siwa”.
Ketentuan ini diturunkan dari generasi Proses internalisasi praktik yoga ini menjadi
ke generasi sebagai sebuah anugrah Dalem mutlak bagi seorang undagi dalam upaya
Klungkung “Raja di Raja Bali” era Bali Madya/ pengolahan energi semesta dalam alur pemahaman
Bali Majapahit (1343 M – awal abad ke- adanya kesamaan unsur makrokosmik dengan
19). Kapital simbolik hasil kontemplasi yoga mikrokosmik.
penglukunan dasa aksara ini sudah berkontestasi
Seorang undagi disamping mampu dan trampil
sekitar lima abad dalam kehidupan sosio-religius
secara teknis arsitektural, juga dituntut mumpuni
masyarakat Bali. Praktik budaya ini, menunjukkan
secara olah bathin, dan salah satu caranya melalui
bahwa kuasa pengetahuan yoga penglukunan
praktik disiplin tubuh melalui yoga penglukunan
dasa aksara tersebut masih fungsional dalam
struktur tradisional masyarakat Bali yang kini dasa aksara. Peletakan keseluruhan bija aksara
telah memasuki era pascamodern dengan berbagai dalam organ dalam dirinya dan proses penyatuan,
tekanan globalisasi dan pergulatan kuasa era pemutaran tahap demi tahap energi yang mulai
kontemporer. aktif guna mencapai keseimbangan dan fokus
fungsionalnya. Secara detail praktik ini dapat

106 YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018


dipelajari pada tuntunan lontar penglukunan yoga seorang undagi bade dalam proses pencarian
dasa aksara, tentunya sangat disarankan melalui dirinya yang sejati (Siwa) di jalan Tantra.
tuntunan guru spiritual yang memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Undagi pada keseluruhan proses praktik
profesinya diharapkan mampu mencapai Anonim. 1996a. Dasa Aksara. Alih Aksara Lontar.
kesadaran keduniawian dan hakekat kesejatian Denpasar: Kantor Dokumentasi Budaya Bali.
yang dilatihnya melalui pendekatan tubuh fisiknya. Pemerintah Propinsi Bali.
Hasil akhir tentunya sebuah kesejahteraan ______. 1996b. Asta Kosala Kosali. Alih Aksara
(sehat badani) dan kebahagiaan (sehat bathin) Lontar. Denpasar: Kantor Dokumentasi
sepanjang praktik profesinya sebagai undagi. Budaya Bali. Pemesrintah Propinsi Bali.
Inilah sebenarnya hakekat internalisasi personal
dari kata swagina-swadharma. Profesional dalam Gunadha, Ida Bagus.1989. Pura Agung Jagatnatha.
profesi diri secara sekala-niskala. Tidak dipublikasikan. Institut Hindu Dharma
Indonesia.
IV. PENUTUP
Haryatmoko. 2016. Membongkar Rezim Kepastian
Arsitektur bade dengan bentuknya yang Pemikiran Kritis Post – Strukturalis.
bervariasi, ada disebut wadah yang tidak Yogyakarta: PT. Kanisius.
bertumpang, dan yang atapnya bertumpang disebut
bade, bahkan ada yang tidak beratap (terbuka) Manuaba, Ida Bagus Gde Kartika. 2006.
disebut padma. Varian atap ini merupakan relasi “Padmasana dari Konsepsi Menuju
kuasa pengetahuan, hasil kontemplasi mendalam Bentuk”. Tesis (tidak diterbitkan). Denpasar:
“yoga” penglukunan dasa aksara. Jadi, dalam Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
bahasa Foucault dapat dinyatakan, pengetahuan Sulistyawati. 2008. Arsitektur Orang Mati di Bali.
tentang penglukunan dasa aksara ditangkap Pustaka Arsitektur Bali. Denpasar: Ikatan
oleh undagi bade untuk dikembangkan sebagai Arsitek Indonesia Daerah Bali.
kuasa dalam praktik profesinya. Praktik kuasa
pengetahuan ini berlaku di ranah masyarakat Suyoga, I Putu Gede. 2014. Arsitektur Bade,
Bali yang tubuhnya telah disiplin, taat patuh, Transformasi Konsep Menuju Bentuk.
dan berguna dalam menjalankan praktik kultural Gianyar: Kryasta Guna.
berupa seremonial kematian (ngaben). Tim Penyusun. 2012. Yoga. Denpasar: Dirjen
Seorang undagi disamping mampu dan trampil Bimas Hindu Kementrian Agama RI.
secara teknis arsitektural, juga dituntut mumpuni Titib, Made. 2001. Teologi dan Simbol-Simbol
secara olah bathin, dan salah satu caranya adalah dalam Agama Hindu. Surabaya: Badan
praktik disiplin tubuh melalui yoga penglukunan Litbang Parisada Hindu Dharma Indonesia
dasa aksara. Peletakan keseluruhan bija aksara Pusat bekerjasam dengan Penerbit Paramita.
dalam organ dalam dirinya dan proses penyatuan,
pemutaran tahap demi tahap energi yang mulai Triguna, Ida Bagus Gde Yudha. 2000. Teori
aktif guna mencapai keseimbangan dan fokus Tentang Simbol. Denpasar: Widya Dharma.
fungsionalnya. Relasi kuasa pengetahuan secara Wiana, I Ketut. 2004. Makna Upacara Yadnya
internal personal inilah dipahami sebagai kuasa Dalam Agama Hindu II. Surabaya: Paramita.
disiplin dalam bahasa Foucault. Disiplin pelatihan
Wikarman, Singgih. 2002. Ngaben (Upacara dari

YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018 107


Tingkat Sederhana sampai Utama). Surabaya:
Paramita.

Yudiantara, Putu. 2016. Sakti Sidhi Ngucap.


Eksplorasi dan Aplikasi Ilmu Leak, Kanda
Pat, dan Dasa Aksara untuk Orang Modern.
Denpasar: Bali Wisdom.com.

108 YOGA DAN KESEHATAN Volume 1, No.2, September 2018

You might also like