You are on page 1of 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344774285

Analisis Pembangunan Gender di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Preprint · October 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.26830.69444

CITATIONS READS
0 238

7 authors, including:

Mirna Ayu Setyaningrum Agus Joko Pitoyo


Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
10 PUBLICATIONS   0 CITATIONS    66 PUBLICATIONS   879 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Muhammad Arif Fahrudin Alfana Alfin Muhammad


Universitas Gadjah Mada Brawijaya University
101 PUBLICATIONS   25 CITATIONS    9 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analisis Kualitas Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) View project

Distribusi Penduduk View project

All content following this page was uploaded by Mirna Ayu Setyaningrum on 20 October 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BLOK ASDME 2020

Analisis Pembangunan Gender di Provinsi Nusa Tenggara Timur,


Indonesia.

Alfin F Muhammad1, Kamila P Hafizha1, Mirna A Setyaningrum1, Rahma A


Zahra1, Tegar D Pramanto1, Agus Joko Pitoyo1, Muhammad A F Alfana1
1
Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
e-mail : tegar.dwi.pramanto@mail.ugm.ac.id

Abstract
Human development is a concept that makes the population as objects and subjects of
development without discrimination against a certain gender. But in reality, women are
lagging in reaching the quality of life compared to men. Nusa Tenggara Timur (NTT) is
one of the provinces that have problems related to gender equality. The estimation of the
Gender Development Index (GDI) is important because women are a large number of
resources with high potential in development as objects and subjects. The purpose of this
analyst is to measure the level of human development based on gender indicators or GDI
in NTT Province. There are 4 indicators used, namely the Contraceptive Prevalence Rate
(CPR), percentage (%) of the APBD for population and family planning programs,
percentage (%) of women's budget allocation to the APBD, and Participation Women
Rate of the Labour Force (TPAK). The analysis shows that the GDI in NTT Province is
still poor. The value of GDI between districts in NTT is not the same, which shows that
the role of women in human development is not distributed evenly and needs to improves
through some programs and policies. Especially the allocation of APBD for women.

Keyword: Human Development, Gender Development, Gender Equality, Role of Women

Abstrak
Pembangunan manusia merupakan sebuah konsep yang menjadikan penduduk sebagai
objek pembangunan tanpa diskriminasi pada jenis kelamin tertentu, akan tetapi pada
kenyataannya, perempuan mengalami ketertinggalan dalam suatu pencapaian kualitas
hidup. Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang memiliki
masalah terkait kesetaraan gender. Perhitungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) ini
menjadi penting mengingat perempuan merupakan sumber daya dengan jumlah yang
besar serta berpotensi tinggi dalam pembangunan baik sebagai objek maupun subjek.
Tujuan analisis ini adalah mengukur tingkat pembangunan manusia berdasarkan pada
indikator gender atau IPG di Provinsi NTT. Terdapat 4 indikator yang digunakan yaitu
Contraceptive Prevalence Rate (CPR), persentase (%) APBD untuk program
kependudukan dan KB, persentase (%) alokasi anggaran perempuan terhadap APBD,
serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan. Hasil analisis menunjukkan
IPG provinsi NTT masih rendah. Nilai IPG antar kabupaten/kota di NTT tidak merata, hal
ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap peran perempuan dalam pembangunan
manusia belum merata dan perlu ditingkatkan melalui berbagai program dan kebijakan.
Terutama pengalokasian APBD untuk perempuan.

Kata kunci: Pembangunan Manusia, Pembangunan Gender, Kesetaraan Gender, Peran


Perempuan
PENDAHULUAN

Pembangunan manusia diarahkan serta ditujukan bagi semua penduduk tanpa


adanya pembeda pada jenis kelamin tertentu, akan tetapi pada kenyataannya,
perempuan mengalami ketertinggalan dalam suatu pencapaian kualitas hidup. Tidak
hanya memiliki peran domestik untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga,
perempuan juga sebagai penggerak roda pembangunan (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2016). Sebagai penggerak
pembangunan, Sebesar 46 persen perempuan dengan usia 15 tahun ke atas
berkontribusi dalam perekonomian yang juga sebagai penggerak pembangunan
(BPS 2015b dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
2016). Maka dari itu, keseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan yang
telah terbangun tersebut harus terus disempurnakan yaitu melalui peningkatan
kualitas hidup perempuan dari berbagai aspek.

Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs


menyebutkan bahwa tujuan ke 5 yaitu mencapai kesetaraan gender dan
memberdayakan perempuan. Kesetaraan gender juga beriringan dengan tujuan
SDGs lainnya yaitu tujuan ke 1, 2, 3, 4, 6, dan 7. Menurut Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2019) Kesetaraan gender
merupakan kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan
kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan, dan kesamaan dalam menikmati suatu hasil pembangunan. Indeks
Pembangunan Gender (IPG) digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi
yang sama serta menggunakan indikator yang sama dengan halnya IPM, tetapi lebih
diarahkan untuk mengungkapkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Fajriyyah dan Budiantara (2015) Indeks Pembangunan Gender (IPG)
merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang
sama seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan memperhatikan
ketimpangan gender. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan
pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan.

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang memiliki
masalah terkait kesetaraan gender. Banyak perempuan yang tidak mendapat hak
yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan maupun sosial, Nusa Tenggara
Timur (NTT) termasuk menjadi salah satu provinsi yang memiliki masalah tersebut
(Henry, 2019). Flores merupakan salah satu wilayah di NTT dengan isu kesetaraan
gender masih menjadi ancaman bagi anak perempuan. Salah satu yang menjadi
akar masalah timbulnya isu kesetaraan gender di sana adalah karena minimnya
akses air bersih (Sutriyatno, 2019). Kesetaraan gender dan pembangunan
berkelanjutan, suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Terlebih kesetaraan gender
termasuk syarat utama dalam kehidupan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sehingga sangat jelas bahwa kesetaraan gender merupakan isu utama dalam hal
pembangunan yang berkelanjutan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, 2016).
Analisis pengukuran pembangunan manusia berdasarkan pada indikator gender
di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini menggunakan empat parameter. Keempat
parameter tersebut yaitu Contraceptive Prevalence Rate (CPR), persentase (%)
APBD untuk program kependudukan dan KB, persentase (%) alokasi anggaran
perempuan terhadap APBD, serta Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
perempuan. Parameter Contraceptive Prevalence Rate (CPR) dapat
menggambarkan persentase perempuan usia reproduktif yang menggunakan alat
kontrasepsi. Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu melalui
pengaturan dari kelahiran. Persentase (%) APBD untuk program kependudukan dan
KB maupun perempuan digunakan untuk mengetahui alokasi peng-anggaran terkait
program kependudukan dan KB, serta program-program berkaitan dengan
perempuan. Sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan
digunakan untuk menganalisa partisipasi angkatan kerja perempuan pada suatu
daerah. Parameter-parameter tersebut disajikan dalam bentuk indeks yang
digunakan dalam pengukuran besarnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) di
Provinsi NTT.

Semakin tinggi nilai Indeks Pembagunan Gender (IPG) atau IPG mendekati 1,
maka semakin baik suatu wilayah terhadap kesetaraan gender, atau tidak
mengalami kesenjangan gender. Menurut Fitarisca (2014) Kesenjangan gender
dapat dilihat dari selisih antara IPM dan IPG. Apabila angka IPG lebih rendah dari
IPM maka terjadi kesenjangan gender. Semakin kecil selisih antara IPM dan IPG
maka kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan juga semakin
kecil.

Perhitungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) ini menjadi penting mengingat


perempuan merupakan sumber daya dengan jumlah yang besar serta berpotensi
tinggi dalam pembangunan baik sebagai objek maupun subjek. Tujuan analisis ini
digunakan untuk mengukur atau mengetahui tingkat pembangunan manusia
berdasarkan pada indikator gender atau Indeks Pembangunan Gender (IPG) di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sehingga dapat diketahui permasalahan-
permasalahan terkait kesetaraan gender, serta dapat dilakukan upaya untuk
menanggulangi dan mengatasi permasalahan tersebut di Provinsi NTT.

METODE

Metode yang digunakan pada analisis ini yaitu analisis kuantitatif terhadap indikator
gender terkait pembangunan manusia. Empat indikator Indeks Pembangunan
Gender (IPG) yang digunakan yaitu Contraceptive Prevalence Rate (CPR),
persentase (%) APBD untuk program kependudukan dan KB, persentase (%)
alokasi anggaran perempuan terhadap APBD, serta Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Indikator tersebut
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Tahun 2019.
Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan indeks komposit melalui
perhitungan indeks pada 4 indikator yang telah disebutkan. Berikut merupakan
persamaan dalam perhitungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) :

Indeks Pembangunan Gender (IPG) =

(indeks Contraceptive Prevalence Rate (CPR) + indeks persentase (%) APBD


untuk program kependudukan dan KB + indeks persentase (%) alokasi
anggaran perempuan terhadap APBD + indeks Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) perempuan) / 4

Adapun persamaan perhitungan indeks tiap-tiap indikator sebagai berikut :

X(i) - X(i) min


Indeks X(i) =
X(i) max - X(i) min

dimana :

X (i) = Indikator ke-i (i = 1, 2, 3, 4)

1 = Contraceptive Prevalence Rate (CPR)

2 = Persentase (%) APBD untuk program kependudukan dan KB

3 = persentase (%) alokasi anggaran perempuan terhadap APBD,

4 = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemajuan suatu daerah dapat ditinjau dari tingginya pembangunan di segala aspek
kehidupan pada daerah tersebut. Pembangunan yang dimaksud baik pembangunan
infrastruktur maupun pembangunan manusia yaitu penduduknya. Selain Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), capaian pembangunan penduduk di suatu daerah
juga dapat dianalisis melalui Indeks Pembangunan Gender (IPG). Akan tetapi IPM
belum dapat untuk mengetahui disparitas gender yang saat ini sedang menjadi isu
global (Safitri,dkk 2020). Oleh karena itu diperlukan perhatian terhadap IPG sebagai
indikator pembangunan manusia yang lebih menekankan persoalan status gender.
IPG menggambarkan pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia
dengan memperhatikan jenis kelamin, sehingga diketahui ketimpangan pencapaian
laki-laki dan perempuan dalam pembangunan manusia (Sitorus, 2016). Analisis
Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
dilakukan pada beberapa parameter yang berpengaruh, antara lain angka prevalensi
pemakaian alat kontrasepsi pada wanita 15-49 tahun, persentase APBD untuk
program kependudukan dan KB, persentase alokasi anggaran perempuan terhadap
APBD dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan.
Contraceptive Prevalence Rate (CPR)

Penggunaan alat kontrasepsi merupakan kebutuhan dasar bagi pengendalian


penduduk. Penggunaan alat kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi
salah satu bagian dari perencanaan bagi keluarga. Dalam hal ini, perempuan
memegang peranan penting dalam keputusan dalam penggunaan alat kontrasepsi,
karena perempuan memegang akibat dan efek samping yang lebih dominan
dibandingkan laki-laki (Fitriani, 2016). Hal ini membuat penggunaan kontrasepsi
menjadi salah satu parameter dalam mengukur indeks pembangunan gender (IPG)
yang dilihat berdasarkan Contraceptive Prevalence Rate. Contraceptive Prevalence
Rate (CPR) merupakan persentase wanita usia 15-49 tahun yang sedang
menggunakan atau memiliki pasangan yang sedang menggunakan minimal satu
jenis kontrasepsi (WHO, 2020).

Gambar 1 menunjukkan CPR kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara


Timur. Secara umum, rerata nilai CPR provinsi ini sebesar 40,57 dengan indeks
0,44. Nilai ini menunjukkan bahwa Provinsi NTT masih berada jauh dari nilai 1,00,
artinya masih terdapat banyak pasangan Wanita Usia Subur (WUS) yang tidak
menggunakan alat kontrasepsi. Kabupaten Manggarai Barat menjadi kabupaten
dengan tingkat prevalansi tertinggi dengan nilai 59,40 dan indeks 0,81. Kabupaten
Ende merupakan kabupaten dengan CPR terendah sebesar 22,37 dan indeks 0,3.
Tinggi rendahnya nilai CPR di Provinsi NTT dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan, usia kawin, dan jumlah anak yang pernah dilahirkan
wanita PUS (Firmansyah et al., 2020). Tamatan SD/sederajat menjadi tingkatan
dengan prevalensi kontrasepsi yang paling tinggi di Nusa Tenggara Timur
(Firmansyah et al, 2020). Hal ini disebabkan karena PUS pada tamatan jenjang
tersebut memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan tamatan jenjang
sekolah lainnya. Tingkat CPR yang rendah juga dipengaruhi oleh adanya edukasi
dan pemahaman terhadap penggunaan alat kontrasepsi yang masih belum merata
pada PUS di berbagai wilayah di NTT.

Kebijakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prevalensi kontrasepsi


di Provinsi NTT diantaranya dengan berbagai upaya yang mendukung adanya
edukasi dan layanan mengenai program keluarga berencana yang lebih masif pada
wilayah-wilayah dengan CPR yang rendah. Hal ini sejalan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTT 2018-2023 yang
mengarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan. Dengan
adanya peningkatan tersebut, pemahaman masyarakat yang selama ini memandang
program KB sebatas menggunakan kontrasepsi dapat diluruskan bahwa program ini
digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berdampak
pada berbagai bidang.
Gambar 1. Nilai dan Indeks CPR Provinsi NTT Tahun 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)

Persentase APBD untuk Program Kependudukan dan KB

Persentase APBD untuk program kependudukan dan Keluarga Berencana (KB)


menunjukkan alokasi dana yang dianggarkan pemerintah dalam mendukung
pengendalian kependudukan serta membatasi beban wanita dalam proses
kehamilan hingga kelahiran. Hal ini membuat indeks persentase APBD untuk
program kependudukan mendukung besarnya nilai IPG yang ada di suatu wilayah.
Nilai rerata persentase APBD untuk Provinsi NTT ialah 0,47% dengan indeks 0,83.
Angka 0,83 pada indeks ini menunjukkan bahwa Provinsi NTT telah memberikan
upaya yang cukup besar dalam program kependudukan dan KB jika dibandingkan
dengan provinsi lainnya di Indonesia. Indeks ini menjadikan persentase sebesar
0,47% di provinsi ini tergolong cukup baik dalam upaya pengendalian
kependudukan. Di sisi lain, nilai APBD untuk program kependudukan dan KB yang
sekilas terlihat kecil disebabkan oleh adanya pembagian dalam APBD yang
menjadikan masalah kependudukan dapat dilaksanakan dengan dana yang tidak
terlalu besar dari APBD yang ada.

Persentase APBD tertinggi terdapat pada Kabupaten Manggarai Timur


dengan APBD sebesar 1,21% dan indeks 0,75 (Gambar 2). Hal ini menunjukkan
bahwa pemerintah kabupaten ini memberikan perhatian yang baik terhadap upaya
pengendalian kependudukan. Persentase APBD terendah berada pada Kabupaten
Sabu Raijua dan Kabupaten Malaka sebesar 0,05% dan indeks 0,03. Adanya
persentase APBD yang rendah pada kedua kabupaten ini tidak secara langsung
menunjukkan ketidakseriusan pemerintah daerah dalam upaya kependudukan,
namun terdapat faktor lain seperti jumlah PUS serta efektivitas program yang
dilaksanakan di kedua wilayah tersebut.
Gambar 2. Nilai dan Indeks Persentase APBD untuk Program Kependudukan dan KB
Provinsi NTT Tahun 2019
Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)
Adanya peningkatan akses dan layanan kesehatan guna meningkatkan nilai
CPR pada poin sebelumnya membutuhkan adanya peningkatan dalam persentase
APBD untuk program kependudukan dan KB di Provinsi NTT. Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk mendukung peningkatan CPR, diperlukan
pengeluaran yang lebih dari sebelumnya dari persentase APBD. Dalam hal ini,
masalah utama yang perlu diminimalisir ialah masalah aksesibilitas terhadap
layanan tersebut pada berbagai wilayah. Meskipun demikian, diperlukan analisis
yang lebih komprehensif mengenai efektivitas pengeluaran yang digunakan tersebut
karena setiap kabupaten/kota memiliki kondisi dan kebutuhan yang berbeda.

Persentase Alokasi Anggaran Perempuan Terhadap APBD

Menurut Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2002, Anggaran Pendapatan


dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang
dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat di suatu daerah. Hal ini berarti APBD berlaku bagi laki-laki maupun
perempuan (Khaerah dan Mutiarin. 2016). Amanat konstitusi pasal 23 UUD 1945
juga menyatakan bahwa rakyat dimana didalamnya termasuk perempuan, berhak
untuk ikut dalam penyusunan dan pengambilan keputusan anggaran. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah harus memunculkan APBD yang sensitif gender.
Maksudnya adalah penggunaan APBD demi kesejahteraan masyarakat semestinya
mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan berdasarkan pola hubungan
yang tidak diskriminatif termasuk jenis kelamin (Yusnaina dan Saftiana. 2012)

Menurut Mudayata (2003) dalam Khaerah dan Mutiarin (2016), secara umum
anggarann pemerintah daerah di Indonesia belum memiliki perspektif gender.
Dampak yang muncul dari permasalahan tersebut adalah seringkali tidak
mendatangkan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki. Tujuan dari
anggaran yang berperspektif keadlian selain agar anggaran berpihak bukan saja
kepada laki-laki tetapi juga kepada perempuan, yaitu untuk memastikan apakah
perempuan memperoleh akses terhadap, berpartisipasi dalam, mempunyai kontrol
atas, dan memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan (Yusnaini dan
Saftiana. 2012)

Gambar 3 menunjukkan grafik persentase alokasi anggaran perempuan


terhadap APBD di Provinsi Nusa Tenggara Timur menurut Kabupaten/kota. Apabila
dilihat dari persebarannya, persentase alokasi anggaran perempuan terhadap APBD
di setiap kabupaten/kota bermacam-macam. Persentase tertinggi yaitu berada pada
Kabupetn Sumba Tengah sebesar 0.54% sedangkan persentase terendah yaitu
pada Kabupaten Manggarai senilai 0.00%. Secara keseluruhan persentase alokasi
anggaran perempuan terhadap APBD Provinsi NTT yaitu sebesar 0.22%. Nilai
tersebut masih berada di bawah rata-rata persentase total Indonesia yang sebesar
0.32%. Hal ini menunjukkan bahwa pengarusutamaan gender masih belum menjadi
prioritas utama bagi pemerintah daerah yang dapat dilihat melalui proporsi
persentase alokasi anggaran perempuan terhadap APBD di Provinsi NTT yang
masih belum merata serta tergolong rendah. Padahal untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat maka pemerintah harus mendasarkan pada lima pilar
kenegaraan yaitu demokrasi, penegakan hukum, keadilan sosial, dan anti
diskriminasi (Astuti. 2016)

Gambar 3. Grafik Persentase Alokasi Anggaran Perempuan Terhadap APBD


Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan

Pembangunan suatu daerah tidak terlepas dari keikutsertaan seluruh lapisan


masyarakat termasuk peranan perempuan dimana salah satu indikator yang
digunakan adalah peningkatan peran perempuan yang dapat diketahui melalui
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan (Rahma. 2017). Menurut
Badan Pusat Statistik, TPAK adalah proporsi penduduk yang termasuk angkatan
kerja, yakni mereka yang bekerja dan menganggur, terhadap penduduk usia kerja
(15 tahun ke atas). TPAK perempuan menjadi ukuran untuk menunjukkan seberapa
besar keterlibatan perempuan dalam dunia ketenagakerjaan. Semakin banyak
jumlah perempuan yang bekerja maka semakin meningkat kesejahteraan, kualitas
individu, dan rumah tangga serta pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah (Rahma.
2017).

Ditinjau melalui Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan


menurut kabupaten/kota di NTT seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4, dapat
diketahui bahwa TPAK perempuan tertinggi yaitu pada Kabupaten Sumba Barat
Daya sebesar 72.88. Sedangkan TPAK perempuan terendah yaitu pada Kota
Kupang dengan nilai 48.65. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak
perempuan di Kota Kupang yang tidak bekerja. Secara keseluruhan, Provinsi NTT
memiliki TPAK perempuan sebesar 59.67. Apabila dibandingkan dengan TPAK
nasional Indonesia yang sebesar 55.12 maka dapat diketahui bahwa TPAK Provinsi
NTT sudah berada di atas rata-rata.

Gambar 4. Grafik Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan di Provinsi NTT
Sumber: Badan Pusat Statistik (2019)
Menurut Ananta (1990) dalam Setyowati (2009), tingginya TPAK permpuan
dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1) Adanya perubahan pandangan dan
sikap dalam masyarakat serta semakin disadari perlunya perempuan berpartisipasi
dalam pembangunan, 2) Adanya kemauan permpuan untuk mandiri dalam bidang
ekonomi, 3) Adanya kebutuhan untuk menambah penghasilan keluarga, dan 4)
Semakin banyaknya kesempatan kerja yang bisa menyerap tenaga wanita.
Berdasarkan faktor demografi, meningkatnya keterlibatan wanita dalam kegiatan
ekonomi dipangaruhi oleh tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur, dan status
perkawinan. TPAK perempuan pada umumnya memang lebih rendah dibandingkan
dengan laki-laki. Tetapi keberadaan perempuan secara absolut lebih besar daripada
penduduk laki-laki sehingga dapat menjadi potensi untuk menunjang proses
pembangunan (Rahma. 2017).

Indeks Pembangunan Gender

Indeks Pembangunan Gender (IPG) digunakan untuk mengetahui serta


mengevaluasi seberapa besar partisipasi penduduk perempuan dalam
pembangunan manusia di Provinsi NTT berdasarkan parameter – parameter yang
berpengaruh. Keempat parameter berpengaruh yang telah dibahas sebelumnya,
masing - masing mempunyai nilai indeks berdasarkan kondisi di setiap daerahnya.
Dimana keempat nilai indeks tersebut dapat digunakan untuk menentukan IPG
setiap kabupaten/kota di Provinsi NTT sebagaimana ditunjukkan pada table 1. Nilai
IPG bervariasi pada setiap kabupaten/kota di Provinsi NTT yang berkisar 0.22 -0.47.
Nilai IPG semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa partisipasi penduduk
perempuan dalam pembangunan manusia di daerah tersebut semakin baik, begitu
juga sebaliknya. Semakin tinggi nilai IPG menunjukkan bahwa kesenjangan
pembangunan manusia antara perempuan dan laki laki semakin kecil (Kusnandar,
2019). Rerata IPG di Provinsi NTT sebesar 0.33,sehingga dapat diketahui bahwa
IPG di NTT masih tergolong rendah dari rentang 0-1. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perhatian terhadap peran perempuan dalam pembangunan di NTT perlu
ditingkatkan.

Nilai IPG tertinggi ditunjukkan pada Kabupaten Manggarai Barat yaitu


sebesar 0.47. Tingginya IPG di kabupaten tersebut dipengaruhi oleh kesadaran
pemaiakan alat kontrasepsi oleh penduduk wanita kawin usia 15 – 49 sebagai
kelompok usia produktif yang menunjukkan nilai 59.40 tertinggi diantara
kabupaten/kota lainnya yaitu sebanyak 59 dari 100 wanita telah menggunakan alat
kontrasepsi. Selain itu juga dipengaruhi oleh kepedulian pemerintah setempat dalam
menganggarkan pengeluaran APBD untuk program kependudukan dan KB.
Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah mengeluarkan 1.21% APBD untuk
program tersebut. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat perlu meningkatkan
alokasi APBD untuk perempuan yang masih rendah, sehingga diharapkan dapat
lebih meningkatkan IPG di kabupaten tersebut. Sedangkan IPG terendah
ditunjukkan pada Kabupaten Sumba Tengah yaitu sebesar 0.22. Pemerintah
Kabupaten Sumba Tengah telah mengeluarkan alokasi APBD untuk perempuan
tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yaitu sebesar 0.54% di tahun
2019. Namun besarnya alokasi APBD untuk perempuan tersebut tidak didukung
dengan kesadaran penggunaan alat kontrasepsi, terbatasnya anggaran APBD untuk
program kependudukan dan KB serta rendahnya TPAK perempuan di kabupaten
tersebut menyebabkan IPG menjadi yang terendah diantara kabupaten/kota lainnya.
Oleh karena itu ketiga parameter tersebut perlu ditingkatkan agar pembangunan
gender disana menjadi lebih baik.

Distribusi tingkat IPG setiap kabupaten/kota di Provinsi NTT tahun 2019


ditunjukkan pada gambar 5. Terdapat tiga kelompok klasifikasi tingkat IPG yang
membagi kabupaten/kota di NTT, dimana Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat
dan Manggarai Timur temasuk kedalam kelas tinggi. Sebanyak sembilan kabupaten
tergolong kelas sedang termasuk Kota Kupang sebagai ibu kota provinsi dan
sepuluh kabupaten lain menunjukkan klasifikasi IPG rendah. Perbedaan tingkat IPG
tersebut menunjukkan bahwa di Provinsi NTT peran perempuan dalam
pembangunan manusia masih belum merata. Oleh karena itu diperlukan kebijakan
dan peningkatan perhatian terhadap peran serta perempuan di sana.

Tabel 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun
2019
Indeks
Indeks % Tingkat
Indeks Indeks %
alokasi partisipasi
Contraceptive APBD untuk Indeks
anggaran angkatan
Kabupaten/Kota prevalence rate program Pembanguna
perempua kerja
(WPK 15-49 kependuduka n Gender
n terhadap (TPAK)
tahun) n dan KB
APBD perempua
n
Sumba Barat 0.35 0.15 0.10 0.31 0.23
Sumba Timur 0.43 0.16 0.13 0.53 0.31
Kupang 0.63 0.15 0.13 0.33 0.31
Timor Tengah
Selatan 0.61 0.41 0.06 0.52 0.40
Timor Tengah
Utara 0.63 0.39 0.05 0.47 0.39
Belu 0.57 0.57 0.08 0.31 0.38
Alor 0.50 0.44 0.09 0.41 0.36
Lembata 0.46 0.12 0.03 0.36 0.24
Flores Timur 0.33 0.44 0.01 0.39 0.29
Sikka 0.54 0.44 0.02 0.42 0.35
Ende 0.30 0.47 0.01 0.52 0.33
Ngada 0.65 0.16 0.02 0.51 0.33
Manggarai 0.76 0.55 0.00 0.52 0.46
Rote Ndao 0.57 0.21 0.12 0.43 0.33
Manggarai Barat 0.81 0.75 0.02 0.30 0.47
Sumba Tengah 0.32 0.15 0.13 0.28 0.22
Sumba Barat
Daya 0.37 0.12 0.10 0.63 0.31
Nagekeo 0.42 0.44 0.02 0.32 0.30
Manggarai Timur 0.70 0.75 0.01 0.30 0.44
Sabu Raijua 0.33 0.03 0.02 0.57 0.24
Malaka 0.53 0.03 0.05 0.42 0.26
Kota Kupang 0.61 0.43 0.02 0.24 0.32
NTT 0.52 0.34 0.05 0.41 0.33
Upaya yang dapat dilakukan seperti, peningkatan pengalokasian dana APBD
untuk peremuan di NTT, karena parameter ini menunjukkan rerata yang sangat
rendah dari keempat parameter berpengaruh lainnya. APBD untuk program
kependudukan dan KB dapat ditingkatkan sehingga program – program keluarga
berencana dapat tersampaikan kepada penduduk di semua daerah.
Terlaksanakanya program diharapan keluarga dapat mengatur jumlah dan jarak
kelahiran yang berpengaruh terhadap tingat produktivitas ibu atau perempuan. Hal
tersebut didukung dengan penyediaan alat kontrasepsi yang merata di setiap
daerah, sehingga penduduk dapat dengan mudah mengaksesnya. Selain itu,
lapangan kerja diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada perempuan
sehingga dapat meningkatkan TPAK perempuan dan berdampak pada
peningkatakan IPG. Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan IPG seperti yang disampaikan dalam RPJMN 2015 -2019, yaitu
meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan,
meningkatkan perlindungan perempuan dari berbagai tindakan kekerasan,
meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG, dan kelembagaan perlindungan
perempuan dari tindakan kekerasan (Bappenas, 2015). Dengan demikian
pembangunan perempuan mampu berperan dalam pembangunan manusia.

Gambar 5. Peta Klasifikasi Indeks Pembangunan Gender di Provinsi NTT


SIMPULAN

Indeks Pembangunan Gender di Provinsi NTT tahun 2019 dapat diketahui melalui
parameter Contraceptive Prevalence Rate (CPR), persentase APBD untuk program
kependudukan dan KB, persentase APBD untuk perempuan dan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) perempuan. Rata – rata indeks CPR di Provinsi NTT
sebesar 0.44, dengan indeks tertinggi pada Kabupaten Manggarai Barat yaitu 0.81.
Rendahnya CPR menunjukkan masih banyak pasangan usia subur (PUS) yang
belum menggunakan alat kontrasepsi karena edukasi dan pemahaman terhadap
penggunaannya yang masih belum merata. Peran pemerintah dalam pembangunan
gender salah satunya terkait pengeluaran APBD. Rerata persentase APBD untuk
program kependudukan dan KB sebesar 0.47%, Kabupaten Manggarai Timur
adalah yang terbesar yaitu 1.21% dengan indeks 0.75. Sedangkan rerata
persentase alokasi APBD untuk perempuan sebesar 0.22%, Kabupaten Sumba
Tengah mengalokasikan APBD tertinggi yaitu 0.54% dengan indeks 0.13. TPAK
perempuan secara keseluruhan sebesar 59.67 dengan indeks 0.41, TPAK
perempuan tertinggi pada Kabupaten Sumba Barat Daya. Rerata IPG di Provinsi
NTT sebesar 0.33, nilai IPG tertinggi pada Kabupaten Manggarai Barat yaitu 0.47.
IPG yang rendah serta perbedaan nilai setiap kabupaten/kota di NTT menunjukkan
bahwa perhatian terhadap peran perempuan dalam pembangunan manusia belum
merata dan perlu ditingkatkan melalui berbagai program dan kebijakan. Terutama
pengalokasian APBD untuk perempuan yang masih menunjukkan rerata sangat
rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Puji. 2016. Analisis Anggaran Responsif Gender Pada APBD Kota Semarang
Tahun 2010-2013. Politika. 7(1): 1-9

Badan Pusat Statistik. 2020. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja.


https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/51 diakses pada 16 Oktober
2020 pukul 15.10 WIB

Bappenas. 2015. Menteri Andrinof: Indeks Pembangunan Gender (IPG) Terus


Meningkat. https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/menteri-
andrinof-indeks-pembangunan-gender-ipg-terus-meningkat/ diakses pada 16
Oktober 2020 pukul 14.20

Fajriyyah, N dan Budiantara, I.N. 2015. Pemodelan Indeks Pembangunan Gender


dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline di Indonesia. Jurnal Sains
Dan Seni Its. 4(2): 217-222.

Firmansyah, D.C., Nadillah, F., Pratama, F.R.A., dan Ningsih, N.L.P.Y.S. 2020.
Analisis Komparasi dan Determinan Sosial Demografi Terhadap Penggunaan
Kontrasepsi Wanita Usia Subur (WUS) di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan
Jawa Timur. Jurnal Statistika dan Aplikasinya 4(1)

Fitarisca, A.V. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks


Pembangunan Gender (IPG) dengan Menggunakan Regresi Probit. Tugas
Akhir. Surabaya: Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS)

Fitriani, A. 2016. Peran perempuan dalam penggunaan alat kontrasepsi.


Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik 29(3)

Henry. 2019. Run for Equality, Ajang Maraton Pembawa Pesan Kesetaraan Gender
di NTT. https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4075152/run-for-equality-ajang-
maraton-pembawa-pesan-kesetaraan-gender-di-ntt diakses pada 16 Oktober
2020 pukul 13.11 WIB

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2016.


Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2016. Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2019.


Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2019. Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Khaerah, Nur dan Dyah Mutiarin. 2016. Integrasi Anggaran Responsif Gender
Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Studi Pada Anggaran Dinas
Kesehatan Kota Makassar Tahun Anggaran 2014). Jurnal Ilmu Pemerintahan
& Kebijakan Publik. 3(3): 414-445
Kusnandar, V.B. 2019. Indeks Pembangunan dan Pemberdayaan Gender Indonesia
(2010-2018) : Indeks Pembangunan Gender Indonesia Menunjukkan Tren
Perbaikan. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/04/30/indeks-
pembangunan-gender-indonesia-menunjukkan-tren-perbaikan diakses pada
16 Oktober 2020 pukul 15.38

Rahma, Hanif Yontar. 2017. Analisis Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Angkatan
Kerja di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Regresi Probit Biner dengan Efek
Interaksi. Tugas Akhir. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November

Safitri, L.D.A., Hermanto, E.M.P., Indrasetianingsih, A. 2020. Pemodelan Indeks


Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender Di Indonesia
dengan Pendekatan Regresi Probit Biner Bivariat. Jurnal Matematika,
Statistika dan Komputasi. 16(2):150-161

Setyowati, Eni. 2009. Analisis Tingkat Partisipasi Wanita dalam Angkatan Kerja di
Jawa Tengah Periode Tahun 1982-2000. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
10(2): 215-233

Sitorus, A.V.Y. 2016. Dampak Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi di Indonesia. Sosio Informa. 2(1):89-101

Sutriyatno, Eko. 2019. Timbulnya Isu Kesetaraan Gender di NTT karena Minimnya
Akses Air Bersih. https://www.tribunnews.com/regional/2019/10/02/timbulnya-
isu-kesetaraan-gender-di-ntt-karena-minimnya-akses-air-bersih?page=3
diakses pada 16 Oktober 2020 pukul 13.35 WIB

WHO. 2020. Contraceptive Prevalence.


https://www.who.int/reproductivehealth/topics/family_planning/contraceptive_pr
evalence/en/ diakses pada 16 Oktober 2020.

Yusnaini dan Yulia Saftiana. 2012. Akomodasi Kepentingan Perempuan Melalui


Anggaran Berkeadlian Gender. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Akutansi. 6(1): 40-53

View publication stats

You might also like